MODIFIKASI DAN UJI KINERJA FURROWER UNTUK PERAWATAN TANAMAN PADI
AGRHA ADI PRAYOGO
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
MODIFIKASI DAN UJI KINERJA FURROWER UNTUK PERAWATAN TANAMAN PADI
AGRHA ADI PRAYOGO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Judul Skripsi Nama NIM
: Modifikasi dan Uji Kinerja Furrower Untuk Perawatan Tanaman Padi : Agrha Adi Prayogo : F14070121
Disetujui oleh
Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si Pembimbing I
Dr. Ir. Radite P.A.S., M.Agr Pembimbing II
Diketahui Oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modifikasi dan Uji Kinerja Furrower untuk Perawatan Tanaman Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tingi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Agrha Adi Prayogo NIM F14070121
v
ABSTRAK AGRHA ADI PRAYOGO. Modifikasi dan Uji Kinerja Furrower Untuk Perawatan Tanaman Padi. Dibimbing oleh I WAYAN ASTIKA dan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN. Salah satu penyebab kurangnya pemakaian mesin pertanian dalam pemeliharaan tanaman padi adalah karena sulitnya aplikasi mesin pertanian akibat kurangnya penyesuaian mesin dengan kondisi lahan padi Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut satu bagian alat pemeliharaan tanaman dibuat dan diuji yaitu furrower. Furrower modifikasi merupakan implemen yang terpasang pada alat pemeliharaan tanaman padi yang memiliki pisau tambahan pada kedua sisi. Furrower berfungsi sebagai pembuat parit untuk aerasi dan pemotong akar tanaman padi. Pengujian furrower dilakukan dengan penarik walking type cultivator di sawah yang sudah dikondisikan. Uji kinerja menunjukkan pemutusan akar rata-rata 14.2 %. Penggunaan furrower menurunkan Bulk density, tahanan penetrasi tanah dan membuat alur parit yang membuat penempatan pupuk lebih tepat sasaran. Sedangkan efisiensi penyiangan gulma mencapai 63.5 %
ABSTRACT AGRHA ADI PRAYOGO. Modification and Performance Test of Furrower for Paddy Field Cultivation. Supervised By I WAYAN ASTIKA and RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.
Machinery for paddy cultivation are not widely used in Indonesia because they are not suitable for Indonesia’s paddy field conditions. In order to overcome the problem a furrower was modified in this research, and then attached to a light tractor. It was functioned as shovel and furrower, and has blades attached to its sides for root cutting of paddy. The modified furrower is pulled by walking type cultivator and tested in a field with adjusted row spacing. Result of the test showed that modified furrower gave 14.2 % root cutting ratio and had 63.5% weeding ratio. It also decreased soil bulk density, soil penetration resistance and made proper ditch for better fertilizer placement.
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini adalah Modifikasi dan Uji Kinerja Furrower Untuk Perawatan Tanaman Padi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si dan Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr selakudosen pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, dan dukungan selama penelitian dan pembuatan skripsi serta kepada Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si yang telah memberikan saran dan masukan untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, ibu, adik tersayang dan seluruh keluarga atas segala dukungan moril, materil, doa dan kasih sayang yang tak terhingga. Ucapan terima kasih kepada keluarga besar OMDA IKC, seluruh Ensembel (TEP 44) dan Orion (TEP 46), rekan-rekan sebimbingan (Nayla, Nuzul dan Gege), Bandhitos (Fauzi, Riki, Hanif, Asa, Arif, Iqbal) atas segala bantuan, dukungan, doa dan semangat kalian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para petani di Dramaga dan Carangpulang (Pak Kohar, Pak Budi, Bu Sri, Pak Bowo), teknisi dan pegawai lab yang telah membantu selama pengumpulan data. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.
Bogor, Juni 2014 Agrha Adi Prayogo
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Prosedur Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kinerja Furrower Efisiensi Penyiangan Efisiensi Pemutusan Akar Padi Perubahan Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Bulk Density Parit Yang Terbentuk Tahanan Penetrasi Pengaruh Pemutusan Akar Padi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jumlah Akar Padi Biomassa SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
vii viii ix 1 1 2 2 2 2 3 10 10 10 11 13 13 16 18 19 19 20 21 21 21
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
22 23 28
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Faktor-faktor yang mempengaruhi desain furrower Data teknis alat Efisiensi penyiangan Efisiensi pemutusan akar Bulk density furrower berpisau 20 HST Bulk density furrower berpisau 40 HST Bulk density furrower tanpa pisau 20 HST Bulk density furrower tanpa pisau 40 HST Lebar dan kedalaman parit yang terbentuk Penurunan tahanan penetrasi Jumlah akar 1 minggu setelah perlakuan Biomassa tanaman padi pada 90 HST
5 5 11 13 14 14 15 15 17 18 19 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diagram tahapan penelitian dan lingkup pengujian alat Pisau pada pengujian 20 HST Pisau pada pengujian 40 HST Pengujian furrower yang ditarik oleh walking type cultivator Hasil penyiangan dengan furrower yang ditarik dengan walking type cultivator pada 20 HST Hasil pemutusan akar Akar padi yang tersangkut pada pisau furrower Parit yang dihasilkan pada saat pengujian 20 HST Sketsa pengaruh implemen terhadap profil tanah
3 6 6 7 10 12 12 16 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar teknik furrower modifikasi pada 20 HST (Lebar Kerja 24 cm) Gambar teknik furrower modifikasi pada 40 HST (Lebar Kerja 30 cm) Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 40 hari Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau yang ditarik Walking type cultivator pada padi umur 40 hari Pengukuran tahanan penetrasi tanah 20 HST Pengukuran tahanan penetrasi tanah 40 HST
23 24 25 25 26 26 27 27
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, kebanyakan sawah mendapat perawatan yang sangat minim, kebanyakan hanya dengan perawatan manual sekali atau 2 kali selama masa pertumbuhan, hal ini berpengaruh besar terhadap padi yang dihasilkan. Kurangnya perawatan akan menyebabkan gulma tumbuh subur. Gulma bersaing dengan tanaman padi dalam hal cahaya matahari, unsur hara dan air. Apabila satu saja dari ketiga unsur tersebut kurang maka yang lain tidak dapat digunakan secara efektif walaupun tersedia dalam jumlah besar. Gulma atau tumbuhan pengganggu yang tumbuh di antara tanaman padi merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya hasil, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Berdasarkan pengamatan Sudarmo (1990) gulma sering digunakan sebagai inang berbagai hama dan penyakit padi serta untuk persembunyian bagi tikus. Menurut Sutidjo (1980) kerugian produksi pertanian yang diakibatkan oleh gangguan gulma sebesar 10% sampai 20%. Khusus pada tanaman padi sawah menurut pengujian yang dilakukan oleh IRRI, penurunan hasil panen padi akibat gangguan gulma sebesar 24% sampai 48% atau rata-rata sebesar 36%. Ampong-Nyarko (1991) menyatakan penurunan hasil akibat keberadaan gulma selama musim tanam diperkirakan sekitar 44% sampai 46%, sebuah pengurangan hasil yang sangat signifikan jika penanganan gulma tidak ditangani secara serius. Selain penyiangan, penggemburan menjadi aspek penting yang sering diabaikan karena kurangnya mekanisasi dalam perawatan padi. Kurangnya penggemburan tanah akan menyebabkan pemadatan tanah. Pemadatan tanah adalah penyusutan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena adanya gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi berkurang (Surowinoto 1980). Pemadatan tanah merupakan hal yang tidak diinginkan dalam pertanian karena dapat mengurangi aerasi tanah, mengurangi ketersediaan air bagi tanaman dan menghambat pertumbuhan akar dan perkecambahan tanaman. Pemadatan tanah cenderung menurunkan ketersediaan air dan unsur hara yang dibutuhkan akar tanaman dalam tanah. Tanah yang padat akan mengurangi kapasitas memegang air, mengurangi kandungan udara, memberikan hambatan fisik yang besar pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuannya memanen air, udara, dan hara (Sofyan M. 2006). Tingkat kepadatan tanah akan berkorelasi negatif dengan pertumbuhan tanaman. Tanah yang terpadatkan akan menggangu penetrasi akar tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan terhambat. Pada tanah yang terlalu padat pertukaran udara menjadi lambat, kandungan oksigen dalam tanah cukup rendah dan permeabilitas terhambat sehingga air akan tergenang dan menghambat tanaman. Lalu aspek penting yang juga terabaikan adalah proses pemutusan akar. Menurut BPTP Jawa Barat (2009) kegiatan pemutusan akar padi sebaiknya dilakukan salah satunya dengan menggunakan kored (alat penyiang gulma) karena hal ini diharapkan akan menstimulasi tumbuhnya akar baru. Pertumbuhan akar baru akan menyebabkan akar tanaman padi lebih menyebar secara mendatar di dalam tanah sehingga mengurangi tumbuhnya akar yang memanjang vertikal. Suardi (2002) menyatakan bahwa akar yang tumbuh subur dengan penyebaran mendatar diharapkan dapat meningkatkan gabah isi dengan distribusi akar lebih
2
dari 50 % pada kedalaman 5 cm. Distribusi seperti ini cukup efisien untuk penyaluran air dan hara ke bagian tanaman pada lahan irigasi teknis (Suardi 2002). (Mackill 1996) juga menjelaskan bahwa pada kondisi lahan irigasi yang yang sudah disiapkan, akan terbentuk lapisan kedap air yang sulit ditembus akar padi. Akar sebaiknya tidak terlalu dalam karena ketersediaan air ada di sekitar perakaran padi. Menurut Boers (2003) fungsi dari furrower adalah membuat alur, menutup benih, dan membuat alur untuk irigasi. Furrower digunakan terutama di daerah tropis dan subtropis karena banyak tanaman pangan yang tumbuh di daerah tersebut seperti kapas, jagung, sorgum, kentang, tebu, sayuran dan lain –lain yang dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman. Kelebihan dari furrower, yaitu dapat digunakan untuk satu atau lebih dari satu alur baris, dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, dapat dikombinasikan dengan implemen lain, dan dapat digunakan sebagai alat penyiang. Karena bisa berfungsi sebagai penyiang, maka furrower dapat menjadi salah satu implemen yang bisa dipilih oleh pengguna mesin pemeliharaan tanaman padi sebagai implemen yang dipasang pada traktor perawatan tanaman padi. Furrower juga bisa dimodifikasi supaya dapat bekerja untuk pemutusan akar dengan menambahkan pisau yang berfungsi memutus akar. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Memodifikasi furrower agar dapat digunakan sebagai alat perawatan tanaman padi, dan memodifikasinya dengan tambahan pisau agar dapat memiliki fungsi tambahan sebagai pemotong akar. 2. Menganalisis kinerja furrower yang sudah dimodifikasi, pengujian mencakup efisiensi penyiangan, pengaruh furrower terhadap tahanan penetrasi, Bulk density dan dimensi parit yang dihasilkan. 3. Menganalisis pengaruh penggunaan furrower pada pertumbuhan tanaman padi.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2013 sampai Januari 2014. Penelitian dilaksanakan di sawah milik petani di daerah Carangpulang, Kecamatan Situ Gede, Kabupaten Bogor. Alat dan Bahan Penelitian Alat Furrower modifikasi Kamera digital Walking type cultivator Yanmar 5 HP Pasak bambu Tali rafia Ring sampel
3
Alat Ukur Kuadran gulma Perangkat penetrometer SR-2 Meteran Counter (penghitung) Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup beberapa tahapan seperti terlihat pada Gambar 1. Mulai
Perancangan dan Pembuatan Alat
Pengkondisian Alat dan Lahan
PPengujian Alat
Pengambilan Data dan Analisis
Selesai
a. Tahapan penelitian
Analisis Pengaruh Penggunaan Furrower
Perubahan sifat fisik dan mekanik tanah
Uji kinerja
Efisiensi penyiangan (%)
Efisiensi pemutusan akar (%)
Bulk density dan porositas (g/cm3)
Tahanan penetrasi (kg/cm2)
Pengaruh penggunaan furrower untuk pertumbuhan
Dimensi parit (cm)
Jumlah akar (buah)
Biomassa (kg)
b. Lingkup pengujian alat
Gambar 1. Diagram tahapan penelitian dan lingkup pengujian alat
4
Identifikasi Masalah Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang terjadi di lapangan. Permasalahan yang ditemukan adalah perlunya dibuat sebuah alat yang memungkinkan petani untuk melakukan dua pekerjaan secara bersamaan, yaitu menyiangi gulma padi dan memutus perakaran padi. Alat yang akan dibuat harus mampu bekerja pada lahan sistem tanam jajar legowo dengan jarak tanam 20-25 cm. Penggunaan sistem legowo karena dengan sistem ini tanaman padi tumbuh lebih baik dan hasilnya lebih tinggi karena luasnya border effect dan lorong di petakan sawah sehingga menghasilkan bulir gabah yang lebih bernas (Pahruddin et. al. 2004)..
Perancangan dan Pembuatan Alat Proses perancangan diarahkan agar alat yang dibuat memiliki fungsi yang diinginkan yaitu kemampuan membalik gulma dan kemampuan memutus akar. Untuk mendapat fungsi yang diinginkan maka hal yang dilakukan adalah memodifikasi furrower dengan penambahan pisau. Penambahan pisau ditujukan untuk pemutus akar tanaman padi. Pisau yang dirancang terletak pada sisi kiri dan kanan alat gasrok masing-masing berjumlah satu buah. Pisau ini bersifat tidak permanen sehingga dapat dilepas dan dipasang kembali sesuai keinginan pemakai furrower modifikasi. Pada tabel 1 ditunjukkan hal-hal yang mendasari konsep desain furrower :
Tabel 1. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mendesain furrower Faktor Yang Dipertimbangkan Pengaruhnya Terhadap Desain Struktur akar padi yang tumbuh pada Sistem pemotong akar bekerja 5-20 cm di dalam tanah selama masa optimal pada kedalaman efektif 5pertumbuhan 15 cm, ini berpengaruh pada letak pisau pada furrower dan seberapa dalam furrower harus mampu bekerja pada lahan sawah. Jarak tanam yang biasa diterapkan Lebar kerja alat yang di desain oleh petani di indonesia adalah 25 harus lebih kecil daripada jarak cm (jarak diatur dengan penggunaan tanam tersebut tapi dengan selisih caplak) secukupnya agar coverage penyiangan gulma dan pemutusan akar tepat sasaran. Maka ditentukan lebar kerja adalah 18 cm (tanpa pisau) 24-25 cm (dengan pisau) Alat harus memiliki fungsi pembalik Bentuk furrower dipilih menjadi tanah agar aerasi lebih baik dan desain dasar yang akan tanah lebih gembur dimodifikasi, karena memiliki kemampuan membalik tanah yang cukup baik
5
Pertimbangan desain di atas mempengaruhi proses pembuatan furrower modifikasi sehingga dibuat furrower memiliki karakteristik seperti tertera di Tabel 2. Tabel 2. Data teknis alat Besaran Panjang Lebar
Tinggi
Kecepatan kerja Target kedalaman kerja
Nilai 32 cm 18 cm tanpa pisau 24 cm dengan pisau pada modifikasi 1 30 cm dengan pisau pada modifikasi 2 80 cm maks (dengan batang), bisa diatur ketinggiannya pada saat terpasang pada alat penarik 0.61 m/s 5-15 cm, pisau terpasang pada jarak 10 cm dari bagian atas furrower
Alat ini mengalami 2 kali penyesuaian bentuk pisau selama masa pengambilan data seperti terlihat pada gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Pisau pada pengujian 20 HST
6
Gambar 3. Pisau pada pengujian 40 HST Pada pengambilan data pertama (20 hari setelah tanam), pisau yang digunakan menyebabkan furrower memiliki lebar kerja 24 cm, tapi ternyata dari hasil pemutusan, akar yang terpotong hanya sedikit sehingga pisau dimodifikasi menjadi lebih lebar, modifikasi ini membuat lebar kerja alat menjadi 30 cm. Gambar teknik alat ditunjukkan pada Lampiran 1 dan 2 Uji Kinerja Alat Persiapan Lahan Lahan yang akan digunakan untuk pengujian adalah lahan milik petani di daerah Dramaga, Bogor yang sudah dikondisikan dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1, legowo 2:1 adalah sistem tanam dimana setiap 2 baris padi diberi 1 baris kosong, ini membuat padi memiliki banyak tanaman pinggir dan memudahkan proses pemeliharaan padi pada lahan sawah. Padi ditanam dengan jarak tanam 27 x 20 cm.
Pengkondisian Alat Walking type cultivator yang digunakan sebagai penarik furrower harus disesuaikan dengan keadaan sawah yang macak-macak. Pengkondisian walking type cultivator dilakukan dengan memasang roda sangkar pada walking type cultivator sehingga walking type cultivator bisa berjalan di sawah. Lalu pengkondisian jarak dengan mengatur panjang poros ban juga dilakukan agar walking type cultivator tidak merusak tanaman padi pada saat pengujian.
7
Gambar 4. Pengujian furrower yang ditarik oleh walking type cultivator Pengujian Kinerja Alat Percobaan dilakukan dengan memasangkan furrower pada Walking type cultivator Yanmar 5 HP Pada penelitian ini terdapat 3 perlakuan yaitu: 1. Penyiangan dengan furrower tanpa pisau 2. Penyiangan dengan furrower dengan pisau 3. Kontrol ( Petak yang tidak disiangi dengan furrower ) Pengujian kinerja dan pengaruh furrower pada tanaman padi meliputi a.
Efisiensi penyiangan gulma
Perhitungan efisiensi penyiangan diawali dengan menghitung jumlah gulma awal yang tumbuh menggunakan kuadran gulma sebelum dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan, jumlah gulma akhir yang masih tersisa di lahan dihitung kembali. Petakan yang dijadikan sampel berjumlah 15 buah untuk masing-masing perlakuan. Efisiensi penyiangan dihitung dengan persamaan
(
)
Keterangan: Efpny : efisiensi penyiangan (%) n awal : penutupan gulma awal (%) n akhir : penutupan gulma akhir (%)
b. Efisiensi pemutusan akar tanaman padi
Petakan yang digunakan sebagai sampel pada perhitungan ini adalah petakan yang digunakan pada perhitungan penyiangan gulma. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan jumlah akar yang terputus dengan jumlah akar keseluruhan dari setiap rumpun padi dengan jumlah sampel sebanyak 15 rumpun.
8
Nilai efisiensinya dinyatakan dalam %. Berikut adalah rumus yang bisa dipakai untuk menentukan efisiensi pemutusan akar padi.
(
)
Keterangan Efpmt n putus n tidak putus
c.
= efisiensi pemutusan akar padi = jumlah akar yang terputus = jumlah akar yang tidak terputus
Bulk density dan porositas tanah
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulut meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Tanah yang lebih padat memilki bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1-0,7 g/cm3, sedangkan tanah organik umumnya memiliki bulk density antara 0,1-0,9 g/cm3 (Hardjowigeno 2003). Pengukuran bulk density dilakukan di laboratorium tanah Teknik Mesin Biosistem IPB dengan jumlah sampel tanah 5 buah dari masing-masing perlakuan. Perlakuan yang dilakukan adalah penyiangan dengan furrower tanpa pisau dan penyiangan dengan furrower berpisau. Pengambilan sampel tanah diambil menggunakan ring sampel bervolume 98.13 cm3. Sedangkan porositas tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut n = ( 1-(BD/Gs)) x 100 n = porositas BD = bulk density (g/cm3) Gs = particle density (g/cm3) Menurut Madjid (2010) kebanyakan tanamh mineral particle density-nya ratarata sekitar 2,1 g/cm3 d. Tahanan penetrasi tanah Tahanan penetrasi tanah diukur dengan penetrometer SR-2 yang menggunakan ujung cone besar (luas penampang 2 cm2) sebelum dan setelah furrower yang ditarik oleh walking type cultivator bekerja di lahan. Pengukuran dilakukan menggunakan alat penetrometer pada kedalaman 10 cm, kedalaman 10 cm dipilih karena pisau yang dipasang untuk memutus akar ditargetkan bekerja pada kedalaman tersebut. Nilai yang diperoleh adalah hasil rata-rata dari 20 titik sampel dengan satuan kg/cm. untuk setiap perlakuan.
9
e.
Parit yang dihasilkan
Penggunaan furrower akan membuat tanah yang dilalui terpecah dan menciptakan parit pada jalur kerjanya. Parit ini membuat sebagian akar berinteraksi langsung dengan udara dan membuat pemberian pupuk jauh lebih tepat sasaran. Data yang dicari dari parit ini adalah lebar dan kedalaman parit. Pengukuran lebar dan kedalaman parit yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan penggaris. f.
Jumlah akar setelah perlakuan alat
Salah satu pengaruh yang diharapkan dari penggunaan furrower adalah meningkatnya jumlah akar yang tumbuh setelah penggunaan. Karena itu dilakukan penghitungan jumlah akar seminggu setelah penggunaan furrower untuk melihat apa furrower memberikan dampak yang signifikan pada pertumbuhan akar padi. Prosedur pengambilan datanya adalah padi diambil bersama tanah agar akar tidak terputus pada saat dicabut, lalu tanah dicuci dan akar dihitung setelah tanah tidak menempel pada akar tanaman padi. Sampel yang diambil berjumlah 15 buah. g.
Biomassa
Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik di atas tanah pada pohon, termasuk daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Biomassa padi ditimbang secara keseluruhan mencakup akar, batang, daun, dan buah. Pengambilan sampel dilakukan pada HST 90 tepat sebelum padi dipanen dan dikeringkan dahulu sebelum ditimbang.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kinerja Alat Efisiensi Penyiangan Penyiangan menggunakan furrower modifikasi hanya dapat mencabut gulma yang tumbuh pada lajur antar baris tanaman, sedangkan gulma antar tanaman tidak dapat tersentuh, sedangkan gulma yang berada di jalur ban terkikis oleh ban yang terpasang pada walking type cultivator seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5.
Hasil penyiangan dengan furrower yang ditarik dengan walking type cultivator (merah jalur ban, hitam : jalur furrower) pada 20 HST
Pengukuran dilakukan pada lajur antar baris tanaman saat penyiangan I (padi berumur 20 HST minggu) dan penyiangan II (padi berumur 40 HST). Efisiensi penyiangan gulma dapat dilihat pada Tabel 3.
11
Tabel 3. Efisiensi penyiangan gulma Efisiensi penyiangan gulma (%) Sampel
Penyiangan dengan furrower tanpa pisau pada 20 HST*
Penyiangan dengan furrower berpisau pada 20 HST
Penyiangan dengan furrower tanpa pisau pada 40 HST
Penyiangan dengan furrower berpisau pada 40 HST
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
50 25 20 57.9 76.5 63.6 70 20 50 66.7 55.6 57.1 61.5 72.7 50 53.1
50 57.1 54.5 50 81.3 84.6 44.4 62.5 25 58.3 66.7 42.9 53.8 54.5 50 55.7
70 66 79 74.6 79.2 65.9 70.1 68 83.5 77.4 69.6 68.3 69.3 80.5 85.9 73.8
74 74.1 64.8 73.7 82.6 80.6 70.8 70.7 79.5 79.3 68.5 66.7 69.9 71 76.6 73.5
Catatan: Efisiensi penyiangan furrower berpisau tidak berbeda nyata tahanan penetrasi furrower tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 20 HST. Efisiensi penyiangan furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap tahanan penetrasi furrower tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 40 HST *Hari Setelah Tanam
Efisiensi rata-rata penyiangan gulma yang diperoleh adalah penyiangan dengan furrower berpisau 20 HST 53.1%, penyiangan dengan furrower tanpa pisau 40 HST 55.7 %, penyiangan dengan furrower berpisau 40 HST 73.8% dan penyiangan dengan furrower tanpa pisau 40 HST 73.5 %, hasil ini tercantum pada Tabel 3. Berdasarkan efisiensi penyiangan, hasil uji Anova menunjukkan penyiangan tanpa pisau dan penyiangan dengan pisau tidak berbeda nyata pada 20 dan 40 HST, ini disebabkan karena furrower tanpa pisau, walaupun lebar kerjanya lebih kecil, masih memiliki kemampuan untuk membuat parit, dan pada prosesnya ikut menarik gulma. Sedangkan Uji Anova menunjukkan hasil penyiangan berpisau maupun tanpa pisau berbeda nyata pada 20 HST dan 40 HST, hal ini disebabkan karena penutupan gulma yang sangat jarang pada saat pengujian di 20 HST (Lampiran 3) Efisiensi Pemutusan Akar Padi Pemasangan pisau pada furrower berfungsi sebagai pemutus akar padi yang ditujukan untuk bekerja optimal pada kedalaman 10-15 cm di bawah permukaan tanah. Furrower bekerja di antara barisan tanaman sehingga memutus akar padi hanya pada salah satu sisinya saja. Berdasarkan hasil uji kinerja
12
yang dilakukan, furrower ini dapat bekerja cukup baik untuk memutus akar tanaman padi pada kedalaman 10-15 cm tergantung kondisi tanah. Contoh hasil pemotongan akar terlihat pada Gambar 6.
Tanpa pisau
Dengan
pisau
Gambar 6. Contoh hasil pemutusan akar Kendala yang ditemukan di lapangan adalah terkadang penyesuaian lebar kerja pisau sangat perlu agar didapat hasil yang optimal, lebar kerja yang terlalu kecil akan menyebabkan akar yang terpotong sedikit, sedangkan lebar kerja yang lebih besar beresiko merusak tanaman padi itu sendiri. Kendala yang kedua adalah adanya akar yang tersangkut pada furrower seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Contoh akar tanaman padi yang tersangkut pada pisau furrower Hal ini menyebabkan berkurangnya daya potong akar pada furrower, bahkan pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan tanaman menjadi rebah. Kerebahan ini dapat disebabkan karena pisau furrower tidak bergetar, yang berakibat pada adanya akar yang tersangkut pada pisau. Hasil pengukuran efisiensi pemutusan akar padi tertera pada Tabel 4.
13
Tabel 4. Efisiensi pemutusan akar padi* No. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-Rata
20 HST Jumlah Akar 151 176 143 156 163 152 147 153 176 153 155 148 156 162 159 156.7
Terpotong 13 15 21 14 15 22 29 13 15 14 16 25 19 21 23 18.3
40 HST (%) 8.6 8.5 14.7 9.0 9.2 14.5 19.7 8.5 8.5 9.2 10.3 16.9 12.2 13.0 14.5 11.8
Jumlah Akar 263 278 282 259 267 273 288 294 251 253 248 239 237 252 263 263.1
Terpotong 62 51 42 51 62 45 36 51 41 32 42 42 35 32 31 43.7
(%) 23.6 18.3 14.9 19.7 23.2 16.5 12.5 17.3 16.3 12.6 16.9 17.6 14.8 12.7 11.8 16.6
*sampel diambil hanya di jalur yang dilalui furrower berpisau
Hasil uji Anova menunjukan bahwa efisiensi pemutusan akar pada 20 HST dan 40 HST berbeda nyata, ini disebabkan karena pada pengujian 40 HST lebar kerja alat berbeda dengan pengujian 20 HST, pada 20 HST dengan lebar kerja efektif 24 cm, pisau kurang bisa menjangkau akar, maka dimodifikasi pada pengujian 40 HST menjadi 30 cm, modifikasi ini berpengaruh pada hasil pemutusan akar tapi tidak menyebabkan padi menjadi rebah. Perubahan Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Bulk Density Penggunaan furrower berpisau tidak hanya berfungsi sebagai penyiang gulma. Saat furrower membersihkan gulma, furrower akan mencabut gulma sekaligus juga membongkar permukaan tanah yang dilaluinya. Penggunaan furrower berpisau akan memberi perubahan sifat fisik dan mekanik tanah. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa furrower berpisau memiliki pengaruh dalam memecah tanah pada 20 dan 40 HST seperti ditunjukkan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
14
Tabel 5. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower berpisau pada 20 HST* Bulk density (g/cm3) Wet Bulk Density Dry Bulk Density No Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sampel Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan 1 1.19 1.54 1.49 1.13 2 1.07 1.53 1.45 1.11 3 1.24 1.60 1.49 1.10 4 1.14 1.57 1.51 1.07 5 1.21 1.56 1.42 1.10 Rata-rata 1.17 1.56 1.47 1.10
Porositas (%) 56.54 57.31 57.69 58.85 57.69 57.62
Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk density basah sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 20 HST. Bulk density kering sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk density kering sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 20 HS *Bulk density basah adalah bulk density sebelum sampel tanah dikeringkan di dalam oven. *Bulk density kering adalah bulk density sesudah sampel tanah dikeringkan di dalam oven
Tabel 6. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower berpisau pada 40 HST
No Sampel 1 2 3 4 5 Rata-rata
Bulk density (g/cm3) Wet Bulk Density Dry Bulk Density Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan 1.52 1.45 1.07 1.00 1.54 1.49 1.19 1.06 1.50 1.48 1.21 1.04 1.55 1.52 1.14 1.02 1.51 1.52 1.24 1.08 1.52 1.49 1.17 1.04
Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk density basah sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40 HST. Bulk density kering sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk density kering sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40 HST
Tetapi furrower tanpa pisau masih belum bisa memecah tanah dengan baik seperti ditunjukkan pada Tabel 7 dan Tabel 8.
15
Tabel 7. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower tanpa pisau pada 20 HST
No Sampel 1 2 3 4 5 Rata-rata
Bulk density (g/cm3) Wet Bulk Density Dry Bulk Density Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan 1.46 1.40 1.14 1.11 1.54 1.45 1.05 1.03 1.52 1.45 1.12 1.08 1.42 1.43 1.05 1.03 1.41 1.39 1.07 1.04 1.47 1.42 1.09 1.06
Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower tanpa pisau tidak berbeda nyata terhadap bulk density basah sesudah perlakuan furrower tanpa pisau pada taraf 10% dengan umur 20 HST. Bulk density kering sebelum perlakuan furrower tanpa pisau tidak berbeda nyata terhadap bulk density kering sesudah perlakuan furrower tanpa pisau pada taraf 10% dengan umur 20 HS
Tabel 8. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower berpisau pada 40 HST
No Sampel 1 2 3 4 5 Ratarata
Bulk density (g/cm3) Wet Bulk Density Dry Bulk Density Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan 1.48 1.46 1.19 1.10 1.53 1.50 1.26 1.21 1.50 1.47 1.24 1.23 1.45 1.43 1.21 1.24 1.46 1.43 1.18 1.14 1.49
1.46
1.21
1.18
Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap bulk density basah sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40 HST. Bulk density kering sebelum perlakuan furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap bulk density kering sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40 HST
Hasil uji Anova menunjukkan tanah pada lahan pengujian furrower berpisau menghasilkan hasil yang berbeda nyata antara sebelum dan sesudah perlakukan pada 20 dan 40 HST , sedangkan sedangkan pada tanah di lahan pengujian furrower tanpa pisau menunjukkan bulk density yang tidak berbeda nyata antara sebelum dan sesudah perlakuan .
16
Parit Yang Terbentuk Penggunaan furrower akan membuat tanah yang dilalui terpecah dan menciptakan parit pada jalur kerjanya seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Contoh parit yang dihasilkan pada saat pengujian 20 HST Parit ini membuat sebagian akar berinteraksi langsung dengan udara dan membuat pemberian pupuk jauh lebih tepat sasaran seperti ditunjukkan pada sketsa di Gambar 9.
a.
Sebelum
Sesudah
Sesudah
titik pengambilan data
titik pengambilan data
titik pengambilan data
Sebelum aplikasi alat
b.
Sesudah aplikasi furrower berpisau
c.
Sesudah aplikasi furrower tanpa pisau
Gambar 9. Sketsa pengaruh furrower terhadap profil tanah Seperti terlihat pada Gambar 9. Furrower berpisau menghasilkan lebar kerja yang lebih besar daripada furrower tanpa pisau, ini menyebabkan parit yang dihasilkan lebih lebar. Parit yang lebih lebar berarti alur furrow yang lebih dekat ke tanaman dan membuat akar yang berhubungan langsung dengan udara akan lebih banyak. Lebar parit yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9.
17
Tabel 9. Lebar dan kedalaman parit yang terbentuk
Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-Rata
20 HST Kedalaman Lebar (cm) (cm) DP* TP** DP TP 22 14 11 12 21 13 9 11 13 15 5 13 15 16 12 14 19 17 14 16 21 14 8 14 18 13 6 14 17 16 8 11 15 14 11 12 19 12 9 10 18 11 13 13 17 13 15 14 16 14 14 11 20 12 12 12 21 14 9 14 18.1 13.9 10.4 12.7
40 HST Kedalaman Lebar (cm) (cm) DP TP DP TP 24 14 9 8 26 13 8 7 13 15 7 9 23 16 5 5 21 18 8 4 24 17 5 8 24 15 10 6 25 14 8 5 21 13 8 6 20 17 7 3 18 14 9 8 21 15 8 7 22 16 8 6 23 17 7 5 22 13 5 6 21.8 15.1 7.5 6.2
*parit yang dihasilkan pada pengujian furrower berpisau ** parit yang dihasilkan pada pengujian furrower tanpa pisau
Dari hasil uji Anova yang dilakukan lebar parit yang dihasilkan oleh furrower berpisau pada 2 waktu (20 HST dan 40 HST) berbeda nyata, ini disebabkan oleh perbedaan lebar kerja efektif dari furrower tersebut, pada HST 20 lebar kerja furrower adalah 24 cm dan dimodifikasi untuk HST 40 menjadi 30 cm, modifikasi ini memberikan pengaruh pada parit yang dihasilkan. Pada perlakuan tanpa pisau rata-rata lebar parit pada 20 HST adalah 13.9 cm dan pada 40 HST adalah 15.1 cm, berdasarkan uji Anova lebar parit pada perlakuan tanpa pisau berbeda nyata dengan perlakuan dengan pisau baik pada 20 HST maupun 40 HST. Rata-rata kedalaman parit yang dihasilkan pada 40 HST baik furrower berpisau maupun furrower tanpa pisau lebih kecil daripada pada 20 HST. hal ini disebabkan oleh perbedaan keadaan tanah pada saat pengujian, pada saat pengujian 40 HST tanah lebih berair dibanding pada saat pengujian 20 HST. Parit yang lebih terbentuk lebih dekat ke akar padi akan membuat lebih banyak akar yang dapat melakukan oksidasi langsung dengan udara, tapi jika lebar kerja alat yang terlalu dekat tanaman akar merusak tanaman padi pada proses penyiangan, jadi diperlukan analisis untuk mendapatkan jarak kerja yang paling baik untuk desain furrower
18
Tahanan Penetrasi Penurunan nilai tahanan penetrasi tanah yang diukur dengan penetrometer SR2 setelah penyiangan baik dengan pisau maupun tanpa pisau pada kedalaman 10 cm ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Penurunan tahanan penetrasi Penurunan tahanan penetrasi tanah (kg/cm2) Sampel DP 20 HST TP 20 HST DP 40 HST TP 40 HST 1 0.8 0.4 0.4 0.4 2 0.2 0.2 0.4 3 0.4 0.4 0.4 4 0.4 1.0 0.6 0.4 5 0.4 0.6 0.4 0.8 6 0.6 1.0 0.8 0.4 7 0.2 0.8 0.4 0.8 8 0.2 0.8 0.8 0.2 9 0.8 0.4 0.6 0.2 10 0.6 0.6 0.4 11 0.4 0.4 0.6 0.4 12 1.4 0.4 0.4 0.8 13 1.0 0.4 0.4 0.4 14 0.4 0.2 0.1 0.4 15 0.8 1.0 0.4 0.4 Rata-Rata 0.56 0.53 0.5 0.4 Catatan: Tahanan penetrasi furrower berpisau tidak berbeda nyata tahanan penetrasi furrower tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 20 HST. Tahanan penetrasi furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap tahanan penetrasi furrower tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 40 HST
Tahanan penetrasi pada uji 20 HST antara furrower berpisau dan tidak menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata, ini disebabkan karena baik berpisau maupun tidak furrower memiliki kemampuan memecah tanah yang hampir sama, dan ini juga disebabkan oleh titik pengambilan sampel yang berada di tengah, posisi kerja yang dilalui oleh furrower berpisau dan furrower tanpa pisau. Hasil uji Anova juga menunjukkan bahwa pada pengujian 40 HST furrower berpisau maupun tidak berpisau tidak berbeda nyata. Tapi penggunaan furrower baik berpisau atau tidak, berpengaruh terhadap penurunan nilai tahanan penetrasi tanah, karena keduanya memiliki fungsi pemecah tanah ketika melewati jalur padi untuk perawatan.
19
Pengaruh Pemutusan Akar Padi Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Jumlah Akar Padi Pengamatan terhadap pertumbuhan akar padi dilakukan 1 minggu setelah penyiangan masing-masing pada umur 27 dan 47 HST. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah akar 1 minggu setelah perlakuan
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-Rata
27 HST Furrower Furrower Tanpa Berpisau Pisau 229 203 186 197 210 210 201 221 187 195 198 196 186 193 197 201
191 182 212 172 195 177 186 184 188 183 194 178 188 211 184 188
47 HST Furrower Furrower Kontrol Tanpa Berpisau Pisau 158 170 194 194 181 148 185 179 156 172 169 175 166 173 165 172
338 346 348 328 352 376 338 360 356 352 355 345 358 346 348 350
303 309 302 290 281 298 297 307 322 303 298 296 297 290 304 300
Kontrol 234 241 246 241 254 253 251 247 248 255 268 251 248 257 246 249
Catatan: Jumlah akar padi perlakuan furrower tanpa pisau berbeda nyata terhadap jumlah akar padi perlakuan furrower berpisau pada taraf 5% dengan umur 27 HST. Jumlah akar padi perlakuan tanpa pisau berbeda nyata terhadap jumlah akar padi perlakuan dengan pisau pada taraf 5% dengan umur 47 HST. Data yang diambil bukan data berpasangan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah akar padi hasil penyiangan dengan furrower berpisau lebih banyak daripada yang tidak memakai pisau dan kontrol seperti yang tercantum pada Tabel 11. Hasil uji Anova menunjukkan jumlah akar padi yang disiang memakai furrower berpisau berbeda nyata dengan furrower tanpa pisau masing-masing pada umur 27 dan 47 HST pada taraf nyata 5%. Hasil uji Anova juga menunjukkan jumlah akar padi pada penggunaan furrower berbeda nyata dengan kontrol, baik berpisau maupun tidak pada taraf nyata 5%.
20
Biomassa Biomassa padi ditimbang secara keseluruhan mencakup akar, batang, daun, dan buah. Pengambilan sampel dilakukan pada HST 90 dan datanya tersaji pada Tabel 12. Tabel 12. Biomasa tanaman padi pada umur 90 HST
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Biomassa tanaman padi 90 HST (kg/rumpun) Penyiangan Tanpa Penyiangan Dengan Kontrol Pisau Pisau 0.20 0.34 0.33 0.22 0.33 0.35 0.19 0.32 0.36 0.21 0.30 0.36 0.18 0.31 0.40 0.20 0.32 0.39 0.19 0.29 0.40 0.20 0.28 0.38 0.21 0.29 0.37 0.22 0.29 0.36 0.20 0.30 0.37
Catatan : Biomassa diukur setelah sampel dijemur selama 3 hari untuk mendapatkan berat kering dari biomassa tanaman padi
Hasil uji Anova menyatakan bahwa perlakuan furrower berpisau dan tanpa pisau menghasilkan nilai yang berbeda nyata dengan kontrol pada taraf nyata 5 %. Dengan hasil penyiangan dengan pisau mendapat hasil biomassa tertinggi, lalu disusul oleh hasil pada lahan penyiangan tanpa pisau dan kontrol menempati hasil terbawah.
21
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1.
2.
3. 4.
5.
6.
Furrower modifikasi dibuat berdasarkan 2 fungsi utama yang diinginkan yaitu menutup gulma dengan tanah dan pemutusan akar. Furrower bekerja pada kedalaman 5-15 cm dengan pisau yang dipasang pada jarak 10 cm dari bagian atas furrower dan ditempatkan di pinggir furrower seperti sayap. Pisau menjadikan lebar furrower menjadi 24 cm pada modifikasi 1 dan 30 cm pada modifikasi 2. Penambahan lebar kerja pisau tidak berpengaruh pada kerebahan tanaman padi. Efisiensi penyiangan gulma pada lahan percobaan furrower modifikasi berpisau adalah 53.1 % pada 20 HST dan 73.8 % pada 40 HST, ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengujian dengan menggunakan furrower tanpa pisau yaitu 55.7 pada 20 HST dan 73.5 pada 40 HST. Presentasi akar yang terppotong pada lahan uji furrower berpisau sebesar 11.8 % dan 16.6 % . Pengoperasian furrower berpisau di lahan menyebabkan penurunan bulk density dan tahanan penetrasi tanah, sedangkan pengoperasian furrower tanpa pisau hanya menyebabkan penurunan tahanan penetrasi saja. Pertumbuhan akar padi setelah penyiangan meningkat signifikan pada lahan yang diolah dengan furrower berpisau maupun tidak, tapi peningkatan jumlah akarnya lebih banyak pada lahan perlakuan furrower berpisau. Hasil pengukuran biomassa menunjukkan lahan yang disiang dengan furrower menghasilkan biomassa lebih tinggi daripada perlakuan furrower tanpa pisau dan kontrol (tanpa disiang dan tanpa dipotong akar).
Saran 1.
2. 3. 4.
Pengoperasian furrower yang ditarik walking type cultivator sebaiknya digunakan di lahan yang macak-macak dengan kondisi air cukup agar mempermudah kerja alat dan menghindari penumpukan tanah di ban. Perlu dilakukan perbaikan desain pisau, seperti pembuatan pisau bergerigi agar bidang sentuh pisau dan akar meningkat. Perlu dikembangkan desain yang lebih baik agar gulma tidak menyangkut pada furrower. Untuk meyakinkan pengaruh pemutusan akar terhadap pertumbuhan akar dan pertumbuhan biomassa tanaman perlu dilakukan penelitian agronomis yang lebih lengkap di lahan yang lebih terkontrol.
22
DAFTAR PUSTAKA Ampong-Nyarko K, Datta DSK. 1991. A Hand Book for Weed Control in Rice. IRRI. Manila. Philipines. 121p. Boers A. 2003. Ridgers. www.aenf.wageningen-ur.nl/equip/ridger.html Department of Agricultural Engineering and Physics Wageningen University. [10 Juni 2014] Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A Primer. FAO. USA. FAO Forestry Paper No. 134:10-13. Daywin FJ, Godfried S, Lapu K, Moeljarno D, Siswadhi S. 1983. Motor Bakar dan Traktor Pertanian. Depertemen Mekanisasi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Datta DSK. 1981. Principles and practices of rice production. John Wiley & Sons, Inc. pp 89-419. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. Mackill DJ. 1996. Rainfed Lowland Rice Improvement. IRRI, Manila 242p Madjid A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Unsri. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya Parinata IG. 2013. Modifikasi dan Uji Kinerja Alat Penyiang Gulma Dengan Menambahkan Fungsi Pemutus Akar Untuk Padi Sawah (Oryza Sativa). Skripsi. Institut Pertanian Bogor Pahruddin A, Maripul, Dida PR. 2004. Cara tanam padi sistem legowo mendukung usaha tani di desa bojong, cikembar, sukabumi. Buletin Teknik Pertanian 9 (1) : 10-12 Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta. Smith HP, Wilkes LH. 1976. Farm Machinery and Equipment, Sixth Edition. Mc Grow Hil Company Ltd, New Delhi. Sofyan M. 2006. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Laju Infiltrasi Tanah. Bogor: Skripsi. Program studi Ilmu tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Suardi D. 2002. Perakaran padi dalam hubungannya dengan toleransi tanaman terhadap kekeringan dan hasil. Jurnal Litbang Pertanian 21 (3) : 100-108 Sudarmo S. 1990. Pengendalian Serangga Hama Penyakit dan Gulma Padi. Kanisius. Yogyakarta. Sundaru M. 1976. Beberapa Jenis Gulma pada Padi Sawah. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. Surowinoto S. 1980. Budidaya Tanaman Padi Sawah. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sutidjo D.1980. Dasar-Dasar Ilmu Pengendalian/Pemberantasan Tumbuhan Pengganggu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
23
Lampiran 1. Gambar teknik furrower modifikasi pada 20 HST (Lebar Kerja 24 cm)
24
Lampiran 2. Gambar teknik furrower modifikasi pada 40 HST (Lebar Kerja 30 cm)
25
Lampiran 3. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
Hasil Penyiangan Gulma Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) 4 2 4 3 15 12 19 8 17 4 22 8 10 3 5 4 8 4 12 4 9 4 7 3 13 5 11 3 6 3 11 5.7
Efisiensi Penyiangan (%) 50.0 25.0 20.0 57.9 76.5 63.6 70.0 20.0 50.0 66.7 55.6 57.1 61.5 72.7 50.0 53.1
Lampiran 4. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
Hasil Penyiangan Gulma Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) 6 3 7 3 11 5 12 6 16 3 13 2 9 5 8 3 8 6 12 5 9 3 7 4 13 6 11 5 6 3 9.9 4.1
Efisiensi Penyiangan (%) 50.0 57.1 54.5 50.0 81.3 84.6 44.4 62.5 25.0 58.3 66.7 42.9 53.8 54.5 50.0 55.7
26
Lampiran 5. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 40 hari
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
Hasil Penyiangan Gulma Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) 70 21 53 18 81 17 63 16 53 11 41 14 67 20 75 24 91 15 84 19 69 21 82 26 75 23 77 15 64 9 69.7 17.9
Efisiensi Penyiangan (%) 70.0 66.0 79.0 74.6 79.2 65.9 70.1 68.0 83.5 77.4 69.6 68.3 69.3 80.5 85.9 73.8
Lampiran 6. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 40 hari
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
Hasil Penyiangan Gulma Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) 73 19 81 21 54 19 57 15 69 12 67 13 72 21 75 22 83 17 87 18 73 23 84 28 73 22 69 20 64 15 72.1 19.0
Efisiensi Penyiangan (%) 74.0 74.1 64.8 73.7 82.6 80.6 70.8 70.7 79.5 79.3 68.5 66.7 69.9 71.0 76.6 73.5
27
Lampiran 7. Pengukuran tahanan penetrasi tanah 20 HST
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-Rata
Tahanan Penetrasi 20 HST (kg/cm2) Furrower Dengan Pisau Furrower Tanpa Pisau Sebelum Sesudah Penurunan Sebelum Sesudah Penurunan 1.8 1 0.8 1.6 1.2 0.4 1 1 0 1.2 1 0.2 1.6 1.2 0.4 1.4 1 0.4 1.2 0.8 0.4 1.8 0.8 1 1.8 1.4 0.4 1.4 0.8 0.6 2.2 1.6 0.6 1.6 0.6 1 1.8 1.6 0.2 2 1.2 0.8 1.6 1.4 0.2 1.8 1 0.8 1.8 1 0.8 1.6 1.2 0.4 2.2 1.6 0.6 1 1 0 2 1.6 0.4 1.8 1.4 0.4 2.4 1 1.4 1.6 1.2 0.4 2.2 1.2 1 1.4 1 0.4 1.8 1.4 0.4 1.6 1.4 0.2 1.6 0.8 0.8 1.8 0.8 1 1.8 1.24 0.56 1.57 1.04 0.53
Lampiran 8. Pengukuran tahanan penetrasi tanah 40 HST Tahanan Penetrasi 40 HST (kg/cm2) Furrower Dengan Pisau Furrower Tanpa Pisau Sampel Sebelum Sesudah Penurunan Sebelum Sesudah Penurunan 1 1.6 1.2 0.4 1.8 1.4 0.4 2 1.2 1 0.2 2.2 1.8 0.4 3 1.4 1 0.4 1.4 1.4 0 4 1.8 1.2 0.6 1.6 1.2 0.4 5 1.6 1.2 0.4 1.8 1 0.8 6 2.2 1.4 0.8 1.4 0.8 0.6 7 2.4 1 1.4 1.6 0.8 0.8 8 1.4 1 0.4 1.2 1 0.2 9 1.8 1.2 0.6 1.4 1.2 0.2 10 2 1.4 0.6 1.8 1.1 0.7 11 2.2 1.6 0.6 2 1.6 0.4 12 1.6 1.2 0.4 2.6 1.8 0.8 13 1.2 0.8 0.4 1.6 1.2 0.4 14 1.6 1.6 0 1.8 1.4 0.4 15 1.8 1.4 0.4 1.4 1 0.4 Rata-Rata 1.7 1.2 0.5 1.7 1.2 0.5
28
RIWAYAT HIDUP Agrha Adi Prayogo lahir di Sumedang 16 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Mulyanto M. dan Eros Rostika. Penulis menyelesaikan pendidikan menengahnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Cirebon pada bulan Juni 2007 dan mendaftar sebagai mahasiswa IPB melalui Jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun yang sama. Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi yaitu menjabat sebagai pengurus organisasi masyarakat daerah (OMDA) IKC (Ikatan Kekeluargaan Cirebon) 2009-2011, menjadi anggota di komunitas penulis tanda baca!, reporter dan layouter untuk TechnoMagz, majalah internal Fakultas Teknologi Pertanian IPB pada 2009, lalu mengikuti lomba pembuatan film dokumenter “Eagle Awards” dan menjadi finalis pada tahun 2009 dengan film dokumenter berjudul "Sang Pengumpul Asap”. Penulis juga pernah menjadi enumerator dan data analyst untuk Lembaga Survey Nasional (LSN) untuk survey politik yang dilaksanakan di Jakarta dan Jawa Barat pada tahun 2009-2011. Penulis menjadi freelance di Metro TV dan menjadi director untuk acara Behind The Scene Eagle Awards 2012 Indonesia Tangguh. Selain itu penulis juga mengerjakan film dokumenter untuk Eagle Doc Series pada 2013 dengan judul film Kalam Untuk Negeri dan menjadi freelance researcher untuk Eagle Institute sampai sekarang. Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang pada Juni-Agustus 2011 di SMART (Sinar Mas Agro Resources Tbk) PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Langling, Jambi dengan judul Aspek Keteknikan dalam Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.