HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PRAKTIK PENANGANAN PERTAMA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI RUMAH PADA IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PUSKESMAS SAMBIREJO SRAGEN
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh : Tri Andrianto 090201131
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2011
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PRAKTIK PENANGANAN PERTAMA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI RUMAH PADA IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PUSKESMAS SAMBIREJO SRAGEN
NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Tri Andrianto 090201131 Diajukan Guna Melengkap Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Pendidikan Ners – Program Studi Ilmu Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta Oleh: Pembimbing : Ery Khusnal., MNS Tanggal
: Juli 2011
Tanda tangan : ..............................
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PRAKTIK PENANGANAN PERTAMA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI RUMAH PADA IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DI PUSKESMAS SAMBIREJO SRAGEN 1 Tri Andrianto 2 , Ery Khusnal 3 INTISARI Latar Belakang: Kejadian ISPA terkait erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena ibu sebagai penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Peran aktif ibu dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Praktik penanganan pertama pada balita yang mengalami ISPA sangat tergantung pada kebiasaan ibu. Kebiasaan ibu yang tidak baik dalam penanganan ISPA adalah menunda memeriksakan anaknya ke tenaga kesehatan. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan praktik penanganan pertama ISPA di rumah di Puskesmas Sambirejo Sragen. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode observasi korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita yang menderita ISPA yang memeriksakan anaknya di Puskesmas Sambirejo rata-rata berjumlah 30 orang dalam 1 bulan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini secara convenience sampling didapatkan 72 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisa data dilakukan menggunakan rumus korelasi Spearman Rank. Waktu penelitian Maret sampai April 2011 Hasil penelitian: Tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA di Puskesmas Sambirejo Sragen termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 57 orang (79,2%), sedangkan tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kategori sedang yaitu 15 orang (20,8%). Praktik penanganan pertama ISPA pada balita saat di rumah di Puskesmas Sambirejo Sragen dengan kategori baik yaitu 62 orang (86,1%) sedangkan praktik penanganan pertama ISPA dengan kategori kurang yaitu 3 orang (4,2%). Kesimpulan : Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pengetahuan dengan praktik penanganan pertama ISPA pada balita di Puskesmas Sambirejo Sragen yang ditunjukkan dengan nilai ρ hitung sebesar 0,424 dengan taraf signifikansi 0,000. Saran : Bagi ibu yang mempunyai balita agar meningkatkan pengetahuan tentang penanganan pertama terhadap penyakit ISPA untuk mencegah kejadian ISPA yang lebih parah. Kata kunci : tingkat pengetahuan, praktik penanganan pertama, ISPA Kepustakaan : 22 buku (2005 – 2010), 5 internet Jumlah halaman : xiii, 72 halaman, 9 tabel, 9 lampiran, 2 gambar
1
Judul Skripsi Mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta 3 STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta 2
THE RELATIONSHIP BETWEEN THE KNOWLEDGE LEVEL AND THE HOME’S FIRST AID PRACTICE AT THE ACUTE RESPIRATORY TRACT INFECTION (ARI) BY MOTHERS WHO HAVE TODDLERS AT PUSKESMAS (COMMUNITY HEALTH CENTER) SAMBIREJO SRAGEN1 Tri Andrianto2, Ery Khusnal3 ABSTRACT Background: The ARI occurrences are closely related with the community knowledge about ARI, especially mothers because mothers are the ones who have the main responsibility in maintaining the family welfare. The active role of the mothers in dealing with ARI is very important because ARI is the common disease in the community or family. The first aid practice applied to the toddlers who suffer from ARI depends on the mothers’ habit. The mothers’ awful habit in dealing with ARI is on delaying to check their kids to the health workers. Research Aim: This research aims to know about the relationship between the knowledge level of the mothers and the home’s first aid practice at PUSKESMAS (community health center) Sambirejo Sragen. Research Method: This research used the correlation observation method with cross sectional approach. The population in this research is all mothers who have toddlers suffering from ARI taking their kids to be examined at PUSKESMAS Sambirejo; there are approximately 30 mothers in a month. The sample was obtained by convenience sampling, and there are 72 persons. The data were collected using the questionnaire. The analysis used Spearman Rank correlation. The time was from March to April 2011. Research Result: The knowledge level of the mothers about ARI at Puskesmas Sambirejo included in the high category is 57 persons (79.2%). On the other hand, the knowledge level of the mothers about ARI included in the medium category is 15 persons (20.8%). The home’s first aid practice for the toddlers at Puskesmas Sambirejo Sragen with good category is 62 persons (86.1%), and the one with poor category is 3 persons (4.2%). Conclusion: There is a statistically significant relationship between the knowledge level and the ARI first aid practice for toddlers at Puskesmas Sambirejo Sragen. It is showed by the ρ count value of 0.424 with the significance level of 0.000. Recommendation: Mothers who have toddlers should increase their knowledge about ARI first aid to prevent more severe ARI occurrences. Key words Literature Page
1
: knowledge level, first aid practice, ARI : 22 books (2005-2010), 5 internet sources : xiii, 72 pages, 9 tables, 9 appendices, 2 figures
The Title of the Undergraduate Thesis The Student of STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta 3 The lecturer of STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta 2
1
Menurut
Latar Belakang Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat terutama anak adalah Infeksi Saluran Pernafasan meliputi
Akut
(ISPA),
infeksi
akut
yaitu saluran
pernafasan bagian atas dan infeksi akut pernafasan bagian bawah. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang
sangat
penting
karena
menyebabkan kematian balita dan balita yang cukup tinggi yaitu kirakira 1 dari 4 kasus mengalami kematian. Setiap anak mengalami 36 episode ISPA setiap tahunnya, 4060% dari kunjungan di puskesmas adalah ISPA. Dari seluruh kejadian yang
disebabkan
oleh
ISPA
mencakup 20-30%, kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada balita berumur kurang dari 2 bulan. Tanda dan gejala
ISPA
sedang
meliputi
pernafasan lebih dari 40 kali per menit, suhu lebih dari 39o C, tenggorokan berwarna merah dan pernafasan
berbunyi
seperti
mendengkur. Apabila hal ini tidak segera mendapat praktik penanganan bisa berpotensial terjadi ISPA berat (Depkes, 2002)
kejadian
ISPA
Santoso pada
(2004)
balita
di
Indonesia berkisar antara 10 % - 20 %
per
tahun.
Perkiraan
angka
kematian ISPA secara nasional ialah 6 per 1.000 balita atau berkisar 150.000 balita per tahun (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan
Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008 Angka Kematian Balita dan Balita sekitar 26 per 1000 kelahiran hidup dan Depkes berusaha menurunkan AKB menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015
mendatang
(SDKI,
2008).
Berdasarkan data profil kesehatan 2008 di Jawa Tengah, cakupan penderita
ISPA
pada
balita
mengalami penurunan dari 24,29% menjadi 23,63% (Dinkes Jateng, 2008). Berdasarkan hasil survey kesehatan daerah, Angka Kematian Balita di Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 9,7 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Balita di Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,12 per 1000 kelahiran hidup (Waluyo, 2009). Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu
2
adanya kuman (terdiri dari lebih dari
penyakit
300 jenis bakteri, virus, dan riketsia),
kesehatan yang merugikan melalui
keadaan daya tahan tubuh (status
kegiatan promosi kesehatan dan
nutrisi,
tindakan
imunisasi)
dan
keadaan
atau
pencegahan
ventilasi,
mencakup
basah,
dan
kepadatan penghuni) (Depkes, 2002).
kondisi
perlindungan,
lingkungan (rumah yang kurang lembab,
tindakan
(2)
sekunder, deteksi
pengobatan
yang
dini
terhadap
dan kondisi
Penularan atau penyebaran
kesehatan yang merugikan, dan (3)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
pencegahan tersier yang dilakukan
(ISPA) sangat mudah terjadi melalui
jika penyakit atau kondisi tertentu
batuk dan bersin yang membentuk
telah menyebabkan kerusakan pada
partikel infeksius di udara yang dapat
individu (Anderson & Judith, 2006). Berdasarkan
berpindah dari orang sakit kepada orang
yang
mempunyai
risiko
pendapat
Leavell dan Clark bahwa tingkat
tertular. Penularan lain dapat melalui
pencegahan
kontak
pada
komunitas dapat dilakukan pada
handuk
tahap sebelum terjadinya penyakit
(Samsuridjal dan Heru, 2003). Untuk
(prepathogenesis phase) dan pada
menghilangkan
tahap pathogesis phase. Pada tahap
langsung
saputangan,
seperti
sprei,
dan
atau
kemungkinan
mengurangi
yang
dapat
dalam
prepathogenesis
keperawatan
phase
dapat
meningkatkan potensi anak terkena
dilakukan melalui kegiatan primary
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
prevention atau pencegahan primer.
(ISPA),
upaya
Sedangkan pathogesis phase dapat
pencegahan. Pencegahan (preventif)
dilakukan melalui kegiatan sekunder
adalah komponen kunci dari praktik
dan tersier (Mubarak, 2005).
maka
diperlukan
Dari kedua fase tersebut lebih
kesehatan modern. Dalam praktik dapat
diutamakan pada fase prepatogen
tingkatan
karena merupakan dasar untuk tetap
pencegahan yaitu (1) pencegahan
mempertahankan dan memelihara
primer merupakan usaha sungguh-
status
sungguh untuk menghindari suatu
tindakan
kesehatan menggunakan
komunitas, tiga
kesehatan preventif
(mengutamakan dan
promotif
3
dengan
tidak
kuratif
dan
mengesampingkan dengan
penyakit dimulai dengan batuk pilek
pertahanan
biasa, tetapi karena daya tahan tubuh
sehingga stressor tidak dapat masuk
anak lemah maka penyakit dengan
dan
atau
cepat menjalar ke paru-paru. Jika
melakukan
penyakitnya telah menjalar ke paru-
menguatkan
rehabilitatif)
ringan) yang diabaikan. Seringkali
garis
menimbulkan
tindakan
reaksi
dengan
perlawanan terhadap penyakit atau
paru
masalah
Berdasarkan
pengobatan serat perawatan yang
teori tersebut maka intervensi pada
tepat, anak tersebut dapat meninggal
tingkat
(Depkes, 2002).
kesehatan. pencegahan
primer
merupakan faktor penting yang harus
dan
anak
tidak
mendapat
Mengingat tingginya angka
diprioritaskan pelaksanaannya dalam
kesakitan
mengatasi
masalah
membuat program pemberantasan
sehingga
diharapkan
kesehatan terjadi
penyakit
ISPA, ISPA
yaitu
pemerintah program
penurunan yang berarti terhadap
P2ISPA (Pemberantasan Penyakit
angka kesakitan dan kematian akibat
Infeksi Saluran Pernafasan Akut).
suatu penyakit. Perilaku pencegahan
Program P2.ISPA menitikberatkan
primer terhadap penyakit ISPA yang
upaya
tidak
menyebabkan
infeksi saluran pernafasan akut pada
penyakit tersebut menjadi semakin
penyakit pneumonia. Program ini
parah yang berakibat pada kematian
mengupayakan agar istilah ISPA
(Anderson & Judith, 2006).
lebih dikenal masyarakat, sehingga
tepat
dapat
Kematian
penyakit
penderita
memudahkan kegiatan penyuluhan
ISPA terjadi jika penyakit telah
dan penyebaran informasi tentang
mencapai derajat ISPA berat. Paling
penanggulangan
sering
karena
P2ISPA berdampak pada perubahan
infeksi telah mencapai paru-paru.
sikap dan perilaku ibu dalam upaya
Keadaan ini disebut sebagai radang
pencegahan dan penanganan ISPA.
paru
pnemonia.
Penyebaran informasi yang tepat
Sebagian besar keadaan ini terjadi
tentang ISPA dapat mempengaruhi
karena
tingkat pengetahuan ibu tentang
kematian
mendadak penyakit
pada
pemberantasan
terjadi
atau
ringan
(ISPA
ISPA.
Program
4
ISPA
yang
pada
akhirnya
pada balita penderita ISPA Non
mempengaruhi perilaku ibu dalam
Pneumonia di Puskesmas Klaten
penanganan ISPA di rumah, baik
Tengah.
upaya
atau
pengetahuan ibu tentang ISPA cukup
penanganan pertama ISPA pada
(65,6%) dan perawatan ibu pada
balita (Saroso, 2007).
balita
pencegahan
ISPA
Kejadian ISPA terkait erat dimiliki
oleh
besar
penderita
tingkat
ISPA
Non
Pneumonia baik (68,7%).
dengan pengetahuan tentang ISPA yang
Sebagian
Pentingnya
peranan
ibu
masyarakat
dalam praktik penanganan kesehatan
khususnya ibu, karena ibu sebagai
anak didasari berbagai alasan. Dalam
penanggungjawab
kegiatan pelayanan kesehatan dasar
utama
dalam
pemeliharaan kesejahteraan keluarga.
wanita
Mereka mengurus rumah tangga,
peranan besar dalam pencegahan dan
menyiapkan
rumah
pengawasan penyakit umum lokal,
keluarga yang
deteksi gejala dini, keputusan untuk
sakit, dan lain sebagainya. Pada masa
mencari pengobatan dan kegiatan
balita dimana balita masih sangat
lingkungan
tergantung kepada ibunya, sangatlah
pencegahan
jelas peranan ibu dalam menentukan
Peranan
kualitas
penanganan
keperluan
tangga, merawat
karena
kesejahteraan itu
sangatlah
anaknya, diperlukan
khususnya
ibu,
yang dan ibu
memiliki
bertujuan perlindungan.
dalam kesehatan
praktik anak
dipengaruhi oleh kebiasaan yang
adanya penyebaran informasi kepada
dilakukan
masyarakat mengenai ISPA agar
praktik penanganan penyakit ISPA
masyarakat khususnya ibu dapat
yang diderita anak.
menyikapi lebih dini segala hal-hal
ibu,
Faktor
termasuk
perilaku dan
dalam
dalam
yang berkaitan dengan ISPA itu
pencegahan
penanggulangan
sendiri.
penyakit ISPA pada balita dan balita Penelitian Handayani (2008),
dalam hal ini adalah praktik praktik
menunjukkan bahwa ada hubungan
penanganan ISPA di keluarga baik
antara
ibu
yang dilakukan oleh ibu ataupun
tentang ISPA dengan perawatan ibu
anggota keluarga lainnya. Keluarga
tingkat
pengetahuan
5
merupakan
unit
dari
penanganan dini bagi balita sakit
masyarakat yang berkumpul dan
ISPA sangatlah penting, sebab bila
tinggal dalam suatu rumah tangga,
praktik praktik penanganan ISPA
satu
saling
tingkat keluarga yang kurang/buruk
tergantung dan berinteraksi. Bila
akan berpengaruh pada perjalanan
salah satu atau beberapa anggota
penyakit dari yang ringan menjadi
keluarga
masalah
bertambah berat. Praktik penanganan
kesehatan, maka akan berpengaruh
ISPA yang tidak tepat menyebabkan
terhadap anggota keluarga lainnya.
penyakit yang diderita anak tidak
dengan
terkecil
lainnya
mempunyai
Peran
aktif
ibu
dalam
kunjung
sembuh.
Hal
tersebut
menangani ISPA sangat penting
menyebabkan
karena penyakit ISPA merupakan
terganggu disamping menimbulkan
penyakit yang ada sehari-hari di
kecemasan
dalam masyarakat atau keluarga. Hal
kesehatan anaknya. Aktifitas anak
ini perlu mendapat perhatian serius
yang
karena
langsung
penyakit
ini
banyak
aktivitas pada
terganggu juga
ibu secara
anak terhadap tidak
menyebabkan
menyerang balita, sehingga ibu balita
perkembangan
dan anggota keluarga yang sebagian
terganggu
besar
balita
rangsangan pada syaraf motoriknya.
mengetahui dan terampil menangani
Baik motorik kasar maupun motorik
penyakit ISPA ini ketika anaknya
halus tidak mendapatkan rangsangan
sakit.
untuk berkembang. Menurut Depkes
dekat
dengan
Ibu perlu mengetahui serta mengamati
tanda
pneumonia
dan
keluhan kapan
dini
mencari
karena
motorik
anak
tidak
adanya
(2002) praktik penanganan ISPA yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit
anak
menjadi
semakin
pertolongan dan rujukan pada sistem
parah. Hal tersebut terjadi karena
pelayanan kesehatan agar penyakit
penyakit ringan (ISPA ringan) yang
anak balitanya tidak menjadi lebih
diabaikan.
berat. Berdasarkan hal tersebut dapat
dimulai dengan batuk pilek biasa,
diartikan dengan jelas bahwa peran
tetapi karena penanganan yang tidak
ibu
dalam
praktik
praktik
Seringkali
penyakit
6
tepat menyebabkan batuk pilek yang
pertama ISPA dirumah pada balita di
dialami anak tidak kunjung sembuh.
puskesmas Sambirejo Sragen.
Dari hasil studi pendahuluan
Penelitian
ini
bertujuan
di Puskesmas Sambirejo, didapatkan
mengetahui hubungan antara tingkat
informasi bahwa dari 15 ibu yang
pengetahuan ibu dengan praktik
memeriksakan
penanganan pertama ISPA di rumah
anaknya
yang
menderita ISPA, 9 orang (60%)
di Puskesmas Sambirejo Sragen.
belum tahu cara praktik penanganan pertama pada penyakit ISPA, 4 orang
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan
(26,7%) menyatakan sedikit tahu tentang praktik penanganan pertama
metode
penyakit ISPA dan hanya 2 orang
korelasional
(13,3%)
waktu
yang
menyatakan
tahu
praktik penanganan pertama penyakit
anaknya
dengan
pendekatan
yang
digunakan
cross-
Populasi pada penelitian ini
orang
(46,7%)
adalah semua ibu yang mempunyai
mengobati
sendiri
balita yang menderita ISPA yang
7
diantaranya
observasi
sectional
ISPA pada balita. Dari 15 ibu tersebut,
penelitian
yang
mengalami
ISPA
memeriksakan
anaknya
di
dengan ramuan tradisional seperti
Puskesmas Sambirejo dalam 1 tahun
bawang merah dan minyak makan
rata-rata
atau diobati dengan membeli obat
Metode pengambilan sampel dalam
penurun panas dan batuk di warung,
penelitian ini secara convenience
di kompres dengan air hangat.
sampling didapatkan 72 orang.
berjumlah
360
orang.
Selebihnya 8 orang (53,3%) periksa
Pengambilan data dilakukan
ke bidan / mantri / dokter praktik dan
sendiri oleh peneliti dengan dibantu
periksa ke puskesmas.
oleh
Berdasarkan uraian diatas, peneliti
tertarik
untuk
meneliti
perawat
di
Puskesmas
Sambirejo yang telah disamakan persepsinya dengan peneliti dengan
tingkat pengetahuan ibu tentang
menggunakan
infeksi
data dilakukan dengan menggunakan
saluran
pernafasan
akur
(ISPA) dengan praktik penanganan
kuesioner.
uji korelasi Spearman Rank.
Analisa
7
Hasil dan Pembahasan Karakteristik responden Tabel 4.1. Daftar Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian di Puskesmas Sambirejo Sragen No. Karakteristik 1. Umur a. < 20 tahun b. 20-35 tahun c. > 35 tahun 2. Tingkat pendidikan a. SD b. SMP c. SMU/K 3. Pekerjaan a. Dagang b. IRT c. swasta 4. Penghasilan keluarga a. < 500 ribu b. 500 rb – 1 juta c. 1 – 1,5 juta d. > 1,5 juta 5. Jumlah anak a. 1 orang b. 2 orang c. 3 orang d. 4 orang e. 5 orang Sumber : Data Primer 201
Frekuensi
Persentase
2 67 3
2,8% 93,1% 4,2%
13 16 43
18,1% 22,2% 59,7%
3 46 23
4,2% 63,9% 31,9%
15 42 7 8
20,8% 58,3% 9,7% 11,1%
22 33 14 2 1
30,6% 45,8% 19,4% 2,8% 1,4%
Tabel 4.1. memperlihatkan
pekerjaan, responden yang paling
bahwa berdasarkan umur responden
banyak bekerja sebagai ibu rumah
yang paling banyak berumur antara
tangga (IRT) yaitu 46 orang (63,9%).
20-35 tahun yaitu 67 orang (93,1%).
Berdasarkan penghasilan keluarga,
Berdasarkan
responden
responden
tingkat yang
berpendidikan orang
paling
SMU/K
(59,7%).
pendidikan, banyak yaitu
43
Berdasarkan
mempunyai
yang
paling
penghasilan
banyak keluarga
antara 500 ribu sampai 1 juta yaitu 42
orang
(58,3%).
Berdasarkan
8
jumlah anak, responden yang paling
membantu
responden
banyak mempunyai anak 2 orang
mencerna informasi yang diterima
yaitu 33 orang (45,8%).
tentang penanganan pertama pada penderita
Tingkat Pengetahuan Tentang Penanganan Pertama ISPA Tabel 4.3. Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penanganan Pertama ISPA di Puskesmas Sambirejo Sragen No. 1. 2.
Tingkat Pengetahuan Tinggi Sedang Jumlah
f
%
57 15 72
79,2% 20,8% 100%
dalam
ISPA.
Notoatmodjo
Menurut
(2003)
tingkat
pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang.
Semakin
tinggi pendidikan seseorang yang pengetahuan
yang
dimilikinya
semakin tinggi. Hal tersebut terkait dengan kemampuan orang tersebut dalam mencerna informasi yang diterima. Pengetahuan yang dimiliki
Tabel 4.3. memperlihatkan bahwa
responden
paling
melalui panca indera sehingga fungsi
mempunyai
tingkat
pendidikan menjadi penting dalam
tinggi
tentang
mempengaruhi tingkat pengetahuan
penanganan pertama ISPA yaitu 57
seseorang. Menurut Soekanto (2006),
orang
pengetahuan
banyak pengetahuan
(79,2%)
yang
responden sebagian besar diperoleh
sedangkan
yang
(knowledge)
adalah
paling sedikit mempunyai tingkat
kesan dalam pikiran manusia sebagai
pengetahuan
hasil penggunaan panca inderanya,
pertama
tentang
ISPA
penanganan
dengan
kategori
sedang yaitu 15 orang (20,8%) Responden
yang
yang
berbeda
kepercayaan
memiliki
sekali
dengan
(beliefes),
tahayul
(supersititions),
dan
pengetahuan dengan kategori tinggi
penerangan
yang
tentang penanganan ISPA dapat
(missinformations).
disebabkan pendidikan
karena responden
tingkat
Selain
tingkat
penerangankeliru pendidikan
yang
faktor lain yang turut mempengaruhi
tergolong cukup tinggi yaitu SMU/K.
tingkat pengetahuan yang tinggi
Pendidikan
adalah faktor pekerjaan. Responden
responden
turut
9
dalam penelitian ini sebagian besar
mempunyai penghasilan menengah
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
ke
Responden yang bekerja sebagai ibu
memiliki pengetahuan tinggi tentang
rumah
banyak
penanganan pertama ISPA lebik
banyak
kecil
tangga
sedikit
mempunyai
lebih
bawah,
kemungkinan
daripada
untuk
responden
yang
kesempatan untuk mencari informasi
mempunyai penghasilan menengah
tentang penanganan pertama pada
ke atas.
penderita ISPA terutama pada balita.
Responden yang mempunyai
Semakin banyak informasi yang
pengetahuan
tinggi
dimiliki
penanganan
pertama
responden
tentang
ISPA
penanganan pertama ISPA maka
diharapkan
pengetahuan yang dimilikinya akan
pengetahuan yang dimilikinya dalam
semakin
bentuk perilaku penanganan pertama
tinggi.
Notoatmodjo merupakan
Menurut
(2003) variabel
pekerjaan
menerapkan
Dengan
menerapkan
susah
pengetahuan yang dimilikinya, balita
digolongkan namun berguna bukan
yang menderita ISPA dapat segera
saja sebagai dasar demografi, tetapi
mendapatkan pertolongan pertama
juga suatu metode untuk menentukan
untuk mencegah kejadian ISPA yang
status sosial ekonomi.
lebih
Pekerjaan
yang
ISPA.
dapat
tentang
mempengaruhi
parah.
pengetahuan
yang mempunyai penghasilan tinggi
presdiposisi
mempunyai
perilaku
untuk
Lawrence
Green dalam Notoatmodjo (2003),
penghasilan seseorang. Seseorang kesempatan
Menurut merupakan yang
faktor
mempengaruhi
responden
terhadap
memiliki pengetahuan tinggi tentang
penanganan
penanganan
Seseorang akan berperilaku sesuai
tersebut
pertama
ISPA.
berhubungan
kemampuan
Hal
dengan
responden
dalam
dengan
pertama pengetahuan
ISPA. yang
dimilikinya.
sumber-sumber
Responden yang mempunyai
informasi seperti buku, majalah,
tingkat pengetahuan tinggi tentang
koran,
penanganan ISPA tercermin pada
menyediakan internet
Sedangkan
dan
sebagainya.
responden
yang
jawaban benar tentang pernyataan
10
tentang tingkat pengetahuan praktik
benar atau salah, yang penting
penanganan ISPA. Pada penelitian
anaknya dapat cepat sembuh dari
ini
sakit ISPA.
sebagian
besar
responden
menjawab benar pada soal nomor 10
Hasil
penelitian
yaitu pernyataan tentang Praktik
menunjukkan
penanganan
responden yang mempunyai tingkat
ISPA
sebaiknya
bahwa
ini
dilakukan pada malam hari ketika
pengetahuan
anak sudah tidur. Responden yang
pertama
menjawab benar pada soal nomor 10,
rendah yang ditunjukkan dengan
memberikan
bahwa
persentase jawaban salah terbanyak
responden mengetahui waktu praktik
pada soal nomor 9 yaitu penyartaan
penanganan
ISPA
pada
balita.
tentang Waktu penanganan ISPA
Pengetahuan
yang
baik
tentang
yang baik harus sesuai dengan
waktu praktik penanganan ISPA
anjuran dokter atau tenaga kesehatan
dapat memberikan motivasi kepada
dan pernyataan nomor 11 tentang
responden untuk melakukan praktik
Penanganan
penanganan pertama pada balita
minimal dilakukan sekali dalam satu
yang
hari selama anak menderita ISPA.
asumsi
menderita
ISPA.
Praktik
tentang
terdapat
ISPA
penanganan
dengan
ISPA
kategori
pada
balita
penanganan ISPA dapat dilakukan
Jawaban responden terhadap
pada saat balita tertidur sehingga
jawaban yang salah memberikan
pada
asumsi bahwa responden melakukan
saat
penanganan
tidak
tindakan
terganggu oleh gerakan balita.
praktik
penanganan
Responden yang menjawab
terhadap penyakit ISPA pada balita
benar pada soal nomor 10, juga dapat
tanpa didasari oleh keilmuan yang
disebabkan
benar. Responden yang menjawab
orang
tua
karena untuk
harapan dapat
dari selalu
salah
dapat
disebabkan
karena
mempunyai anak yang sehat. Setiap
tingkat pendidikan responden yang
upaya
untuk
tergolong rendah. Hasil penelitian ini
menyembuhkan anaknya yang sakit,
menunjukkan bahwa terdapat 13
akan menjadi pilihan prioritas bagi
orang
responden, terlepas upaya tersebut
berpendidikan SD dan 16 orang
yang
bertujuan
(18,1%)
responden
yang
11
(22,2%) yang berpendidikan SMP.
dan perilaku seseorang dibidang
Responden
kesehatan,
rendah
yang
berpendidikan
menyebabkan
sehubungan
dengan
responden
kesempatan memperoleh informasi
kurang dapat memahami informasi
karena adanya fasilitas atau media
yang diterima tentang penanganan
informasi.
pertama ISPA.
Selain itu, salah satu faktor
Responden
yang
memiliki
yang
mempengaruhi
tingkat pengetahuan rendah juga
pengetahuan
dapat disebabkan karena tingkat
ISPA adalah umur sebagaimana
penghasilannya tergolong menengah
dinyatakan oleh Soekanto (2006)
ke bawah yaitu antara 500 ribu
yang
sampai 1 juta. Penghasilan responden
berpengaruh dalam meningkatkan
merupakan merupakan sarana yang
pengetahuan,
dapat
mental
dipergunakan
menyediakan
untuk
tentang
tingkat
menjelaskan
penanganan
bahwa
karena
yang
umur
kemampuan
diperlukan
untuk
sumber-sumber
mempelajari dan menyesuaikan diri
informasi seperti buku, majalah dan
pada situasi baru, seperti mengingat
internet. Penghasilan responden yang
hal-hal yang dulu pernah dipelajari,
tergolong
bawah
penalaran
banyak
kreatif, mencapai puncaknya dalam
memenuhi
usia 20 - 30 tahun. Hasil penelitian
menengah
kemungkinan digunakan
ke
lebih untuk
analogi
ini
menyediakan
Soekanto (2006) karena responden
informasi
tentang
penanganan tersebut
pertama
praktik ISPA.
menyebabkan
Hal
responden
dengan
berpikir
kebutuhan hidup sehari-hari daripada sumber-sumber
sesuai
dan
pernyataan
dalam penelitian ini sebagian besar berusia
antara
20-35
tahun
sebagaimana diperlihatkan tabel 4.1.
memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang praktik penanganan pertama ISPA.
Menurut
Azwar
(2008),
tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan
Praktik ISPA
Penanganan
Pertama
Tabel 4.5. Praktik Penanganan Pertama ISPA di Puskesmas Sambirejo Sragen No.
Praktik
f
%
12
orang
Penanganan Pertama ISPA Baik 62 86,1% Cukup 7 9,7% Kurang 3 4,2% Jumlah 72 100%
1. 2. 3.
berpendapat
bahwa
pengalaman itu lebih luas daripada sumber belajar. Pengalaman artinya berdasarkan pada pikiran yang kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Pengalaman-
Tabel 4.5. memperlihatkan
pengalaman yang disusun secara
paling
sistematis oleh otak maka hasilnya
praktik
adalah ilmu pengetahuan. Semua
penanganan pertama ISPA dengan
pengalaman pribadi dapat merupakan
kategori baik yaitu 62 orang (86,1%)
sumber
sedangkan
sedikit
Namun tidak semua pengalaman
penanganan
pribadi dapat menuntun sesorang
bahwa
responden
banyak
yang
melakukan
yang
melakukan pertama
paling
praktik
ISPA
dengan
kategori
penelitian
menunjukkan
bahwa
ini
responden
pengetahuan.
untuk menarik kesimpulan dengan benar.
kurang yaitu 3 orang (4,2%). Hasil
kebenaran
Untuk
dapat
menarik
kesimpulan dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis. Pentingnya
melakukan praktik yang baik dalam
peranan
ibu
pertama
dalam praktik penanganan kesehatan
ISPA. Penanganan pertama terhadap
anak didasari berbagai alasan. Dalam
penyakit
kegiatan pelayanan kesehatan dasar
melakukan
penanganan ISPA
yang
dilakukan
dengan baik dapat membantu balita
wanita
untuk cepat sembuh. Hal tersebut
peranan besar dalam pencegahan dan
disebabkan karena penyakit ISPA
pengawasan penyakit umum lokal,
yang dialami balita masih tergolong
deteksi gejala dini, keputusan untuk
ringan sehingga tidak menimbulkan
mencari pengobatan dan kegiatan
efek samping yang membahayakan
lingkungan
keselamatan balita.
pencegahan
Menurut pengalaman
Soekanto diartikan
khususnya
(2006),
Peranan
sebagai
penanganan
sumber belajar sekalipun banyak
ibu,
yang dan ibu
memiliki
bertujuan perlindungan.
dalam kesehatan
praktik anak
dipengaruhi oleh kebiasaan yang
13
dilakukan
ibu,
termasuk
dalam
Baik motorik kasar maupun motorik
praktik penanganan penyakit ISPA
halus tidak mendapatkan rangsangan
yang diderita anak.
untuk berkembang.
Ibu perlu mengetahui serta mengamati
tanda
pneumonia
dan
dini
bahwa responden yang menjawab
mencari
benar dengan persentasi tertinggi
pertolongan dan rujukan pada sistem
terdapat pada soal nomor 2 yaitu
pelayanan kesehatan agar penyakit
pernyataan
anak balitanya tidak menjadi lebih
mencuci
berat. Berdasarkan hal tersebut dapat
selimut balita yang menderia ISPA
diartikan dengan jelas bahwa peran
setiap hari dengan menggunakan
ibu
deterjen.
dalam
keluhan
Tabel 4.4. memperlihatkan
kapan
praktik
praktik
tentang pakaian,
Pada
Saya
selalu
handuk
pernyataan
ini,
penanganan dini bagi balita sakit
memberikan
ISPA sangatlah penting, sebab bila
responden mengetahui bahwa salah
praktik praktik penanganan ISPA
satu
tingkat keluarga yang kurang/buruk
kejadian ISPA pada balita adalah
akan berpengaruh pada perjalanan
lingkungan
penyakit dari yang ringan menjadi
termasuk pakaian yang digunakan
bertambah berat. Praktik penanganan
balita sehingga salah satu upaya
ISPA yang tidak tepat menyebabkan
untuk menghindari penyakit ISPA
penyakit yang diderita anak tidak
adalah
dengan
kunjung
pakaian
yang
sembuh.
menyebabkan
Hal
aktivitas
tersebut anak
pada
ibu
terhadap
yang
responden
langsung
juga
perkembangan
tidak
menyebabkan
yang
tidak
selalu
sehat
mencuci
dikenakan
balita
benar pada pernyataan nomor 2 dapat dipengaruhi
secara
mempengaruhi
Responden yang menjawab
kesehatan anaknya. Aktifitas anak terganggu
yang
bahwa
setelah digunakan.
terganggu disamping menimbulkan kecemasan
faktor
asumsi
dan
oleh
pengalaman
dalam
melakukan
pencegahan terhadap penyakit ISPA pada
balita.
Pada
waktu-waktu
motorik
anak
tidak
adanya
sebelumnya kemungkinan responden
rangsangan pada syaraf motoriknya.
pernah menangani kejadian yang
terganggu
karena
14
sama
namun
belum
tahu
cara
penanganan ISPA pada balita dapat
mengatasinya. Setelah mendapatkan
disebabkan karena responden jarang
penjelasan dari tenaga kesehatan,
atau tidak pernah mempraktekkan
responden lebih mengerti tentang
materi dalam kuesioner yang dijawab
pencegahan penyakit ISPA pada
dengan salah. Faktor lain yang dapat
balita. Asumsi ini didukung data
mempengaruhi responden menjawab
penelitian yang menunjukkan bahwa
salah adalah karena responden belum
sebagian
mengetahui tentang materi kuesioner
besar
mempunyai
2
responden orang
anak
sehingga asal menjawab. Menurut
sebagaimana diperlihatkan gambar
Notoatmodjo (2003), pengetahuan
4.1.
dapat Penelitian ini menunjukkan
mempengaruhi
perilaku
seseorang, dimana seseorang akan
bahwa responden yang paling sedikit
berperilaku
melakukan
pengetahuan yang dimilikinya.
pertama
praktik
ISPA
penanganan
dengan
sesuai
dengan
kategori
Responden yang mempunyai
kurang yaitu 3 orang (4,2%) yang
praktik penanganan pertama ISPA
ditunjukkan
dengan
dengan
persentasi
kategori
kurang
tertinggi jawaban salah responden
disebabkan
pada soal nomor 18 yaitu pernyataan
responden.
tentang Saya memberikan perhatian
menunjukkan bahwa terdapat 23
penuh kepada balita saya selama
responden
balita
ISPA.
pegawai swasta. Responden yang
Responden yang menjawab salah
bekerja sebagai karyawan swasta
pada soal nomor 18 dapat disebabkan
menyebabkan
karena
dalam
saya
menderita
responden
jarang
karena
dapat
pekerjaan
Penelitian yang
bekerja
responden
menerapkan
ini sebagai
kurang
pengetahuan
mendampingi anak karena bekerja,
yang dimilikinya tentang praktik
baik
penanganan
mencari
nafkah
atau
pertama
Hal
mengerjakan pekerjaan rumah yang
tersebut
lain.
responden lebih banyak berada di Responden yang menjawab
salah
pada
kuesioner
praktik
disebabkan
ISPA.
karena
tempat kerja daripada mendampingi anaknya. Praktik merupakan suatu
15
bentuk perilaku yang merefleksikan pengetahuan Semakin
yang
banyak
dibutuhkan
dimilikinya. waktu
seseorang
yang untuk
Menurut (2003),
Notoatmodjo
perilaku
adalah
sesuatu
kegiatan atau aktivitas organisme atau
makhluk
hidup
yang
menyelesaikan pekerjaannya maka
bersangkutan. Sedangkan menurut
praktik penanganan pertama ISPA
Suryani, (2003) perilaku adalah aksi
yang dimiliki akan semakin rendah.
dari individu terhadap reaksi dari
Menurut Lawrence Green dalam
hubungan
Notoatmodjo
pekerjaan
Dapat disimpulkan perilaku adalah
merupakan faktor pemungkinan yang
semua kegiatan manusia baik yang
mempengaruhi perilaku responden
dapat diamati langsung maupun tidak
dalam
dapat diamati oleh pihak luar.
(2003),
melakukan
penanganan Pekerjaan
praktik
pertama dalam
lingkungannya.
ISPA.
mempengaruhi
responden
dengan
waktu
melakukan
penanganan pertama ISPA.
Hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik penanganan pertama ISPA pada balita di Puskesmas Sambirejo Sragen Tabel 4.6. Tabel silang hubungan tingkat pengetahuan dengan praktik penanganan pertama ISPA pada balita di Puskesmas Sambirejo Sragen No.
Tingkat pengetahuan Praktik
1. 2. 3.
Baik Cukup Kurang Total Sumber : Data Primer 2011
Tabel 4.6. memperlihatkan bahwa
pengetahuan
48 6 3 57
66,7 8,3 4,2 79,2
Sedang f % 14 1 0 15
19,4 1,4 0 20,8
Total f % 62 7 3 72
86,1 9,7 4,2 100
penanganan
pertama
ISPA
paling
melakukan
praktik
penanganan
mempunyai
tingkat
pertama ISPA dengan baik yaitu 48
tinggi
tentang
orang (66,7%). Responden yang
responden
banyak
Tinggi f %
yang
dan
16
paling sedikit mempunyai tingkat
bahwa data tingkat pengetahuan
pengetahuan sedang tentang tentang
tentang praktik penanganan pertama
penanganan
pertama
ISPA
ISPA dan data praktik penanganan
melakukan
praktik
penanganan
dan
pertama ISPA dengan cukup yaitu 1 orang (1,4%).
Hasil uji statistik tingkat pengetahuan dengan praktik penanganan pertama ISPA pada balita di Puskesmas Sambirejo Sragen dengan korelasi product moment Tabel 4.7. Hasil uji normalitas data dengan Uji Kolomogorov-Smirnov KolmogorovSmirnova Statistic df Sig. Tingkat pengetahuan .142 72 .001 Praktik Penanganan .160 72 .000 Pertama ISPA
pertama
ISPA
dinyatakan
tidak
terdistribusi normal. Tabel 4.8. Hasil uji statistik tingkat pengetahuan dengan praktik penanganan pertama ISPA pada balita di Puskesmas Sambirejo Sragen dengan korelasi Spearman Rank 1 1,000
2 .424**
tingkat pengetahuan Praktik 1,000 Penanganan Pertama ISPA **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji statistik korelasi Spearman Rank didapatkan nilai ρ
Tabel 4.7. memperlihatkan
hitung sebesar 0,424 dengan taraf
data
tingkat
signifikansi 0,000 sehingga dapat
pengetahuan
tentang
praktik
disimpulkan bahwa ada hubungan
penanganan
pertama
ISPA
yang bermakna secara statistik antara
bahwa
untuk
(p)
tingkat pengetahuan dengan praktik
sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05
penanganan pertama ISPA pada
sedangkan untuk variabel praktik
balita
penanganan
Sragen (ρ = 0,424; p < 0,001).
didapatkan
didapatkan
nilai
signifikansi
pertama nilai
ISPA
signifikansi
(p)
di Hasil
Puskesmas
Sambirejo
penelitian
ini
sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05.
menunjukkan bahwa responden yang
Dengan demikian dapat disimpulkan
mempunyai
pengetahuan
tinggi
17
tentang ISPA melakukan praktik
Responden yang melakukan
penanganan pertama ISPA dengan
praktik penanganan pertama ISPA
baik
dengan
sedangkan
memiliki
responden
pengetahuan
yang sedang
baik
responden
tentang praktik penanganan pertama
yang
ISPA
pertama
juga
melakukan
praktik
disebabkan
memiliki
tinggi
karena
pengetahuan
tentang
penanganan
ISPA.
Menurut
penanganan ISPA dengan kategori
Notoatmodjo
(2003)
cukup. Hasil uji statistik korelasi
seseorang dipengaruhi oleh tingkat
Spearman Rank didapatkan nilai r
pengetahuan
hitung sebesar 0,424 dengan taraf
tentang sesuatu yang dilakukannya.
signifikansi 0,000 sehingga dapat
Seseorang akan berperilaku sesuai
disimpulkan bahwa ada hubungan
dengan
yang bermakna secara statistik antara
dimilikinya.
yang
perilaku dimilikinya
pengetahuan
yang
tingkat pengetahuan dengan praktik
Responden yang mempunyai
penanganan pertama ISPA pada
pengetahuan tinggi tentang praktik
balita
penanganan
pertama
kemungkinan
akan
di
Puskesmas
Sambirejo
Sragen.
ISPA diterapkan
Hasil penelitian ini sama
menjadi perilaku dalam melakukan
dengan penelitian yang dilakukan
pertolongan pertama jika anaknya
oleh
menderita
ISPA.
menunjukkan bahwa ada hubungan
menerapkan
pengetahuan
antara
dimilikinya
Handayani tingkat
(2008)
yang
pengetahuan
ibu
maka
balita
yang
menderita
pada balita penderita ISPA Non
disembuhkan
Pneumonia di Puskesmas Klaten
yang tidak menerapkan pengetahuan
Tengah.
yang dimilikinya.
besar
tingkat
lebih
yang
tentang ISPA dengan perawatan ibu
Sebagian
ISPA
Dengan
daripada
mudah
responden
pengetahuan ibu tentang ISPA cukup (65,6%) dan perawatan ibu pada balita
penderita
ISPA
Pneumonia baik (68,7%).
Keterbatasan
Non Keterbatasan penelitian
ini
adalah
dalam pengisian
18
kuesioner
dilakukan
pada
saat
dengan kategori baik yaitu 62 orang
responden melakukan kunjungan ke
(86,1%)
Puskesmas
penanganan pertama ISPA dengan
untuk
memeriksakan
sedangkan
praktik
anaknya sehingga dalam pengisian
kategori
kuesioner
faktor
(4,2%); 3) Ada hubungan antara
penggganggu yang dapat menjadikan
tingkat pengetahuan dengan praktik
pengukuran pengetahuan responden
penanganan pertama ISPA pada
tentang penanganan pertama ISPA
balita
menjadi bias. Faktor pengganggu
Sragen yang ditunjukkan dengan
tersebut antara lain, suasana yang
nilai ρ hitung sebesar 0,424 dengan
ramai saat pengisian kuesioner, anak
taraf signifikansi 0,000.
yang
terdapat
rewel
sehingga
membantu
dalan
pengisian
konsentrasi
kurang
di
yaitu
Puskesmas
3
orang
Sambirejo
Saran
kuesioner. Berdasarkan hasil penelitian dan Kesimpulan
pembahasan
dilakukan
dapat
yang
telah
diberikan
saran
Berdasarkan hasil penelitian
kepada ibu yang mempunyai balita
pembahasan
agar
dan
yang
telah
meningkatkan
dilakukan dapat diambil kesimpulan
tentang
sebagai
terhadap
berikut:
1)
Tingkat
pengetahuan
penanganan penyakit
pertama
ISPA
untuk
pengetahuan ibu tentang ISPA di
mencegah kejadian ISPA yang lebih
Puskesmas
parah.
Sambirejo
termasuk
dalam
sebanyak
57
Sragen
kategori orang
tinggi
(79,2%),
DAFTAR PUSTAKA
sedangkan tingkat pengetahuan ibu tentang
ISPA
dengan
kategori
sedang yaitu 15 orang (20,8%); 2) Praktik penanganan pertama ISPA pada
balita
Puskesmas
saat
di
Sambirejo
rumah
di
Sragen
Anderson, ET dan Judith, Mc.F., 2006, Keperawatan Komunitas Teori dan Praktek. Jakarta: EGC. Arikunto, S., 2006, Penelitian
Prosedur Suatu
19
Pendekatan Praktek, Edisi V, Rineka Cipta, Jakarta. Azwar, S., 2008, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Liberty, Jakarta, 55 Depkes RI, 2004, Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk Penanggulangan Pnemonia Pada Balita Depkes RI, 2005, Apa dan Mengapa Vitamin A Panduan Praktis Untuk Praktisi Kesehatan,Jakarta: UNICEF Depkes RI, 2005, Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Penanggulangan Pneumonia Balita tahun 2005-2009, Jakarta. Depkes RI, 2008, Tata Laksana Standar Kasus ISPA, Ditjen PPM dan PLP, Jakarta. Depkes RI, 2002, Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pnemonia Pada Balita, Jakarta. DoctorologyIndonesia, 2009, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), http://doctorology.net/?p=205, diakses tanggal 6 Februari 2011. Handayani, S., 2008, Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Ispa Dengan Perawatan Ibu Pada Balita
Penderita ISPA Non Pneumonia Di Puskesmas Klaten Tengah Tahun 2008, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, tidak dipublikasikan Handayani, D., 2010, Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Ispa Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Bangetayu Kota Semarang Tahun 2010, Skripsi, Universitas Diponegoro,tidak dipublikasikan Mubarak, I. 2005, Pengantar Keperawatan Komunitas 1, Jakarta: CV Sagung Seto Notoatmodjo, S., 2003, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku¸Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Oktaviani, V. A., 2009, Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita Di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali, Skripsi, Universitas Diponegoro, tidak dipublikasikan Purwanto, M. N., 2007, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remadja Karya.
20
Purwanto, M. N., 2009, Psikologi pendidikan, Bandung, PT, Remaja Rosdakarya Rasmaliah, 2004, Infeksi Saluran Akut (ISPA) dan penanggulangan, Universitas Sumatera Utara, Available from : http://library.usu.ac.id/downloa d/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf. (Accessed 16 April 2010) Samsuridjal D. & Heru S., 2003, Imunisasi Dewasa, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Santoso, P., 2004, Faktor Resiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Kali Kedinding, www.digilib.litbang.depkes .go.id diunduh pada tanggal 30 Maret 2005 SDKI, 2008, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten Sehat. Jakarta. Soekanto, S., 2006, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta Soerjono Soekanto Sugiyono., 2007, Statistik Untuk Penelitian, Alfa Beta, Jakarta. Sulastri, W., 2007, Kebiasaan Ibu Dalam Pencegahan Primer Penyakit Ispa (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Pada Balita Keluarga Non Gakin Di Desa Nanjung Mekar Wilayah Kerja
Puskesmas Nanjung Mekar Kabupaten Bandung, Skripsi, Universitas Padjadajran, tidak dipublikasikan Suryani, E, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta: Jakarta Waluyo, H., 24 Mei 2009, Hambatan Kultural Kurikulum 2004, http: //www.suaramerdeka.com. /harian/0401/26/kha2.htm. WHO, 2003, Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Negara Berkembang, Jakarta: EGC.