1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KONFLIK ANTARA PETANI KERAMBA DENGAN PT. AQUAFARM NUSANTARA (Studi Kasus: pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa). SKRIPSI Diajukan oleh :
NATALINA S. NADEAK (0 5 0 9 0 1 0 2 6) SOSIOLOGI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
2
Universitas Sumatera Utara 2009 ABSTRAK
Negara Indonesia adalah Negara agraris yang kaya akan Sumber Daya Alam terutama sumber daya perairan. Salah satunya adalah perairan Danau Toba di Ajibata. Perairan Danau Toba ini sangat berpotensial, sehingga sebagian besar masyarakat menjadikan perairan Danau Toba menjadi salah satu sumber mata pencaharian seharihari dengan cara menangkap ikan dan membudidayakan ikan air tawar dengan sistem keramba jaring apung. Ternyata, potensi perairan Danau Toba tersebut tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat lokal saja, tetapi juga oleh bangsa lain seperti Negara Swiss, sehingga berdirinya perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara. Danau Toba sangat potensial untuk pembudidayaan ikan air tawar seperti ikan nila. Keberadaan perusahaan asing di perairan Danau Toba menuai kontra dari masyarakat terutama masyarakat petani keramba yang menggantungkan hidupnya dari hasil pembudidayaan ikan dengan sistem keramba jaring apung. Adanya perasaan tersaingi karena PT. Aquafarm “merebut” pangsa pasar petani keramba, isu pencemaran air Danau Toba akibat maraknya keramba jaring apung menimbulkan kecemasan akan terjadinya penggusuran yang mengakibatkan masyarakat merasa dirugikan dengan hadirnya perusahaan asing tersebut di perairan Danau Toba. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan studi kasus. Penelitian ini berlokasi di daerah Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah semua petani keramba dan seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata. pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik wawancara, observasi, dan studi kepustakaan termasuk dokumentasi. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari hasil lapangan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dilapangan menunjukkan bahwa konflik antara petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara berawal sejak banyaknya ikan-ikan illegal dari perusahaan asing tersebut beredar di pasal lokal. Akibat dari ikan-ikan illegal yang dijual dengan harga murah di pasar lokal tersebut menyebabkan hasil panen dari petani keramba menumpuk dan tidak laku. Kerena itu masyarakat petani keramba merasa dirugikan dengan keberadaan PT. Aquafarm di perairan Danau Toba. Maraknya isu pencemaran air Danau Toba juga mengancam usaha petani keramba kecil, karena akibat isu tersebut, pemerintah melakukan penertiban keramba di perairan Danau Toba, sehingga banyak dari antara masyarakat petani keramba yang mengalami penggusuran. Pemerintah menetapkan zona-zona tertentu sebagai lokasi yang dapat dijadikan lokasi pembudidayaan ikan di perairan Danau Toba. Kondisi ini semakin memanas ketika PT. Aquafarm Nusantara tidak bersedia menjadi bapak angkat bagi petani keramba kecil. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kasih karunia dan anugerah yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini adalah merupakan salah satu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dengan judul “Konflik Antara Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Masyarakat Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa) Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Bapak J. Nadeak dan Ibu M. br Rajagukguk (Alm), terimakasih atas semua kasih sayang, pengorbanan, dukungan materiil dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. DR. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
4
3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku Sekretaris sekaligus Dosen wali penulis di Departmen Sosiologi sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 4. Rasa hormat serta terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak. Drs. Muba Simanihuruk, M.Si, selaku Dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam meluangkan waktu dan pemikiran serta saran dalam penulisan skripsi ini. 5. Seluruh dosen serta pengajar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara terkhusus dosen-dosen sosiologi yang selama ini memberikan pelajaran serta pendidikan kepada penulis. 6. Bapak Labinsar Sirait, S.Sos, M.si selaku Camat di Kecamatan Ajibata dan seluruh informan yang telah bersedia diwawancarai dalam membantu peneliti untuk mendapatkan data-data dalam penulisan skripsi ini. Terkhusus kepada Bang Dimpos Manalu, Bapak Rawalven Saragih, Bpk. K.H. Rajagukguk dan Bang Udi Simatupang, terimakasih banyak. 7. Sebagai persembahan dan ungkapan terimakasih yang tak terhingga kepada saudara-saudaraku tercinta, k’thie, b’Riduan, b’Marzuki, k’May, b’Succes (Alm), b’Parna, k’Elizabeth alias sQuick, dan ananda Arjuna tersayang. Terimakasih banyak buat doa, semangat dan serta dukungan kalian semua. 8. Buat b’Malum Pandiangan, Terimakasih telah menemani hari-hariku selama ini. Terimakasih juga buat segala cinta, dukungan, semangat serta perhatian yang telah kamu berikan.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
5
9. Teman-teman Sosiologi stambuk 2005: Wida, Siskarina, Lola, Helna, Yenni, Willy, Immanuel, Ari tulang, Benny, Fridolin, Rani, Muhadi, Gorenty, Ramauli, dan semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan, saran dan semangatnya. 10. Buat teman-temanku, Natasya Chan, Madam Laurent, Dhinnie Winter, Wulan, Gone, Marudut, Bintang, dan yang lainnya, trims ya. Buat kakanda ku Mr. Gun’s, Bang Pardo, Bang Zidane alias biawak sekret, Mister Rudi Tambunan dan buat seluruh anak-anak GMKI Kom’s Fisip USU. Terimakasih banyak atas doa, dorongan dan kebersamaan yang terjalin selama ini. Semangat terus. Ut Omnes Unum Sint. 11. Buat sahabat-sahabatku, Natasya, Madam Lorent, Dhinie, Wulan, dan Wida. Trimakasih buat dukungan dan semangat yang kalian berikan padaku. 12. Buat B’ Parningotan Simanjuntak, Trimakasih buat segalanya.
Penulis dengan hati terbuka menerima segala koreksi, kritik yang membangun, serta saran-saran yang konstruktif dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Tuhan memberkati.
Medan, Juli 2009 Penulis
(Natalina S. Nadeak) Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
6
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................... v DAFTAR TABEL .................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah.................................................................................... 9 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian...................................................................... 9 1.3.2 Manfaat Penelitian.................................................................. 10 1.4 Defenisi Konsep........................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelompok, Konflik dan Perubahan........................................................ 13 2.2 Tipe dan Akar Permasalahan Konflik Sosial........................................ 19 2.3 Pola Konflik............................................................................................ 21 2.4 Faktor Penyebab Konflik........................................................................ 22 2.5 Tahapan Konflik..................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian....................................................................................... 28 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................... 29 Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
7
3.3 Unit Analisis dan Informan.................................................................... 29 3.4 Teknik Pengumpulan Data..................................................................... 30 3.5 Interpretasi Data...................................................................................... 32 3.6 Jadwal kegiatan....................................................................................... 33 3.7 Keterbatasan Penelitian.......................................................................... 33
BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian.................................................................... 35 4.1.1 Gambaran Umum....................................................................... 35 4.1.2 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan.................................... 35 4.1.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Ajibata..................................... 37 4.1.4 Pendidikan................................................................................. 38 4.1.5 Sarana Kesehatan....................................................................... 40 4.2 Lokasi dan Keadaan Perusahaan........................................................... 42 4.2.1 Letak perusahaan....................................................................... 42 4.2.2 Keadaan Perusahaan di Desa.................................................... 42 4.2.3 Topologi Perikanan.................................................................... 42 4.2.4 Sejarah Singkat Perusahaan...................................................... 43 4.2.5 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan............................... 44 4.3 Profil Informan....................................................................................... 45 4.3.1 Informan Kunci dari Petani Keramba........................................ 45 4.3.2 Informan Kunci dari PT. Aquafarm Nusantara......................... 62 4.3.3 Informan Biasa........................................................................... 67 Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
8
4.4 Interpretasi Data...................................................................................... 69 4.4.1 Kondisi Masyarakat sebelum PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di Ajibata.......................................... 69 4.4.2 Kondisi Masyarakat Setelah PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di Ajibata.......................................... 75 4.4.3 Sejarah konflik antara petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara........................................................... 81 4.4.3.1 Awal Terjadinya Konflik...................................... 81 4.4.3.2 Ikan Illegal dan aksi protes masyarakat Petani keramba dan Pedagang Ikan di Pasar Tradisional.................................................. 85 4.4.3.3 Eskalasi Konflik.................................................... 89 4.4.3.4 Resolusi Konflik................................................... 97 4.4.3.5 De-eskalasi Konflik.............................................. 97 4.4.3.6 Pihak-pihak yang Terlibat................................... 105
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan............................................................................................. 107 5.2 Saran....................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
9
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Menurut Desa/ Kelurahan Tahun 2007 (Ha)....................................................................... 36 Tabel 4.2 Data Jumlah Penduduk Kec. Ajibata Bulan Mei 2009............................... 37 Tabel 4.3 Jumlah Sekolah SD, SLTP, SLTA Menurut Lembaga dan Lokasi Sekolah Tahun 2007................................................................................... 39 Tabel 4.4 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis dan Desa................................. 40
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
10
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Konflik dan kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dan keduanya berada
bersama-sama karena perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan keterbatasan sumber daya alam. Selama masyarakat itu masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita, konflik akan senantiasa mengikuti manusia itu. Karena dalam setiap upaya untuk mewujudkan apa yang manusia inginkan pasti ada hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan untuk mewujudkan setiap keinginan tersebut. Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan benturan kepentingan antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Hal inilah yang memicu timbulnya konflik dalam masyarakat. Gesekan yang terjadi antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, kelangkaan sumber daya alam, serta distribusi yang tidak merata dalam masyarakat menyebabkan konflik sering terjadi dalam sebuah masyarakat. Dewasa ini, konflik yang muncul dalam masyarakat tidak muncul begitu saja. Ini terjadi disebabkan akumulasi dari ketimpangan-ketimpangan dalam penempatan hak dan kewajiban yang tidak terpenuhi dengan baik dan merata. Perlu disadari bahwa konflik dapat menciptakan perubahan. Konflik merupakan salah satu cara bagaimana sebuah keluarga, komunitas, perusahaan, dan masyarakat berubah. Konflik juga dapat mengubah pemahaman
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba 11Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
11
kita akan sesama, mendorong kita untuk memobilisasi sumber daya dengan model yang baru. Berbicara masalah potensi alam, Indonesia adalah negara yang terkenal akan sumber daya alamnya yang melimpah. Selain dikenal sebagai Negara agraris, Indonesia juga dikenal sebagai Negara maritim. Indonesia juga negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai
141
derajat
garis
bujur
timur
(http://ms.wikipedia.org/wiki/Geografi_Indonesia). Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi. Menurut catatan, luas perairan umum Indonesia lebih dari 50 juta Ha, yang terdiri dari perairan rawa 39,4 juta Ha, perairan sungai beserta lebaknya 11,95 Ha, danau alam dan danau buatan (waduk) seluas 2,1 juta Ha (Agus Rochdianto, 1996). Terdapat lima pulau besar, salah satunya adalah Pulau Sumatera dengan luas 473.606 km persegi. Sumatera Utara terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah, bukit barisan yang membujur dari tengah-tengah dari utara keselatan, serta daerah pantai. Daerah Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian barat merupakan dataran bergelombang dan pendangkalan sungai. Wilayah dataran tinggi dan wilayah pantai barat seluas 46.758,69 Km2 atau 65,23 persen dari luas wilayah Sumatera Utara. Wilayah pantai timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 Km2 atau 34,77 persen dari luas wilayah Sumatera Utara. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
12
Luas perairan tersebut
memberi potensi yang
cukup
besar untuk
pembudidayaan ikan terutama di perairan sumatera utara. Pertumbuhan sektor perikanan di Sumatera Utara khususnya di wilayah Danau Toba dan sekitarnya telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Namun, Usaha pembudidayaan ikan di perairan Danau Toba kian hari kian terdesak. Hal ini karena usaha penangkapan yang tidak diimbangi dengan usaha budidaya dan penebaran ikan (restocking) yang lambat laun akan dapat mengakibatkan terganggunya kelestarian sumber daya perairan. Sehingga, dibuatlah model pembudidayaan ikan yang lebih aman dan menguntungkan yang disebut dengan keramba. Keramba ini digunakan untuk menyebut wadah budidaya ikan yang terbuat dari bahan bambu bilah dan berbentuk kotak. Ada juga yang disebut dengan kantong jaring apung (KJA), yang dimaksud dengan kantong jaring apung ini adalah sebuah wadah berupa kantong jaring yang letaknya terapung diatas air, dan disangga oleh pengapung yang dapat berupa drum agar dapat tetap terapung. Agar dapat berfungsi, wadah ini dikaitkan pada sebuah rakit berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang untuk kemudian wadah ini diletakkan di perairan danau. Namun pada dasarnya, keramba dan jaring apung ini sama fungsinya, sebagai wadah untuk membudidayakan ikan di air tawar. Perbedaannya hanya pada bahan pembuat dan ukuran wadahnya saja. Dimana keramba terbuat dari bambu, atau kayu dan kawat yang berukuran relatif kecil, sementara kantong jaring apung terbuat dari bahan nilon yang dirangkai membentuk kantong yang ukurannya lebih besar dari keramba.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
13
Berkembangnya pembudidayaan ikan ini menunjukkan besarnya minat masyarakat dalam membudidayakan ikan air tawar. Dengan sistem pembudidayaan ikan ini, masyarakat dapat memperoleh beberapa keuntungan sekaligus. Secara teknis, keuntungan yang dapat diperoleh adalah, pertama intensifikasi produksi ikan, keuntungan yang kedua adalah optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan, dan yang ketiga adalah pesaing dan konsumen ikan dapat dikendalikan. keuntungan yang keempat adalah pengelolaan dan pemanenan ikan tidak terlalu rumit karena waktu panen dapat diatur. Selain keuntungan-keuntungan tersebut, dengan adanya pembudidayaan ikan air tawar dengan menggunakan wadah keramba dan kantong jaring apung, masyarakat sekitar Ajibata memperoleh pekerjaan yang tetap, menambah penghasilan langsung, serta mengurangi tingkat pengangguran bagi anakanak muda yang tinggal di Ajibata, Parapat dan sekitarnya. Perkembangan budidaya perikanan di sekitar Danau Toba, membawa beberapa perubahan baru dalam beberapa bidang. Mengenai nelayan keramba yang sekarang lebih popular disebut dengan petani keramba, tidak lagi terbatas hanya pada keluarga nelayan saja. Perkembangan yang pesat ini menyebabkan para petani keramba yang dahulu hanya menggunakan tenaga kerja murni dari anggota keluarga saja kini menggunakan tenaga kerja upahan dan dengan hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga nelayan serta dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana kini telah mengalami perubahan dimana anggota keluarga tidak lagi sebagai tenaga kerja utama tetapi sudah menggunakan tenaga upahan dan menggaji orang lain. Hasil dari pertanian ikan ini pun sudah bersifat
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
14
ekonomis dan memperhitungkan untung melalui sistem pasar, sementara itu masyarakat pun telah menggunakan peralatan modern dalam pembudidayaan ikan. Usaha perikanan mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan kemajuan di bidang ilmu dan teknologi. Seperti halnya perusahaan perikanan milik PT. Aquafarm Nusantara yang telah beroperasi sejak Januari 1998 di Parapat. Perusahaan perikanan yang berskala internasional ini berkembang pesat karena Danau Toba sebagai wadah yang digunakan memiliki luas mencapai 1265 kilometer persegi, perairannya dimanfaatkan sebagian warga untuk pengolahan keramba jaring apung (KJA). Keramba apung milik PT. Aquafarm Nusantara, merupakan keramba ikan nila terbesar di Indonesia. Perusahaan asal Swiss tersebut memiliki sekitar 400 petak kerambah jaring apung yang dapat menghasilkan 75 hingga 80 ton ikan nila kualitas eksport perharinya, untuk dikirim ke Eropa dan AS. Aquafarm masih baru mempergunakan sekitar 7 hektar dari 30 hektar dari yang diizinkan untuk pengembangan keramba di Danau Toba. Areal tersebut dipakai untuk 1200 jenis keramba apung, 1050 unit keramba untuk pengolahan, 400 keramba ikan nila dan 200 keramba pembibitan. (http://batakland.blogspot.com/2008_05_01_archive.html).
Saat ini, pihak Aquafarm telah menambah mengelola kerambanya di daerah Lottung. Dari data yang diperoleh, di daerah tersebut Aquafarm mempergunakan keramba yang bulat, keramba tersebut dapat menampung sekitar 75 ribu ekor bibit ikan nila. Jika saja pihak PT. Aquafarm mengolah seluruh izin yang dimilikinya untuk membuka usaha pembudidayaan perikanan di Danau Toba, maka kejadian yang menimpa petani keramba tahun 2004 terulang kembali, dimana pada masa itu, petani Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
15
keramba terancam bangkrut karena hasil ikan tangkapan masyarakat yang masih menggunakan peralatan sederhana menghasilkan ikan yang relatif sedikit dibanding dengan Aquafarm yang sudah menggunakan peralatan dan sistem pembudidayaan ikan yang jauh lebih maju. Apabila ini terjadi masyarakat akan kembali menanggung kerugian yang sangat besar. PT. Aquafarm sebagai pengelola keramba jaring apung di perairan Danau Toba diduga sebagai salah satu penyebab munculnya jenis virus baru yang mengakibatkan ribuan ekor ikan mati mendadak. Inilah yang disebut-sebut menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik di masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Danau Toba. Keberadaan Aquafarm dengan keramba jaring apung yang banyak dan mendominasi perairan Danau Toba dikatakan memiliki banyak kelemahan-kelemahan, dimana salah satunya mengakibatkan air Danau Toba kotor akibat sisa pakan ikan yang jatuh ke dasar danau yang lambat laun akan mengendap dan tidak akan mungkin terurai oleh biota.
Berdasarkan data yang diperoleh, PT Aquafarm setiap harinya menaburkan 80 ton pakan ikan ke dalam KJA dan bila setiap harinya sebanyak 10 persen terbuang ke danau maka 360 ton setiap tahunnya sisa pakan ikan itu terendap di dasar danau. Jumlah tersebut belum terhitung dari keramba milik masyarakat yang juga tersebar di seluruh kawasan Danau Toba. Di sisi lain keberadaan jaring apung di pintu masuk wisata Danau Toba (Sibaganding, Ajibata, Tomok) jelas mengurangi keindahan Danau Toba dari sisi pemandangan dan bau limbah dari pakan akan membuat wisatawan
terganggu.
(http://hariansib.com/2007/05/21/pencemaran-danau-toba-
akan-jadi-masalah-besar-bagi-dunia-kepariwisataan). Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
16
Adapun kontribusi Perusahaan perikanan Aquafarm terhadap pendapatan Kabupaten Tobasa yakni Rp: 7.2 juta per tahun. Sementara nilai ekspor dari hasil budidaya ikan nila di Danau Toba mencapai puluhan miliar rupiah per tahun. Jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan hasil produksi ikan per tahun. Produksi ikan nila PT. Aquafarm Nusantara saat ini di lima lokasi di perairan Danau Toba, mencapai 73 ton ikan nila segar per hari. Ikan tersebut diangkut ke pabrik pengolahan di Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, untuk diekspor ke berbagai negara, terutama Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa. Nilai ekspor pada periode Januari-September 2005 mencapai Rp: 23.7 miliar, dan
ekspor
2004
sebesar
20.8
miliar.
(http://72.14.235.132/search?q=cache:qJ0ihRm24soJ:www.bainfokomsumut.go.id/de tail.php%3Fid%3D658+profil+pt.aquafarm+nusantara&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl =id) PT. Aquafarm Nusantara ini telah beroperasi di Indonesia sejak 1992 di Klaten, Jawa Tengah dan di Danau Toba, Sumatera Utara. Di Danau Toba, perusahaan ini beroperasi di enam desa, yakni Panahatan, Bontean, Tomok, Silimalombu, Huta Ginjang, dan Pangambatan. Untuk keenam lokasi itu, diperkirakan pemanfaatan pakan ikan (pellet) mencapai 2.500 ton per bulan yang dipasok dari perusahaan PT Japta Comfied Indonesia dan PT Charoen Pokphand Indonesia.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
17
Sebelum KJA milik PT. Aquafarm beroperasi di perairan Danau Toba, masyarakat sekitar telah melakukan budidaya ikan, seperti ikan nila, ikan mujahir, dan ikan mas. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya. Namun, skalanya masih kecil dan cara pembudidayaan ikan tersebut sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan jala, memancing (untuk dijual dan dikonsumsi sehari-hari), dan dengan pembuatan waduk kecil untuk hasil tangkapan ikan yang masih kecil. Pakan yang digunakanpun juga masih alami, yaitu jagung, ubi yang dipotong-potong kecil serta sayuran yang direbus. Boleh dikatakan bahwa, pembudidayaan ikan ini tidak sampai menembus pasar nasional, dan hasil dari pembudidayaan ikan ini masih berkisar sampai di sumatera saja. Itulah sebabnya hal ini dianggap wajar dan tidak menimbulkan permasalahan seperti yang sekarang terjadi. Para nelayan ikan ini berasal dari daerah setempat. Sedikitnya ada sekitar 7000 petani KJA, yang tersebar di beberapa daerah seperti Haranggaol, Pangururan, Tomok, Tuktuk, Balige, Muara, Tongging, Paropo, Tabun Raya, Sigapitan, Tongging dan Panahatan. Perusahaan ini khusus membudidayakan ikan dengan menggunakan keramba jaring apung di Danau Toba. (Minhttp://batakland.blogspot.com/2008_05_01_archive.htmlggu, 2008 Mei 25). Dengan hadirnya PT. Aquafarm yang mempunyai sistem pembudidayaan ikan yang berskala internasional otomatis menimbulkan bermacam-macam konflik dalam masyarakat maupun lingkungan Danau Toba dan sekitarnya. Sejalan dengan makin berkembangnya pembudidayaan ikan di perairan Danau Toba, baik perusahaan asing seperti PT. Aquafarm Nusantara dan petani keramba yang merupakan masyarakat setempat berkompetisi dalam mengembangkan sistem pembudidayaan ikan yang telah menjadi sebuah bentuk usaha dalam bersaing di pasar Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
18
nasional dan internasional. Baru-baru ini, Karena tidak menguntungkan dari segi bisnis, perusahaan keramba ikan, PT Aquafarm Nusantara (AN), belakangan ini sudah tidak bersedia lagi membeli ikan hasil piaraan petani keramba perairan sekitar Danau Toba sehingga hasil panen ikan dari petani keramba tidak dapat dipasarkan dan petani keramba mengalami kerugian akibat tidak dapat memasarkan ikan hasil panen tersebut. (http://asero.blogspot.com/2003_12_01_archive.html.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah menelusuri bagaimana sejarah konflik PT. Aquafarm Nusantara dan Petani keramba sejak tahun 1998 sampai tahun 2009 serta siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.
1.3
Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa sejarah konflik antara Petani Keramba dengan PT. Aquafarm dalam pembudidayaan ikan di perairan Danau Toba. Hal ini dimadsudkan untuk memperoleh sebuah gambaran yang jelas mengenai masalah yang menyeluruh yang terjadi antara petani keramba dan PT. Aquafarm Nusantara 2. Untuk mengetahui siapa-siapa saja pihak yang terlibat dalam konflik. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
19
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, penelitin ini dapat mengasah penulis dalam membuat karya tulis ilmiah dan melalui penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang sedang diteliti 2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan kepada peneliti lain sebagai bahan perbandingan dan referensi dalam meneliti masalah yang mirip dengan penelitian ini. 3. Hasil penelitian dapat menambah rujukan bagi mahasiswa Sosiologi FISIP USU mengenai penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.4
Defenisi Konsep
Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah defenisi, abstraksi mengenai gejala atau realita ataupun suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Moleong, 1997:67). Disamping berfungsi untuk memfokuskan dan mempermudah suatu penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang nantinya digunakan peneliti untuk menindaklanjuti sebuah kasus yang diteliti dan menghindari terjadinya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam sebuah penelitian. Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini, antara lain adalah:
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
20
1. Konflik
Merupakan perilaku satu pihak berhadapan dengan pihak lain dalam mencapai tujuan, atau perilaku yang mengekspresikan permusuhan satu sama lain. Dalam hal ini, konflik yang terjadi antara petani keramba dengan Perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara (PTAN) yang sama-sama melakukan kegiatan ekonomi dengan cara membudidayakan ikan air tawar di perairan Danau Toba.
2. Sejarah konflik
Adalah rekaman kejadian secara kronologis yang menyangkut kejadian masa lalu yang sinambung dan sistematis. Dalam hal ini, Sejarah konflik adalah merupakan satu sistem yang meneliti kejadian sejak awal terjadinya konflik pada masyarakat petani keramba dengan Perusahaan perikanan Aquafarm di Kecamatan Ajibata.
3. Aktor
Adalah pihak yang berkonflik. Dalam definisi konflik di atas, aktor dapat berupa individu maupun kolektivitas atau kelompok. Artinya, perilaku yang menjadi esensi utama dari konflik bukan hanya mengacu pada perilaku individu, melainkan juga perilaku kelompok, dan memang, bukan hal yang asing untuk memberi karakter kelompok, sebagai aktor yang bisa berperilaku atau bertindak. Dalam hal ini, aktor yang dimaksudkan adalah orang-orang Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
21
ataupun kelompok yang terlibata dalam konflik yang terjadi pada masyarakat petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara.
4. Usaha Perikanan (Fisheries)
Perikanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengusahaan ikan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
5. Petani Keramba
Petani keramba adalah masyarakat setempat yang bertempat tinggal di seputaran perairan Danau Toba yang membuka usaha dibidang perikanan yang merupakan warisan turun-temurun sejak dari dulu, tanpa banyak mengalami perubahan dalam pembudidayaan ikan air tawar dan merupakan usaha kecil, usaha rumah tangga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
22
2.1
Kelompok, Konflik dan Perubahan
Dalam setiap kelompok sosial selalu ada benih-benih pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk nonfisik, tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasan dan tidak berbentuk kekerasan.
Konflik merupakan suatu kenyataan hidup yang tidak akan dapat terhindarkan dan bersifat kreatif. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Fisher (2000) mendefinisikan konflik secara luas, yaitu hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Konflik timbul karena ketidakseimbangan antara hubunganhubungan itu. Seperti konflik yang terjadi di Pulau Bidadari. Konflik antara masyarakat lokal dengan pengusaha di Pulau Bidadari memperlihatkan kepada kita tentang bagaimana peliknya mengelola sumberdaya milik umum khususnya pulaupulau kecil. Kasus Pulau Bidadari bukanlah yang pertama. Sebelumnya telah ada konflik antara perusahaan mutiara dengan penduduk lokal di Pulau Talise, Minahasa Utara (Titahelu, 2004). 22 Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
23
Di Kepulauan Karimunjawa misalnya, ternyata sudah ada 27 pulau kecil yang dimiliki oleh pribadi, baik warga negara Indonesia maupun orang asing dalam kasus HPH (hak pengusahaan hutan) atau pertambangan yang luasnya bisa mencapai ribuan hektar. Hal ini tidak lain karena begitu pentingnya arti pulau kecil, pesisir dan laut bagi kehidupan masyarakat kawasan timur Indonesia, khususnya nelayan. Berabadabad masyarakat mengelola sumberdaya pulau kecil, pesisir, dan laut dengan kearifan tersendiri, lengkap dengan seperangkat aturan adatnya. Hal tersebut bisa kita lihat berlakunya aturan adat yang menunjukkan dekatnya hubungan antara masyarakat dan pulau kecil, pesisir, dan laut. Seperti di Maluku dikenal praktek yang disebut sasi, di Kakorotan Kabupaten Talaud dikenal praktek yang disebut mane’e dan di Pulau Para Kabupaten Sangihe dikenal praktek yang disebut seke’ (Titahelu, 2004). Baik sasi laut, mane’e maupun seke’ semuanya merupakan bentuk dari kearifan lokal dan tradisional dalam cara mengakses ikan dan lain-lain, sekaligus memelihara dan menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan dan hasil lainnya yang ada.
Hubungan yang harmonis antara masyarakat dan alam ini pelan-pelan justru terusik setelah hadirnya pihak luar, baik pemerintah maupun swasta (pengusaha) yang melihat besarnya potensi ekonomi dari pulau-pulau kecil. Ketidakharmonisan, yang tidak jarang diwarnai dengan konflik, bermula ketika pihak pengusaha dengan alasan telah mendapat hak konsesi, menutup akses tradisional masyarakat terhadap wilayah konsesi mereka. Pengusaha menganggap bahwa dengan telah diberikannya konsesi untuk jangka waktu tertentu maka mereka mempunyai hak sepenuhnya atas wilayah tersebut. Hal inilah yang sering disebut dengan teritorialisasi, dimana negara atau Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
24
pengusaha berusaha mengawasi orang (penduduk lokal) dengan cara mengawasi wilayah dimana orang tersebut biasa beraktivitas (Peluso, 2005). Upaya-upaya pengawasan dan pembatasan inilah yang dalam beberapa kasus sering menimbukan konflik dan bahkan tidak jarang disertai dengan kekerasan, terutama bila pengusaha melibatkan aparat keamanan dalam pengawasan tersebut.
Dalam pengelolaan benda milik umum dikenal istilah adanya ‘bundles of right’ dimana pada sebuah sumberdaya melekat lebih dari satu hak yang (dapat) dipunyai oleh lebih dari satu orang. bisa dikatakan bahwa bundles of rights sebenarnya bukanlah (hanya) ingin menunjukkan hubungan antara orang dengan sumberdaya, tetapi justru hubungan sosial antara orang dengan orang yang mempunyai kepentingan yang sama atas sebuah sumberdaya. Karena dengan adanya lebih dari satu hak dan klaim itulah, dituntut adanya kerjasama dalam mengatur distribusi dan alokasinya. Meskipun tidak semua aturan distribusi dan alokasi sumberdaya tersebut ditulis, keberadaannya tetap terjaga karena dilaksanakan dan diwariskan secara turun temurun. Pengabaian terhadap aturan tradisional inilah awal mula dari konflik antara masyarakat lokal dan pengusaha, sebagaimana terjadi di Pulau Bidadari.
Di satu sisi, pengusaha, dengan konsesi dan ijin investasi dari pemerintah, merasa berhak sepenuhnya untuk menjalankan usahanya. Disisi lain, masyarakat lokal, merasa hak akses dan kontrol tradisionalnya berkurang (atau bahkan hilang) Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
25
atas wilayah yang telah dikuasi oleh pengusaha dari luar tersebut. Selain itu kehadiran pengusaha juga telah mengubah, tidak hanya hubungan antara orang dengan sumberdaya, tetapi juga hubungan sosial antara orang dengan orang. Hal ini tidak terlepas dari kepentingan investor yang hanya melihat pulau kecil, pesisir, dan laut dari sisi ekonomisnya saja, dan mengabaikan fungsi dan manfaat yang lain. (http://www.fkkm.org/artikel/index.php?action=detail&page=38)
Dalam Teori Hubungan Masyarakat, Fisher menyebutkan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, serta tidak adanya saling percaya dalam masyarakat yang melahirkan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Selain itu, penyebab konflik dalam masyarakat juga dapat disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Dalam Teori Kebutuhan Manusia, Fisher mengatakan bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik), mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihargai. Hoult (1969) sebagaimana dikutip Wiradi (2000) menyebut konflik sebagai situasi proses interaksi antara dua (atau lebih) orang atau kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan bendabenda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti air dan perairan, tanaman, tambang, dan juga udara yang berada di atas tanah yang bersangkutan.
Konflik yang terjadi dapat berupa konflik vertikal, yaitu antar pemerintah, masyarakat dan swasta, antar pemerintah pusat, pemerintah kota dan desa, serta konflik horizontal yaitu konflik antar masyarakat.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
26
Menurut teori konflik, unsur-unsur yang terdapat didalam masyarakat cenderung bersifat dinamis atau sering kali mengalami perubahan. Setiap elemenelemen yang terdapat pada masyarakat dianggap mempunyai potensi terhadap disintegrasi sosial. Menurut teori ini keteraturan yang terdapat dalam masyarakat hanyalah karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari golongan yang berkuasa. Adanya perbedaan peran dan status di dalam masyarakat menyebabkan adanya golongan penguasa dan yang dikuasai. Distribusi kekuasaan dan wewenang yang tidak merata menjadi faktor terjadinya konflik sosial secara sistematis (Ritzer, 2002: 26 ).
Masyakarat memiliki sisi ganda yaitu sisi koflik dan kerjasama (2003: 129, Poloma). Kekuasaan yang selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai (Ritzer, 2002: 26). Maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang
saling
bertentangan.
Pertentangan
terjadi
karena
penguasa
ingin
mempertahankan status, sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan.
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik atas tiga tipe kelompok, yaitu kelompok semu (Quasi Group) atau sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama atau merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk Karena munculnya kelompok kepentingan. (Dahrendorf 1959:180). Kelompok yang kedua adalah kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
27
yang lebih luas, mempunyai struktur, organisasi program, tujuan, serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik. Kedua kelompok ini dilukiskan oleh Dahrendorf sebagai berikut: Mode perilaku yang sama adalah kerakteristik dari kelompok kepentingan yang direkrut dari kelompok semu yang lebih besar. Kelompok kepentingan adalah kelompok dalam pengertian sosiologi yang ketat; dan kelompok ini adalah agen riil dari konflik kelompok. Kelompok ini mempunyai struktur, bentuk organisasi, tujuan atau program dan anggota perorangan (Dahrendorf,1959:180) Dari berbagai jenis kelompok kepentingan inilah muncul kelompok konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok aktual (Ritzer, edisi keenam:156). Konflik yang terjadi menyebabkan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Segera setelah kelompok konflik muncul, kelompok tersebut akan melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah perubahan yang radikal, bila konflik itu disertai dengan tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba (Ritzer, edisi keenam;157) Secara akademis, konflik tidak harus berarti kekerasan. Konflik juga bisa berupa kompetensi untuk perebutan sumber daya yang ketersediaannya terbatas. (Pratikono, dkk, 2004 hal. 29). Konflik muncul ketika individu saling berhadapan dan bertentangan dengan kepentingan, tujuan dan nilai yang dipegang oleh masingmasing individu. dengan adanya kemajuan pembangunan khususnya sektor perikanan air tawar di Parapat, Ajibata yang didukung oleh sumber daya alam seperti perairan Danau Toba yang sangat luas dan berpotensi dalam pembangunan sektor ekonomi di bidang pembudidayaan ikan, maka warga setempat yang bermukim di sekitar perairan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
28
Danau Toba semakin tersisih dalam aspek ekonomi setelah perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di perairan Danau Toba. Aquafarm milik perusahaan asing yang telah beroperasi di perairan Danau Toba sekitar 10 tahun ini telah mampu menguasai sektor formal (pemerintah dan pasar), baik pasar dalam Negeri maupun pasar internasional.
2.2
Tipe Dan Akar Permasalahan Konflik Sosial Secara teoritis, konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan
kedalam dua bentuk, yaitu konflik sosial vertikal dan horizontal. Konflik sosial vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dan Negara dan dapat dikatakan konflik latent, sebab benih-benih konflik sudah ada dan telah terpendam pada masa sebelumnya. Seperti di Indonesia, konflik sosial vertikal ini dapat dicermati dari beberapa upaya daerah yang melepaskan diri dari belenggu pemerintah pusat. Konflik ini akan semakin tidak terkendali karena pendekatan penyelesaian masalah diwarnai dengan pendekatan militer. Peranan aparat militer masih mendominasi daripada diplomasi politik dan kultural. Ada beberapa hal-hal yang menjadi akar permasalahan terjadinya intensitas konflik vertikal khususnya di Indonesia, antara lain yaitu: 1. Luapan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap perilaku pemerintah dan para aparatur pemerintah yang secara sistematis mengeksploitasi sumber daya alam daerah-daerah demi kepentingan orang-orang yang berkuasa. 2. Pemerintah pusat dengan berdalih pembangunan seringkali semena-mena merampas dan menduduki hak-hak penduduk lokal di suatu daerah. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
29
3. Menurunnya kepercayaan masyarakat daerah pada pemerintah karena pemerintah tidak lagi memihak dan melayani kepentingan-kepentingan tuntutan masyarakat tetapi secara terencana memperdaya masyarakat. 4. Terbukanya ruas sosial (social space). Ini merangsang terjadinya konflik vertikal dan tanpa disadari mendorong masyarakat untuk bereuphoria sebagai bentuk balas dendam atau sekedar melepas rasa ketidakpuasan pada para pejabat pemerintah 5. Tidak tertutup kemungkinan konflik vertikal ini terjadi karena ditunggangi oleh sekelompok elit yang rakus dan haus kekuasaan.
Konflik sosial horizontal, disebabkan karena konflik antara etnis, suku, golongan, agama, atau antar kelompok masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kecemburuan sosial yang memang sudah terbentuk dan eksis sejak masa kolonial. Adapun hal-hal/akar yang melatar belakangi terjadinya konflik horizontal adalah karena: 1. Saling mengklaim dan menguasai Sumber Daya Alam yang mulai terbatas akibat tekanan penduduk dan kerusakan lingkungan 2. Kecemburuan sosial yang bersumber dari ketimpangan-ketimpangan ekonomi antara kaum pendatang dan penduduk lokal. Keberhasilan ekonomi para pendatang sebagai usaha kerja keras dan tidak mengenal lelah yang kemudian dapat menguasai pasar dan peluang ekonomi sering dilihat sebagai penjajahan ekonomi.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
30
3. Dorongan emosional kesukuan karena ikatan-ikatan norma tradisional. Bisa juga konflik ini muncul karena dorongan kefanatikan ajaran ideologi tertentu. 4. Mudah dibakar dan dihasut oleh para dalang kerusuhan, elit politik dan orang-orang yang haus kekuasaan. Ini didorong oleh kualitas sumber daya manusia yang rendah yang diikuti juga oleh rendahnya kesadaran sosial.
2.3
Pola Konflik Pola konflik dibagi ke dalam tiga bentuk; pertama, konflik laten sifatnya
tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif. Kedua, konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai macam efeknya. Dan yang ketiga adalah, konflik di permukaan memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sesuatu yang dapat di atasi dengan menggunakan komunikasi (Fisher, 2001: 6).
2.4
Faktor Penyebab Konflik Menurut Saiman Pakpahan, penyebab konflik dapat diklasifikasikan menjadi
dua hal. Pertama adalah penyebab identitas yang dapat dilihat berdasarkan perbedaan ideologi, ras, etnik (kultur). Kedua, adalah perbedaan yang dapat dilihat berdasarkan distribusi sumber daya ekonomi, politik, sosial dan hukum beserta derivasinya. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
31
Secara penjelasan baik bersifat teori dan informasi hasil kajian menunjukkan bahwa faktor penyebab konflik adalah karena perbedaan identitas dan distribusi sumber daya. Kemudian, dalam hubungan dengan potensi, sumber konflik tersebut merupakan temuan utama menunjukkan bahwa antara isu perbedaan identitas dan distribusi sumber daya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Umumnya, tidak disadari bahwa konflik yang disebabkan oleh perbedaan sumber daya khususnya ekonomi, politik atau hukum dibelokkan menjadi konflik yang bertendensi ideologi dan etnik. Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat, tentu kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab suatu konflik itu dapat terjadi. Dalam pandangan sosiologi, masyarakat itu selalu dalam perubahan dan setiap elemen dalam masyarakat selalu memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik. Collins mengatakan bahwa konflik berakar pada masalah individual karena akar teoritisnya lebih pada fenomenologis. Menurut Collins, konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik dan konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial. Salah satu penyebab terjadinya konflik adalah karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan manusia seperti aspek sosial, ekonomi, dan kekuasaan. Contohnya kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumber daya yang kemudian akan menimbulkan masalah-masalah dalam masyarakat (mengelola konflik; hal 4). Konflik dapat juga terjadi karena adanya mobilisasi sosial yang memupuk keinginan yang sama. Menurut perspektif sosiologi (Soekanto, 2002: 98), konflik di dalam masyarakat terjadi karena pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan pola perilaku Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
32
dengan pihak lain. Konflik atau pertentangan adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasaan.
Adapun yang menjadi faktor penyebab konflik antara lain, yaitu:
1. Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, karena setiap manusia unik, dan mempunyai perbedaan pendirian, perasaan satu sama lain. Perbedaan pendirian dan perasaan ini akan menjadi satu faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial seorang individu tidak selalu sejalan dengan individu atau kelompoknya. 2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda-beda, individu sedikit banyak akan terpengaruh oleh pola pemikiran dan pendirian kelompoknya, dan itu akan menghasilkan suatu perbedaan individu yang dapat memicu konflik. 3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, individu memiliki latar perasaan, pendirian dan latar belakang budaya yang berbeda. Ketika dalam waktu yang bersamaan masing-masing individu atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda. Kadang, orang dapat melakukan kegiatan yang sama, tetapi tujuannya berbeda.
Sebagai contoh, misalnya perbedaan
kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohonpohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
33
kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dijaga dan dilestarikan. Disini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang
besar untuk dinikmati sendiri dan
memperbesar bidang serta volume usaha mereka. 4. Faktor penyebab terjadinya konflik juga karena perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
34
bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilainilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi secara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
2.5
Tahapan Konflik Ada beberapa tahapan yang ditemukan oleh Fisher dkk untuk menganalisa
situasi konflik dalam masyarakat karena konflik yang terjadi dalam masyarakat itu bersifat berubah-ubah melalui tahap aktivitas, intensitas, kekerasan dan ketegangan yang berbeda-beda. (Fisher, 2001: 19-20). Tahap-tahap ini adalah: 1. Pra-konflik:
yang
merupakan
periode
dimana
terdapat
suatu
ketidaksesuaian sasaran diantara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersebunyi dari pandangan umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak dan/atau keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain. 2. Konfrontasi: pada saat ini konflik menjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
35
3. Krisis: ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan/atau kekerasan terjadi paling hebat. Komunikasi normal diantara dua pihak kemungkinan putus, pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduh dan menentang pihak lainnya. 4. Akibat: kedua pihak mungkin setuju bernegosiasi dengan atau tanpa perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak ketiga yang lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk menghentikan pertikaian, dan pada tahap ini terdapat kemungkinan penyelesaian masalah 5. Pasca-konflik: akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai kofrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah lebih normal diantara kedua pihak. Namun jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbul karena sasaran mereka yang saling bertentangan tidak diatasi dengan baik, tahap ini sering kembali lagi menjadi situasi pra-konflik.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berbagai kepentingan dapat menimbulkan berbagai konflik dalam masyarakat seperti pada masyarakat petani keramba dan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata. Dalam hal ini ada beberapa pandangan yang menyebutkan bahwa konflik hanya bersifat antifisial (buatan) dimana, konflik sebenarnya hanya mencari musuh yang tidak berbahaya dan menghindari musuh yang sebenarnya. Yang kedua, adalah pandangan dari teori Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
36
materialis yang mengatakan bahwa ada upaya dari kelompok elit untuk memanipulasi masalah demi kepentingannya (sepihak).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat studi kasus. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermadsud untuk memahami tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistic dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006:1). Pendekatan deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan sebuah masalah yang ada dan bertujuan untuk menggambarkan berbagai situasi dan kondisi yang ada.
Penelitian studi kasus (case study) merupakan penelitian tentang suatu objek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau dari keseluruhan personalitas (Nanawi, 1992:66). Adapun yang menjadi tujuan kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang sifat-sifat serta
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
37
karakter-karakter yang khas dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat kasus tersebut akan dijadikan menjadi suatu hal yang bersifat umum.
3.2
Lokasi Penelitian
35
Penelitian ini dilakukan di Ajibata, Kabupaten Tobasa. Dengan dasar pertimbangan karena daerah ini adalah kawasan perairan Danau Toba yang digunakan oleh Perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara sebagai tempat pembudidayaan ikan. Disamping itu, karena di daerah ini juga terdapat kelompok masyarakat (petani keramba) yang membuka usaha perikanan di perairan air tawar di perairan Danau Toba.
3.3
Unit Analisis Dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai objek penelitian (Arikunto, 1999;22). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah semua petani keramba dan seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
38
3.3.2 Informan
Yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah beberapa orang dari PT. Aquafarm Nusantara dengan ketentuan telah bekerja selama minimal tiga tahun di perusahaan tersebut, dan petani keramba yang memiliki keramba jaring apung.
Informan biasa terdiri dari masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Danau Toba dan LSM KSPPM. Hal ini diharapkan akan dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan data, informasi dan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
3.4
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data dan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif. Dalam hal ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut; Wawancara Mendalam (in-depth interview)
Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (face to face) yang sifatnya luwes, terbuka dan tidak kaku. Wawancara mendalam ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada informan untuk Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
39
menyatakan sikap dan perasaannya sehingga diperoleh informasi sedalam-dalamnya (Sutrisno, 1981 : 207). Dengan demikian, wawancara dapat berjalan dengan baik dan terjalin komunikasi dua arah sehingga semua informasi yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut dapat diperoleh tanpa membuat informan merasa seperti di wawancara. Observasi
Pengamatan (observasi lapangan) dimadsudkan untuk mengamati langsung berbagai aspek yang meliputi keadaan, kegiatan masyarakat dalam pembudidayaan perikanan baik petani keramba maupun perusahaan perikanan milik PT. Aquafarm Nusantara, dan lain sebagainya. Beberapa pengamatan yang akan dilakukan oleh peneliti ada yang bersifat berperan serta tebatas, artinya peneliti tidak akan merahasiakan identitas diri. Peneliti juga akan terlibat dalam kegiatan ringan yang sedang dilakukan oleh informan pada saat pengamatan berlangsung di lapangan. Misalnya, keseharian hidup informan dalam kegiatan dan pekerjaannya sebagai petani keramba dan/atau karyawan perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dan lebih baik dengan informan. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan ini merupakan metode penelitian yang penting dilakukan untuk smendapatkan landasan berfikir dalam meneliti seluruh aspek dan data diperoleh dengan mengambil informasi dari sumber kepustakaan, referensi, artikel
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
40
dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti yang bersifat sekunder dan berguna untuk melengkapi data primer yang diperoleh dari lapangan.
3.5
Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data setelah data primer (hasil informasi dan hasil yang diperoleh dari lapangan) dan Data Sekunder (yang merupakan data yang diperoleh dari buku-buku, referensi, internet, artikel dan dokumentasi) serta informasi yang dibutuhkan telah terkumpulkan. Data yang telah diperoleh dalam penelitian inilah yang akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam tinjauan pustaka yang telah ditetapkan, sampai pada akhirnya akan disusun sebagai laporan akhir penelitian.
Dalam penelitian kualitatif, tahap interpretasi diawali dengan proses observasi dan wawancara mendalam yang telah dilakukan untuk kemudian data serta informasi yang di dapat dikategorikan serta dikaitkan sengan data yang satu dengan yang lainnya agar kemudian dapat diinterpretasikan secara kualitatif.
3.6
Jadwal Kegiatan
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
41
No
Kegiatan
Bulan ke 1
2
3
√
√
4
5
1
Pra Observasi
√
2
ACC Judul
√
3
Penyusunan Proposal Penelitian
4
Seminar Proposal Penelitian
5
Revisi Proposal Penelitian
√
6
Penelitian Ke Lapangan
√
7
Pengumpulan Data dan Analisis
√
8
Bimbingan
√
9
Penulisan Laporan Akhir
10
Sidang Meja Hijau
3.7
6
7
8 9
√
√
√
√
√
√
√
Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan tentang metode penelitian ilmiah dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para informan. Keterbatasan data dan keterbatasan referensi mengenai masyarakat petani keramba dan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata juga menyebabkan kurang lengkapnya data mengenai profil pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
42
Adapun yang menjadi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penelitian ini adalah masalah jarak dan waktu yang lumayan jauh. Disamping itu, pada awal observasi sampai pada penelitian lapangan, pihak PT. Aquafarm Nusantara tidak mengizinkan peneliti melakukan penelitian di perusahaan karena berbagai alasan yang menyangkut judul penelitian ini dan masalah yang sedang dihadapi yang tidak jelas dan tidak masuk akal, sehingga penelitian ini mengalami kendala yang menyebabkan penelitian ini sempat terhenti. Namun, masalah ini dapat peneliti atasi dengan langsung membuat janji interview dengan beberapa staff dari perusahaan tersebut diluar izin dari perusahaan, dan beberapa dari mereka meminta agar data diri dan profil mereka tidak dicantumkan karena beberapa alasan yang menyangkut pekerjaan mereka sebagai staff di perusahaan tersebut. Data dari LSM KSPPM pun cukup membantu dalam penyelesaian skripsi ini karena sebagian besar data yang peneliti peroleh adalah dari LSM setempat.
BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
43
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ajibata. Adapun letak geografis Kecamatan Ajibata adalah, terletak pada: Lintang Utara: 2º 32’ – 2° 40’, Bujur Timur: 98º 56’ – 99º 04’. Luas Wilayah Kecamatan Ajibata : 72,8 Km2. Jarak kantor camat ke kantor Bupati Kabupaten Toba Samosir adalah 60 km. Adapun batas-batas Kecamatan Ajibata adalah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lumban Julu
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Simalungun
4.1.2 Luas Wilayah Dan Penggunaan Lahan Kecamatan Ajibata merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah 72,8 km2 dimana sebagian besar wilayah berada di Desa Pardamean Sibisa dengan luas 16,0 km2 atau 21,98 persen. Dari seluruh wilayah Kecamatan Ajibata sebagian besar merupakan lahan lain sebesar 5.555 ha (76,30%) dan sebagian kecil merupakan lahan yang di gunakan untuk bangunan atau pekarangan sebesar 135 ha (1,85%). Selanjutnya merupakan sawah seluas 149 ha (2,05%) dan tanah kering seluas 1.441 ha (19,80%).
Tabel 4.1 41 Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah menurut Desa/ Kelurahan tahun 2007 (Ha) Jenis penggunaan tanah Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
44
Desa/
Tanah
Kelurahan
sawah
(1)
Tanah kering
Bangunan/
Lainnya
Jlh
Pekarangan
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Sirungkungon
15
60
12
413
500
Parsaoran sibisa
11
137
16
1150
1350
Pardamean sibisa
22
485
22
1071
600
Sigapiton
0
90
6
404
500
Horsik
0
40
8
482
530
Motung
80
201
10
1109
1400
Parsaoran Ajibata
8
143
26
126
300
Pardomuan Ajibata
10
148
15
427
600
Pardamean Ajibata
3
101
23
373
500
149
1 441
135
5 555
7
Jumlah
280 Sumber : Kecamatan Ajibata dalam angka 2008, April 2009
4.1.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Ajibata
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
45
Tabel 4.2 Data Jumlah Penduduk Kecamatan Ajibata bulan Mei 2009 NO
Nama Desa/Kelurahan
Jumlah penduduk
Jumlah
1
Sirungkungon
LK 149
PR 148
297
2
Sigapiton
234
255
489
3
Horsik
159
158
317
4
Parsaoran Sibisa
402
437
839
5
Pardamean Sibisa
439
416
855
6
Motung
601
623
1.224
7
Pardamean Ajibata
772
759
1.531
8
Pardomuan Ajibata
161
178
339
9
Parsaoran Sibisa
602
671
1.273
Total
7.164
Sumber : Kecamatan Ajibata dalam angka 2008, April 2009 Kecamatan Ajibata berpenduduk 6.836 jiwa (1.539 kk) dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 92,8 jiwa/km persegi yang terdiri dari laki-laki 3373 jiwa dan perempuan sebanyak 3463 jiwa dengan mata pencaharian penduduk terdiri dari:
-
Pegawai/Karyawan
: 10 %
-
Pengusaha/Pedagang : 10 %
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
46
-
Petani
: 70 %
-
Lain-lain
: 10 %
4.1.4 Pendidikan
Berdasarkan data yang terdapat di Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir, jumlah sekolah yang ada di Kecamatan Ajibata pada tahun 2007 terdiri dari 9 SD dan 2 SLTP dimana seluruhnya merupakan sekolah negeri. Sampai saat ini, Kecamatan Ajibata belum memiliki sekolah SLTA. Dari seluruh sekolah yang ada di Kecamatan Ajibata pada tahun 2007, terdapat 845 murid SD, dan 250 murid SLTP. Murid, Guru dan SLTP hanya tersebar di 2 desa.
Tabel 4.3 Jumlah sekolah SD, SLTP dan SLTA menurut lembaga dan lokasi sekolah tahun 2007 Lokasi Sekolah
SD
SLTP
SLTA
Negeri
Swasta
Negri
Swasta
Negri
Swasta
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(1) Sirungkungon
1
-
-
-
-
-
Parsaoran Sibisa
1
-
1
-
-
-
Pardamean Sibisa
1
-
-
-
-
-
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
47
Sigapiton
1
-
-
-
-
-
Horsik
1
-
-
-
-
-
Motung
2
-
-
-
-
-
Parsaoran Ajibata
-
-
-
-
-
-
Pardomuan Ajibata
-
-
1
-
-
-
Pardamean Ajibata
2
-
-
-
-
-
Jumlah
9
-
2
-
-
-
Sumber : Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Toba Samosir
4.1.5 Sarana Kesehatan Berdasarkan tabel 4.4 dapat kita lihat bahwa ketersediaan sarana kesehatan sudah cukup namun tidak juga banyak. Hanya terdapat 2 puskesmas, 4 puskesmas pembantu, 9 polindes dan 9 poshyandu. Tidak ada rumah sakit dan BPU. Lihat tabel. Tabel 4.4 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Dan Desa
Desa
RS
Puskesmas Pusk
BPU
Polindes
Posyandu
. Pem Sirungkungon
-
-
-
-
1
1
Parsaoran Sibisa
-
-
-
-
1
1
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
48
Pardamean Sibisa
-
-
-
-
1
1
Sigapiton
-
-
-
-
1
1
Horsik
-
-
-
-
1
1
Motung
-
-
1
-
1
1
Parsaoran Ajibata
-
1
-
-
1
1
Pardomuan Ajibata
-
-
1
-
1
1
Pardamean Ajibata
-
-
-
-
1
1
Jumlah
0
1
2
0
9
9
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir
PETA KECAMATAN AJIBATA
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
49
4.2 Lokasi Dan Keadaan Perusahaan 4.2.1 Letak Perusahaan Letak kantor PT. Aquafarm Nusantara terdapat di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa dan letak project Aquafam Nusantara terdapat dibeberapa daerah yaitu, di Dusun Panahatan, Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.
4.2.2
Keadaan Perusahaan di Desa PT. Aquafarm Nusantara mulai berdiri pada bulan januari tahun 1998
dilokasi Danau Toba dan perusahaan ini khusus untuk melakukan pembudidayaan ikan nila merah. Usaha pembudidayaan ini dilakukan di Panahatan, Bontean, Tomok, Silimalombu, Huta Ginjang, dan Pangambatan. Adapun letak kantor pusat perusahaan ini terdapat di Kecamatan Ajibata.
4.2.3 Topologi Perikanan Danau Toba yang merupakan lokasi perikanan ini memiliki pemandangan alam yang sangat indah dan terbentuk oleh bukit, lembah, teluk, daratan dan tanjung. Memang lokasi perikanan ini adalah daerah yang sangat strategis untuk dijadikan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
50
usaha pembudidayaan ikan air tawar karena letak dari pada lokasi ini yang berada dalam sebuah teluk sehingga hembusan angin tidak terlalu kencang, sehingga ombak pun tidak terlalu banyak dan besar. Keadaan seperti ini lah yang menguntungkan bagi perikanan karena dengan iklim dan topologi lokasi yang sangat mendukung tersebut dapat mengurangi jumlah kematian pada ikan-ikan peliharaan khususnya ikan nila. Adapun jenis ikan yang dibudidayakan oleh PT. Aquafarm Nusantara adalah jenis ikan nila merah.
4.2.4 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Aquafarm Nusantara didirikan pada tahun 1988 yang bergerak dibidang budidaya ikan air btawar. Adapun pusat PT. Aquafarm ini terletak di Propinsi Jawa Tengah. Jenis utama ikan yang dibudidayakan adalah ikan nila merah (Red Tilapia) dan Aquafarm secara umum dikenal sebagai perintis bisnis budidaya ikan nila merah yang saat ini merupakan perusahaan terbesar di Indonesia dalam budidaya, pengolahan sekaligus pemasaran nila merah. PT. Aquafarm Nusantara mempunyai tata cara kerja yang terpadu secara vertical, yaitu terdiri dari: -
Pusat pembenihan
-
Berbagai proyek pembesaran dengan system budidaya intensif di jala apung di beberapa waduk di jawa tengah
-
Armada truk pengangkutan yang di rancang khusus untuk mengangkut ikan-ikan yang hidup
-
Fasilitas pengolahan/cold storage
-
Jaringan pemasaran di dalam maupun luar negeri
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
51
Perkembangan usaha perikanan ini dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Sebagian besar produksi ikan nila merah setelah diolah menjadi Fillet beku akan di ekspor ke Amerika Serikat dan ke berbagai Negara di kawasan Asia Tenggara seperti Negara Malaysia, Singapura, Korea Selatan dan Negara-negara lainnya. Ikan-ikan dipasarkan oleh PT. Aquafarm dalam bentuk Fillet beku dengan merek dagang “Regal Spring Tilapia” dan di dalam pemasaran, perusahaan ini bekerjasama dengan agen tunggal “Regal Spring Trading Company” yang telah mempunyai terobosan pasar yang kuat dan saat ini merupakan satu pemain utama dalam segmen pasar Tilapia beku di Amerika Serikat yang sangat di perhitungkan. Perkembangan perusahaan asal Swiss ini sangat pesat sehingga memungkinkan perusahaan ini untuk mengembangkan cabang usaha di daerah-daerah lain yang berada di luar Pulau Jawa, seperti di Sumatera Utara, tepatnya di Danau Toba. Lokasi perairan Danau Toba ini dipilih disebabkan kondisi perairan danau toba sangat baik dan cocok untuk usaha budidaya ikan. Danau Toba yang mempunyai volume air yang besar, memiliki arus air, kedalaman yang sangat dalam dan memiliki daerah-daerah teluk yang sangat cocok untuk budidaya serta satu hal yang tidak kalah penting adalah danau toba bebas dari pencemarah limbah industri. Perusahaan ini membudidayakan ikan di enam desa, yakni Panahatan, Bontean, Tomok, Silimalombu, Huta Ginjang, dan Pangambatan, dan kantor pusatnya terletak di Kecamatan Ajibata.
4.2.5 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
52
Perusahaan ini merupakan suatu perusahaan yang bergerak khusus budidaya ikan nila merah yang dikelola secara pribadi atau swasta. Untuk mempertahankan produksi dan kemampuan pemeliharaan alam meningkatkan produksi, maka pemilik perusahaan selalu mengontrol hasil dari usaha perikanan ini berdasarkan laporanlaporan tiap-tiap bagian. Jadi, perusahaan ini memiliki pembagian tanggung jawab yang jelas untuk setiap bidangnya masing-masing. Sehingga, dibuatlah sebuah struktur organisasi di dalam perusahaan tersebut. Dalam struktur organisasi ini, setiap orang mengetahui siapa yang menjadi atasan dan bawahannya, mengetahui segala tugas dan tanggung jawab masing-masing bidang yang dipegang. Perusahaan ini dikepalai oleh seorang pengurus perikanan yaitu pemimpin pelaksana. Personil yang bekerja di perusahaan tersebut terdiri dari staff, pegawai dan karyawan. Dalam struktur organisasi tertulis, terdapat pemilik perusahaan, pemimpin pelaksana, asisten manajer, asissten lapangan, koordinator unit dan karyawan. Terdapat juga berbagai macam tenaga kerja. Adapun penggolongan tenaga kerja ini meliputi staff, karyawan bulanan, karyawan harian tetap dan karyawan harian lepas.
4.3 Profil Informan
4.3.1 Informan Kunci dari Petani Keramba 1. K.H Rajagukguk Bapak berusia 39 tahun ini akrab di panggil dengan Si Rajagukguk. Beliau adalah mantan ketua IPK (Ikatan Pemuda Karya) dan merupakan salah seorang Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
53
pendiri Himpunan Putra Putri Asal Samosir (HIPAS). Beliau adalah juga petani keramba yang pernah membentuk koperasi di Desa Sirungkungon yang telah berjalan kurang lebih enam tahun, tetapi sekarang koperasi tersebut tidak beroperasi lagi karena ketidakpedulian masyarakat setempat dan tidak adanya respon yang baik dari masyarakat setempat. Beliau juga pernah membuat asosiasi petani keramba di Ajibata, Parapat dan sekitarnya, tetapi himpunan ini hanya seumuran jagung karena masyarakat petani keramba yang mayoritas suku batak tidak mau dipimpin. “Itulah memang tabiat kita orang batak. Tidak mau diarahkan. Semua orang disini adalah tuan takur. Tidak ada satu pun yang mau dipimpin. Maunya jadi pemimpin semua. Makanya himpunan ini tidak berjalan. Boado carana maju anggo songonon do sude akka pemilik keramba di son. Akka tuan takur sude! (gimana caranya usaha keramba disini bisa maju kalo para petani kerambanya jadi tuan takur semua), makanya usaha keramba jaring apung milik masyarakat disini tidak majumaju. Sumber : Wawancara April 2009 Begitu penuturan Bapak Rajagukguk ketika menceritakan tentang asosiasi yang pernah dirintisnya beberapa tahun yang lalu. Beliau telah menikah dan memiliki dua orang anak yang tinggal di Desa Sirungkungon. Beliau adalah seorang perantau dari daerah Bakkara dan bermodalkan keberanian seorang batak perantau beliau telah mengelilingi seluruh daerah-daerah yang ada di Indonesia dan akhirnya beliau memilih tinggal menetap di Ajibata. Hanya dengan modal nekat, karena bapak ini tidak tamat sekolah dasar. Telah 12 tahun beliau tinggal menetap di Ajibata. Kemudian pada umur 31 tahun menikah dengan seorang anak gadis asal Parapat dan kemudian tinggal menetap di Ajibata. Setelah menikah pada awalnya mereka tinggal di rumah mertua. Kemudian tidak sampai setahun mereka sudah pisah rumah dari rumah mertua. Tidak tinggal di rumah orang Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
54
tua si laki-laki atau orang tua si perempuan. Dalam bahasa mereka (Batak Toba) disebut dengan “manjae”. Mereka tinggal tidak jauh dari rumah mertua juga. Tinggal bersebelahan dengan rumah mertua yang pada saat itu telah membuka usaha perikanan keramba jaring apung di depan rumah mereka (karena depan rumah tersebut langsung Danau Toba). Bapak tersebut tertarik juga untuk merintis usaha yang sama dengan sang mertua, sehingga mereka pun membuka usaha keramba jaring apung juga, tepat di depan rumah yang sekarang mereka gunakan sebagai rumah kedua sekaligus tempat tingga para karyawannya dengan alasan agar para karyawan dapat mengawasi ikan ikan tersebut karena pada malam hari ikan-ikan tersebut memang harus dijaga agar tidak dimaling. Ketika ditanya mengenai keberadaan Danau Toba terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Ajibata pada khususnya, beliau mengatakan bahwa keberadaan Danau Toba sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat, termasuk Bapak Rajagukguk itu sendiri. Sama dengan petani keramba lainnya, Bapak Rajagukguk ini dahulu merintis usaha kerambanya dengan modal sedikit dan hanya memiliki beberapa petak keramba saja hingga sampai saat ini beliau telah memiliki tiga unit keramba dimana tiap unit keramba terdapat lebih dari dua puluh petak keramba. Usaha keramba jaring apung ini akhirnya berkembang dengan pesat dan telah melebihi usaha keramba milik mertuanya. Bapak Rajagukguk adalah pemilik keramba jaring apung paling banyak di desa tersebut dan satu-satunya petani keramba
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
55
yang merupakan warga pendatang dalam arti bukan penduduk asli daerah Ajibata dan sekitarnya. Berbicara mengenai biaya untuk usaha perikanan keramba jaring apung yang telah dirintis oleh bapak ini, hanya untuk pakan ikan tiap hari menghabiskan sampai dengan 15 juta rupiah perharinya. Jumlah yang sangat besar. Terdapat 11 ribu ekor ikan nila dalam satu petak keramba yang kalau dipanen ada sekitar 1,5 ton – 2 ton ikan dari hasil satu petak keramba. Jadi penghasilan per tiga bulan (karena ikan-ikan nila tersebut dipanen sekali dalam tiga bulan) juga besar. Adapun modal yang tertanam dalam satu petak keramba sekitar 18 juta rupiah karena bapak tersebut menggunakan bahan dari besi semua untuk kerangka kerambanya, kayu penyangga supaya keramba tersebut dapat terapung di air, penyangga yang digunakan untuk tong (drum) sampai penghubung keramba-keramba tersebut. Beliau juga yang pertama sekali menggunakan besi sebagai alat untuk membuat keramba. “Dulu itu, keramba kan dibuat dari bambu dan papan, makanya kadang mau busuk. Jadi keramba-keramba kita itu sudah pake besi semua itu, mulai dari pemegang jalan ke dalam, pemegang dan penopang badan keramba, yang menahan tong-tong itu supaya bisa menopang keramba itu. Semuanya kita pake besi. Jadi tahan lama dia. Gak busuk. Rakit itupun pake besi pengaitnya.” Sumber : Wawancara April 2009 Kata Bapak Rajagukguk ketika ditanya perihal banyaknya biaya yang digunakan untuk pembuatan satu keramba jaring apung. Saat ini, Bapak Rajagukguk telah membuka usaha perikanan Keramba Jaring Apung di dua tempat, yaitu di Desa Swalan dan Sirungkungon dengan masingmasing tempat terdapat lebih dari 50 net keramba jaring apung dan mempunyai Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
56
karyawan tetap delapan orang yang tinggal menetap di rumah beliau yang tepatnya di Desa Swalan. Selain jadi rumah kedua bagi Bapak Rajagukguk, rumah ini memang di khususkan untuk tempat karyawan tersebut karna letak rumah tersebut sangat dekat dengan keramba jaring apung beliau. Persis di tepi Danau Toba. Dapat dikatakan bahwa Danau Toba menjadi halaman rumah tersebut sangkin dekatnya. Selain usaha keramba, beliau juga mempunyai usaha lain seperti usaha taksi di Parapat. Beliau mengelola usaha-usahanya tersebut dibantu oleh sang istri.
2.
Frans Bakkara. Pekerjaan sehari-hari bapak ini adalah sebagai petani keramba. Beliau sedang
menggendong seorang anak kecil berumur dua tahun ketika peneliti datang ke rumah bapak ini. Dimana letak rumahnya tepat di depan Danau Toba dimana beliau juga membuka usaha keramba jaring apung. Bapak berumur 32 tahun ini mempunyai 2 orang anak hasil dari pernikahannya dengan Ibu Situmorang sekitar lima tahun yang silam. Bapak ini adalah penduduk asli Ajibata. Sejak lahir beliau tidak pernah meninggalkan kampung halaman untuk tinggal di daerah lain. Namun, beliau baru membuka usaha perikanan keramba jaring apung sekitar enam tujuh tahun yang lalu, sewaktu beliau masih lajang dan belum menikah. Disamping membuka usaha keramba, bapak ini membuka warung di rumah yang merangkap seperti kedai kopi juga. Di depan rumah dibuat tempat duduk bertenda bulat yang langsung menghadap ke Danau Toba. Dari sini kita dapat menikmati pemandangan Danau Toba yang indah, dengan angin sepoi-sepoi yang Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
57
membuat siang yang panas terasa adem, panorama alam yang indah dan masih alami, serta birunya air Danau Toba dari kejauhan benar-benar memanjakan mata setiap pengunjungnya. Tidak heran masyarakat sekitar desa tersebut yang mayoritas adalah petani keramba menghabiskan waktu sehabis makan siang di tepian Danau Toba sambil duduk dan minum kopi rame-rame di kedai Pak Bakkara. Tiap hari kedai itu ramai, apalagi dibuat kursi-kursi melingkar dengan tenda diatasnya dan langsung mengarah ke danau membuat siapa saja betah berlama-lama nongkrong disana. Banyak juga para pemilik keramba yang sehabis memberi makan ikan-ikan piaraan mereka menghabiskan waktu disana sambil main kartu dan main tuo (permainan yang dilakukan dengan melemparkan dua keping uang logam keatas dengan ketentuan tertentu). Duduk disana sekaligus melihat keramba jaring apung milik masyarakat. Keberadaan keramba-keramba jaring apung tersebut memang sedikit banyak sangat mempengaruhi keindahan Danau Toba. Namun, keberadaan keramba tersebut juga telah memberi makan banyak jiwa disana, karena mayoritas masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya dihidupi oleh usaha keramba ini saja. Sebagai seorang petani keramba, kegiatan sehari-hari bapak dari dua orang anak ini memberi makan ikan-ikannya dua kali sehari. Sebenarnya, menurut bapak ini ikan-ikan itu diberi makan tiga kali dalam sehari, namun karena pellet yang menjadi pakan ikan ini sangat mahal, mereka para petani keramba tersebut hanya memberi makan ikan-ikan tersebut dua kali saja dalam sehari. Keramba jaring apung yang dimiliki bapak ini tidaklah banyak. Hanya ada enam unit keramba saja, sehingga bapak ini mengurus dan memberi makan ikan-ikan tersebut seorang diri. Beliau tidak perlu meggunakan tenaga kerja upahan untuk mengelola keramba ikan miliknya Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
58
tersebut. Disamping usaha kerambanya tersebut, bapak ini ikut membantu istrinya membuka usaha kedai dan warung yang untuk ukuran desa sudah termasuk lumayan besar itu. Warung tersebut juga merupakan salah satu mata pencaharian mereka selain usaha keramba kecil-kecilan tersebut.
3.
Jonner Naibaho Sebelum akhirnya memilih membuka usaha keramba jaring apung di Ajibata,
pada awalnya lelaki berusia 39 tahun yang telah menikah dengan seorang gadis batak asal Parapat ini dulunya pernah bekerja di Jakarta. Lelaki yang dulunya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) ini tinggal di Jakarta selama kurang lebih tiga tahun saja untuk mencari pengalaman kerja dan merantau (apakah karena suatu kebiasaan atau budaya dalam masyarakat Batak Toba, merantau bagi orang batak adalah seperti sebuah keharusan yang dilakukan oleh lelaki Batak Toba setelah menyelesaikan sekolahnya). Karena permintaan orang tua dan kerabatnya di Parapat, beliau akhirnya pulang ke kampung halamannya yaitu Ajibata dan kemudian memilih membuka usaha keramba setelah menikah disana dan sekarang bapak ini telah mempunyai satu orang putra dari pernikahannya yang baru berjalan tiga tahun itu. Mereka menempati sebuah rumah yang berada tidak terlalu jauh dari tempat mereka membudidayakan ikan keramba. Tetapi tidak seperti rumah rumah petani keramba lainnya yang berada langsung di tepi Danau Toba. Tempat kediaman Bapak Jonner ini masih memerlukan kira-kira sepuluh menit naik sepeda motor dari lokasi dimana tempat kerambanya berada (Danau Toba).
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
59
Menurut
beliau,
keberadaan
Danau
Toba
sangat
bermanfaat
bagi
perekonomian masyarakat Ajibata dan sekitarnya dan Danau Toba merupakan tonggak utama sumber pendapatan masyarakat yang tinggal disana.
“Sejak dahulu, masyarakat Ajibata dan sekitarnya seperti daerah Swalan ini, Sibaganding, Panahatan, Sirungkungon, daerah Sipangan Bolon, daerah Balige sana, Onan runggu yang di Samosir, Tomok, Parapat, Haranggaol dan daerah-daerah yang berada di tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Samosir, Tobasa dan Simalungun, perekonomian masyarakatnya mayoritas bergantung pada hasil usaha keramba jaring apung semua itu. Jadi bisa dibilang, keberadaan Danau Toba ini bagi kami masyarakat petani keramba dan masyarakat yang tinggal di pesisir Danau Toba ini sangat menentukan. Kami bergantung pada keberadaan Danau Toba ini. Karena apa? Seperti di daerah ini ya, sektor pertanian tidak berkembang karena letaknya memang kurang strategis untuk sektor pertanian. Jadi disini, pertanian itu cuma sebagai sampingan sajanya. Itupun tidak banyak lagi masyarakat yang bertani, sudah beralih ke keramba semuanya. Lihat aja, kami dari dulu, zaman aku masih sekolahan, kami sudah membuka keramba disini. Tapi memang masih kecil, dan dulu ikan yang kami kembangkan hanya ikan mas dan ikan mujahir. Jadi makanannya pun cuma jagung yang direbus sajanya. Jumlah keramba pun masih bisa dihitung jari tapi rata-rata masyarakat pesisir Danau Toba ini dulu sudah mengenal keramba kog sebelum ada perusahaan Swiss itu. Namanyalah dulu itu masih sangat kolot. Jadi bibit ikan kami dapat dari danau itu juga. Istilahnya itu disebut mandurung (menangkap ikan pakai jala yang besar yang digiring mulai dari tengah danau sampai ke tepi danau sampai ikan-ikan tersebut dapat ditangkap pakai tangan dan ikan-ikan tersebut itulah yang di masukkan ke dalam keramba masyarakat itulah yang mereka pelihara. Mandurung ini dilakukan pada pagi-pagi buta dan pada malam hari). Ikan yang di durung (ikan yang ditangkap dengan menggunakan durung) adalah ikan mas dan ikan mujahir, tapi tempat atau kerambanya di bedakan. Ikan mas dikumpulkan di satu keramba dan ikan mujahir di keramba yang lainnya. Kalau ikannya sudah besar, biasanya ikan tersebut langsung dijual ke pasar. Ikan-ikan yang kecil dan masih termasuk bibit lah yang kemudian di masukkan ke keramba dan dikasi makan jagung yang telah direbus.” Sumber: Wawancara April 2009 Demikian penuturan Bapak Jonner ketika ditanya tentang manfaat dan keberadaan Danau Toba bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat setempat yang tinggal di Ajibata dan sekitarnya. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
60
Ada beberapa keramba jaring apung milik Bapak Jonner dan beliau juga mempunyai pekerja sebanyak tiga orang. Ketiga pekerja beliau adalah keluarga. Masih ada hubungan keluarga (biarpun sudah hubungan keluarga dari oppung ke oppung maksudnya kakek dari Bapak Jonner dan kakek dari ke tiga pekerjanya yang menjadi karyawan bapak ini adalah abang beradik). Status ketiga pekerjanya ini masih lajang, belum menikah dan tinggal bersama dengan Pak Jonner sejak awal bapak ini merintis usaha kerambanya tersebut. Ketika ditanya mengenai masalah gaji yang diterima oleh ketiga pekerjanya, bapak ini mengatakan bahwa ketiga pekerjanya tersebut mendapat gaji yang sangat cukup untuk tingkat pekerjaan semacam itu. Terbukti sampai sekarang ketiga pekerjaya tersebut masih betah bekerja dengan Bapak Jonner dan menurut bapak ini, ketiga pekerjanya itu dianggap sebagai mitra kerja bukan sebagai karyawan, karena ketiga pekerjanya tersebut diberi kebebasan untuk menangani mulai dari pembelian pakan, menjual ikan-ikan ke luar kota seperti ke Parapat, Siantar dan Tebing tinggi, bahkan mereka juga dipercaya dan diijinkan menjual ikan-ikan tersebut apabila ada pembeli yang langsung datang ke tempat pembudidayaan ikan-ikan ini yaitu ke kerambanya langsung, karena hal-hal yang seperti ini sangat sering terjadi. Pembeli langsung datang ke keramba memilih ikan-ikan yang akan dibeli mereka. Jadi hubungan yang terjalin antara petani keramba (pemilik keramba) dan karyawannya tidak seperti hubungan karyawan dengan bos tetapi lebih kepada hubungan keluarga. Dari hasil pertanian keramba tersebut, Bapak Jonner secara tidak langsung telah membuka kesempatan kerja dan membantu sanak keluarga. Ketika ditanya mengenai sistem pemilikan lahan pertanian keramba yang dikelola oleh masyarakat Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
61
petani keramba, bapak ini mengatakan bahwa siapa saja dapat membuka usaha keramba di Danau Toba sepanjang sudah ada pemberitahuan kepada pemilik tanah yang mereka sebut dengan tuan takur (dalam bahasa batak asli disebut dengan Tunggani Huta atau Rajani Huta. Tunggani Huta atau Rajani Huta ini adalah merupakan orang yang pertama sekali membuka suatu perkampungan di suatu wilayah/desa terutama di daerah Batak Toba. Gelar ini akan turun ke anak laki-laki yang paling besar dan demikian turun temurun sampai saat ini) dan pemberitahuan kepada Kepala Desa setempat saja. Dari hasil penuturan Bapak Jonner, tempat dimana beliau sekarang membuka usaha perikanan keramba ini adalah dulu tempat orang tuanya membuka usaha keramba. Jadi tempat itu sudah sejak beliau kecil sampai kini setelah menikah beliau yang meneruskan usaha keramba yang dulu telah dirintis oleh keluarganya. Jadi, meskipun beliau tidak tinggal persis di tepi Danau Toba seperti para petani keramba yang lainnya, namun lahan tempat perkerambaan itu tetap beliau yang membuka usaha keramba disana tanpa harus minta ijin lagi dari kepada desa setempat karena dari dulu sampai sekarang tempat itu belum pernah digantikan oleh petani keramba lain selain keluarga mereka. “Jadi kalau orang lain misalnya dari luar desa ini mau buat keramba disini, ya pandai-pandailah minta sama tuan takur biar dikasi ijin buat keramba di desa ini. Kan masing-masing desa disini ada tuan takur, pemilik sebagian besar tanah disini. Gak diminta bayaran kog kalau untuk masyarakat biasa saja. Maksudnya sepanjang itu hanya untuk usaha pribadi saja, tapi kalau untuk buat seperti perusahaan ya mereka harus bayarlah sama tuan takur itu. Karena skalanya kan sudah besar. Kalau sudah dapat izin dari tuan takur, tinggal pemberitahuan kepada Kepala Desa sajanya. Selesai, ya sudah. Silahkan dibuat kerambanya disini. Gak ada masalah lagi”
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
62
Demikian penuturan bapak satu orang anak ini ketika ditanya tentang kepemilikan lahan pertanian keramba yang dimiliki oleh para petani keramba. Terkait pajak, sesuai dari keterangan Bapak Jonner, bahwa pajak tidak ada sama sekali. Secara lisan maupun tulisan, mereka para petani keramba tidak pernah dipungut pajak oleh aparat pemerintah atau pihak manapun.
Karena menurut mereka, usaha keramba jaring apung masyarakat petani keramba ini skalanya kecil dan hanya untuk sumatera utara saja. Jadi, itu sama dengan bidang pertanian yang tidak pernah dipungut pajak atau iuran oleh pihak yang berwenang.
4.
Zen Hasiholan Naibaho
Di usiannya yang telah menginjak 34 tahun ini, Zen, begitu nama panggilannya belum menikah dan sampai saat ini masih tetap sendiri. Umur yang cukup dewasa untuk menikah bagi seorang lelaki, namun pria ini memilih tidak menikah setidaknya sampai saat ini karena alasan tertentu. Zen adalah seorang lulusan SMA yang akhirnya memilih untuk tetap tinggal di kampung halamannya. Sama seperti lelaki batak lain yang seusianya, beliau juga pernah merantau namun dari keterangan beliau, dia tidak bisa lama-lama tinggal di perantauan mungkin karena faktor anak paling kecil (bungsu) dalam keluarganya. Lajang satu-satunya diantara para petani keramba (pemilik keramba), membuat dia sering mendapat olokolok dari beberapa teman-temannya yang sudah beristri. Tapi, dia tidak menghiraukan
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
63
mereka karena menurut penuturannya menikah itu hanya menambah beban saja baginya. Memilih melajang sampai umur kepala tiga menurutnya tidak masalah karena lingkungan dan teman-temannya sudah rata-rata mempunyai pasangan bahkan telah memiliki anak membuatnya malah merasa seperti mereka juga, ketika peneliti mewawancarai beliau, beliau sedang menggendong Liris (seorang bocah berusia kirakira 2 tahun), bergabung diantara bapak-bapak dan para petani keramba lainnya di kedai Bapak Bakkara yang saat itu ramai. Siang itu, sehabis mereka memberi makan ikan-ikan tersebut, mereka seperti biasa menghabiskan waktu hingga sore tiba untuk memberi makan ikan lagi sambil main tuo dan bilyard. Bahkan ada yang hanya duduk-duduk saja sambil menikmati segelas kopi khas daerah, bercakap-cakap, ada juga yang melakukan transaksi ketika ada pembeli ikan yang ingin langsung membeli ikan dengan memilih ikan-ikan tersebut langsung dari keramba pemilik keramba. Seperti yang dikatakan Zen, biasanya kalau pembeli langsung datang untuk membeli ikan tersebut langsung dari keramba, harganya lebih murah dan petani keramba tidak sungkan-sungkan memberi bonus atau tambahan ikan kepada pembeli, apalagi jika pembeli itu adalah orang-orang yang mereka kenal. Akan berbeda jika yang ingin membeli langsung ikan-ikan tersebut pendatang. Biasanya, para petani keramba ini akan menaikkan harga ikan-ikan mereka tetapi tetap mereka memberikan tambahan ikan yang dalam bahasa mereka (bahasa Batak Toba disebut dengan igil-igil). Memberi igil-igil kepada pembeli yang langsung datang ke keramba merupakan satu trik dan cara khusus bagi para petani keramba untuk menarik konsumen ikan. Itu juga merupakan satu pelayanan bagi para Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
64
pembeli-pembeli tersebut. Karena menurut Zen, pada hari-hari libur selalu saja ada beberapa pengunjung Parapat yang menyewa kapal-kapal kecil untuk berkelilingkeliling Danau Toba dan beberapa dari pengunjung tersebut sering singgah untuk melihat-lihat keramba tersebut dan kemudian mereka tertarik untuk membeli dan membawa ikan-ikan nila dari petani keramba itu sebagai oleh-oleh.
Menurut Zen, pengusaha muda ini, sudah sejak SMA dulu beliau ikut membuka usaha keramba, tetapi pada saat itu usaha keramba jaring apung tersebut adalah milik keluarganya, karena beliau adalah anak bungsu, maka beliau yang akhirnya melanjutkan usaha keramba yang telah dirintis oleh bapak Naibaho, ayahandanya jauh sebelum keramba-keramba marak di Danau Toba. Bahkan sebelum PT. Aquafarm beroperasi di Danau Toba, sampai saat ini Zen mampu mengembangkan usaha keramba keluarganya menjadi lebih berkembang. Bersama sepupu jauhnya yang juga masih lajang, mereka telah memiliki kurang lebih ada 20 Net keramba jaring apung dengan kapasitas ikan per keramba/petak itu mencapai 11 ribu ekor ikan nila. Jumlah tersebut memang jumlah rata-rata per petak keramba milik masyarakat petani keramba kecil. Menempati rumah yang berada tidak jauh dari keramba jaring apung mereka yang hanya menghabiskan waktu selama lima menit berjalan kaki membuat Zen bersama sepupunya lebih sering menghabiskan waktu di keramba karena keramba mereka dilengkapi dengan sebuah rumah-rumah kecil ditengah-tengah deretan keramba-kerarmba tersebut. Jadi, pada malam hari mereka tidur di keramba, tidak pulang ke rumah. Karena pada malam hari, ikan-ikan tersebut harus dijaga dari Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
65
tangan-tangan pencuri ikan. Tidak jarang apabila keramba tidak dijaga, ikan-ikan nila dari keramba dicuri dengan cara merobek jaring keramba tempat ikan nila tersebut dengan silet dan kemudian memindahkan semua isi ikan dalam keramba tersebut. Pencurian ini terjadi hanya pada malam hari ketika para petani keramba tidak berjaga. Itulah sebabnya mengapa ikan-ikan tersebut harus dijaga dan tidak bisa dibiarkan tanpa penjagaan. Lebih mudah bagi zen menjaga ikan-ikan piaraannya karena beliau hanya terfokus pada usahanya ini. Disamping tidak ada persoalan rumah tangga karena beliau masih melajang, tentu memudahkan beliau dalam menjalankan usahanya ini. Hampir tiap hari beliau berada dikeramba mengurusi ikan-ikannya tersebut. Makanan ikan nila, seperti jagung pun dimasak dekat keramba mereka saja, jadi tidak perlu pulang ke rumah untuk memasak jagung yang akan diberikan kepada ikan-ikan nila yang akan dipanen tersebut sebulan sebelum ikan-ikan nila itu dipanen dan dijual ke pasaran. Menurut beliau, kegunanan dari pemberian jagung yang telah direbus sebulan sebelum ikan-ikan nila ini dipanen adalah agar warna kulit dari ikanikan nila tersebut tampak merah mengkilap. Disamping untuk memperoleh warna yang bagus, jagung diberi ke ikan agar ikan-ikan tersebut berat ketika ditimbang untuk dijual. Dengan begitu, para petani keramba menadapatkan keuntungan yang lebih. Berdasarkan penuturan beliau, ketika ditanya tentang peran Danau Toba terhadap perekonomian masyarakat Ajibata dan sekitarnya, beliau mengatakan bahwa Danau Toba dari dulu sampai sekarang merupakan air kehidupan bagi masyarakat yang tinggal di Ajibata. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
66
“Terus terang, penghasilan dari daerah ini, terutama Ajibata pada khususnya hanya bergantung dari sektor keramba ini aja. Mayoritas masyarakat terlebih yang tinggal di desa kami ini semuanya punya keramba masing-masing. Cuma dari sininya kami daba bisa bertahan. Selain keramba, paling masyarakat yang ada di Ajibata ini berjualan souvenir, tapi paling banyak di Parapatnya. Kalau disini, ya masih keramba lah yang masih dapat diandalkan.” Sumber : Wawancara April 2009
Sama seperti informan yang terlebih dahulu peneliti wawancarai, lelaki yang berambut gondrong ikal ini mengatakan bahwa sistem pemilikan lahan untuk membuka usaha keramba di Ajibata tidak tetap. Maksudnya, siapa saja bisa membuka usaha keramba ikan disana asalkan telah mendapakan ijin dari pemilik lahan/tuan takur yang bersangkutan. Biasanya, apabila seorang warga memiliki tanah persis dipinggiran/tepi Danau Toba, maka pemilik tanah itu mempunyai akses dan kewenangan untuk membuat kerambanya persis di depan tanahnya. Jadi, seandainya si pemilik tanah tidak berada di Ajibata dan tidak menggunakan Danau Toba yang berada persis di depan tanah miliknya untuk membuka usaha keramba, orang lain bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk membuka keramba disana dengan syarat harus mendapat ijin dahulu dari pemilik lahan tersebut dan kemudian memberitahukan kepada kepala desa setempat bahwa dia akan membuka usaha keramba disana. Disamping itu, dia juga harus pintar-pintar bergaul dengan masyarakat yang tinggal di desa tersebut agar dia dan usaha kerambanya aman dari gangguan pemuda-pemuda setempat. Menurutnya, mengenai pajak dalam usaha keramba jaring apung yang dimiliki oleh para petani keramba ini baik secara lisan maupun tulisan itu tidak ada. Mereka Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
67
para petani keramba benar-benar bebas dari pajak usaha, karena menurut mereka tidak pantas untuk usaha sekecil itu harus dipungut biaya oleh pemerintah setempat. Memang menurut beliau, peran pemerintah tidak ada sedikitpun dalam usaha keramba masyarakat. Peran pemerintah yang dimaksudkan beliau seperti misalnya pemberian bibit gratis pada masyarakat petani keramba, penyuluhan dan sebagainya yang berhubungan dengan pembudidayaan ikan. “Pernahlah memang sekali, aparat desa memberi penyuluhan tentang bagaimana cara pembudidayaan ikan air tawar di perairan Danau Toba, itupun karena ada pemerikasaan dari pusat, terkait program pemerintah dari dinas perikanan dan kelautan sajanya. Kalau nggak, mana pernah ada penyuluhan-penyuluhan sama kami petani keramba ini.” Demikian penuturan beliau ketika peneliti menanyakan mengapa pemerintah tidak pantas memberlakukan pajak usaha kepada mereka, para petani keramba. Pekerjaannya sebagai petani keramba diakuinya memiliki harapan yang cerah dimasa yang akan datang sehingga, seperti yang diutarakan beliau, sebagian dari hasil penjualan ikan-ikannya tersebut di pergunakan untuk menambah keramba lagi.
5. Eva Sirait Sama seperti perempuan Batak Toba pada umumnya, ibu dari 2 orang anak ini memiliki suara yang sangat keras. Pada awalnya, peneliti sedikit takut ketika berbicara pertama sekali dengan ibu ini karena suaranya yang keras. Tapi setelah berbincang-bincang mengenai marga karena beliau saat itu pertama sekali langsung menanyakan marga peneliti, kebetulan Ibu tersebut mempunyai marga yang sama dengan marga dari nenek peneliti, yang dalam bahasa Batak Toba disebut dengan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
68
martutur sehingga si ibu yang sedang menggendong si buah hatinya itu melunak dan mulai terbuka ketika peneliti mulai melakukan wawancara sore itu. Setelah menyelesaikan sekolahnya dan mendapat gelar Ahli madya komputer (Amd), ibu yang telah berusia 30 tahun ini menikah dengan lelaki asal Parapat yang berbeda umur 3 tahun dengannya. Mereka memilih tinggal di Ajibata sejak mereka menikah karena sebelum menikah, sesuai yang diceritakan si ibu kepada peneliti, mereka semasa pacaran dulu sudah membuka tabungan bersama dan membuka usaha penginapan kecil-kecilan di tepi Danau Toba, tepatnya di Ajibata. Di tempat tersebutlah akhirnya mereka tinggal sampai saat ini. Tinggal di tepi Danau Toba tepatnya di jalan Juma Sahala, Ajibata, membuat Ibu ini mahir dalam berbahasa asing seperti bahasa inggris. Bersama suaminya membuka usaha keramba ikan nila yang lumayan jauh letaknya dari rumah kediaman mereka. Adapun jarak antara rumah mereka ke keramba memerlukan perjalanan dengan angkutan kota selama kurang lebih 20 menit. Selain usaha keramba jaring apung, seperti yang telah dikemukakan diatas, mereka juga membuka tempat-tempat penginapan kecil di tepi danau, yang oleh mereka disebut dengan tenda biru (adalah tempat penginapan berukuran 2 x 3 yang terbuat dari bambu dan papan beratapkan tenda berwarna biru dan berlantai tanah yang dilapisi tikar). Ada sekitar 13 kamar/tenda-tenda biru yang dimiliki dan dikelola oleh ibu dua anak ini. Dengan tarif yang murah yaitu sekitar 35 ribu rupiah/malam, hanya dengan fasilitas bantal dan selimut dan tenda-tenda ini hanya berkapasitas untuk dua orang saja. Masih menurut beliau, tempat ini adalah salah tempat prostitusi yang terdapat di Ajibata. Pada saat liburan dan akhir pekan, tempat ini sangat ramai pengunjung baik dari daerah itu Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
69
sendiri maupun dari luar kota. Biasanya, yang menjadi pengunjung tenda biru ini adalah orang yang berpasangan atau orang yang mempunyai profesi sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK). Pada hari libur, mereka menaikkan tarif sampai dengan 20% dari hari biasanya. Menurut ibu ini, dia dan suaminya menjalankan usaha mereka bersama-sama. Seperti dalam usaha keramba jaring apung yang telah mereka rintis sejak lima tahun yang lalu, si ibu yang bertugas menjual dan ”menolak” (menjual kepada penjual eceran) ikan-ikan tersebut di pasaran Parapat dan Ajibata saja, dan suaminya yang ”menolak” ikan-ikan hasil panen keramba mereka sampai ke Siantar, Siborongborong dan Tebing tinggi. Sementara untuk menangani urusan tenda biru yang mereka rintis jauh sebelum mereka menikah dulu menurut ibu muda ini tidaklah seberapa repot karena biasanya tenda biru ini ramai pada akhir pekan dan liburan saja. Terkait dengan usaha keramba yang mereka rintis, menurut ibu ini, keberadaan Danau Toba adalah aset terbesar yang dimiliki oleh seluruh masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Toba karena Danau Toba merupakan sumber usaha yang tiada habisnya bagi mereka yang membutuhkannya. Merupakan potensi sumber daya alam yang dapat digunakan untuk berbagai usaha, salah satunya adalah usaha keramba jaring apung yang merupakan salah satu sumber mata pencaharian utama masyarakat Ajibata dan sekitarnya.
4.3.2 Informan kunci dari PT. Aquafarm Nusantara
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
70
1. Pak Sinaga (Mantan Koordinator Keamanan di Proyek Perikanan Aquafam) Bapak Sinaga adalah seorang mantan Kepala Desa Swalan. Selama dua periode berturut-turut menjadi kepala desa di Desa Swalan membuat bapak ini dikenal oleh seluruh masyarakat yang tinggal disana. Disamping itu, setelah menamatkan pendidikannya yang hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), lelaki berusia 59 tahun ini menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk mengabdi di tempat kelahirannya, Ajibata dan beliau adalah merupakan penduduk asli Ajibata dan telah tinggal disana selama kurang lebih 59 tahun yang kemudian menikah dengan anak gadis Asal Parapat yang tidak jauh letaknya dari Ajibata membuat mereka memilih tetap tinggal di Ajibata, tempat kelahiran beliau. Lelaki berusia 59 tahun ini adalah juga seorang mantan pengawas proyek perikanan PT. Aquafarm Nusantara yang letaknya di Desa Sipangan Bolon, Kecamatan Ajibata sebelum akhirnya memilih berhenti bekerja pada perusahaan tersebut karena alasan tertentu. Kegiatan bapak ini sehari-hari adalah markeramba (membudidayakan ikan nila dengan sistem keramba jaring apung). Beliau memiliki satu unit keramba di Desa Swalan yang dibantu oleh cucunya laki-laki. Menurutnya, dahulu pun ketika beliau masih berstatus jadi staff pengawas perikanan di perusahaan Swiss, beliau sudah membuka usaha keramba, tetapi jumlahnya kecil, hanya untuk dijual di pasar Parapat dan Ajibata saja dan tidak sampai ke luar kota. Saat ini pun diakuinya, jumlah keramba yang beliau miliki masih sama dan tidak bertambah. Namun mungkin akan ditambah mengingat tidak adanya lagi kegiatan diluar berkeramba. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
71
1. Bang US (Supervisor PT. Aquafarm Nusantara) Lelaki yang tidak ingin disebutkan namanya ini (karena takut pada perusahaan) adalah seorang Supervisor di PT. Aquafarm Nusantara Ajibata yang telah mengabdi selama lebih dari lima tahun. Sebelum bekerja sebagai supervisor di PT. Aquafarm Nusantara, Ajibata, lelaki lajang berusia 29 tahun ini sebelumnya pernah bekerja di pelayaran selama lebih kurang tiga tahun semenjak menamatkan di Sekolah Teknik Menengah (STM). Setelah bekerja di pelayaran selama lebih kurang 3 tahun, abang ini menjatuhkan lamaran sebagai Supervisor di PT. Aquafam Nusantara dan tidak berapa lama beliau pun langsung mendapat panggilan dan diterima setelah menjalani beberapa test tentunya. Sekarang, lima tahun sudah abang ini bekerja sebagai supervisor di Perusahaan Swiss tersebut dan sebagai supervisor, beliau banyak mengetahui tentang produksi dan distribusi perusahaan ini baik yang langsung keluar negeri maupun di dalam negeri (lokal). Ketika ditanya mengapa abang ini memilih bekerja di PT. Aquafarm, beliau mengatakan: “Gimanalah dek, bekas napi kan susah diterima bekerja dimana-mana. Nama sudah rusak. Bisa dikatakan sampah masyarakat lah. jadi ketika ada panggilan dari perusahaan ini, saya langsung terima dan mengabdi. Sekarang, sudah mau jalan lima tahun lah saya bekerja di Aquafarm, naik jadi supervisor dibidang pengangkutan. Dulu kan abang jadi satpam. Melamarnya pun juga dulu untuk posisi satpam. Jadi agak sedikit sesuai dengan latar belakang hidup saya yang bekas napi” Sumber: Wawancara, April 2009 Demikian jawaban abang ini sambil terkekeh mengenang masa lalu yang sempat menjadi seorang tahanan di tahanan Tanjung Selamat selama kurang dari tiga bulan ini. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
72
Seperti kebanyakan pemuda Batak yang tinggal di kampung halaman, abang ini adalah pemuda asal Ajibata yang banyak menghabiskan waktunya di luar kampung halamannya, Ajibata. Beliau mulai tinggal di Ajibata setelah beliau diterima bekerja di Perusahaan Swiss tersebut.
Mengenai pendapatannya selama bekerja di Perusahaan Swiss ini, menurutnya sudah cukup untuk membiayai hidupnya sebagai seorang lajang meskipun tidak terlalu berlebihan. Beliau bekerja di perusahaan ini dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan lain karena jam kerjanya di Aquafarm dari pukul 08.30 s/d 16.30 tidak memungkinkan lagi untuk dia mencari pekerjaan diluar pekerjaannya sebagai supervisor di Aquafarm. Apalagi jika harus bekerja lembur dilapangan mengawasi keramba-keramba jaring apung dan apabila ada keramba yang bermasalah. Sama seperti yang abang katakan bahwa terlebih tiga tahun terakhir ini, banyak sekali keramba di setiap unit yang bermasalah, mulai dari pencurian ikan-ikan yang marak terjadi sampai pada kerusakan pada kantong-kantong jarring apung milik perusahaan. Adapun jenis ikan yang di budidayakan oleh perusahaan swiss ini ada dua jenis ikan nila yaitu ikan nila jenis Giffsi (ikan nila merah) dan ikan nila jenis Mersi (hitam). Untuk jenis pakan yang digunakan ada lima merek pellet yaitu pokphan dari medan, chargill dari Jakarta, boomfeed, shinta dan merek global yang di produksi dari belawan. Untuk jumlah panen ikan nila yang di panen adalah lebih kurang 73 ton/hari dari 5 unit project. Jumlah produksi ikan dalam jumlah yang besar tersebut di
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
73
pasarkan ke luar negeri karena memang sasaran pasar ikan nila PT. Aquafarm Nusantara khusus untuk konsumen luar negeri.
2. John (Humas PT. Aquafarm Nusantara) Ketika dijumpai pertama sekali di ruang kerjanya, di kantor Aquafarm, lelaki berumur 37 tahun ini nampak ramah namun tertutup. Pada awalnya, beliau tidak mau diwawancarai, namun secara tidak langsung waktu cerita-cerita seputar perusahaan tempat beliau telah mengabdi selama lebih kurang lima tahun tersebut akhirnya beliau yang sudah tahu bahwa beliau sedang diwawancarai tidak keberatan untuk memberikan informasi-informasi yang bersangkutan dengan bidangnya sebagai Humas Perusahaan. Bapak satu anak ini akrab dipanggil Bang John. Beliau adalah penduduk asli Ajibata dan telah lama tinggal di kampung halamannya setelah menyelesaikan pendidikan S-1 nya di Jakarta. Beliau adalah alumni Teknik Industri disebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta dan beberapa tahun setelah menyelesaikan pendidikan terakhirnya, beliau diterima bekerja sebagai Humas di PT. Aquafarm Nusantara lima tahun yang silam. Menurut beliau, pendapatannya sebagai Humas di perusahaan Swiss tersebut sudah cukup untuk biaya hidup dia dan keluarga kecilnya. Lima tahun bekerja di
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
74
perusahaan Swiss tersebut, lelaki asal Parapat ini terlihat sangat menguasai bidangnya dibidang Humas. Tidak jauh beda dengan penuturan informan pertama ketika ditanya tentang data dasar dan data produksi perusahaan perikanan tersebut. Terkait dengan pangsa pasar, beliau mengatakan bahwa :
“Sebenarnya, pangsa pasar ikan kami dipasarkan keluar negeri dalam bentuk fillet (ikan nila yang sudah dibersihkan dari sisik dan tulang-tulang ikan tersebut sudah dibuang kemudian dikemas setelah berbentuk daging ikan murni dalam es dan siap untuk dipasarkan). Termasuk ke AS, Kanada dan Eropa. Tetapi bila ikan-ikan yang sudah dipanen tidak memenuhi kualifikasi, maka ikan-ikan itu akan dibalikkan ke perusahaan. Ini yang dijual oleh perusahaan ke mall-mall. Sumber: Wawancara, April 2009 Adapun kualifikasi yang dimaksud oleh beliau yaitu ikan nila yang di ekspor ke luar negeri tersebut harus 1000gr atau 1 kg/ekor.
4.3.3 Informan Biasa 1. Dimpos Manalu (Manager Eksekutif LSM KSPPM) Beliau menjabat sebagai Direktur Eksekutif di sebuah LSM di Ajibata. Beliau telah lama tinggal di Ajibata, sejak bergabung dengan LSM KSPPM yang berkantor di Kecamatan Ajibata. Tinggal lama di Ajibata membuat beliau mengetahui seluk beluk persoalan yang terdapat di daerah tersebut ditambah karena beliau juga adalah seorang yang mangabdi di sebuah LSM setempat. Lelaki yang telah berusia 32 tahun ini adalah seorang alumni dari FISIP USU Departemen Administrasi Negara dan telah menyelesaikan S-2 nya di UGM
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
75
(Universitas Gadjah Mada). Beliau telah menikah namun masih belum dikarunia anak, karena usia pernikahannya pun masih belum genap satu tahun. Menurut beliau, banyak hal yang telah berubah sejak kehadiran perusahaan perikanan asal Swiss di perairan Danau Toba. Salah satunya adalah hilangnya masyarakat pengrajin alat-alat musik tradisional. Disamping itu, masalah pencemaran air dan konflik laten yang terjadi antara petani keramba dengan pihak PT. Aquafarm yang hingga saat ini masih saja terjadi.
2. Pdt. Rawalven Saragih (Sekretaris LSM KSPPM) Lelaki 58 tahun ini telah mengabdi selama kurang lebih 27 tahun di LSM KSPPM. Sangat janggal memang jika melihat pendidikan beliau, karena Bapak yang lebih suka di panggil abang ini menamatkan pendidikannya dari DPS (Doktoral Of Pastoral Studies). Ketika ditanya mengapa memilih bergabung di LSM, abang ini mengatakan bahwa dengan bergabung dengan LSM, beliau dapat menyatakan kasih Tuhan secara nyata dengan cara bisa langsung sama-sama berdiskusi dengan masyarakat miskin dan membicarakan kebutuhan-kebutuhan nyata. Di usianya yang telah menginjak kepala lima tersebut, beliau tampak sangat energik dan muda. Hidup menyendiri semenjak ditinggal sang istri membuat beliau akhirnya mengabdikan diri sepenuhnya terhadap pelayanan, dan bekerja secara total di LSM KSPPM. Menurut beliau, kehadiran Aquafarm di perairan Danau Toba menjadi salah satu penghambat perkembangan ekonomi bagi masyarakat setempat karena isu-isu Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
76
pencemaran air Danau Toba akibat limbah yang di hasilkan oleh perusahaan perikanan tersebut sehingga mematikan sektor pariwisata yang merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat sekitar Danau Toba sejak dahulunya.
3. Iwan Pakpahan Pekerjaan sehari-hari beliau adalah pedagang ikan di pasar tradisional Ajibata. Pernah mengenyam pendidikan sampai SMU namun beliau tidak menyelesaikan sekolahnya tersebut karena keterbatasan dana. Terlahir sebagai anak pertama di keluarga membuat beliau harus mampu membantu kedua orang tuanya pada saat itu, sehingga sejak duduk di bangku SMU, beliau sudah ikut mardoton (menangkap ikan dengan menggunakan jala dan solu). Disamping berjualan ikan di pasar tradisional, beliau juga menjual bibit-bibit ikan nila dan ikan mas. Bibit-bibit ikan ini dikembangbiakkan untuk dijual kepada para petani keramba. Usaha beliau semakin hari semakin berkembang, dan hingga saat ini, beliau adalah seorang yang sukses mengembangkan bibit-bibit ikan nila dan ikan mas di Kecamatan Ajibata. Namun menurut beliau, usaha pembesaran ikan yang dirintisnya kalah bersaing, karena PT. Aquafarm Nusantara juga membuat pembibitan ikan nila sendiri, itu juga yang ditaburkan ke Danau Toba, untuk program CSR per enam bulan sekali yang dilakukan Aquafarm untuk membantu para nelayan. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
77
4.4
Interpretasi Data 4.4.1 Kondisi masyarakat sebelum PT. Aquafam Nusantara beroperasi di Ajibata Masyarakat yang tinggal dan menetap di Kecamatan Ajibata mayoritas adalah
suku Batak Toba dan terdapat juga beberapa suku lain dengan jumlah yang minoritas. Adapun yang menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat yang tinggal di daerah tersebut adalah sektor pertanian bawang dan tanaman-tanaman muda. Namun, keadaan ini berubah karena terdapat kendala pada sektor pertanian. Banyaknya bawang dan tanaman yang terkena hama penyakit membuat masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya beralih ke sektor lain. Seperti penuturan Bapak Pdt. Rawalven Saragih salah seorang informan yang penulis wawancarai. Beliau adalah juga seorang aktivis dan menjabat sebagai Sekretaris KSPPM salah satu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berada di Ajibata, beliau mengatakan : “Bawang kena virus dan tidak menghasilkan lagi panen yang baik selama sepuluh tahun terakhir ini. Itulah sebabnya mereka (masyarakat setempat) beralih ke keramba. Boleh dikatakan keramba hanya jalan keluar untuk tetap bisa bertahan hidup. Keramba itu sebenarnya dampak dari ketidakpedulian insiniur-insiniur pertanian. Kenapa bawang-bawang petani mati. Insiniur itu tahu bahwa ada virus, tapi tidak ada upaya penanganan yang mereka lakukan. Mereka hanya mengatakan bahwa, bawang tidak tumbuh lagi dan tidak cocok lagi. Pertanian mendekati kelantar sehingga rakyat miskin dan kelantar. Makanya mereka punya anak disuruh keluar karena para orang tua tidak mampu menghidupi anak-anaknya.” Sumber: Wawancara Mei 2009 Demikian penuturan beliau ketika ditanya tentang kondisi masyarakat yang pada akhirnya beralih ke usaha keramba. Meskipun beliau adalah penduduk asli Kota Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
78
Siantar dan tinggal di Siantar namun Bapak yang telah berusia 58 tahun tersebut mengetahui banyak tentang keadaan masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya. Pengamatannya lebih kurang 27 tahun selama bergabung di LSM setempat membuat beliau tampak sangat prihatin dengan keadaan masyarakat Ajibata dan Parapat pasca hadirnya perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara di perairan Danau Toba. Daerah Ajibata dan sekitarnya merupakan daerah pesisir Danau Toba yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah yang dapat menghidupi masyarakat setempat dengan keberadaan Danau Toba tersebut. Sehingga, keberadaan Danau Toba bagi masyarakat yang tinggal di Ajibata dan sekitarnya sangat berpengaruh. Itulah sebabnya, masyarakat setelah kegagalan di sektor pertanian beralih ke usaha keramba. Dilihat dari segi perekonomian, daerah Ajibata dan sekitarnya yang berada di pinggiran Danau Toba adalah salah satu daerah penghasil ikan air tawar seperti ikan mujahir dan ikan mas di Sumatera Utara. Keberadaan Danau Toba yang sangat luas dan berada diantara tiga Kabupaten yakni Kabupaten Simalungun Kabupaten Samosir dan Tobasa memberi peluang untuk masyarakat setempat dalam hal membuka usaha perikanan yang popular disebut dengan keramba jaring apung ini sebagai salah satu mata pencaharian tetap sebagian masyarakat yang tinggal disana. Sebelum daerah Ajibata dan Parapat menjadi satu daerah pariwisata, masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya telah membuka usaha keramba, namun skalanya masih kecil dan ikan-ikan yang dibudidayakan pun masih ikan mujahir dan ikan mas saja. Sistem penangkapan yang masyarakat nelayan lakukan pun masih Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
79
tergolong tradisional dan sederhana, yaitu dengan menggunakan solu (sampan kecil) dan dengan sistem menjala ikan yang kemudian hasil dari menjala dan mandurung (mengambil ikan dengan menggunakan jaring untuk menggiring ikan-ikan sampai ke pesisir danau. Biasanya ikan tersebut jenis ikan mas dan ikan mujahir) tersebut kemudian dijual apabila ikan-ikan tersebut sudah besar dan sudah layak untuk dijual. Bila ikan-ikan hasil jalaan itu masih kecil, para nelayan ini biasanya memasukkan ikan tersebut ke dalam keramba untuk dibesarkan. Sekitar tahun 1993-an, masyarakat di Ajibata pada khususnya telah memulai membudidayakan ikan dengan menggunakan keramba yang kesemuanya terbuat dari jaring, tong, kayu dan bambu. Ukuran keramba yang masih tergolong kecil membuat para petani keramba tersebut tidak perlu menggaji orang lain sebagai tenaga kerja yang mengurusi semua keramba-keramba tersebut. Pakan yang digunakan para petani keramba terdahulu pun masih memakai jagung dan daun-daunan yang telah direbus dan hasil pembudidayaan ikan keramba ini hanya sebatas pasar lokal saja. Masyarakat diberi kebebasan dalam mengembangkan usaha budidaya ikan keramba di perairan Danau Toba tanpa harus ada ijin dari pihak pemerintah setempat. Di semua lokasi masyarakat bebas membuat keramba mereka masing-masing. Apabila seseorang yang berasal dari luar daerah tersebut, misalnya seorang warga dari Parapat hendak membuka keramba di Desa Parsaoran Sibisa, Kecamatan Ajibata, maka orang tersebut harus terlebih dahulu meminta ijin dari masyarakat asli yang sejak dahulu tinggal di suatu daerah dan orang tersebut adalah orang yang punya lahan/pemilik tanah atau keturunan yang menguasai satu wilayah tertentu, yang oleh masyarakat setempat disebut dengan tuan takur (istilah ini kemudian dikenal sejak Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
80
PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di perairan Danau Toba). Setelah itu, orang tersebut boleh mendirikan kerambanya di tempat tersebut tanpa harus membayar apapun atau sesuai dengan kesepakatan.
Terkadang, ada beberapa tuan takur yang meminta imbalan berupa uang/iuran per tahun (jadi seperti menyewakan lahan) kepada warga yang hendak menggunakan lahan miliknya. Namun, tidak semua tuan takur menerapkan sistem tersebut. Kebanyakan dari mereka memberi lahan tersebut digunakan untuk membuka usaha keramba secara cuma-cuma. Berdasarkan penuturan beberapa informan petani keramba yang telah memulai usaha keramba dari keluarganya turun-temurun ini mengatakan: “Dari dulu, kami membuka keramba disini itu bebas, maksudnya kami tidak perlu mengurus ijin untuk membuka keramba disini. Cukup minta ijinnya sama tuan takur aja. Kalau tuan takur kasi ijin, ya sudah! Kita bisa buat keramba disini. Lainnya, paling pintar-pintar kita lah bergaul dengan anak muda setempat. Apalagi kalau kita bukan orang asli Ajibata. Supaya aman, kita harus bisa bergaul dengan anak muda nya dulu. Biar aman keramba kita. Kalau enggak kan, bisa keramba kita dibobol. Di maling malam-malam sampai semua ikan dari keramba kita habis.” Jadi, ngak ada urusan sama pemerintah setempat. Sumber : Wawancara April 2009 Kondisi masyarakat sebelum PT. Aquafarm Nusantara mulai beroperasi di Ajibata dalam hal perekonomian adalah memang mayoritas bertani dan menangkap ikan dengan menggunakan doton (alat penangkapan ikan dari jaring yang dibentuk menjadi jala-jala), sampai akhirnya masyarakat membuat keramba dari jaring yang sama untuk jaring doton yang mereka pergunakan untuk menjaring ikan-ikan dari Danau Toba. Masyarakat setempat menyebut cara menangkap ikan ini dengan Mardoton (hampir sama dengan mandurung, hanya saja kalau mardoton, nelayan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
81
menaburkan doton ke tengah danau dengan menggunakan solu dan doton tersebut dibiarkan sampai lama kemudian ditarik perlahan-lahan dari atas solu)
Usaha keramba masyarakat ini mulai berkembang, namun tidak semua masyarakat mampu membuka usaha keramba ini. Hasil dari panen ikan-ikan dari keramba masyarakat ini pun mulai di pasarkan sampai ke Tebing tinggi, Siborongborong, dan Siantar. Pada skala ini, ketika hasil panen masih dipasarkan hanya di pasar Ajibata, Parapat dan sekitarnya, masyarakat petani keramba belum mengenal sistem pengupahan tenaga kerja. Kemudian setelah keramba-keramba ini berkembang sampai dapat menjual hasil dari panen ikan ini, akhirnya petani keramba menggaji tenaga kerja (biasanya mereka menggaji keluarga/yang masih terdapat hubungan keluarga) dan bentuk hubungan kerjanya pun seperti keluarga. Terlebih ketika ada pesta seperti pesta pernikahan. Ikan-ikan untuk acara adat-istiadat tersebut disediakan oleh para petani keramba sehingga ketika produksi mereka naik, masyarakat petani keramba dapat merasakan hasilnya yang sangat luar biasa. Karena pada saat itu, tidak ada pesaing dari luar, jadi murni hanya dari para petani keramba saja dan jumlah para petani keramba ini pun kecil dibanding jumlah konsumen ikan pada saat itu. Tidak semua masyarakat mampu membuka usaha keramba mengingat modal untuk pembuatan keramba tersebut sangat besar. Terkait dengan masalah peran pemerintah setempat dalam hal pembudidayaan ikan keramba menurut Bapak Frans Bakkara salah seorang petani keramba yang jadi informan mengatakan: Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
82
“Mana ada peran pemerintah dalam hal pembudidayaan ikan keramba di Ajibata ini. Adalah memang. Kepala Desa kami membuat penataan keramba, supaya keramba-keramba warga ngak sembraut dimana-mana. Biar sedikit teratur saja. Lainnya tidak ada!” Sumber : Wawancara April 2009 Mengenai pajak, mereka para petani keramba mengatakan bahwa tidak ada pajak yang dikenakan oleh pemerintah kepada para petani keramba. Namun, ketika keramba tersebut menjadi sebuah perusahaan dan mempunyai nama, Pemda setempat menetapkan pajak yang harus dibayarkan oleh pengusaha tersebut. PT. Aquafarm Nusantara adalah salah satu contoh perusahaan perikanan yang wajib pajak/dipungut pajak oleh Pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4.4.2 Kondisi Masyarakat Setelah PT. Aquafarm Nusantara Beroperasi di Ajibata Secara umum, setiap masyarakat pada suatu tempat menginginkan kemajuan dan perkembangan daerahnya. Berdirinya perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara yang oleh masyarakat Ajibata dan sekitarnya disebut dengan perusahaan Swiss pada bulan Januari 1998 ini menuai berbagai respon dari masyarakat setempat. Sebelum perusahaan asal Swiss ini berdiri secara resmi pada bulan Januari 1998 ini, tepatnya setahun sebelum diresmikannya perusahaan tersebut, selama kurang lebih satu tahun pihak Aquafarm Nusantara telah mengurus segala surat-surat dan izin perusahaan baik dari pemerintahan pusat maupun daerah tempat perusahaan ini akan beroperasi, tepatnya pada tahun 1997. Seperti yang dituturkan oleh Bang
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
83
John, salah seorang informan dari pihak Aquafarm yang adalah Humas PT. Aquafarm Nusantara ini. Beliau mengatakan : “Izin perusahaan kita jelas. Sejak awal Aquafarm berdiri, terhitung setahun sebelum diresmikan pada Januari sembilan delapan, izin sudah ada. Jadi dalam hal perizinan, kita ngak ada masalah kog. Semuanya jelas dan lengkap!” Sumber : Wawancara April 2009 Jelas beliau. Jadi, perusahaan ini telah mendapat baik izin dari pusat maupun dari daerah untuk membuka perusahaan perikanan di perairan Danau Toba. Dari penjelasan beberapa informan, Aquafarm banyak menuai kontra dari masyarakat terutama masyarakat petani keramba setempat. Namun, pada awalnya, respon masyarakat, baik masyarakat petani keramba, maupun masyarakat pariwisata tidak keberatan dengan hadirnya perusahaan ini. Pada saat itu masyarakat sudah mulai banyak membuka usaha keramba di Danau Toba, terutama mereka yang punya akses (tanah) tepat di pinggiran Danau Toba. Namun skalanya kecil dan tidak sebanyak saat ini. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Naibaho, salah seorang informan dari petani keramba : “Kalau masalah menerima atau menolak, ya kami para petani keramba dan saya sendiri biasa saja. Ngak menolak tapi ngak juga terlalu menerima hadirnya perusahaan asing ini. Mau tak mau ya kita harus menerima lah. Mana mungkin kita bisa melawan terhadap keputusan pemerintah. Mereka kan juga punya izin untuk membuka usaha perikanan itu di Danau Toba ini. Jadi, kita tidak bisa mengusir gitu aja kan perusahaan itu. Ngak ada hak kita!” Sumber : Wawancara April 2009 Berbagai pendapat para informan dari petani keramba ini menggambarkan ketidaksenangan mereka terhadapat Aquafarm. Sesuai dengan penuturan Bapak K.H. Rajagukguk, ketika ditanya mengenai pendapat beliau tentang Aquafarm, beliau mengatakan: Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
84
“Terus terang saya merasa keberatan, Aquafarm membuat pasar kami terganggu. Perusahaan itu kurang kontrol terhadap karyawan-karyawannya sehingga ikan mereka bisa beredar di pasaran dan akibat ikan mereka yang beredar di pasaran dengan harga yang murah itu, membuat ikan-ikan kami gak laku lagi” Sumber : Wawancara, April 2009 Demikian penuturan Bapak Rajagukguk ketika ditanya mengenai pendapat beliau tentang keberadaan PT. Aquafarm di Ajibata. Lain halnya dengan bapak Frans Bakkara, ketika ditanya mengenai bagaimana pendapat bapak tersebut tentang PT. Aquafarm, beliau mengatakan bahwa: “Perusahaan itu terlalu dilindungi oleh pemerintah. Pemerintah gak menyentuh perusahaan swiss itu. Gimana mau menyentuh perusahaan itu kalau setiap pejabat diberi kemudahan dan fasilitasi oleh Aquafarm” Sumber : Wawancara April 2009 Ketika ditanya mengenai fasilitas yang diberikan oleh PT. Aquafarm kepada para pejabat, menurut beliau, pihak Aquafarm selalu memberikan apapun yang diminta oleh para pejabat baik pejabat pemerintahan dari pusat yang datang berkunjung ke Ajibata maupun pejabat dan pemerintah yang akan melakukan perjalanan ke luar kota. Diberi fasilitas penginapan, dan semua akomodasi yang dibutuhkan oleh para pejabat tersebut selama berkunjung ke Ajibata maupun yang melakukan perjalanan ke luar kota, di fasilitasi oleh Aquafarm. Sejalan dengan berdirinya perusahaan Aquafarm di Ajibata, Parapat dan sekitarnya, kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya ikut mengalami kemajuan. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pemuda asal daerah tersebut yang bekerja pada PT. Aquafarm dengan gaji UMP (Upah Minimum Provinsi). Dengan kata lain, hadirnya perusahaan tersebut memberi lowongan kerja bagi para pemuda yang tinggal disana sehingga tingkat pengangguran disana berkurang. Namun hal ini Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
85
disanggah oleh Bapak Rawalven. Beliau melihat dari sudut pandang yang sangat berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Sinaga. Menurutnya, kehadiran PT. Aquafarm membuat rakyat melarat dan sengsara. Beliau melihat dimana pada 20 tahun yang akan datang masyarakat akan sangat merasakan dampak dari apa yang mereka dapatkan saat ini. Berbicara mengenai sistem pemasaran hasil-hasil keramba para petani keramba ini, mereka mengaku kalau hasil dari panen mereka dipasarkan langsung oleh para petani keramba ini ke luar kota tanpa perantara dan ikan-ikan ini sebagian lagi dijual eceran di pasar tradisional (pasar Parapat dan Ajibata). Tidak dapat dipungkiri bahwa pasca diresmikannya perusahaan perikanan Aquafarm di Ajibata membuat berbagai perubahan-perubahan dalam masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya. Setelah perusahaan perikanan milik PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di perairan Danau Toba, ada beberapa aspek yang terhilang dari dalam masyarakat dan beberapa aspek tersebut tergantikan dengan aspek yang baru. Baik dalam hal perekonomian, jumlah penduduk, sistem pembudidayaan ikan jaring apung atau keramba dan lain sebagainya. Sarana dan prasarana pun lebih memadai dengan hadirnya perusahaan asal Swiss tersebut. Hal ini berpengaruh juga pada tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya karena lapangan kerja yang tersedia, disamping itu, dalam bidang kesehatan, perusahaan ini mengadakan donor darah yang
nantinya akan
disumbangkan ke rumah sakit karena PT. Aquafarm mempunyai program per enam bulan sekali melakukan donor darah. Jadi setiap karyawan yang memenuhi syarat dan sehat diminta menjadi donor yang nantinya akan disumbangkan kepada masyarakat Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
86
yang membutuhkan donor. Program ini dilakukan oleh aquafarm bekerjasama dengan PMI (Palang Merah Indonesia). Itulah perubahan-perubahan menurut Bang US, supervisor Aquafarm Nusantara. Pendapat ini bertolak belakang dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Rawalven Saragih. Menurut beliau, berdirinya Aquafarm di perairan Danau Toba terutama di daerah Ajibata, Parapat dan sekitarnya membawa petaka besar bagi masyarakat Ajibata. beliau mengatakan : “Aquafarm ini cintanya hanya sesaat. Seperti SBY yang kasi beras gratis. Aquafarm melihat ada banyak pengangguran disini, dan membuka lowongan untuk mereka, menyediakan lowongan sehingga mereka dapat pekerjaan yang sifatnya sesaat. Dampak yang fatal gak mereka (para pekerja) lihat karena pemenuhan kebutuhan dasar untuk 20 tahun kedepan. Sepuluh tahun pertama kelihatan menguntungkan memang. Inilah the real politic itu. Tak ada satu orang turis pun yang berenang di Danau Toba. Devisa Negara dari turis menjadi nol. Dahulu, sebelum ada Aquafarm, Oppung-oppung masih bisa berbahasa inggris. Tapi, sesudah ada Aquafarm tidak ada lagi turis. Dampak dari menurunnya jumlah turis asing ini membunuh perekonomian di daerah ini.” Sumber : Wawancara, Mei 2009 Masih menurut beliau, Sigaranting salah satu desa pengrajin Garattung Tunggal Panaluan (salah satu jenis alat musik Batak Toba) hampir mengalami kepunahan dalam arti sudah sangat sulit menemukan orang yang mau dan bisa membuat alat musik tersebut karena konsumennya yang mayoritas orang barat (wisatawan mancanegara) sudah tidak banyak lagi. Bahkan dapat dikatakan sudah sangat jarang. Alat musik ini sangat mahal dan biasanya pembeli alat musik ini adalah orang-orang bule yang jadi wisatawan di Ajibata, Parapat dan sekitarnya. Penurunan angka wisatawan mancanegara yang sangat drastis ini akibat dari air Danau Toba yang sudah jorok dan tercemar sehingga jangankan wisatawan
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
87
mancanegara, wisatawan lokal pun sudah jarang berkunjung ke daerah wisata tersebut.
“Kalau dulu banyak turis yang mandi-mandi di sepanjang pantai Danau Toba, sekarang tidak lagi. Kalau kita menjelaskan begitu sejuknya berenang di Danau Toba para turis geleng kepala. 70 persen mereka menolak berenang di Danau Toba, alasannya takut kulit menjadi gatal-gatal akibat pakan ikan yang telah mencemari air Danau Toba.” Sumber : Wawancara, April 2009 Jelas Pak Sinaga seorang guide asal Tuktuk yang tanpa sengaja bertemu dengan penulis ketika penulis mengunjungi Istana Presiden di Ajibata yang letaknya di pasir putih (tempat para turis biasa berjemur) di pinggiran Danau Toba. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh pernyataan yang diutarakan oleh Bapak Rawalven Saragih :
“Kita bisa lihat sebelum ada Aquafam, pariwisata menjadi pondasi dasar di tingkat ekonomi rakyat. Kalau kita hitung dari umur Aquafarm, sudah selayaknya lah rakyat ini makmur. Contoh, semua anak-anak di sekitar Sopo (nama sebuah desa di Parapat) tidak ada lagi yang mampu bertahan karena tidak ada pekerjaan disini. Mereka keluar, mereka kehilangan pekerjaan, tidak ada kehidupan. Kenapa? Karena pariwisata pasca berdirinya Aquafarm mendekati nol. Jadi, jangan dibilang kalau Aquafarm ditutup akan banyak pengangguran. Itu salah besar. Malah, setelah perusahaan itu berdiri sepuluh tahun yang lalu, banyak hotel tutup, para karyawan hotel jarang dapat bonus, kan beberapa hotel ada yang gajian dua kali sebulan, tetapi sekarang, jangankan mengharap gajian dua kali sebulan, job mereka hanya bertahan hidup. Jadi, hotel-hotel pun sepi. Sehingga banyak karyawan hotel yang di rumahkan. Kalau ada job atau pada waktu-waktu tertentu saja mereka di panggil. Bahasa mereka disebut dengan karyawan casual (karyawan yang bekerja hanya pada hari-hari libur saja, dan pada akhir pekan, hari sabtu dan minggu). Sumber : Wawancara, Mei 2009.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
88
Inilah yang mematikan perekonomian di Ajibata, Parapat dan sekitarnya. Masih kata Bapak Rawalven Saragih:
“Untuk sesaat, keberadaan Aquafarm sepertinya membantu. Bagi segelintir orang dan untuk sementara. Tapi dampak ekonomi kedepan, ekonomi rakyat sangat terpuruk. Meskipun sebenarnya pihak Aquafarm mengetahui dampak dari berdirinya perusahaan mereka akan berdampak buruk bagi perkembangan perekonomian masyarakat, namum mereka tidak pernah mau tahu akan akibat tersebut. Sama seperti yang dibilang teori Maslow, orang yang dibantu sesaat akan sangat merespon bantuan tersebut, dan Aquafarm tahu betul teori itu. Mereka menggunakan kebodohan masyarakat untuk meraup keuntungan bagi mereka (PT. Aquafarm Nusantara).” Sumber : Wawancara, Mei 2009
4.4.3 Sejarah Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara
4.4.3.1 Awal Terjadinya Konflik
Kawasan Danau Toba merupakan sebuah wilayah yang mengandung sumber daya alam yang kaya untuk usaha yang bergerak di bidang perikanan terutama perikanan air tawar karena Danau Toba didukung oleh topografi alam yang cocok dan gelombang air yang sesuai untuk pembudidayaan ikan terutama ikan nila dan jenis ikan tawar lainnya. Bukan hanya itu saja, Danau Toba juga memiliki perairan yang sangat luas, yang dapat dimanfaatkan sebagai wadah pembudidayaan ikan air tawar. Letaknya yang strategis, yaitu diantara tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Tobasa,
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
89
Samosir dan Simalungun menjadikan tempat ini sangat mudah dijangkau dan akses ke luar kota juga terbuka lebar.
Luasnya sumber daya perairan ini khususnya waduk dan danau yang ada di Indonesia akan merupakan potensi lahan yang menguntungkan bagi pengembangan budidaya perikanan karena penduduknya padat dan konsumsi ikan perkapita masih rendah sehingga merupakan pasar yang potensial.
Menurut Anonimus (1990), pada umumnya perairan danau dan waduk yang ada di Indonesia mempunyai tingkat kesuburan yang rendah (oligotrofik) sampai dengan
sedang
(mesotrofik).
Kondisi
perairan
ini
sangat
potensial
bagi
pengembangan budidaya ikan secara intensif dalam Keramba Jaring Apung (KJA).
Danau Toba seluas 1265 kilometer persegi adalah salah satu perairan yang berpotensi dalam hal pengembangbiakan ikan air tawar. Di Danau Toba menunjukkan bahwa ikan mas yang dipelihara dalam KJA mini ukuran (1X1X1 m3) dapat menghasilkan produksi maksimum 150 – 200 Kg/m3 dan Nila merah dengan menggunakan ukuran yang sama mencapai produksi 176 Kg/m3. Namun, produksi ikan mas dan ikan mujahir di perairan Danau Toba saat ini mulai mengalami penurunan.
Pada tahun 2002-2003 yang lalu, populasi ikan mas di Danau Toba berkurang drastis karena pada tahun-tahun tersebut ikan mas banyak yang mati. Hal ini menyebabkan kerugian yang sangat besar pada petani keramba. Ikan-ikan mas tersebut mati disebabkan oleh air Danau Toba yang sudah tercemar oleh sisa-sisa Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
90
pellet dan pakan ikan dengan jenis baru yaitu ikan nila yang telah mulai banyak di budidayakan di perairan Danau Toba. Jenis ikan nila ini diperkenalkan oleh perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara.
Banyaknya ikan mas yang mati membuat sebagian petani keramba ikan mas memilih untuk berhenti dan menutup keramba mereka. Namun, sebagian besar masyarakat petani keramba memilih untuk beralih ke jenis ikan nila. Jenis ikan yang dibudidayakan di Danau Toba dengan menggunakan sistem jaring apung adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah: •
Memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit
•
Memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan
•
Memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian
•
Memiliki kemampuan tumbuh yang baik
•
Mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
91
Selain ikan nila, ada juga jenis ikan mas (Cyprinus carpio). Kedua jenis ikan tersebut adalah merupakan komoditas air tawar yang relatif mudah untuk dibudidayakan di Danau Toba.
Ikan nila (Oreochromis Niloticus) adalah jenis ikan yang akhirnya dikembangbiakkan dan dijadikan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya. Komoditas ikan nila yang dibudidayakan dengan sistem keramba adalah salah satu komoditas unggulan daerah tersebut. Inilah yang menjadi sumber konflik antara masyarakat setempat dengan pihak luar/pendatang seperti pihak Aquafarm yang berasal dari Negara Swiss. Secara tidak langsung Danau Toba menjadi objek yang menyebabkan konflik tersebut karena Danau Toba adalah sumber daya alam yang diperebutkan oleh berbagai kelompok masyarakat untuk berbagai kepentingan, terutama dalam hal perekonomian.
Pada tahun 1998, Perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara secara resmi mulai beroperasi di perairan Danau Toba. Hal ini sedikit banyak membawa perubahan-perubahan pada masyarakat terutama masyarakat yang berada di tiga Kabupaten, Kabupaten Samosir, Tobasa dan Kabupaten Simalungun. Adapun dampak dari pada perubahan tersebut menurut masing-masing kelompok masyarakat berbeda-beda. Pada masyarakat petani keramba, keberadaan Aquafarm secara langsung berdampak negatif, dilihat dari sisi ekonomi. Dimana sejalan dengan berkembangnya perusahaan asal Swiss tersebut membuat terjadi
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
92
persaingan-persaingan diantara kedua belah pihak. Persamaan kepentingan menjadi salah satu proses awal terbentuknya konflik dalam antara kedua kepentingan.
Lima tahun berdirinya perusahaan perikanan tersebut, sesuai dengan keterangan para pemilik keramba, keberadaan perusahaan ini tidak menjadi masalah bagi petani keramba karena sistem pembudidayaan ikan antara kedua pihak tidak sama, termasuk pangsa pasar keduanya. Dimana, PT. Aquafarm Nusantara memasarkan hasil panen ikan-ikan nila tersebut ke luar negeri. Tidak mengganggu pasar dalam negeri sehingga hasil panen petani keramba tetap dapat berjalan dengan baik dan produksi ikan petani ini tetap lancar dan stabil. Seperti yang diutarakan oleh Iwan Pakpahan,
seorang
informan yang
berasal dari Ajibata, beliau mengatakan : “Secara keseluruhan, warga Ajibata menyambut baik berdirinya perusahaan Swiss itu disini. Terlebih warga yang berasal dari keluarga petani, mereka mengharapkan keberadaan Aquafarm menjadi salah satu penopang bagi kehidupan perekonomian mereka karena sektor pertanian seperti komoditas bawang tidak lagi berhasil dengan baik di kampung ini. Sumber : Wawancara, Juni 2009 Bagi masyarakat umum, keberadaan PT. Aquafarm membawa keuntungan terutama karena perusahaan perikanan tersebut membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Namun, lain halnya dengan kelompok masyarakat petani keramba, yang melihat keberadaan Aquafarm dari sudut pandang yang berbeda. Terdapat persamaan kepentingan diantara kedua pihak, baik petani
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
93
keramba maupun Aquafarm sama-sama menggunakan Danau Toba sebagai wadah untuk membudidayakan ikan nila.
4.4.3.2 Ikan illegal dan aksi protes masyarakat petani keramba dan pedagang ikan di pasar tradisional.
Konflik yang terjadi pada kedua pihak tersebut bukan hanya terletak pada Danau Toba sebagai sarana pengembangbiakan dan pembudidayaan ikan nila saja, tetapi yang paling riskan adalah masalah pemasaran dan pangsa pasar hasil-hasil panen ikan tersebut. Sekalipun pada dasarnya perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusatara mengekspor hasil panen ikan tersbut ke luar negeri, namun yang menjadi permasalahannya adalah banyaknya ikan-ikan dari perusahaan tersebut yang beredar di pasar local termasuk pasar tradisional yang seyogianya adalah pangsa pasar petani keramba. Inilah yang menjadi pemicu konflik antara petani keramba. Namun hal ini baru terjadi pada enam tahun belakangan ini. Sesuai dengan yang diutarakan oleh bang US terkait masalah banyaknya ikan Aquafarm yang beredar di pasar lokal termasuk tradisional dengan harga miring tersebut, beliau mengatakan : “Baru-baru ini sajanya terjadi konflik itu. Itu berawal dari ikan illegal yang banyak beredar di pasar tradisional sampai ke luar kota seperti Pematang Siantar, Siborong-borong dan Tebing Tinggi. Harga ikan ini pun jauh lebih murah dibanding dengan ikan-ikan yang di jual petani keramba yang biasanya. Sejak karyawan itu tahu uang. Karena gaji kurang. Memang diatas UMP, minimal 1,3 juta, namun banyak kebutuhan yang beragam. Sejak awal ada, karyawan-karyawan itu masih jujur-jujur sajanya. Tapi lama-lama gak tahan juga. Semua dipaksa keadaan. Sumber : Wawancara, April 2009 Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
94
Demikian penuturan Bang US ketika ditanya sejak kapan mulai terlihat ada konflik yang terjadi antara pihak Aquafarm dengan petani keramba. Hal tersebut mulai tampak sekitar enam tahun terakhir ini, karena pada awal berdiri perusahaan tersebut para karyawan perusahaan seperti yang dikatakan informan lainnya juga, mereka jujur dan tidak melakukan kecurangan-kecurangan yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain, yaitu para petani keramba akibat ikan-ikan illegal yang beredar di pasaran. Fakta ini yang melatarbelakangi terjadinya konflik diantara petani keramba dengan PT. Aquafam Nusantara kurun waktu belasan tahun hingga saat ini. Namun, konflik ini tampak terasa lima tahun belakangan ini. Sebelumnya, masyarakat tidak berani mengadakan protes kepada pihak Aquafarm karena pada awal-awal perusahaan perikanan ini mulai beroperasi di perairan Danau Toba, masyarakat pada umumnya melihat satu kesempatan besar. Hadirnya perusahaan perikanan tersebut bagi masyarakat umum merupakan satu kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Pemuda setempat tidak lagi harus pergi merantau meninggalkan kampung halaman mereka karena kehadiran PT. Aquafarm membuka kesempatan dan lapangan kerja.
Konflik petani keramba dengan perusahaan perikanan tersebut berlangsung terus menerus namun, konflik tersebut tidak nampak akibat tidak ada keberanian dari para petani keramba untuk melakukan perlawanan atau demonstrasi langsung ke perusahaan. Konflik ini lebih kepada perang batin yang berkepanjangan pada seluruh petani keramba yang merasa dirugikan dengan kehadiran perusahaan perikanan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
95
tersebut di perairan Danau Toba. Sampai pada akhirnya, konflik tersebut pun mulai tampak ketika para petani keramba bergabung dengan pedagang ikan di pasar tradisional membentuk sebuah asosiasi untuk melakukan protes terhadap perusahaan tersebut terkait banyaknya ikan-ikan illegal dari keramba jaring apung milik perusahaan yang beredar di pasar lokal dan tradisional. Inilah salah satu pemicu konflik itu mulai tampak di masyarakat sekitar perairan Danau Toba, khususnya pada masyarakat Ajibata.
Aksi protes tersebut mereka lakukan setelah para petani keramba dan pedagang ikan tersebut sudah merasa sangat dirugikan dengan kehadiran ikan-ikan illegal tersebut yang mengganggu pasar mereka. Konflik tersebut terletak pada pangsa pasar yang diambil alih juga oleh perusahaan Aquafarm. Ikan-ikan illegal yang beredar di pasar terjual dengan harga yang jauh dibawah standar harga yang biasanya. Dimana, harga ikan-ikan illegal dengan kwalitas yang bagus tersebut terjual dengan harga berkisar antara Rp. 5.000 s/d 10.000 per kilo. Hal ini tentu saja membuat hasil penen ikan dari petani keramba tidak laku terjual karena perbedaan harga yang sangat miring. Biasnya, petani keramba tersebut menjual ikan hasil panen mereka dengan harga Rp. 17.000 per kilogram. Banyaknya ikan illegal hasil curian dari perusahaan Swiss ini membuat baik petani keramba maupun pedagang ikan di pasar tradisional merasa dirugikan.
Perusahaan perikanan berskala internasional seperti Aquafarm tersebut pada dasarnya adalah sebuah perusahaan perikanan yang khusus mengekspor seluruh hasilhasil panen ikan yang mencapai puluhan ton per hari dan perusahaan perikanan ini Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
96
memiliki pangsa pasar yang tetap yaitu ke luar negeri. Hasil-hasil perikanan Aquafarm bukan untuk konsumsi dalam negeri, artinya bahwa pada dasarnya, ikanikan Aquafarm tidak dipasarkan di Indonesia.
4.4.3.3 Eskalasi Konflik
Di dalam kelompok masyarakat sudah mulai terdapat rasa benci kepada pihak PT. Aquafarm, namun kebencian ini tampaknya belum menyeruak ke permukaan. Dari pemaparan beberapa informan di lapangan dan dihubungkan dengan pendapat Dimpos Manalu, dapat dilihat bahwa jenis konflik yang terjadi adalah konflik antara petani keramba dan pedagang ikan tradisional dengan pihak PT. Aquafarm Nusantara. “Konflik itu sebenarnya masih konflik laten” Kenapa tidak manifest? Karena Aquafarm kasi CSR (Coorporate Social Responssibility) seperti program donor darah yang mereka (Perusahaan) buat per enam bulan sekali. Selain itu, saya dengar ada katanya mereka menabur bibit ikan nila ke Danau Toba yang katanya sebagai upaya untuk membantu nelayan dan masyarakat. Mereka ini bekerja sama dengan PMI (Palang Merah Indonesia). Diberi lip service seperti kalau ada nanti acara natal atau acara-acara yang diadakan IPK, mereka menyumbang. Dalam tanda kutip menyuap lah. Sumber : Wawancara, Mei 2009 Kata Dimpos Manalu menanggapi konflik yang terjadi dalam masyarakat petani keramba. Sehubungan dengan program menabur bibit ikan nila ke Danau Toba yang dilakukan oleh Aquafarm sebagai upaya membantu masyarakat dalam hal perekonomian, Bapak Jonner Naibaho, seorang informan yang merupakan petani keramba menanggapi : Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
97
“Pemberian atau penanaman bibit ikan oleh Aquafarm seperti ucok baba. Ikan yang di tanam itu ateng, yang sudah tidak bisa berkembang lagi, ngak bisa besar lagi. Ikan-ikan itu memang sudah tidak diperlukan Aquafam laginya. Istilahnya, ikan yang sudah cacat, jadi mau dibuang. Kemana lagi di buang kalau bukan ke Danau Toba, tapi mereka bilang lah itu sebuah program. Program aha mai!! biar dibilang masyarakat Aquafam itu baik. Tapi oleh kami, petani keramba itu, program itu seperti penipuan! Mau bantu masyarakat kog kasi bantuan yang gak bagus. Ibarat eme, ai holan lapung-lapung na namai. Sember : Wawancara, April 2009 Selain itu, mengapa konflik yang terjadi dalam masyarakat petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara belum tampak dipermukaan menurut Dimpos Manalu adalah karena perusahaan tersebut menggunakan tenaga kerja lokal dan menggunakan orang-orang kaya di daerah tersebut sebagai mitra kerja dalam transportasi pengangkutan. “Sub kontraktornya, seperti truk-truk untuk pengangkutan Aquafarm itu orang-orang kaya disini. Ya, hampir semua orang-orang yang kaya disini mensupply kendaraan mereka sebagai alat transportasi pengangkutan Aquafarm. Itu yang membuat laten gak manifest. Jadi kalau orang-orang kaya dan berpengaruh saja sudah menjadi partner dan mitra Aquafarm mau gimana lagi orang-orang terutama para petani keramba itu protes. Protes mereka sama sekali ngak ngaruh” Sumber; Wawancara, Mei 2009 Sehingga bagi sebagian masyarakat keberadaan Aquafarm bagaikan dewa yang menghidupi mereka sehingga dapur mereka masih tetap dapat berasap pasca kegagalan pertanian terutama jenis tanaman bawang di Ajibata. Mereka-mereka itu adalah para pekerja yang bekerja di PT. Aquafarm, baik sebagai pekerja lapangan, satpam, kepala bagian project sampai pada staff-staff yang berasal dari daerah tersebut. Salah seorang informan yang merupakan pemilik keramba terbesar di Desa Swalan mengatakan bahwa beliau pernah diincar untuk dibunuh oleh PT. Aquafarm karena beliau menulis di harian Kompas dan Sib tentang pemasaran ikan Aquafarm Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
98
yang beredar di pasar lokal sehingga menyebabkan penurunan bahkan penjualan hasil panen ikan petani keramba tersendat dan tidak laku di pasar. Para petani keramba tersebut mengalami kerugian akibat penumpukan ikan-ikan yang siap panen di keramba. Pada saat itu, para petani keramba banyak yang rugi dan hampir gulung tikar. “Saya pribadi sangat benci terhadap perusahaan Swiss itu. Saya adalah seorang petani keramba yang pernah diincar oleh Aquafam untuk dibunuh ketika saya membuat sebuah tulisan di harian kompas dan SIB tentang Aquafarm. Lima tahun yang lalu lah kejadiannya itu.” Sumber : Wawancara, April 2009 Kata Bapak Rajagukguk yang juga aktif menulis di harian SIB dan harian Kompas. Eskalasi konflik pada masyarakat petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara dapat diprediksi ketika dari pihak masyarakat yang terkena dampak secara langsung dari keberadaan perusahaan perikanan tersebut, yaitu petani keramba dan pedagang ikan di pasar tradisional mulai membentuk sebuah asosiasi dengan tujuan melakukan protes ke kantor PT. Aquafarm sehubungan dengan banyaknya ikan-ikan illegal dari perusahaan tersebut yang beredar di pasar lokal. Asosiasi ini sudah terbentuk kurang lebih lima tahun yang lalu. Mereka yang tergabung dalam asosiasi tersebut pada awalnya mengumpulkan tanda tangan sebanyak 50 tanda tangan dari petani keramba dan pedagang ikan di pasar tradisional. Hal ini dimaksudkan agar aksi protes atau komplain yang diajukan oleh kelompok ini kepada pihak PT. Aquafarm Nusantara segera mendapat respon dari perusahaan dengan harapan agar masalah ikan-ikan illegal tersebut segera dapat diatasi oleh pihak yang bersangkutan.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
99
Peningkatan konflik ini semakin kentara ketika pihak PT. Aquafarm Nusantara menolak untuk menjadi bapak angkat bagi para petani keramba di perairan Danau Toba. Hampir keseluruhan dari informan petani keramba mengatakan bahwa perusahaan Swiss tersebut tidak peduli dengan keberadaan para petani keramba kecil. Menurut keterangan dari beberapa informan petani keramba, sebagai sebuah perusahaan yang berskala internasional, perusahaan tersebut sama sekali tidak memberikan bantuan bagi petani keramba. Dalam pengertian, bahwa perusahaan tersebut setidaknya bersedia menjadi bapak angkat bagi para petani keramba kecil.
Disamping kedua masalah tersebut, masalah yang tidak kalah seriusnya adalah masalah isu pencemaran air Danau Toba. Isu tersebut membuat para petani keramba lokal menjadi cemas akan terjadinya penggusuran.
Pada tahun 2005 yang silam, dilakukan penertiban terhadap keramba jaring apung petani keramba di perairan Danau Toba. Pemda menetapkan daerah-daerah yang dapat dipergunakan untuk wilayah yang dapat dijadikan sebagai lokasi pembudidayaan ikan di perairan Danau Toba. Pemerintah daerah membuat zona-zona tertentu agar Danau Toba tampak rapi dan teratur.
Kebijakan tersebut menyebabkan para petani keramba harus mengungsi ke tempat yang telah ditentukan oleh pemerintah sebagai zona yang dapat dijadikan lokasi pembudidayaan ikan. Ini menyebabkan masyarakat petani keramba merasa dirugikan karena untuk membuat dan memindahkan keramba tersebut, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi urusan kepada tuan takur setempat mengenai Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
100
perijinan. Sementara untuk perusahaan perikanan PT. Aqquafarm Nusantara sama sekali tidak mengalami penertiban.
Salah satu project PT. Aquafarm yang telah ditutup dari perairan Danau Toba adalah yang terdapat di Desa Bontean, Tomok. Menurut informasi yang diperoleh dari lapangan, lokasi ini ditutup karena tuan takur memutuskan untuk tidak memberi perpanjangan waktu kepada PT. Aquafarm untuk melanjutkan kontrak karena pihak Aquafarm tidak setuju dengan tarif baru yang dikenakan oleh tuan takur.
Menurut Bang US, tuan takur menaikkan biaya yang sangat tinggi untuk lokasi yang dipergunakan oleh PT. Aquafarm. Penerapan harga sewa yang tidak sama dengan masa awal perusahaan tersebut membuka lokasi di Bontean, Tomok. Akibat dari ketidaksepakatan masalah harga sewa lokasi, maka PT. Aquafarm Nusantara memutuskan untuk menutup project yang terdapat di Bontean tersebut.
Jika dilihat secara keseluruhan, keberadaan perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara dimata seorang Dimpos Manalu, seorang Manager Eksekutif di salah satu LSM yang berada di Ajibata yaitu LSM KSPPM (Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat), beliau melihat bahwa hadirnya perusahaan asing di perairan Danau Toba menyebabkan berbagai dampak yang merugikan bagi masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya, khususnya pada masyarakat petani keramba. Seperti yang dituturkan beliau :
“Dampak yang pertama, produksi ikan berkurang karena misalnya ketika ada pesta. Kalau dulu ikan di supply oleh petani keramba, sekarang jadi Aquafarm yang mensupply ikan untuk acara pesta. Jadi produksi dan penjualan masyarakat Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
101
berkurang. Kedua, belakangan ini nelayan jadi kesulitan mencari ikan karena pakanpakan yang ditaburkan oleh Aquafarm ke kantong jaring apungnya pasti ada yang jatuh ke luar jaring. Itulah yang juga dimakan oleh ikan-ikan liar. Ibarat memancing, ikannya udah kenyang duluan! Ketiga dan yang paling penting, soal pencemaran air. Air Danau Toba jadi keruh, berbuih dan ada sejenis binatang-binatang kecil di permukaan air, itu yang membuat badan gatal-gatal kalau berenang di Danau Toba. Ya…jorok! Air Danau Toba jadi jorok!” Sumber : Wawancara, Mei 2009 Demikian tanggapan beliau yang selama tiga tahun terakhir ini ikut mandampingi masyarakat dalam upaya “pembebasan” PT. Aquafarm dari daerah perairan Danau Toba. Hal ini juga diakui oleh beberapa petani keramba lainnya bahwa dengan adanya ikan-ikan dari Aquafarm, masyarakat petani keramba merasa sangat dirugikan karena produksi ikan petani keramba berkurang. Biasanya, apabila ada pesta, petani keramba lah yang menyediakan ikan-ikan untuk pesta tersebut, namun setelah banyaknya ikan-ikan dari PT. Aquafarm, yang tentunya dijual dengan harga yang lebih murah membuat orang yang mengadakan pesta lebih memilih ikan-ikan perusahaan tersebut. Banyaknya Penadah (orang yang menampung ikan hasil curian dari PT. Aquafarm Nusantara) yang menjual ikan-ikan hasil “curian” dengan harga miring setiap hari otomatis membuat ikan hasil panen para petani keramba kehilangan pangsa pasar mereka sehingga penjualan mereka mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini sudah berlangsung selama empat tahun belakangan. Konflik antara petani keramba dengan pihak Aquafarm Nusantara terjadi karena adanya kepentingan yang sama. Menurut salah seorang informan yang bermarga Rajagukguk, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antara mereka petani keramba dengan pihak Aquafarm Nusantara. Faktor-faktor Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
102
tersebut antara lain, adalah karena ikan-ikan Aquafam beredar banyak di pasaran lokal. Seperti yang telah dijelaskan diatas, ikan-ikan tersebut dijual dengan harga yang sangat murah, yaitu berkisar antara Rp. 5000/kg s/d Rp. 10.000/kg.
Ikan-ikan dari Aquafarm ini berbobot hampir mencapai 900 gram dengan kualitas yang bagus. Dengan harga yang sangat miring ini, tentu saja konsumen memilih untuk membeli ikan Aquafam yang beredar banyak di pasar tradisional, akibatnya ikan-ikan hasil panen para petani keramba tidak laku terjual dipasaran, karena harga ikan nila dari petani keramba seharga Rp. 17.000/kilo. Meskipun para petani tersebut telah menurunkan harga ikan mereka menjadi Rp. 15.000/kg, namun harga tersebut masih tetap kalah bersaing dengan harga-harga ikan-ikan yang berasal dari PT. Aquafarm tersebut. “Bayangkan aja, kami sudah menurunkan harga ikan dengan harga jual menjadi lima belas ribu per kilonya, masih tetap ngak bisa laris di pasaran. Padahal, dengan menurunkan harga menjadi tujuh belas ribu perkilonya saja untung kami masih sangat minim, apalagi kami harus menurunkan harga itu sampai lima belas ribu rupiah per kilonya. Nga tuppur be dah! (sudah sangat rugi). Kan dah gak ada lagi untungnya kami. Apalagi ikan dengan harga lima belas ribu aja gak laku-laku. Mau tak mau kami pun harus menurunkan harga ikan sampai sepuluh ribu per kilo. Asli gak ada untungnya lagi. Dari pada ikan itu busuk di keramba, jual rugi pun gak apaapa lah” Sumber : Wawancara April 2009 Keterangan Bapak Rajagukguk ini hampir sama dengan beberapa informan petani keramba lainnya. Menurut Bang US, pelaku-pelaku pencurian ikan ini tidak lain adalah karyawan-karyawan PT. Aquafarm sendiri. Beliau mengatakan banyak diantara karyawan yang melakukan pencurian terutama mereka yang bekerja di lapangan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
103
seperti karyawan yang bertugas memberi makan ikan-ikan, karyawan yang bertugas mengangkut ikan-ikan yang siap di panen sampai pada staff-staff yang bekerja langsung di lapangan/project.
“Minimal 70% pekerja Aquafarm jadi pemilik keramba. Beberapa karyawan Aquafarm mengambil pellet untuk dibawa pulang ke rumahnya. Tiap hari itu. Dua genggam ada itu diambilnya, ditarok dikantongnya kan bisa. Sama juga dengan ikan. Banyak pekerja Aquafam yang nyuri ikan dan langsung dijual di tempat. Jadi pembeli (penadah) itu ngeleles (naik solu-solu). Empat ekor pun kau curi, dia mau beli. Empat kilo, duitnya sudah 30rb juga, apalagi kadang ikan-ikan itu lebih dari satu kilo per ekor, dan transaksi jual beli itu di tengah danau.” Sumber: Wawancara, Mei 2009. Sesuai dengan yang dikatakan oleh bang US, banyaknya ikan illegal yang beredar di pasar tradisional membuat pedagang ikan tradisional komplain dan mereka mengumpulkan tanda tangan dan membentuk sebuah asosiasi pedagang ikan yang merasa di rugikan. Pedagang ikan tradisional ini berasal dari petani keramba yang langsung memasarkan ikan-ikan hasil penen di pasar tradisional, nelayan-nelayan yang masih menggunakan solu dan jaring setiap hari serta orang-orang yang membeli ikan-ikan dari petani keramba untuk di jual di pasar tradisional. “Yang jual ikan di pasar tradisional, mereka mengajukan komplain ke perusahaan. Jadi mereka ngumpul tanda tangan. Ada 50 orang penjual ikan menandatangani surat yang menyatakan keberatan mereka akibat banyak ikan illegall di pasar tradisional dengan harga yang lebih murah, 10 rb/kg. mereka buat asosiasi untuk komplain ke perusahaan. Tujuannya agar meminimalisir ikan illegal.” Sumber : Wawancara, Mei 2009 Itulah awal terjadinya konflik yang terjadi antara masyarakat petani keramba dengan Aquafarm. Sejak ikan-ikan illegal beredar banyak di pasaran dengan harga yang sangat murah membuat para petani keramba tidak terima dan membuat beberapa
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
104
complain berupa surat yang ditandatangani oleh para petani keramba dan pedagang ikan di pasar tradisional dengan harapan supaya ikan-ikan illegal dapat diminimalisir.
4.4.3.4 Resolusi Konflik Resolusi konflik merupakan suatu terminologi ilmiah yang menekankan kebutuhan untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. Dalam hal ini, penjabaran tahapan resolusi konflik dibuat untuk beberapa tujuan, yaitu konflik harus dipandang sebagai suatu fenomena sosial. Kedua, konflik memiliki siklus hidup yang tidak berjalan linear. Siklus hidup suatu konflik yang spesifik sangat tergantung dari dinamika lingkungan konflik yang spesifik pula. Ketiga, suatu konflik sosial harus dilihat sebagai suatu fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor. Terakhir, resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif jika dikombinasikan dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan. Suatu mekanisme resolusi konflik hanya dapat diterapkan secara efektif jika dikaitkan dengan upaya komprehensif untuk mewujudkan perdamaian yang langgeng.
4.4.3.5 De-eskalasi Konflik Proses resolusi konflik dapat dimulai jika ditemukan indikasi bahwa pihakpihak yang bertikai akan menurunkan tingkat eskalasi konflik. De-eskalasi ini dapat Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
105
dilakukan dengan melakukan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara. Perkembangan terakhir yang di peroleh dari hasil wawancara dengan beberapa informan kunci, bahwa pada akhirnya ada beberapa upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak Aquafarm untuk mengatasi konflik tersebut. Perusahaan perikanan tersebut melakukan beberapa program yang mereka sebut sebagai CSR (Coorporate Social Responssibility) untuk membantu masyarakat nelayan tradisional dan petani keramba serta pada masyarakat secara keseluruhan, yaitu : 1. Pada tiap daerah yang terdapat project pembudidayaan ikan PT. Aquafarm, diberikan bantuan berupa uang untuk menggaji para pengajar honorer di lokasi Aquafarm beroperasi. Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya yang dilakukan untuk membantu pemerintah daerah. 2. Disamping pemberian gaji honorer, Aquafarm juga mempunyai program lain, yaitu per enam bulan sekali, pihaknya mengharuskan setiap karyawan, staff dan tenaga kerja di PT. Aquafarm melakukan donor darah. Dalam hal ini, Aquafarm bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia. 3. PT. Aquafarm Nusantara melakukan penaburan bibit ikan nila ke Danau Toba. Program yang dilakukan sekali dalam enam bulan tersebut dimaksudkan untuk membantu nelayan tradisional yang masih melakukan penangkapan ikan dengan cara mardoton untuk menangkap ikan yang nantinya akan dijual ke pasar tradisional.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
106
Upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan ini membuahkan hasil bagi masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya, karena masyarakat dapat merasakan manfaat dari program-program tersebut secara langsung. Namun, hal ini tidak berpengaruh terhadap para petani keramba, karena menurut beberapa informan dari petani keramba, mereka tidak merasakan manfaat langsung dari program-program yang dilakukan oleh perusahaan tersebut karena program yang dilakukan tidak dapat dinikmati oleh semua warga terutama mereka para petani keramba kecil. Adapun bantuan yang para petani keramba harapkan adalah kesediaan perusahaan tersebut menjadi bapak angkat bagi mereka petani keramba kecil, namun, hal itu tidak pernah tercapai sebab Aquafarm tidak bersedia menjadi bapak angkat bagi petani keramba setempat.
Ketidaksetujuan PT. Aquafarm Nusantara menjadi bapak angkat bagi petani keramba dapat diterima oleh Bapak Rajagukguk, salah seorang informan dari petani keramba. Namun, menurut beliau, PT. Aquafarm jangan sampai merugikan petani keramba lagi karena banyaknya ikan-ikan illegal dari perusahaan tersebut di pasar lokal. Hal ini membuat hasil panen para petani keramba tidak dapat dipasarkan dengan baik. Hasil panen yang menumpuk akibat kalah bersaing dengan ikan-ikan illegal dari perusahaan Swiss tersebut membuat para petani keramba mengalami kerugian yang sangat besar, sebab jumlah ikan illegal yang beredar di pasar lokal sangat banyak.
Untuk itu, sesuai dengan yang dikatakan oleh bang US, ada beberapa upayaupaya yang telah dilakukan oleh PT. Aquafarm untuk mengatasi kejadian tersebut. Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
107
Upaya-upaya tersebut adalah dengan membuat penjagaan 24 jam sehari disetiap titik/unit keramba milik PT. Aquafarm. Pihak Aquafarm bekerja sama dengan Brimob. Di tiap unit, ditempatkan tiga orang Brimob yang bertugas mengawasi semua pekerja Aquafarm.
“Kita sudah bekerjasama dengan aparat Polri dan kita diperbantukan oleh tiga Brimob selama 24 jam per hari, jadi kita memfasilitasi minyak untuk meronda. Kalau hanya mengandalkan satpam saja tidak bisa. Karena pencurian itu terjadi di tengah danau. Itu sebabnya Brimob menggunakan speedboard untuk meronda. Setiap hari itu. Sumber : Wawancara, Mei 2009 Selain itu, upaya yang dilakukan oleh Aquafarm untuk menangani konflik dalam masyarakat juga adalah dengan melakukan razia tiba-tiba di pasar tradisional dan menangkap para penadah ikan-ikan. Pihaknya juga mengusut tuntas para penadah sampai akhirnya menemukan para “pencuri” ikan-ikan perusahaan. Apabila para pencuri ikan tersebut ketahuan telah melakukan pencurian ikan-ikan di perusahaan, maka pihaknya tidak segan-segan untuk menjebloskan pelaku pencurian tersebut ke penjara. Itulah beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Aquafarm dalam menangani aksi protes dari pedagang ikan dan beberapa petani keramba dan sampai saat ini upaya-upaya tersebut menurut bang US masih tetap dilakukan, terlebih tiga tahun belakangan ini kejadian-kejadian serupa sering terjadi. Namun, tidak sampai disitu saja, dalam menyelesaikan konflik tersebut, menurut Bang US, pihak Aquafarm menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan. Jadi, pihaknya memanggil para Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
108
pedagang ikan yang juga merupakan petani keramba tersebut dan membicarakan bagaimana cara penyelesaiannya.
“Secara kekeluargaan. Dipanggillah masyarakat yang komplain dan gimana cara penyelesaian yang mereka (petani keramba) inginkan, dan Yang penting sudah kami upayakan menangkap dan memenjarakan pelakunya. Kalau ikan-ikan itu masih tetap banyak beredar di pasaran, itu sudah diluar kemampuan kami. entah gimanalah cara pencurinya bisa lolos dari penjagaan yang sudah dibuat perusahaan. Selain itu, untuk membantu nelayan, kami juga sudah membuat satu program seperti yang sudah saya katakan tadi, yaitu penanaman bibit ikan untuk menambah pendapatan nelayan, bukan untuk populasi ikan.” Sumber : Wawancara, Mei 2009 Jelas bang US, supervisor Aquafarm menanggapi persoalan ikan-ikan illegal yang menyebabkan masyarakat petani keramba dan pedagang ikan di pasar tradisional merasa dirugikan. Inilah yang merupakan awal terjadinya konflik pada masyarakat petani keramba dengan pihak PT. Aquafarm Nusantara. Disamping masalah ikan-ikan illegal yang sedang merebak menjadi sebuah persoalan yang menyebabkan ada isu-isu PT. Aquafarm dan keramba akan ditutup, faktor lain juga menyebabkan konflik antara kedua belah pihak semakin terbuka. Dimana ketika melakukan wawancara langsung ke masyarakat petani keramba, tidak sedikit dari mereka yang mengeluhkan masalah pencemaran air Danau Toba menjadi satu faktor yang mengancam usaha keramba mereka. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Frans: “Karena limbah Aquafarm, jadi kami pun para petani keramba disini terancam juga. Tercemarnya air Danau Toba membuat petani keramba pun terbawa-bawa. Padahal, limbah Aquafarmnya yang membuat Danau Toba jadi tercemar akibat dari pellet-pellet mereka tiap hari.” Sumber : Wawancara, April 2009 Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
109
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Rajagukguk: “Gara-gara Aquafarm, kami pun terikut-ikut. Pencemaran Danau Toba itu menjadi satu ancaman juga bagi kami petani keramba. Kau bayangkanlah betapa banyaknya sisa-sisa pellet Aquafarm di air, dalam sehari Aquafarm menghabiskan pellet sampai 80 ton/hari, ditambah lagi dengan limbah dari kapal-kapal pengangkutan Aquafarm membuat air Danau Toba tercemar. Makanya, keberdaan keramba milik masyarakat pun di kait-kaitkan dengan persoalan air Danau Toba yang tercemar. Padahal kalau difikir-fikir sisa-sisa pakan ikan masyarakat tak seberapa. Dulu pun sebelum ada Aquafarm, masyarakat sini sudah membuka kerambanya. Ngak ada air Danau Toba tercemar. Aman-aman ajanya kami membuka keramba, karena memang sisa-sasa pakan pellet kami tidak banyak dan kami bukan cuma menggunakan pellet, kami juga menggunakan jagung untuk pakan ikan nila, terutama untuk ikan mujahir dan ikan mas. Kalau Aquafarm kan tidak. Mereka hanya menggunakan pellet dengan jenis tertentu yang kandungan kimianya tinggi. Sumber : Wawancara, April 2009 Kata Bapak Rajagukguk. Beliau juga mengatakan ketidaksenangannya terhadap perusahaan tersebut karena disamping merebut pangsa pasar petani keramba, Aquafarm juga tidak bersedia membantu petani keramba dengan cara menjadi bapak angkat bagi petani keramba. Adapun keuntungan yang diperoleh petani keramba apabila perusahaan tersebut bersedia menjadi bapak angkat petani keramba adalah, petani keramba dapat terbantu dalam hal pakan ikan. Dengan cara, Aquafarm memberikan pakan ikan yang berkualitas untuk para petani keramba. Petani keramba baru akan membayar pakan berupa pellet ikan itu kepada Aquafarm setelah mereka panen ikan, dan harapan yang ke dua apabila Aquafarm menjadi bapak angkat mereka adalah hasil panen ikan Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
110
petani keramba dipasarkan oleh Aquafarm. Jadi Aquafarm membantu memasarkan panen ikan petani sehingga hasil panen masyarakat petani keramba dapat terjual dengan maksimal dan dengan harga yang lumayan tinggi. Inilah bentuk bantuan yang diinginkan oleh para petani keramba tersebut. Namun, harapan petani keramba ini tidak terpenuhi karena menurut Pak Sinaga, yang adalah seorang mantan koordinator keamanan di PT. Aquafarm Nusantara tersebut mengatakan bahwa para petani keramba ini tidak mampu memenuhi syarat/peraturan yang telah ditentukan oleh Aquafarm. Adapun peraturan Aquafarm adalah berat ikan minimal 800gr/ekor. Sementara ikan-ikan petani keramba tidak dapat mencapai berat ikan yang ditargetkan. “Ikan-ikan yang akan di ekspor oleh Aquafarm keluar kan harus satu kiloan per ekor. Minimal 800gr/ekor lah. sementara ikan petani keramba gak nyampe segitu, bahkan sampai empat atau tiga ekor satu kilo, ya gimana Aquafarm bisa memasarkan ikan-ikan mereka ke pasar internasional.” Sumber : Wawancara, April 2009
Jelas Bapak Sinaga. Kemudian peraturan kedua adalah ikan harus bersih. Termasuk areal dan keramba pembudidayaan ikan nila tersebut harus bersih. Masih menurut Bapak Sinaga, salah satu yang menjadi sebab mengapa Aquafarm tidak bersedia menjadi bapak angkat para petani keramba karena petani keramba jorok. “Lihatlah keramba-keramba itu, banyak sekali eceng gondok dan plastikplastik di permukaan air. Mereka gak mau membersihkan areal tempat keramba mereka masing-masing. Apa susahnya mengambil eceng gondok itu dan membuangnya setiap selesai kasi makan ikan. Kalau tiap kali habis kasi makan ikan kita cabuti eceng gondok itu, kan lama-lama eceng condok itupun habis dan air jadi bersih. Kau lihatlah keramba ku itu, bersihkan?! Tiap hari aku bersihkan itu. Jadi habis ku kasi makan ikan, aku cabuti eceng gondoknya. Ku kumpulkan sampai kering. Beda kan sama keramba-keramba lainnya itu. Jadi gitu!” Sumber : Wawancara, April 2009 Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
111
Kata Bapak Sinaga sambil menunjuk beberapa keramba petani keramba lainnya yang berada tidak jauh dari keramba miliknya. Disamping itu, peraturan Aquafarm adalah pakan ikan ditetapkan/ditentukan oleh mereka harus bersih, termasuk ikan-ikan hasil panen petani keramba, juga harus bersih. Sesuai standar ikan PT. Aquafarm. “Itulah sebabnya Aquafarm nggak mau jadi bapak angkat bagi petani keramba. Petani keramba ini jorok-jorok! Masa untuk membersihkan eceng-eceng gondok itupun mereka nggak bisa. Padahalkan, kalo itu bersih kita pun enak melihatnya. Gak nampak jorok dan tampak tidak terurus. Padahal, Aquafarm itu bersih sekali. Ikan-ikan itu, sebelum diolah dibersihkan dulu. Jadi, ikan-ikan yang siap di ekspor itu benar-benar bersih dan steril dari kuman dan kutu-kutu ikan yang menempel di sisik ikan.” Sumber : Wawancara, April 2009
Demikian penuturan beliau menanggapi mengapa Aquafarm tidak bersedia menjadi bapak angkat bagi petani keramba seperti yang petani keramba harapkan sebagai bantuan Aquafarm untuk mensejahterakan masyarakat. Terkait mengenai bapak angkat, seperti yang dikatakan oleh Iwan : “Manalah mungkin Aquafarm mau jadi bapak angkat petani keramba. Kalau yang namanya bapak angkat itu kan pasti mengajari anak angkatnya. Seorang bapak harus dan berkewajiban membantu dan mengajari anaknya. Itulah logikanya. Jadi, Aquafarm adalah pure pengusaha. Kalau pengusaha mana mau mengajari, takut ada saingan. Sedikitpun gadak itu bantu, kalau bisa pun di matikan! Boro-boro bantu. Makanya Aquafarm menerapkan peraturan begitu. Manalah mungkin petani keramba bisa memelihara ikan-ikan nila mereka sampai satu kilo per ekor, sudah berapa biaya untuk itu, sedangkan untuk tiga ekor sekilopun petani keramba sudah kewalahan dalam hal pellet. Karena tau nya Aquafarm bahwa petani keramba gak akan mampu buat ikan sampai satu kilo satu ekor. Lagian mana ada untung Aquafarm kalau memasok ikan hasil panen petani keramba. Yang ada mereka rugi karena hasil panen mereka pun banyak. Sumber : Wawancara, Mei 2009
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
112
Begitu penuturan beliau yang melihat aturan yang dibuat Aquafarm sebagai syarat untuk jadi bapak angkat bagi petani keramba tidak mungkin dapat dipenuhi oleh para petani ikan kecil itu. Menurutnya, semua peraturan tersebut sengaja dibuat karena Aquafarm sudah menganggap kalau petani keramba tidak mungkin dapat memenuhi persyaratan tersebut, memanen ikan-ikan nila dengan berat mencapai 1000gr/ekor. “Kalau betul Aquafarm mau bantu, dibikinlah bantuan yang semua masyarakat benar-benar bisa menikmatinya. Kalaupun kami gak di bantu, ya di perhatikanlah ikan-ikannya. Jangan menggangu pasar kami lah. dan syaratnya yang masuk akal!” Sumber : Wawancara, April 2009 Tutur Bapak Rajagukguk, yang juga melihat PT. Aquafarm dengan segala peraturan untuk jadi bapak angkat bagi petani keramba tidak masuk akal dan sangat tidak membantu petani kecil. “Kalau kami mampu memanen ikan-ikan kami sampai satu kilo per ekor, ngapain minta bantuan Aquafarm untuk membantu memasarkan hasil panen kami. Sumber : Wawancara, April 2009 Jelas Bapak Rajagukguk dengan kekecewaan yang tampak jelas di raut wajahnya.
4.4.3.6 Pihak-pihak yang terlibat Dalam konflik yang terjadi antara petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara ini terdapat campur tangan dari pemerintah setempat. Masyarakat petani keramba yakin bahwa antara pemerintah dan PT. Aquafarm Nusantara terjalin kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Seperti yang diutarakan Bapak Frans Bakkara, seorang informan dari petani keramba yang mengatakan bahwa
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
113
“Perusahaan itu terlalu dilindungi oleh pemerintah. Pemerintah gak menyentuh perusahaan Swiss itu. Gimana mau menyentuh perusahaan itu kalau setiap pejabat diberi kemudahan dan fasilitas oleh Aquafarm” Sumber : Wawancara April 2009 Intervensi pemerintah dalam hal ini tidak ada, tetapi pihak dari petani keramba mengatakan bahwa pemerintah terlalu membela PT. Aquafam Nusantara dari pada para petani keramba. Dari seluruh pemaparan yang terlihat bahwa bagaimana konflik yang terjadi antara masyarakat petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Karl Marx, bahwa negara senantiasa menjadi alat bagi pemilik modal/perusahaan untuk mempertahankan kepentingannya. Dari pengamatan penelitian, diperoleh kenyataan bahwa efektifitas dari asosiasi yang dibentuk oleh masyarakat pedagang ikan di pasar tradisional dan petani keramba tidak mampu menyelesaikan masalah ikan illegal yang masih beredar banyak di pasar tradisional dan pasar lokal dan inilah yang menyebabkan kerugian pada masyarakat pedagang ikan tradisional maupun petani keramba. Dalam hal ini yang paling memiliki wewenang dalam pemecahan konflik adalah instansi pemerintah.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
114
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Danau Toba adalah sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat yang tinggal di perairan Danau Toba, terutama masyarakat Ajibata. Wadah ini digunakan oleh sebagian besar masyarakat setempat untuk membuka usaha keramba jaring apung yang menghasilkan jenis ikan air tawar seperti ikan nila (jenis ikan utama), ikan mujahir dan ikan mas.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis melihat bahwa salah satu penyebab timbulnya konflik antara masyarakat petani keramba dengan perusahaan perikanan terbesar di Indonesia, PT. Aquafarm Nusantara adalah adanya persamaan kepentingan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lain. Akibatnya, masing-masing kelompok akan memperjuangkan kepentingannya terhadap sumber daya alam dan akses pasar yang sebenarnya berbeda, namun dalam hal ini terjadi kesalahan dan pengambilan pangsa pasar yang menyebabkan konflik terjadi.
Dalam hal ini, ditemukan tiga faktor utama yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara, yaitu:
1. Banyaknya ikan-ikan illegal yang beredar di pasar lokal maupun tradisional yang menyebabkan kerugian pada petani keramba. Akibatnya
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
115
115
hasil panen ikan petani keramba tidak mampu bersaing di pasar lokal dan tradisional karena harga ikan dari petani keramba lebih mahal jika dibandingkan dengan ikan illegal yang berasal dari PT. Aquafarm Nusantara. Selain murah yaitu dibawah Rp. 10.000/kg, ikan-ikan illegal tersebut lebih berkualitas dan beratnya hampir 800gr/ekor. Sementara ikan-ikan dari petani keramba biasanya dijual seharga Rp. 17.000/kg dengan ukuran ikan yang lebih kecil yaitu antara tiga sampai empat ekor per kilogramnya akhirnya tidak laku sehingga petani keramba merasa dirugikan karena ikan hasil panen mereka menumpuk dan tidak laku dipasaran. 2.
Karena PT. Aquafarm Nusantara tidak bersedia menjadi bapak angkat bagi para petani keramba.
3. Limbah/sisa pakan berupa pellet Aquafarm yang diisukan sebagai salah satu sumber utama penyebab tercemarnya air Danau Toba membuat petani keramba juga disudutkan. Sehingga, dalam membuka usaha keramba, oleh pemerintah diberlakukan zona-zona tertentu untuk lokasi perikanan keramba jaring apung. Jadi masyarakat petani keramba tidak dapat sembarangan lagi membuka keramba di perairan Danau Toba.
Menurut hasil wawancara dengan para informan di lapangan, konflik ini berawal dari banyaknya ikan-ikan illegal yang beredar di pasar lokal dan tradisional yang menyebabkan kerugian pada masyarakat petani keramba akibat pangsa pasar mereka yang direbut oleh Aquafarm, meskipun memang telah dilakukan upaya-upaya Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
116
agar dapat meminimalisir ikan-ikan illegal yang menjadi faktor pemicu konflik tersebut, namun tampaknya usaha tersebut belum menuai hasil yang maksimal karena masalah ikan illegal tersebut hingga kini masih menjadi satu masalah yang menyebabkan konflik laten antara kedua pihak yang bersangkutan. Masalah pencemaran air Danau Toba yang hingga kini juga menyebabkan konflik bukan saja hanya antara masyarakat petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara, tetapi juga dengan masyarakat pariwisata dan masyarakat Ajibata, Parapat dan sekitarnya pada umumnya membuat keberadaan keramba-keramba milik masyarakat menjadi terancam sehingga hampir semua masyarakat petani keramba menyayangkan ketidakpedulian terlebih ketika PT. Aquafarm Nusantara pada akhirnya menolak untuk menjadi bapak angkat bagi para petani keramba tersebut.
5.2
Saran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melihat situasi yang terjadi dalam masyarakat petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara yaitu kedua belah pihak harus mampu:
1. Bersaing sehat. Artinya, baik masyarakat petani keramba dan PT. Aquafarm Nusantara dalam menjalankan usaha yang sama-sama bergerak dibidang perikanan air tawar tidak saling menjatuhkan karena pada dasarnya, pangsa pasar kedua pihak tersebut berbeda, petani keramba memasarkan hasil penen ikan-ikan mereka di pasar lokal termasuk pasar Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
117
tradisional, sementara pangsa pasar PT. Aquafarm Nusantara adalah ke luar negeri. Jadi, diharapkan kepada PT. Aquafarm untuk memperbaiki dan mengklarifikasi masalah tersebut dengan masyarakat petani keramba yang merasa dirugikan akibat pangsa pasar mereka direbut oleh PT. Aquafarm, baik itu sengaja maupun tidak disengaja. 2. Dibutuhkan campur tangan dan ketegasan dari pihak pemerintah dalam melihat masalah tersebut sehingga masalah yang saat ini sedang terjadi antara kedua pihak dapat segera teratasi dan kedua pihak menemukan solusi yang sama-sama menguntungkan (win-win solution). 3. Masyarakat membutuhkan bantuan berupa keringanan pakan ikan dan mereka mengharapkan PT. Aquafarm Nusantara dapat menjadi bapak angkat agar mereka para petani keramba dapat dibantu dalam hal pakan ikan dan pemasaran hasil-hasil panen mereka. Untuk itu, PT. Aquafarm Nusantara sebagai salah satu perusahaan besar yang beroperasi di perairan Danau Toba dapat membantu petani dalam hal pemasaran ikan, paling tidak, PT. Aquafarm Nusantara mampu menertibkan kembali semua hasil panen mereka agar jangan sampai ikan-ikan tersebut beredar di pasar lokal termasuk di pasar tradisional.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
118
DAFTAR PUSTAKA
Berry, David. 1983. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. (Disunting dan Diantar oleh
Paulus Wirutomo). Jakarta: CV. Rajawali.
Damsar. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Haris, Peter dan Reilly, Ben. 2000. Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan Negosiator. Jakarta: International IDEA, 2000).
Hikam, Muhammad, A.S. 1990. Perlawanan sosial; Telaah Teoritis dan Beberapa Studi Kasus. Jakarta: LP3ES.
Horton, Paul B, dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi, Jilid 1 Edisi Keenam, (Alih Bahasa: Aminuddin Ram, Tita Sobari). Jakarta: Penerbit Erlangga. Korten David C. 1985. Pembangunan Berpusat pada Rakyat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKiS.
Mansour fakih. 2002. Memecah ketakutan menjadi kekuatan (Kisah-Kisah Advokasi di Indonesia). Yogjakarta: Insist press.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
119
Pratikno, dkk. 2004. Mengelola dan Sumber Daya Daerah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Poloma, Margareth. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press.
Reily, Ben. 2000. Katup-Katup Demokratis Bagi Pengelolaan Konflik. Jakarta: International IDEA.
Ritzer, Geoge, dan Douglas J Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.
Simon Fisher. 2001. Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak. Jakarta: The British Council.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Weiner, Myron. 1981. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
120
Situs Internet:.
http://hariansib.com/2007/05/15/danau-toba-tercemar-ribuan-ikan-mati-mendadak/
(Diakses tanggal 15 Januari 2009, pkl 14.35 WIB)
http://bersamatoba.com/tobasa/berita/desa-huta-ginjang-lontung-marah-besar-tutuppt-aquafarm-nusantara.html
(Diakses tanggal 15 Januari 2009, pkl 15.10 WIB)
http://halilintarblog.blogspot.com/2008/12/potensi-konflik-penduduk-asli-port.html
(Diakses tanggal 18 Januari 2009, pkl 20.00 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik (Diakses tanggal 20 januari 2009, pkl 20.00 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik (Diakses tanggal 20 Januari 2009, pkl 19.00 WIB)
http://agussetiaman.wordpress.com/2008/11/25/perspektif-sosiologi/ (Diakses tanggal 20 Januari 2009, pkl 19.21 WIB)
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
121
http://id.wikipedia.org/wiki/Parapat (Diakses tanggal 20 Januari 2009, pkl 19.30 WIB)
http://nordin-journal.blogspot.com/2006/05/pengelolaan-asset-alam-dan-konflik.html (Diakses tanggal 27 Februari 2009, pkl 19.17)
(http://www.fkkm.org/artikel/index.php?action=detail&page=38
(Diakses tanggal 27 februari 2009, pkl 19.21)
Skripsi Mariady H.S. 2001. Konflik Tanah Setelah Proyek Pembangunan PLTA Lae Renun (Studi Deskriptif Konflik Tanah Pihak Marga Tanoh “Matanari” dengan Penerima Ganti Rugi Tanah di Desa Pegagan Julu IV). Medan
Sumber lain: Perangkat Pembangun Perdamaian
(Contoh-Contoh Kerja Dari Para Aktivis
Perdamaian di Indonesia). 2003. Dok LSM KPS
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
122
INTERVIEW GUIDE PENELITIAN SKRIPSI
Nama Peneliti Nim Judul Penelitian
: Natalina S. Nadeak : 050901026 : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi kasus pada masyarakat petani keramba dengan PT. Aquafam Nusantara di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Tobasa) : Drs.Muba Simanihuruk, M.Si : 132059106
Pembimbing NIP
DRAFT WAWANCARA UNTUK INFORMAN KUNCI DARI MASYARAKAT PETANI KERAMBA
I.
Profil Informan 1. Nama
:
2. Jenis kelamin
:
3. Usia
:
4. Agama
:
5. Daerah Asal
:
6. Suku bangsa
:
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
123
II.
7. Status
:
8. Tingkat pendidikan
:
9. Pekerjaan
:
10. Alamat
:
Kondisi Masyarakat sebelum PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di Ajibata 1. Sudah berapa lamakah saudara tinggal di Ajibata ini? 2. Sejak kapankah masyarakat setempat mulai membuka usaha keramba di sekitar perairan Danau Toba? Sebutkan! 3. Apakah
keberadaan
Danau
Toba
sangat
berperan
terhadap
perekonomian masyarakat setempat? Jika iya, mengapa? Jelaskan! 4. Apakah Danau Toba memberi sumbangsih terhadap perekonomian saudara? Jika iya, seperti apa contohnya? 5. Bagaimana sistem pemilikan lahan yang digunakan masyarakat setempat untuk membuka perikanan/keramba di Danau Toba? 6. Apakah harus ada izin membuka keramba dari Pemerintah setempat? 7. Bagaimanakah pembudidayaan
sistem perikanan
perizinan
dalam
masyarakat
membuka
setempat
sebelum
usaha PT.
Aquafarm Nusantara beroperasi di perairan Danau Toba? Jelaskan!. 8. Bagaimanakah sistem perikanan yang dikelola oleh masyarakat setempat. Jelaskan!
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
124
9. Bagaimana kondisi masyarakat sebelum PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di daerah ini? 10. Kemanakah pangsa pasar dari hasil panen saudara dan petani keramba lainnya disalurkan? Sebutkan! 11. Apakah pada saat itu para petani keramba sudah menggunakan tenaga kerja upahan? Jika iya, bagaimana sistem pengupahannya? 12. Sejak kapan petani keramba mengenal sistem pengupahan tenaga kerja. Sebutkan! 13. Apa jenis makanan yang digunakan sebagai pakan untuk ikan-ikan tersebut? Sebutkan! 14. Bagaimana
bentuk
peran
Pemerintah
setempat
dalam
hal
pembudidayaan ikan di Kecamatan Ajibata ini ini? 15. Adakah pajak yang dikenakan oleh Pemda setempat kepada petani keramba? Jika ada, bagaimana sistem pajak yang diberlakukan kepada petani keramba!
III.
Kondisi Masyarakat setelah PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di Ajibata 1. Bagaimana respon masyarakat ketika perusahaan ini berdiri pertama sekali pada awal januari 1998? Apakah masyarakat bersikap menerima atau menolak? Jelaskan! 2. Bagaimana situasi masyarakat ketika perusahaan ini mulai berdiri di Ajibata? Jelaskan!
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
125
3. Apakah waktu perusahaan ini berdiri ada kontra dari masyarakat? 4. Bagaimana pendapat saudara tentang PT. Aquafarm Nusantara? Jelaskan! 5. Bagaimana sistem pembudidayaan ikan saudara setelah PT. Aquafarm Nusantara beroperasi di Ajibata? 6. Saat ini, bagaimana sistem pemasaran hasil keramba saudara dan petani keramba lainnya? Jelaskan! 7. Kemanakah semua hasil-hasil panen ikan saudara dipasarkan? Sebutkan! 8. Bagaimana kondisi perekonomian masyarakat setelah beroperasinya perusahaan perikanan ini? Jelaskan! 9. Adakah hal-hal yang berubah setelah Aquafarm beroperasi di perairan Dabau Toba? Jelaskan! 10. Jika dilihat dari fungsinya, apakah dengan keberadaan PT. Aquafarm Nusantara
ini
perekonomian
masyarakat
setempat
mengalami
perubahan? Kalau iya, perubahan seperti apa? 11. Menurut saudara, bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat semenjak PT. Aquafarm resmi beroperasi di daerah ini? 12. Bagaimana dengan arus masuk masyarakat ke desa saudara sejak berdirinya perusahaan perikanan tersebut? Jelaskan! 13. Adakah semacam aturan main yang diberlakukan oleh Pemerintah dalam sistem pembudidayaan ikan di perairan Danau Toba? Jika ada, seperti apa bentuk aturan tersebut! Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
126
14. Apakah peraturan tentang pembudidayaan ikan di kawasan Danau Toba sama, baik terhadap petani keramba maupun PT. Aquafam Nusantara? 15. Bagaimana pendapat anda tentang peraturan tersebut? Apakah peraturan tersebut mempunyai dampak yang merugikan masyarakat sebagai petani keramba? 16. Pernahkah terjadi masalah/salah paham antara masyarakat petani keramba dengan pihak Aquafarm Nusantara? Jika iya, hal apakah yang menjadi sumber pemicu timbulnya masalah tersebut? 17. Seperti apakah bentuk konflik yang terjadi diantara masyarakat petani keramba dengan pihak Aquafarm? 18. Sejak kapankah mulai tampak adanya konflik/permasalahan antara PT. Aquafarm Nusantara dengan petani keramba? Jelaskan! 19. Mengapa konflik tersebut bisa sampai terjadi? Tolong saudara jelaskan! 20. Apakah ada pungutan pajak yang dikenakan kepada para petani keramba sebelum PT. Aquafarm berdiri? Jika tidak, bagaimana dengan sekarang, setelah PT. Aquafarm Nusantara mulai beroperasi di wilayah Danau Toba? Jelaskan!
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
127
DRAFT WAWANCARA UNTUK INFORMAN KUNCI DARI PT. AQUAFARM NUSANTARA
I.
II.
Profil Informan 1. Nama
:
2. Jenis kelamin
:
3. Umur
:
4. Agama
:
5. Daerah asal
:
6. Suku bangsa
:
7. Tingkat pendidikan
:
8. Pekerjaan
:
9. Status
:
10. Alamat
:
Data Dasar 1. Sudah berapa lamakah saudara tinggal di Ajibata ni? Sebutkan! 2. Sudah berapa lamakah saudara bekerja di PT. Aquafarm Nusantara ini? Sebutkan! 3. Apa yang menjadi alasan yang mendorong saudara untuk memilih bekerja di perusahaan ini. Sebutkan! 4. Bagaimana dengan sistem penggajian di perusahaan tersebut? Sebutkan!
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
128
5. Apakah gaji/pendapatan yang saudara peroleh dari perusahaan ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saudara? Sebutkan! 6. (Jika kurang) Bagaimana cara/upaya yang saudara lakukan untuk menambah penghasilan saudara. Jelaskan! 7. Selain bekerja di PT. Aquafarm, apakah saudara mempunyai pekerjaan/kegiatan lain? Bila ya, sebutkan!
III.
Data Produksi 1. Apa saja jenis ikan yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung di perusahaan ini? Sebutkan! 2. Selain pellet, apa alternatif lain yang digunakan sebagai pakan ikan? Sebutkan! 3. Berapa ton jumlah ikan yang dipanen dalam sebulan? 4. Kemanakah pangsa pasar ikan yang sudah di panen tersebut? 5. Apakah perusahaan perikanan ini memasarkan hasil panennya di dalam Negeri (Lokal/Indonesia) juga? Jika iya, kemana sajakah hasil panen tersebut dipasarkan?
IV.
Sejarah konflik antara Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara 1. Sepengetahuan saudara, bagaimana dengan surat izin dari Pemda setempat dalam pengelolaan perusahaan perikanan Aquafarm ini! Tolong saudara jelaskan!
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
129
2. Menurut
saudara,
bagaimana
tanggapan
masyarakat
terhadap
berdirinya perusahaan tempat anda bekerja sekarang? Jelaskan! 3. Menurut saudara sendiri, bagaimana hubungan antara karyawan perusahaan ini dengan masyarakat petani keramba? Jelaskan! 4. Pernahkah saudara merasa tidak suka dengan sikap/tindakan masyarakat setempat terhadap pihak PT. Aquafarm Nusantara ini? Jika iya, mengapa? 5. Pernahkah ada komplain dari mayarakat yang menyebabkan terjadi bentrokan antara masyarakat petani keramba dengan pihak Aquafarm? 6. Selain masyarakat petani keramba, adakah pihak lain juga terlibat dalam konflik tersebut? 7. Jika ada, siapa-siapa sajakah yang terlibat dalam konflik tersebut? 8. Sejak kapankah mulai tampak adanya konflik dalam mayarakat petani keramba dengan pihak Aquafarm? 9. Kapankah juga konflik tersebut terjadi/nampak jelas antara petani keramba dengan perusahaan ini? 10. Seperti apakah bentuk konflik yang terjadi tersebut? 11. Apakah hal-hal yang sangat mendasari terjadinya konflik tersebut. Jelaskan! 12. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam perusahaan ini dalam menghadapi konflik tersebut? 13. Apa upaya yang dilakukan oleh pihak Aquafarm jika konflik kembali terjadi antara dua pihak tersebut? Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
130
14. Bagaimana bentuk campur tangan Pemerintah setempat dalam mengatasi masalah tersebut? 15. Menurut saudara, bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat setempat dengan beroperasinya perusahaan ini di desa saudara! Jelaskan!
DRAFT WAWANCARA UNTUK INFORMAN BIASA
I. Profil Informan 1. Nama
:
2. Jenis kelamin
:
3. Umur
:
4. Agama
:
5. Daerah asal
:
6. Suku bangsa
:
7. Tingkat pendidikan
:
8. Pekerjaan
:
9. Status
:
10. Alamat
:
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
131
II. Pengetahuan informan tentang sejarah konflik yang terjadi antara petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata. 1. Sudah berapa lamakah saudara tinggal di Ajibata? 2. Bagaimana pendapat saudara tentang PT. Aquafarm Nusantara? Jelaskan! 3. Menurut saudara, bagaimana kondisi perekonomian masyarakat di Kecamatan Ajibata ini sebelum PT. Aquafarm beroperasi di perairan Danau Toba? Jelaskan! 4. Sepengetahuan saudara, bagaimana sistem perekonomian pasca Aquafarm beroperasi di perairan Danau Toba. Jelaskan! 5. Adakah yang berubah setelah Aquafarm beroperasi di perairan Danau Toba, khususnya di daerah Ajibata ini? 6. Jika ada, perubahan seperti apakah yang terjadi? Jelaskan! 7. Adakah dampak dari beroperasinya perusahaan perikanan ini bagi masyarakat setempat? Jelaskan! 8. Menurut saudara, bagaimana dampak dari beroperasinya PT. Aquafarm Nusantara terhadap produksi dan pendapatan petani keramba? Jelaskan! 9. Dari pengamatan saudara, bagaimana bentuk konflik yang terjadi antara petani keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara? Jelaskan! 10. Adakah dampak dari konflik tersebut mempengaruhi juga terhadap masyarakat lain di luar masyarakat petani keramba? Jelaskan!
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
132
11. Sejak kapankah konflik yang terjadi antara kedua pihak mulai terlihat? Sebutkan! 12. Menurut saudara, apakah hal yang paling mendasari konflik tersebut terjadi? Jelaskan! 13. Bagaimana pendapat saudara tentang keberadaan Aquafarm tersebut di perairan Danau Toba.
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
133
Gambar 1 Project Perusahaan perikanan PT. Aquafarm Nusantara yang terdapat di perairan Danau Toba
Sumber : Dokumentasi LSM KSPPM, April 2009
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
134
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
135
Gambar 2 Kapal pengangkutan pakan ikan PT. Aquafarm Nusantara yang melintas di perairan Danau Toba
Sumber : Dokumentasi LSM KSPPM, April 2009
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
136
Gambar 3 Keramba Jaring Apung milik masyarakat petani keramba
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
137
Gambar 4 Kapal (Solu) pengangkutan hasil dan pakan ikan masyarakat petani keramba
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
138
Gambar 5 Wawancara dengan salah seorang pekerja PT. Aquafarm Nusantara
Sumber : Hasil Dokumentasi, April 2009
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.
139
Gambar 6 Wawancara dengan salah seorang masyarakat petani keramba
Sumber : Hasil Dokumentasi, April 2009
Natalina S. Nadeak : Konflik Antara Petani Keramba Dengan PT. Aquafarm Nusantara (Studi Kasus: Pada Petani Keramba dengan PT. Aquafarm Nusantara di Ajibata, Kabupaten Tobasa), 2010.