Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi | Nefrolitiasis
Nefrolitiasis Marco Manza Adi Putra1, Ahmad Fauzi2 Mahasiswa,Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Ortopedi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 1
Abstrak Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah keadaan dimana ditemukannya batu pada ginjal. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013, salah satu penyakit ginjal yang paling sering terjadi di Indonesia adalah batu ginjal. Prevalensi penyakit ini diperkirakan lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan. Ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan aktivitas fisik, pola makan, serta struktur anatomis yang berbeda.Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin,pekerjaan, dan sebagainya. Nefrolitiasis juga dapat di bedakan berdasarkan komposisi zat yang menyusunnya. Berdasarkan komposisi zat yang meyusun batu, batu dibedakan menjadi batu kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren, dan batu silikat. Angka kejadian batu kalsium paling tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadian batu lainnya. Penatalaksanaan pasien nefrolitiasis dapat dilakukan dengan menggunakan metode ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy), PNL (Percutaneus Shockwave Litholapaxy), bedah terbuka dan terapi konservatif atau terapi ekspulsif medikamentosa (TEM). Kata kunci : ESWL,nefrolitiasis,PNL, TEM
Nephrolithiasis Abstract Nephrolithiasis or kidney stone is a condition where stone is found in kidney. According to Indonesian Primary Health Riset in 2013 , one of common kidney disease in Indonesia is kidney stone. The prevalence most commonly effects on men than woman. This condition caused by the differentiation beetwen activity , food, and anatomy structure in men and women. Kidney stone are formed by intrinsic and extrinsic factor. The intrinsic factor are age, gender and genetic even though extrinsic factor are geography condition, climate , habitual eating, substance which contain in urine, job and others. Neprolitiasis can be distinguished by composition of the substances they are calcium stones, struvit stones, uric acid stones, cystine stone, xanthine stone, triamterene stone and silicate stone. The number of nephrolithiasis caused by calcium stone are the highest that others. Management of kidney stone are ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy), PNL (Percutaneus Shockwave Litholapaxy), surgical operation, and medicamentosa. Keyword: ESWL, nephrolithisis, PNL,TEM Korespondensi : Marco ManzaAdi Putra, alamat Jl. Kopi Arabika, Gedong Meneng, Bandar Lampung, HP 085279320406, email
[email protected]
Pendahuluan Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih.1 Lokasi batu ginjal khas dijumpai di kaliks, atau pelvis dan bila keluar akan terhenti dan menyumbat pada daerah ureter (batu ureter) dan kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat. Namun yang paling sering terjadi pada batu ginjal adalah batu kalsium. Penyebab pasti yang membentuk batu ginjal belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang dilibatkannya. Diduga dua proses
yang terlibat dalam batu ginjal yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai ke empat . 2 Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal yang paling sering ditemui adalah gagal ginjal dan
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |69
Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi | Nefrolitiasis
nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%).3 Isi Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal.Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya. 4 Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena adanya riwayat batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam urat, kondisi medis lokal dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi urin itu sendiri. Komposisi urin menentukan pembentukan batu berdasarkan tiga faktor, berlebihnya komponen pembentukan batu, jumlah komponen penghambat pembentukan batu (seperti sitrat, glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti natrium, urat). Anatomis traktus anatomis juga turut menentukan kecendrungan pembentukan batu.5.6 Nefrolitiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren, dan batu silikat. Pembentukan batu pada ginjal umumnya membutuhkan keadaan supersaturasi. Namun pada urin normal, ditemukan adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada kondisi-kondisi tertentu, terdapat zat reaktan yang dapat menginduksi pembentukan batu. Adanya hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli bulineurogenik diduga ikut berperan dalam proses pembentukan batu.7 Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristalkristal tersebut akan tetap berada pada posisi metastable (tetap terlarut)dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan yang menyebabkan presipitasi kristal. Apabila kristal mengalami presipitasi membentuk inti batu, yang kemudian akan mengadakan agregasi dan Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |70
menarik bahan-bahan yang lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Kristal akan mengendap pada epitel saluran kemih dan membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih sehingga nantinya dapat menimbulkan gejala klinis. Terdapat beberapa zat yang dikenal mampu menghambat pembentukan batu. Diantaranya ion magnesium (Mg), sitrat, protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, dan glikosaminoglikan. Ion magnesium ternyata dapat menghambat batu karena jika berikatan dengan oksalat, akan membentuk garam oksalat sehingga oksalat yang akan berikatan dengan kalsium menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium (Ca) untuk membentuk kalsium sitrat, sehingga jumlah kalsium oksalat akan menurun.5, 7 Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu: 1. Batu Kalsium Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah: a. Hiperkalsiuri Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan hiperkasiuri resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang. b. Hiperoksaluri Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari. c. Hiperurikosuria Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850mg/24 jam. d. Hipositraturia Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat sedikit. e. Hipomagnesuria Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering hipomagnesuria
Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi | Nefrolitiasis
adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. 2. Batu Struvit Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih. 3. Batu Asam Urat Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat. 4. Batu Jenis Lain Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.5 Berdasarkan penelitian Martha di RSUP Prof Dr.R.D. Kandou Manado dengan menggunakan 35 orang sample, didapatkan jumlah penderita dengan lokasi batu di pielum adalah 30 penderita ( 85,75%), lokasi batu di kaliks adalah 2 penderita (5,7%), dan lokasi batu di pelviokaliks adalah 3 penderita (8,7%).8 Tabel 1. Lokasi batu Letak N % Pielum 30 85,75 Kaliks 2 5,7 Pelviokaliks 3 8,7 Total 35 100
Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun demam jarang di jumpai pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria.5, 9 Selain dari keluhan khas yang didapatkan pada penderita nefrolitiasis, ada beberapa hal yang harus dievaluasi untuk menegakkan diagnosis, yaitu: 1. Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan makanan, kimia darah, dan urin pada pasien. 10 2. Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya kemungkinan batu radio-opak. 3. Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang bersifat radiolusen.
4.
Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu. 5. CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat adanya batu di traktus urinarius.5 Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi nyeri, menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan batu yang berulang. 1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih 11 ESWLdianggap sebagai pengobatancukup berhasiluntuk batuginjalberukuranmenengahdanuntukb atuginjal berukuran lebihdari2030mmpada pasienyang lebih memilihESWL, asalkan mereka menerimaperawatanberpotensi lebih. 2. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy) Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. AsosiasiEropaPedomanUrologitentangurol ithiasismerekomendasikanPNLsebagaipen gobatan utama untukbatuginjalberukuran >20mm, sementaraESWLlebih disukaisebagailini keduapengobatan,karenaESWLsering membutuhkanbeberapa perawatan, dan memilikirisikoobstruksiureter, serta kebutuhan adanyaprosedurtambahan. Ini adalah alasan utama untuk merekomendasikan bahwa PNL adalah baris pertama untuk mengobati pasien nefrolitias. 12 3. Bedah terbuka Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan terbuka itu Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |71
Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi | Nefrolitiasis
antara lain pielolitotomiataunefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal. 4. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM) Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus dengan batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat juga diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau agen alfablocker, seperti tamsulosin; manajemen rasa nyeri pasien, khusunya pada kolik, dapat dilakukan dengan pemberian simpatolitik, atau antiprostaglandin, analgesik; pemantauan berkala setiap 114 hari sekali selama 6 minggu untuk menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis. 6 Komplikasi pada nefrolitiasis bedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. 1. Komplikasi Akut Kematian, kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan invensi sekunder yang tidak direncanakan. 2. Komplikasi Jangka Panjang Striktura, obstruksi, hidronefrotis, berlanjut dangan atau tanpa pionefrosis, dan berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Ringkasan Nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Batu-batu ini berdasarkan komposisinya dibagi menjadi batu kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren, dan batu silikat. Batu-batu ini terbentuk akibat banyak faktor, seperti adanya hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli bulineurogenik. Penyakit ini memiliki gejala yang cukup khas dengan adanya rasa nyeri di daerah pinggang ke bawah. Nyeri bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun demam jarang dijumpai pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto atau mikrohematuria. Penatalaksanakan kasus Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |72
ini dapat dilakukan dengan metode ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy), PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy), bedah terbuka dan terapi konservatif atau terapi ekspulsif medikamentosa (TEM). Simpulan Nefrolitiasis merupakan salah satu penyakit ginjal, yaitu ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik. Nefrolitiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren, dan batu silikat. Batu kalsium merupakan kejadian yang paling banyak terjadi. Daftar Pustaka 1. Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in the United States. Journal European Association of Urology[internet]. 2012[diakses tanggal 28 Oktober 2015]; 62(1):160-5.Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/index.php/kem as 2. HTAI. Penggunaan extracorporeal shockwave lithotripsy pada batu saluran kemih. Jakarta: Health Technology Assasement Indonesia; 2005. 3. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2013. 4. Krisna DNP. Faktor risiko kejadian penyakit batu ginjal di wilayah kerja Puskesmas Margasari kabupaten Tegal tahun 2010 [skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2011. 5. Basuki B. Dasar-dasar urologi.Malang: Sagung seto; 2015.hlm.93-100. 6. Hasiana L, Chaidir A. Batu saluran kemih. Dalam: Chris T, Frans L, Sonia H, Eka A, Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat jilid I.Jakarta: Media Aesculapius; 2014.hlm. 277-280. 7. Mochammad S. Batu saluran kemih. Dalam: Aru W, Bambang S,Idrus A, Marcellus S, Siti S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2014. hlm. 1025-1027. 8. Martha.E.B.T. Angka kejadian batu ginjal di RSUP Prof Dr.R.D. Kandou Manado periode januari 2010-desember 2012. Eclinic [internet]. 2014 [diakses tanggal 26
Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi | Nefrolitiasis
oktober 2015]. Tersedia dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ecli nic/article/view/3722 9. David S. Goldfarb,MD.In the clinic nephrolithiasis.American College of Physicians [internet]. 2009 [diakses tanggal 27 oktober 2015]. Tersedia dari: https://www.med.unc.edu/medselect/res ources/course%20reading/ITC%20nephrol ithiasis.full.pdf 10. Margaret Sue, David S, Dean G, Gary Curhan, Cynthia J, Brian R, et al. Medical management of kidney stone: AUA guideline [internet]. USA: American Urological Association; 2014 [diakses tanggal 28 Oktober 2015]. Tersedia dari: https://www.auanet.org/common/pdf/ed ucation/clinical-guidance/Medical-
Management-of-Kidney-Stones.pdf 11. Anisa M, Yogesh S, Deepashri R. Salivary gland lithotripsy: a non-invasive alternative. Department of Oral & Maxillofacial Surgery,Modern Dental& researh Centre [internet].2009[diakses tanggal 28 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://www.pjsr.org/Jan09_pdf/Dr.%20An isha%20Maria%20-%2010.pdf 12. Mohammed H, ahmed R. El-Nahas, Nasr El-Tabey.Percutaneus nephrolitothomi vs extracorporeal shockwave lithrotripsy for treating a 20-20 mm single renal pelvic stone. Arab journal of Urology[internet]. 2015 [diakses tanggal 28 Oktober 2015]; 13(3):212-216. Tersedia dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar ticles/PMC4563020/
Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |73