MODELANALISIS GEO-SPASIAL PENENTUAN JALUR TRANSPORTASI INDUSTRI CRUDE PALM OILMENGGUNAKAN ALGORITMA DJIKSTRA I Ketut Gunarta1; Eriyatno2; Anas Miftah3; Fauzi; B.S. Kusmuljono4 1
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Gedung Teknik Industri – ITS, Sukolilo, Surabaya 2, 3, 4 Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor PO Box 220, Bogor, 16002
ABSTRACT Product transportationforcrude palm oil is a complex problem. The complexity is caused by the spread of the location of the oil palm plantationsand mills, the current and potential transportation network, the capacity constraint of each oil factory, the perishable characteristics of the product, the limited of port and port capacity which also depends on their geographical location and the supply fluctuation from plantationsto the factories due to their age.This paper will give an alternative solution which has not yet discussed in the earlier publications by providing a decision alternative related to product transportation from oil mills to ports using GIS based network analyst. The solution is a decision support system that integrate GIS and shortest path model. Spatial decision support system which has built have the capability to accomodate transportation network condition to find the best path from oil mills to the portswhich can be used for further decision making.This research shows that the short distance is not always as the fastest path and the lowest cost due to the condition of the network. The selection of development strategy in CPO agroindustry and the improvement of transportation infrastructures will be able to improve the performance of CPO industry significantly. Keywords: GIS, Crude Palm Oil, Spatial Analysis Model
ABSTRAK Transportasi produk CPO merupakan permasalahan yang kompleks. Kompleksitas permasalahan disebabkan oleh sebaran lokasi dari kebun kelapa sawit (KKS) dan pabrik CPO (PKS), jaringan transportasi eksisting, kendala kapasias masing-masing pabrik, karakteristik perishable dari produk, keterbatasan pelabuhan dan kapasitasnya yang juga bergantung dengan lokasi geographisnya serta fluktuasi pasokan dari kebun kelapa sawit ke pabrik yang dipengaruhi oleh umur tanaman.Makalah ini memberikan alternatif solusi yang belum didiskusikan pada publikasi-publikasi yang adadengan menyediakan alternatif keputusan transportasi produk dari pabrik ke pelabuhan menggunakan network analyst berbasis GIS. Solusinya adalah sistem pendukung keputusan yang mengintegrasikan model GIS dengan model shortest path. Sistem pendukung keputusan berbasis spasial yang dibangun ini memiliki kapabilitas untuk mengakomodasi kondisi jaringan transportasi untuk menemukan jalur terbaik dari pabrik CPO menuju ke pelabuhan muat untuk digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jarak yang terpendek tidak selalu merupakan jalur yang tercepat dan termurah karena kondisi jaringan transportasi yang ada. Pemilihan strategi pengembangan agroindustri CPO yang mempertimbangkan kondisi jaringana transportasi dan peningkatan infrastruktur transportasi akan dapat meningkatkan kinerja industri CPO secara signifikan khususnya pada area kajian yang dilakukan. Kata kunci: GIS, Crude Palm Oil, Model Analisis Spasial
Modelanalisis Geo-Spasial… (I Ketut Gunarta; dkk)
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil – CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun 1985, produksi minyak sawit Indonesia baru mencapai 1,3 juta ton. Namun, pada tahun 2007 dengan cepat produksi CPO Indonesia telah berhasil melampaui total produksi CPO Malaysia (Akyuwen & Sulistyanto, 2010; Edser, 2010; Syaukat, 2010). Menurut data dari Kementrian Perdagangan RI (2011), hasil produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 yang baru saja berlalu sebesar 23 juta ton. Dari angka tersebut, 17,5 juta ton diekspor ke berbagai negara dengan China sebagai pembeli utama. Dengan harga per ton pada akhir tahun tersebut mencapai lebih dari USD 1,000 (Kurniawan, 2011) maka nilai pendapatan dari sektor CPO mendekati 150 triliun. Saat ini Indonesia dan Malaysia menghasilkan 83% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia dan menguasai 89% ekspor global (Edser, 2010). Meskipun Industri kelapa sawit saat ini telah menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi Indonesia dan masyarakatnya, namun masih cukup banyak tantangan yang belum berhasil diatasi dengan baik terkait dengan industri ini. Tantangan tersebut datang baik dari dalam maupun luar Indonesia. Dari dalam negeri sendiri, tantangan paling utama yaitu dari ketersediaan infrastruktur pelabuhan dan transportasi untuk kemudahan pengapalan hasil produksi (Supriyadi, 2010; Ashari, 2011). Petani masih mengalami kesulitan membawa hasil panennya sehingga kuantitas maupun kualitas produksi menjadi tidak optimal. Di negara tetangga misalnya Malaysia, ketersediaan sarana infrastruktur yang baik memberi kemudahan bagi para petani mengangkut hasil panennya untuk dijual kembali. Tantangan kedua, berasal dari luar Indonesia terkait isu lingkungan. Pada tahun 2010, telah ditandatangani letter of intent (LOI) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Norwegia, di mana disebutkan bahwa izin baru konversi hutan alam dan gambut dihentikan selama dua tahun dimulai pada Januari 2011. Artinya, dengan pembatasan lahan baru bisa menghambat ekspansi produksi kebun sawit (Wilkinson & Rocha, 2008). Pengembangan industri maupun lebih spesifik lagi untuk industri agro, bagaimanapun akan terkait dengan masalah lokasi dan alokasi. Lokasi dalam hal ini merujuk pada dimana aktivitas produksi tersebut berada di permukaan bumi atau letak geografisnya (Chapman, 2009). Sementara alokasi merujuk pada seberapa baik industri tersebut dapat memenuhi permintaan yang ada dari posisinya tersebut (Sommer & Wade, 2006). Seberapa baik industri dapat melayani permintaan yang ada tentu saja sangat bergantung dengan kondisi jaringan transportasi yang berkorelasi terhadap waktu dan biaya transportasi. Biaya transportasi sendiri menurut Beenhakker (2010) memiliki kontribusi terhadap total biaya produk yang cukup besar. Hampir 30 persen dari total harga pokok produk CPO maupun produk-produk agroindustri lainnya merupakan biaya distribusi dan transportasi. Permasalahan pabrik menuju ke pelabuhan muat merupakan masalah yang kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:sebaran dari kebun kelapa sawit, kapasitas dari kebun kelapa sawit yang bervariasi, sebaran dan kapasitas dari pabrik CPO, kondisi jaringan transportasi yang ada serta karakteristik yang perishable dari produk. Melihat kompleksitas dari permasalahan yang ada, diperlukan sebuah sistem yang dapat membantu mengambil keputusan baik yang bersifat strategik maupun operasional bagi para pemangku kepentingan yang terkait agar dapat meningkatkan keunggulan bersaing dari agroindustri minyak kelapa sawit ini. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun model yang dapat digunakan untuk menentukan jalur transportasi yang terbaik untuk pengiriman CPO melalui pelabuhan muat dengan
2
INASEA, Vol. 13 No.1, April 2012: 1-11
mengakomodasi atribut spasial dari kebun kelapa sawit (KKS), pabrik CPO (PKS), Jaringan Jalan dan Pelabuhan Muat.
METODE Tahapan Penelitian Metode pengembangan sistem yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode systemprototyping (Turban, Sharda et al., 2011). Prototyping merupakan metode pengembangan sistem yang melibatkan proses pembentukan model (versi) sistem secara iteratif untuk menghasilkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pendekatan seperti ini merupakan implementasi dari konsep think small strategize big dari Turban et al.(2011). Metode ini menekankan pada aspek pencapain produk akhir secepat mungkin. Setelah diimplementasikan untuk pertama kalinya, prototipe sistem dapat segera dievaluasi oleh pengguna untuk memastikan apakah sudah memenuhi kebutuhan atau belum. Tahapan-tahapan dalam penelitian untuk membangun prototipe sistem pendukung keputusan pengembangan agroindustri CPO berbasis spasial ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Tahapan penelitian rancang bangun prototipe sistem pendukung keputusan pengembangan agroindustri berbasis spasial
Kerangka Pemikiran Pengembangan industri tidak terkecuali agro-industri minyak kelapa sawit, pada akhirnya harus dapat memberikan value yang optimal bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada. Upaya pengembangan untuk meraih value yang optimal inimau tidak mau harus mempertimbangkan masalah lokasi dan alokasi. Lokasi dalam hal ini merujuk pada dimana aktivitas produksi tersebut berada di permukaan bumi atau letak geografisnya (Chapman, 2009). Sementara alokasi merujuk pada seberapa baik industri tersebut dapat memenuhi permintaan yang ada dari lokasi atau posisinya tersebut (Sommer and Wade, 2006). Seberapa besar value atau nilai yang dicapai oleh entitas usaha dalam rantai nilai agro-industri minyak kelapa sawit ini, ditentukan oleh seberapa baik entitas usaha itu dapat melayani permintaan yang ada. Upaya untuk memperoleh alokasi yang optimal dari sumber pasokan kebun kelapa sawit (KKS) menuju ke pabrik minyak kelapa sawit (PKS) dan seterusnya menuju ke industri pengolahan berikutnya atau pelabuhan muat, pelabuhan tujuan akhirnya sampai ke pelanggan bergantung
Modelanalisis Geo-Spasial… (I Ketut Gunarta; dkk)
3
dengan banyak hal, antara lain: (1) letak geographis dari masing-masing entitas usaha yang terlibat, (2) kondisi jaringan transportasi dan komunikasi yang menghubungkan antara entitas, serta (3) kapasitas dan permintaan akan produk yang ada. Tidak seperti industri lain yang mengolah bahan baku non pertanian, kapasitas produksi agro-industri ini sangat bergantung dengan sumber pasokan yang dinamis atau merupakan fungsi dari waktu. Biaya transportasi yang mengkonsumsi kurang lebih 30% dari biaya produk agroindustri (Beenhakker, 2010) dan merupakan non value added cost (Hilton, 2009) diupayakan untuk diminimalkan sebagai bahan pertimbangan untuk merancang konfigurasi rantai nilai yang optimal. Gambaran dari kerangka pemikiran dalam penelitian ini yang berupaya untuk memperoleh jalur transportasi produk industri CPO yang terbaik, secara diagramatis dapat dlihat pada Gambar 2 berikut ini. Kerangka pemikiran ini sekaligus menjadi kerangka sistem pendukung keputusan yang akan dibangun dalam penelitian. MULAI
Peta Lokasi KKS
Peta Lokasi Pabrik CPO
Peta Lokasi Pelabuhan
Peta Jalur Transportasi Eksisting
Basic Digital Map Wilayah
Peta Tematik Lainnya
Layering Data Overlay
Data Tabular
Relation
Viewing
Algoritma Djikstra
Shape File
Analisis Spasial
View Informasi
View Teranalisis
SELESAI
Gambar 2 Kerangka pemikiran
4
INASEA, Vol. 13 No.1, April 2012: 1-11
Model yang digunakan untuk menentukan lintasan yang terbaik dari pabrik CPO menuju ke pelabuhan muat adalah model heuristik menggunakan algoritma Djikstra. Gambar 3 berikut ini menunjukkan langkah-langkah utama pada algoritma Djikstra (Chou, 1996) yang ditampilkan dalam bentuk diagram alir. Mulai
Identifikasi node asal dan tujuan sebagai V1 dan V2
Tetapkan V1 sebgai T‐Node
Tetapkan T‐Node sebagai “Permanen” dan update status record set
Identifikasi node tentatif yang terhubung ke V1 yang memiliki bobot terendah dan tetapkan sebagai T‐Node
T‐Node = V2?
Berdasarkan informasi pada record set, kerjakan sampai diperoleh V1. Node‐node ini merepresentasikan rute terbaik
Selesai
Gambar 3 Algoritma Djikstra untuk Penentuan Jalur Terbaik
Tata Laksana Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara, survey, dan Focus Group Discussion (FGD). Pengumpulan data sekunder diperoleh dari BPS, Bakosutranal, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah, Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit dan CPO.Pengumpulan data spasial terkait dengan beberapa node kebun, pabrik CPO dan jaringan jalan dilakukan dengan menggunakan teknologi GPS seperti yang terlihat pada Gambar 4 berikut ini. Sementara untuk peta daerah dan jalan diolah dari peta yang diperoleh dari Bakosutranal dan digitasi dari peta yang tersedia.
Modelanalisis Geo-Spasial… (I Ketut Gunarta; dkk)
5
SATELIT GPS
ANTENNE GPS
MODUL PENGENDALI GPS
DATA FORMAT CONVERSION
GIS DATA STORAGE WAYPOINT UNTUK KEBUN, PABRIK, PELABUHAN DAN PELANGGAN
Gambar 4 Teknik Pengumpulan Data dengan Teknologi GPS
HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Model Gambaran Sistem Secara lengkap sistem rantai usaha agroindustri crude palm oil (CPO) digambarkan pada Gambar 5 berikut ini.
Perkebunan Kelapa Sawit
Pabrik Kelapa Sawit
Pelabuhan Asal
Pelabuhan Tujuan
Industri Hilir CPO
i = Indeks Kebun Kelapa Sawit
w = Indeks Pelabuhan Muat
l = Indeks Pelabuhan Tujuan
j = Indeks Pabrik CPO
h = indeks untuk industri hilir
m = Indeks untuk pasar
Pasar
Gambar 5 Rantai Usaha Agroindustri CPO
6
INASEA, Vol. 13 No.1, April 2012: 1-11
Kebun kelapa sawit (KKS) menghasilkan tandan buah segar sebagai bahan baku pabrik minyak kelapa sawit (MKS). Tandan buah segar yang dihasilkan, sangat bergantung dengan umur dari tanaman tersebut. 3 tahun setelah penanaman, KKS dapat menghasilkan rata-rata sekitar 7 ton per ha nya dan naik terus sampai tahun ke 12 sekitar 28 ton per ha. Selanjutnya produktivitas tanaman kelapa sawit akan menurun secara gradual sampai tahun ke 25 hanya menghasilkan sebesar 17 ton per ha nya. Setelah umur 25 tahun, tanaman kelapa sawit sudah tidak dimungkinkan untuk dipanen karena terlalu tinggi. Setiap ton produk minyak kelapa sawit secara normal membutuhkan kurang lebih 5 ton tandan buah segar (TBS) dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan (Pahan, 2010). Minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh PKS selanjutnya dikirimkan ke pelanggan untuk diproses lebih lanjut melalui pelabuhan-pelabuhan pemuatan yang terdekat dengan lokasi pabrik. Lokasi pelabuhan muat yang ada di Indonesia secara geographis pada umumnya berjarak cukup jauh dari PKS dan memiliki infrastruktur transportasi yang pada umumnya juga belum memadai dibandingkan dengan konstribusi dari komoditas ini terhadap pendapatan Negara. Rancangan Basis Data Sistem penunjang keputusan pengembangan agroindustri CPO terbangun oleh sistem basis data yang teridiri dari beberapa entitas yang saling terhubung. Keterkaitan antar entitas yang membangun sistem basis data dengan atribut-atribut yang penting digambarkan pada Gambar 6 berikut ini. Entitasentitas yang terdapat pada rantai usaha seperti yang tergambarkan pada
Gambar 5 akan menjadi layer pada GIS yang dibangun. Jalan Kabupaten Propinsi PK
PK,FK1,FK2,FK3 ID_Kabupaten
ID_Propinsi FK5
FK4
KKS
FK5
PK
ID_Kabupaten Nama_KKS Longitude Lattitude Luas_Areal Tahun_Tanam
Tahun
FK2
ID_Kabupaten Nama_Jalur Longitude Lattitude Length Kondisi Biaya KecMax Max Berat
Produktivitas_KKS
ID_KKS
PK
ID_Jalur
ID_Propinsi ID_KKS ID_PKS ID_Jalan ID_Jalur
Nama_Propinsi
PK
PK
Alat_Angkut
ID_Umur
PK
Produktivitas PK
ID_PKS
FK2
ID_Kabupaten Nama_PKS Longitude Lattitude Kapasitas_Produksi
Kapasitas Kecepatan_Max Biaya
Supply KKS Pelabuhan
ID_Tahun Tahun
ID_Alat_Angkut
PKS
FK2 FK3 FK4
PK
ID_KKS ID_Tahun ID_Umur SP KKS‐PKS SP PKS‐PORT FK1 FK2 FK4 FK3
ID_KKS ID_PKS ID_AlatAngkut ID_Jalur Cost ID_Alat_Angkut
FK2 FK1 FK4 FK3
ID_Pelabuhan Nama_Pelabuhan Lattitude Longitude Kedalaman Loading Rate Unloading Rate Kapasitas Tanki
ID_PKS ID_Pelabuhan ID_AlatAngkut ID_Jalur Cost ID_Alat_Angkut
Gambar 6 Keterkaitan antar Entitas Pembangun Basis Data Sistem Alokasi
Gambar 7 berikut ini memperlihatkan sebaran kebun kelapa sawit, pabrik kelapa sawit dan pelabuhan pada lokasi kajian. Terdapat 29 area perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh masyarakat, swasta maupun BUMN seluas 351.895 ha dan 13 pabrik kelapa sawit dengan total
Modelanalisis Geo-Spasial… (I Ketut Gunarta; dkk)
7
kapasitas sebesar 595 ton per jam. Sebanyak 3 pelabuhan utama yang melayani pengiriman produk keluar dari daerah tersebut untuk diproses lebih lanjut menjadi produk-produk hilir.
L o k a s i S tu d i
x{
x{ x{ {xx{x{ x{ x{
Î
x{
x{
x{ {x x{ x{ x{x{Î x{ x{ x{ Î
N W
E S
200
0
200
400
K ilo m e te r s
Gambar 7 Sebaran KKS, PKS dan Pelabuhan serta Jaringan Transportasi
Jaringan transportasi jalan dibagi menjadi beberapa ruas atas dasar kesamaan kesamaan atribut yang dimiliki terkait dengan kondisi jalan yang dimiliki. Atas dasar kesamaan atribut tersebut terdapat 118 ruas jalan dengan kondisi sebagaimana yang tertera pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Kondisi Ruas Jalan pada Lokasi Kajian
KONDISI RUAS JALAN Sangat Baik Baik Rusak TOTAL
JUMLAH 18 52 48 118
KECEPATAN >70 50 ‐ 70 <50
Sebagaimana yang tergambar pada Gambar 8, Pabrik CPO tersebar secara geographis dan berada di dekat pusat-pusat perkebunan kelapa sawit agar waktu yang dibutuhkan untuk memasok tandan buah segar bisa secepat mungkin sehingga kualitas bahan tetap terjaga dengan baik. Namun,tidak semua fasilitas-fasilitas yang ada terjangkau oleh jaringan transportasi yang ada dalam radius waktu pengiriman yang optimal.
Gambar 8 Analisis Proximity Jaringan Transportasi terhadap Fasilitas
8
INASEA, Vol. 13 No.1, April 2012: 1-11
Dengan menggunakan model argoritma Djikstra, dengan asumsi kondisi seperti yang ada saat penelitian dilakukan, maka diperoleh jalur-jalur terbaik dari kebun kelapa sawit menuju ke pabrik pengolahan dan dari pabrik menuju ke pelabuhan. Jalur terbaik dalam hal ini dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu: jalur terpendek, jalur tercepat dan jalur termurah. Hasil analisis jalur terbaik dengan menggunakan algoritma Djikstra ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini.Atas dasar hasil yang ada, ternyata jalur yang terpendek di lokasi penelitian tidak selalu sama dengan jalur tercepat dan termurah yang disebabkan oleh kondisi jalan yang ada. Berdasarkan analisis proximity dan jarak yang telah dilakukan, ternyata area terdekat belum tentu menghasilkan jarak yang terbaik karena ternyata tidak ada jaringan transportasi yang saat ini menghubungkan antara fasilitas dan event yang ada. Oleh karena itu, berdasarkan gambaran yang diperoleh, sebaiknya Pemerintah dapat melakukan pengembangan infrastruktur secara tepat sehingga kinerja industri CPO di daerah kajian menjadi lebih optimal. Tabel 2 Jalur Terbaik dari Pabrik ke Pelabuhan Muat untuk Masing-masing Keriteria JARAK (M) PKS 02 PKS 03 PKS 09 PKS 10 PKS 12 PKS 13 PKS 14 PKS 15 PKS 16 PKS 17 PKS 18 PKS 19 PKS 20
P1
P2
P3
196,553 211,091 56,106 60,809 269,645 3,333 3,155 10,636 25,053 100,148 216,041 427,767 399,464
326,620 312,082 531,316 536,019 273,115 519,839 520,752 512,537 500,263 423,024 307,131 181,284 123,709
221,070 235,608 190,561 195,265 294,162 179,085 179,998 171,782 159,509 124,666 240,559 452,284 423,981
WAKTU (JAM) PKS 02 PKS 03 PKS 09 PKS 10 PKS 12 PKS 13 PKS 14 PKS 15 PKS 16 PKS 17 PKS 18 PKS 19 PKS 20
P1
P2
6.55 5.28 1.87 1.22 8.99 0.13 0.08 0.27 0.63 3.34 4.32 10.69 9.99
5.44 4.46 7.08 6.70 5.46 10.40 8.68 7.32 10.01 8.46 7.68 3.63 1.77
P3 3.16 2.95 2.38 2.79 3.68 2.56 2.25 2.15 2.28 1.92 3.44 6.03 6.06
BIAYA (RP/TON) PKS 02 PKS 03 PKS 09 PKS 10 PKS 12 PKS 13 PKS 14 PKS 15 PKS 16 PKS 17 PKS 18 PKS 19 PKS 20
P1
P2
137,587 126,654 39,274 39,526 80,893 2,000 1,577 5,318 15,032 70,104 43,208 85,553 79,893
163,310 187,249 265,658 375,213 54,623 311,903 312,451 358,776 250,131 211,512 61,426 36,257 24,742
P3 88,428 94,243 95,281 58,579 58,832 53,726 53,999 60,124 63,804 62,333 48,112 90,457 84,796
Terbaik sesuai kriteria
Hasil perhitungan dengan menggunakan algoritma Djikstra diperoleh bahwa berdasarkan kriteria jarak, 85% pabrik kelapa sawit lebih dekat mengirim produknya melalui pelabuhan P1, 15% melalui pelabuhan P2 dan 0% melalui pelabuhan P3. Berdasarkan kriteria waktu, 46% pabrik yang ada di daerah kajian lebih cepat jika mengirim hasil produksinya melalui pelabuhan muat P1, 15% melalui pelabuhan P2 dan 38% melalui pelabuhan P3. Sementara dengan menggunakan kriteria biaya pengiriman per ton produk, 54% pabrik yang ada lebih murah mengirim melalui pelabuhan P1, 23% melalui pelabuhan P2 dan 23% melalui pelabuhan P3.
PENUTUP Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di Dunia, namun, pengembangan industri ini masih menghadapi beberapa kendala yang kritikal. Salah satu kendala utama adalah terkait denganketersediaan dan buruknya kualitas infrastruktur transportasi yang ada untuk mendukung distribusi produk yang dihasilkan. Kondisi ini berakibat pada tingginya biaya yang tidak memiliki nilai tambah. Model analisis spasial dapat digunakan sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan pengembangan agroindustri dengan efektif dan efisien karena karakteristik permasalahan yang ada terkait dengan geographical location dan geographical network. Atas dasar analisis spasial pada network yang ada antara pabrik menuju ke Pelabuhan, diperoleh bahwa Pelabuhan P1 memiliki nilai pilihan mayoritas pabrik yang ada karena faktor
Modelanalisis Geo-Spasial… (I Ketut Gunarta; dkk)
9
kedekatan, waktu dan biaya yang terendah. Hal ini dikarenakan infrastruktur transportasi relatif lebih baik dibandingkan dengan jalur menuju pelabuhan P2 dan P3. Namun, apabila dilihat dari kapasitas pelabuhan yang ada, pelabuhan P1 memiliki keteterbatasan kapasitas kapal yang dapat berlabuh karena kedalaman perairan pelabuhan. Disamping itu pelabuhan P1 juga memiliki keterbatasan kapasitas tanki timbun yang tidak mungkin dapat melayani kebutuhan mayoritas pabrik di wilayah kajian. Pengembangan infrastruktur transportasi yang tepat akan memberikan akses yang sama bagi petani untuk menjual produknya dengan kualitas dan harga yang bersaing dengan perusahaanperusahaan perkebunan besar.Pada akhirnya,ketersediaan dan keterandalan infrastruktur transportasi ini akan dapat memberikan pemerataan ekonomi bagi masyarakat. Analisis spasial yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa di wilayah kajian masih memiliki ketidakseimbangan antara produksi TBS dengan kapasitas pabrik yang tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa ada peluang untuk investasi pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (PKS) di daerah kajian tersebut. Pendirian PKS pada wilayah kajian akan mengurangi jumlah TBS yang harus diangkut ke daerah lain yang jauh yang mengakibatkan penurunan kualitas dan harga.
Saran Pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya segera mengembangkan jaringan dan infrastruktur transportasi ke arah pelabuhan P2 dan P3 secara efektif agar beban pada pelabuhan P1 dapat berkurang dan total biaya transportasi turun. Makalah ini masih berfokus pada pencarian jalur eksisting yang terbaik untuk agroindusri CPO. Penelitian berikutnya masih terbuka untuk menentukan jumlah supply yang optimal dari masing-masing node ke node-node tahapan berikutnya berdasarkan hasil analisis jalur terbaik yang diperoleh pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Akyuwen, R., & Sulistyanto, A. I. (2010). The dynamics of Indonesia’s crude palm oil export. Asian Forum on Business Education Conference. IPB, Bogor. Ashari, A. H. (2011). Infrastruktur, soko guru industri sawit. Info Sawit, 5(12), 10-11. Beenhakker, H. L. (2010). Issues in agricultural marketing strategy. World Bank, Discussion Paper, Transportation Issues Series No. TRP7. Chapman, K. (2009). Industrial location. Elsevier. Chou, Y. H. (1996). Exploring spatial analysis in GIS. Onword Press. Edser, C. (2010). Growth in Malaysian & Indonesian palm oil production. Focus on Surfactants 2010(4): 2. Hilton, R. W. (2009). Managerial accounting: Creating value in a dynamic business environment. New York: McGraw-Hill. Kurniawan, I. E. (2011). Hijaukan bumi dengan menanam pohon sawit. Jakarta: Mitra Media Nusantara.
10
INASEA, Vol. 13 No.1, April 2012: 1-11
Pahan, I. (2010). Panduan lengkap kelapa sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Sommer, S., & Wade, T. (Eds). (2006). A to Z GIS: An illustrated dictionary of geographic information systems. Esri Press. Supriyadi. (2010). Tantangan industri CPO Indonesia. Harian Ekonomi Neraca. Jakarta. Syaukat, Y. (2010). Menciptakan daya saing ekonomi dan lingkungan industri kelapa sawit Indonesia. Agrimedia, 15(1), 17-19. Turban, E., & Sharda, R., et al. (2011). Decision support and business intelligence systems. New Jersey: Pearson. Wilkinson, J., & Rocha, R. (2008). Agro-industries trends, patterns and developmental impacts. Global Agroindustries Forum, Improving Competitiveness and Development Impact, New Delhi.
Modelanalisis Geo-Spasial… (I Ketut Gunarta; dkk)
11