MOTIVASI KERJA PENYULUH KELUARGA BERENCANA DALAM PARTISIPASI PRIA MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN BANJAR KOTA BANJAR
S URTINI
[email protected] NPM. 35067120011 ILMU PEMERINTAHAN STISIP BINA PUTERA BANJAR
ABSTRAK Surtini, 3506120011. 2016. Motivasi Kerja Penyuluh Keluarga Berencana dalam Partisipasi Pria Menjadi Akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar Kota Banjar. Skripsi. Pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun terus bertambah. Peningkatan jumlah penduduk yang besar tanpa disertai dan diimbangi dengan peningkatan kesejahteraanya, justru akan menimbulkan bencana sosial dan gangguan terhadap pembangunan.. Usaha untuk mengatasi pertumbuhan penduduk yang cepat itu mulai dilakukan dengan pelaksanaan program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama yang baik antara petugas dengan akseptor Keluarga Berencana. Dibutuhkan kerja keras dan motivasi kerja yang tinggi dari petugas, demi tercapainya kesertaan Pasangan Usia Subur (PUS) Pria Menjadi peserta Keluarga Berencana. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan studi kasus. Metode penelitian deskriptif yaitu metode yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat penelitian berlangsung. Penelitian di tinjau dari hadirnya variabel dan saat terjadinya, maka penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan/menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) Berdasarkan hasil penelitian, terdapat motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana Dalam Partisipasi Pria menjadi akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar Kota Banjar sebesar 5,5%, tahun 2015 dibanding tahun 2014 sebesar 2,5%. Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukan bahwa partisipasi pria menjadi akseptor Keluarga Berencana sangat tergantung dari motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana. Semakin baik motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana, maka semakin besar partisipasi pria menjadi akseptor Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana akan berkembang dengan baik, apabila terjalin kerjasama antara petugas kesehatan, Penyuluh Keluarga Berencana, akseptor, serta pihak terkait lainya. Kata kunci : Motivasi, Partisipasi, Penyuluh Keluarga Berencana.
ABSTRACT Surtini, 3506120011. 2016. Work Motivation Extension Family Planning in Becoming Men Participation in District Family Planning Acceptors Banjar Banjar. Essay. Population growth from year to year continues to grow. Increasing the number of large population without and offset by an increase in welfare, it will cause social upheavals and disruptions to the national development. Efforts to address the rapid population growth that began with the implementation of the family planning program. Kerluarga Program Plan will not succeed without cooperation between officers and family planning acceptors. It takes hard work and high motivation of the officers, in order to achieve the participation of spouses of fertile age (PUS) men participated in Family Planning. The research method used is descriptive analysis with case studies. Descriptive research method is a method that is used in research to analyze events - events that occurred during the study. Research in the review of the presence of variables and the time of occurrence, the research done by explaining / variables describe the past and present (is happening) Based on the research results, there is motivation to work in the Family Planning Extension Men's participation into Acceptors of Family Planning in the District of Banjar Banjar 5.5%, in 2015 compared to 2014 by 2.5%. Conclusion The results of this study showed that male participation in family planning acceptors become highly dependent on work motivation Extension Family Planning. The better the job motivation Extension Family Planning, the greater participation of men into family planning acceptors. Family Planning Program will develop well, if the established cooperation between health workers, Extension family planning acceptors, as well as other related parties. Keywords: Motivation, Participation, Extension Family Planning
PENDAHULUAN Yang peneliti pilih sebagai objek penelitian, dari 4 kecamatan yang ada di kota Banjar yaitu Kecamatan Banjar, mengingat kecamatan ini pada tahun 2015 mempunyai tingkat partisipasi dalam program Keluarga Berencana kurangnya partisipasi Pria dalam ber KB dari target KB Pria 527 Akseptor tercapai 256 Akseptor KB Pria, PUS (Pasangan Usia Subur) 9870 Sumber PPM (Perkiraan Permintaan Masyarakat) Kecamatan Banjar. Disamping alasan tersebut, juga ada alasan lain yaitu untuk mencapai hasil penelitian secara baik dan efisien peneliti juga mempertimbangkan faktor tenaga, biaya dan waktu dengan tidak mengurangi mutu dari penelitian yang peneliti lakukan di Kecamatan Banjar. Persebaran penduduk di kecamatan Banjar cukup merata. Adapun perincian jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kecamatan Banjar dapat dilihat pada tabel dibawah ini: TABEL 1.1 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR KECAMATAN BANJAR KOTA BANJAR NO 1 2 3 4 5 6 7
INDIKATOR 0 - 1 Tahun 2 - 5 Tahun 5 - 6 Tahun 7 - 15 Tahun 16 - 21 Tahun 22 - 59 Tahun 60 Tahun keatas
JUMLAH 2015 425 2.392 5.727 10.268 7.054 21.607 8.861
Sumber: MDK UPT BKBPP Kecamatan Banjar 2015 Dilihat dari tabel diatas, penduduk di Kecamatan Banjar didominasi oleh angkatan umur antara 22 Tahun sampai dengan umur 59 tahun. Umur yang disebut dengan masa produktif untuk bekerja dan umur Usia Subur dari umur 22 tahun sampai dengan umur 49 Tahun. Selain berdasarkan umur, penduduk Kecamatan Banjar di kelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Adapun Pengelompokan penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
TABEL 1.2 BANYAKNYA PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN KECAMATAN BANJAR KOTA BANJAR
NO
JUMLAH PENDUDUK
KECAMATAN BANJAR
LAKI - LAKI
PEREMPUAN
1 Kelurahan Banjar 8.106 2 Kelurahan Mekarsari 8.490 3 Desa Balokang 4.692 4 Desa Cibeureum 1.115 5 Desa Jajawar 1.246 6 Desa Neglasari 2.487 7 Kelurahan Situbatu 2.106 Sumber: MDK UPT BKBPP Kecamatan Banjar 2015
8.210 8.410 4.694 1.155 1.073 2.441 2.110
Selanjutnya untuk mengetahui jumlah Kepala Keluarga di Kecamatan Banjar, dapat dilihat pada tabel dibawah ini: TABEL 1.3 JUMLAH KEPALA KELUARGA (KK) MENURUT JENIS KELAMIN KECAMATAN BANJAR KOTA BANJAR JUMLAH NO
KECAMATAN BANJAR KK
1 2 3 4 5 6 7
Kelurahan Banjar Kelurahan Mekarsari Desa Balokang Desa Cibeureum Desa Jajawar Desa Neglasari Kelurahan Situbatu JUMLAH Sumber: MDK UPT BKBPP Kecamatan
KK BERDASARKAN JENIS KELAMIN LAKI LAKI PEREMPUAN
4.653 5.032 2.573 774 850 1698 1.304 16.884 Banjar 2015
3.772 4.269 2.174 617 699 1.388 1.111 14030
881 763 399 157 151 310 193 2854
Kepala Keluarga di Kecamatan Banjar pada umumnya bekerja sebagai petaniserta pedagang. Disamping itu pula banyak masyarakat desa yang menggantungkan hidupnya dengan membuat kue, kerupuk, tahu tempe, abon kedele, ranginang, sale dan lain-lain. Kecamatan ini juga merupakan salah satu kecamatan yang berhasil dalam pelaksanaan program keluarga berencana. Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Banjar pada akhir tahun 2015 sebanyak
9870 orang. Sedangkan peserta Keluarga Berencana (KB) Pria sebanyak 256 Akseptor di banding peserta KB Perempuan sebanyak 7.435 orang akseptor dari seluruh peserta Keluarha Berencana 7.691 Akseptor Keluarga Berencana. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana dalam partisipasi Pria menjadi akseptor Keluarga Berencana dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar Kota Banjar? 2. Bagaimana Partisipasi Pria menjadi akseptor Keluarga Berencana dalam program Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar kota Banjar? 3. Faktor apa saja yang mendudkung dan menghambat motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana dalam Partisipasi Pria menjadi akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar kota Banjar? 4. Upaya apa saja umtuk memotifasi Penyuluh Keluarga Berencana dalam Partisipasi Pria menjadi Akseptor Keluarga Berencana? TINJAUAN PUSTAKA Motivasi kerja dalam kaitannya dengan lingkungan kerja, motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh dalam membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja, Sukanto dan Handoko (1986:218), mendifinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri peribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Jadi, motivasi menurut pendapat ini adalah apa yang ada pada seseorang yang akan mewujudkan suatu prilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan yang diinginkan. Motivasi juga adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau dengan kata lain pendorong semangat kerja (Martoyo, 2007: 115). Dengan dorongan dimaksudkan agar dapat memberikan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup Jadi Kunci terpenting untuk itu tak lain adalah “ pengertian mendalam oleh manusia “. Untuk menghindari kekurangankekurangan tepatnya menggunakan istilah motivasi perlu kiranya dikemukakan oleh Manullang dalam (Martoyo, 2007:202) tentang beberapa istilah yang mirip dengan pengertian dari: 1. Motif: motif disamakan dengan kata-kata motif dorongan, serta alasan, yang dimaksud dengan motif adalah dorongan atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. 2. Motivasi: Motivasi atau motivation menimbulkan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang dapat menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation
adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. 3. Motivasi kerja: Motivasi kerja bertolak dari arti motivasi tadi, maka yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau kata lain pendorong semangat. 4. Insentive: Istilah insentive (insentif) dapat digantikan dengan kata alat motivasi, sarana motivasi, sarana penimbul motivasi, atau sarana yang menimbulkan dorongan. Dalam suatu organisasi karyawan dalam bekerja memiliki motivasi yang berasal dari luar maupun dalam, yang merupakan bentuk dari motivasi (Nawawi, 2003 : 351) yaitu: 1. Motivasi Intrinsik Muncul atas dorongan dari dalam diri individu. Dipelajari melalui teori proses (Process Theory) yang banyak membahas tentang motivasi internal individu. 2. Motivasi Ekstrinsik Muncul karena dorongan factor eksternal. Dipelajari melalui teori isi (Content Theory) yang membahas faktor eksternal. Dalam perusahaan, motivasi berperan sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Tujuan dalam memberikan motivasi kerja terhadap karyawan agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dengan demikian berarti juga mampu memelihara dan meningkatkan moral, semangat dan gairah kerja, karena dirasakan sebagai pekerjaan yang menantang. Program ini dalam suatu organisasi dapat mendorong berkembangnya motivasi berprestasi dalam suatu perusahaan, yang akan memacu tumbuh dan berkembangnya persaingan sehat antar individu atau tim kerja dalam suatu perusahaan. Tetapi dalam individu setiap manusia tidak semua karyawan termotivasi lewat lingkungan kerjanya yang biasa disebut dengan motivasi eksternal, tetapi ada juga karyawan yang termotivasi dari dalam dirinya sendiri (motivasi internal) tanpa ada motivasi khusus yang dia dapatkan dalam lingkungan kerjanya. OBJEK DAN METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif Naturalistik. Menurut Nasution (1992:18), “ Penelitian kualitatif naturalistik artinya sifat yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif bukan kuantitatif karena tidak menggunakan alat-alat pengukur dan situasi lapangan penelitian bersifat “natural? Atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen dan test.”Sedangkan menurut Sugiono (2014:13): Jenis penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Jadi penelitian kualitatif naturalistik adalah penelitian yang lebih menekankan pada objek data secara kualitatif. Sedangkan tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk mencari data secara holistik komperhensif tentang motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana dalam partisipasi pria menjadi akseptor keluarga berencana di Kecamatan Banjar Kota Banjar. Memperhatikan tujuan dan data yang diperlukan, pendekatan penelitian yang diterapkan adalah jenis penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman mendalam atas suatu obyek penelitian. Teori awal yang dibangun hanya sebatas membantu pemahaman dalam menyusun permasalahan agar menjadi lebih terfokus. Penelitian kualitatif tidak bertujuan mengkonfirmasi realitas, seperti dalam uji hipotesis, tetapi justru “Menampakan” atau membangun realitas yang sebelumnya belum terungkap, implisit, tersembunyi, menjadi nyata, eksplitis nampak (Irawan, 2006: 46): Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptip dengan studi kasus. Metode penelitian deskriptif yaitu metode yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat penelitian berlangsung, Penelitian kualitatif tidak bertujuan mengkonfirmasi realisasi, seperti dalam uji hipotesis, tetapi justru “menampakan” atau membangun realitas yang sebelumnya belum terungkap, implisit, tersembunyi, menjadi nyata, eksplisit, nampak (Irawan,2006:46).
Hasil penelitian Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, diantaranya: Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu konsisitensi dan jelas. Tentang alasan mengapa berkomunikasi itu penting bagi seseorang dan manajer, berikut ini ada beberapa alasan utama tentang pentingnya berkomunikasi. a. Komunikasi mendapatkan efektivitas yang lebih besar b. Komunikasi menempatkan orang-orang pada tempat yang seharusnya c. Komunikasi membawa orang-orang untuk terlibat dalam organisasi dan me ningkatkan motivasi untuk menghasilkan kinerja yang baik, dan meningkatkan komitmen terhadap organisasi.
d. Komunikasi menghasilkan hubungan dan pengertian yang lebih baik antara bawahan, orang-orang didalam organisasi dan di luar organisasi. e. Komunikasi menolong orang-orang untuk mengerti perlunya perubahan. Ada rintangan dalam berkomunikasi, yaitu rintangan pribadi, rintangan fisik, dan rintangan bahasa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Keith Davis (1985:465) bahwa “Three types of bariers are personal, physycal, and semantic”
a. Rintangan pribadi Rintangan pribadi yang dimaksud adanya hambatan peibadi yang disebabkan karena emosi, alat indra yang terganggu, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada norma atau nilai budaya tertentu. b. Rintangan Fisik Rintangan fisik yang dimaksud adalah terlalu jauh jarak tempat berkomunikasi antara sender dan receiver. Dalam hal ini diperlukan media komunikasi seperti telepon, alat pengeras suara, SSB (Single Side Band), dan alat komunikasi lainnya. c. Rintangan bahasa Rintangan bahasa yang dimaksud adalah kesalahan dalam menginterpretasikan istilah kata. Misalnya kata atos, sender orang Sunda dalam pesannya bermaksud atos itu berarti sudah, sedangkan sedangkan receiver orang Jawa menerima pesan tersebut dengan pengertian atos itu keras. Peneliti dapat mengatakan bahwa komunikasi itu merupakan suatu proses yang terdiri dari suatu rangkaian yang saling berhubungan dengan tujuan akhir mempengaruhi perilaku, sikap, dan kepercayaan. Begitu halnya komunikasi yang baik sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang penyuluh dalam mempengaruhi atau memotivasi seorang pria untuk menjadi akseptor Keluarga Berenca. Seorang penyuluh harus bisa berkomunikasi sesuai dengan keadaan dimana meraka berada sesuai dengan kondisi bahasa yang masyarakat tersebut gunakan supaya informasi dan motivasi dapat di terima, di mengerti dan akhirnya masyarakat melakukan apa yang di harapkan oleh seorang penyuluh. Adapun alat kontrasepsi pria adalah sebagai berikut: 1. Kondom Kondom yaitu sarung karet tipis penutup penis yang menapung cairan sperma pada saat pria berijekulasi. Cara kerjanya mencegah pertemuan spermatozoa/sel mani dengan sel telur pada waktu bersenggama. Keuntungan memakai kondom a) Murah, mudah didapat b) Dapat mencegah penularan penyakit kelamin Kerugian memakai kondom a) Selalu harus memakai kondom baru b) Harus selalu ada persediaan c) Tingkat kegagalan tinggi (bocor dan terlambat memakai)
d) Mengganggu kenyaman bersenggama 2. Vasektomi/MOP (Medis Operasi Pria) Yaitu Metode kontrasepsi operasi mantap bagi suami untuk mereka yang tidak ingin anak lagi. Keuntungan Vasektomi a) Tidak ada efek samping Kerugian menggunakan Vasektomi a) Harus dengan tindakan pembedahan b) Harus memakai kontrasepsi kondom selama 10 kali ejekulasi (sampai sperma negartif) Yang tidak boleh menggunakan MOP: a) Yang mempunyai penyakit jantung b) Yang mempunyai penyakit paru-paru c) Yang mempunyai penyakit darah tinggi d) Yang mempunyai penyakit gula darah Dari hasil wawancara dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis Keluarga Beremcana dan Pemberdayaan Perempuan Kecamatan Banjar mengenai motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana dalam partisipasi pria menjadi Akseptor Keluarga Berencana di wilayah Kecamatan Banjar: “ UPT KBPP Kecamatan Banjar mempunyai tenaga penyuluh keluarga sebanyak 6 orang, sedangkan Desa/keluarahan di wilayah kecamatan ada 7, sehingga ada satu orang petugas penyuluh memegang 2 desa/kelurahan. UPTKBPP Kecamatan Banjar mendapatkan target Peserta KB Pria sebanyak 527 Akseptor tercapai hanya 2,5% akseptor dari Pasangan Usia Subir yang ada yaitu sebanyak 9870. Upaya Untuk meningkat kesertaan pria menjadi Akseptor keluarga Berencana melakukan hal-hal sebagai berikut: dengan adanya program kerja, adanya petugas pembantu di setiap desa/kelurahan, dibentuknya kelompok Keluarga Berencana Pria di setiap kecamatan. guna mengefektipkan , KIE, penteladanan. Pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana Pria satu minggu satu kali yang bertempat di PKM 1 Purwaharja.“(Hasil Wawancara Tanggal 27 Juni 2016). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa kesertaan ber KB pria masih rendah dipengaruhi beberapa faktor di antaranya dalam hal komunikasi, kurangnya koordinasi diantara pihak-pihak seperti masyarakat, dan intansi terkait kurang dan belum seluruhnya berjalan dan terhubung dengan baik. Kurangnya tenaga penyuluh yang tidak seimbang dengan banyaknya Pasangan Usia Subur yang ada di Desa/Kelurahan wilayah Kecamatan Banjar. Dari hasil wawancara dengan Kepala Seksi Urusan Jaminan Pelayanan Keluarga Berencana Kota Banjar. “ Motivasi yang diberikan kepada Pria yiatu informasi yang jelas bahwa yang memakai kontrasepsi MOP tidak ada efek samping adanya uang jaminan hidup untuk istirahat selama satu minggu. Pelaksanaan Pelayanan KB pria untuk kondom di salurkan melalui puskesmas-puskesmas se-Kota Banjar, sedangkan pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana Medis Operasi Pria di laksanakan setiap hari Rabu bertempat di Puskesmas Purwaharja 1, keterbatasan anggaran
sehingga tidak dilaksanakan setiap hari dan tidak di setiap wilayah kecamatan seKota Banjar.” Kurangnya sarana penunjang, masih keterbatasan tempat pelayanan kontrasepsi Pria terutama Pelayanan MOP (Medis Operasi Pria) hanya satu tempat yaitu di PKM 1 Purwaharja. Untuk memperbaiki dan menjadikan kebijakan ini berjalan dengan baik dan sukses maka menurut saya Dinas BKBPP Kota Banjar perlu banyak perbaikan dalam masalah komunikasi dan koordinasi. Komunikasi baik yang terjalin antara pemerintah daerah, masyarakat, Kepal Desa/Lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama yang ada di wilayahnya masing-masing. Sumber Daya Sumber daya utama dalam kegiatan penyuluhan adalah penyuluh Keluarga Berencana itu sendiri. Diperlukan penyuluh yang ahli dan mampu dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan partisipasi pria menjadi peserta Keluarga Berencana. Yang kedua adalah informasi, informasi berhubungan dengan masyarakat untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi informasi tentang Program Keluaga Berencana khususnya Keluarag Berencana pria yaitu kondom dan MOP. Dalam hal ini Sumber Daya Manusianya yang harus ditingkatkan guna tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan. Jadi Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja harus betul-betul yang mempunyai kopetensi di bidangnya. Ada tiga kepentingan dalam perencanaan sumber daya manusia yaitu kepentingan individu, kepentingan organisasai, dan kepentingan nasional. Kepentingan individu perencanaan sumber daya manusia sangat penting bagi setiap individu pegawai karena dapat membantu meningkatkan potensinya. Kepentingan organisasai perencanaan sumber daya manusia sangat penting bagi organisasai (perusahaan) dalam mendapatkan calon pegawai yang memenuhi kualifikasi. Dengan adanya perencanaan sumber daya manusia, dapat dipersiapkan calon-calon pegawai yang berpotensi. Kepentingan nasional perencanaan sumber daya manusia sangat bermanfaat bagi kepentingan nasional, Hal ini karena pegawai-pegawai yang berpotensi tinggi dapat dimanfaatkan pula oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional. Meraka dapat dijadikan tenaga-tenaga ahli dalam bidang tertentu untuk membanatu program pemerintah. Dalam pengauditan sumber daya manusia, perlu diperhatikan aspek-aspek, antara lain kualitas kekuatan kerja, penentuan kualitas, daftar kemampuan (skill) turnover, dan perubahan intern.
1. Kualitas Kekuatan Kerja Pengauditan sumber data manusia harus melibatkan pengujian kualitas kekuatan kerja. Peningkatan kualitas dapat dicapai melalui pengalaman, pendidikan, pelatihan, dan pengembangan. 2. Penentuan Kualitas Penentuan kualitas kekuattan kerja dapat melalui analisis jabatan. Analisis jabatan ini digunakan untuk menentukan tugas-tugas, tanggung jawab, kondisi kerja, dan interelasi antar jabatan. 3. Daftar Kemapuan (skill) Pengauditan sumber daya manusia perlu pula memperhatikan daftar kemampuan (skill) pegawai. Daftar skill sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam mendaya gunakan pegawainya. 4. Turnover Kerja (Reputasi Tenaga Kerja) Prosedur pengauditan sumber daya manusia harus melibatkan persediaan untuk menaksir tunover kerja. Hal ini disebabkan terjadinya kekosongan pegawai karena pegawai pensiun, berhenti, cuti, izin absen, dan meninggal. Penaksiran turnover dapat memperhatikan angka rata-rata turnover pada tahun sebelumnya. Pengauditan sumber daya manusia bertujuan , antara lain agar jangan sampai terjadi turnover kerja tinggi dan perlu adanya pengisian kekosongan jabatan dengan segera.
5. Perubahan secara intern Pengauditan sumber daya manusia dapat juga mempertimbangkan perubahan secara intern, seperti promosi jabatan, penurunan jabatan(demosi), dan transfer jabatan. Tanggung jawab manusia sebagai anggota suatu kelmbagaan pemerintahan maupun swasta sebenarnya bukanlah berkehendak atau dengan kata lain bertujuan melemahkan pemberdayaan, tetapi justru lebih memperkuat agar tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah kelembagaan dapat memberikan hasil sesuai dengan harapan sebelumnya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa aspek utama dari pada pemberdayaan adalah tindakan atau perbuatan seseorang yang perlu dipertanggung jawabkan baik kepada atasan atau pimpinan pada khususnya maupun kepada masyarakat pada umumnya. Bagimanusia yang tidak sadar dalam rangka mengurangi kelemahan yang dimilikinya dan berusaha mengganti kekuatan dari kelemahan yang dimilikinya tersebut, jika tidak melakukan seperti itu berarti keberdayaan pada dirinya tidak ada. Keterwujudan pemberdayaan manusia adalah sangat tergantung kepada keseriusan melakukan berbagai kegiatan khususnya kegiatan yang dapat melahirkan kemampuan dan kekuatan dalam diri masing-masing, karena dengan kemampuan mengelompokan kegiatan baik berdasarkan dengan fungsi (funcition) wilayah (territory), produksi (product), dan sebagainya akan menciptakan kekuatan dalam diri masing-masing karena proses semacam itu merupakan bagian dari pada pembelajaran. Pelaksanaan fungsi masing-masing manusia dengan dilakukan secara profesionalisme, kemudian dapat menyesusikan
dengan kondisi alam dimana fungsi itu dilakukan dengan menggunakan seluruh daya yang tepat, maka kita dapat mengatakan hasil yang akan dicapai itu maksimal serta manusia yang melaksanakan akan bangga atas keberhasilannya itu. Seorang Petugas Penyuluh Keluarga Berencana harus yang berpotensi di bidang keluarga Berencana sehingga program Keluarga Berencana dapat berjalan maksimal. Penyuluh yaitu seseorang atas nama pemerintah atau lembaga berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (calon) penerima manfaat dalam mengadopsi inovasi. Berdasarkan status dan lembaga tempatnya bekerja, fasilitator dibedakan dalam (UU No 16 Tahun 2006) 1) Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu pegawai negeri yang ditetapkan dengan status jabatan fungsional sebagai Penyuluh/Fasilitator. 2) Penyuluh/Fasilitator swasta, yaitu fasilitator yang bersetatus sebagai karyawan perusahaan swasta. 3) Penyuluh/Fasilitator, yaitu fasilitator yang berasal dari masyarakat yang secara sukarela (tanpa imbalan) melakukan kegiatan di lingkuangannya. Peran Penyuluh/Fasilitator secara konvensional, peran penyuluh hanya dibatasi pada kewajibannya untuk menyampaikan inovasi dan atau mempengaruhi penerima manfaat pemberdayaan melalui metoda dan teknik-teknik tertentu sampai mereka (penerima manfaat) itu dengan kesadaran dan kemampuannya sendiri mengadopsi inovasi yang disampaikan. Di lain pihak ia akan memperoleh kepercayaan sebagai “ agen pembaharuan” yang dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat penerima manfaatnya. Sehubungan dengan peran yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab setiap penyuluh/fasilitator seperti itu, Levin (1943) mengenalkan adanya 3 (tiga) macam peran penyuluh yang terdiri atas kegiatan-kegiatan: 1) pencairan diri dengan masyarakat sasaran; 2) menggerakan masyarakat untuk melakukan perubahan 3) pemantapan hubungan dengan masyarakat sasaran. Di dalam praktik, untuk memenuhi kualifikasi penyuluh/fasilitator yang handal dan mempersiapkannya dengan beragam persiapan yang telah disebutkan, ternyata tidak selalu mudah. Sehubungan dengan itu, Rogers (1983) mengemukakan adanya empat hal yang sangat menentukan keberhasilan seorang penyuluh/fasilitator, yaitu: 1) Kemauna dan kemampuan penyuluh/fasilitator untuk menjalin hubungan secara langsung maupun tak langsung (melalui tokoh-tokoh mayarakat, pemuka pendapat, Lembaga Swadaya Masyarakat) dengan masyarakat penerima manfaat. Tentang hal ini, seringkali seorang penyuluh/fasilitator justru harus lebih banyak melakukan kontak tak langsung melalui tokoh-tokoh masyarakat yang sangat berperan dalam menciptakan opini publik yang dapat memperlancar atau sebaliknya menghambat tercapainya tujuan. 2) Kemauan dan kemampuan penyuluh/fasilitator untuk menjadi perantara antar sumber-sumber inovasi lembaga penelitian/keilmuan, tokoh masyarakat, dan pedagang.konsumen) dengan pemerintah/lembaga. 3) Kemauan dan kemapuan untuk menjadi perantara, dalam artian:
a. Seberapa jauh penyuluh/fasilitator mampu meyakikan pemerintah/lembaga b. seberapa jauh penyuluh/fasilitator mampu menerjemahkan inovasi menjadi kebutuhan yang dapat dirasakan (felt need) oleh masyarakat sasaranya; c. seberapa jauh penyuluh/fasilitator mampu bekerja dengan menggunakan pola berpikir pemerintah/lembaga dan pola pikir masyarakat, dan tidak terkung kung untuk bekerja menurut pola pikirnya atau acuannya sendiri. 4) Kemauan dan kemampuan penyuluh/fasilitator untuk menyesuaikan kegiatankegiatan yang dilakukan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dirasakan oleh pemerintah/lembaga dan masyarakat penerima manfaat. Di Kecamatan Banjar ada enam orang penyuluh Keluarga Berencana, terdiri dari PNS tiga orang dan NON PNS tiga orang, dengan latar belakang pendidikan S1 dua orang D3 satu orang SLTA tiga orang, latar belakang pendidikan yang dimiliki bukan kopetensi di bidangnya, Desa/Kelurahan yang ada di wilayah kecamatan ada tujuh sehingga penyuluh ada yang memegang dua desa. Dengan bekal pelatihan satu tahun satu kali petugas penyuluh Keluarga Berencana melaksanakan KIE dan Motivasi kepada calon Akseptor yang ada di Desa / Kelurahan yang jumlah yang mempnyai jumlah PUS berbeda-beda di setiap desa/keluarahan. Idealnya seorang penyuluh Keluarga berencana memiliki latar belakang S1 yang sesuai dengan pekerjaan, untuk desa/ keluarahan yang memiliki jumlah PUS besar harus ada dua orang petugas penyuluh Keluarga Berencana. Karena keterbatasan sumber daya manusia yang berkopetensi, usulan dari peneliti upaya yang dilakukan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan mengadakan pelatihan di bidangnya minimal satu bulan satu kali, supaya penyuluh Keluarga Berencana dapat sosialisasi dan memberikan motivasi kepada sasarang sesuai dengan apa yang diharapkan, terutama tentang cara memberi motivasi kepada pria (Pasangan Usia Subur) PUS, sehingga pencapaian Akseptor Keluarga Berencana Pria tercapai dari terget yang telah ditentukan. Sumber daya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap terlaksananya keberhasilan suatu program. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan menurut saya masih banyak kekurangan sumber daya manusianya yang sesuai dengan kopetensi, Sumber Daya Manusia yang dapat bekerja secara maksimal dan profesional masih kurang dalam memberikan informasi program kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam program Keluarga Berencana, khususnya Keluarga Berencana pria. Dalam peningkatan Sumber Daya Manusia maka harus ada pelatihan khusus yang menunjang kopetensi seorang penyuluh Keluarga Berencana, dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan melakukan akselerasi Keluarga Berencana dalam menyampaikan program Keluarga Berencana pada umumnya, Keluarga Berencana Pria pada khususnya kepada masyarakat secara luas. Hasil Wawancara dengan Penyuluh Keluarga Berencana wilayah Kecamatan Banjar: “Motivasi dan KIE yang di lakukan pada PUS ( Pasangan Usia Subur) dengan cara melakukan sosialisasi ke desa/kelurahan setiap satu bulan satu
kali, dalam lingkup RW bertepatan dengan pelaksanaan posyandu yang hadir di posyandu mayoritas perempuan, pria kebanyakan kerja, untuk memeberikan motivasi kepada Pria hanya sebagian kecil saja, dengan hasilnya rata-rata pria mengatakan bahwa yang ber KB cukup istri saja alasannya Pria pekerja berat takut ada hal yang tidak diinginkan, ” (Hasil wawancara Tanggal 28 Juni 2016), Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan motivasi yang diberikan petugas penyuluh kepada pria (Pasangan Usia Subur) hanya sebagian kecil saja dengan alasan, pria jarang ada di rumah pada siang hari karena bekerja. Dari hasil motivasi dan sosialisasi yang dilakukan penyuluh Keluarga Berencana kepada sebagian kecil pria hasilnya kurang menanggapi dan jawabannya yang menjadi peserta Keluarga Berencana cukup istrinya saja. Hasil Wawancara dengan Penyuluh Keluarga Berencana wilayah Kecamatan Banjar: “Pelatihan yang saya terima untuk menambah wawasan demi lancarnya sosialisasi/motivasi Keluarga Berencana Pria belum cukup sehingga kami mempunyai keterbatasan wawasan, peralatan untuk menunjang sosialisasi belum cukup, pelayanan Keluarga Berencana Pria se Kota Banjar hanya dilakukan di satu wilayah yaitu di Puskesmas Purwaharja satu setiap hari Rabu. ” (Hasil wawancara Tanggal 29 Juni 2016). Berdasarkan hasil wawancara di atas masih rendahnya pengetahuan penyuluh Keluarga Berencana dalam hal Keluarga Berencana Pria sehingga menghambat dalam mensosialisasikan Keluarga Berencana Pria kepada masyarakat. Dalam melaksanakan sosialisasi dan motivasi Keluarga Berencana Pria Petugas Lapangan Keluarga Berencana Kecamatan Banjar di bantu oleh kelompok Paguyuban Keluarga Berencana Pria Mandiri yang beralamat di Lingkungan Pintu Singa Kelurahan Banjar Kota Banjar. Kelompok Paguyuban Keluarga Berencana adalah suatu kumpulan pria yang memakai alat kontrasepsi pria terutama alat kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP), tujuan di bentuknya kelompok paguyuban Keluarga Berencana pria untuk menjadi motivasi dan mensosialisasikan program Keluarga Berencana pria, kesehatan reproduksi bagi keluarga sehingga terwujudnya keluarga kecil berkualitas di masa datang. Dengan dibentuknya paguyuban Keluarga Berencana pria di setiap kecamatan diharapkan mampu mendorong/ memberikan motivasi kepada para pria agar ikut serta mensukseskan program pemerintah dengan menjadi peserta Keluarga Berencana baik MOP (Medis Operasi Pria) maupun kondom. Dengan tercapainya partisipasi pria menjadi peserta Keluarga Berencana maka mampu menurunkan angka kelahiran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kepengurusan Paguyuban Keluarag Berencana Pria Mandiri Kecamatan Banjar adalah sebagai berikut: Ketua : Tamim Wakil Ketua : Dadi Sekretaris : Jajang Bendahara : Asep G Seksi Promosi dan KIE : Nana Seksi Humas dan Pelayanan : Ahmad Seksi Pemberdayaan Ekonomi : Ani Rohaeni Seksi Kerohanian : Engkon Dengan bantuan kelompok paguyuban Keluarga Berencana Pria Mandiri, diharapkan membantu tugas penyuluh Keluarga Berencana dalam mensosialisasikan Keluarga Berencana Pria karena mereka sudah menjadi peserta Keluarga Berencana, akan menjadi motivasi bagi pria-pria yang lainnya. Dengan tercapainya partisipasi pria dalam menjadi peserta Keluarga Berencana, maka keluarga berkualitas akan terwujud. Hasil Wawancara dengan ketua paguyuban Keluarga Berencana Pria Mandiri kecamatan Banjar: “ Maksud dibentuknya paguyuban KB Pria mandiri adalah membantu petugas penyuluh Keluarga Berencana yang ada di Kecamatan Banjar mensosialisasikan dan menjadi memotivasi kepada pria yang lain, kesehatan reproduksi bagi keluarga sehingga mampu membantu terwujudnya keluarga kecil berkualitas di masa mendatang, dalam pelaksnaan di lapangan pasti ada hambatan di antaranya adanya anggapan dari masyarakat awam bahwa KB Pria bertentangan dengan agama, adanya rumor di masyarakat bahwa menjadi peserta Keluarga Berencana padahal KB pria sudah diakui oleh pemerintah(Hasil Wawancara tanggal 22 Juli 2016) Dari penjelasan diatas jelas bahwa informasi yang di berikan kepada masyarakat Pasangan Usia Subur terutama Pria untuk berperan serta dalam program keluarga Berencana, memerlukan waktu lama karena masyarakat yang berada di wilayah kecamatan Banjar berbeda-beda, dilihat dari segi Sumber Daya Manusia seorang penyuluh/motivator yang memiliki keterbatasan kemapuan sehingga dalam penyampaian program Keluarga Berencana kurang maksimal akibatnya pria kurang berperan menjadi peserta Keluarga Berencana. Pria kebanyakan takut karena mendengar rumor yang beredar di masyarakat tentang Keluarga Berencana Pria. Motivasi , dipandang dari arti katanya, motivasi (motivation) berarti hal yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri. Motivasi dapat diartikan merupakan kondisi yang menggerakan seseorang agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Motivasi kerja, Dalam kaitannya dengan lingkungan kerja, motivasi kerja dapat di definisikan sebagai kondisi yang berpengaruh dalam membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Berikut ini dijelaskan beberapa pengertian motivasi dari beberapa tokoh: 1) Sukanto dan Handoko (1986), mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Jadi motivasi menurut pendapat ini adalah apa yang ada pada seseorang yang akan mewujudkan suatu prilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. 2) Vroom, ( dalam Gibson,1984), mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Sebagian besar perilaku dipandang sebagai kegiatan yang dapat dikendalikan orang secara sukarela, dan karena itu dimotivasi. 3). Wahjosumidjo (1984), motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseotang itu sendiri (intrinsic) maupun faktor diluar (extrinsic). Dari pengertian motivasi di atas mengandung arti bahwa seseorang dapat diarahkan pada prilaku tertentu melalui rangsangan dari dalam maupun dari luar. Rangsangan dari dalam biasanya timbul berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, dan kebutuhan. Sedangkan rangsangan dari luar bisa didorong oleh faktor kepemimpinan, lingkungan kerja, rekan sejawat, kompensasi dan bentukbentuk sejenisnya. Motivasi yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Menurut Hasibuan (2008) menyatakan bahwa: Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Motivasi kerja penyuluh Keluarga Berencana diharapkan mampuh ,mendongkrak tercapainya program Keluarga Berencana. Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau dengan kata lain pendorong semangat kerja (Martoyo, 2007: 115). Dengan dorongan dimaksudkan agar dapat memberikan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci terpenting untuk itu tak lain adalah “ pengertian mendalam oleh manusia “. Untuk menghindari kekurang tepatnya menggunakan istilah motivasi perlu kiranya dikemukakan oleh Manullang dalam (Martoyo, 2007) tentang beberapa istilah yang mirip dengan pengertian dari: 1. Motif: motif disamakan dengan kata-kata motif dorongan, serta alasan, yang dimaksud dengan motif adalah dorongan atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak.
2. Motivasi: Motivasi atau motivation menimbulkan motif atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang dapat menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. 3. Motivasi kerja: Motivasi kerja bertolak dari arti motivasi tadi, maka yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau kata lain pendorong semangat. 4. Insentive: Istilah insentive (insentif) dapat digantikan dengan kata alat motivasi, sarana motivasi, sarana penimbul motivasi, atau sarana yang menimbulkan dorongan. Teori Kebutuhan Maslaw, Maslaw adalah seorang psikolog klinik. Berdasarkan pengalaman dalam prakteknya , ia menyatakan bahwa orang mempunyai lima kebutuhan yang umum; a) Kebutuhan fsikolog (fisiological need) Kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia, yaitu pangan, sandang, papan, dan seks. Apabila kebutuhan fisiologis ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia. b) Kebutuhan rasa aman (safety needs) Kebutuhan akan terbebaskannya dari bahaya fisik, rasa takut kehilangan pekerjaan dan materi. c) Kebutuhan akan sosialisasi (social needs or afilitiation) Sebagai mahluk sosial manusia membutuhkan pergaulan dengan sesamanya dan sebagai bagian dari kelompok. d) Kebutuhan penghargaan (esteem need) Kebutuhan merasa dirinya berharga dan dihargai oleh orang lain e) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) Kebutuhan untuk mengembangkan diri dan menjadi orang sesuai dengan yang dicita-citakan. Mengacu pada beberapa pendapat diatas tercermin bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan diperlukan motivasi bagi pelaksana atau pegawai. Dengan begitu motivasi kerja semakin meningkat sehingga dalam pelayanan, masyarakat merasa puas dalam pemahamannya. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri. Dengan adanya motivasi dari seorang penyuluh Keluarga Berencana diharapkan partisipasi pria menjadi akseptor Keluarga Berencana meningkat. Pengertian partisipasi yang secara umum dapat ditangkap dari istilah partisipasi adalah, keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Pengertian seperti itu, nampaknya selaras dengan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa kamus bahasa sosiologi. Beal (1964) menyatakan bahwa partisipasi, khususnya partisipasi yang tumbuh karena pengaruh atau karena tumbuh adanya rangsangan dari luar, merupakan gejala yang dapat diindikasikan sebagai prosos perubahan sosial yang eksogen (exogenous change). Karakteristik dari proses partisipasi ini adalah,
semakin mantapnya jaringan sosial (social network) yang “baru” yang membentuk suatu jaringan sosial bagi terwujudnya suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang diinginkan. Karena itu partisipasi sebagai proses akan menciptakan jaringan sosial baru yang masing-masing berusaha untuk melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan demi tercapainya tujuan akhir yang diinginkan masyarakat atau struktur sosial yang bersangkutan. Dusseldorp, (1981) mengidentifikasikan beragam bentuk-bentuk kegiatan partisipasi yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat dapat berupa: 1) Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat 2) Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok; 3) Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasai untuk menggerakan partisipasi masyarakat yang lain; 4) Menggerakan sumber daya masyarakat; 5) Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan; 6) Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya. Dilihat dari tingkatan atau tahapan partisipasi, Wilcox (1988) mengemukakan adanya 5 (lima) tingkatan, yaitu: 1) Memberikan informasi (information) 2) Kunsultasi (consultation): yaitu menawarkan pendapat , sebagai pendengar yang baik untuk memberikan umpan balik, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut; 3) Pengabilan keputusan bersama (deciding together), dalam arti memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan. 4) Bertindak bersama (acting together), dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam melaksanakan kegiatannya: 5) Memberikan dukungan (supporting independent community interest) Dimana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan. Pada hakekatnya adalah untuk menyiapkan masyarakat agar mereka mampu dan mau secara aktif berpartisipasi dalam setiap program dan kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup (kesejahteraan) masyarakat, baik dalam pengertian ekonomi. Sosial, fisik maupun mental, Meskipun partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan dalam proses pembangunan, masyarakat adanya kepercayaan dan kesempatan yang diberikan oleh “pemerintah” kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif di dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat, pria menjadi akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar dalam kurun waktu dua tahu ini adalah:
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berikut ini akan disampaikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar Kota Banjar sudah mengarah ke arah yang cukup baik. Motivasi kerja yang dilaksanakan belum sepenuhnya sesuai dengan harapan, perlu adanya perbaikan guna menuju arah yang dapat meningkatkan hasil yang baik di masa – masa yang akan datang. 2. Tingkat partisipasi pria menjadi akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar Kota Banjar masih kurang. Sehingga masih perlu ditingkatkan lagi ke arah yang lebih baik, karena tingkat kesertaan pria menjadi akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar masih belum sesuai dengan apa yang diharapakan. Yaitu harapan menuju arah yang sangat diharapkan oleh masyarakat pada umumnya serta akseptor Keluarga Berencana pada khususnya. 3. Dari hasil motivasi kerja Penyuluh Keluarga Berencana dalam partisipasi pria menjadi akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Banjar Kota Banjar meningkat Tahun 2014 sebesar 2,5 % sedangkan Tahun 2015 mencapai 5,5% 4. Faktor yang menghambat motivasi kerja penyuluh keluarga berencana dalam partisipasi pria menjadi akseptor Keluarga berencana adalah: 1) Keterbatasan Sumber Daya Manusia, kurangnya pelatihan-pelatihan 2) Sarana Prasarana Kurang lengkap untuk menunjang motivasi penyuluh Keluarga Berencana 3) Kurangnya kesadaran pria untuk ikut berpartisipasi menjadi akseptor Keluarga Berencana 4) Adanya rumor di masyarakat tentang KB Pria khususnya KB MOP Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran yang disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Agar program Keluarga Berencana, khusunya KB Pria berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan Penyuluh Keluarga Berencana harus mampu meningkatkan motivasi kerjanya. 2. Penyuluh Keluarga Berencana harus menyampaikan informasi yang jelas, sehingga apa yang disampaikan dapat di mengerti dan di fahami oleh akseptor Keluarga Berencana. 3. Semua pihak baik itu petugas kesehatan, Penyuluh Keluarga Berencana, maupun akseptor Keluarga Berencana harus saling bekerjasama serta saling bahu membahu untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan program Keluarga Berencana. 4. Untuk meningkatkan wawasan dalam memotivasi pria untuk ikut berpartisipasi maka harus selalu mengadakan pelatihan penyuluh Keluarga Berencana guna menambah wawasan sehingga dapat menyampaikan
informasi yang jelas, sehingga apa yang disampaikan dapat di mengerti dan di fahami oleh akseptor Keluarga Berencana. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsmi 2006, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta. Beal (1964), Pemberdayaan Masyarakat, dalam Perspektif Kebijakan Publik.
Hasan Maulana, Taufan. 2012. Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan terhadap Komitmen Organisasi Pegawai. Bandung. Mahesa, Deewar. 2010. Analisis Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan dengan Lama Kerja sebagai Variabel Moderating. Semarang. Malayu, SP. Hasibuan. 2008. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktifitas. Bandung: Bumi Aksara. Maslow, Abraham. 1990. Motivation and Personality. Harper and Row. Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Universitas Indonesia. Jakarta. Nasution,S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito Nawawi, Hadari. 2001. Management Strategic organisasi non profit bidang Pemerintahan. Dalam William dan Davis. 2003 (Ed.), perbedaan motivasi eksternal dan internal. Yogya penerbit: UGM Nawawi, Hadari. 2003. Managemen Sumber daya Manusia untuk bisnis yang kompetitif. Gajah Mada University Press. Rakhmat. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Karya. Rosyana, Putri Emilia. 2001. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan.
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta. Supranto, J. 2002. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Susilo, Martoyo. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Sumber-Sumber Lain Dokumen : Undang-Undang No.52, 2009, Perkembangan Kependudukan dan Keluarga. Banjar: Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Kota Banjar
Rujukan Elektronik: http://www.bps.go.id