MOTIVASI BERPRESTASI SEORANG SLOW LEARNER (STUDI KASUS PADA ANAK DI KELAS VI SDN BANGUNREJO 2 YOGYAKARTA) Nining Purwaningsih Universitas PGRI Yogyakarta
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan motivasi berprestasi seorang slow learner di kelas VI SDN Bangunrejo 2 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dilaksanakan pada April - Mei 2016. Subjek dalam penelitian ini seorang slow learner. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan teknik yaitu dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi pada 12 sumber informan. Analisis data yang dilakukan dengan cara reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verivikasi. Bentuk uji keabsahan data pada penelitian ini yaitu keabsahan data, (1) credibility (validitas internal); (2) transferability (validitas eksternal); (3) dependability (reliabilitas); dan (4) confirmability (objektivitas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berprestasi seorang slow learner adalah; (1) Slow learner mengerjakan semua tugas menantang dan menjanjikan kesuksesan dengan cara memulai mengerjakan tugas dari yang mudah terlebih dahulu. Meskipun slow learner memiliki keterbatasan daya ingat dan pemahaman bahasa, slow learner tetap aktif bertanya namun hanya kepada GPK dan teman-temannya; (2) Slow learner lebih bersemangat ketika tugasnya mendapat kritik dan saran, sehingga slow learner lebih termotivasi dalam memperbaiki tugas. Bimbingan dari guru memotivasi slow learner menyelesaikan tugas yang belum selesai meskipun di waktu istirahat; (3) Kemampuan slow learner dalam mempertahankan karier yaitu dengan memperbaiki setiap kesalahan pada tugasnya yang dipengaruhi adanya pemberian motivasi secara langsung berupa dampingan dan arahan dalam mengerjakan tugas; (4) Usaha yang dilakukan slow learner dalam melakukan tugas lebih menantang dan sulit ketika tugas yaitu: (i) aktif pada pembelajaran yang berkaitan dengan keterampilan tangan; (ii) menghabiskan waktu untuk istirahat ketika tugas belum selesai; dan (iii) bersosialisasi dengan baik terhadap teman-teman; dan (5) Slow learner dapat bekerja di mana ia dapat mengontrol hasilnya jika dampingan dan arahan dalam mengerjakan tugas. Ketika bosan dengan tugasnya, slow learner memilih tidur atau pun menggambar. Kata kunci: Slow Learner, Motivasi Berprestasi
Abstrack
This research aim was to find out and describe the motivation achievement of a slow learner in the VI class at Bangunrejo Elementary School 2 Yogyakarta. This research was a qualitative research with the case study was carried out in April - May 2016. The subject in this research was a slow learner. Data collecting used observation, interview, and documentation. Collecting data in this study used triangulation of sources and techniques used observation, interview, and documentation on 12 sources informants. Data analysis was performed by means of reduction, data presentation, and conclusion or verification. The term of validity test of data in this research was the validity of the data, (1) credibility (internal validity); (2) transferability (external validity); (3) Dependability (reliability); and (4 ) confirmability (objectivity). The results of research showed that the motivation achievement of a slow learner were; (1) Slow learner done all the challenging tasks and promising success by starting from a simple task. Even if the slow learner had limited memory and language comprehension, slow learner still active to ask a question but that question only to the GPK and some other thing wich correspond with GPK; (2) Slow learner be more excited when he got some criticism and suggestions, so slow learner was more motivated to repair his tasks. The direction of teachers to motivate the slow learner to complete the unfinished task even if at the break time; (3) The ability of slow learner to defend his career was to fix any errors in his work which influenced by their direct motivation had in the form of assistance and direction to do the task; (4) The effort had done by slow learner in performing more challenging and more difficult task, were: (i) active learning skills related to the hands skills; (ii) spend the time to rest when the task has not been completed; and (iii) to socialize well against friends; and Slow learner can work where he can control the outcome if the assistance and direction in the task. When bored with his job, slow learner prefers to sleep or even draw. Key words: Slow Learner, The Motivation Achievement
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia tanpa terkecuali. Pendidikan di Indonesia tidak hanya berlaku untuk anak yang memiliki kondisi normal tetapi juga berlaku untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Hal tersebut sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan “Tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan”. Paradigma sekolah inklusi yang mengusung jargon “pendidikan untuk semua” justru menempatkan ABK bersama anak normal lainnya tanpa membeda-bedakan. Pada konferensi Salamanca menyatakan bahwa “Sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi
sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan untuk semua; lebih dari itu sekolah inklusi memberikan pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan” (Diah Ekowati, 2014). Pengelompokkan ABK menurut Gallagher (Edi Purwanta, 2012) dalam kelompok-kelompok khusus sebagai berikut: 1. Perbedaan intelektual, lemah mental termasuk anak-anak yang berintelektual superior dan anak-anak yang lamban belajar (slow learner). 2. Perbedaan dalam indera, termasuk anak-anak dengan gangguan kerusakan dalam pendengaran atau penglihatan. 3. Perbedaan komunikasi, termasuk anak-anak yang tidak mampu belajar atau mempunyai gangguan berbicara atau gangguan cacat bahasa. 4. Perbedaan perilaku, termasuk anak-anak yang emosinya terganggu atau secara sosial tak dapat menyesuaikan dirinya. 5. Perbedaan fisik, termasuk anak-anak yang cacat indera yang mengganggu gerakan dan vitalitas tubuh. 6. Cacat ganda atau berat, termasuk anak-anak dengan kombinasi cacat (buta-tuli, terbelakang mental-tuli, dan sebagainya).
Sekolah inklusi tersebut memberikan program yang layak bagi ABK sebab berdasarkan hasil penelitian Sambira Mambela yaitu pelayanan pendidikan khusus atau SLB di Indonesia masih belum sesuai target, yakni belum menjangkau semua ABK yang ada. Diperkuat hasil penelitian Istiningsih menyebutkan bahwa salah satu penyebabnya antara lain faktor sosial, ekonomis, dan geografis. Seperti kondisi sosial ekonomi orangtua kurang menunjang, jarak antar rumah dan sekolah cukup jauh, dan sekolah reguler tidak mau menerima anak-anak berkelainan belajar bersama-sama dengan anak normal (Fida Rahmantika Hadi, Tri Atmojo Kusmayadi, dan Budi Usodo., 2015). Motivasi berprestasi memiliki kontribusi positif terhadap keberhasilan prestasi, baik prestasi di sekolah reguler maupun di sekolah inklusi. Semakin tinggi motivasi prestasi maka semakin tinggi pula prestasi yang dicapai seseorang. Diperkuat dengan penelitian Wahyuti (Fransisca Mudjijati, 2013) menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki peranan yang cukup penting bagi individu dalam mencapai keberhasilan yang diinginkan. Kuat lemahnya motivasi berprestasi yang dimiliki individu sangat mempengaruhi individu itu dalam mencapai prestasi yang diinginkan. Menurut Davis dan Newstrom (1996) yang dikutip oleh Nyanyu Khodijah (2014: 152-153), motivasi yang memengaruhi cara-cara seseorang dalam bertingkah laku, terbagi atas empat pola, yaitu (1) motivasi berprestasi, yaitu dorongan
untk mengatasi tantangan, utuk maju, dan berkembang; (2) motivasi berafiliasi, yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektif; (3) motivasi berkompetensi, yaitu dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi; dan (4) motivasi berkuasa, yaitu dorongan untuk memengaruhi orang lain dan situasi. Keempat pola motivasi tersebut menggerakkan dan mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan mencapai tujuan, baik secara simultan maupun terpisah. Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah cita-cita. Dr. Ir. Illah Sailah MS. selaku Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional menyatakan bahwa dalam suatu survei menunjukkan 27% manusia tidak mempunyai cita-cita yang jelas, 60% punya cita-cita tetapi tidak jelas, 10% punya cita-cita yang jelas, 3% mempunyai cita-cita yang tertulis. Sepuluh tahun kemudian, manusia yang termasuk dalam 27% menjadi orang yang gagal, 60% menjadi orang yang rata-rata, 10% menjadi orang yang sukses, dan yang 3% menjadi orang yang sangat sukses. (Nurhayati dan Noram Fajrianti, 2012). Faktor lain, Sri Ruspita Murni (2013: 71) menyebutkan “bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dorongan, atau motivasi agar bakat itu terwujud”. Sebagai contoh seseorang yang mempunyai bakat menggambar, jika anak diberi
kesempatan untuk mengembangkan, maka bakat tersebut akan tampak. Jika orang tua atau guru menyadari bahwa anak memiliki bakat menggambar dan mengusahakannya agar mendapat pengalaman dan latihan sebaik-baiknya dan anak yang bersangkutan juga menunjukkan minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, maka anak akan dapat mencapai prestasi yang unggul bahkan dapat menjadi pelukis terkenal.
RUMUSAN MASALAH Bagaimana motivasi berprestasi seorang anak yang slow learner di kelas VI SDN Bangunrejo 2 Yogyakarta?
FOKUS PENELITIAN Peneliti hanya memfokuskan masalah penelitian pada motivasi berprestasi seorang slow learner. Adapun sub-sub fokus penelitian yaitu: (1) tugas-tugas yang menantang dan menjanjikan kesuksesan bagi slow learner; (2) semangat slow learner ketika adanya penilaian kinerja (umpan balik); (3) kemampuan slow learner bertahan melaksanakan tugas yang berhubungan dengan karier; (4) usaha slow learner dalam melakukan tugas yang lebih menantang dan sulit ketika sudah sukses; dan (5) slow learner bekerja dalam situasi di mana ia dapat mengontrol hasilnya.
MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, slow leraner,
orang tua, selanjutnya.
guru,
dan
peneliti
KAJIAN TEORI A. Motivasi Berprestasi Motivasi memiliki akar kata dari bahasa Latin movere, yang berarti gerak atau dorongan untuk bergerak. Menurut A.W. Bernard memberikan pengertian motivasi sebagai fenomena yang dilibatkan dalam perangsangan tindakan ke arah tujuan-tujuan tertentu yang sebelumnya kecil atau tidak ada gerakan sama sekali ke arah tujuan-tujuan tertentu. Motivasi merupakan usaha memperbesar atau mengadakan gerakan untuk mencapai tujuan tertentu (Purwa Atmaja Prawira, 2012). Motivasi menurut Sumadi Suryabrata (Djali, 2011), motivasi merupakan keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan tertentu. Lebih lanjut, Greenberg dikutip oleh Djali juga mengemukakan motivasi merupakan proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku kearah suatu tujuan. Berdasarkan sumbernya, motivasi ada dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut Baharuddin dan Esa Nur (2010: 23), mengungkapkan “motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan
sesuatu. Adapun motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu, tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar”. Menurut Davis dan Newstrom (1996) yang dikutip oleh Nyanyu Khodijah (2014), motivasi yang memengaruhi cara-cara seseorang dalam bertingkah laku, terbagi atas empat pola, yaitu (1) motivasi berprestasi, yaitu dorongan untuk mengatasi tantangan, untuk maju, dan berkembang; (2) motivasi berafiliasi, yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang lain secara efektif; (3) motivasi berkompetensi, yaitu dorongan untuk mencapai hasil kerja dengan kualitas tinggi; dan (4) motivasi berkuasa, yaitu dorongan untuk memengaruhi orang lain dan situasi. Keempat pola motivasi tersebut menggerakkan dan mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan mencapai tujuan, baik secara simultan maupun terpisah. Berdasarkan pendapat Sri Ruspita Sari (2013: 103), “prestasi merupakan wujud dari keunggulan yang diperoleh melalui perjuangan yang dilandasi oleh motivasi yang tinggi untuk melakukan tindakan. Motivasi merupakan hal penting untuk meraih prestasi karena motivasi merupakan kekuatan diri yang menumbuhkan minat, keinginan, inspirasi untuk mencapai tujuan”.
David Mc. Clelland (Purwa Atmaja Prawira, 2012), mengatakan bahwa motivasi memiliki dua macam faktor penting, yaitu tanda dari lingkungan (stimuli) dan lingkungan sekitarnya sesuai dengan kodrat mereka. Menurutnya, hal yang berperan sangat penting dalam mengembangkan motivasi berprestasi adalah keluarga (orang tua) dan masyarakat sekitar. Sementara itu, orientasi masyarakat yang berperan pada pengembangan yang lebih berorientasi kepada motivasi prestasi kerja, agama, seni budaya, olahraga, kepribadian atau sikap, dan lain-lain. Motivasi berprestasi merupakan motivasi yang membuat individu berusaha mencapai prestasi dari kegiatan yang dilakukan dan berusaha mengatasi segala hambatan yang menghalangi usaha pencapaian prestasi tersebut (Martini Jamaris, 2013). Motivasi berprestasi menggerakkan individu untuk berusaha maksimal dan mengatasi rintangan yang ada guna mencapai prestasi setinggitingginya yang ditetapkan. Menurut Yudrik Jahja (2013: 370-371), berpendapat bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menampakkan ciri-ciri di bawah ini: 1. Orang yang kebutuhan akan prestasinya tinggi lebih suka mengerjakan tugas-tugas yang menantang dan menjanjikan kesuksesan.
2.
3.
4.
5.
Mereka cenderung tidak suka terhadap tugas-tugas yang mudah, tidak menantang, atau terlampau sulit. Mereka realistis pada tugas, pekerjaan dan harapannya. Orang yang kebutuhan prestasinya tinggi suka pada tugas-tugas di mana kemampuannya dapat dibandingkan dengan orang lain dan mereka menyukai adanya umpan balik. Orang yang kebutuhan prestasinya tinggi cenderung bertahan melaksanakan tugas yang berhubungan dengan karier. Pada saat mereka sukses, mereka cenderung untuk meningkatkan usahanya dalam melakukan tugas yang lebih menantang dan sulit. Mereka suka bekerja dalam situasi di mana ia dapat mengontrol hasilnya.
B. Anak Slow Learner Menurut Wahyu Tiarni dan Dwi Rakhmawati (2013: 2627), “Slow learner memiliki IQ di bawah rata-rata dan ingatannya sangat pendek. Hari ini slow learner bisa mengerti suatu hal, belum tentu esok hari. Diperlukan pengulangan dalam memberikan sebuah materi dan ketika beranjak ke materi lain, materi yang diajarkan harus sering diulang. Dimungkinkan slow learner akan lupa sebagian atau semuanya jika tidak ada proses pengulangan. Menurut Rashmi Rekha Borah (2013), menyampaikan bahwa peserta didik slow learner
adalah peserta didik dengan kecerdasan di bawah kecerdasan rata-rata. Ia adalah peserta didik normal, hanya kurang tertarik dengan metode pembelajaran tradisional. Lebih lanjut, Ana Lisdiana (2012), menambahkan bahwa anak slow learner mengalami hambatan atau keterlambatan perkembangan mental. Fungsi intelektual anak slow learner di bawah anak normal seusianya, disertai kekurangmampuan atau ketidakmampuan belajar dan menyesuaikan diri, sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus. Anak slow learner membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulangulang untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan non akademik. Anak slow learner sulit diidentifikasi karena penampilan luarnya sama seperti anak normal dan dapat berfungsi normal pada sebagian besar situasi. Faktor-faktor penyebab slow learner berupa faktor pranatal, faktor biologis non keturunan, faktor natal, faktor postnatal, dan faktor intelegensi serta faktor-faktor penyebab lain yang tidak langsung seperti malas, tidak mau belajar, tidak mau mengerjakan tugas, dan perhatian yang kurang. Karakteristik anak slow learner, yaitu: (1) intelegensi rendah, (2) lamban dalam proses berpikir, (3) mangalami masalah pada hampir semua bidang, (4) sulit mengungkapkan ide, (5) daya konsentrasi rendah, (6) minat dan motivasi belajar
rendah (7) bergantung kepada guru dan orang tua dalam membuktikan ilmu pengetahuan. Slow learner membutuhkan bantuan khusus dari orang lain agar dapat mencapai suatu prestasi. Ratih Putri Pratiwi dan Afin Murtiningsih (2013), mengemukakan bahwa wajar jika slow learner kesulitan belajar karena memang tingkat intelegensi berada di bawah ratarata. Ketekunan orang tua dan pendidik memengang peranan utama agar slow learner bisa setara dengan anak-anak beritelegensi normal. Menurut Nani Triani dan Amir (2013), menambahkan bahwa orang tua berperan dalam mengembangkan slow learner. Hal-hal yang dapat dilakukan orang tua di antaranya: (a) memberikan perhatian atas masalah belajar yang dihadapi anak dengan penuh kehangatan, (b) bekerja sama dengan guru dan professional lainnya untuk mencarikan jalan keluar masalah yang dihadapi anak, (c) menyediakan waktu dengan sengaja dalam memberikan perhatian dan bimbingan belajar, (d) tidak bertindak over protectif, (e) mengajak anak ke tempat-tempat yang menarik agar slow learner tahu bahwa sukses di bidang akademik sangat penting, (f) menjadi model yang paling bermakna pada diri anak, (g) menunjukkan empati dan dukungan, dan (h) memberikan reward terhadap keberhasilan yang ditunjukkan anak.
Sejatinya slow leaerner senantiasa membutuhkan motivasi dari guru ketika baik di sekolah maupun di masyarakat. Dipekuat oleh Agus Wibowo dan Hamrin (2012), guru menjadi motivator anak didiknya adalah harga mati. Prinsip yang harus dikuasai guru dalam memotivasi adalah kebermaknaan, pengetahuan dan keterampilan prasyarat, model, komunikasi terbuka, keaslian dan tugas menantang, latihan yang tepat dan aktif, mengembangkan beragam kemampuan, melibatkan banyak mungkin indera, dan keseimbangan pengaturan pengalaman kerja.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus di mana peneliti melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap program, kejadian, proses, aktivitas seorang slow learner. Studi kasus pada penelitian ini adalah tentang motivasi berprestasi seorang slow learner di SDN Bangunrejo 2 Yogyakarta. Data penelitian ini mengacu pada pendapat Bisri (Andi Pratowo, 2014), jenis data yang dikumpulkan adalah jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang telah dirumuskan dan ditetapkan oleh peneliti. Adapun jawaban dari pertanyaan penelitian tersebut berupa data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari informan utama yaitu seorang slow learner dan didukung dengan empat GPK, satu guru kelas, orang tua, dan
lima teman sekelas. Sedangkan data sekunder berasal dari hasil tes IQ, hasil UTS, foto kegiatan slow learner di sekolah dan di rumah. Adapun penentuan sumber data, peneliti merujuk pendapat Pohan (Andi Pratowo, 2014), yaitu: (1) pribadi atau perorangan yaitu seorang slow learner, guru kelas, GPK, teman-teman sekelas, dan orang tua; (2) lembaga terkait yaitu SDN Bangunrejo 2 Yogyakarta; (3) proses kegiatan, pada penelitian ini adalah kegaiatan slow learner baik di sekolah maupun di rumah; (4) bahanbahan dokumen, penelitian ini menggunakan arsip nilai UTS, tes hasil IQ, dan data keikutsertaan dalam lomba melukis tingkat provinsi Oktober 2015; (5) kepustakaan yaitu buku, jurnal, dan referensi skripsi; dan (6) peninggalan bersejarah, pada penelitian ini belum terdapat peninggalan bersejarah, namun slow learner telah memiliki piala keberhasilan dalam bidang melukis. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti melakukan pengamatan terhadap motivasi berprestasi seorang slow learner di kelas VI. Penelitian ini menggunakan observasi partisipan dimana peneliti dengan langsung hidup bersama, merasakan, serta berada dalam aktivitas kehidupan objek pengamatan. Wawacara dalam penelitian ini untuk menggali informasi dari guru, guru pendamping khusus, siswa slow learner, siswa kelas VI, dan orang tua. Teknik dokumentasi yang digunakan adalah mengumpulkan catatan harian, foto-foto dan data prestasi yang dicapai oleh seorang
slow learner untuk melengkapi metode pengamatan dan wawancara. Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teori Sugiyono (2012: 364-374), menjelaskan ada empat bentuk uji keabsahan data, yaitu uji (1) credibility (validitas internal); (2) transferability (validitas eksternal); (3) dependability (reliabilitas); dan (4) confirmability (objektivitas).
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data Hasil paparan data ini diperoleh dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di SDN Bangunrejo 2 Yogyakarta yang berada di Bangunrejo RT/RW 56/13, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta dan di rumah subjek yang beralamat di Bangunrejo, No.1489, RT/RW 57/13, Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta. Berdasarkan wawancara peneliti dengan 12 informan diperoleh hasil bahwa siswa slow learner tetap mau mengerjakan semua tugas yang diberikan dan cenderung mengerjakan tugas yang mudah terlebih dahulu. Ketika menjumpai tugas yang sulit biasanya siswa slow learner bertanya kepada GPK dan teman. Siswa slow learner merasa takut untuk menanyakan materi yang belum dipahami kepada guru kelas. Hambatan yang dialami siswa slow learner ketika dihadapkan dengan tugas
adalah rendahnya daya ingat dan lemahnya pemahaman bacaan. Kemampuan slow learner termasuk rata-rata ke bawah dan cenderung menyukai pembelajaran praktik langsung. Slow learner mudah bosan ketika menjumpai pembelajaran yang tradisional. Ketika bosan dengan tugasnya, slow learner menghabiskan waktu untuk menggambar, meletakkan kepala di meja, menguap, bahkan tidur di kelas. Berbagai kekurangan yang dimiliki slow learner tidak membuatnya jatuh ketika tugasnya mendapat kritik dan saran. Erat kaitannya slow learner dengan lemahnya pemahaman demikian pula slow learner lemah dalam memahami arti sebuah motivasi yang diberikan. Ketika guru memberikan motivasi, siswa slow learner cenderung mengobrol dengan teman, bermain kertas, bahkan menggambar. Sehingga pemberian kritik dan saran tersebut harus dibarengi dengan pemberian dampingan dan arahan langsung terhadap perbaikan tugas yang akan dicapai sehingga menambah motivasi slow learner dalam memperbaiki tugas dan mengoreksikan kembali tugasnya. Bimbingan dan arahan dari guru, GPK, orang tua, dan teman-teman memacu motivasi siswa slow learner untuk menyelesaikan setiap tugas meskipun di waktu istirahat. Terlihat siswa slow learner
berusaha selalu menulis setiap materi tambahan yang diberikan guru untuk dipelajari kembali mengingat terbatasnya daya ingat yang dimiliki siswa slow learner. Siswa slow learner merasa bingung dan sedih ketika mengetahui prestasinya menurun. Siswa slow learner merasa sudah mengerjakan setiap tugas dengan sebaik mungkin namun hasilnya tetap belum memuaskan. Di sekolah siswa slow learner memanfaatkan waktu istirahat untuk jajan di kantin, bermain bersama teman-teman, dan membaca buku yang penuh warna dan gambar di perpustakaan. Berdasarkan hasil observasi di sekolah dan di rumah menunjukkan bahwa siswa slow learner kurang mandiri dalam mengerjakan tugas. Senantiasa membutuhkan dampingan dan arahan dalam menyelesaikan tugas. Siswa slow learner merasa sedih ketika mengerjakan tugas tanpa ada dampingan dan arahan, sehingga peran orang tua dan guru sangat bermanfaat demi tercapainya motivasi berprestasi siswa slow learner. Slow learner selalu mengerjakan tugas tanpa pilihpilih, namun di sisi lain slow learner harus selalu diingatkan untuk mengerjakan tugas. Slow learner menolak ajakan teman untuk bermain ketika tugasnya belum selesai.
Berdasarkan hasil dokumentasi, memperkuat temuan data pada hasil wawancara dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti berupa dokumentasi tes IQ, foto, dan video aktivitas slow learner. B. Temuan Data Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan yang peneliti lakukan pada pada April – Mei 2016, kemudian peneliti merumuskan temuan data tentang motivasi berprestasi seorang slow learner yaitu: slow learner aktif bertanya kepada GPK dan teman-teman ketika menjumpai kesulitan tugas, slow learner mengerjakan semua tugas yang diberikan dan mengerjakan dari yang paling mudah, slow learner memiliki daya ingat yang rendah sehingga mudah lupa dengan materi dan tugas, kesulitan dalam hal pemahaman, slow learner tidak berani bertanya kepada guru kelas, namun berani bertanya kepada GPK dan teman, slow learner berusaha menulis setiap materi karena memahami keterbatasan daya ingat, sedih ketika tugas dikritik dan segera menyelesaikan tugas ketika diperintah oleh guru kelas, menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas ketika istirahat dengan bimbingan guru, slow learner membutuhkan bahasa yang sederhana dan memerlukan waktu untuk memahami pertanyaan yang diberikan, slow learner menerima kritik terhadap tugas dan kesemangatan meningkat
jika diberi solusi dari tugas tersebut, kurang memahami arti sebuah motivasi, membutuhkan dampingan dan arahan dalam mengerjakan tugas maupun memperbaiki tugas, bingung dan sedih terhadap hasil yang tidak sesuai harapan, namun terdapat usaha untuk memperbaiki tugas, aktif pada pembelajaran yang berkaitan dengan keterampilan tangan, menghabiskan waktu untuk istirahat ketika tugas belum selesai, mampu bersosialisasi dengan baik terhadap teman-teman, ketika bosan memilih tidur atau menggambar, ketika bosan memilih bermain hp, yoyo, dan lego, dan membutuhkan dampingan dan arahan dalam mengerjakan tugas.
PEMBAHASAN Bentuk motivasi berprestasi slow learner dilihat dari beberapa aspek ketika di sekolah, aspek pertama yaitu slow learner mengerjakan setiap tugas yang diberikan dan menyelesaikan tugas tepat waktu, meskipun slow learner mengerjakan tugasnya setelah mendapat perintah terlebih dahulu. Siswa slow learner berorientasi pada prestasi terbukti sering menanyakan kepada GPK setiap materi yang belum dipahami. Aspek yang kedua yaitu slow learner menyukai tugas-tugas di mana kemampuannya dibandingkan dengan orang lain dan menyukai umpan balik. slow learner termasuk siswa yang aktif ketika pembelajaran bersama GPK. Sewaktu mendapat koreksi tugas, sering sekali slow
learner berusaha memperbaiki kesalahannya, kemudian mengoreksikan kembali tugas tersebut agar dapat mendapatkan prestasi yang memuaskan. Aspek ketiga yaitu slow learner mampu bertahan melaksanakan tugas, terlihat Aspek ketiga yaitu slow learner pantang menyerah sampai tugas yang diberikan selesai dikerjakan. slow learner terlihat fokus mengerjakan ketika teman-teman yang lain ramai dan asyik mengobrol satu sama lain. Aspek keempat yaitu slow learner lebih tekun dalam mengerjakan tugas yang diberikan, terlihat dari slow learner terkadang menggunakan waktu istirahat untuk menyelesaikan tugas yang belum selesai. Apabila tugas diberikan dan didampingi oleh guru kelas, maka slow learner menyelesaikan tugas di waktu istirahat tersebut. Di sisi lain ketika tugas tersebut diberikan oleh GPK, slow learner diminta untuk segera menyelesaikan tugas dan memberi kesempatan untuk istirahat, baru setelah selesai istirahat tugas tersebut dilanjutkan kembali. Ditambah lagi slow learner termasuk siswa yang sering menyelesaikan PR maupun tugas yang diberikan Aspek kelima yaitu slow learner suka bekerja dalam situasi di mana ia dapat mengontrol hasilnya. Terlihat slow learner tetap bersungguh-sungguh berlatih atau mengerjakan tugas meskipun badan lelah. Pagi hari maupun siang hari slow learner tetap bersedia mengerjakan setiap tugas yang diberikan dengan penuh semangat. Namun slow learner kurang mandiri dalam mengerjakan tugas, bergantung kepada orang lain.
Penyebab utama slow learner kurang mandiri adalah keterbatasan kemampuan berpikir dan rasa kurang percaya diri yang dimiliki slow learner. Setiap tugas yang tidak bisa dipecahkan selalu ditanyakan. Slow learner membutuhkan bantuan khusus dari orang lain agar dapat mencapai suatu prestasi. Ratih Putri Pratiwi dan Afin Murtiningsih (2013: 69) mengemukakan bahwa wajar jika slow learner kesulitan belajar karena memang tingkat intelegensi berada di bawah rata-rata. Ketekunan orang tua dan pendidik memengang peranan utama agar slow learner bisa setara dengan anak-anak beritelegensi normal. Ketekunan pendidik di SDN Bangunrejo 2 Yogyakarta cukup bagus, terlihat dengan pemberian les tambahan setiap senin sampai kamis untuk siswa kelas VI sebagai persiapan menghadapi UN. Selain itu, di SDN Bangunrejo 2 Yogyakarta sebagai sekolah penyelenggara inklusi, sudah memberikan perhatian khusus kepada siswa ABK dengan membuat kelompok belajar berdasarkan kemampuan masing-masing anak sehingga ABK mendapatkan penanganan yang tepat sasaran sesuai kebutuhan mereka. Pembelajaran di kelas juga sudah menggunakan media power point dan LCD proyektor, namun dikarenakan keterbatasan daya ingat dan pemahaman, slow learner terlihat kurang tertarik dengan materi power point yang disajikan full text dan terkadang guru kurang memberikan perhatian khusus kepada ABK termasuk slow learner, misalkan guru terlalu fokus dengan siswa normal sehingga ABK sibuk
dengan kegiatannya sendiri seperti menggambar, membuat kegaduhan, dan asyik berbicara dengan teman yang lain. GPK mengemukakan bahwa slow learner kurang bisa memahami arti sebuah motivasi yang sering disampaikan oleh guru dikarenakan terbatasnya kemampuan berpikir. Akan tetapi slow learner membutuhkan motivasi berupa tindakan nyata yaitu bimbingan dan arahan terhadap tugas-tugasnya. Bentuk motivasi berprestasi slow learner selain di sekolah juga dilihat dari beberapa aspek ketika di rumah, aspek pertama yaitu slow learner terdorong mengulang materi yang telah diterima dari sekolah. Namun ketika di rumah, slow learner kurang mandiri dalam mengerjakan tugas yaitu menunggu diperintah terlebih dahulu. Aspek kedua mengenai kemampuannya dapat dibandingkan dengan orang lain dan menyukai adanya umpan balik, yaitu slow learner terkadang mencari materi dari sumber lain seperti internet untuk menambah pemahaman, mau menerima kritik dan saran untuk perbaikan tugas sehingga slow learner sering berusaha memperbaiki kesalahan tersebut. Aspek ketiga tentang kemampuan bertahan dalam melaksanakan tugas, yaitu slow learner kadang-kadang mampu mengerjakan tugas walaupun tidak didampingi orang lain dan kadangkadang slow learner tidak mau mengerjakan tugasnya ketika tidak mendapatkan dampingan. Aspek keempat perihal ketekunan dalam mengerjakan tugas, yaitu slow learner lebih menyukai
bermain daripada mengerjakan tugas. Ketika sedang bermain dan diingatkan untuk belajar, slow learner segera bergegas meninggalkan mainannya dan persiapan untuk belajar. Aspek kelima tentang suka bekerja dalam situasi di mana ia dapat mengontrol hasilnya, yaitu slow learner sering bersungguhsungguh berlatih atau mengerjakan tugas meskipun nilai yang diperoleh jauh dari apa yang slow learner harapkan.
KESIMPULAN 1. Slow learner mengerjakan semua tugas menantang dan menjanjikan kesuksesan dengan cara memulai mengerjakan tugas dari yang mudah terlebih dahulu. Meskipun slow learner memiliki keterbatasan daya ingat dan pemahaman bahasa, slow learner tetap aktif bertanya namun hanya kepada GPK dan teman-temannya. 2. Slow learner lebih bersemangat ketika tugasnya mendapat kritik dan saran, sehingga slow learner lebih termotivasi dalam memperbaiki tugas. Bimbingan dari guru memotivasi slow learner menyelesaikan tugas yang belum selesai meskipun di waktu istirahat. 3. Kemampuan slow learner dalam mempertahankan karier yaitu dengan memperbaiki setiap kesalahan pada tugasnya yang dipengaruhi adanya pemberian motivasi secara langsung berupa dampingan dan arahan dalam mengerjakan tugas.
4. Usaha yang dilakukan slow learner dalam melakukan tugas lebih menantang dan sulit ketika tugas yaitu: (1) aktif pada pembelajaran yang berkaitan dengan keterampilan tangan; (2) menghabiskan waktu untuk istirahat ketika tugas belum selesai; dan (3) bersosialisasi dengan baik terhadap temanteman. 5. Slow learner dapat bekerja di mana ia dapat mengontrol hasilnya jika dampingan dan arahan dalam mengerjakan tugas. Ketika bosan dengan tugasnya, slow learner memilih tidur atau pun menggambar.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Qayyum Chauhdary dan Muhammad Athar Hussain. 2012. Is the Academics of The Child Influenced by The Teachers: A Case of Pakistani School Teacher. International Journal of Humanities & Social Science. Vol. 2, No. 3, p.207. Agus Wibowo dan Hamrin. 2012. Menjadi Guru Berkarakter (Strategi Membangun Kompetensi dan Karakter Guru). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ana
Lisdiana. (2012). Prinsip Pengembangan Atensi pada Anak lamban Belajar: Modul Materi Pokok Program Diklat Kompetensi Pengembangan Fungsi Kognisi pada Anak Lamban Belajar bagi Guru di
Sekolah Inklusi Jenjang Lanjut. Bandung: Kemendikbud. Andi
Prastowo. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: ArRuzz Media.
Bambang Trisulo. 2013. Program Pelatihan Pendidikan Kekhususan bagi Guru Pembimbing Khusus. Jakarta: Direktorat Pembinaan PKLK Dikdas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dale H. Schunk, Paul R. Pintrich, dan Judith L. Meece. 2012. Motivasi dalam Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Aplikasi, Edisi ketiga. Jakarta: Indeks. Diah
Ekowati. 2014. Affective Bibliotheraphy untuk Meningkatkan Self Esteem pada Anak Slow Learner di SD Inklusi. Skripsi. Universitas Ahmad Dahlan (Diambil dari http://digilib.uad.ac.id/penelit ian/detail/73631.PDF , diakses pada 04 Februari 2016 pukul 22.22)
Didin Kurniadin dan Imam Machali. 2012. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: ArRuzz Media. Dinny Mutia. 2014. Pola Asuh 5 Anak Berkebutuhan Khusus dengan Prestasi Gemilang. Artikel. (Diambil dari
www.ibudanmama.com/ , diakses pada 12 Februari 2016, pukul 23.12) Fida Rahmantika Hadi, Tri Atmojo Kusmayadi, dan Budi Usodo. 2015. Analisis Proses Pembelajaran Matematika pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Slow Learners di Kelas Inklusi (Penelitian Dilakukan di SD Al Firdaus Surakarta. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685 Vol.3, No.10, hal 1066-1072 Desember 2015. (Diambil dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id , diakses pada 02 Februari 2016 pukul 21.07). Edi
Purwanta. 2012. Modifikasi Perilaku. Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Eti
Nurhayati. 2011. Bimbingan Konseling & Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fuad Indra Kusuma, Eddy Sutadji, dan Tuwono. 2014. Kontribusi Dukungan Orang Tua, Penguasaan Pengetahuan Dasar, dan Motivasi Berprestasi terhadap Pencapaian Kompetensi Kejuruan. Jurnal Kependidikan. Vol. 44, No. 1. Haryu Islamuddin. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Noer M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media. Martini Jamaris. 2013. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Bogor: Ghalia Indonesia. Mohammad Takdir Ilahi. 2013. Pendidikan Inklusif: Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: ArRuzz Media. Muhibbin Syah. 2011. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nandiyah Abdullah. 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 ISSN 02159511. (Diambil dari http://digilib.unwidha.ac.id/ip i253246.PDF , diakses pada 21 Februari 2016 pukul 22.00) Nani
Triani dan Amir. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar (Slow Learner). Jakarta Timur: PT Luxima Metro Media.
Ningrum Setiawan. 2013. Menggagas Pendidikan Bermakna bagi Anak yag Lamban Belajar (Slow Learner). Yogyakarta: Familia.
Rohmah. 2015. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.
Nyanyu Khodijah. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Purwa
Atmaja Prawira. 2012. Psikologi Umum dengan Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Rashmi Rekha Borah. 2013. Slow Learners: Role of Teachers and Guardians in Honing their Hidden Skills. International Journal of Educational Planning & Administration. ISSN 22493093 Volume 3, Number 2 (2013), pp. 139-143. Diambil dari http://www.ripublication.com /ijepa.htm , diakses pada 02 Februari 2016 pukul 21.11). Ratih
Putri Pratiwi dan Afin Murtiingsih. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Sangeeta Chauhan. 2011. Slow Learner: Their Psychology and Educational Programmes. International Journal of Multidisciplinary Research. Vol. 1, p. 282-283. (Diambil dari http://www.zenithresearch.or g.in/images/stories/pdf/2011/ Dec/zijmr/22_VOL%201_IS SUE8_ZEN.pdf , diakses 15 Februari 2016, pukul 11:38)
Samiaji Sarosa. 2011. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sapta
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat 1.
Meilina Sholikhah. 2012. Pembelajaran Musik di Kelas Musik Prestasi bagi Anak Berkebutuhan Khusus Bagian D di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Semarang. Skripsi. (Diambil dari http://lib.unnes.ac.id/19648 , diakses pada 21 Februari 2016 pukul 21.53).
Setiatava Rizema Putra. 2013. Tipstips Jitu Mencetak Siswa Juara Olimpiade Sejak Dini. Yogyakarta: Diva Press. Sri Ruspita Murni. 2013. Menjadi Pelajar Berprestasi. Yogyakarta: Gita Nagari. Sri Winarsih. 2013. Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga dan Masyarakat). Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.
Wahyu Tiarni dan Dwi Rakhmawati. 2013. Konsep Sekolah Inklusi yang Humanis. Yogyakarta: Familia. Zainal Arifin. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.