PENGATURAN LAJU KAVITASI ULTRASONIK UNTUK MENGATUR KELEMBABAN RUANGAN BERBASIS PID
Monika Putri Dewi – 2207 100 143 Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya 60111 Abstrak – Kelembaban relatif adalah perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Makin tinggi suhu udara, kapasitas udara untuk menyimpan uap air meningkat. Akibatnya jika kelembaban aktual tetap, maka kelembaban relatif akan menurun bila suhu udara meningkat dan sebaliknya. Pada kondisi tertentu kelembaban relatif ruangan tidak ideal sebagai efek penggunaan pengatur suhu ruangan buatan. Kelembaban ruangan yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi tidak kondusif untuk manusia. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat untuk menciptakan kelembaban ruangan yang ideal. Dari permasalahan itu dibuatlah tugas akhir dengan judul ”Pengaturan Laju Kavitasi Ultrasonik untuk Mengatur Kelembaban Ruangan Berbasis PID”. Agar dapat mengatur kelembaban udara dengan baik, suhu dan kelembaban relatif pada ruang dipantau melalui sensor suhu dan kelembaban yang diintegrasikan dengan sistem minimum mikrokontroler. Data kelembaban dan suhu kemudian dimanfaatkan untuk mengontrol besar tegangan masukan aktuator dengan bantuan rangkaian digital to analog converter untuk memenuhi kelembaban ruang ideal. Peningkatan kelembaban udara didapatkan dari pertambahan uap air dalam ruangan. Hal itu dihasilkan dari aktuator yang memanfaatkan metode kavitasi ultrasonik untuk memecah partikel air menjadi uap tanpa dididihkan terlebih dahulu. Pengaturan tegangan tersebut bertujuan menghasilkan respon berupa besar daya yang sesuai untuk mentransmisikan sinyal ultrasonik agar didapat laju kavitasi yang sesuai dengan kelembaban ruang saat itu. Jika kelembaban terlalu rendah, mikrokontroler dan DAC memberi respon berupa peningkatan tegangan masukan aktuator. Dengan demikian daya masukan meningkat dan diharapkan meningkatkan laju kavitasi sehingga kelembaban yang dihasilkan sesuai yang diharapkan.
udara dalam ruangan sangat rendah maka seseorang yang berada dalam ruangan merasakan efek kulit mengering, mengalami ketidaknyamanan dalam tubuh, efektivitas kerjanya menurun hingga 50%. Saat ini penyejuk ruangan berupa air conditioner banyak digunakan di lingkungan perkantoran, bangunan pendidikan, perumahan dan lain sebagainya. Namun penggunaan air conditioner tersebut mengakibatkan kulit menjadi kering, beberapa penghuni ruang mengalami mata kering bila berada terlalu lama dalam ruangan tersebut. Hal ini disebabkan air conditioner hanya mengatur suhu ruangan, tanpa mengatur kelembaban ruangan. Padahal kelembaban ruangan yang bagus untuk kesehatan adalah 40% sampai 60%. Pada derajat tertentu suhu ruangan tidak membuat penghuninya merasa kepanasan, tetapi tingkat kelembaban udara dalam ruang belum tentu menyejukkan. Oleh karena itu telah banyak diproduksi alat penambah kelembaban udara yang dikenal sebagai humidifier. Tetapi humidifier di pasaran hanya mampu meningkatkan kelembaban ruangan tanpa mempertimbangkan suhu dan kelembaban ruangan saat itu dengan pengoperasian pengatur laju penguapan yang masih manual. Pada tugas akhir ini dibuat pengatur kelembaban udara dalam ruangan berbasis PID. Sistem ini mendeteksi data suhu dan kelembaban ruangan dari sensor digital suhu dan kelembaban yang dibandingkan dengan data kelembaban ideal pada suhu tertentu. Hasilnya kemudian dimanfaatkan untuk mengatur laju penguapan dari proses kavitasi ultrasonik dalam aktuator yang memanfaatkan jenis pemancar ultrasonik yang cocok untuk zat cair. Pengaturan laju penguapan dapat dilakukan dengan mengatur daya aktuator melalui pengubahan tegangan yang dihasilkan oleh keluaran mikrokontroler yang diubah menggunakan digital to analog converter. Proses pengaturan dalam mikrokontroler memanfaatkan pengaturan proporsional integral differential (PID). Dengan mengatur laju kavitasi, diharapkan ketika kelembaban terlalu rendah dari kelembaban ideal, laju kavitasi tinggi sehingga dapat dengan cepat membuat kelembaban ruang menjadi ideal melalui uap air yang dihasilkan dari proses pengkavitasian partikel-partikel air.
Kata Kunci: Kavitasi, Gelombang Ultrasonik, Kelembaban Ruangan, Sensor Suhu dan Kelembaban, Pengaturan Daya, Digital to Analog Converter, PID. 1.
PENDAHULUAN Kualitas udara ruangan dapat mempengaruhi rasa kenyamanan, kesehatan dan efektivitas kerja seseorang yang berada di dalamnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan adalah kelembaban udara dalam ruang tersebut. Biasanya bila udara terlalu kering karena kelembaban
2. PENELAAHAN STUDI 2.1 Kelembaban Kelembaban udara secara umum menyatakan banyaknya uap air yang terdapat di udara. Kelembaban
1
udara biasanya dinyatakan dalam satuan persen. Berdasarkan teori yang ada bahwa kelembaban udara dibagi menjadi kelembaban mutlak dan kelembaban relatif. Kelembaban mutlak menyatakan banyaknya uap air maksimum dalam gram untuk tiap 1 m3 udara pada suhu tertentu. Kelembaban mutlak merupakan batas terjadinya kondensasi pada suhu tertentu. Apabila kondensasi terjadi maka ada perubahan fase dari uap air menjadi air. Kondensasi ini biasanya terjadi pada pembentukan air hujan di awan. Kelembaban mutlak bernilai sama dengan kelembaban relatif 100% berlaku pada tiap-tiap suhu udara. Kemudian nilai kelembaban mutlak untuk tiap suhu udara selalu berbeda dan tidak ada yang sama. Berikut adalah tabel nilai kelembaban mutlak untuk suhu tertentu. Tabel 2.1 Kelembaban Mutlak SUHU UDARA KELEMBABAN (0C) MUTLAK (G / M3) 0 4,85 5 6,8 10 9,4 11 10,01 12 10,66 13 11,35 14 12,07 15 12,83 20 17,3 25 23 30 30,4 40 51,1 60 130,5 80 293,8 95 505 96 523 97 541 98 560 99 579 100 598 Berdasarkan tabel 2.1 di atas, semakin naik suhu udara maka semakin besar jumlah uap air maksimum yang dapat berada di udara. Jadi semakin tinggi suhu udara nilai kelembaban mutlak juga semakin besar. Kelembaban mutlak untuk tiap suhu perlu diketahui sebab apabila jumlah uap air tetap tapi suhu berubah maka kelembaban relatif berubah. Kelembaban relatif adalah banyaknya uap air dalam gram untuk tiap 1 m3 udara pada suhu tertentu. Jadi jumlah uap air untuk kelembaban relatif selalu lebih kecil dari kelembaban mutlak. Secara matematis kelembaban relatif dapat dihitung dengan membagi jumlah uap air di udara dengan nilai kelembaban mutlak pada suhu tertentu kemudian dikalikan 100%. Oleh sebab itu satuan nilai kelembaban relatif dalam persen. Pada umumnya kelembaban relatif udara biasa disebut kelembaban udara saja. Kelembaban ruangan pada musim hujan biasanya bernilai cukup tinggi. Berdasarkan hubungan
kelembaban mutlak dengan kenaikan suhu pada tabel 2.1, semakin ditingkatkan suhu udara dalam suatu ruangan maka batas kelembaban mutlak juga semakin tinggi. Misalnya saat suhu 25°C kelembaban mutlaknya 23 g/m3 sedangkan saat 30°C kelembaban mutlaknya mencapai 30,4 g/m3. Kemudian apabila suhu ditingkatkan, secara tidak langsung kelembaban relatif akan menurun seiring kenaikan suhu udara. Sebab kadar uap air di udara masih tetap namun suhu udara naik maka kelembaban mutlak naik sehingga kelembaban relatif mendapat kompensasi penurunan kelembaban relatif. Hal inilah yang menjadi salah satu cara untuk menurunkan kelembaban apabila kelembaban udara dalam ruangan cukup tinggi. Kelembaban udara relatif idealnya 30% sampai 60%. 2.2 Kavitasi Gelombang ultrasonik yang merambat ke dalam suatu zat cair dapat menimbulkan efek kavitasi. Efek kavitasi terjadi karena tekanan lokal pada zat cair di sekitar transduser ultrasonik menurun sampai harga yang cukup rendah di bawah tekanan uap jenuh zat cair. Akibat adanya semua ini timbul gelembunggelembung kecil yang hampir tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Besar tekanan akustik gelombang ultrasonik tersebut dinyatakan oleh persamaan 2.1 [2] berikut ini: p = P – Po (2.1) dimana : p = tekanan gelombang ultrasonik N/m2) P = tekanan lokal sesaat (N/m2) Po = tekanan lokal keseimbangan (N/m2) Gelombang yang dipancarkan oleh transduser berupa gelombang longitudinal. Lalu tekanan tersebut mampu menggetarkan partikel air dengan kecepatan rambat yaitu sekitar 1500 m/s sehingga memungkinkan tekanan air di sekitar transduser ultrasonik besarnya di bawah tekanan uap jenuh dari zat cair tersebut. Apabila kondisi ini terpenuhi, efek kavitasi dapat terjadi dengan ditandai adanya banyak gelembung-gelembung kecil yang bergerak naik menuju permukaan air. Kemudian gelembunggelembung tersebut lepas ke udara menjadi uap air. Gelembung-gelembung kecil ini sulit dilihat dengan mata telanjang atau hampir tidak tampak [3]. 2.3 Karakteristik Transduser Ultrasonik Transduser ultrasonik selalu dikerjakan pada daerah frekuensi resonansi. Gambar 2.1 [4] di bawah ini adalah kurva yang sempit dan tinggi yang menunjukkan Q yang besar. Sedangkan kurva yang lebar dan pendek menunjukkan Q yang rendah. Nilai f1 dan f2 didapatkan dengan menghitung frekuensi saat amplitudonya mencapai 1 2 dari nilai amplitudo maksimum. Faktor kualitas (Q) juga dapat dinyatakan oleh persamaan 2.2 [4] berikut ini.
Q =
2
fr f 2 - f1
(2.2)
gelombang akan dipancarkan secara diskrit. Mode pemancaran gelombang ultrasonik dilakukan sesuai kebutuhan. Mode burst dipakai apabila transdusernya menggunakan sistem tunggal. Namun mode ini juga dapat dipakai pada transduser yang bersistem dua transduser. Lalu sistem dua transduser pada umumnya menggunakan sinyal listrik mode kontinyu 2.4 Ultrasonic Aroma Diffuser Kris Untuk melakukan kavitasi, digunakan aktuator berupa Ultrasonic Aroma Diffuser “Kris”. Alat ini dapat memecah campuran air dan minyak esensial menjadi juataan partikel mikro. Aliran udara mendifusikan seluruh bahan aktif minyak essensial campuran, yang dapat diserap dengan mudah oleh tubuh dan tinggal lama dalam ruangan. Dengan pengaruh aromaterapi dapat bekerja ke saraf secara bertahap sambil memberikan kelembaban untuk kulit pada waktu yang sama.
Gambar 2.1 Amplitudo (A) terhadap Frekuensi (f) Pendekatan ini hanya berlaku jika Q lebih besar dari tiga. Selisih f2 dengan f1 disebut bandwidth. Saat transduser diberikan sinyal dengan frekuensi sebesar frekuensi resonansi maka transduser akan bersifat resistif sehingga daya akustik yang dipancarkan mencapai maksimal. Transduser ultrasonik hanya memiliki sifat resistif apabila frekuensi sinyal listrik yang diberikan bernilai sama dengan frekuensi resonan (Fr) dan frekuensi antiresonan (Fa). Selain frekuensi resonan dan antiresonan, transduser akan memiliki reaktansi seperti pada gambar 2.2 [4] berikut ini.
Gambar 2.3 Spesifikasi Ultrasonic Aroma Diffuser Apabila menggunakan minyak essensial, sebaiknya tidak menggunakan minyak Citrus, Citronella dan Lemon karena bersifat korosif dan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada unit. l. Air tidak boleh melebihi 80ml. Disk keramik pada alat ini memiliki waktu kerja 3000 jam. Disk keramik tersebut membatasi air dengan bagian transduser ultrasonik untuk proses kavitasi. 2.5 Sensor Suhu dan Kelembaban SHT11 Untuk mengukur kelembaban relatif perlu memperhatikan suhu udara untuk disesuaikan dengan kelembaban absolutnya. Salah satu sensor suhu dan kelembaban adalah SHT11. Sensor SHT11 termasuk dalam keluarga sensor Sensirion surface mountable untuk suhu dan kelembaban relatif. Sensor ini tergolong dalam digital capasitive humidity sensor. Tabel 2.2 Fungsi masing-masing pin SHT11
Gambar 2.2 Karakteristik Transduser Ultrasonik Berdasarkan gambar 2.2 tentang karakteristik transduser ultrasonik piezo ceramic, bila transduser digunakan sebagai transmitter yang berfungsi sebagai pengubah sinyal listrik menjadi getaran akustik maka transduser harus dioperasikan pada frekuensi resonannya (Fr). Dan apabila transduser digunakan sebagai receiver yang berfungsi mengubah getaran akustik menjadi sinyal listrik maka transduser harus dioperasikan pada frekuensi antiresonan (Fa). Sistem penggunaan tranduser ultrasonik yaitu sistem dua tranduser (transduser untuk transmitter dan receiver terpisah) dan sistem transduser tunggal (satu transduser untuk transmitter dan receiver). Pada sistem dua transduser frekuensi resonan transmitter disesuaikan dengan frekuensi antiresonan receiver. Sinyal yang dihasilkan transduser penerima selalu berbentuk sinus murni, sedangkan untuk pemancar dapat menggunakan sinyal kotak atau sinus dengan frekuensi di atas 20 KHz. Pada transduser transmitter, sinyal listrik yang diberikan dapat dialirkan secara kontinyu atau tidak kontinyu (mode burst). Pada saat mode kontinyu, gelombang akan dipancarkan secara kontinyu juga. Sedangkan pada mode burst,
3
Sensor ini mampu mengukur kelembaban antara 0 hingga 100% dan suhu antara -40°C hingga 123,8°C dengan output terkalibrasi. Karena menerapkan proses CMOS industri CMOSensÆ, kehandalan sensor cukup tinggi dan stabilitas jangka panjangnya sangat baik. Pada perangkat ini digunakan elemen pendeteksi dari polimer kapasitif untuk kelembaban relatif dan sebuah sensor suhu celah pita. Keduanya digabungkan sempurna ke analog to digital converter 14-bit dan rangkaian antarmuka pada chip yang sama.
Tabel 2.4 Tabel karakteristik sinyal SHT11
Pada tabel diatas, OL singkatan dari Output Load. 2.6 Mikrokontroler Atmega16 Pin-pin pada ATmega16 dengan kemasan 40pin DIP (Dual Inline Package). Kemasan pin tersebut terdiri dari 4 Port yaitu Port A, Port B, Port C dan Port D. Masing-masing port terdiri dari 8 buah pin. Selain itu juga terdapat pin RESET, VCC, GND 2 buah, VCC, XTAL1, XTAL2 dan AREF.
Gambar 2.4 Blok diagram Sensor SHT11 Tabel 2.3 Daftar perintah SHT11
Gambar 2.7 Fungsi masing-masing pin ATmega16 Seluruh port dapat dijadikan 8-bit bidirectional I/O port dengan internal pull-up resistor. Port A dapat berfungsi sebagai analog input ke A/D converter. Ketika pin PA0-PA7 digunakan mode inputan maka secara otomatis dalam kondisi pulldown. Apabila internal pull-up diaktifkan maka port A dalam keadaan mode outputan. Port A bersifat tristates ketika kondisi reset menjadi aktif walaupun clocknya tidak bekerja. Buffer output port B ini mempunyai karakteristik symmetrical drive dengan
Gambar 2.6 Timing diagram SHT11 Pada gambar di atas, garis tebal dikendalikan oleh sensor sedangkan garis biasa dikendalikan oleh mikrokontroler. Waktu DATA valid read ditrigger dengan falling edge dari anterior toggle.
4
kapabilitas source dan sink yang tinggi. Pada port C jika interface JTAG diaktifkan maka pull up resistor di pin PC5(TDI), PC3(TMS), dan PC2(TCK) akan aktif. Pin port D juga bersifat tri-states ketika kondisi reset menjadi aktif meskipun clocknya tidak bekerja. 2.7 Digital to Analog Converter DAC0808 Digital to analog converter (DAC) merupakan perangkat untuk mengkonversi sinyal masukan dalam bentuk digital menjadi sinyal keluaran dalam bentuk analog (tegangan). Tegangan keluaran yang dihasilkan DAC sebanding dengan nilai digital yang masuk ke dalam DAC. Komponen DAC yang sering digunakan adalah DAC0808.
(2.3) Jika f(t) adalah gelombang kotak, maka nilai ymax adalah dari 0 < t < D . T dan nilai ymin dari D . T < t < T. Dari pernyataan di atas didapat:
(2.4) Duty cycle menyatakan presentase keadaan logika high (pulse) dalam satu periode sinyal. Satu siklus diawali oleh transisi low to high dari sinyal dan berakhir pada transisi berikutnya. Selama satu siklus, jika waktu sinyal pada keadaan high sama dengan low maka dikatakan sinyal mempunyai duty cycle 50%. 2.9 Kontroller PID PID merupakan gabungan dari Kontroller Proporsional, Integral dan Derivatif. Kontroller PID memiliki struktur kontrol yang sederhana, karena hanya terdapat 3 parameter yang perlu dituning. Kontroller PID juga sudah banyak digunakan sebelum era digital berkembang. Dalam banyak kasus, kontroller PID telah terbukti menghasilkan unjuk kerja yang relatif memuaskan dalam sistem regulator maupun sistem servo. PID juga dapat diaplikasikan dalam persamaan PID digital sehingga dapat diimplementasikan dalam embedded system misalnya mikrokontroler.
Gambar 2.8 Diagram blok dan koneksi DAC0808 DAC0808 adalah DAC 8 bit monolitik yang mampu menghasilkan arus pada skala penuh dalam waktu 150ns dengan disipasi daya hanya 33mW dan catu daya ± 5 Volt. Tanpa pengaturan arus referensi seperti yang diperlukan pada sebagian besar aplikasi karena arus output pada skala penuhnya kurang lebih 1 LSB dari 255 IREF / 256. Akurasi relatif lebih baik daripada ± 0.19%, linier dan arus output pada level zero kurang dari 4 mikro Ampere dapat memberikan akurasi IREF >= 2mA. DAC0808 dapat diinterfacekan langsung dengan Integrated Circuit (IC) yang mempunyai level TTL, DTL atau CMOS dan langsung dapat diganti dengan MC1508 / MC1408. Berikut spesifikasinya yang disediakan DAC0808 1. Akurasi relatif : ± 0,19% dari error maksimum 2. Settling time 150nS 3. Input kompatibel dengan TTL dan CMOS 4. Input slew rate 8 mA/µS 5. Range catu daya : ± 4,5 Volt sampai ± 18 Volt 6. Konsumsi daya 30 mW pada catu daya ± 5V 2.8 Pulse Width Modulator Pulse Width Modulation menggunakan gelombang kotak dengan duty cycle tertentu menghasilkan berbagai nilai rata-rata dari suatu bentuk gelombang. Jika dianggap bentuk gelombang kotak f(t) dengan nilai batas bawah ymin, batas atas ymax dan duty cycle D, maka nilai rata-rata bentuk gelombang tersebut adalah
Gambar 2.9 Diagram blok kontroller PID umum Kontroller Proporsional berfungsi untuk memperkuat sinyal kesalahan penggerak, sehingga akan mempercepat keluaran sistem mencapai titik referensi. Hubungan antara input kontroler u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut. u(t) = KP e(t) (2.5) Apabila didiskritkan maka menjadi u(k) = KP e(k) (2.6) Kontrol integral pada prinsipnya bertujuan untuk menghilangkan kesalahan keadaan tunak (offset) yang biasanya dihasilkan oleh kontrol proporsional. Hubungan antara output kontrol integral u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut.
(2.7)
5
Hal terpenting dari peletakan aktuator adalah bagaimana caranya aktuator dapat menyebarkan uap dengan rata semaksimal mungkin. Tekanan akustik yang dipancarkan oleh transduser ke air diusahakan dapat menyesuaikan dengan kondisi kelembaban ruangan.
Apabila persamaan 2.7 didiskritkan akan menjadi (2.8) Dimana: Tc = waktu pencuplikan (Sampling time). Integral ( ∫ ) adalah suatu operator matematis dalam kawasan kontinyu, jika didiskritkan maka akan menjadi sigma ( ∑ ). Fungsi dari operator sigma adalah menjumlahkan nilai ke-i sampai dengan nilai ke-k. Berdasarkan perhitungan diatas, variabel error (e) yang di integralkan dalam kawasan diskrit akan menjadi e(0)+e(1)+…+e(k-1)+e(k), atau dengan kata lain error-error yang sebelumnya dijumlahkan hingga error yang sekarang. Kontrol derivatif dapat disebut pengendali laju, karena output kontroler sebanding dengan laju perubahan sinyal error. Hubungan antara output kontrol derivatif u(t) dengan sinyal error e(t) terlihat pada persamaan berikut.
Sistem
minimum mikrokontroler AVR
Digital to analog converte r LCD
Sensor suhu dan kelembaban digital SHT 11
Uap air hasil kavitasi
Exhaust Fan
(2.9) Apabila persamaan 5 didiskritkan maka akan menjadi
Aktuator UAD Kris
Exhaust Fan
Gambar 3.1 Ilustrasi dan diagram blok sistem Aktuator yang digunakan memiliki disipasi daya 12 Watt pada tegangan 24 Volt yang merupakan tegangan masukan terbesar dengan kondisi aktuator yang masih baik. Zat cair yang digunakan difokuskan pada satu merk agar menjamin susunan kimiawi dari air yang digunakan selalu sama. Proses kavitasi dilakukan dalam ruangan. 3.2 Perancangan Perangkat Keras Perangkat keras dalam tugas akhir ini ada beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut antara lain: 1. Rangkaian sensor suhu dan kelembaban 2. Rangkaian sistem minimum mikrokontroler AVR 3. Rangkaian LCD 4. Rangkaian digital to analog converter 5. Rangkaian driver Pulse Width Modulator 3.2.1 Rangkaian Sensor Suhu dan Kelembaban
(2.10) dimana: Tc = waktu pencuplikan (Sampling time) Derivatif (dx/dt) adalah suatu operator matematis pada kawasan kontinyu, jika didiskritkan maka akan menjadi limit. Fungsi dari operator limit adalah mengurangi nilai ke-k dengan nilai ke-[k-1]. Berdasarkan perhitungan diatas, 6 variable error (e) yang di derivatifkan atau error yang sekarang akan dikurangi dengan error sebelumnya. 3.
MODEL dan IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini, perancangan alat dibahas secara keseluruhan, baik hardware, software maupun perangkat pendukung lainnya. Tiap bagian termasuk modul penyusun alat dijelaskan terinci terdiri dari rangkaian sensor kelembaban dan suhu, sistem minimum mikrokontroler, LCD, digital to analog converter. 3.1 Perancangan Desain Sistem Kavitasi Tahap perancangan desain sistem kavitasi ini dibagi menjadi dua yaitu perancangan hardware dan perancangan software. Perancangan hardware meliputi rangkaian sistem minimum mikrokontroler AVR, rangkaian sensor suhu dan kelembaban, rangkaian digital to analog converter agar aktuator dapat bekerja dengan tegangan terkontrol dan rangkaian LCD. Sedangkan perancangan software meliputi pengolahan data dari sensor untuk ditampilkan pada LCD, mengirimkan sinyal kontrol ke blok ADC dan mengendalikan kecepatan exhaust fan. Desain sistem diperlihatkan oleh gambar 3.1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa aktuator ultrasonic aroma diffuser diletakan sedemikian rupa sehingga air dapat menguap melalui proses kavitasi.
Gambar 2.9 Aplikasi Sensor SHT11 dengan mikrokontroler Pada gambar 2.9 ditunjukkan aplikasi sensor SHT11 jika dihubungkan dengan mikrokontroler. Dalam rangkaian dibutuhkan resistor pull up (RP) dan kapasitor untuk decoupling tegangan VDD dan ground (GND). 3.2.2 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler ATmega 16 Referensi ADC mikrokontroler (AREF dan AVCC) pada gambar 3.3 keduanya dikondisikan sesuai aturan datasheet agar referensi ADC dapat diambil dari salah satunya yaitu AREF atau AVCC
6
saja. Masing-masing referensi ADC tersebut dihubungkan ke rangkaian induktor dan kapasitor dimana penggunaan dari kedua komponen tersebut dimaksudkan untuk membentuk rangkaian filter low pass, sehingga lebih tahan terhadap noise yang biasanya terdiri dari sinyal berfrekuensi tinggi. AVCC dihubungkan ke Vcc melalui filter low pass. Hal ini dilakukan agar AVCC dapat dijadikan atau dipilih sebagai tegangan referensi ADC. Apabila tegangan referensi ADC menggunakan AVCC maka pin AREF sesuai anjuran datasheet dihubungkan ke ground melalui sebuah kapaistor sebesar 100 nF.
10K dan tidak terlalu diperlukan variable resistor yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Sedangkan pin lain dari LCD tidak membutuhkan rangkaian sama sekali. Pin-pin tersebut dapat dihubungkan secara langsung ke port C (default port LCD) mikrokontroler. Pin Vss dihubungkan langsung ke ground dan pin Vcc dihubungkan ke sumber tegangan 5 Volt. Rangkaian LCD akan dihubungkan ke mikrokontroler pada port A. 3.2.4 Rangkaian Digital to Analog Converter
Gambar 3.5 Skematik rangkaian digital to analog converter 3.2.5 Rangkaian Penguat Daya PWM
Gambar 3.4 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler Karena memiliki 32 pin dan 4 port, maka masing-masing port dibagi untuk masing-masing modul penunjang lainnya. Port A dalam rangkaian ini dihubungkan ke LCD. Port B dihubungkan ke sensor SHT11. Port C dihubungkan ke digital to analog converter. Port D digunakan untuk mengontrol exhaust fan yang dikendalikan oleh pulse width modulator. 3.2.3 Rangkaian LCD
Gambar 3.6 Skematik rangkaian penguat daya untuk PWM 3.3 Perancangan Perangkat Lunak Perangkat lunak dirancang untuk mengontrol kondisi kerja aktuator yang menggunakan transduser ultrasonik maupun exhaust fan. Namun kondisi kerja aktuator bergantung dari data kelembaban udara ruangan. Pada rancangan ini, data suhu dari sensor akan dipergunakan untuk memberikan set point kelembaban ideal pada suhu itu. Tegangan untuk kavitasi akan lebih besar dari 15 Volt jika kelembaban dibawah 35%. Dengan pengaturan PID, akan diatur kenaikan kecepatan kavitasi melalui tegangan. Jika kelembaban terlalu rendah maka perlu diberi tegangan yang mendekati 24Volt, sedangkan bila kelembaban ideal hampir tercapai maka tegangan akan diturunkan mendekati 15Volt. Kenaikan kelembaban akan berlangsung hingga memenuhi 55%. Bila sudah berada pada 55% maka akan diatur tegangan tetap pada 15Volt sehingga kavitasi ultrasonik pada air sangat minim terjadi. Hal ini untuk menghindari off nya aktuator, karena menyulitkan pengaturan. Pengaturan aktuator Ultrasonic Aroma Diffuser dilakukan dengan bantuan DAC. Jika kondisi kelembaban ruang melebihi 60% maka perlu dilakukan penggantian udara dalam ruang menggunakan exhaust fan. Jika kelembaban terlalu tinggi, kecepatan exhaust fan yang diatur melalui
Gambar 3.5 Rangkaian LCD Pembuatan rangkaian LCD hanya membutuhkan rangkaian untuk pin 2 yang berfungsi pengatur tampilan display yang paling terang dari LCD. Pin ini membutuhkan tegangan yang tepat antara 0 sampai 5 Volt supaya tampilan dari LCD dapat dilihat dengan jelas. Agar tegangan pada pin 2 dapat diatur maka dibutuhkan variable resistor seperti pada gambar 3.12. Resistor tesebut memiliki nilai maksimal
7
tegangan akan meningkat. Sedangkan jika kelembaban hanya sedikit lebih tinggi dari 55%, exhaust fan akan dijalankan pada kecepatan rendah. Pengaturan exhaust fan dilakukan dengan bantuan penguat PWM. 4. HASIL dan ANALISA PENGUJIAN SISTEM 4.1 Pengujian Aktuator Tabel 4.1 Karakteristik kavitasi dalam waktu 30 menit Arus Volume Volume Tegangan Tercatat Sisa Terpakai (V) (Ampere) (ml) (ml) 15 0.29 79.7 0.3 16 0.3 79.3 0.7 17 0.31 79 1 18 0.32 79 1 19 0.33 78 2 20 0.34 77 3 21 0.34 76 4 22 0.35 76 4 23 0.36 75 5 24 0.36 75 5 25 0.37 73 7 26 0.37 73 7
5.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan pengukuran seluruh sistem dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Kavitasi menggunakan gelombang ultrasonik dapat digunakan untuk melembabkan ruangan. 2. Aktuator ultrasonik dapat bekerja dengan baik jika diberi inputan berupa sinyal DC 14,5 V sampai 24 V. 3. Rata-rata penguapan minimal melalui kavitasi yaitu 0,3 mL setiap 30 menit dan maksimal 5 mL tiap 30 menit. Adapun saran untuk penerapan alat dapat diaplikasikan di perkantoran, rumah sakit, pesawat terbang dan ruangan lain yang berkondisi memerlukan tambahan kelembaban yang sesuai untuk manusia. Selain untuk manusia dapat dilakukan untuk green house varietas tanaman atau jamur tertentu maupun untuk pemeliharaan binatang. Agar lebih lengkap mungkin alat dapat dikembangkan dengan penambahan ionizer untuk mensterilkan alat dan ruangan sehingga alat maupun benda-benda dalam ruangan tidak mudah berjamur atau digunakan untuk tempat kembang-biak bakteri. DAFTAR PUSTAKA [1] Prasasti, Corie Indria; Mukono, J.; Sudarmaji. 2005. Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber-AC Terhadap Ganguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.1, No.2, Januari 2005. [2] Sitompul, Stepanus Sahala. Pengendalian Hama Belalang Kembara (Locusta migratoria) dengan Menggunakan GelombangUltrasonic di Kalimantan Barat. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Airlanga, Surabaya, 2005. [3] Wu, Chaoqun; Nakagawa, Noritoshi; Sekiguchi, Yasuhisa. 2006. Observation of Multibubble Phenomena in An Ultrasonic Reactor, Journal of Science Direct, Vol.31:1083-1089, 2006. [4] Nurul Kharim, Miftah. 2008. Pengukuran Kecepatan Gerak Benda Padat Menggunakan Tranduser Ultrasonik Berdasarkan Efek Doppler. Tugas Akhir S1 Teknik Elektro ITS Surabaya. [5] http://www.sensirion.com/en/01_humidity_sens ors/02_humidity_sensor_sht11.htm [6] http://homepower.com/files/webextras/pwmhp7 5.pdf [7] Setiawan Rahmad, 2008. ”Teknik Akuisisi Data”, Graha Ilmu, Yogyakarta. [8] Andrianto Heri, 2008. “Pemrograman Mikrokontroler ATMEGA 16”, Informatika, Bandung. [9] Boylstead, Robert; Nashelsky, Louis. 1992. Electronic Devices and Circuit Theory ,Fifth Edition. USA: Prentice-Hall International Inc.
Volume Terpakai (ml)
Volume Air Terpakai 8 6
y = 0.648x - 0.880
4
2 0 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Tegangan Input DC (V)
Gambar 4.1 Grafik karakteristik kavitasi dalam waktu 30 menit Grafik dalam gambar 4.1 mengilustrasikan kenaikan volume air yang terkavitasi seiring dengan kenaikan tegangan input DC pada aktuator. Pengujian tersebut dilakukan dengan memeriksa volume air yang tersisa dari proses kavitasi aktuator dengan volume awal 80ml dengan waktu kavitasi 30 menit untuk setiap tegangan. 4.2 Pengujian Sensor Suhu dan Kelembaban
Gambar 4.2 Pengujian sensor suhu dan kelembaban
8
BIODATA PENULIS Monika Putri Dewi dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur, pada tanggal 18 Juli 1989 dan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menjalani pendidikan dasar di SD Katolik Santo Paulus Bojonegoro, kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Katolik Santo Tarsisius. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di kota Surabaya di SMA Katolik Santo Louis 1 Surabaya. Setelah lulus dari SMA, penulis diterima di ITS pada jurusan Teknik Elektro dan mengambil konsentrasi studi di Elektronika. Saat kuliah, penulis bertempat tinggal di Surabaya bersama keluarganya. Selama menempuh perkuliahan penulis pernah aktif sebagai anggota himpunan mahasiswa dan aktif menjadi asisten di laboratorium Elektronika Dasar.
9