MOTIF GRATIFIKASI DALAM MENONTON FILM AYAT-AYAT CINTA Dwi Mardikowati1 Daru Purnomo2 ; Dewi Kartika Sari3
ABSTRACTION Love story movies now become the most favorable movies for Indonesian. A lot of Production Houses produce romantic movie, as result now we can see those movie on cinema. That’s all because Romantic Movie really interested many people for this research, we use Ayat-Ayat Cinta as an object. The purpose of this research is to know the connection between the gratification motives and the usage of media, and also for describe the gratification motives which fulfilled after watching AyatAyat Cinta. This research utilized use and gratification theory (usage and satisfaction theory) which is tended to Kart, Gurevitch and Haas approach and also bottom needs of human being theory by Abraham Maslow. The previous approach distinguished gratification motives to a four-kind such as cognitive needs (information gratification motives), social integrative needs (social integrative gratification motives), affective needs (aesthetics experience gratification motives) and escape needs (entertain gratification motives). In this research, we use communication UKSW. Student population with 60 samples from 2004 to 2008 student who have watched Ayat-Ayat Cinta. We use questionnaire as a collect data technique and correlation product moment and partial technique for analyze the data. After get the hypothesis, this research is examined by product moment and partial technique and we conclude that “there is a positive and significant connection between gratification movie with usage media level in watching Ayat-Ayat Cinta because of having gratification motives. Beside, the greatest deal of giving the most contribution is social integrative motives. The second, the result of partial correlation showed that gender did not really take a part to influence connection between gratification motives and media usages level.
Keywords: Uses and gratification theory, Ayat-Ayat Cinta movie, gratification motives, and usage media level.
1
Mahasiswa FISKOM UKSW Angkatan 2004 Staff Pengajar FISKOM UKSW 3 Staff Pengajar FISKOM UKSW 2
1. PENDAHULUAN Sebuah film dengan segala kelebihan dan keterbatasannya adalah sebuah cermin diri. Abdurrahman Wahid dalam Ibrahim (2007 : 173) pernah mengatakan bahwa film adalah pencerminan dari sebuah masyarakat, yaitu masyarakat tempat dimana film itu dibuat, dalam arti tempat sang sineas, pendukung, dan awak produksi di dalamnya. Di dalam film terdapat narasi-narasi yang bertutur tentang banyak hal; tentang kejujuran dan penghianatan, utopia dan dystopia, anarki dan demokrasi, propaganda dan iklan, kesetiaan dan kepalsuan, perbudakan dan pembebasan, komedi dan tragedi, imaji dan fantasi, atau tentu saja juga tentang romantisme, cinta remaja dan kegombalan. Menurut Ibrahim (2007 : 174) Gambaran film Indonesia adalah ”kita yang penuh luka”. Gambaran muram diri seperti tercermin dalam industri film tidak begitu jauh berbeda dengan paradoks dan ironi yang begitu nyata dalam kehidupan keseharian bangsa ini. Pengaruh film itu besar sekali terhadap jiwa manusia. Penonton tidak hanya terpengaruh sewaktu atau selama duduk di dalam gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama. Yang mudah dan dapat terpengaruh oleh film ialah anak-anak dan pemuda pemudi. Kita sering menyaksikan mereka yang tingkah lakunya dan cara berpakaiannya meniru-niru bintang-bintang film. Cara ketawa, bersiul, duduk, berjalan, menegur dan lain sebagainya meniru-niru gaya bintang film. Celana sempit dengan kemeja kotak-kotak disertai ikat pinggang yang lebar ala koboy, topi laken ala detektif, dan lain-lain adalah pengaruh film. (Effendy, 1981 : 191). Hal itulah yang menyebabkan film sebagai sarana komunikasi atau proses interaksi sosial yang baik, karena film dapat mudah dipahami orang daripada media komunikasi yang lain. Selama 20 tahun film Indonesia terpuruk. Di bioskop-bioskop hanya memutarkan film dari Hollywood dan Bollywood sampai pada tahun terakhir film layar lebar di Indonesia mulai mendapat pasar yang lumayan dengan munculnya film Jelangkung, Ada Apa Dengan Cinta, Pertualangan Sherina, Gie, Berbagi Suami, dan beberapa film yang lainnya. Peter Roffman dan Jim Purdy, penulis buku the Hollywood Social Problem (Ibrahim, 2007 : 176) mengatakan “Apabila sebuah film disenangi banyak orang, jelas film tersebut mencerminkan sesuatu, tempat penonton yang banyak itu melakukan identifikasi dengan diri mereka”. Ketika film-film yang dihasilkan oleh para sineas muda seperti Ada Apa Dengan Cinta dan Eiffel Im in Love ternyata digandrungi anak muda dan mencapai tangga komersial yang diluar dugaan, lantas mencuat pertanyaan : Mengapa film-film yang dipuji oleh para kritikus dan meraih penghargaan bergengsi dalam festival justru hanya disambut biasa-biasa saja oleh penonton yang sebagian besar kalangan anak muda yang tengah gelisah mencari identitas diri dan idola dari balik budaya hiburan? Mengapa film-film dinilai cukup baik yang dihasilkan oleh sutradara semacam Garin Nugroho pun sepertinya belum mampu menjangkau mayoritas anak muda dan kurang berhasil secara komersial? Pertanyaan seperti diatas juga muncul pada film yang menjadi film fenomenal di awal tahun 2008 yaitu film Ayat-Ayat Cinta. Film yang diadopsi dari novel karya Habiburrahman El-Shirazy ini mampu menarik penonton melebihi film Ada Apa Dengan Cinta ataupun Eiffel I’m in Love. Ditengah menjamurnya film Indonesia di bioskop-bioskop, sejak dirilisnya film ini pada tanggal 28 Februari
2008 tiketnya selalu habis terjual. Menurut Salahudin Wahid dalam Sindo tanggal 29 Maret 2008, seorang budayawan yang menulis opini film Ayat-Ayat Cinta menjadi film yang paling banyak penontonnya sepanjang sejarah, mencapai angka 2,9 juta sampai 22 Maret 2008, angka 4 juta tampaknya bisa tercapai. Alasan AyatAyat Cinta penontonnya bisa melonjak adalah pertama tentu karena buku AyatAyat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy adalah buku yang baik dan terjual dalam jumlah amat besar, konon diatas 400.000 buah. Kedua, filmnya sendiri juga cukup bagus dan enak untuk ditonton. Film Ayat-Ayat Cinta dibuat pita film sebanyak 100 copy. Padahal rata-rata film lain membuat copiannya hanya 24 sampai yang terbanyak sebelum Ayat-Ayat Cinta saja hanya 28. Ini jadi sejarah baru buat perfilman Indonesia. Film Hollywood yang tarafnya dunia saja hanya mencetak pita film sebayak 62 sampai paling terbanyak 68 copy. Selain itu para utusan negara Asia, Inggris, Belanda, Kanada, Jerman, beramai-ramai membeli hak cipta atas novel untuk dialih bahasakan ke dalam bahasa mereka (http://ruangfilm.com) Lebih lanjut dikatakan dalam sebuah situs yang membahas tentang film, banyak yang menyatakan bahwa seorang saja bisa menonton film Ayat-Ayat Cinta 2 sampai 5 kali (http://ruangfilm.com/?q=ulasan/ayat_ayat_cinta). Ketertarikan penonton pada film Ayat-Ayat Cinta inilah yang menjadi fokus dalam penelitian. Sebenarnya motif apakah yang terpenuhi setelah menonton film Ayat-Ayat Cinta. Menurut Gerungan (2004 : 152) motif manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Motif-motif manusia mempunyai peranan sangat besar dalam kegiatan-kegiatannya, dan merupakan latar belakang tindak-tanduknya. Tingkah laku disebabkan oleh adanya kebutuhan yang dirasakan individu. Hal itu terjadi, karena individu bertingkah laku ingin memuaskan kebutuhan yang dirasakannya. Kebutuhan itu ditimbulkan oleh suatu dorongan tertentu, lalu kebutuhan yang terdapat dalam diri individu tersebut menimbulkan keadaan siap untuk berbuat memenuhi kebutuhan. Keadaan siap itulah diarahkan pada suatu tujuan konkret yang diduga dapat memuaskan kebutuhan yang dirasakannya. Setelah melihat tujuan konkret, maka individu berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan konkret itu. Keadaan siap untuk berbuat memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan inilah yang disebut motif. Semua tingkah laku manusia pada dasarnya mempunyai motif, demikian juga dalam mengambil keputusan untuk memilih media. Penggunaan media karena dipengaruhi beberapa faktor, antara lain pada kebutuhan dasar yang membentuk motif seseorang untuk memilih media tertentu. Abraham Maslow dalam teorinya membagi kebutuhan menjadi lima yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Menurut teori uses and gratification dari Devito (1997: 528) menjelaskan interaksi orang dengan media melalui pemanfaatan media oleh orang itu serta gratifikasi yang mereka peroleh dari media. Anggota khalayak secara aktif dan sadar mengaitkan diri mereka dengan media tertentu untuk memperoleh gratifikasi. Media dianggap bersaing dengan sumber-sumber lain yang bisa memenuhi kebutuhan. Dalam teori ini, Kart, Gurevitch, dan Haas, mengkategorikan kebutuhan individual (individual’s needs) keadalam 5 aspek yaitu: cognitive needs, affective needs, personal integrative needs, social integrative needs, dan escape needs.
Dari kedua teori tentang kebutuhan dasar yang diungkapkankan oleh Abraham Maslow dan motif gratifikasi yang dirumuskan oleh Kart, Gurevitch, dan Haas, maka dapat disimpulkan bahwa motif seseorang menggunakan media karena faktor : ingin mendapatkan informasi dan pengetahuan (kognitif didalamnya terdapat physiological needs), mendapatkan hiburan atau pelepasan (escape needs, didalamnya terdapat kebutuhan keamanan), aktualisasi diri (social integrative needs), dan pengalaman estetis (Affective needs, didalamnya terdapat kebutuhan cinta).
Rumusan Masalah Apakah motif gratifikasi yang terpenuhi dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta? Tujuan 1. Mendeskripsikan motif-motif gratifikasi yang terpenuhi setelah menonton film Ayat-Ayat Cinta. 2. Menjelaskan hubungan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
2. KAJIAN PUSTAKA
Film dalam Ilmu Komunikasi Dalam komunikasi, film merupakan salah satu tatanan komunikasi yaitu termasuk dalam komunikasi massa. Menurut Effendy (1993 : 91) komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan untuk umum, dan film yang ditujukan untuk gedung-gedung bioskop. Menurut Susanto (1982 : 58) film adalah gerakan atau lebih tepat lagi gambar yang bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal dengan istilah gambar hidup, dan memang gerakan itulah yang merupakan unsur pemberi “hidup” kepada suatu gambar, yang betapapun sempurnanya teknik yang dipergunakan, belum mendekati kenyataan hidup sehari-hari, sebagai halnya dengan film. Untuk meningkatkan kesan dan dampak (= impact) dari film, suatu film diiringi dengan suatu yang dapat berupa dialog atau musik. Dalam film yang baik, dialog dan musik hanya dipergunakan apabila film tidak, atau kurang mampu memberi kesan yang jelas kepada komunikan melalui gerakan saja, sehingga dialog maupun musik merupakan alat bantu penguat ekspresi. Di samping suara dan musik, warna juga mempertingkat nilai “kenyataan” pada film, sehingga “sungguh-sungguh terjadi” dan “sedang dialami oleh khalayak” pada saat film diputari makin terpenuhi. Dengan demikian, film merupakan suatu sarana komunikasi yang mengaktualisasikan suatu kejadian untuk dinikmati pada saat tertentu oleh khalayak. Film sebagai suatu media komunikasi, merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna dan suara. Unsur-unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu cerita yang mengandung suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara kepada
khalayak film (Susanto, 1982 : 60). Hanung Bramantyo sebagai sutradara dalam film Ayat-Ayat Cinta dalam http.forum.detik.com ingin menyampaikan beberapa hal melalui film ini. Pertama, Islam bukan teroris. Kedua, Islam adalah agama yang lebih mengedepankan cinta, toleransi, sabar dan ikhlas. Dalam perspektif historisnya film pada tahun 1885, Lumeire bersaudara mengadakan eksibisi pertama mereka di Paris dengan memanfaatkan gambar bergerak (motion picture) yang diproyeksikan, saat itu kamera adalah kenyataan yang pasti dari budaya modern. Namun, bagi para akademisi perfilman seperti Mottram, lebih dari itu kehadiran kamera telah membuat foto bergerak, waktu berlalu, dan realitas pun telah mengalihkan dirinya ke dalam layar atau screen. (Ibrahim, 2007 : 172) Tabel 2.1 Sejarah Film Tahun Perkembangan Film 1950-an • Kemerosotan studio-studio Hollywood. • Pelbagai percobaan dengan menggunakan format layar. 1960-an • Bioskop-bioskop besar dibeli oleh berbagai korporasi. • Kekuasaan bintang sebagai sistem bintang berakhir. 1970-an • Kebangkitan film-film yang sangat laris. • Tingkat yang rendah dalam hal kehadiran audiens. • Bioskop-bioskop besar mendominasi distribusi dan eksbisi Inggris. • Kebangkitan kekuasaan pemasaran.
1980-an
• Dampak pasar video. • Perkembangan pelbagai multipleks (kompleks bioskop). • Kemunculan film-film untuk generasi muda dan pasarnya. 1990-an • Warga Jepang membeli Universal dan Columbia. Sumber : Burton (2008 : 16) Dalam sejarah perkembangan film terdapat tiga tema besar. Tema pertama adalah pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting, terutama dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan nasional dan masyarakat. Hal tersebut berkenaan dengan pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional dan popularitas yang hebat. Upaya membaurkan pengembangan pesan dengan hiburan memang sudah lama diterapkan dalam kesusastraan dan drama, namun unsur-unsur baru dalam film memiliki kelebihan dalam segi kemampuannya memanipulasi kenyataan yang tampak dengan pesan fotografis tampak kehilangan kredibilitas. Kedua tema lainnya dalam sejarah film adalah munculnya beberapa aliran seni film dan lahirnya aliran film dokumentasi sosial. Kedua kecenderungan tersebut merupakan penyimpangan dalam pengertian bahwa keduanya hanya menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi ke realisme. Terlepas dari hal itu, keduanya mempunyai kaitan dengan tema ”film sebagai alat propaganda”. (McQuail, 1987 : 14) Di Hollywood, daerah industri film di Amerika Serikat pada tanggal 7 Oktober 1968 telah diumumkan dengan resmi suatu sistem yang disebut ”rating system”,
dengan maksud melengkapi tata-cara (kode) yang telah berlaku selama due tahun di Hollywood untuk mengatur film-film sex dan kekerasan. Sistem tersebut membagi film-film yang dipertunjukan di gedung bioskop milik anggota dari Perhimpunan Pemilik Gedung Bioskop Nasional di Amerika Serikat, menjadi empat kategori : 1. Film-film yang sesuai untuk ditonton umum (segala umur). 2. Film-film yang sesuai untuk ditonton orang-orang dewasa dan anak-anak yang berumur 17 tahun keatas dan diizinkan nonton dengan ijin tertulis dari orang tua mereka. 3. Film-film yang cocok untuk orang-orang dewasa dan anak-anak yang berumur 17 tahun keatas yang diijinkan nonton dengan disertai orang tuanya atau orang yang sudah dewasa lainnya. 4. Film-film yang tidak dikenakan kode tersebut, termasuk semua film import dan karenanya terlarang bagi anak-anak yang berumur dibawah 17 tahun. (Effendy, 1981 : 190)
Uses and Gratifications Model (Model Kegunaan dan Kepuasan) Model uses and gratifications merupakan pergeseran fokus dan tujuan komunikator ke tujuan komunikasi. Model ini menentukan fungsi komunikasi massa dalam melayani khalayak. Dalam Uchjana (1993 : 290). Pendekatan untuk pertama kali dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz menegaskan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi massa sebagai persuasi. Dia diarahkan kepada penyelidik efek kampanye persuasi pada khalayak. Katz mengatakan bahwa penelitiannya diarahkan kepada jawaban terhadap pernyataan Apa yang dilakukan media untuk khalayak (What do the media do to people?) Kebanyakan penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi massa berpengaruh kecil terhadap khalayak yang dipersuasi, oleh karena itu para peneliti berbelok ke variabel-variabel yang menimbulkan lebih banyak efek, misalnya efek kelompok. Menurut para pendirinya, Elihu Katz, Jay G Blumer, dan Michael Gurevitch, Uses and Gratifications dalam Rakmat (2003 : 205) meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain,barangkali termasuk juga yang tidak kita inginkan. Mereka juga merumuskan asumsi-asumsi dasar dari teori ini : 1) Khalayak dianggap aktif ; artinya, sebagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan. 2) Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak. 3) Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah bagian dari rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas. Bagaimana
kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung kepada perilaku khalayak yang bersangkutan. 4) Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak artinya, orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu. 5) Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak. Model uses and gratifications menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khayalak. Jadi bobotnya ialah pada khalayak yang akhir, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus. Pendekatan uses and gratifications sebenarnya juga tidak baru. Di awal dekade 1940-an dan 1950-an para pakar melakukan penelitian mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi. Penelitian yang sistematik dalam rangka membina teori uses and gratifications telah dilakukan pada dekade 1960-an dan 1970-an, bukan saja di Amerika, tetapi juga di Inggris, Finlandia, Swedia, Jepang dan negara-negara lain. Menurut Wiryanto (2003 : 56) teori uses and gratifications merupakan pendekatan tentang kebutuhan individu terhadap pesan-pesan media berdasarkan atas manfaat dan kepuasan. Menurut pendekatan ini, komunikasi massa mempunyai kapasitas menawarkan sejumlah pesan yang dapat dimanfaatkan oleh komunikannya, sekaligus dapat memuaskan berbagai kebutuhannya. Dengan demikian, orang yang berbeda dapat menggunakan pesan yang sama untuk berbagai tujuan atau maksud yang berbeda-beda. Jadi, media massa menunjukkan peranannya. Karl Erik Rosengren dalam karyanya yang berjudul “Uses and Gratifications: A Paradigm Outlined” yang dimuat dalam “The Uses of Mass Communications” (Blumer and Katz, 1974:269) menyajikan paradigm uses and gratifications model yang disertai penjelasan dengan gambar dibawah ini.
3
(1.1)
Society Including Medias Structurs
4 1
7
Perceived Problems 6
Basic Needs 5
2
Media Behavior 9
Motives 8
Perceived Solutions
Other Behavior
Individual Characteristics Including Psychological Set-up. Social Position and Life History
Diagram 2.1 PARADIGMA USES AND GRATIFICATIONS MODEL (Effendy, 1993 : 293)
Gratifications or Non Gratifications
Butir pertama paradigma tersebut melambangkan infrastruktur biologis dan psikologis yang membentuk landasan semua perilaku sosial manusia. Kebutuhan biologis dan psikologis inilah yang membuat seseorang bertindak dan mereaksi. Mengenai kebutuhan biasanya orang merujuk kepada hirarki kebutuhan (need hierarchy) yang ditampilkan oleh Abraham Maslow (1954). Ia membedakan lima perangkat kebutuhan dasar: a. physiological needs (kebutuhan fisiologis) b. safety needs (kebutuhan keamanan) c. love needs (kebutuhan cinta) d. esteem needs (kebutuhan penghargaan) e. self-actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri) Sehubungan dengan hirarki tersebut, kebutuhan yang menarik perhatian para peneliti uses and gratifications adalah kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Butir 1, 2 dan 3 pada gambar menunjukkan interaksi antara faktor internal dan eksternal, atau dengan istilah yang konkret antara seseorang dengan masyarakat sekitar. Dengan meninggalkan kebutuhan dasar (basic needs) untuk sementara, marilah kita lihat butir 2 dan 3, ciri individual (individual characteristics) dan ciri masyarakat (societal characteristics). Minat para penelitia terkonsentrasikan pada butir 2, ciri individu khususnya ciri ekstra individual, misalnya posisi sosial. Sementara itu proses intra individual erat kaitannya dengan butir 1, 4, 5, 6 dan 9 pada paradigma tersebut. Untuk mendapat kejelasan mengenai model uses and gratifications ini dapat dikaji Gambar 2 yang diketengahkan oleh Katz, Gurevitch dan Haas.
Social Environment 1. Demographic characteristics 2. Group affiliations 3. Personality characteristics (psychological dispositions)
Individual’s Needs 1. Cognitive needs 2. Affective needs 3. Personal integrative needs 4. Social integrative needs 5. Tension-release or escape
Nonmedia Sources of Need Satisfaction 1. Family, friends 2. Interpersonal communication 3. Hobbies 4. Steep 5. Drugs etc
Mass Media Use 1. Media type newspaper, radio, TV, movies 2. Media contents 3. Exposure to Media, per se 4. Social context of media exposure
Diagram 2.2 USES AND GRATIFICATIONS MODEL (Effendy, 1993 : 295)
Media Gratifications 1. Surveillance 2. Diversion/ entertainment 3. Personal 4. Social relationships
Model ini memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs) dikategorisasikan sebagai cognitive needs, affective needs, personal integrative needs, social integrative needs, dan escapist needs. Penjelasannya adalah sebagai berikut : 1) Cognitive needs (kebutuhan kognitif): Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkugan; juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk menyelidiki kita. Kebutuhan kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang ingin diketahui manusia. Menurut Rakmat (2003 : 42) komponen kognitif adalah kepercayaan. Dalam hal ini, kepercayaan tidak ada hubungannya dengan hal-hal gaib, tetapi hanyalah ”keyakinan bahwa sesuatu itu ’benar’ atau ’salah’ atas dasar buku, sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi”. 2) Affective needs (kebutuhan afektif) Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan dan emosional. 3) Personal integrative needs (kebutuhan pribadi secara integratif) Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat dan harga diri. 4) Social integrative needs (kebutuhan sosial secarai ntegratif) Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. 5) Escapist needs (kebutuhan pelepasan) Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman. Dari kebutuhan dasar yang di kemukakan oleh Abraham Maslow dan motif gratifikasi yang dirumuskan oleh Kart, Gurevitch, dan Haas, maka dapat disimpulkan bahwa motif seseorang menggunakan media karena faktor : ingin mendapatkan informasi dan pengetahuan (kognitif didalamnya terdapat physiological needs), mendapatkan hiburan atau pelepasan (escape needs, didalamnya terdapat kebutuhan keamanan), aktualisasi diri (social integrative needs), dan pengalaman estetis (Affective needs, didalamnya terdapat kebutuhan cinta).
Kerangka Pikir Penelitian Media Massa
Surat Kabar
Film (Ayat-Ayat Cinta)
Radio
Televisi
Uses and Gratifications Model (Kepuasan menonton film Ayat-Ayat Cinta)
Abraham Maslow, Kebutuhan Dasar: a. Kebutuhan fisiologis b. Kebutuhan keamanan c. Kebutuhan cinta d. Kebutuhan penghargaan e. Kebutuhan aktualisasi diri
-
Katz, Gurevitch dan Haas Individualis Needs : a. Cognitive needs b. Affective needs c. Personal integrative needs d. Social integrative needs e. Tension release or escape needs
Motif-motif Gratifikasi Motif afektif Motif kognitif Motif interaksi sosial Motif hiburan
Mahasiswa Komunikasi UKSW
Mengetahui motif gratifikasi yang terpenuhi Mengetahui hubungan antara motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan dan perhatian media dalam menonton Ayat-Ayat Cinta
Hipotesis a. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan dan perhatian media dan dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta. b. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan dan perhatian media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta yang dikontrol oleh variabel seks.
3. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif - korelational, yakni dengan menggambarkan kebutuhan mahasiswa komunikasi UKSW yang terpenuhi ketika menonton film Ayat-ayat Cinta; dan menjelaskan apakah ada korelasi antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan dan perhatian media dan dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Kriyantono (2006:57) pendekatan kuantitatif adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dengan demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis. Dalam riset kuantitatif dituntut bersifat obyektif dan memisahkan diri dari data, artinya riset tidak boleh membuat batasan konsep maupun alat ukur data sekehendak hatinya sendiri. Dalam penelitian ini menggunakan populasi finit yaitu mahasiswa komunikasi UKSW. Dipilihnya mahasiswa komunikasi UKSW sebagai obyek penelitian karena penelitian ini merupakan studi kasus terhadap mahasiswa komunikasi UKSW, sedangkan sampel penelitian dilakukan menggunakan teknik purposive (penentuan sampel dengan mendasarkan pada kriteria sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: mahasiswa yang pernah menonton film Ayat-Ayat Cinta; latar belakang perbedaan jenis kelamin, dan agama) Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 60 mahasiswa. Penentuan sampel berdasarkan Nomogram Harry King (Sugiyono, 2005 : 64). Dengan tingkat kesalahan sampel sebesar 10%.
Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Motif gratifikasi sebagai variabel bebas (X) Diukur dari : a. Cognitive Needs (Motif Gratifikasi Informasi) (X1) Motif kognitif adalah motif untuk memperoleh informasi, pengetahuan, memperkuat pendapat dan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu b. Affective Needs (Motif Gratifikasi Pengalaman Estetis) (X2) Dalam motif afektif terdapat adanya keinginan untuk mendapat tambahan kepercayaan diri atau memperkuat kepercayaan diri dan untuk memperluas wawasan pribadi. c. Social Integrative Needs (Motif Gratifikasi Integrasi Sosial) (X3) Motif gratifikasi ini merupakan motif untuk berinteraksi dengan orang lain, misalnya penonton menyaksikan film Ayat-Ayat Cinta hanya agar bisa berinteraksi dengan orang lain karena memiliki bahan pembicaraan. d. Escape Needs (Motif Gratifikasi Hiburan) (X4) Motif ini merupakan motif untuk mencari hiburan, sarana untuk melepaskan kejenuhan dari aktifitas sehari-hari, sebagai sarana untuk mengisi waktu luang dan sebagai sarana untuk melepaskan emosi. 2. Tingkat penggunaan dan perhatian media sebagai variabel terikat (Y) diukur dari : Frekuensi menonton film Ayat-Ayat Cinta Tingkat perhatian 3. Variabel antara (Z) Diukur dari : Jenis kelamin/seks Jenis kelamin dijadikan variabel kontrol karena seorang laki-laki dan seorang perempuan memiliki tanggapan yang berbeda ketika menonton film yang berbau percintaan. Perempuan lebih terbawa perasaannya dan
lebih mudah terharu daripada pria, sehingga faktor seks bisa mempengaruhi motif gratifikasi. Agama Latar belakang agama seseorang akan mempengaruhi terhadap tanggapan yang berbeda ketika menonton film yang bertemakan cinta.
Diagram 3.1 Hubungan Antara Variabel Variabel Bebas (X) Motif Kepuasan Media : Cognitive Needs (Motif Mendapatkan Informasi) → (X1) Affective Needs (Motif Pengalaman Estetis) → (X2) Social Integrative Needs (Motif Integrasi Sosial) → (X3) Escape Needs (Motif Hiburan) → (X4)
Variabel Terikat (Y) Tingkat Penggunaan Media: Frekuensi menonton film Ayat-Ayat Cinta Tingkat perhatian
Variabel Kontrol (Z) Jenis kelamin
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 jenis data yaitu data primer yang diperoleh langsung dari obyek yang akan diteliti (responden) (Suryanto, 2005:55) dalam hal ini melalui pengisian kuesioner oleh subyek penelitian dan jenis yang kedua adalah data sekunder yang menurut Suryanto (2005:55) merupakan data yang diperoleh dari lembaga atau institusi tertentu. Data sekunder diperoleh peneliti dari berbagai sumber seperti buku, internet, surat kabar dan bahan pustaka lain yang menunjang proses penelitian.
Analisis Data
a. Korelasi Product Moment Pertama-tama akan dilakukan analisis korelasi antara satu variabel dengan variabel lainnya dari variabel-variabel yang telah ditentukan di muka. Untuk tahap pertama ini akan dikerjakan dengan rumus Korelasi Product Moment dari Pearson.
rxy =
N ΣXY − (ΣXY )(ΣY ) N ΣX 2 − (ΣX ) 2 N ΣY 2 − (ΣY ) 2
Dimana: rxy = koefisien korelasi antara X dan Y
X Y
= nilai variabel bebas/antara (preditor Y) = nilai variabel terikat
∑XY = jumlah product dari X dan Y
Persamaan ini bisa diubah :
rxy =
Σxy (Σx 2 )(Σy 2 )
Untuk menguji apakah korelasi yang telah dikemukakan itu signifikan atau tidak, diuji dengan test signifikansi dengan menggunakan rumus :
F=
r 2 ( N − 2) 1− r2
Keterangan : F = Test signifikansi N = Banyaknya sampel r = Kuadrat dari korelasi product moment (Kerlinger, 1987:201)
b. Koefisien Korelasi Parsial Merupakan teknik untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat terdapat hubungan yang murni dengan dikontrol oleh variabel kontrol. Rumusnya adalah sebagai berikut :
rij.k =
rij − (rik )(rjk ) (1 − rik )(1 − rjk 2 )
Dimana: rij.k
= korelasi antara variabel pengaruh (Y) dan variable terpengaruh (X) yang dikontrol oleh variabel kontrol (K) i = variabel tergantung (Y) j = variabel bebas (X) k = variabel kontrol
Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi digunakan F test dengan rumus sebagai berikut :
F=
r 2ijk n −( k +1) 1 − r 2 .ij.k
Dimana:
F = test signifikansi n = banyaknya sampel r2 = kuadrat dari korelasi parsial k = jumlah variabel bebas Jika F test lebih besar dari pada F tabel maka korelasi parsial tersebut signifikan, jika F test lebih kecil dari pada f tabel maka korelasi parsial tersebut tidak signifikan.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas tentang diskripsi karakteristik data penelitian yang meliputi variabel tingkat penggunaan media dengan variabel motif gratifikasi media. Tujuan dari diskripsi ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum tentang karakteristik data penelitian sebelum dilakukan pengujian hipotesis. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dikaji hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, besarnya keeratan hubungan antara dua variabel, tingkat signifikansi, juga untuk mengetahui motif gratifikasi apa yang terpenuhi dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Informasi (Cognitive Needs) dengan variabel seks.
Motif
Mendapatkan
Berdasarkan tabulasi data induk variable cognitive Needs dari menonton film Ayat-ayat Cinta, diperoleh skor terendah 2 dan tertinggi 8 dengan rata-rata 4,417, serta range 6. Berdasarkan data tersebut, kemudian untuk mengetahui kategori skor variabel cognitive needs dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu motif mendapatkan informasi tinggi, motif mendapatkan informasi sedang, dan motif mendapatkan informasi rendah. Berdasarkan hasil perhitungan, maka ke-3 kategori tersebut dapat dilihat pada tabel berikut; Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motif Mendapatkan Informasi (Cognitive Needs) dengan variabel seks. Kategori Motif Kognitif No.
1.
2.
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
14
12
0
26
53,8%
46,2%
0%
100%
16
14
4
34
47,1%
41,2%
11,8%
100%
30
26
4
60
50%
43,3%
6,7%
100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2009 Dari tabel nampak bahwa sebagian besar responden baik laki-laki dan perempuan mempunyai motif untuk mendapatkan informasi dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta dalam kategori rendah (50%) sampai sedang (43,3%), sedangkan hanya sebagian kecil saja (6,7%) responden memiliki motif untuk mendapatkan informasi dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motif Kebutuhan Integrasi Sosial (Social Integratif Needs) dengan variabel seks. Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motif Kebutuhan Integrasi Sosial (Social Integratif Needs) dengan variabel seks. Kategori Motif Integrasi Sosial No. 1.
2.
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
7
6
13
26
26,9%
23,1%
50,0%
100%
7
14
13
34
20,6%
41,2%
38,2%
100%
14
20
26
60
23,3%
33,3%
43,3%
100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2009 Dari tabel nampak bahwa sebagian besar responden baik laki-laki maupun responden perempuan hampir sama, mempunyai motif untuk berintegrasi dengan orang lain (integrasi sosial) dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta dalam kategori tinggi (43,4%) sampai sedang (33,3%), sedangkan hanya sebagian kecil saja rendah (23,3%) responden memiliki motif integrasi sosial dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motif Kebutuhan Afeksi (Affective Needs) dengan variabel seks. Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Motif Kebutuhan Afeksi dengan Variabel Seks Kategori Motif Afeksi No. 1.
2.
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
4
14
8
26
15,4%
53,8%
30,8%
100%
7
16
11
34
20,6%
47,1%
32,4%
100%
11
30
19
60
18,3%
50,0%
31,7%
100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2009 Dari tabel nampak bahwa sebagian besar responden baik laki-laki atau perempuan hampir sama, mempunyai motif afektif dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta dalam kategori sedang (50%) sampai tinggi (31,7%), sedangkan hanya sebagian kecil saja rendah (18,3%) responden.
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motif Kebutuhan Hiburan (Escape Needs) dan Variabel Sex. Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Motif Kebutuhan Hiburan Dengan Variabel Seks Kategori Motif Hiburan No. 1.
2.
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
9
11
6
26
34,6%
42,3%
23,1%
100%
7
17
10
34
20,6%
50,0%
29,4%
100%
16
28
16
60
26,7%
46,7%
26,7%
100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2009. Dari tabel nampak bahwa sebagian besar responden baik perempuan maupun laki-laki mempunyai motif untuk mendapatkan hiburan dalam menonton film AyatAyat Cinta dalam kategori sedang (46.7%) sedangkan kategori tinggi dan rendah hampir sama (26,7%) responden memiliki motif mencari hiburan dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motif-Motif Gratifikasi Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Motif-Motif Gratifikasi dengan Variabel Seks Kategori Motif-Motif Gratifikasi No. 1.
2.
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
9
11
6
26
34,6%
42,3%
23,1%
100%
10
17
7
34
29,4%
50,0%
20,6%
100%
19
28
13
60
31,7%
46,7%
21,7%
100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2009 Dari tabel nampak bahwa sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan mempunyai motif-motif gratifikasi dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta dalam kategori sedang (46,6%) sampai rendah (31,7%), sedangkan hanya sebagian kecil saja tinggi (21,7%) responden memiliki motif-motif gratifikasi dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penggunaan Media dan Jenis Kelamin Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penggunaan Media dengan Variabel Seks Kategori Tingkat Penggunaan Media No. 1.
2.
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
7
13
6
26
26,9%
50,0%
23,1%
100%
6
20
8
34
17,6%
58,8%
23,5%
100%
13
33
14
60
21,7%
55,0%
23,3%
100%
Sumber: Analisis Data Primer, 2009. Dari tabel nampak bahwa sebagian besar responden baik laki-laki maupun perempuan mempunyai tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta dalam kategori sedang (55%) sampai tinggi (23,3%), sedangkan hanya sebagian kecil saja rendah (21,7%) responden memiliki tingkat perhatian dan penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
Uji Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan dalam sutu penelitian. Hipotesis ini harus di uji kebenarannya secara empiris. Dalam penelitian ini terdiri dari dua hipotesis kerja (Ha). Sebelum dilakukan analisis statistik untuk membuktikan hipotesis kerja yang diajukan, maka perlu diajukan hipotesis nihilnya (Ho). Hal ini dimaksudkan agar dalam membuktikan hipotesis, peneliti tidak mempunyai prasangka dan tidak terpengaruh dari pernyataan hipotesis kerjanya, dan untuk selanjutnya dikembalikan lagi kepada hipotesis kerja pada rumusan akhir pengujian hipotesis (Arikunto. 2002).
1. Hipotesis Pertama Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah ”Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.” Dari hipotesis kerja (Ha) diatas, diubah menjadi hipotesis nihil (Ho), sehingga pernyataan dalam Ho adalah “Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film ayat-ayat cinta”. Kriteria pengambilan keputusan diterima-tidaknya hipotesis adalah sebagai berikut: Apabila r hitung > r tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak Apabila r hitung < r tabel, maka Ha ditolak dan Ho diterima Adapun kriteria pengambilan keputusan signifikan tidaknya hubungan antara dua variable tersebut, adalah sebagai berikut: Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak
Dalam penelitian ini, untuk membuktikan hipotesis pertama dilakukan uji Korelasi Product Moment dari Pearson.dengan rumus:
N ΣXY − (ΣXY )(ΣY )
rxy =
N ΣX 2 − (ΣX ) 2 N ΣY 2 − (ΣY ) 2
Dimana: rxy
= koefisien korelasi antara X dan Y
X
= nilai variabel bebas/antara (preditor Y)
Y
= nilai variabel terikat
∑XY
= jumlah product dari X dan Y
Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS (Statistical Packages for Social Science) for Window Release 12.0., maka diperoleh hasil seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Hubungan Variabel XY
r xy
r tabel
R2
P
0,802
0,254
0,643
0,000
Taraf sign. 0,05
Keterangan Ada hubungan yang positif dan signifikan
Sumber: Output SPSS, 2009 Berdasarkan hasil analisis diperoleh besarnya koefisien korelasi (r xy) antara motif-motif Gratifikasi /motif kepuasan media (X) dengan tingkat penggunaan media (Y) sebesar 0,802 dengan probabilitas (P) = 0,000, dan besarnya r tabel dengan N = 60 pada taraf signifikansi 5 % adalah 0,254. Karena besarnya r hitung lebih besar dari r tabel dan bertanda positif, maka dapat dinyatakan bahwa korelasi antara variable motif gratifikasi media dengan tingkat penggunaan media dengan arah korelasi positif. Demikian halnya karena P sebesar 0,000 adalah lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa korelasi tersebut signifikan. Dengan demikian hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan “Tidak ada hubungan antara motif gratifikasi media dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.”tidak teruji kebenarannya (ditolak), dan hipotesis kerja (Ha) yang berbunyi ”Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motifmotif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.”teruji kebenarannya atau diterima. Adapun besarnya koefisien diterminasi (R2) sebesar 0,643, hal ini berarti besarnya sumbangan efektif hubungan antara motif gratifikasi media dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film ayat-ayat cinta sebesar 64,3 %, sedangkan sisanya (100% - 64,3% = 35,7%) dijelaskan oleh variabel lain.
2. Hipotesis Kedua Pernyataan dalam hipotesis kedua adalah: “Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta yang dikontrol oleh variabel seks”
Dalam hipotesis kedua ini asumsi teoritis yang dibangun yaitu, apakah motif-motif gratifikasi seseorang dalam menonton film dipengaruhi oleh variabel lain yaitu perbedaan jenis kelamin. Sehingga dalam hipotesis ini dimasukkan satu variabel tambahan yang berfungsi sebagai variabel kontrol dari dua variabel yang berkorelasi terdahulu; yaitu antara variabel motifmotif gratifikasi dengan variabel tingkat penggunaan media. Sebelum dilakukan anlisis uji korelasi parsial, maka terlebih dahulu hipotesis kerja (Ha) diubah menjadi hipotesis nihil (Ho), yang berbunyi sebagai berikut “Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta yang dikontrol oleh variabel seks” Kriteria pengambilan keputusan diterima-tidaknya dan signifikantidaknya hipotesis sama seperti analisis di hipotesis pertama. Adapun untuk membuktikan hipotesis kedua dilakukan uji Korelasi Parsial dengan rumus:
rij.k =
rij − (rik )(rjk ) (1 − rik )(1 − rjk 2 )
Dimana:
rij.k
=
i j k
= = =
korelasi antara variabel pengaruh (Y) dan variable terpengaruh (X) yang dikontrol oleh variabel kontrol (K) variabel tergantung (Y) variabel bebas (X) variabel kontrol
Setelah data diolah dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS (Statistical Packages for Social Science) for Window Release 12.0., maka diperoleh hasil seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Hubungan Variabel XY dan sex sebagai variabel kontrol
r ij.k
r tabel
R2
P
0,801
0,254
0,642
0,000
Taraf sign. 0,05
Keterangan Ada hubungan yang positif dan signifikan
Sumber: Output SPSS, 2009 Dari tabel di atas diketahui besarnya koefisien korelasi (r ij.k) antara motif-motif Gratifikasi /motif kepuasan media (X) dengan tingkat penggunaan media (Y) dengan memasukkan jenis kelamin sebagai variabel kotrol adalah sebesar 0,801 dengan probabilitas (P) = 0,000, dan degree of freedom/derajat kebebasan sebesar 57 (Df = N – k – 1), maka besarnya r tabel pada taraf signifikansi 5 % adalah 0,254. Karena besarnya r hitung lebih besar dari r tabel dan bertanda positif, maka dapat dinyatakan bahwa arah korelasi antara variabel motif gratifikasi media dengan tingkat penggunaan media adalah positif. Demikian halnya karena P sebesar 0,000 adalah lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa korelasi tersebut signifikan. Dengan demikian hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan “Tidak ada hubungan antara motif-motif gratifikasi media dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta yang dikontrol dengan variabel jenis kelamin” tidak teruji kebenarannya (ditolak), dan hipotesis kerja (Ha) yang berbunyi ”Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan
media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta yang dikontrol dengan variabel jenis kelamin” teruji kebenarannya atau Ha diterima. Dibanding dengan korelasi antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media tanpa menggunakan variabel kontrol sebesar 0,802, menunjukkan adanya sedikit penurunan besarnya korelasi yakni menjadi sebesar 0,801, namun arah korelasi masih positif dan signifikan. Demikian halnya diketahui nilai sumbangan efektif variabel bebas terhadap variabel terikat dengan memasukkan jenis kelamin sebagai variabel kontrol juga mengalami sedikit penurunan yakni dari 64,3 % menjadi 64,2%. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan efektif masing-masing indikator dari variabel motif-motif gratifikasi terhadap tingkat penggunaan media, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Perhitungan Sumbangan Efektif Masing-masing Indikator Variabel Bebas Terhadap Variabel terikat
Hubungan Variabel
r
xy
r tabel
R2
Sumbanga n Efektif
P
Taraf sign.
Keterangan
Ada hubungan yang signifikan Ada hubungan yang signifikan Ada hubungan yang signifikan Ada hubungan yang signifikan
X1 Y
0,316
0,254
0,099
9,98%
0,014
0,05
X2 Y
0,852
0,254
0,726
72,6%
0,000
0,05
X3 Y
0,637
0,254
0,406
40,6%
0,000
0,05
X4 Y
0,289
0,254
0,065
6,5%
0.025
0,05
Sumber: Analisis Output SPSS, 2009. Keterangan: X1 = Cognitif needs
X2 = Social integratif needs
X3 = Affective needs
X4 = Escape needs
Y = Tingkat Penggunaan Media
Dari tabel dapat diketahui bahwa sumbangan efektif terbesar terhadap penggunaan media adalah dari variabel Social Integratif Needs (X2), yakni sebesar, 72,6 %, dan terbesar kedua adalah Affective Needs (40,6%), sedangkan variabel Cognitive needs dan Escape Needs, masing-masing hanya menyumbang kurang dari 10% saja. 4.5. Pembahasan Motif-motif gratifikasi dalam penelitian ini menyangkut empat aspek yaitu motif kognitif (X1), motif integrasi sosial (X2), motif afektif (X3), dan motif hiburan (X4). Motif-motif ini didapat dari gabungan teori Abraham Maslow yang membagi kebutuhan menjadi lima yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Dan teori dari Kart, Gurevitch, dan Haas membagi kebutuhan individual (individual’s needs) dikategorisasikan sebagai cognitive needs, affective needs, personal integrative needs, social integrative needs, dan escape needs. Dalam paradigma uses and gratification oleh Karl Erik R tampak bahwa puas atau tidaknya seseorang menggunakan media dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor kebutuhan dasar manusia (teori Abraham Maslow) yang
tentunya meliputi kebutuhan biologis dan psikologis, faktor lainnya adalah motif mereka dalam memilih media yang dipengaruhi oleh kebutuhan individual dan lingkungan sekitar. Motif Kognitif (X1) adalah motif informasi, berkaitan dengan motif kepuasan responden untuk memperoleh peneguhan informasi tentang ajaran Islam tentang pacaran, poligami, dan masalah percintaan ketika menonton film Ayat-Ayat Cinta. Motif ini lebih untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu dan memperoleh pengetahuan. Motif Integrasi Sosial (X2) merupakan motif yang berkaitan dengan alasan-alasan kepuasan responden sebagai bahan pembicaraan orang lain sebagai bentuk peneguhan kontak dengan orang yang berada disekitarnya. Motif Afektif (X3) adalah motif pengalaman estetis dan emosional. Motif ini berkaitan dengan alasan kepuasan responden untuk mendapat tambahan kepercayaan diri, dan peneguhan kredibilitas. Motif afektif lebih menyangkut masalah perasaan seseorang. Motif Hiburan (X4) merupakan motif kepuasan responden untuk memperoleh hiburan, melepaskan kejenuhan dengan mencari hal-hal yang menarik dan untuk mengisi waktu luang. Dengan melihat tabel 4.15 diatas, terlihat hubungan antara motifmotif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media. Pada motif kognitif (X1) terlihat ada hubungan yang lemah antara motif kognitif dengan tingkat penggunaan media. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa adanya keinginan untuk memperoleh informasi ajaran Islam tentang berpacaran dan pernikahan beserta semua konflik yang terlibat didalamnya, tidak terlalu mempengaruhi seseorang untuk menonton film Ayat-Ayat Cinta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa audience tidak menonton film Ayat-Ayat Cinta untuk memperoleh peneguhan informasi dan pengetahuan. Adanya keinginan audience untuk berinteraksi dengan orang lain disekitarnya ternyata mempengaruhi tingkat penggunaan media. Sehingga adanya keinginan audience untuk menjadikan film Ayat-Ayat Cinta sebagai bahan pembicaraan dan berinteraksi sosial dengan orang lain mempunyai hubungan dengan frekuensi dan lamanya menonton film Ayat-Ayat Cinta. Dapat disimpulkan, bahwa selama ini audience menonton film Ayat-Ayat Cinta karena didorong rasa ingin berinteraksi dengan teman, keluarga dan dunia. Responden dalam penelitian ini berusia antara 19 sampai 25 tahun. G.S.Hall (Sarwono, 2007) seorang sarjana psikologi Amerika Serikat, membagi perkembangan manusia menjadi empat tahap: masa kanak-kanak (0-4 tahun), masa anak-anak (4-8 tahun), masa muda (8-12 tahun), dan masa remaja (12-25 tahun). Responden dalam penelitian ini termasuk dalam masa remaja, dimana masa ini merupakan masa topan-badai yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai dan memiliki kecenderungan mementingkan harga diri. Pada masa remaja, mereka sangat membutuhkan kawan-kawan. Mereka sangat senang kalau banyak orang menyukainya. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa audience menonton film Ayat-Ayat Cinta didasari motif integrasi sosial (motif ini paling banyak memberikan sumbangan efektif), film AyatAyat Cinta menjadi sarana bagi audience untuk bersosialisasi dengan teman-temannya. Keinginan audience untuk memperkuat kepercayan diri tentang cinta dan perasaan ternyata tidak terlalu berperan mempengaruhi tingkat penggunaan media untuk menonton film Ayat-Ayat Cinta. Sehingga meskipun dalam film Ayat-Ayat Cinta banyak menampilkan adegan percintaan yang mengharukan yang dapat mempengaruhi emosi penontonnya, ternyata tidak terlalu berperan terhadap frekuensi dan lama menonton film Ayat-Ayat Cinta. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa audience tidak terlalu mengharapkan film Ayat-Ayat Cinta sebagai media untuk mendapatkan pengalaman estetis tentang cinta.
Adanya keinginan audience untuk mencari hiburan dan melepaskan kejenuhan dengan mengisinya dengan hal-hal yang menarik ternyata kecil sekali pengaruhnya dengan tingkat penggunaan media. Sehingga meskipun ada keinginan audience untuk melepaskan kejenuhan dengan mencari hiburan tidak mempunyai hubungan dengan frekuensi dan lamanya menonton film Ayat-Ayat Cinta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ternyata selama ini audience menonton film Ayat-Ayat Cinta bukan sebagai media untuk mencari hiburan. Dari hasil penelitian ternyata selain empat motif yang dipaparkan dalam penelitian ini, ada motif lain yang menjadi dorongan seseorang dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta. Motif Kognisi, Integrasi Sosial, Afeksi dan Hiburan hanya menyumbang 64,3 % saja. Berdasarkan penelitian ini, adanya perbedaan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan ternyata tidak berperan dalam mempengaruhi hubungan antara dorongan seseorang untuk mendapatkan informasi, pengalaman estetis, berintegrasi sosial dan untuk mencari hiburan dengan sering dan lamanya mereka menonton film Ayat-Ayat Cinta. Terbukti adanya penurunan yang sedikit dalam korelasi antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media tanpa menggunakan variabel kontrol sebesar 0,802, dan saat ditambah variabel kontrol menjadi sebesar 0,801. Perbedaan yang tipis ini menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan mempunyai motif-motif gratifikasi yang hampir sama besar dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Motif gratifikasi yang membawa pengaruh terbesar terhadap keinginan penonton untuk menonton film Ayat-Ayat Cinta adalah Motif Integrasi Sosial dan terbesar kedua adalah Motif Afeksi, sedangkan Motif Kognisi dan Motif Hiburan masing-masing hanya berpengaruh kecil. 2. Audience menonton film Ayat-Ayat Cinta karena didorong oleh keinginan berinteraksi dengan orang lain. Film Ayat-Ayat Cinta sebagai sarana bagi seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. 3. Ada hubungan yang positif dan signifikan antara motif-motif gratifikasi dengan tingkat penggunaan media dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta. 4. Dari hasil penelitian motif-motif gratifikasi (Motif Kognisi, Motif Integrasi Sosial, Motif Afektif dan Motif Hiburan) hanya menyumbang 64,3% dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta dan 35,7% adalah motif-motif lainnya selain empat motif dalam penelitian ini. 5. Dalam penelitian ini, perbedaan jenis kelamin tidak memberi pengaruh terhadap motif-motif gratifikasi dalam menonton film Ayat-Ayat Cinta.
Saran 1. Perlu adanya penelitian lanjut setelah penelitian ini karena dalam penelitian ini ditemukan 35,7% adanya motif-motif lain selain empat motif gratifikasi yang digunakan dalam penelitian ini, yang belum diketahui. 2. Untuk para sineas-sineas film diharapkan dapat membuat film yang lebih menekankan pada pendidikan agar film tersebut dapat mendidik bangsa ini daripada membuat film yang hanya berisi adegan percintaan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002 (Edisi V), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta: Jakarta Azwar, Saifudin. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Burton, Graeme. 2008. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta : Jalasutra. Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia Edisi Kelima. Jakarta : Profesional Books. Effendy, Onong Uchjana. 1981. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung : Alumni. .................... 1993. Ilmu,Teori & Filsafat Komunikasi. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. Eneste, Pamusuk. 1991. Novel dan Film. Yogyakarta : Kanisius. Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Ibrahim, Idi Subandy. 2007. Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Yogyakarta : Jalasutra. Hadi, Sutrisno. 1987. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset. Ihalauw, J. 1996. Bangunan Teori. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana. McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Erlangga. Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia. Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya. ......................... 1993. Metode Penulisan Kuantitatif. Bandung : Rosdakarya. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2007. Psikologi Remaja Edisi ke-2. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Santoso, Gempur. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Prestasi Pustaka. Singarimbun, Masri dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : PT Pustaka LP3ES. Sugiono, Prof. DR. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Suryabrata, S. 1990. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali. Suryanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Kencana. Susanto, Astrid S. 1982. Komunikasi Massa. Bandung : Binacipta. Usman, Husaini. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta : Bumi Aksara.
Wahid, Salahuddin. Sindo 29 Maret 2008. Refleksi Hari Film Nasional. Walizer, Michael dan Wienir, Paul. 1987. Metode dan Analisis Penelitian Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. West, Richard and Lynn H. Turner. 2007. Introducing Communication Theory Third Edition. New York: Mc Graw Hill. Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Grasindo. Internet http://ruangfilm.com/?q=ulasan/ayat_ayat_cinta, diakses tanggal 28 Juli 2008. http.forum.detik.com oleh Eric Sasono, diakses tanggal 23 Agustus 2008. Surat Kabar Sindo, 29 Maret 2008 oleh Salahudin Wahid.