NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN RELIGIUSITAS DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM KEGIATAN KEROHANIAN ISLAM (ROHIS)
Oleh: ANITA RAHMAWATI YULIANTI DWI ASTUTI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN RELIGIUSITAS DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM KEGIATAN KEROHANIAN ISLAM (ROHIS)
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________
Dosen Pembimbing Utama
(Yulianti Dwi Astuti S.Psi., M.Soc., Sc)
PERBEDAAN RELIGIUSITAS DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM KEGIATAN KEROHANIAN ISLAM (ROHIS) Anita Rahmawati Yulianti Dwi Astuti
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan religiusitas dimensi sikap dan perilaku religius serta dimensi pengetahuan agama ditinjau dari keikutsertaan dalam kegiatan kerohanian Islam (Rohis). Subyek penelitian: Siswa SMAN 8 Yogyakarta, kelas XI dan XII, beragama Islam, mengikuti kegiatan Kerohanian Islam. Angket ini diberikan secara random kepada siswa kelas XI dan XII sebanyak 100. Skala yang digunakan adalah skala religiusitas yang dimodifikasi oleh penulis dengan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti (1997) dengan yang mengacu pada angket Turmudhi (1991) berdasarkan teori yang dikemukakan Glock dan Stark. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan SPSS for windows Version 15.00. Chi Square test dimensi sikap dan perilaku agama menunjukkan hasil sebesar =1.996 dan signifikansi = 0,369 (ρ > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan Religiusitas dimensi sikap dan perilaku agama antara siswa yang menjadi anggota Rohis dan yang bukan anggota Rohis, sehingga hipotesis tidak diterima. Hipotesis kedua didapat hasil Chi Square sebesar = 2.727 dan signifikansi = 0,604 (ρ > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan Religiusitas dimensi pengetahuan agama antara siswa yang menjadi anggota Rohis dan siswa yang bukan anggota Rohis, sehingga hipotesis tidak diterima.
Kata Kunci: Religiusitas
PENGANTAR
Generasi muda adalah penerus perjuangan bangsa. Apabila generasi mudanya memiliki kualitas yang baik maka akan baik pula masa depan bangsa. Namun apabila generasi mudanya mempunyai moral yang rusak, maka akan rusak pula masa depan suatu bangsa. Jammal (1994) menyatakan sesungguhnya pemuda merupakan harapan masa kini dan tokoh panutan di masa depan, pemimpin, penguasa, dan guru masa depan. Dengan demikian mempersiapkan pemuda untuk masa depan dan mendidiknya, bukanlah hal yang mudah dan hal yang remeh, memperbaiki dan meluruskan pemuda tidak bersifat fakultatif tetapi merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh orang tua dan lingkunganya. Karena itu pembentukan pemuda harus di mulai sejak perkembanganya yang paling awal, sejak masa kanak-kanak yang paling dini, dan terus digembleng dengan pendidikan yang baik sepanjang hayat. Masa belajar di SMA adalah masa kehidupan bagi remaja di mana mereka selalu ingin menemukan jati diri yang mudah terpengaruh oleh hal-hal baru, baik yang
positif
maupun
negatif.
Sejalan
dengan
itu
Susilaningsih
(2005)
memandang masa remaja adalah masa transisi atau peralihan karena mereka belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanakkanak. Pada saat memasuki usia remaja, dorongan-dorongan kemandirian mulai muncul. Remaja tidak suka lagi berperilaku sebagaimana diperintahkan oleh orangtuanya, ini adalah awal masa pemberontakan. Pada saat ini, bangsa-bangsa termasuk Indonesia sedang memasuki era globalisasi di mana pengaruh dari berbagai negara mudah masuk di suatu negara
termasuk ke negera Indonesia baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Perkembangan sains dan teknologi telah banyak meninabobokan kalangan remaja. Sejalan dengan itu Rafi’udin (2006) mengemukakan bahwa kini banyak disoroti
bahwa
para
remaja
sedang
mengalami
krisis
moral
yang
memprihatinkan. Berbagai kasus asusila, tawuran antar pelajar, seks bebas, pemakaian obat-obat terlarang sering kita dengar dan kita lihat baik melalui televisi, VCD dan berbagai media masa lainnya memperlihatkan bagaimana kaum remaja telah menjadi korban. Menurut Crapps (dalam Susilaningsih, 1996) hal ini terjadi karena pada usia remaja mengalami krisis identitas, yaitu gejala kehilangan dan pencarian identitas. Krisis identitas terjadi karena hilangnya dunia kanak-kanak yang di penuhi rasa ketergantungan, dan diinginkanya suasana fase kehidupan selanjutnya diliputi rasa kemandirian. Masa remaja adalah masa diantara keduanya, masa penemuan identitas baru dengan masih diliputi daya ketergantungan. Remaja berada ditengah krisis yang hebat yang kadang menimbulkan perasaan tercerabut dan menimbulkan perasaan kebingungan. Tergantung antara tidak lagi dan belum, remaja dipaksa untuk membuat keseimbangan antara keberlanjutan dan keterputusan. Krisis identitas pada remaja juga dipengaruhi oleh mulai berfungsinya hati nurani dengan gejala adanya rasa bersalah atau berdosa, serta malu. Remaja dituntut untuk mampu mengendalikan perasaan tersebut pada posisi yang normal. Usaha pengendalian itu menimbulkan kegoncangan jiwa. Hal ini akan menimbulkan goncangan hebat ketika remaja berhadapan dengan munculnya dorongan seksual, yaitu dalam satu sisi remaja menghendaki adanya perasaan
yang mengiringi dorongan tersebut, sementara pada sisi lain timbul perasaan berdosa. Kemampuan berabstraksi serta sensitivitas emosi yang muncul pada remaja akan membantunya keluar dari suasana krisis identitas itu. Penjelasan keagamaan
berkaitan
dengan
keadaan
yang
sedang
dihadapi
dengan
menggunakan pendekatan kognitif dan afektif akan menimbulkan proses penyerapan terhadap nilai-nilai agama menjadi dasar modal identitas diri menuju manusia dewasa. Clark (dalam Susilaningsih, 1996) dua karakteristik utama masa dewasa adalah berkembangnya rasa tanggung jawab serta dimilikinya filsafat hidup yang diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Munculnya rasa berdosa pada usia remaja terhadap perilaku diri yang dianggap melanggar nilai-nilai agama adalah gejala telah dimilikinya hati nurani dengan warna keagamaan. Pemilikan hati nurani keagamaan ini memberikan implikasi bahwa pada remaja sudah tumbuh rasa tanggung jawab serta dasar-dasar filsafat hidup. Dinamika perkembangan keagamaan usia remaja mengalami berbagai situasi yang dipengaruhi oleh dinamika internal remaja itu sendiri, serta kreatifitas eksternal sebagai faktor luar yang kondusif terhadap perkembangan keagamaan. Maka pendidikan agama bagi remaja perlu memberikan perhatian kepada dinamika perkembangan keagamaan. Maududi (1994) menyatakan terjadinya krisis moral yang memprihatinkan dewasa ini adalah akibat terkikisnya nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai agama yang begitu luhur sudah banyak yang terabaikan. Padahal ajaran agama sesungguhnya merupakan alternatif yang tepat untuk
menjauhkan seseorang dari bahaya, maka menjadi tanggung jawab orang tua, guru dan lingkungan untuk meluruskan mereka. Sekolah perlu menciptakan situasi pendidikan dan kegiatan-kegiatan terprogram yang membawa nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai dari Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan melalui program keagamaan yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotor yang telah disampaikan pada kegiatan di kelas maupun di luar kelas. Rafi’udin
(2006)
menyatakan
faktor
eksternal
seperti
pengaruh
lingkungan, teman sebaya memegang peranan penting dan tidak dapat diabaikan, misalnya menyangkut pandangan hidup, tata nilai dan budaya yang akan mudah sekali mempengaruhi jiwa remaja. Thoha, dkk, (2006) mengatakan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah nama sebuah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa Muslim dalam menyelesaikan pendidikannya pada tingkat tertentu. PAI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek tujuan sekolah yang bersangkutan. Karena itu, mata pelajaran ini diharapkan dapat memberikan keseimbangan dalam kehidupan anak kelak, yakni manusia yang memiliki kualifikasi tertentu tetapi tidak terlepas dari nilai-nilai agama Islam. Berbeda dari mata pelajaran lain yang lebih menekankan pada penguasaan berbagai aspek pendidikan, PAI tidak hanya sekedar
mengajarkan
ajaran
agama
kepada
peserta
didik
tetapi
juga
menanamkan komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya. Sejalan dengan itu Herbart (dalam Daradjat 1996) mengatakan bahwa tujuan pendidikan tertinggi adalah pengembangan moral. Setiap remaja boleh berekspresi akan
tetapi hendaknya memperhatikan etika yang berlaku. Untuk pengembangan moral ini sangat penting Pendidikan Agama Islam di ajarkan di sekolah bagi siswa-siswi muslim. Desy (2008), salah satu alumnus SMAN 2 menyebutkan bahwa SMA Negeri di Yogyakarta yang memiliki kualitas unggul terhadap kerohanian Islam adalah SMA 1, SMAN 2, SMAN 4 dan SMAN 8. Dengan terlibat dalam kegiatan kerohanian Islam memberi perubahan yang positif pada siswa untuk berperilaku yang sesuai ajaran Islam serta berhati-hati dalam bertindak karena setiap tindakan ada konsekuensinya. Endah (2008), alumnus SMAN 2 mengatakan bahwa siswa SMAN 2 hampir 80% siswinya mengenakan jilbab. Hal ini merupakan suatu yang unik karena SMAN 2 adalah Sekolah Negeri yang tidak diwajibkan untuk mengenakan jilbab. Jumlah anggota Rohis pada periodenya sekitar 35%. Sangat benar jika kegiatan Rohis membuat anggotanya menjadi lebih religius. Hal ini terlihat dari cara berpakaian, kultur budaya yang ada di sekolah seperti pelaksanaan program Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun kepada seluruh warga, baik warga masyarakat maupun warga sekolah. Di SMAN 2 lingkungan sangat Islami sehingga siswa yang masuk ke sekolah secara langsung menyesuaikan diri dengan lingkungan yang telah terbentuk. Kegiatan Rohis yang sering dilakukan adalah mentoring yang dilakukan setiap hari Jum’at, pembinaan khusus yang dilakukan oleh senior. Kegiatan ekstrakurikuler sangat banyak seperti Basket, PMR, Volly, Drumband dan Rohis akan tetapi yang memberi pengaruh besar untuk meningkatkan religiusitas adalah kegiatan Rohis. Sebagian besar siswa yang menjadi anggota Rohis masuk dalam ekstrakurikuler yang lain agar bisa
berdakwah sekaligus merekrut anggota baru. Menurut Endah Rohis terbaik adalah SMAN 1 Yogyakarta karena hukumnya wajib. Lukluk (2008) Alumnus anggota Rohis dari SMAN 4 mengatakan bahwa SMAN 4 kurang memiliki kualitas yang baik dalam bidang kerohanian Islam. Rohis yang memiliki kualitas baik adalah SMAN 1, SMAN 2 dan SMAN 8. Meskipun demikian dengan terlibat dalam kegiatan Rohis memberikan perubahan yang signifikan terhadap perilaku. Hal ini didukung oleh lingkungan yang Islami, guru Agama yang selalu memberi semangat siswa-siswi muslim dan alumni yang masih mengadakan mentoring secara rutin pada hari Jum’at. Keanggotaan Rohis sangat banyak karena dikhususkan untuk siswa kelas satu, tetapi ketika sudah naik kelas kegiatan rohis sudah tidak diwajibkan. Setiap tahun pada saat kenaikan kelas jumlah anggota Rohis menurun sekitar 30% tetapi jumlah siswi yang mengenakan jilbab meningkat yaitu sekitar 50%. Faktor yang mendukung adalah lingkungan yang Islami dan warga sekolah yang agamis, hal ini ditunjukkan dengan cara berpakaian yang sesuai syariat Islam yaitu dengan menutup aurat, tidak pacaran, komitmen pada ujian dengan cara tidak menyontek, pergaulan terjaga, tidak bermasalah dengan sekolah dan menonjol pada bidang akademis. Prestasi yang di peroleh anggota Rohis di antaranya adalah Olimpiade IPA, Tilawah di TV Yogyakarta, nasyid SMAN 4 yang terkenal sehingga sering diundang ke berbagai kegiatan daerah. Kegiatan ekstrakurikuler banyak termasuk salah satunya Rohis. Melihat fenomena tersebut maka SMAN 8 Yogyakarta juga mencoba mengikuti langkah tersebut, yaitu dengan menjaga keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional siswanya. Melalui wawancara
tanggal 18 April 2008 dengan alumnus ROHIS SMAN 8 Yogyakarta bernama Lusi, beliau mengatakan SMAN yang terbaik adalah SMAN 1 Yogyakarta. Untuk meraih kecerdasan emosional siswa maka sekolah ini meningkatkan kualitas PAI di kelas maupun di luar kelas. Kegiatan di luar kelas berupa wadah bagi pelajar muslim agar memiliki bekal spiritual serta dapat membiasakan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bidang Ketaqwaan adalah salah satu bagian dari OSIS SMAN 8 Yogyakarta Bidang Ketaqwaan ini menyelenggarakan Organisasi Kerohanian Islam (ROHIS) bagi siswa muslim yang disebut SAI yaitu Sivitas Aktifita Islamica, Organisasi KOMISKAT (Komite Siswa Khatolik) dan Organisasi D’ Chris Co (Kerohanian Kristen). Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada kegiatan SAI di SMAN 8 Yogyakarta. Pendidikan Agama Islam adalah tugas yang tidak ringan karena bukan hanya sekedar tahu (kognitif) namun perlu semangat yang tinggi untuk mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di bawah bimbingan guru PAI, ROHIS (SAI) SMAN 8 Yogyakarta membuat program kegiatan-kegiatan keagamaan bagi pelajar muslim di sekolah. Program ini bertujuan agar dari kalangan siswa mempunyai bekal spiritual sehingga mereka semangat dalam melaksanakan ajaran Islam. Kegiatan tersebut antara lain: Kajian Jumat Sore (KJS), RIC (Ramadhan
In
Campus),
Liqo’,
Majalah
dinding
(Mading),
pengadaan
perpustakaan buku-buku Islam. Selain itu kegiatan SAI juga mengadakan bakti sosial rutin setiap bulan puasa dan setiap hari raya Qurban, OutBond, diklat untuk anggota baru, Simusa, mabit, RCO, Formasi, ESQ, rekreasi yang diselenggarakan setiap 1 tahun sekali, infak, sholat Jumat bersama, pembukaan stan, dan FAM. Banyak dari kalangan siswi putri yang mengenakan jilbab di
sekolah tersebut meskipun itu bukan tuntutan wajib di Sekolah. Fenomena itu adalah salah satu hal yang menarik. Kegiatan Rohis di SMAN 8 Yogyakarta tidak wajib diikuti oleh siswanya, melainkan hanya sebagai kegiatan ekstrakurikuler yaitu kegiatan tambahan mengenai keagamaan diluar jam sekolah. Namun meskipun demikian siswasiswinya antusias untuk mengikuti kegiatan Rohis. Hal ini terlihat dari jumlah keanggotaan SAI yaitu sekitar 20%. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh siswa-siswi adalah perilaku yang positif, lingkungan yang diciptakan adalah ligkungan Islami, karena sebagian besar beragama Islam. Menurut pengetahuan penulis bahwa Rohis di SMAN 8 Yogyakarta cukup representatif untuk dijadikan subyek penelitian. Dan hal tersebut yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui bagaimana perbedaan
religiusitas
dimensi
sikap
dan
perilaku,
religiusitas
dimensi
pengetahuan agama ditinjau dari keikutsertaan dalam kegiatan Kerohanian Islam (ROHIS) siswa SMAN 8 Yogyakarta?
METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Karakteristik subyek yang menjadi sasaran penelitian adalah: 1. Berstatus sebagai siswa SMAN 8 Yogyakarta. 2. Siswa-siswi kelas XI dan XII. 3. Beragama Islam. Dimana subyek penelitian ini akan diambil secara random yaitu dengan cara acak. B. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala. Skala yang digunakan adalah skala religiusitas hasil susunan Turmudhi (1991) yang dimodifikasi dari penelitian Astuti. Asumsi
peneliti
dalam
menggunakan
metode
skala
untuk
mengungkap religiusitas karena: (1) bahwa subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya, (2) apa yang dinyatakan subyek adalah dapat dipercaya, serta (3) intrpretasi subyek tentang pertanyaan maupun pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan yang dimaksud peneliti. 1. Penyusunan skala religiusitas Tingkat religiusitas diukur dengan angket religiusitas dengan memodifikasi skala dari penelitian Astuti berdasarkan lima dimensi religiusitas dari Turmudhi (1991). Yang terdiri dari lima aspek yaitu keyakinan terhadap prinsip-prinsip dasar agama, intensitas dan frekuensi pelaksanaan ibadah yang telah ditetapkan, pengalaman dan perasaan
tentang adanya Tuhan,pengalaman ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari serta pengetahuan keagamaan. Skala Religiusitas terdiri dari dua bagian. Bagian pertama mengukur religiusitas dimensi keyakinan, dimensi praktik agama, dimensi pengalaman, dan dimensi pengamalan atau konsekuensi. Keempat dimensi religiusitas ini disatukan dalam satu skala karena semuanya memiliki sifat yang sama, yaitu mengukur sikap dan perilaku religius. Skala tersebut diberi nama ”SKALA I ( dimensi sikap dan perilaku)”. Butirbutir untuk dimensi pengetahuan agama yang selanjutnya diberi nama “SKALA II ( dimensi pengetahuan agama)” disusun dalam satu skala tersendiri karena butir-butir tersebut bersifat mengukur pengetahuan keagamaan yang berskor dikotomi.
C. Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis komparasional. Teknik komparasional adalah salah satu teknik analisis kuantitatif atau salah satu teknik statistik yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis mengenai ada tidaknya perbedaan antarvariabel yang sedang diteliti (Sudijono,2006). Teknik tersebut adalah teknik Chi
Square Test yang digunakan untuk menguji perbedaan religiusitas baik skala I maupun skala II ditinjau dari keikutertaan Rohis. Untuk pengolahan data, peneliti menggunakan program komputer SPSS 15. 00 for Windows.
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal atau tidak. Jenis uji yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas (ρ) > 0, 05 maka sebaran data tersebut normal. Dan sebaliknya jika ρ < 0, 05 maka sebaran data tersebut tidak normal. Analisis data skala religiusitas skala I (sikap dan perilaku) menunjukkan nilai Statistik sebesar 0, 072 dengan ρ = 0, 200 (ρ > 0, 05). Karena p > 0, 05 berarti sampel tersebut terbukti normal. Sedangkan hasil uji normalitas skala religiusitas II baik untuk siswa yang ikut Rohis maupun tidak ikut Rohis signifikasinya < 0, 05. Nilai Statistik 0, 232 dengan ρ = 0, 000 (ρ < 0, 05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan
bahwa
religiusitas
skala
II
(pengetahuan
agama)
terdistribusi tidak normal atau memiliki sebaran tidak normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas ini bertujuan untuk menguji apakah sampelsampel tersebut mempunyai varians yang sama. Kedua varians populasi dikatakan mempunyai varians yang sama atau homogen apabila ρ > 0, 05 begitu pula sebaliknya, dikatakan tidak homogen apabila ρ < 0, 05.
Dengan bantuan SPSS for Windows Version 15.00 dilakukan uji
Chi
Square
Test
untuk
mengetahui
homogenitas
sampel-sampel
penelitian. Dengan uji tersebut didapat Chi Square Skala I = 45.160 dengan nilai signifikasi atau nilai probabilitas sebesar ρ = 0, 168. Hal ini menunjukkan bahwa ρ > 0, 05, sehingga dapat dikatakan bahwa data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians sama atau terbukti homogen. Sedangkan Skala II didapat Chi Square = 94.600 dengan nilai signifikansi atau nilai probabilitas sebesar p = 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa p < 0, 05 sehingga dapat dikatakan bahwa data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians berbeda atau heterogen. B. Uji Hipotesis Metode yang digunakan untuk mengetahui perbedaan religiusitas skala sikap dan perilaku ditinjau dari keikutsertaan Rohis adalah analisis Chi Square Test. Teknik yang sama untuk membuktikan bahwa ada tidaknya religiusitas dimensi pengetahuan agama, digunakan metode analisis Chi Square Tes dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows
Version 15.0. Perhitungan skala I dengan menggunakan analisis Chi Square Test, didapat bahwa nilai perbedaan antara subyek yang menjadi anggota Rohis dan subyek yang tidak menjadi anggota Rohis adalah Chi Square = 1.996 dan signifikansi = 0, 369 (ρ > 0, 05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan Religiusitas dimens sikap dan perilaku antara siswa yang
menjadi anggota Rohis dan siswa yang bukan anggota Rohis, sehingga hipotesis tidak diterima. Hasil perhitungan Skala II menggunakan metode Chi Square menunjukkan bahwa untuk perbedaan Religiusitas Skala II Chi Square sebesar = 2.727 dan signifikansi = 0, 604 (ρ > 0, 05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan Religiusitas dimensi pengetahuan agama antara siswa yang menjadi anggota Rohis dan siswa yang bukan anggota Rohis, sehingga hipotesis tidak diterima.
PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data penelitian, maka hipotesis yang menyatakan ada perbedaan Religiusitas skala sikap dan perilaku ditinjau dari keikutsertaan dalam kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) di SMAN 8 Yogyakarta yang diberi nama SAI yaitu Sivitas Activita Islamica ditolak. Artinya, tidak ada perbedaan dimensi sikap dan perilaku ditinjau dari keikutsertaan dalam kegiatan kerohanian Islam. Dan dalam penelitian ini antara siswa yang menjadi anggota Rohis dan bukan anggota Rohis. Hal ini ditunjukkan dengan analisis komparasional yang dilakukan dengan menggunakan teknik Chi Square Test yang menunjukkan Chi Square = 1.996 dan signifikansi = 0, 369 (ρ > 0, 05). Artinya, bahwa tidak ada perbedaan religiusitas dimensi sikap dan pengetahuan agama ditinjau dari keikutsertaan dalam kegiatan kerohanian Islam. Hipotesis kedua yang menyatakan ada perbedaan religiusitas skala pengetahuan agama ditinjau dari keikutsertaan dalam kegiatan kerohanian Islam, dari hasil perhitungan menggunakan teknik analisis Chi Square Test menunjukkan Chi Square sebesar = 2.727 dan signifikansi = 0, 604 (ρ > 0, 05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti tidak diterima. Artinya tidak ada perbedaan religiusias dimensi pengetahuan agama antara siswa yang ikut dalam kegiatan kerohanian Islam. Dalam Penelitian ini antara siswa yang menjadi anggota Rohis dan bukan anggota Rohis. Penelitian ini menggunakan statistik nonparametrik karena uji asumsinya menghasilkan data skala I normal tetapi skala II tidak normal. Sama halnya dengan uji asumsi untuk homogenitas. Hasil homogenitas skala I baik yang
mengikuti kegiatan Rohis maupun bukan anggota Rohis menghasilkan data yang homogen, sedangkan skala II menghasilkan data yang heterogen baik siswa yang mengikuti kegiatan Rohis maupun siswa yang bukan anggota Rohis. Syarat statistik nonparametrik tidak harus terdistribusi normal dan tidak harus homogen, itulah sebabnya peneliti menggunakan analisis nonparametrik dengan metode
Chi Square Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data skala I (sikap dan perilaku) terdistribusi normal dan skala II tidak normal. Skala I baik siswa yang mengikuti kegiatan Rohis maupun yang tidak mengikuti kegiatan Rohis nilai subyek memiliki distribusi sebaran yang membentuk pola tertentu. Skala II (pengetahuan agama) terdistribusi tidak normal, artinya bahwa nilai siswa yang mengikuti kegiatan Rohis maupun yang tidak mengikuti kegiatan Rohis tidak memiliki distribusi sebaran pola tertentu. Untuk uji homogenitas, skala I menunjukkan bahwa uji asumsi penelitian bersifat homogen, artinya bahwa subyek berasal dari variansi yang sama seperti karakteristik yang ditentukan oleh peneliti. sedangkan skala II menghasilkan data yang heterogen artinya bahwa subyek berasal dari karakteristik yang berbeda, hal ini berarti subyek memiliki varian yang berbeda. Karakteristik subyek yang diteliti tidak sesuai yang diinginkan, karena yaitu siswa yang tidak mengikuti Kegiatan Kerohanian Islam ternyata mengikuti kegiatan KeIslaman di lingkungan tempat tinggalnya, subyek memiliki latar belakang pendidikan dari pondok sehingga sudah memiliki bekal pendidikan Islam yang baik dari awal hal inilah yang menyebabkan pengetahuan agama siswa yang mengikuti kegiatan Rohis maupun bukan Rohis memiliki pengetahuan yang sama baiknya.
Dalam kerangka teoritik telah dipaparkan bahwa pendidikan keagamaan sangat mempengaruhi perilaku keagamaan. Pendidikan Agama merupakan alat yang sangat ampuh bagi remaja. Agama yang tertanam dan bertumbuh secara wajar dalam jiwa remaja itu, akan dapat digunakan untuk mengendalikan keinginan-keinginan maupun dorongan-dorongan yang kurang baik, serta membantunya dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya. Dengan hidup dan segarnya keyakinan agama dalam diri remaja, akhlaknya dengan sendirinya akan baik karena ada kontrol dari dalam bukan dari luar saja. Pendidikan agama tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan agama saja, akan tetapi menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-latihan amaliah sehari-hari yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan dengan sesama manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam serta manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, pendidikan agama itu akan lebih berkesan dan berhasil guna
apabila
seluruh
lingkungan
hidup
ikut
mempengaruhi
pembinaan
pribadinya. Termasuk juga lingkungan di sekolah. Pembinaan Agama Islam di sekolah tidak hanya dapat dilakukan di dalam kelas, namun juga diluar kelas dengan menciptakan suasana religius di sekolah. Hal ini dapat diwujudkan melalui organisasi intra
sekolah dan organisasi ekstra
sekolah, yang meliputi:
kepramukaan, organisasi kepemudaan, organisasi pemuda yang bernafaskan Islam, organisasi profesional, kelompok kesenian, olah raga, pecinta alam.
Tujuan utama dari penelitian ini sebenarnya adalah untuk membuktikan apakah benar siswa yang mengikuti kegiatan kerohanian Islam mempunyai religiusitas yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang tidak mengikuti kegiatan kerohanian Islam. Dan ternyata kedua hipotesis yang diajukan peneliti ditolak, yaitu bahwa tidak ada perbedaan religiusitas dimensi sikap dan perilaku keagamaan ditinjau dari keikutsertaan Rohis dan tidak ada perbedaan Religiusitas dimensi pengetahuan agama ditinjau dari keikutsertaan Rohis. Siswa yang mengikuti kegiatan Rohis cenderung lebih banyak menerima pembinaan agama dari sekolah tersebut. Dan hal ini membuktikan bahwa siswa yang mengikuti kegiatan Rohis pasti mempunyai nilai Religiusitas yang lebih tinggi daripada siswa yang bukan anggota Rohis. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam kegiataan kerohanian Islam bukanlah penentu perbedaan Religiusitas. Semua subyek penelitian baik yang menjadi anggota Rohis maupun bukan anggota Rohis mempunyai religiusitas yang baik. Dan alasan mengapa tidak ada perbedaan antara kedua subyek tersebut, alasannya seperti hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 2 November pada salah satu siswa yang bukan anggota Rohis bernama Bintang, dari hasil wawancara tersebut karena siswa yang tidak mengikuti Rohis belajar sendiri ilmu agama di Rumah, jadi waktu di sekolah hanya digunakan untuk belajar ilmu umum sesuai kurikulum yang diberikan sekolah, subyek tidak ikut Rohis dengan alasan sudah belajar sendiri rumah. Dan dirumah subyek lebih aktif dalam kegiatan keagamaan karena hampir setiap hari mengaji di masjid. Hal senada juga di ungkapkan oleh Via, salah satu siswa yang bukan anggota Rohis. Beliau berkata bahwa tidak apa-apa
jika tidak ikut Rohis karena orang tua sudah medatangkan tentor dari Jogja College setiap 3 kali dalam satu minggu untuk belajar ilmu agama Islam. Pendidikanya sama seperti di Rohis yaitu belajar membaca dan menulis Al-Quran serta ceramah-ceramah tentang keagamaan. Hal ini lebih efektif karena waktu di sekolah hanya ingin digunakan untuk belajar ilmu pengetahuan dengan fokus. Lain halnya dengan Bambang, meskipun tidak mengikuti Rohis tapi dari kecil sudah masuk Pondok Pesantren jadi ilmu yang di dapat masih melekat hingga sekarang, dan sekaangpun masih sering ke pondok Ngruki untuk Silaturahmi dengan para Kyai dan alumnus-alumnus Pondok Ngruki Sukoharjo. Dari beberapa
pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa
untuk
meningkatkan religiusitas dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan nilai keagamaan, dan hal ini tidak hanya dilakukan disekolah, melainkan bisa dilakukan diluar sekolah misalnya di dekat lingkungan tempat tinggal. Jadi lingkungan tempat tinggal berpengaruh dalam pembentukan religiusitas.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, hipotesis pertama yang menyatakan ada perbedaan Religiusitas Skala sikap dan perikau agama ditinjau dari keikutsertaan Rohis ternyata tidak terbukti. Karena nilai signifikasi > 0,05 maka hipotesis yang diajukan peneliti tidak diterima. Sehingga kesimpulannya tidak ada perbedaan Religiusitas dimensi sikap dan perilaku agama ditinjau dari keikutsertaan Rohis dalam hal ini subyek adalah siswa yang ikut dalam kegiatan Rohis dan siswa yang tidak ikut atau bukan anggota Rohis. Sedangkan hipotesis kedua yang menyatakan ada perbedaan Religiusitas Skala pengetahuan Agama ditinjau dari keikutsertaan Rohis ternyata tidak terbukti. Karena nilai signifikasi > 0,05 maka hipotesis yang diajukan peneliti tidak diterima. Sehingga kesimpulannya tidak ada perbedaan Religiusitas dimensi pengetahuan Agama ditinjau dari keikutsertaan Rohis dalam hal ini subyek adalah siswa yang ikut dalam kegiatan Rohis dan siswa yang tidak ikut atau bukan anggota Rohis.
Saran 1. Subjek penelitian Untuk meningkatkan religiusitas jangan malas untuk mengikuti kegiatan keagamaan yang diadakan baik disekolah maupun diluar sekolah.
2. Untuk peneliti selanjutnya a. Diharapkan pada peneliti selanjutnya melakukan pengontrolan subyek penelitian. b. Pada penelitian berikutnya, diharapkan kepada peneliti untuk membuat pertanyaan dimensi pengetahuan keagamaan secara khusus. c. Pada peneliti berikutnya, diharapkan dalam pembuatan angket religiusitas dikaitkan dengan pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah. d. Pada
penelitian
berikutnya,
diharapkan
kepada
peneliti
supaya
pengambilan data dilakukan tidak hanya menggunakan teknik quesioner, namun juga wawancara. Hal tersebut dengan maksud agar data yang diambil semakin lengkap dan terperinci.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti,Y.D.1991. Hubungan Tingkat Religiusitas Dengan Gaya Penjelasan Pada Mahasiswa Yang Beragama Islam Di Yogyakarta. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Daradjat Z. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. _______. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta:Bumi Aksara Jakarta Dengan Depag. Jamaludin.M.1995. Hubungan Religiusitas Dengnan Stress Kerja Pada Polisi. Skrisi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Maududi, A. 1994. Pemuda Islam Di Persimpangan Jalan. Solo: Pustaka Mantiq. Rafi’udin. 2006. Peran Wanita dalam Pendidikan Anak (Mendidik Anak dengan Cara Islami), Bandung: Media Hidayah Publiser. Sudijono,A.2006. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Susilaningsih. 2005. Dinamika Perkembangan Rasa Keagamaan Pada Usia Remaja. Makalah (Tidak Diterbitkan) Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah-PAI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. _______. 1996. Perkembangan Religiusitas Pada Usia Anak. Makalah (Tidak Diterbitkan) Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah-PAI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Thoha,C dkk.2004. Metodologi Pengajaran Agama, Tarbiyah IAIN.
Yogyakarta:
Fakultas
IDENTITAS PENULIS
Nama
: ANITA RAHMAWATI
Alamat
: Jl. Bimokurdo 13 Sapen Demangan Gondokusuman
No. HP
: 08562565650