MODIFIKASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAHU DI CV KITAGAMA SECARA ANAEROBIK I G. A. Wita Kusumawati1), M. Nur Cahyanto2), Endang S. Rahayu2) 1)
Fakultas Ilmu Kesehatan Sains dan Teknologi, Universitas Dhyana Pura, Bali 2) Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRAK Industri tahu menghasilkan limbah berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair tahu berasal dari air bekas perendaman kedelai dan whey dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, dikarenakan oksigen terlarut digunakan oleh mikrobia untuk menguraikan bahan organik yang terkandung pada limbah. Penelitian ini dilakukan untuk mengolah limbah cair tahu dengan cara memodifikasi konstruksi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) CV Kitagama dan kemudian mengevaluasi kinerja IPAL termodifikasi. IPAL termodifikasi diberikan laju influen yang berbeda yaitu sebesar 264, 528 dan 792 L. Parameter yang dianalisis meliputi pH, COD, BOD dan TS. Influen 264 L menghasilkan nilai pH, COD, BOD dan TS masing-masing sebesar 4,84; 9.700 mg/L; 2.265 mg/L dan 5.870 mg/L, sedangkan efluen masing-masing menghasilkan 7,35; 90,5 mg/L; 36 mg/L dan 352 mg/L. Influen 528 L menghasilkan nilai pH, COD, BOD dan TS masing-masing sebesar 4,77; 16.800 mg/L; 4.752 mg/L; dan 5.448 mg/L, sedangkan efluen masingmasing menghasilkan 7,34; 665 mg/L; 320 mg/L dan 499 mg/L. Influen 792 L menghasilkan nilai pH, COD, BOD dan TS masing-masing sebesar 3,86; 60.000 mg/L; 16.933 mg/L; dan 6.670 mg/L, sedangkan efluen masing-masing menghasilkan 6,76; 2.400 mg/L; 1.280 mg/L dan 679 mg/L. Kata kunci : industri tahu, pengolahan limbah secara anaerobik, IPAL, limbah cair tahu, BOD, COD, pH, TS PENDAHULUAN Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat. Industri pengolahan tahu lebih banyak menghasilkan limbah cair yang menimbulkan pencemaran yang cukup tinggi karena mengandung komponen-komponen organik yang cukup tinggi. Limbah cair tahu memiliki konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) berkisar 10.000-20.000 ppm, yang disebabkan oleh kandungan protein yang terdapat pada limbah cair tahu. Limbah cair dengan nilai COD yang tinggi jika langsung dibuang ke perairan dapat menyebabkan kematian biota perairan. Ikan biasanya digunakan sebagai indikator adanya pencemaran di perairan, dikarenakan memiliki respon yang cepat terhadap gangguan lingkungan (Azzuro et al., 2010). Limbah cair tahu yang diolah secara aerobik membutuhkan biaya yang besar dalam proses pengolahannya. Pengolahan limbah cair yang memiliki nilai COD yang
tinggi, umumnya dilakukan secara anaerobik karena dapat dioperasikan dengan mudah, biaya pengoperasian murah dan disain IPAL tidak rumit (Liu et al., 2010; Lyberatos et al., 1999; Otero et al., 2011; Zhu et al., 2008). Pengolahan limbah cair tahu secara anaerobik menggunakan kotoran ternak sebagai inokulum bioreaktor. Inokulum ditambahkan dengan tujuan untuk menghasilkan mikrobia dalam jumlah banyak agar mampu menguraikan bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu sehingga kandungan bahan organik pada efluen limbah cair tahu dapat diturunkan. Limbah-limbah cair yang sudah diolah dalam Instalansi Pengolah Air Limbah (IPAL), kadang kala masih belum aman untuk dibuang ke lingkungan. Sehingga perlu dikaji bagaimana kualitas dari limbah cair dari awal sebelum memasuki IPAL, saat pengolahan dalam IPAL, dan setelah keluar dari IPAL apakah sudah memenuhi baku mutu limbah dapat dibuang ke lingkungan atau tidak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endri (2009) pengolahan limbah cair industri tahu secara anaerobik dengan IPAL yang memiliki 6 kompartemen, masih menghasilkan total padatan yang tinggi pada efluennya. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan modifikasi IPAL CV Kitagama menjadi 3 kompartemen dengan tujuan untuk memperbesar kapasitas dari bioreaktor sehingga dapat mengoptimalkan kerja IPAL dan memperbaiki laju alir dari limbah cair. Diharapkan dengan memodifikasi IPAL dengan cara memperbesar kapasitas IPAL akan dihasilkan total padatan yang lebih rendah. IPAL termodifikasi dievaluasi dengan membandingkan kinerja IPAL sebelum dimodifikasi.
METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair tahu berasal dari air bekas perendaman kedelai, air sisa penggumpalan tahu, limbah cair tahu yang berada di setiap kompartemen pengolahan limbah cair, dan limbah cair tahu yang keluar dari kompartemen pengolahan limbah, yang diperoleh dari pabrik tahu milik CV Kitagama yang berlokasi di Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Bahan inokulum berasal dari kotoran sapi segar, yang diperoleh dari peternakan di daerah Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Bahan kimia yang digunakan meliputi : larutan MnSO 4, larutan alkali iod-azida, asam sulfat pekat 98%, larutan amilum 1%, larutan NaS 2O3
0,025 N, larutan buffer fosfat pH 7,2 sebagai nutrisi, larutan MgSO4.7H2O, larutan CaCl2, larutan
FeCl3.6H2O,
larutan
H2SO4
yang
mengandung
Ag2SO4,
larutan
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O 0,1 N dan indikator ferroin. Renovasi Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) di Pabrik Tahu CV Kitagama Renovasi Instalasi Pengolah Air Limbah dilakukan dengan merubah bentuk bak sedimentasi yang semula berbentuk tabung silinder menjadi berbentuk kotak, serta memperbesar ukuran lubang antar kompartemen. Pembuatan inokulum pengolah limbah cair tahu Inokulum berbahan dasar kotoran sapi segar. Start up yang dimasukan ke dalam reaktor adalah 3% dari volume reaktor yang dapat digunakan. Kemudian ditambahkan whey yang berfungsi sebagai nutrisi bagi pertumbuhan bakteri dari kotoran sapi. Waktu inkubasi untuk pertumbuhan inokulum adalah 1 minggu. Proses Pengolahan Limbah Cair Pabrik Tahu CV Kitagama Unit IPAL CV Kitagama diberikan influen sebesar 264, 528 dan 792 L/hari selama 10 hari yang masing-masing berasal dari proses pembuatan tahu dengan bahan baku kedelai seberat 16, 32 dan 48 kg. Proses pengolahan limbah cair tahu dilakukan hingga diperoleh kadar COD yang stabil. Limbah cair tahu diolah dalam IPAL dengan sistem anaerob, dialirkan dari bawah ke atas melewati sekat-sekat dalam kompartemen IPAL dan selanjutnya keluar pada bagian atas. Efluen yang dihasilkan dari pengolahan limbah dialirkan ke dalam kolam dengan ukuran 4x4 m. Analisis Limbah Cair Pabrik Tahu CV Kitagama Limbah cair tahu yang belum diolah dan yang sudah diolah dianalisis parameter baku mutu limbah yang meliputi pH, BOD, COD dan TS. Sedangkan limbah cair tahu selama penangan dalam IPAL CV Kitagama dianalisa pH, kandungan COD dan TS. Mengevaluasi debit limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu CV Kitagama Evaluasi terhadap hasil dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efisiensi penurunan dari setiap parameter dari limbah cair tahu yang diolah dengan sistem anaerob. Penentuan debit limbah cair tahu (Reed, et al dalam Ghosh and Brij, 2010) diketahui berdasarkan : a. Menghitung total volume dari reaktor (panjang x lebar x tinggi)
b. Menghitung debit limbah cair tahu, berdasarkan persamaan berikut :
Q
V Ay t t
Keterangan :
Q
= debit limbah (L/hari)
A
= luas permukaan area reaktor (m2)
V
= volume reaktor (m3)
y
= kedalaman reaktor (m)
t
= hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah cair tahu Karakteristik limbah cair tahu yang berasal dari pembuatan tahu dengan bahan baku sebanyak 100 kg kedelai sebelum mengalami pengolahan ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Limbah Cair Tahu dari proses pembuatan tahu CV Kitagama sebanyak 100 kg kedelai Jenis limbah air bekas perendaman kedelai Whey Limbah air bekas perendaman kedelai dan whey
Jumlah (L)
pH
COD (mg/L)
BOD (mg/L)
TS (mg/L)
800
3,67±0.02
40000±2828
18400±1131
2097.5±329
5800
4,04±0.01 131000±1414
36000±5657
14890±325
6600
3,86±0.20
16.933±5108 6.670±27
60.000±1586
Karakteristik Limbah Cair Tahu yang Dihasilkan oleh CV Kitagama Pada proses pencucian kedelai banyak menggunakan air, sehingga limbah cair yang dihasilkan banyak. Tetapi kadar pencemaran yang dihasilkan dari air bekas cucian ini rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endri (2009), air bekas pencucian kedelai memiliki pH 6,28. Nilai pH 6,28 sudah aman untuk dibuang ke lingkungan, sehingga air bekas pencucian kedelai dapat langsung dibuang melalui saluran pembuangan air. Kadar pencemaran yang tinggi pada proses pembuatan tahu dihasilkan
pada tahapan penggumpalan sari kedelai, pengepresan serta pencetakan tahu. Pada tahapan penggumpalan sari kedelai, pengeresan serta pencetakan tahu dihasilkan whey yang bersifat asam.
Perubahan karakteristik Limbah Cair Tahu CV Kitagama selama Penanganan Limbah 1. Nilai pH Limbah cair tahu umumnya memiliki nilai pH yang cenderung asam, karena digunakan cuka sebagai bahan penggumpal protein. Rendahnya nilai pH pada limbah cair tahu dapat menyebabkan kerusakan pada benda yang dilalui limbah tersebut. Nilai pH limbah cair hasil dari pengolahan limbah mengalami kenaikan. Nilai pH hasil pengolahan ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Perubahan pH setiap Kompartemen pada IPAL CV Kitagama dalam Pengolahan Limbah Cair Tahu pH Laju influen Bak Kompartemen 1 Kompartemen 2 Kompartemen 3 (L) Sedimentasi 264 7,25±0,00 7,5±0,02 7,51±0,01 7,39±0,00 528 7,59±0,00 7,58±0,01 7,56±0,00 7,69±0,01 792 6,63±0,01 7,03±0,01 7,06±0,01 7,13±0,00 Keterangan : pH influen 264 L, 528 L dan 792 L masing-masing sebesar 4,84; 4,77 dan 3,86 Pada proses awal pengolahan terjadi kenaikan pH yang disebabkan karena proses hidrolisis protein menjadi asam amino. Berdasarkan Sawyer dan Perry, reaksi hidrolisis protein yang terjadi secara anaerobik ditunjukkan pada Persamaan 1. Tahapan hidrolisis protein menjadi asam amino ditunjukkan pada Persamaan 2. Kemudian terjadi penurunan pH disebabkan karena terjadinya proses asidogenesis dan asetogenesis, yaitu monomer hasil hidrolisis polimer bahan organik akan diubah menjadi senyawa asam organik yang volatil dan alkohol oleh bakteri asidogenik. Kemudian asam organik dan alkohol yang merupakan hasil dari tahapan asidogenesis akan diubah menjadi asam asetat, hidrogen dan karbondioksida oleh bakteri asetogenik. Reaksi asidogenesis dan asetogenesis yang terjadi ditunjukkan pada Persamaan 3. Setelah proses asidogenesis dan asetogenesis berakhir, maka pH dari limbah cair yang diolah akan mengalami kenaikan kembali. Pada
proses ini terjadi tahapan metanogenesis yaitu merubah asam asetat, hidrogen dan karbondioksida
hasil
tahapan
asetogenesis
diubah
menjadi
gas
metana
dan
karbondioksida oleh bakteri metanogenik (Mes et al., 2003). Reaksi metanogenesis yang terjadi ditunjukkan pada Persamaan 4 dan Persamaan 5.
.... (1)
Protein proteoses peptones polipeptida dipeptida asam amino (2) ... (3) ... (4) ... (5) 2. Kadar COD Chemical Oxygen Demand) Semakin tinggi kandungan bahan organik yang terdapat limbah cair tahu akan memberikan kadar COD yang semakin tinggi. Pengolahan limbah cair tahu dengan menggunakan IPAL yang dimodifikasi menghasilkan penurunan kadar COD pada setiap kompartemen, yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Kadar COD setiap Kompartemen pada IPAL CV Kitagama dalam Pengolahan Limbah Cair Tahu Kadar COD Laju influen Bak Kompartemen 1 Kompartemen 2 Kompartemen 3 (L) Sedimentasi 264 400±283 300±0,00 300±0,00 300±0,00 528 2100±283 1900±566 1900±566 1900±566 792 12050±3889 7050±495 7050±495 7050±495 Keterangan : Kadar COD influen 264 L, 528 L dan 792 L masing-masing sebesar 9.700 mg/L, 16.800 mg/L dan 60.000 mg/L Pengolahan limbah cair dengan IPAL yang dimodifikasi telah menurunkan kadar COD masing-masing sebesar 99,07%; 96,04%; dan 96% untuk volume limbah cair tahu sebesar 9.700; 16.800; dan 60.000 mg/L. Penurunan kadar COD diakibatkan karena terjadinya penurunan kandungan bahan organik pada limbah cair tahu. Pengolahan limbah cair tahu pada tiap kompartemen didominasi oleh jenis mikrobia yang berbeda. Pada kompartemen pertama didominasi oleh bakteri asidogenik, yang akan menurunkan
kandungan COD pada limbah dengan mengubahnya menjadi etanol, butirat dan propionat. Pada kompartemen kedua didominasi oleh bakteri asetogen, yang akan menurunkan kandungan COD pada limbah dengan mengubah menjadi asam asetat dan hidrogen. Sedangkan pada kompartemen ketiga didominasi oleh bakteri metanogenik, yang akan menurunkan COD pada limbah dengan mengubah asam asetat menjadi metana (Zhu et al., 2008). 3. Kadar TS (Total Solid) Total padatan ini penting dianalisis karena dapat menentukan perlu tidaknya limbah cair diolah terlebih dahulu pada tahapan sedimentasi. Total padatan merupakan total zat padat baik yang mengendap maupun terlarut yang terdapat pada limbah cair (Sawyer and Perry, 1978). Pengolahan limbah cair tahu dengan menggunakan IPAL yang dimodifikasi menghasilkan penurunan kadar TS pada setiap kompartemen, yang ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar TS setiap Kompartemen pada IPAL CV Kitagama dalam Pengolahan Limbah Cair Tahu Kadar TS Laju influen Bak Kompartemen 1 Kompartemen 2 Kompartemen 3 (L) Sedimentasi 264 1305±120 775±42 758±18 723±4 528 1355±21 480±78 438±14 431±30 792 3281±37 1679±51 1614±90 1475±78 Keterangan : Kadar TS influen 264 L, 528 L dan 792 L masing-masing sebesar 5.870 mg/L, 5.448 mg/L dan 6.670 mg/L Limbah cair yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi hanya mampu diuraikan kira-kira sebesar 30% kandungan bahan organik influennya oleh mikrobia untuk menjadi CH4. Sedangkan limbah cair yang memiliki kandungan bahan organik yang rendah mampu diuraikan mencapai 61%. Influen dengan kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan laju alir limbah menjadi cepat, hal ini menyebabkan mikrobia kurang mampu menguraikan bahan organik yang terdapat pada limbah tersebut akibat mengalami washout (Foxon et al., 2004). Karakteristik Efluen Limbah Cair Tahu Kita setelah Penanganan Limbah Analisis efluen dilakukan untuk mengetahui kemampuan IPAL yang dimodifikasi dalam mengolah limba cair tahu yang dihasilkan dari berbagai masakan. Hasil analisis efluen ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Limbah Cair Tahu CV Kitagama setelah Mengalami Pengolahan Parameter
Laju influen (L)
264 *pH 528 792 264 COD (mg/L) 528 792 264 BOD (mg/L) 528 792 264 TS (mg/L) 528 792 Keterangan * : pH mengalami kenaikan
Efluen
Presentase Penurunan (%)
7.35±0.00 7.34±0.01 6.76±0.00 90.5±5 665±134 2400±283 36±6 320±45 1280±57 352±4 449±23 679±27
34.15±0.00 35.10±0.01 29.33±0.01 99.07±0.05 96.04±0.80 96±0.24 98.41±0.25 93.27±0.95 92.44±0.33 93.99±0.03 91.76±0.42 89.82±0.40
IPAL yang dimodifikasi mampu menurunkan BOD. Bahan organik pada limbah cair memiliki kandungan karbon dan hidrogen. Jika bahan organik dioksidasi maka akan menghasilkan karbondioksida dan air. Mikrobia yang terdapat di air akan menggunakan bahan organik sebagai nutrisi dan oksigen yang tersedia untuk mengoksidasi (Hach et al., 1997). Reaksi peruraian bahan organik oleh mikrobia ditunjukkan pada Persamaan 8.
... (8) Penelitian yang dilakukan oleh Endri (2009) IPAL dengan lubang yang terbuat dari pipa menghasilkan efluen dengan kadar TS dan pH masing-masing sebesar 477 mg/L dan 6,92. Sedangkan IPAL yang dimodifikasi dengan sekat yang lebih besar menghasilkan efluen dengan kadar TS dan pH masing-masing sebesar 352 mg/L dan 7,35.
KESIMPULAN 1. Modifikasi IPAL di CV Kitagama membuat lubang saluran antar kompartemen yang semakin besar, sehingga dapat menghasilkan nilai TS yang lebih rendah daripada IPAL yang tidak dimodifikasi.
2. Kinerja IPAL di CV Kitagama dinilai baik karena dapat menurunkan kadar BOD, COD dan TS serta kenaikan pH pada laju pemasukan influen. Efluen limbah cair tahu dengan volume sebesar 264 L telah memenuhi persyaratan Baku Mutu Limbah Cair untuk indutri tahu. Sedangkan efluen limbah cair tahu dengan volume sebesar 528 dan 792 L belum memenuhi persyaratan Baku Mutu Limbah Cair untuk industri tahu. 3. Untuk Efluen limbah cair dengan volume lebih besar 264 L memerlukan bak sedimentasi yang lebih besar dan jumlah inokulum yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA Amuda, Omotayo S., An Deng, Abass O. Alade, and Yung-Tse Hung. Conversion of Sewage Sludge to Biosolids. Handbook of Environmental Engineering, Volume 7: Biosolids Engineering and Management. The Humana Press, Totowa. Anonim. 2008. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, NOMOR: 281/KPTS/1998 Azzurro, Ernesto., Marco Matiddi., Emanuela Fanelli., Paolo Guidetti., Gabriele La Mesa., Alfonso Scarpato and Victor Axiak. 2010. Sewage pollution impact on Mediterranean rocky-reef fish assemblages. Marine Environmental Research, 69: 390–397. Barros. N., B. Ramajo, and J. R. Garcia. 2009. The effect of solid-liquid effluents from anaerobic digesters on soil microbial activity. Journal of thermal analysis and calorimetry, 95: 831835. Boyles, W. 1997. The Science of Chemical Oxygen Demand. Technical Information Series, Booklet No. 9. Cadwell and Brownn. Description of Commonly Considered Water Quality Constituents. Watershed Protection Plan Development Guidebook. Northeast Georgia Regional Development Center. Darsono, V. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob Dan Aerob. Jurnal Teknologi Industri Vol. XI No.1 Januari 2007: 9-20 Demirer. G.N., Metin D., Tuba H.E., Engin G., Orgen U., and Ulas T. 2000. Anaerobic treatability and biogas production potential studies of different agro-industrial wastewaters in Turkey. Biodegradation 11: 401-405. Endri, N.E. 2009. Evaluasi Kinerja Penanganan Limbah Cair Tahu Kita CV Kitagama. Skripsi. TPHP Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Foxon, KM., S Pillay, T Lalbahadur, N Rodda, F Holder and CA Buckley. 2004. The anaerobic baffled reactor (ABR): An appropriate technology for on-site sanitation. Pollution Research Group. Ghosh, D and Brij G. 2010. Effect of hydraulic retention time on the treatment of secondary effluent in a subsurface flow constructed wetland. Ecological Engineering, 36: 1044-1051. Hach, C.C., Robert L.K., and Jr. Charles R.G. 1997. Introduction to Biochemical Oxygen Demand. Technical Information Series—Booklet No. 7. Ince, B.K., N. Ayman.O., G. Turker., S. Celikkol and O. Ince. 2010. A review: Microbial ecology of anaerobic reactors for treatment of alcohol industry wastewaters. Current research, technology and education topics in applied microbial biotechnology.
Iyagba, E.T., Ibifuro A.M., and Yahaya S.M. 2009. The study of cow dung as co-substrate with rice huskin biogas production. Scientific Research and Essay 9: 861-866. Karakashev, D., Damien J.B., and Irini A. 2005. Influence of Environmental Conditions on Methanogenic Compositions in Anaerobic Biogas Reactors. Applied and environmental microbiology 71: 331-338. Kim, M.S., and Dong-Yeol L. 2010. Fermentative hydrogen production from tofu-processing waste and anaerobic digester sludge using microbial consortium. Bioresource technology 101: S48-S52. Lee, Jun Ho and Mi Jung Ahn. 2009. Texture and Storage Stability of Tofu Incorporated with Rhynchosia volubilisi. Journal Food Science and Nutrition 14: 71-75. Li, Jian-rong and Yun-Hwa P Hsieh. 2004. Traditional Chinese food technology and cuisine. Asia Pacific J Clin Nutr 13: 147-155. Liu, Rongrong., Qing Tian and Jihua Chen. 2010. A review: The developments of anaerobic baffled reactor for wastewater treatment. African Journal of Biotechnology, 9: 1535-1542. Lyberatos, G and I.V.Skiadas. 1999. A review: Modelling of anaerobic digestion. Global Nest The Int. J, 1: 63-76. Mang, H.P and Zifu Li. 2010. Technology review of biogas sanitation. Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Margono, T., Detty S., dan Sri H. 2000. Tahu. Buku Panduan teknologi pangan. Mes de, T.Z.D., A.J.M. Stams, J.H. Reith and G. Zeeman. 2003. Methane production by anaerobic digestion of wastewater and solid wastes. Dutch biological hydrogen foundation. Otero, M., A. Lobato, M.J. Cuetos, M.E. Sanchez, and X. Gomez. 2011. Digestion of cattle manure: Thermogravimetric kinetic analysis for the evaluation of organic matter conversion. Bioresource technology 102: 3404-3410. Pant, D and Alok A. 2007. A review: Biological approaches for treatment of distillery wastewater. Bioresource Technology 98: 2321–2334. Sawyer, Clair. N and Perry L. Mc. Carty. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third edition. McGraw-hill International Editions. Shokunbi, O.S., O.O Babajide, D.O Otaigbe, O.A Shobowale, A.A Ajiboye and G.O Tayo. 2011. Coagulants Modulate the Yield and Micronutrient Composition of Tofu. World Journal of Dairy & Food Sciences 6: 67-70. Stanojević, Sladjana P., Miroljub B. Barać, Mirjana B. Pesić, Mirjana M. Milovanović and Biljana V. Vucelić-Radović. 2010. Protein Composition in tofu of corrected quality. APTEFF 41: 77-86. Sulaeman. D and Jamil M. 2009. Draf Pedoman Desain Teknik IPAL Agroindustri. Departemen Pertanian, Jakarta. Sonune, A and Ghate, Rupali. 2004. Development in Wastewater Treatment Methods. Desalination. 167: 55-63. Wang, H.L and J.F. Cavins. 1989. Yield and Amino Acid Composition of Fractions Obtained During Tofu Production. Cereal Chem 66: 359-361. Zaiat, M., Fernando H.P., and Eugenio F. 2000. A mathematical model and criteria for designing horizontal-flow anaerobic immobilized biomass reactors for wastewater treatment.