JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
Monitoring Kinerja Baterai Berbasis Timbal untuk Sistem Photovoltaic Alief Prisma Bayu Segara, Dedet Candra Riawan, dan Heri Suryoatmojo Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Dalam sistem stand-alone photovoltaic, komponen utama yang penting dan perlu diperhatikan adalah alat penyimpan baterai. Salah satu jenis baterai yang banyak digunakan adalah baterai berbasis timbal. Pengetahuan tentang karakteristik baterai menjadi faktor penting dalam kinerja sistem. Banyak parameter yang perlu diperhatikan dalam pengisian dan pengosongan baterai seperti tegangan, arus, suhu, resistivitas dll. Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan alat untuk mengetahui kurva karakteristik charge dan discharge baterai serta untuk memonitoring muatan baterai (state of charge). State of charge dapat dihitung dengan cara 1-
𝑸 𝑪
dimana Q adalah perkalian
antara arus dengan waktu dan C adalah kapasitas baterai tersebut pada waktu charge dan discharge. Dari analisis didapatkan bahwa tegangan cut-off pada baterai lead-acid berada pada nilai 10,5 Volt, sedangkan suhu dan open circuit voltage pada baterai berpengaruh pada nilai residual dan muatan awal baterai serta dapat menentukan state of charge awal baterai. Kata Kunci— Baterai lead-acid, Stand-Aone PV, State Of Charge.
T
I. PENDAHULUAN
erdapat dua macam sistem photovoltaic yang biasa digunakan yaitu grid-connected dan stand-alone photovoltaic. Untuk grid-connected, sistem photovoltaic tersambung langsung dengan sistem yang ada di jala-jala, dalam hal ini PLN. Sedangkan pada stand-alone photovoltaic, sistem ini memerlukan sebuah alat penyimpan energi berupa baterai. Pada kenyataannya, banyak fenomena dapat terjadi pada baterai seperti charge dan discharge [1]. Baterai merupakan elemen penting dalam sistem standalone photovoltaic. Beberapa jenis baterai seperti lead acid baterai, lithium baterai juga memiliki karakteristik tersendiri. Banyak parameter yang berperan disini seperti tegangan, arus, suhu, berat jenis dan resistivitasnya [2]. Dari parameter-parameter yang berperan dalam baterai tersebut, sangat penting untuk mengetahui tingkah laku dari baterai tersebut seperti kurva charge dan discharge pada baterai tersebut. Kendala yang terjadi adalah tidak dapat diketahui berapa persen tegangan yang masuk ke dalam baterai tersebut. Selama ini baterai dicharge tanpa mengetahui apakah kapasitas baterai tersebut sudah penuh atau tidak. Berdasarkan kondisi dan kendala tersebut, maka diperlukan sistem pemantauan untuk mengetahui berapa kapasitas baterai yang telah digunakan. Dimana dengan konsep tersebut juga didapatkan parameter-parameter yang dibutuhkan dalam pemodelan baterai untuk mengetahui
karakteristik baterai tersebut dan muatan yang tersimpan dalam baterai. Untuk merepresentasikan sistem photovoltaic, pada baterai akan dilakukan charge dengan metode constan current charging, sama seperti pada sistem photovoltaic. II. SISTEM PENGUJIAN BATERAI BERBASIS TIMBAL A. Baterai Berbasis Timbal (Lead-acid Battery) Saat ini jenis baterai yang paling umum digunakan untuk penyimpanan energi adalah baterai lead-acid. Baterai ini paling sering digunakan karena harganya yang lebih murah dibandingkan jenis baterai lain. Baterai ini memiliki karakteristik menggunakan timbal (Pb) pada kedua elektroda sebagai material aktifnya. Pada kondisi bermuatan, elektroda positif terdiri dari timbal dioksida (PbO2) sedangkan elektroda negatif terdiri dari timbal murni (Pb). Sebuah membran dilekatkan untuk memisahkan kedua elektroda. Cairan asam sulfat (H2SO4) diisi pada ruangan di antara kedua elektroda sebagai elektrolit. Baterai lead-acid yang terisi penuh memiliki kepadatan asam sekitar 1,24 kg/liter pada temperatur 25oC. kepadatan asam ini berubahubah sesuai temperatur dan keadaan muatan baterai. Semua baterai lead-acid beroperasi dengan reaksi dasar yang sama. Saat baterai melepaskan muatan, material aktif pada elektroda bereaksi dengan elektrolit membentuk timbal sulfat (PbSO4) dan air (H2O). Saat pengisian muatan, timbal sulfat berubah kembali menjadi timbal dioksida pada elektroda positif dan timbal pada elektroda negatif, dan ion sulfat (SO42-) kembali menjadi larutan elektrolit membentuk asam sulfat. Berikut adalah reaksi yang terjadi di dalam sel. Pada elektroda positif PbO2 + 3H+ + HSO4- + 2e-
PbSO4 + 2H2O
(1)
Pada elektroda negatif Pb + HSO4- +
PbSO4 + H+ + 2e- (2)
Reaksi keseluruhan sel PbO2 + Pb + 2H2SO4
2PbSO4 + 2H2O (3)
Kapasitas yang dapat digunakan pada sebuah baterai bergantung pada arus pelepasan muatannya. Semakin besar arus pelepasan muatannya semakin kecil kapasitas yang dapat digunakan baterai dan tegangan pelepasan muatan akan lebih cepat dicapai.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 Umur penggunaan baterai, seperti banyaknya siklus yang dapat dilakukan, akan berkurang dengan naiknya temperatur dan semakin dalam pelepasan muatan. Kedalaman pelepasan muatan yang direkomendasikan adalah 80%, sedangkan untuk kedalaman pelepasan muatan di atas 50% sebaiknya dihindari. Perilaku pelepasan atau pengisian baterai bergantung pada beberapa parameter. Parameter-parameter ini akan digunakan untuk perbandingan baterai. beberapa paramater baterai antara lain : Tegangan Kapasitas Baterai Baterai State of Charge(BSOC) Resistansi Internal Pelepasan Muatan Sendiri (Self-Discharge) SOC menggambarkan energi yang tersedia pada baterai, dengan SOC ini kita dapat menetukan total energi yang dapat digunakan dari sebuah baterai. III. PERANCANGAN SISTEM MONITORING BATERAI Dalam pengambilan data sistem monitoring baterai pada tugas akhir ini diperlukan tiga sensor, yaitu sensor tegangan, arus dan sensor suhu. Masing-masing sensor memiliki fungsi yang berbeda-beda. Setiap besaran akan diukur kemudian dimasukkan kedalam mikrokontroller ATMega16 untuk diolah. Setiap besaran yang akan dimonitor masuk kedalam masing-masing sensor. Untuk besaran arus akan masuk ke dalam sesor arus ACS712, untuk besaran tegangan akan masuk kedalam sensor tegangan yang berupa voltage divider, dan untuk besaran suhu akan masuk kedalam sensor suhu LM35. A. Perancangan Sensor Tegangan Pada sistem monitoring baterai ini pengambilan data tegangan menggunakan rangkaian pembagi tegangan atau yang biasa disebut voltage divider. Karena tegangan baterai paling kecil 6V, sedangkan tegangan maksimum yang bisa dibaca oleh mikrokontroller adalah 5V, maka harus dilakukan pembagi tegangan. Dalam tugas akhir ini digunakan baterai 12 V 10 Ah. Dengan rangkaian voltage divider ini, tegangan masukan dari baterai akan diperkecil sesuai perbandingan pada rangkaian tersebut. Untuk pengujian rangkaian voltage divider ini, digunakan sumber tegangan DC GW Instek GPS-2303 yang nantinya akan dibaca oleh rangkaian pembagi tegangan ini. Selanjutnya akan dibandingkan dengan tegangan yang dibaca oleh rangkaian pembagi tegangan tersebut yang tertampil pada LCD pada alat monitoring. Dari hasil pengujian didapatkan hasil seperti ditunjukkan tabel 1.
No 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 1. Pengujian Sensor Tegangan Variabel tegangan Rangkaian DC Voltage divider 3,2 V 3,24 V 5V 5,03 V 7,6 V 7,58 V 9,4 V 9,36 V 12,5 V 12,48 V
Error 0,04 V 0,03 V 0,02 V 0,04 V 0,02 V
Dari Tabel 1, sensor tegangan dapat membaca tegangan dengan baik dengan mempunyai error rata-rata 2%-4 %.
2
SENSOR TEGANGAN
Gambar 1. Sensor tegangan pada alat monitoring. B. Perancangan Sensor Arus Alat monitoring baterai ini mengambil data arus dengan sensor arus ACS712. Data arus yang keluar dari baterai masuk kedalam sensor arus ACS712 yang kemudian dirubah kedalam tegangan DC maksimum 5V untuk masuk kedalam mikrokontroller yang kemudian akan diolah dan ditampilkan dalam bentuk bilangan riil desimal. Data spesifikasi dari sensor arus ACS712 adalah sebagai berikut : 1. 5 mikrodetik untuk setiap pembacaan. 2. Kesalahan output 1,5% pada temperatur normal 25o C. 3. 5 V tegangan supply sensor. 4. 66-185 mV/A output sensitifitas. Pada tugas akhir ini sensor ACS712 yang digunakan adalah 20 As maksimum, dengan tingkat ketelitian sebesar 100mV/A. jadi setiap kenaikan 1 A, maka tegangan yang terbaca oleh mikrokontroller adalah sebesar 100mV. Sensor ini memiliki tegangan offset sebesar 2,5 V yang maksudnya adalah ketika tidak ada arus yang mengalir, maka tegangan yang terbaca pada mikrokontroller adalah sebesar 2,5 V. Pengujian sensor arus ACS712 ini dengan membandingkan pembacaan alat dengan yang dibaca oleh amperemeter. Sebelumnya, sumber tegangan baterai dihubungkan dengan beban yang berupa resistor dengan spesifikasi 10 Ohm dengan arus maksimum 5 A. Data yang diperoleh kemudian ditampilkan LCD yang tersambung pada alat monitoring baterai. Hasil dari pengujian seperti ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Data pembacaan arus : Beban Sensor Arus Ampere meter Error 1 1,02 A 1,00 A 0,02 A 2 0,58 A 0,57 A 0,01 A 3 2,54 A 2,52 A 0,02 A 4 3,13 3,10 0,03 A Dari Tabel 2 didapatkan error yang diperoleh dari perancangan sensor arus ini adalah sebesar 1% - 3%.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
A 5V In
Vcc Vout
Baterai 12 V
Ke ACS712 Mikrokontroller Out
Filter GND
C 1nF
Gambar 2. Skema pengujian sensor arus ACS712.
C. Perancangan Sensor Suhu Sensor suhu yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah LM-35. LM-35 adalah sensor suhu dari National Semiconductor yang memiliki akurasi tinggi. Sensor suhu LM-35 memiliki 3 pin yang masing-masing pin memiliki fungsi yang berbeda, yaitu pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja LM-35, pin 2 yang berada di tengah digunakan sebagai tegangan keluaran atau Vout. Kemudian pin 3 adalah ground. Setiap derajat perubahan suhu yang dibaca oleh sensor LM-35 akan menaikkan tegangan output keluaran dari sensor LM-35 sebesar 10 mV. Spesifikasi sensor suhu LM-35 : 1. Memiliki sensivitas suhu dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10 mV / oC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius. 2. Memiliki ketepatan kalibrasi yaitu 0,5oC pada suhu 25oC. 3. Memiliki jangkauan maksimal operasi antara -55 oC +150 oC. 4. Bekerja pada tegangan 4 – 30 Volt. 5. Memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µA. 6. Memiliki pemanasan sendiri yang rendah (lowheating) yaitu kurang dari 0,1 oC pada suhu normal. 7. Memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 ohm untuk beban 1 mA 8. Memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ±0,25 oC. Pada tugas akhir ini menggunakan sensor LM-35 yang ditempel pada sisi baterai kemudian keluaran dari sensor suhu ini akan masuk ke dalam mikrokontroller. Perancangan sensor suhu LM-35 ini juga melakukan penambahan rangkaian R dan C sebagai filter keluaran dari sensor suhu ini. Kombinasi R dan C pada LM-35 terpasang pada pin Vout yang berfungsi sebagai filter untuk mengurangi adanya gangguan dari luar yang masuk ke dalam sensor LM-35 dan membuat keluaran dari LM-35 menjadi stabil karena kemampuan kapasitor untuk tetap menyimpan muatan. Setelah sensor suhu selesai dirangkai, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap beberapa kondisi suhu. Pengujian dilakukan dengan media air yang sebelumnya telah dididihkan sehingga suhunya bisa bervariasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari LM-35 yang akan digunakan pada alat monitoring baterai ini. Pengujian dilakukan menggunakan sensor suhu LM-35 dibandingkan dengan alat ukur Krisbow KW-291.
Hasil pengujian sensor suhu seperti ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil pengujian sensor suhu LM-35 Suhu air (oC) LM-35 (oC) Error Krisbow KW06291 80,2 80,23 0,03 75,1 75,12 0,02 64,2 64,24 0,04 50,2 50,23 0,03 42,3 42,28 0,02 35,6 35,64 0,04 26,5 26,47 0,03 Dari Tabel 3 terlihat bahwa pembacaan dari sensor suhu LM-35 lebih presisi dengan dibanding dengan Krisbow KW06-291. Dan mempunyai error sebesar 2% - 4%.
R=10 k Ohm VCC C= 1µF Vout
Konektor ke Main Board
Resistor
3
GND
Gambar 3. Rangkaian skematik sensor suhu LM-35
Gambar 4. Skema pengujian LM-35 dengan Krisbow KW291
Gambar 5. Alat monitoring baterai terkoneksi pada laptop
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
4
IV. ANALISIS DATA SISTEM MONITORING BATERAI
A. Analisis data tegangan pada pengujian. Pengambilan data tegangan dilakukan pada kondisi discharge dan charge baterai. Baterai didischarge dengan beban sebesar 2,5 A dan 3 A serta dicharge dengan arus 1 Ampere secara kontinyu. Pengambilan data dengan menggunakan software labview. Dari hasil yang terukur terlihat bahwa tegangan baterai konstan sampai waktu sekitar 8000 detik pada beban 2,5 A, kemudian setelah itu tegangan akan turun secara kontinyu sampai mencapai batas dari baterai tersebut. Dari grafik juga dapat diketahui bahwa drop voltage terjadi pada tegangan 10,5 V. Setelah tegangan melalui nilai tersebut, maka tegangan akan drop dan tidak dapat mempertahankan nilainya sehingga terus menuju 0 V. Dari grafik juga diketahui bahwa nilai tegangan 10,5 V berada pada detik ke-8321. Pengambilan data tegangan juga dilakukan dengan membebani baterai dengan arus 3 A. Hal yang sangat berbeda adalah waktu drop voltage pada baterai. Pada baterai yang didischarge dengan arus beban 3 A, waktu yang dibutuhkan baterai untuk dapat menyuplai beban adalah sekitar 6500 detik. Setelah itu, baterai tidak mampu mempertahankan tegangannya dan cenderung akan mengalami penurunan secara tajam setiap detiknya. Dengan beban yang semakin besar, maka baterai akan semakin cepat pula habis muatannya dan semakin cepat untuk mencapai tegangan cut-off. Selain mengamati perubahan dari discharge baterai, sensor tegangan juga melakukan pengambilan data pada saat baterai dicharge dengan arus 1A.
. Pengujian alat meliputi pengujian sensor tegangan, arus dan suhu. Dalam bab ini juga dihitung berapa State of Charge (SOC) dari baterai serta pemodelan dari baterai hasil simulasi yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan data yang telah diambil oleh alat monitoring baterai tersebut. Penyusunan alat pengujian ini adalah pengintegrasian antara sensor-sensor yang telah dibuat pada perancangan sensor. Output dari masing-masing sensor akan masuk ke dalam mikrokontroller sehingga dapat diproses yang kemudian akan ditampilkan secara realtime. Pada pengujian sistem monitoring baterai kali ini menggunakan baterai 12V dengan arus kapasitas arus 10Ah. Untuk skema pengujian dari alat monitoring baterai, nantinya baterai akan dicharge dan didischarge dengan kapasitas tertentu. Untuk pengujian discharge akan digunakan resistor variabel yang akan menjadi beban dari baterai tersebut. Baterai akan didischarge sampai mencapai batas tegangan dropnya (tegangan cut-off). Untuk pengujian charge, baterai akan diberikan arus sebesar 1 Ampere secara kontinyu sampai kapasitas dari baterai tersebut penuh. Pemberian arus pada baterai menggunakan variabel tegangan DC GW Instek GPS-2303. Arus diset pada 1 Ampere dengan tegangan 13,4 V. Pembacaan data sensor pada baterai akan ditampilkan secara realtime dengan menggunakan labview. Sebelumnya, labview telah diprogram dan disinkronkan dengan mikrokontroller. Data yang terbaca pada labview adalah setiap 50ms. Sensor Arus & Sensor suhu
Filter
Tampilan monitoring Pada laptop LCD
Sensor tegangan
Gambar 8. Grafik tegangan baterai pada saat discharge 2,5 A Gamba 6. Alat monitoring baterai
Gambar 9. Grafik tegangan baterai pada saat discharge 3A
Gambar 7. Pengujian alat monitoring baterai
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
5 C. Analisis data suhu pada pengujian
Gambar 10. Grafik tegangan baterai saat charge 1 A B. Analisis data arus pada pengujian Sama seperti pengambilan data tegangan, monitoring arus juga dilakukan pada baterai ini. Baterai sebesar 12 V 10Ah akan dilihat bagaimana perubahan arus yang terjadi ketika baterai didischarge dengan beban sebesar 2,5 A dan 3 A, serta ketika baterai dicharge dengan arus 1 A. Dari grafik dapat dianalisis bahwa grafik perubahan arus yang menuju beban dari baterai karakteristiknya sama dengan tegangan baterai. ketika mencapai tegangan cut-off pada baterai, maka arus yang diberikan oleh baterai akan mengalami penurunan juga, sama seperti karakteristik dari hasil data tegangan, waktu yang dibutuhkan oleh baterai menyuplai beban dengan arus 2,5 A adalah sekitar 8000 detik. Selanjutnya arus akan cenderung turun secara konstan dan terus menerus menuju 0 A. Dari data yang diperoleh, untuk arus beban sebesar 2,5 A, baterai hanya mampu menyuplai beban dalam waktu 8000 detik (2,5 jam). Hal yang berbeda ketika baterai menyuplai arus sebesar 3 A dengan 2,5 A adalah waktu untuk mempertahankan arus yang menyuplai ke beban tersebut. Jika beban dengan 2,5 A memerlukan waktu 8000 detik atau sekitar 2,5 jam, maka ketika baterai diberi beban dengan menyuplai arus konstan sebesar 3 A, waktu yang dibutuhkan baterai untuk mempertahankan nilai 3 A adalah sebesar 6200 detik atau sekitar 2 jam.
Gambar 11. Grafik arus baterai ketika discharge 2,5 A
Gambar 13. Grafik suhu baterai ketika kondisi charge 1 A Pengamatan untuk suhu juga dilakukan pada pengujian baterai, pengamatan suhu dilakukan ketika baterai diperlakukan charge dan discharge. Dari data dan grafik diperoleh bahwa suhu awal baterai adalah 24oC. Ketika baterai didischarge, maka suhu lama kelamaan juga akan naik, terlihat pada grafik kenaikan suhu dari awalnya 24 akan naik sampai titik tertinggi pada 30 oC. Kenaikan suhu terjadi karena adanya reaksi kimia yang berubah menjadi listrik didalam baterai, karena itu suhu cenderung naik. Data awal sebesar 24oC juga dipengaruhi karena pengujian dilakukan setelah hujan, sehingga suhu ruangan pada saat itu 24oC. Pengujian dan pengambilan data suhu juga dilakukan pada saat kondisi baterai didischarge dengan arus 1 A. Sama seperti pada waktu kondisi discharge, ketika kondisi charge suhu akan naik secara perlahan. Pada kondisi awal, suhu yang terukur adalah sebesar 27 oC. Setelah baterai dicharge, suhu akan naik secara perlahan dan mencapai suhu maksimum sebesar 30,9oC. D. Pemodelan baterai Pemodelan baterai disini adalah memasukkan data yang didapat pada saat pengujian dalam simulasi baterai. Pengujian pada baterai akan mengetahui resistansi internal, tegangan maksimum dari baterai serta state of charge pada baterai. Untuk resistansi internal diperoleh dengan membagi tegangan dan arus yang keluar pada waktu discharge, kemudian dikurangi dengan beban yang dipakai pada saat discharge. Dari data percobaan yang telah diambil, didapat resistansi internal baterai adalah sebesar 0,007458 Ohm. Untuk tegangan maksimum pada baterai diukur saat pertama kali baterai akan didischarge, open circuit voltage saat itu adalah sebesar 13,68 V. Baterai pada simulasi diset sama dengan pengujian pada alat monitoring baterai. Untuk parameter baterai yang dimasukkan adalah nominal voltage sebesar 12 V, rated capacity 10 Ah, initial SOC 100 %, fully charged voltage 13,678 V, nominal discharged current 2,5 A.
Gambar 12. Grafik arus baterai ketika discharge 3 A
Gambar 14. Pemodelan baterai
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
6 V. KESIMPULAN
Hasil grafik yang didapat untuk pengamatan tegangan, arus dan SOC adalah sebagai berikut :
1. 2. 3.
4. Gambar 15. Grafik tegangan, arus dan SOC pada simulasi
Alat monitoring baterai yang dibuat dapat melakukan pengamatan data arus, tegangan dan suhu baterai secara realtime. Hasil pengukuran menggunakan masing-masing sensor yaitu sensor tegangan, sensor arus dan sensor suhu memiliki error rata-rata sebesar 1% - 4%. Hasil pengujian berbeda dengan simulasi, hal ini karena banyak parameter dari baterai yang sulit untuk diidentifikasi seperti rugi-rugi dan lain-lain. Sedangkan pada simulasi baterai bersifat ideal. Karakteristik penurunan tegangan (tegangan cut-off) baterai pada waktu discharge dari hasil simulasi dan pengujian menunjukkan angka yang relatif sama yaitu sebesar 10 – 10,5 Volt. DAFTAR PUSTAKA
[1] N. Achaibou, M. Haddadi, A. Malek, “Lead Acid Batteries Simulation including Experimental Validation”, Journal of Power Sources 185, July, 2008. [2] N. Achaibou, M. Haddadi, A. Malek, “Modelling of Lead Acid Batteries in PV Systems”, Energy Procedia 18, 2012. Gambar 16. Grafik sensor dan SOC baterai pada saat discharge. Terlihat bahwa dengan pemodelan baterai, tegangan cutoff dan SOC pada baterai juga akan turun secara konstan dan mencapai batasnya pada saat 12.000 detik atau sekitar 4 jam. Sedangkan pada kondisi pengujian awal saat discharge menggunakan alat monitoring baterai, didapat hasil SOC semakin turun dalam kurun waktu 4 jam selama didischarge. Untuk kurva tegangan dan arus akan mengalami penurunan karena mencapai tegangan cut-off pada waktu 8000 detik atau sekitar 2,5 jam. Parameter yang digunakan pada simulasi charge juga sama dengan baterai pada saat discharge. Kesulitan dalam pemodelan ini terletak pada inisial SOC awal pada baterai saat akan dicharge. SOC awal pada pemodelan ini ditentukan dengan menggunakan tegangan awal pada saat baterai akan dicharge. Open circuit voltage pada baterai saat akan dicharge adalah 12,3 V. Pada pengujian didapatkan bahwa suhu awal saat baterai akan dicharge adalah 27 oC. Dengan memperhatikan suhu dan tegangan awal dari baterai, mengacu dari grafik didapatkan bahwa SOC awal dari baterai saat akan dicharge adalah sebesar 50%. Untuk pengujian charge, dilakukan constan current charging dengan arus 1 A, hal ini dilakukan agar menyerupai karakteristik dari charging photovoltaic.
Gambar 17. Open circuit voltage vs residual capacity.