MODEL USAHA KECIL GULA TUMBU BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN KUDUS JAWA TENGAH
A. SUTOWO LATIEF
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : MODEL USAHA KECIL GULA TUMBU BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN KUDUS JAWA TENGAH adalah hasil penelitian saya yang dibimbing Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS, Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng dan Dr. Ir. Muhadiono, M.Sc dan belum diajukan dalam bentuk apapun dalam perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2010
A. Sutowo Latief NRP. P061060181
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
ii
ABSTRACT
A. SUTOWO LATIEF. The Environmental Friendly Management of Brown Sugarcane Small Business Model in Kudus Regency of Central Java. Supervised by RIZAL SYARIEF, BAMBANG PRAMUDYA N and MUHADIONO. This research aims to build Model of Brown Sugarcane Small Business which is having vision of environment friendly in Kudus Regency of Central Java. This model consists of (1) sub model of sugarcane productivity, (2) sub model of quality improved, (3) sub model of financial analysis. Research method used combination of field experimental design, laboratory experimental design and survey with quesioner as interview guidence and also with direct observation at industrials location. The result of researh was sugarcane productivity with chemical fertilizer treatment: Po = 100%, P1 = 75%, P2 = 50%, and P3 = 25% from farmer’s habit, added liquid organic fertilizer. There are significant difference and the highest productity was P2 = 21.67 kg/m2 or 184 ton per hactare year. Cost of farming sugarcane save was Rp 697.500 per hectare year and farming benefit was Rp. 18.150.300 per hectare year. Improvement of brown sugarcane quality was done experimentally laboratory by sulphitasion method. Lime was added into cane juice up to pH 9 then add sulphite acid up to pH 7 and pH 8 in temperature 50ºC – 60ºC till boiled and filtering. Mature temperature were: 70ºC, 80ºC, 90ºC and 100ºC. The quality parameter or independent variable were: (1) water content, (2) sucrose content, (3) glucose content, (4) eficiency, (5) colour, (6) taste, (7) smell, and (8) hardness. The result of brown sugarcane fulfil first quality of SNI1-6237-2000, the best method mature cane juice in temperature 100°C, to pH 7. Labour total average 9 person per unit of Brown Sugarcane Small Business. The whole of household family of Brown Sugarcane Small Business in Kudus Regency are 1204 persons. Total Brown Sugarcane Small Business in Kudus Regency as much as 308 units. Added value magnitude were 29 %, worker share was 48 %, entrepreneur profit every day was Rp 235.707 or 14,5 %. Net profit every season mills during 5 months were Rp 30.641.910. The business activity of Brown Sugarcane Small Business proper carried out. Based on the value of NPV = Rp 57.451.031, IRR = 51 % wich as bigger than bank interrest , Net B/C = 2,17 > 1, and PBP =1,89 year, less than 5 years. Environment Friendly Management of Brown Sugarcane Small Business Model in Kudus Regency of Central Java is built based on financial that are alloyed of three sub model. The model is : TPDRB = Pp x Po x Lt x Ht + U x Hr x Bl {Bg x (1+Ph) x Hg – Ch} -{(Bg x Hg ) – Ch}. The model was designed by software excel so can be simulated with any options and assumtions. Key word: brown sugarcane, environment friendly, model , small bussines,
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
iii
RINGKASAN
A. SUTOWO LATIEF. Usaha Kecil Gula Tumbu Berwawasan Lingkungan di Kabupeten Kudus Jawa Tengah. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF, BAMBANG PRAMUDYA N dan MUHADIONO. Usaha Kecil Gula Tumbu adalah kegiatan usaha mengolah tebu menjadi gula merah yang disebut gula tumbu. Hal ini dilakukan oleh sebagian masyarakat kabupaten Kudus Jawa Tengah secara tradisional, turun temurun. Penelitian ini mengangkat masalah UKGT agar dikenal masyarakat lebih luas dengan membangun model UKGT berwawasan lingkungan yang terdiri dari (1) sub model produktivitas tebu, (2) sub model peningkatan mutu gula tumbu, (3) sub model analisis finansial. Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi, pertama rancangan percobaan lapang terhadap produktivitas tanaman tebu, yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) 4 kali perlakuan pemupukan dan 3 kali ulangan, kedua percobaan laboratorium untuk meningkatkan mutu gula tumbu melalui metode sulfitasi agar memenuhi mutu I sesuai SNI 1-6237-200 yaitu Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), 2 faktor pH, 4 faktor suhu dan 3 kali pengulangan (2 x 4 x 3) dan, ketiga survei dengan kuisioner sebagai panduan wawancara terhadap pengusaha gula tumbu dan observasi langsung di lokasi kegiatan produksi. Penggunaan pupuk kimia dalam jangka pendek dapat meningkatkan produktivitas tanaman, tetapi dalam jangka panjang justru merusak kesuburan tanah dan menurunkan produktivitas. Agar produktivitas stabil petani menggunakan pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun, akibatnya selain tanah semakin rusak, biaya masukan untuk menanam tebu semakin mahal karena harga pupuk kimia juga semakin mahal. Oleh karena itu perlu penelitian perlakuan pemupukan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia dan menambah pupuk organik cair Nd. Perlakuan pupuk kimia : Po = 100 %, P1 = 75 %, P2 = 50 %, dan P3 = 25 % dari kebiasaan petani, ditambah pupuk organik cair Nd dengan dosis 5 ml diencerkan dengan 1,5 l air bersih digunakan untuk tiap petak percobaan luas 25 meter persegi. Pemupukan dilakukan 2 kali dalam setahun, pemupukan kimia dan organik dilakukan selang 3 – 5 hari. Produktivitas tebu varitas R 579 sistem keprasan berdasar taraf signifikansi 5% menunjukkan perbedaan nyata. Sub model produktivitas tebu dirancang berdasar atas skenario, yaitu : (1) Po = 18,33 kg/m2 (156 ton/ha.tahun) keuntungan usahatani tebu = Rp.12.960.000/ha.tahun, (2) P2 = 21,67 kg/m2 (184 kg/ha.tahun) keuntungan usahatani tebu = Rp.18.150.300/ha.tahun, (3) P3 = 20,33 kg/m2 (173 ton/ha.tahun) keuntungan usahatani tebu Rp.16.901.850/ha.tahun. Gula tumbu merupakan salah satu produk pangan olahan, sehingga perlu diperhatikan agar gula tumbu bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan. Untuk meningkatkan mutu gula tumbu dimulai dari proses penjernihan nira dengan metode sulfitasi. Larutan kapur tohor ditambahkan kedalam nira hingga mencapai pH 9 kemudian ditambah asam sulfit hingga menjadi pH 7 dan pH 8 pada suhu 50ºC – 60ºC, dididih kemudian disaring. Selanjutnya kedua macam nira dipanaskan dengan berbagai
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
iv
perlakuan suhu, yaitu 70ºC, 80ºC, 90ºC, dan 100ºC. Parameter mutu atau variabel terikat yang diuji : (1) kadar air, (2) kadar sukrosa, (3) kadar glukosa, (4) rendemen, (5) warna, (6) rasa, (7) bau/aroma, dan (8) kekerasan. Gula tumbu hasil percobaan laboratorium telah memenuhi mutu I sesuai SNI 1-6237-2000. Sub model peningkatan mutu gula tumbu yang dirancang dalam laboratorium menghasilkan suatu metode terbaik yaitu mengolah nira menjadi pH 7 dan mematangkan nira pada suhu konstan 100ºC. Peningkatan mutu gula tumbu akan berdampak terhadap harga gula tumbu. Berdasar atas asumsi (1) optimis, harga gula tumbu meningkat 10%, (2) moderat, meningkat 5%, dan (3) pesimis, meningkat 1%. Setiap kegiatan usaha perlu di analisis, apakah usaha tersebut menguntungkan dan layak dilaksanakan jika investor ingin menanamkan modalnya. Berdasar atas struktur produksi UKGT besarnya nilai tambah = 29 %, saham pekerja = 48 %, keuntungan pengusaha tiap hari rerata = Rp. 235.707 atau tingkat keuntungan = 14,5 %. Penghasilan bersih setiap musim giling selama 5 bulan yaitu sebesar Rp 30.641.910. Kegiatan UKGT juga layak dilaksanakan, berdasar atas nilai NPV = 53.716.653 (positif), IRR = 55,7% lebih besar dari pada bunga bank; Net B/C = 2,1 > 1; dan PBP =1,96 tahun, kurang dari 5 tahun. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha IKGT menjadi tidak layak jika terjadi penurunan harga gula tumbu hingga 10 persen dan harga tebu tetap. Begitu pula tidak layak jika terjadi kenaikan harga tebu hingga 15% tanpa diikuti kenaikan harga gula tumbu. Model UKGT dibangun berdasar atas perpaduan antara sub model produktivitas tebu, sub model peningkatan mutu dan sub model kelayakan finansial, dinyatakan sebagai berikut : TPDRB = Pp x Po x Lt x Ht + U x Hr x Bl {Bg x (1+Ph) x Hg – Ch} - {(Bg x Hg ) – Ch}. Skenario perlakuan pemupukan dan asumsi peningkatan harga gula tumbu dapat dilakukan simulasi menggunakan software Microsoft Excel 2003, dengan memasukkan harga yang dikehendaki maka diketahui antara lain sebagai berikut: Tebu yang digiling seluruh UKGT rerata tiap tahun = 248.248 ton. Luas lahan tebu untuk UKGT = 1591,33 hektar. Keuntungan penghematan pupuk berdasar skenario P2 tiap hektar = Rp 697.500. Keuntungan penghematan pupuk dari seluruh UKGT = Rp 1.109.955.000. Peningkatan pendapatan berdasar skenario P2 tiap tahun = Rp 7.374.976.409. Peningkatan keuntungan tiap unit UKGT dari peningkatan harga GT berdasar atas asumsi optimis 10 % = Rp 21.192.269. Peningkatan PDRB Kabupaten Kudus dari peningkatan harga GT berdasar asumsi 10% tiap tahun = Rp 6.527.218.698. Total peningkatan PDRB dari peningkatan produksi tebu dan peningkatan mutu/harga GT = Rp 13.902.195.107. Peningkatan rerata per kapita tiap tahun anggota rumah tangga UKGT = Rp 11.546.674. UKGT layak dilaksanakan dan memberikan keuntungan, menyerap banyak tenaga kerja, keberadaannya diterima oleh masyarakat setempat dan sudah berlangsung lama. Pengusaha gula tumbu merupakan sosok terpandang di masyarakat perdesaan karena memiliki pendapatan yang besar.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
vi
MODEL USAHA KECIL GULA TUMBU BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN KUDUS JAWA TENGAH
A. SUTOWO LATIEF
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
vii
Judul disertasi : Model Usaha Kecil Gula Tumbu Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus Jawa Tengah Nama
: A. Sutowo Latief
NRP
: P061060181
Disetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS. Ketua
Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng. Anggota
Dr. Ir. Muhadiono, M.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Prof. Dr. Ir. Surjono H Sutjahjo, M.S.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S.
Tanggal ujian : 07 Januari 2010
Tanggal Lulus : ......................
(tanggal pelaksanaan ujian terbuka)
(tanggal penandatanganan disertasi oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karuniaNya, sehingga disertasi yang berjudul : MODEL USAHA KECIL GULA TUMBU BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN KUDUS JAWA TENGAH ini berhasil diselesaikan setelah melalui rangkaian kegiatan penelitian. Karya tulis ini memuat 3 (tiga) bab utama sesuai dengan tujuan penelitian dan disusun dengan format jurnal ilmiah. Ketiga bab tersebut memiliki judul masing-masing, akan tetapi memiliki keterkaitan antar bab dan menjadi satu judul umum penelitian. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS, selaku ketua komisi pembimbing, bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng. dan bapak Dr. Ir. Muhadiono, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penyelesaian penulisan disertasi ini. Terima kasih kepada Pimpinan IPB yaitu Rektor IPB bapak Prof. Dr. Herry Suhardiyanto, M.Sc., Direktur Pascasarjana bapak Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S., Ketua Program Studi Ekonomi Pertanian (EPN) bapak Prof. Dr. Ir. Bonar Sinaga, M.A. dan Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan studi Program S3. Penulis menyampaikan terima kasih kepada mantan Direktur Politeknik Negeri Semarang, bapak Drs. Sugiharto, M.M. dan bapak Dr. Totok Prasetyo, B.Eng. M.T. Direktur Politeknik Negeri Semarang atas perhatiannya. Semua dosen dan rekan mahasiswa dalam perkuliahan, dan siapa saja yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun tak langsung demi selesainya penulisan ini, disampaikan ucapan terima kasih. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Program BPPS-Dikti yang telah memberikan dana pendidikan Program S3 selama 3 (tiga) tahun dan Program Hibah Doktor-Dikti yang memberikan bantuan mempercepat penyelesaian disertasi. Ungkapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada istri (Dra. F. Sri Nugraheni Setiawati, M.Kes.) dan ketiga anak (R. Wiwiek Widawati, S.E. Akt., F. Sinta Pramodawardani, S.Kep dan Y. Krisna Syailendra) atas pengertian, kasih sayang dan dukungannya selama studi. Terima kasih juga kepada orang tua, mertua dan seluruh sanak saudara serta handai taulan atas segala doa yang dipanjatkan demi keberhasilan studi ini. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih ada kekurangan, meskipun demikian berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2010
A. Sutowo Latief NRP : P061060181
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Maret 1951 di Juana-Pati, Jawa Tengah, anak pasangan bapak Wijardjo Sahid (almarhum) dan ibu Yasih. Berstatus keluarga dengan satu istri Dra. F. Sri Nugraheni Setiawati, M.Kes. dan tiga anak R. Wiwiek Widawati, S.E. Akt., F. Sinta Promodawardani, S.Kep., dan Y. Krisna Syailendra. Pendidikan Sarjana Muda dan Sarjana berhasil diselesaikan penulis di jurusan Teknik Mesin Fakultas Keguruan Teknik IKIP Negeri Semarang (sekarang UNNES) pada tahun 1979. Tahun 1998 melanjutkan ke Program Pascasarjana Studi Pembangunan (S2) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga lulus tahun 2001. Pada tahun 2006 memperoleh kesempatan studi lanjut ke jenjang S3 dengan sponsor BPPS Dirjen Dikti Depdiknas di Program Studi Ekonomi Pertanian (EPN) IPB yang diikuti selama satu semester, kemudian pindah ke Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB. Penulis mulai bekerja sejak lulus Sarjana Muda tahun 1975 menjadi Guru Tetap STM Dr. Tjipto Bersubsidi Semarang. Setelah lulus Sarjana 1979 menjadi Kepala STM YPP Bersubsidi Semarang hingga tahun 1981. Kemudian mengikuti Traning Staf Edukasi Politeknik selama satu tahun di Politechnic Education Development Center (PEDC) di Bandung. Pada tahun 1982 menjadi Staf Pengajar di Politeknik UNDIP Semarang (sekarang Politeknik Negeri Semarang/POLINES) hingga saat ini. Selama mengikuti Program S3 di IPB, penulis telah melakukan Pidato Ilmiah pada Dies Natalis ke-25 POLINES Tahun 2007. Dana penelitian diperoleh melalui program Penelitian Hibah Bersaing Dikti pada tahun anggaran 2007, dan Program Hibah Doktor Dikti pada tahun anggaran 2009. Dua buah artikel yang merupakan bagian dari penelitian ini akan diterbitkan : (1) Jurnal TEKNIS (Jurnal Teknologi, Sains dan Ekonomi Bisnis) ISSN 1907 – 4379 Volume 4 Nomor 3 Bulan Desember 2009 (in press), dan (2) Jurnal GEMA TEKNOLOGI (Media Informasi Sains dan Teknologi) ISSN 0852-0232 Volume 19 Nomor 6 Periode Oktober 2009 – April 2010 (in press).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xxi
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar Belakang ....................................................................................... 2 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 15 Perumusan Masalah ............................................................................... 16 Tujuan Penelitian .................................................................................. 17 Manfaat penelitian ................................................................................ 18 Novelty ................................................................................................. 18 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 19 2.1. Budidaya Tanaman Tebu ...................................................................... 19 2.2. Iklim ...................................................................................................... 22 2.3. Tanah/lahan dan Pengelolaannya .......................................................... 25 2.3.1. Kerusakan tanah ........................................................................... 29 2.3.2. Erosi Tanah ................................................................................. 31 2.3.3. Pengelolaan Sumberdaya Lahan .................................................. 33 2.4. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati .......................................................... 38 2.4.1. Mikroba Penambat Nitrogen ....................................................... 38
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xi
2.4.2. Penambatan Nitrogen oleh Azospirillum ................................... 39 2.4.3. Penambat N yang Hidup Bebas .................................................. 40 2.4.4. Mikroba Pelarut Fosfat (P) ........................................................ 41 2.5. Proses Pemurnian Nira .......................................................................... 43 2.6. Model dan Sistem ................................................................................... 46 2.6.1. Model .......................................................................................... 46 2.6.2. Sistem ......................................................................................... 48 2.6.3. Verifikasi dan Validasi ............................................................... 51 III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 52 3.1. Lokasi Penelitian dan Jumlah Cuplikan (Sample) ................................ 52 3.2. Pengumpulan Data ................................................................................ 55 3.2.1. Produktivitas tebu ....................................................................... 55 3.2.2. Teknologi proses peningkatan mutu gula tumbu ........................ 56 3.2.3. Kelayakan finalsial UKGT .......................................................... 56 3.3. Metode Analisis Data ........................................................................... 57 3.4. Tahapan Penelitian ................................................................................ 58 3.5. Identifikasi Sistem ................................................................................ 60 IV. PRODUKTIVITAS TEBU SISTEM KEPRASAN DENGAN VARIASI PEMUPUKAN ........................................................ 63 Abstract ........................................................................................................ 63 4.1. Pendahuluan .......................................................................................... 63 4.2. Metode Penelitian .................................................................................
66
4.2.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 66
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xii
4.2.2. Bahan dan Alat ............................................................................ 67 4.2.3. Metode ........................................................................................ 67 4.3. Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 70 4.3.1. Kriteria penilaian tanah ............................................................... 70 4.3.2. Produktivitas Tebu ....................................................................... 74 4.3.3. Sub Model Produktivitas Tebu dan Analisis Usahatani Tebu ..... 79 4.4. Simpulan dan Saran ............................................................................... 83 4.4.1. Simpulan ...................................................................................... 83 4.4.2. Saran ............................................................................................. 84
V. PENINGKATAN MUTU GULA TUMBU MELALUI METODE SULFITASI DALAM LABORATORIUM .............................................. 85 Abstract ........................................................................................................ 85 5.1. Pendahuluan .......................................................................................... 85 5.2. Metode Penelitian .................................................................................. 87 5.2.1. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 87 5.2.2. Bahan ........................................................................................... 87 5.2.3. Peralatan ...................................................................................... 87 5.2.4. Prosedur ....................................................................................... 88 5.2.5. Variabel/Peubah Proses ............................................................... 89 5.2.6. Rancangan Penelitian dan Teknik Analisis Data ......................... 89 5.3. Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 90 5.3.1. Mutu Gula Tumbu ....................................................................... 90 5.3.2. Parameter Mutu Gula Tumbu ...................................................... 90 5.4. Simpulan dan Saran .................................................................................... 105 5.4.1. Simpulan .................................................................................... 105 5.4.2. Saran ........................................................................................... 106
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xiii
VI.
ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA KECIL GULA TUMBU ................................................................... 107 Abstract ................................................................................................. 107 6.1. Pendahuluan ................................................................................... 107 6.2. Metode Penelitian ............................................................................ 110 6.2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 110 6.2.2. Pengumpulan Data ............................................................... 110 6.3. Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 111 6.3.1. Tenaga Kerja dan Masa Kegiatan Produksi ......................... 111 6.3.2. Struktur Produksi ................................................................ 114 6.3.3. Analisis Finalsial .................................................................. 117 6.4. Simpulan dan Saran ........................................................................ 127 6.4.1. Simpulan .............................................................................
127
6.4.2. Saran ..................................................................................... 128
VII. PEMBAHASAN UMUM ...................................................................... 130
VIII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 146 9.1. Kesimpulan ..................................................................................... 146 9.2. Saran ................................................................................................ 150 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 153 LAMPIRAN ............................................................................................ 161
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xiv
DAFTAR TABEL
halaman 3.1. Jumlah Pengusaha dan Jumlah Cuplikan Pengusaha IKGT ......................... 58 3.2. Analisis Kebutuhan ...................................................................................... 60 4.1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah sebelum Pemupukan ......................... 71 4.2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah sesudah Pemupukan ......................... 72 4.3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah menjelang Panen .............................. 73 4.4. Warna Daun Tebu Saat Pengambilan Sampel Tanah .................................. 74 4.5.Tingkat kenaikan/penurunan produktivitas tebu........................................... 78 4.6. Sub Model Produktivitas Tebu Keprasan dengan Perlakuan Pemupukan ..................................................................... 82 5.1. Tipe Mutu Gula Merah Tebu menurut SNI 1-6237-2000 ........................................................................... 90 5.2. Parameter Mutu Rerata Gula Tumbu Hasil Eksperimen dalam Laboratorium ..................................................................................... 99 6.1. Masa Giling atau Aktif Kerja Responden .................................................. 111 6.2. Tebu yang Digiling Rerata tiap Hari .......................................................... 112 6.3. Sumber Bahan Baku/Tebu ......................................................................... 112 6.4. Bahan Bakar, Bahan Tambahan dan Bahan Penolong yang Digunakan tiap Hari .......................................................................... 112 6.5. Produksi Gula Tumbu tiap Hari dan Rendemen ....................................... 113 6.6. Struktur Produksi UKGT Rerata tiap Hari ................................................. 116 6.7. Arus Kas Biaya dan Manfaat UKGT dalam Perhitungan NPV ............................................................................ 119 6.8. Nilai NPV, Net B/C, IRR dan PBP untuk Diskon Faktor 15% Jangka Waktu 5 Tahun dan Umur Ekonomis 5 Tahun .............................. 123
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xv
6. 9. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Tebu .............................. 124 6.10. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Solar .............................. 125 6.11. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Upah Pekerja ............................ 125 6.12. Analisis Sensitivitas terhadap Penurunan Harga GT ............................... 126 6.13. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Investasi ................................... 126 6.14. Sub Model Kelayakan Finansial UKGT ................................................. 127
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xvi
DAFTAR GAMBAR
halaman 1.1. Gaftar (Bagan Alir) Teknologi Proses Produksi Gula Tumbu .................................................................................. 12 1.2. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 15 3.1. Lokasi Kabupaten Kudus di Peta Jawa Tengah (warna merah) ................................................................ 54 3.2. Peta Kabupaten Kudus ................................................................................ 54 3.3. Tahapan Penelitian ..................................................................................... 59 3.4. Diagram Lingkar sebab-akibat Model UKGT Berwawasan Lingkungan ........................................................................... 61 3.5. Diagram input- output Model UKGT Berwawasan Lingkungan ........................................................................... 62 4.1. Rerata Jumlah Batang, Panjang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi Luas Lahan Perlakuan Po ..................................................... 75 4.2. Rerata Jumlah Batang, Panjang Batang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi pada Perlakuan P1 ................................................. 76 4.3. Rerata Jumlah Batang, Panjang Batang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi pada Perlakuan P2 ............................................... 76 4.4. Rerata Jumlah Batang, Panjang Batang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi pada Perlakuan P3 ................................................ 76 4.5. Hubungan antara Perlakuan Pemupukan dengan Produktivitas Tebu ...................................................................................... 77 5.1. Interaksi antara suhu pemasakan dan pH nira terhadap kadar air gula tumbu ................................................................... 91 5.2. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira dengan kadar sukrosa gula tumbu ............................................................... 92 5.3. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira terhadap kadar glukosa gula tumbu ............................................................ 93
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xvii
5.4. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira terhadap rendemen ..................................................................................... 94 5.5. Hubungan antara suhu pematangan dan pH nira dengan warna gula tumbu ..................................................... 95 5.6. Hubungan antara suhu pematangan dan pH nira dengan rasa gula tumbu .............................................................................. 96 5.7. Hubungan antara suhu pematangan dan pH nira dengan aroma gula tumbu .......................................................................... 97 5.8. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira terhadap kekerasan gula tumbu .................................................................. 98 5.9. Interaksi pH dan Suhu Pemasakan 100°C terhadap Mutu GT yang Dihasilkan .......................................................... 100 5.10. Sub Model Peningkatan Mutu Gula Tumbu melalui Metode Sulfitasi dalam Laboratorium ......................................... 101 7.1. Diagram Alir menuju Model UKGT Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus Jawa Tengah ........................................ 140 7.2. Model Skematis UKGT Berwawasan Lingkungan ................................... 141
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
halaman 1. Hasil Analisis Tanah sebelum Pemupukan ................................................. 161 2. Hasil Analisis Tanah sesudah Pemupukan ................................................. 162 3. Hasil Analisis Tanah menjelang Panen ....................................................... 163 4. Analisis Sidik Ragam Produktivitas Tebu .................................................. 164 5. Penentuan Kadar Air GT dan Analisis Varian ........................................... 166 6. Penentuan Kadar Sukrosa GT dan Analisis Varian .................................... 168 7. Penentuan Kadar Gula Glukosa dan Analisis Varian .................................. 170 8. Hasil Uji Warna dan Analisis Varian .......................................................... 172 9. Hasil Uji Rasa dan Analisis Varian ............................................................. 174 10. Hasil Uji Aroma dan Analisis Varian ......................................................... 175 11. Hasil Uji Kekerasan dan Anaisis Varian .................................................... 178 12. Hasil Uji Parameter Mutu Gula Tumbu Produksi UKGT .......................... 181 13. Struktur Produksi UKGT Rerata tiap Hari ................................................. 182 14. Analisis NPV, IRR, Net B/C dan PBP ....................................................... 183 15. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Tebu ............................... 185 16. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Solar ............................... 192 17. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Upah Pekerja ............................. 200 18. Analisis Sensitivitas terhadap Penurunan Harga GT ................................ 208 19. Sensitifitas terhadap Kenaikan Investasi ................................................... 216 20. Model UKGT Berwawasan Lingkungan (financial) ................................. 224 21. Foto-foto Kegiatan Penelitian Disertasi .................................................... 222
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
xix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Paradigma baru pembangunan bukan hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi belaka, namun suatu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), yaitu
pembangunan yang dipadukan dengan lingkungan yang
didefinisikan sebagai suatu “pembangunan yang mengusahakan dipenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (WCED 1987). Selanjutnya pengertian pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi pembangunan. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan pembangunan dapat berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan mengandung arti, lingkungan dapat mendukung pembangunan dengan terus menerus karena tidak habisnya sumberdaya yang menjadi modal pembangunan (Soemarwoto, 2001). Pembangunan berwawasan lingkungan maknanya setara dengan pembangunan berkelanjutan, yaitu memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara optimal dengan menyelaraskan dan menyerasikan aktivitas manusia terhadap daya dukung lingkungan. Usaha Kecil Gula Tumbu (UKGT) berwawasan lingkungan maknanya bahwa UKGT ini harus memperhatikan lingkungan agar tiada habisnya sumberdaya alam yang menghasilkan produk berupa tebu untuk diolah menjadi gula tumbu. Tebu dihasilkan dari lahan pertanian baik sawah maupun tegalan, oleh karena itu lahan tersebut tidak boleh rusak, menurun kualitasnya atau
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
2
mengalami degradasi yang berakibat merosotnya produksi tebu dari tahun ke tahun. Lahan harus diperhatikan agar kesuburannya tetap terjaga dan bahkan meningkat, sesuai dengan kaidah konservasi, agroekologi dan LEISA (Low External Input Sustainable Agricalture). Agroindustri adalah suatu kegiatan usaha yang mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan. UKGT merupakan agroindustri mengolah tebu menjadi gula, hasilnya adalah gula merah (gula jawa yang berasal dari tebu), oleh masyarakat daerah kabupaten Kudus dan sekitarnya disebut gula tumbu. Keberlanjutan UKGT ini tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan tebu setiap panen, sehingga sudah selayaknya memperhatikan kelestarian lingkungan tumbuhnya tebu, yaitu lahan pertanian. Penggunaan pupuk buatan dan pestisida harus diberikan dalam takaran dan waktu yang tepat sesuai kebutuhan, agar tidak mencemari lingkungan, kelestarian lahan dapat dipertahankan sehingga tetap produktif dan dapat digunakan secara berkelanjutan. Harga pupuk anorganik (pupuk buatan atau pupuk pabrik) yang semakin meningkat akibat kebijakan subsidi pupuk dicabut oleh pemerintah, membuat para petani semakin tak berdaya dalam meningkatkan produksi tebunya. Jika hal ini dibiarkan petani akan mengalami kerugian atau penurunan pendapatan terus menerus. Petani bisa jadi enggan untuk menanam tebu dan akan beralih pada tanaman lain yang lebih menguntungkan, sehingga pada akhirnnya mengancam keberadaan atau keberlanjutan UKGT. Diberlakukannya Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan revisi Undang-undang No 22 Tahun 1999, maka daerah diberi kewenangan yang lebih luas dalam membuat kebijakan pemanfaatan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
3
sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya serta melestarikan lingkungan hidup. Sejalan dengan pembangunan ekonomi nasional bidang pertanian, tanaman tebu rakyat memiliki peranan penting dalam upaya mendukung program peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan agroindustri. Mengingat gula tumbu merupakan salah satu produk pangan maka harus diperhatikan jaminan keamanan pangan. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan mengacu PP no 102 tahun 2000 tentang Jaminan Mutu dan
Keamanan Pangan. Peningkatan mutu gula tumbu perlu
dilakukan agar sesuai mutu I SNI 1-6237-2000. Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan (The United Nation Conference on Environment and Development-UNCED) pada bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro dikenal dengan Agenda 21 merupakan tonggak sejarah. Perwakilan dari 179 negara, Indonesia termasuk didalamnya sepakat bahwa pembangunan ekonomi serta sosial harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, menekankan keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan (Sutamihardja, 2005). Sebagaimana yang tercantum dalam ketetapan MPR No. IV, tahun 1999 bahwa : Visi Pertanian Berkelanjutan, yaitu pendekatan dan teknologi pertanian yang layak ekonomi, dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi, secara sosial dapat diterima dan berkeadilan, secara budaya sesuai dan berdasarkan pendekatan holistik. Misi Pertanian Berkelanjutan, yaitu : (1) peningkatan produksi, (2) peningkatan penghasilan dan kesejahteraan rakyat, (3) pengentasan kemiskinan, (4) peningkatan pemerataan dan keadilan sosial, (5) penciptaan lapangan kerja bagi petani di pedesaan, (6) penggunaan sumber daya alam setempat secara
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
4
efisien yang meliputi sumber daya hayati, sumber daya manusia, kearifan dan pengetahuan tradisional, (7) memberdayakan petani sebagai pengambil keputusan yang profesional di lahannya sendiri (8) peningkatan peran petani sebagai pengelola dan pelaksana utama pembangunan pertanian, (9) pemberdayaan kelompok tani dalam unit-unit usaha tani berskala kecil, menengah dan koperasi, dan (10) pelestarian kualitas lingkungan hidup lokal, nasional, global. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan selama ini, merupakan pertanian konvensional yang ditujukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi tidak menjamin keberlanjutan program pembangunan pertanian kerakyatan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Salim 1991). Pearce dan Turner (1990) mengidentifikasikan pembangunan berkelanjutan yaitu memaksimalkan manfaat
bersih
suatu
pembangunan
ekonomi
dengan
syarat
dapat
mempertahankan dan meningkatkan jasa, kualitas, dan kuantitas sumberdaya alam pertanian sepanjang waktu. Selanjutnya menurut FAO (1989), pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan sumberdaya alam dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan yang dilaksanakan sedemikian rupa, dan dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang. Pembangunan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan harus mampu mengkonservasi tanah, air, tanaman dan sumber genetik binatang, tidak merusak lingkungan, secara teknis tepat guna, secara ekonomi layak dan secara sosial dapat diterima. Sistim
pertanian
konvensional
disamping
menghasilkan
produksi
panenan yang meningkat namun telah terbukti pula menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pertanian itu sendiri dan juga lingkungan lainnya.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
5
Keberhasilan yang dicapai dalam sistim konvensional ini juga hanya bersifat sementara, karena lambat laun ternyata tidak dapat dipertahankan
akibat
rusaknya habitat pertanian itu sendiri. Oleh karena itu perlu ada upaya untuk memperbaiki sistim konvensional ini dengan mengedepankan kaidah-kaidah ekosistem yang berkelanjutan (Aryantha 2002) Pertanian berkelanjutan adalah suatu konsep pemikiran masa depan, yaitu pertanian yang berlanjut untuk saat ini, saat yang akan datang dan selamanya. Artinya pertanian tetap ada dan bermanfaat bagi semua dan tidak menimbulkan bencana bagi semuanya. Jadi dengan kata lain pertanian yang bisa dilaksanakan untuk saat ini, saat yang akan datang dan menjadi warisan yang berharga bagi anak cucu. Istilah lain untuk pertanian berkelanjutan ialah: pertanian organik, pertanian alternative, pertanian regeneratif, pertanian alamiah, agro ekologis, dan lain-lain. Pilar terpenting dari pertanian berkelanjutan di Indonesia, adalah lingkungan alam, dan manusia yang berbudi pekerti luhur, memiliki etika dan moral yang tinggi, dan berjiwa Pancasila sebagai dasar filosofi negara Republik Indonesia. Pertanian berkelanjutan akan terwujud bila manusia bersungguhsungguh memahami suatu pembaruan, cara pandang atau reformasi atas sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan merupakan sebuah
paradigma baru bagi
pembangunan pertanian di Indonesia, yaitu suatu pilihan lain atau tandingan bagi pertanian konvensional. Pertanian
berkelanjutan
dan
berbagai
istilah
lainnya,
umumnya
mengandung suatu makna penolakan terhadap pertanian konvensional. Penolakan itu karena pertanian konvensional diartikan sebagai cara bertani yang
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
6
menghabiskan sumber daya, pertanian usaha, dan pertanian masukan (input) eksternal
tinggi
atau
intensif.
Sebagai
gambaran
sederhana,
pertanian
konvensional memakai masukan luar seperti pupuk buatan/pabrik, bibit pabrik, pestisida dan herbisida kimia pabrik, yang umumnya merusak kelestarian tanah dan alam. Sebaliknya, suatu pertanian berkelanjutan lebih mengandalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia seperti bibit lokal, sumber air, matahari, dan teknologi yang ramah lingkungan (environment friendly), dan juga sangat mengutamakan pemanfaatan pupuk kandang (kompos) dan pengendali hama alami atau pestisida dari bahan-bahan alami. Oleh karena itu, inti pemahaman pertanian berkelanjutan adalah sangat mengutamakan pemanfaatan sumber daya lokal beserta pengetahuan lokal. Sistem pertanian bisa disebut berkelanjutan jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Mempertahankan fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu sendiri. Berlanjut secara ekonomis, artinya mampu memberikan nilai tambah yang layak bagi pelaksana pertanian itu dan tidak ada perihal yang diekploitasi. Adil, berarti setiap pelaku pelaksana pertanian mendapatkan hak-haknya tanpa dibatasi dan dibelenggu dan tidak melanggar hak orang lain. Manusiawi, artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dimana harkat dan martabat manusia dijunjung tinggi termasuk budaya yang telah ada.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
7
Luwes, berarti mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini, dengan demikian pertanian berkelanjuatan tidak statis melainkan dinamis, bisa mengakomodir keinginan konsumen maupun produsen. Pertanian kerakyatan merupakan pertanian yang berorientasi pada kepentingan dan kesejahteraan petani yang merupakan kelompok terbesar rakyat Indonesia. Pertanian berasal dan berakar pada rakyat, untuk rakyat, sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat, bertumpu pada kemampuan dan kemandirian rakyat dalam mengambil keputusan pengolahan sistem usaha tani secara optimal dan dinamis, sesuai daya dukung lingkungannya (Salim,1991). Pendekatan pembangunan pertanian perlu diubah dari pembangunan pertanian
berorientasi
produksi
menjadi
pembangunan
pertanian
yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dampak negatif pertanian yang dilaksanakan selama ini antara lain: (1) petani selalu memerlukan saprodi (sarana produksi) yang semakin lama semakin meningkat sehingga semakin mahal, (2) menurunkan daya dukung lingkungan karena peningkatan erosi, pemiskinan unsur hara tanah, kerusakan struktur tanah, peningkatan residu kimia berbahaya, membunuh organisme penyubur tanah, timbulnya resistensi, (3) penggunaan saprodi semakin tidak efisien, untuk peningkatan satu unit produksi yang sama diperlukan lebih banyak saprodi dari pada sebelumnya, (4) ketergantungan petani pada bantuan permodalan pedagang, sehingga posisi tawar petani lemah, (5) pemiskinan keanekaragaman hayati lingkungan pertanian. Para petani tebu juga cenderung memberikan pupuk buatan atau pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun untuk luas lahan yang sama. Salah satu upaya yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah memberikan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
8
pupuk organik (organic fertilizer) secara terpadu dengan mengurangi penggunaan pupuk buatan (pupuk anorganik/pupuk kimia). Pengurangan penggunaan pupuk anorganik dapat mengurangi biaya (external input). Penggunaan pupuk hayati maupun pupuk organik dapat memperbaiki lahan yang telah banyak kehilangan unsur hara, dengan demikian kesuburan lahan dapat dipulihkan dan diharapkan menjadi lebih produktif serta berkelanjutan. Perpaduan potensi alam yang ada dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia namun tetap dapat menghasilkan panenan yang
tinggi
tanpa
merusak
lingkungan (Aryantha 2002). Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia terpadu mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dengan mengurangi dosis pupuk kimia (Simanungkalit 2001). Hasanudin dan Bambang G.M (2004), menyatakan adanya mikroba pelarut fosfat dengan asam-asam organiknya yang mampu meningkatkan kelarutan P tak tersedia menjadi P tersedia dalam tanah, juga akan menyebabkan adanya serapan P oleh tanaman yang kemudian akan meningkatkan pula hasil pipilan jagung. Penerapan kombinasi pupuk hayati dengan bahan organik terhadap padi gogo memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan, bioaktivitas tanah dan stabilitas agregat (Mezuan et al. 2002). Rahmawati (2005), menyimpulkan bahwa pemanfaatan pupuk hayati pada pertanian organik harus lebih dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan sistem pertanian organik yang lebih banyak memanfaatkan bahan organik dengan volume yang sangat besar. UKGT di kabupaten Kudus pada tahun 2001 sebanyak 219 pengusaha menyerap tenaga kerja di bidang produksi sebanyak 2600 orang, rata-rata tiap unit
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
9
usaha melibatkan 12 orang pekerja (Latief 2001). UKGT ini telah dilakukan oleh masyarakat kabupaten Kudus secara tradisional, berlangsung terus menerus setiap musim panen tebu hingga sekarang. Mutu gula tumbu yang dihasilkan sangat homogen, hampir semua responden menghasilkan gula tumbu mutu II, warnanya gelap coklat kehitamhitaman, seharusnya bisa dicapai mutu I warnanya jernih coklat ke kuningkuningan. Faktor-faktor penentu kualitas gula tebu, menurut para pengusaha gula tumbu, pada dasarnya semata-mata terletak pada kualitas bahan bakunya (tebu) itu sendiri. Namun berdasarkan pengamatan lapang, nira yang dimasak nampak sangat keruh, karena daun-daun kering tebu sebagian ikut tergiling bersama batang tebu, sedangkan batang tebu yang digiling tidak bersih, sehingga air niranya kotor. Air nira yang kotor/keruh ini tidak dibersihkan secara cermat, suspensi atau zat padat yang sangat halus yang terlarut di dalam air nira tidak diendapkan dan dipisahkan terlebih dahulu, hanya diberi kapur sekedarnya. Hal ini menandakan belum adanya sentuhan teknologi tepat guna agar dapat membersihkan atau menjernihkan nira, yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu gula tumbu. Dengan nira yang jernih, bila dimasak akan diperoleh gula tumbu yang berwarna coklat kekuning-kuningan, yakni gula tumbu kualitas I. Proses pembuatan gula tumbu
selama ini tak pernah mengalami
perubahan kecuali alat penggiling tebu, yang dahulu digerakan oleh kerbau, namun sekarang telah menggunakan mesin penggiling yang digerakkan oleh motor Diesel. Sentuhan teknologi, misalnya teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan kualitas gula tumbu, belum pernah diperkenalkan atau di uji coba baik dari kedinasan terkait setempat maupun dari Perguruan Tinggi (Latief 2001).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
10
Kualitas gula tumbu perlu ditingkatkan, sehingga perlu adanya penelitian percobaan di laboratorium dengan sentuhan teknologi secara kimia, yaitu berdasarkan metode proses sulfitasi, agar dihasilkan gula tumbu kualitas I. Sejarah mengenai kapan dimulainya kegiatan rakyat di daerah Kudus dalam memproduksi gula tumbu, barangkali hal ini berkaitan dengan adanya pabrik gula Rendeng di Kudus dan pabrik gula Trangkil di Pati yang berdekatan lokasinya. Sedangkan nenek moyang kita sejak dahulu kala telah memiliki ketrampilan dalam membuat gula kelapa, dengan adanya tebu maka mulailah mereka membuat gula dari nira tebu. Berdasarkan tinjauan sejarah yang dikemukakan oleh Mubyarto (1994), usaha gula di Indonesia dimulai pada abad ke-17 ketika VOC mengusahakan kira-kira seratus perkebunan gula di sekitar Batavia. Ketika VOC dibubarkan pada akhir abad ke-18, pemerintah Hindia Belanda melanjutkannya, bersamaan dengan hal-hal lain yang serupa, untuk meningkatkan penanaman tebu dan mengekspor gula dalam rangka Culturstelsel. Gula tumbu didapat dari proses pengolahan air sari tebu yang disebut nira yaitu air yang keluar dari penggilingan batang tebu yang telah matang, kemudian nira ini disaring dan ditambahkan kapur secukupnya, dipanaskan hingga mendidih dan diaduk hingga terjadi pengkristalan. Selanjutnya dituang ke dalam wadah yang disebut tumbu, dibiarkan membeku, memadat dan mendingin. Untuk menjadi matang, tebu membutuhkan waktu 12 bulan yaitu waktu untuk mencapai kadar sukrosa 10 %, dengan membiarkan tebu itu matang lebih lama lagi misalnya 16 bulan kadar sukrosa itu bisa meningkat sampai 14-16%. Setelah dipanen sekali tebu itu bisa dibiarkan tumbuh kembali untuk dipanen kedua atau bahkan ketiga kalinya dari rumpun tanaman yang sama, yang disebut
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
11
ratooning (Mubyarto,1994). Kenyataan dilapang ratooning dilakukan lebih dari 10 kali, hal ini berkaitan dengan penyediaan modal awal untuk penanaman bibit tebu. Umur panen tebu juga tergantung dari jenis tebu, yaitu : (1) varitas genjah masak optimal kurang dari 12 bulan, (2) varitas sedang masak optimal antara 1214 bulan, dan (3) varitas dalam masak optimal lebih dari 14 bulan. Penggilingan tebu dilakukan dengan pesawat penggiling yang digerakkan oleh mesin diesel. Bahan baku batang tebu digilas diantara roda - roda mesin penggiling yang berputar menghasilkan air tebu atau nira dan ampas. Nira ditampung dalam wadah atau bak penampung, dari sini nira secara periodik dipisahkan ke dalam bak yang dilengkapi saringan agar kotoran / serat-serat tebu tidak ikut terbawa. Posisi drum agak tinggi, ± 50 cm sehingga memudahkan nira mengalir melalui pipa plastik yang dipasang dibagian bawah drum, selanjutnya dialirkan ke tempat pemasakan nira yang berjarak 25 – 40 m. Bahan bakar untuk memanaskan / memasak nira adalah ampas tebu. Gambar 1.1 menunjukkan bagan alir proses produksi gula tumbu yang selama ini dilakukan oleh UKGT. Gula merah merupakan sub sistem dari sistem pergulaan nasional, yang digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu, pertama gula pasir, dan kedua gula merah. Gula pasir diproduksi oleh pabrik gula (PG), sedangkan gula merah yang bahan bakunya tebu diproduksi oleh usaha kecil (diantaranya adalah usaha kecil gula tumbu/UKGT). Selain dari bahan baku tebu, dibuat juga dari bahan baku nira: kelapa, aren, dan siwalan, hasilnya masing-masing disebut gula kelapa, gula aren, dan gula siwalan (lontar), yang diproduksi atau dibuat oleh usaha rumah tangga (home industry). Penggunaan gula merah tidak dapat digantikan oleh gula pasir, karena memiliki aroma yang khas, hal ini tidak dimiliki oleh gula pasir.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
12
Penggilingan Tebu (bahan baku)
Ampas tebu Nira Limbah
Penyaringan
Kapur (bahan penolong)
Nira Bersih
Serat-serat Pengotor
Pemanasan awal 50 – 60 oC Bahan Bakar Pemanasan lanjut 100 – 115 oC
Buih Pengotor
Penuangan
(g u l a t u m b u)
Gambar 1.1. Gaftar (Bagan Alir) Proses Produksi Gula Tumbu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
13
Produksi gula merah di Indonesia tahun 1985 mencapai 295,3 ribu ton, konsumsi pada tahun itu mencapai 295,4 ribu ton. Tahun 1990 terjadi peningkatan produksi dan konsumsi, produksi gula merah naik hingga 364,9 ribu ton dan kebutuhan mencapai 385,6 ribu ton. Gula merah hingga sekarang ini masih dibutuhkan, konsumennya bukan hanya masyarakat umum maupun usaha kecil dan usaha rumah tangga yang membuat aneka makanan khas saja, melainkan juga usaha besar dan menengah utamanya pabrik kecap. Usaha - usaha yang menggunakan gula merah tahun 1985 adalah : (1) usaha kecap 63,6 %, (2) usaha makanan lain 6,7%, (3) restoran 16,8%, (4) farmasi 1,6%, dan (5) usaha yang lain 1,3%. Persentase masing-masing jenis gula merah di Indonesia dari seluruh total produksi adalah 54 % gula kelapa, 37 % gula tebu (gula tumbu),
7 % gula aren
dan 2 % gula siwalan (Maryati, 1993). Kebutuhan gula merah dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan, sedangkan produksinya selalu di bawah kebutuhan, oleh karena itu ada prospek untuk pengembangan usaha kecil gula tumbu (UKGT) di daerah lain. UKGT berpotensi dikembangkan di daerah lain, utamanya yang berdekatan dengan PG, sehingga petani tebu tidak selalu tergantung pada PG. Rendemen PG semakin lama semakin menurun hingga dibawah 7 persen, jika tidak dilakukan rehabilitasi permesinan yang sudah tua, sudah barang tentu hal ini semakin merugikan petani tebu. Apabila petani mampu mengolah sendiri tebu hasil usaha taninya maka banyak menyerap tenaga kerja di perdesaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. UKGT merupakan alternatif bagi petani dalam memproses tebu menjadi gula tumbu. Keuntungan lain dari mengolah tebu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
14
menjadi gula tumbu adalah: (1) lebih cepat memperoleh uang dari pada harus menunggu uang pembayaran dari PG yang birokratif, dan (2) ampas tebu (bagasse) sepenuhnya menjadi milik pengusaha gula tumbu. Padahal ampas tebu ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang memiliki nilai jual. UKGT ini perlu dikembangkan ke daerah-daerah lain sehingga kegiatan usaha kecil berbasis pertanian (agrousaha) yang berwawasan lingkungan menjadi bertambah banyak, semakin memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperkuat perekonomian rakyat, dan meningkatkan kapasitas produksi guna mencukupi kebutuhan, serta menciptakan lingkungan kondusif di perdesaan. Disamping itu akan menumbuhkan usaha kecil baru di perdesaan, misalnya usaha kecil pembuatan pupuk organik atau kompos dari ampas tebu. Hal ini sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional secara menyeluruh yang sifatnya: pro poor (pengentasan kemiskinan), pro growth (peningkatan pertumbuhan) dan pro employee (penyediaan lapangan kerja) yang dikenal dengan istilah triple track strategy (strategi tiga jalur). Kegiatan UKGT ini tidak bisa dilepaskan dari lingkungan perdesaan, karena selain keberadaanya di daerah perdesaan, juga membutuhkan bahan baku tebu, yang ditanam di lahan pertanian oleh para petani. Lokasi UKGT bukan berada di perkampungan tempat tinggal penduduk, melainkan berada dikebun tebu milik masing-masing pengusaha ditepi jalan yang bisa dilalui truk untuk mengangkut tebu, sehingga hal ini memudahkan kedatangan pasokan tebu yang dibeli dari luar lokasi atau luar daerah. Selain itu kebisingan mesin giling tebu dan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
15
asap tungku pemasak nira tidak menggangu penduduk setempat. Begitu juga tidak ada lalu lalang truk bermuatan tebu masuk permukiman penduduk. Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan, maka penelitian tentang UKGT perlu dilaksanakan, sehingga dapat diperoleh suatu model UKGT berwawasan lingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam pengambilan kebijakan dalam pengembangan kegiatan UKGT di daerah lain.
1.2. Kerangka pemikiran Kerangka Pemikiran Model Usaha Kecil Gula Tumbu (UKGT) Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus, disajikan pada Gambar 1.2.
USAHA KECIL GULA TUMBU (UKGT)
EKONOMI/
EKOLOGI
SOSIAL BUDAYA
TEKNOLOGI
- Lahan (tanah) - Air - Iklim - Varietas tebu - Pupuk -
-
Potensi daerah Komoditas unggulan Peningkatan pendapatan Kualitas gula tumbu Limbah
- Karakteristik pengusaha - Tenaga kerja - Perijinan - Perbankan - Kemitraan
MODEL UKGT BERWAWASAN LINGKUNGAN Gambar 1.2. Kerangka Pemikiran
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
16
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan otonomi, Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban antara lain: (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, (2) mengelola kekayaan daerah, (3) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, (4) meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, (5) mengembangkan sumberdaya produktif di daerah, dan (6) melestarikan lingkungan hidup. Kabupaten Kudus sebagai daerah otonomi juga dituntut untuk mengembangkan sumberdaya lokal, salah satunya adalah UKGT.
1.3. Perumusan Masalah Sejalan dengan pembangunan ekonomi nasional di bidang pertanian, tanaman tebu rakyat memiliki peranan penting dalam upaya mendukung program peningkatan ketahanan pangan. Pengembangan agrousaha dan agrobisnis dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan memperkuat perekonomian rakyat, serta melestarikan lingkungan hidup. Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran sebagaimana dikemukakan diatas, yaitu agar UKGT di kabupaten Kudus dapat menjadi acuan atau rujukan pengembangan didaerah lain, maka perlu penelitian terlebih dulu. Penelitian yang mendalam sangat penting untuk membangun model UKGT utamanya pada keberlanjutan produktivitas tebu dan pelestarian lahan, peningkatan kualitas gula tumbu, kelayakan finansial. Agar lahan tidak mengalami penurunan produktivitas, maka dilakukan rancangan percobaan di kebun tebu, yaitu memadukan penggunaan pupuk organik (organic fertilizer) dengan mengurangi penggunaan pupuk buatan (anorganik). Kualitas gula tumbu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
17
perlu ditingkatkan, sehingga perlu adanya penelitian dengan rancangan percobaan dalam laboratorium melalui sentuhan teknologi secara kimia, yaitu berdasarkan metode sulfitasi, agar dihasilkan gula tumbu yang kualitasnya meningkat, warnanya cerah coklat kekuning-kuningan. Analisis finalsial usaha tani dengan memadukan penggunaan pupuk organik dan pengurangan pupuk anorganik/kimia perlu dilakukan agar mengarah pada LEISA. Analisis kelayaan finalsial terhadap kegiatan produksi juga dilakukan, oleh karena itu penelitian ini sangat penting dilakukan. Permasalahan tersebut perlu dirumuskan secara jelas, tegas dan sistematis sebagai berikut : 1) Bagaimana produktivitas tebu 2) Bagaimana teknologi proses peningkatan kualitas gula tumbu 3) Bagaimana kelayakan finansial UKGT
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, kerangka pemikiran dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan umum penelitian ini adalah membangun model UKGT berwawasan lingkungan agar dapat digunakan sebagai bahan acuan kebijakan bagi daerah lain yang hendak mengembangkan UKGT. Tujuan khusus atau sub tujuan penelitian adalah sesuai dengan yang telah dirumuskan, agar jelas dan fokus, maka dikemukakan sebagai berikut : 1) Merancang sub model produktivitas tebu 2) Merancang sub model peningkatan kualitas gula tumbu 3) Menganalisis sub model kelayakan finansial UKGT
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
18
1.5. Manfaat Penelitian Apabila penelitian ini telah selesai dilaksanakan dan diaplikasikan, maka diharapkan manfaatnya adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan pendapatan petani tebu dan memperbaiki kondisi lahan sehingga dapat ditanami secara berkelanjutan tanpa mengalami penurunan produktivitas. 2) Meningkatkan pendapatan pengusaha dan karyawan gula tumbu yang pada gilirannya meningkatkan PDRB per kapita kabupaten Kudus. 3) Memberi informasi bagi para peneliti yang ingin menindak lanjuti hasil penelitian ini. 4) Memberi informasi bagi investor atau pengambil kebijakan yang hendak melakukan usaha dibidang gula tumbu
1.6 . Novelty Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah menghasilkan model UKGT berwawasan lingkungan yang merupakan perpaduan antara rancangan percobaan lapang penggunaan pupuk organik, rancangan percobaan dalam laboratorium untuk peningkatan kualitas gula tumbu dengan metode sulfitasi, dan analisis finansial.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budidaya Tanaman Tebu Budidaya tanaman tebu membutuhkan iklim tropis, beriklim panas dan lembab dengan curah hujan paling sedikit 600 mm hingga paling tinggi 2000 mm per tahun.
Kelembaban diatas 70% dan ketinggian 5-500 m dpl (diatas
permukaan laut). Suhu udara berkisar antara 28-34 derajat C. Tanah yang cocok untuk tanaman tebu adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak tergenang, bersifat tidak terlalu masam dengan pH berkisar 6,4 – 7,9. Menurut Hasanuddin, (Suara Pembaruan, 16 Mei 2005) sejarah asal muasal tebu di dunia berasal dari Merauke. Ini dapat dibuktikan dengan adanya ratusan jenis tebu di daerah itu. Sedangkan dari aspek kesesuaian lahan serta kebiasaan masyarakat Indonesia asli Kabupaten Merauke (Suku Marind), tebu merupakan tanaman yang sudah dikenal dan dikonsumsi secara turun temurun dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun acara-acara ritual adat. Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1928 mengembangkan jenis tebu asal Merauke itu di Pulau Jawa. Berdasarkan hasil pengujian Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Media untuk menanam tebu adalah tanah, yang terbaik adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak tergenang. Jika ditanam di sawah dengan irigasi yang mudah di atur, tetapi jika ditanam di ladang/tanah kering tadah hujan penanaman harus dilakukan di musim hujan. Terdapat dua cara mempersiapkan lahan tanaman tebu yaitu:
(1) cara
cemplongan (reynoso), tanah tidak seluruhnya diolah namun hanya digali lubang
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
20
tanamnya,
dan (2) pembajakan untuk tanah sawah. Selanjutnya dibuat parit
ukuran 50 x 50 cm keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan. Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak antar parit sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk di atas larikan diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah guludan ini dipindahkan lagi ke tempat semula. Bibit yang akan ditanam dapat berupa: (1) bibit pucuk, lebih murah karena tidak memerlukan pembibitan, diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan, daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar melindungi mata tebu, (2) bibit batang muda, dari tanaman berumur 5-7 bulan, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang, (3) bibit rayungan, diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar, dan (4) bibit siwilan, diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati, perawatannya sama dengan bibit rayungan Awal tanam tebu pada bulan Juni-Agustus di tanah berpengairan, dan pada akhir musim hujan di tanah tegalan atau sawah tadah hujan. Terdapat dua cara bertanam tebu yaitu: (1) dalam aluran dan (2) pada lubang tanam. Pada cara pertama bibit diletakkan sepanjang aluran, ditutup tanah setebal 2-3 cm dan disiram. Cara kedua bibit diletakan melintang sepanjang selokan penanaman dengan jarak 30-40 cm. Bibit tebu diletakkan dengan cara direbahkan, jika tidak turun hujan tanah disiram sebelumnya agar bibit bisa melekat ke tanah. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penjarangan dan penyulaman sebagai berikut : (1) sulaman pertama untuk bibit rayungan bermata satu dilakukan 5-7 hari setelah tanam, kedua dilakukan 3-4 minggu setelah
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
21
penyulaman pertama, (2) sulaman bibit rayungan bermata dua dilakukan tiga minggu setelah tanam, (3) sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit pucuk, pertama dilakukan pada minggu ke 3, kedua dilakukan
bersamaan dengan
pemupukan yaitu 1,5 bulan setelah tanam, (4) penyulaman ekstra dilakukan jika perlu, yaitu beberapa hari sebelum pembumbunan, (5) penyulaman bongkaran, dilakukan jika ada bencana alam atau serangan penyakit yang menyebabkan 50% tanaman mati. Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan saat pembubunan tanah dan dilakukan beberapa kali tergantung dari pertumbuhan gulma. Pembubunan dilakukan dengan keharusan menyiram tanah terlebih dulu sampai jenuh agar struktur tanah tidak rusak. Tebal bumbunan tidak boleh lebih dari 5-8 cm secara merata. Ruas bibit harus tertimbun tanah agar tidak cepat mengering. Hal ini dilakukan selama tiga kali, yaitu : (1) pada waktu umur 3-4 minggu, (2) umur 2 bulan, dan (3) umur 3 bulan. Daun-daun kering harus dilepaskan atau dilakukan perempalan sehingga ruas-ruas tebu bersih dari daun tebu kering dan menghindari kebakaran. Bersamaan dengan pelepasan daun kering, anakan tebu yang tidak tumbuh baik dibuang. Perempalan pertama dilakukan pada saat 4 bulan setelah tanam dan yang kedua ketika tebu berumur 6-7 bulan. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu: (1) saat tanam atau sampai 7 hari setelah tanam dengan dosis (120 kg urea, 160 kg TSP dan 300 kg KCl/ha), dan (2) setelah 30 hari pemupukan pertama dengan 200 kg urea per ha. Pupuk diletakkan di lubang pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7-10 cm dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera disiram supaya pupuk tidak keluar
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
22
dari daerah perakaran tebu. Pemupukan dan penyiraman harus selesai dalam satu hari. Agar rendemen tebu tinggi, digunakan zat pengatur tumbuh seperti Cytozyme (1 l/ha) yang diberikan dua kali pada 45 dan 75 hari setelah tanam (hst). Pengairan dan penyiraman dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: (1) air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman, (2) penyiraman lubang tanam ketika tebu masih muda, ketika tanaman berumur 3 bulan, dilakukan pengairan lagi melalui saluran-saluran kebun. (3) air siraman diambil dari saluran pengairan dan disiramkan ke tanaman, (4) membendung got-got sehingga air mengalir ke lubang tanam. Pengairan dilakukan tiga kali yaitu pada saat: (1) waktu tanam, (2) tanaman berada pada fase pertumbuhan vegetatif, dan (3) pematangan.
2.2. Iklim Iklim merupakan komponen utama yang mempengaruhi keberhasilan usaha tani. Nenek moyang kita telah berhasil melakukan pendekatan tersebut, terbukti dengan adanya sistem pranata mangsa, yaitu ilmu pengetahuan Jawa kuno mengenai sistem pengaturan bercocok tanam dan beternak yang dikaitkan dengan gejala alam pada suatu musim dan cuaca pada masa tertentu. Sistem tersebut hingga sekarang masih banyak dimanfaatkan oleh penduduk, utamanya yang tinggal di daerah perdesaan (Kartasapoetra 2004). Iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun yang sifatnya tetap, sedangkan cuaca adalah keadaan atau kelakuan atmosfir pada waktu tertentu yang sifatnya berubah-ubah dari waktu ke
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
23
waktu. Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur, antara lain yaitu : (1) suhu, (2) kelembaban, (3) awan, (4) presipitasi/hujan, (5) angin. Unsur-unsur tersebut berbeda dari suatu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini disebabkan adanya faktor iklim, yaitu : (1) ketinggian suatu tempat, (2) garis lintang, (3) arus laut, dan (4) permukaan tanah (Kartasapoetra 2004). Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan thermometer. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi antara lain : (1) jumlah radiasi yang diterima tiap tahun, tiap hari, tiap musim, (2) keadaan daratan atau lautan, (3) ketinggian tempat, makin tinggi suatu tempat suhu makin rendah, (4) angin yang membawa panas/dingin dari sumbernya, (5) penutup tanah dengan vegetasi, (6) tipe tanah, tanah warna gelap indeks suhunya lebih tinggi, (7) sudut datang sinar matahari, sinar tegak lurus membuat lebih panas dari pada yang datangnya miring. Kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara, dikenal beberapa istilah, seperti : (1) kelembaban mutlak adalah massa uap air yang berada dalam satu satuan udara (gram/m3), (2) kelembaban spesifik, merupakan perbandingan massa uap air di udara dengan satuan massa udara (gram/kg), dan (3) kelembaban relatif, merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada suhu tertentu (%). Keadaaan kelembaban diatas permukaan bumi berbeda-beda, yang tertinggi di daerah katulistiwa dan yang terendah pada daerah lintang 40o. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang menstimulasi curah hujan. Kelembaban memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan jamur
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
24
penyakit
tumbuhan
yang
menyerang
jika
kelembaban
relatif
(relative
humidity/RH) 85% berlangsung terus selama tiga hari. Awan merupakan kumpulan titik-titik air yang berjumlah banyak dan terletak pada titik kondensasi serta melayang-layang
di udara. Menurut
Kartasapoetra (2004) jenis awan dibedakan yaitu: (1) awan tinggi, yaitu awan yang terdapat pada ketinggian 7 km dari permukaan laut, (2) awan pertengahan, pada ketinggian 2 km hingga kurang dari 7 km, awan rendah, berada pada ketinggian kurang dari 2 km diatas permukaan laut, dan (4) awan yang berkembang vertikal, pada ketinggian 1- 20 km dari permukaan laut. Setap jenis awan mempunyai kelembaban dan suhu masing-masing. Hujan adalah salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfir. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Agar terjadi hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Berdasarkan terjadinya proses presipitasi, hujan dibagi menjadi : (1) hujan konveksi, yaitu proses hujan yang berdasarkan atas pengembangan udara yang dipanaskan, awan naik dan temperaturnya turun hingga terjadi kondensasi, maka timbulah hujan, (2) hujan orografis, yaitu proses hujan karena udara terpaksa naik akibat penghalang, misalnya gunung, (3) hujan frontal, banyak terjadi pada daerah lintang pertengahan di mana suhu massa udara tidak sama, akibatnya jika massa udara yang panas naik sampai ke massa udara yang dingin akan terjadi kondensasi dan timbulah hujan. Dalam mempercepat hujan, manusia memberi zat yang higroskopis sebagai inti kondensasi, misalnya perak iodida, kristal es , es kring atau CO2 padat yang ditaburkan ke udara dengan menggunakan pesawat terbang.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
25
Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat lain secara horisontal. Sifat massa udara ditentukan oleh : (1) daerah atau tempat asal udara, jika berasal dari daerah yang banyak mengandung air, massa udara bersifat lembab dan sebaliknya, (2) jalan yang dilalui, jika melalui daerah yang basah akan bersifat semakin lembab karena menyerap air, (3) umur massa udara, yaitu waktu yang diperlukan mulai terbentuknya sampai menjadi bentuk lain. Semakin lama umur massa udara maka semakin banyak perubahan yang dialami. Angin bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, yang datang dari barat disebut angin barat, angin laut, angin darat. Selain itu ada angin gunung dan angin lembah. Iklim berpengaruh terhadap pembentukan tanah, karena hujan dan panas (suhu) menentukan laju proses pelapukan bahan induk atau proses bio-kimia dan fisik. Tumbuhan juga dipengaruhi oleh iklim, ada tumbuhan yang dapat tumbuh dengan baik dan yang sama sekali tidak dapat tumbuh karena perbedaan iklim. Pengaruh iklim di Indonesia sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, namun menyebabkan berkurangnya unsur hara dan zat makanan yang tersedia dalam tanah akibat proses pengangkutan (penghanyutan). Selain itu iklim dapat mempercepat dan memperbanyak keberadaan berbagai hama dan penyakit tanaman, bakteri dan jamur (fungi) yang tak terhitung jumlahnya yang dapat mendorong kerusakan tanaman.
2.3. Tanah/lahan dan Pengelolaannya Tanah (soil) adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen padat, cair, dan gas atau bagian dari permukaan bumi yang dapat
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
26
ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan dan mempunyai sifat dan perilaku dinamis sebagai hasil kerja faktor-faktor iklim dan jasad hidup (microorganism) terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh keadaan topografi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaannya. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat ( Arsyad 2006; dan Sitorus 2008), merupakan modal utama bagi petani untuk memproduksi pangan. Rao (2007) menyatakan tanah merupakan penutup terluar bumi yang terdiri atas lapisan bahan organik dan anorganik, merupakan medium alami tempat tanaman hidup berkembang biak dan mati. Tanah menyediakan dukungan fisik yang diperlukan untuk berpegang bagi sistem perakaran dan juga berfungsi sebagai reservoar air, udara dan nutrisi yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Produktivitas lahan adalah kemampuan suatu lahan untuk menghasilkan suatu jenis tanaman dibawah suatu sistem pengelolaan tertentu yang bergantung pada kesuburan tanah. Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan unsur-unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang untuk pertumbuhan suatu tanaman, jika faktor-faktor lain seperti cahaya, air, suhu, dan keadaan fisik tanah tersebut memungkinkan. Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah, yaitu : (1) iklim, utamanya temperatur dan curah hujan, (2) organisme hidup, utamanya vegetasi, (3) sifat bahan induk, seperti: tekstur, struktur, komposisi kimia dan mineral, (4) topografi daerah, dan (5) waktu, dimana bahan induk diubah dalam proses
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
27
pembentukan tanah. Hubungan antara tanah dan faktor-faktor pembentuknya menurut Arsyad (2004) dan Sitorus (2008) dapat dinyatakan sebagai berikut : T = f ( i, o, b, r, w ) Dimana T adalah tanah, i adalah iklim, o yaitu organisme atau jasad hidup b adalah bahan induk, r yaitu relief atau topografi dan w adalah waktu. Diantara kelima faktor pembentuk tanah diatas, iklim merupakan faktor yang paling penting. Iklim menentukan terhadap kecepatan proses pelapukan atau hancuran yang terjadi pada bahan induk, hasilnya mempengaruhi pembentukan tanah dan profil tanah. Mikroorganisme tanah memegang peranan kunci baik dalam evolusi kondisi tanah pertanian yang berguna maupun dalam merangsang pertumbuhan tanaman, meskipun kemajuan dalam hal pupuk kimia buatan sangat pesat (Rao 2007). Mikroorganisme sangat membantu dalam pemisahan profil tanah. Proses pelapukan, mineralisasi dan pencampuran bahan organik merupakan salah satu peranan penting mikroorganisme tanah. Jenis dan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam tanah ikut menentukan terhadap macam tanah yang akan dibentuk. Sifat bahan induk jelas berpengaruh terhadap ciri tanah yang terbentuk. Misal, tekstur tanah berpasir sangat ditentukan oleh bahan induknya, demikian juga adanya batu kapur di daerah beriklim basah akan memperlambat pembentukan kemasaman. Topografi dapat mempercepat atau memperlambat pengaruh gaya-gaya iklim. Di daerah dataran rendah kecepatan hilangnya air yang berlebihan jauh lebih kecil dari pada daerah perbukitan. Sedangkan topografi perbukitan dapat
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
28
menimbulkan erosi terhadap lapisan tanah, jika cukup intensif akan menyebabkan solum tanah menjadi dangkal. Lamanya suatu bahan induk mengalami pelapukan memegang peranan penting dalam pembentukan tanah. Tanah yang terdapat pada bahan aluvial biasanya belum mempunyai waktu yang cukup lama untuk perkembangan profilnya dibandingkan dengan tanah yang terbentuk di dataran tinggi (upland) di sekitarnya. Jika bahan induk dataran pantai terangkat (uplifted) secara geologi akhir-akhir ini, maka tanah yang terbentuk hanya mempunyai waktu yang relatif singkat untuk pelapukan atau perkembangannya. Interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah jelas terjadi, justru jarang terjadi hanya satu faktor yang bekerja untuk suatu jenis tanah. Dibawah pengaruh hutan dengan iklim dingin dan basah ditaksir pembentukan tanah muda sekitar 200 tahun. Sedangkan di daerah tropis, yang curah hujannya besar, suhunya tinggi dan vegetasinya lebat, pembentukan tanah hanya membutuhkan waktu sekitar 50 tahun. Tanah dapat dipelajari secara garis besar dari dua pendekatan, yaitu : (1) edafologi, mempelajari tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia berbagai unsur hara bagi tumbuhan yang ada hubungannya dengan pertumbuhan dan produktivitas, kesesuaian penggunaan tanah, memelihara kelestarian fungsi tanah dan memperbaiki tanah yang rusak, (2) pedologi, menelaah proses dan reaksi biofisika-kimia yang berperan, jenis tanah dan penyebarannya. Dari sini tumbuh spesiali dasar dalam fisika tanah, biologi tanah, kimia tanah, mineralogi tanah dan genesis tanah.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
29
Secara umum terdapat dua golongan tanah, yaitu : (1) tanah mineral adalah semua tanah yang sampai kedalaman 30 cm atau lebih mengandung kurang dari 30% bahan organik jika bahan mineralnya bertekstur halus atau mengandung kurang dari 20% bahan organik jika bagian mineralnya bertekstur kasar, dan (2) tanah organik adalah tanah yang sampai kedalaman 30 cm atau lebih mengandung lebih dari 30% bahan organik jika bahan mineralnya bertekstur halus dan mengandung lebih dari 20% bahan organik apabila bahan mineralnya bertekstur kasar (pasir berlempung/loamy sand atau lebih kasar). Di Indonesia lebih banyak tanah mineral (± 164 juta ha) dari pada tanah organik (± 27 juta ha), seluruh luas daratan ± 191 juta ha. Tanah mineral pada dasarnya terdiri dari
empat penyusun utama, yaitu : bahan mineral, bahan
organik, air, dan udara akan menentukan sifat-sifat fisik tanah Komposisi volume dari tiap bagian penyusun utama tersebut berbeda-beda dari tanah yang satu ke tanah yang lain. Menurut Arsyad (2004) dan Sitorus (2008), di dunia ini dikenal 12 (dua belas) jenis tanah, yaitu : histosol, entisol, vertisol, inceptisol, aridisol, mollisol, spodosol, alfisol, ultisol, oxisol, andisol dan gellisol. 2.3.1. Kerusakan tanah Tanah dinyatakan rusak jika lapisan tanah atas (top soil) banyak terkikis atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan tersebut menjadi tipis atau bahkan hilang. Tanah atas umumnya hanya memiliki ketebalan sekitar 15 – 35 sentimeter. Apabila lapisan tanah atas yang telah menipis itu dibiarkan begitu saja dalam penggunaannya, lapisan ini akan hilang dan yang tampak adalah adalah lapisan tanah dibawahnya (sub soil) yang tidak subur, masih mentah, dimana
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
30
mikro flora dan mikro faunanya sudah hilang, maka perlu dilakukan perbaikan agar dapat menjadi tanah yang produktif, dan hal ini memakan waktu yang cukup lama, antara 2 – 5 tahun (Kartasapoetra 2004). Tanah sebagai sumberdaya alam untuk pertanian mempunyai dua fungsi utama, yaitu : (1) sebagai matrik tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan, dan (2) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan. Kedua fungsi tanah tersebut dapat menurun atau hilang, yang disebut kerusakan tanah atau degradasi tanah. Hilangnya fungsi pertama tidak mudah diperbaiki/diperbaharui karena memerlukan waktu lama, puluhan bahkan ratusan tahun untuk pembentukan tanah, tetapi hilangnya fungsi kedua dapat segera diperbaiki dengan pemupukan terus menerus ( Arsyad 2006; dan Sitorus 2008). Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama mudah mengalami kerusakan atau degradasi karena : (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tanaman, (3) penjenuhan tanah oleh air (waterlogging), dan (4) erosi. Kerusakan tanah selain secara alami juga disebabkan oleh faktor manusia, misalnya perladangan berpindah, dan pemanfaatan lahan yang melebihi kemampuannya atau daya dukungnya, pemakaian bahan kimia dalam pertanian dan buangan limbah industri yang terakumulasi dapat menjadi racun bagi tanaman. Kerusakan tanah oleh salah satu atau lebih penyebab diatas, menyebabkan merosotnya kesuburan tanah sehingga tanah tidak lagi mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
31
pertumbuhan tanaman yang normal, maka berakibat menurunnya pertumbuhan tanaman atau berkurangnya produktivitas lahan. Perombakan bahan organik dan pelapukan mineral serta pencucian yang berlangsung cepat di bawah iklim tropika panas dan basah, menyebabkan kehilangan unsur hara. Unsur hara juga terangkut melalui panen tanpa adanya usaha untuk mengembalikan, sehingga menyebabkan rusaknya struktur tanah. Pembakaran tumbuhan yang menutupi tanah akan mempercepat proses pencucian dan pemiskinan, apalagi jika pembakaran dilakukan setiap tahun. Pemberian pupuk buatan/pabrik atau pupuk organik (kompos), pergiliran tanaman dengan tanaman leguminosa dan tidak melakukan pembakaran vegetasi atau sisasisa tanaman, merupakan sebagian cara untuk mencegah kerusakan tanah dan memulihkan kesuburan tanah. 2.3.2. Erosi Tanah Menurut (Arsyad 2006 dan Sitorus 2008), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan di tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air dan angin. Di daerah beriklim basah seperti Indonesia, erosi oleh air yang lebih penting, sedangkan erosi oleh angin hampir tak berarti. Oleh sebab itu maka pembahasan erosi selanjutnya akan berpusat pada masalah erosi oleh air beberapa macam erosi yang dikenal dalam kamus konservasi tanah dan air, yaitu: (1) erosi geologi, terjadi sejak permukaan bumi terbentuk yang menyebabkan terkikisnya
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
32
batuan sehingga terjadi bentuk morfologi permukaan bumi seperti yang terdapat sekarang ini, (2) erosi normal, disebut juga erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami, biasanya terjadi dengan laju yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal, (3) erosi dipercepat, adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu kesimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah. Menurut bentuknya dikenal lima jenis erosi yaitu : (1) erosi permukaan, atau erosi lembar, (2) erosi alur, (3) erosi parit, (4) erosi tebing sungai, dan (5) longsor. Erosi memenyebabkan hilangnya lapisan bagian atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan akan diendapkan di tempat lain, di dalam sungai, waduk danau, saluran irigasi, di atas tanah pertanian dan sebagainya. Dengan demikian kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua tempat yaitu : (1) di tempat terjadinya erosi dan (2) di tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Kerusakan yang dialami ditempat erosi terjadi berupa kemunduran sifatsifat kimia dan fisik tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik serta memburuknya sifat fisik yang tercermin antara lain dari menurunya kapasitas kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah, yang pada
akhirnya
menyebabkan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
memburuknya
pertumbuhan
tanaman
dan
33
menurunnya produktivitas. Hal ini disebabkan oleh lapisan bagian atas tanah setebal 15 – 30 sentimeter mempunyai sifat-sifat kimia dan fisik lebih baik dibanding dengan lapisan tanah dibawahnya. 2.3.3. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pengelolaan sumberdaya lahan memiliki dua tujuan, yaitu : (1) tujuan fisik adalah tujuan yang dapat diukur dalam satuan fisik, misal produksi tiap ha, dan (2) tujuan ekonomis, diukur dalam penerimaan pendapatan bersih. Pada umumnya kedua tujuan diatas dapat sejalan, akan tetapi ada kalanya kedua tujuan tersebut tak sejalan, misal produksi tebu tinggi tetapi harganya murah, sehingga tujuan fisik tercapai namun tujuan ekonomis tidak tercapai. Menurut Sitorus (2008), sistem pengelolaan lahan mencakup lima unsur, yaitu : (1) perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, (2) tindakan khusus konservasi tanah dan air, (3) menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik, (4) menggunakan sistem pergiliran tanaman yang tersusun baik, dan (5) menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi pertumbuhan tanaman. Perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuannya, disesuaikan atau tergantung dari kemampuan sumberdaya lahan itu sendiri untuk dapat diusahakan bagi suatu penggunaan tertentu. Dengan demikian terlebih dulu harus diketahui potensi dari sumberdaya lahan itu sendiri untuk dapat mendukung suatu kegiatan usahatani tertentu serta tindakan yang diperlukan agar lahan tersebut dapat memberikan hasil yang baik secara berkelanjutan. Sifat lahan meliputi : (1) keadaan lereng atau topografi daerah, (2) kedalaman efektif tanah, (3) tekstur tanah, (4) tingkat kesuburan tanah, (5)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
34
permeabilitas tanah, dan (6) keadaan drainase. Hal ini merupakan faktor yang penting dari sumberdaya lahan agar dapat diusahakan Tindakan khusus konservasi tanah dan air, prinsipnya sama dengan konservasi tanah karena antara tanah dan air terdapat hubungan yang erat sekali, setiap tindakan atau perlakuan yang diberikan terhadap sebidang tanah akan mempengaruhi keadaan tata air di lahan tersebut maupun di daerah hilirnya. Tindakan konservasi tanah
adalah usaha untuk memperlakukan lahan
pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuannya, mengikuti syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah ditujukan untuk : (1) mencegah kerusakan tanah, dan (2) memperbaiki tanah yang rusak agar tercapai produksi yang setinggi-tingginya dalam waktu yang tak terbatas. Metode konservasi tanah menurut Sitorus (2008), dapat digolongkan kedalam tiga kelompok, yaitu : (1) metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia. Metode vegetatif fungsinya yaitu : melindungi tanah terhadap daya perusak terhadap butir-butir air hujan yang jatuh, melindungi tanah terhadap daya perusak aliran permukaan, dan memperbaiki kapasitas infiltrasi
tanah dan
kemampuan mengabsorbsi air. Metode vegetatif, antara lain : penghutanan atau penghijauan, penanaman dengan rumput makanan ternak, pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau. Metode mekanik dalam konservasi tanah mempunyai dua fungsi, yaitu memperlambat aliran permukaan dan menampung/menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Metode mekanik antara lain adalah pengolahan tanah (tillage), pembuatan galengan dan saluran menurut kontur,
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
35
pembuatan teras, perbaikan drainase dan pembuatan irigasi, pembuatan waduk, dam, dan tanggul. Metode kimia digunakan untuk pembentukan struktur tanah yang stabil. Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Beberapa jenis senyawa kimia yang umum disebut soil conditioner yang digunakan antara lain adalah : krilium, yaitu garam natrium dari poly acrylonitrile, polymer tak terionisasi : polyvinyl alkohol (PVA), polyanion : polyvinil acetate (PVAC), polycation : dimethyl amino ethyl meta crylate (DAEMA), dipole polymer (PAM), dan emulsi bitumen. Menyiapkan tanah dalam keadaan olah yang baik, dikenal tiga fungsi pengolahan tanah, yaitu : (1) untuk menggemburkan tanah, (2) memberantas tanaman pengganggu, dan (3) memasukkan sisa-sisa tanaman kedalam tanah. Pengolahan tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan air tanah pada saat mengolah. Bila tanah diolah pada keadaan basah, maka akan mudah terjadi pemadatan, dan struktur tanah akan rusak. Sebaliknya bila tanah diolah dalam keadaan kering akan terjadi penghancuran agregat-agregat tanah. Keadaan olah yang baik adalah suatu keadaan, dimana terbentuk struktur remah. Dalam keadaan seperti ini akan terjadi perbaikan-perbaikan dalam hal peredaran atau sirkulasi udara dalam tanah. Keadaan olah yang baik dapat dicapai jika tanah diolah dalam keadaan lembab. Menggunakan sistem pergiliran tanaman (crop rotation) yang tersusun baik, adalah sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir dalam urutan waktu tertentu pada sebidang lahan. Pergiliran tanaman mempunyai empat keuntungan yaitu : (1) mencegah erosi, (2) pemberantasan hama dan penyakit,
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
36
menekan populasi hama dan penyakit, (3) pemberantasan tanaman pengganggu, (4) memperbaiki atau memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah jika tanaman pergiliran (utamanya legum) dibenanamkan kedalam tanah. Tanaman yang sesuai untuk digunakan dalam sistem pergiliran tanaman dalam konservasi tanah sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1)
mudah diperbanyak, sebaiknya biji, (2) memiliki sistem perakaran yang tidak memberikan kompetisi berat terhadap tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tak memerlukan tingkat kesuburan tanah yang tinggi untuk pertumbuhannya, (3) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (4) toleran terhadap pemangkasan, (5) tahan terhadap hama, penyakit dan kekeringan, (6) mampu menekan pertumbuhan penggunggu, (7) mudah dimusnahkan jikan tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman pokok, dan (8) tidak memiliki duri dan sulur-sulur yang membelit. Menyediakan
unsur
hara
yang
cukup
dan
seimbang
bagi
pertumbuhan tanaman, agar dapat mencapai produksi tanaman yang optimum dan memperbaiki sifat fisik tanah. Penggunaan pupuk sebagai faktor masukan (input) sangat menentukan pertumbuhan tanaman terutama pada lahan miskin ketersediaan unsur hara. Namun pemupukan tidak akan berhasil dan menguntungkan sebelum usaha-usaha pencegahan erosi, perbaikan keadaan udara dan air, pemeliharaan bahan organik tanah, perbaikan tanah yang rusak, dan perbaikan drainase dilakukan terlebih dulu. Ada tiga hal yang perlu diketahui sebelum melakukan suatu usaha pemupukan yaitu : (1) jenis pupuk yang akan diberikan, (2) besar dan jumlahnya, (3) saat pemberian. Untuk dapat mengetahui ketiga hal tersebut perlu dilakukan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
37
serangkaian kegiatan yang tahapannya adalah adalah sebagai berikut : (1) mengadakan evaluasi tingkat kesuburan tanah, (2) mengadakan percobaan yang terarah agar dapat menjawab jumlah yang diperlukan dan saat pemberiannya. Penilaian tingkat kesuburan tanah dapat dilakukan melalui berbagai cara sebagai berikut : (1) pengamatan gejala kekurangan unsur hara pada tanaman yang tumbuh diatas tanah, (2) analisis jaringan tanaman, (3) uji biologi, dilakukan dengan menggunakan tanaman tertentu yang ditanam pada contoh tanah di rumah kaca atau di lapang, dan (4) uji kimia tanah, adalah menganalisis kimia sampel tanah merupakan cara yang paling mudah dan cepat. Pupuk adalah semua bahan yang mengandung unsur-unsur yang berfungsi sebagai hara tanaman dan tidak mengandung unsur-unsur racun yang dapat memperburuk keadaan tanah. Beberapa cara penempatan pupuk adalah : (1) sebar rata (broadcast), pupuk diberikan dengan cara disebar merata di permukaan tanah sebelum tanam, (2) barisan (side band), pupuk diberikan dalam barisan / larikan di salah satu atau kedua sisi biji atau tanaman, (3) in the row, pupuk diberikan bersam-sama dengan biji dalam satu larikan atau parit, (4) top dressed dan side dressed, pupuk diberikan setelah tanaman tumbuh; top dressed biasanya untuk tanaman rumput atau serlia kecil, sedangkan side dressed ditempatkan di sisi barisan tanaman seperti jagung, (5) pop-up sama dengan ini the row, hanya disini dalam lubang atau tugalan, (6) pemupukan daun (foliar application), pupuk dilarutkan atau diencerkan terlebih dulu dan diberikan lewat daun, (7) suntikan (injection), digunakan khusus untuk pupuk dalam bentuk gasseperti NH3 dan SO2 dan diberikan dengan cara disuntikkan ke tanah dengan bantuan aplicator khusus, (8) pemupukan lewat air irigasi (fertigation).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
38
2.4. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan maupun manusia, disebut pupuk kandang, pupuk hijau atau kompos baik berwujud cair maupun padat. Pupuk organik memiliki keunggulan lebih mudah diserap tanaman, lebih ramah lingkungan, tidak membahayakan kesehatan. Disamping itu juga memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, serta mengurangi erosi. Kelemahan pupuk organik adalah rendahnya unsur hara makro, memerlukan jumlah yang besar dan tenaga yang banyak dalam pemakaiannya serta biaya transportasi tinggi. Pupuk hayati (Yuwono, 2006) adalah mikroba untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikroba yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikroba mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah : (1) mikroba penambat nitrogen, dan (2) mikroba pelarut fosfat atau meningkatkan ketersedian fosfat dalam tanah. 2.4.1. Mikroba Penambat Nitrogen Sumber utama N berasal dari gas N2 dari atmosfir. Walaupun jumlahnya sangat besar sekitar 79% dari volumenya, tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi, kecuali telah menjadi bentuk yang tersedia. Proses perubahan tersebut: (1). Penambatan oleh mikrobia dan jazad renik lain. Jazad
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
39
renik ada yang hidup simbiotis dengan tanaman tanaman legum (kacangkacangan) maupun tanaman non legum, (2). Penambatan oleh jazad-jazad renik yang hidup bebas di dalam tanah atau yang hidup pada permukaan organ tanaman seperti daun, dan (3). Penambatan sebagai oksida karena terjadi pelepasan muatan listrik di atmosfir. 2.4.2. Penambatan Nitrogen oleh Azospirillum Selama berabad-abad penggunaan legum (kacang-kacangan) dalam pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk kandang merupakan cara-cara yang penting dalam penyediaan nitrogen tambahan pada tanaman non legum. Meskipun masih merupakan sumber nitrogen yang besar sumbangannya bagi pertumbuhan tanaman, selama beberapa dekade sekarang ini sumber nitrogen kacangankacangan dan pupuk kandang makin hari makin menurun peranannya. Jumlah nitrogen yang ditambat oleh rhizobia sangat bervariasi tergantung strain, tanaman inang serta lingkungannya termasuk ketersediaan unsur hara yang diperlukan. Banyak genus rhizobia yang hanya dapat hidup menumpang pada tanaman inang tertentu (spesifik). Sebagai contoh bakteri yang bersimbiosis dengan kedelai (soybean) umumnya tidak dapat bersimbiosis dengan dengan tanaman alfalfa (medicago). Agar kemampuan menambat nitrogen tinggi maka tanaman inang harus dinokulasi dengan inokulan yang sesuai. Penambatan oleh rhizobia maksimum bila ketersediaan hara nitrogen dalam keadaan minimum. Dianjurkan untuk memberikan sedikit pupuk nitrogen sebagai starter, agar bibit muda memiliki kecukupan N sebelum rhizobia menetap dengan baik pada akarnya. Sebaliknya pemupukan nitrogen dengan jumlah besar atau terus menerus akan memperkecil kegiatan rhizobia sehingga kurang efektif.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
40
2.4.3. Penambat N yang Hidup Bebas Penambatan nitrogen dalam tanah dilakukan juga oleh jasad renik yang hidup bebas, artinya tidak bersimbiosis dengan tanaman inang. Jasad tersebut antara lain adalah ganggang hijau-biru (chyanophiceae) dan bakteri yang hidup bebas. Bakteri yang hidup bebas ialah rhodospirillum sp. yang fotosintetis, clostridium yang merupakan jasad bersifat anaerob serta azotobacter dan beiyerinckia yang aerob. Ganggang biru hijau hidup pada berbagai keadaan lingkungan, bahkan pada permukaan batu di lahan gurun pasir yang gersang. Dia bersifat auototrof sempurna dan hanya memerlukan sinar matahari, air, nitrogen bebas, karbon dioksida dan garam-garam yang mengandung hara mineral penting. Karena ganggang memerlukan sinar matahari maka diduga hanya sedikit pengaruhnya terhadap penambahan unsur N dalam tanah pertanian yang diusahakan di dataran tinggi. Manfaat lain yang diperoleh dari ganggang hijau-biru ini ialah terjadinya pelapukan secara biologis sehingga menjadi lebih terbukanya kehidupan lain pada permulaan genesa tanah. Dipandang dari segi pertanian penambatan nitrogen oleh bakteri yang hidup bebas di dalam tanah mempunyai peranan lebih penting dibandingkan ganggang hijau-biru. Jasad-jasad ini, kecuali rhodospirillum, menghendaki adanya sumber tenaga berupa sisa tanaman atau hewan. Sebagian tenaga hasil oksidasi ini digunakan untuk menambat nitrogen dari udara bebas. Kemampuan maksimum penambatan nitrogen oleh jasad ini berkisar 20 sampai 40 kg per ha N per tahun. Disamping bakteri penambat yang bersimbiose ada mikrobia yang
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
41
hidup bebas mikrobia dan ganggang biru (blue green algae) yang mampu menambat N di udara. 2.4.4. Mikroba Pelarut Fosfat (P) Reaksi yang terjadi selama proses pelarutan P dari bentuk tak tersedia adalah reaksi khelasi antara ion logam dalam mineral tanah dengan asam-asam organik. Khelasi adalah reaksi keseimbangan antara ion logam dengan agen pengikat, yang dicirikan dengan terbentuknya lebih dari satu ikatan antara logam tersebut dengan molekul agen pengikat, yang menyebabkan terbentuknya struktur cincin yang mengelilingi logam tersebut. Mekanisme pengikatan Al3+ dan Fe2+ oleh gugus fungsi dari komponen organik adalah karena adanya satu gugus karboksil dan satu gugus fenolik, atau dua gugus karboksil yang berdekatan bereaksi dengan ion logam. Asam-asam organik yang mempunyai berat molekul rendah meliputi: asam alifatik sederhana, asam amino dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman yang banyak mengandung selulosa, asam amino dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung N (misalnya legum), sedang asam fenolik dihasilkan dari tanaman golongan herba (berbatang basah seperti bayam). Asamasam organik tersebut antara lain: laktat, glikolat, suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat, glukonat, oksalat, butirat dan malonat akan terbentuk selama proses perombakan bahan organik oleh mikroba, merupakan bentuk antara (transisi). Meskipun jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 10 mM, namun karena terus menerus terbentuk maka peranannya menjadi penting. Sebagian besar asam tersebut merupakan asam lemah. Konsentrasi yang agak besar dapat ditemukan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
42
pada mintakat (zone) tempat aktivitas mikroba tinggi seperti rhizosphere atau pada longgokan seresah tanaman yang sedang mengalami proses perombakan. Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat > asam oksalat = asam tartrat= asam malat > asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik yang membentuk komplek yang lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aromatik dapat melepas P lebih besar dibandingkan asam alifatik. Sedangkan kemudahan fosfat terlepas mengikuti urutan Ca3(PO4)2 > AlPO4 > FePO4. Kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan oleh: (1) kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah, (2) waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral, (3) tingkat dissosiasi asam organik, (4) tipe dan letak gugus fungsi asam organik, (5) affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan (6) kadar asam organik dalam larutan tanah. Mikroba yang berperanan dalam pelarutan fosfat adalah bakteri, jamur dan aktinomisetes. Dari golongan bakteri antara lain: Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus,
B.
licheniformis,
B.
polymixa,
B.
megatherium,
Arthrobacter,
Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus dan Mycobacterium. Dari golongan jamur antara lain: Aspergillus niger, A. candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium & Phialotobus. Sedangkan dari golongan aktinomisetes adalah Streptomyces sp.. Mikroba dapat ditumbuhkan dalam media yang mengandung Ca3(PO4)2, FePO4, AlPO4, apatit, batuan P dan komponen Panorganik lainnya sebagai sumber P. Jamur Aspergilus niger dapat dipeletkan bersama dengan serbuk batuan fosfat dan bahan organik membentuk pupuk
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
43
batuan fosfat yang telah mengandung jasad pelarut fosfat. Aspergillus niger tersebut dapat bertahan hidup setelah masa simpan 90 hari dalam bentuk pelet.
2.5. Proses Pemurnian Nira Agar gula yang dihasilkan berkualitas baik, maka perlu dilakukan proses pemurnian nira. Tujuan pemurnian nira adalah untuk menghilangkan sebanyak mungkin kotoran-kotoran, menjadi bentuk garam yang mengendap, sehingga nira menjadi jernih. Menurut Hugot (1992) dan Elfers (1994) metode pemurnian nira ada tiga, yaitu: defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Metode sulfitasi mampu mengikat kotoran lebih sempurna dibanding metode defekasi, namun masih dapat ditingkatkan dengan metode karbonatasi. Peningkatkan kualitas gula tumbu dalam penelitian ini dipilih metode sulfitasi karena metode karbonatasi secara teknis sulit diterapkan dalam UKGT. Nira mentah yang telah disaring dimurnikan melalui tahap-tahap tertentu sehingga diperoleh nira jernih. Proses yang dipakai adalah sulfitasi panas yaitu dengan menambahkan susu kapur kedalam nira mentah agar pH nya sampai 9 9,5 pada suhu 65o – 70oC. Untuk menurunkan pH nira menjadi netral, yaitu ± 7,0 digunakan asam sulfit. Tujuannya untuk menghilangkan sebanyak mungkin kotoran-kotoran yang terikat dalam bentuk garam sulfit. Bahan pewarna pada tebu seperti klorofil, antocyanin dan sakaretin sebagai bahan pengotor. Klorofil tak larut dalam air tetapi dapat dihilangkan dalam semua cara pemurnian nira. Antocyanin dapat dengan cepat dihilangkan dengan kehadiran kapur dalam jumlah yang berlebih atau ekses dan sebagian dihilangkan dalam proses pemucatan dengan H2SO3. Sakaretin hadir dalam ampas ia menyebabkan warna kuning dan larut dengan kehadiran kapur.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
44
Defekasi merupakan perlakuan pencampuran susu kapur ke dalam nira mentah dengan tujuan untuk mengikat pengotor-pengotor dalam nira menjadi garam, agar terjadi pengendapan garam kalsium.Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dilakukan defekasi dingin, defekasi panas, dan defekasi terpisah. Defekasi dingin, susu kapur ( 2,5 – 7,5% CaO) ditambahkan ke dalam nira hingga pH 7,6 – 8,6 kemudian nira dipanaskan sampai suhu 100oC. Defekasi panas, nira mentah dipanaskan terlebih dulu 100 – 102oC kemudian susu kapur ditambahkan hiungga pH 7,6 – 8, dilanjutkan dengan proses pengendapan. Defekasi terpisah, susu kapur dimasukkan kedalam nira mentah (pH 6,0 – 6,4) kemudian ditambahkan susu kapur hingga pH 7,6 – 7,8 dilanjutkan dengan proses pengendapan. Sulfitasi berkembang setelah diketahui bahwa nira yang dihasilkan dari proses defekasi kurang jernih dan masih terdapat banyak pengotor sehingga belum bisa menghasilkan gula yang putih. Sulfitasi dilakukan dengan menambahkan susu kapur secara berlebih ke dalam nira hingga pHnya 9. Kelebihan susu kapur dinetralkan dengan gas SO2 atau asam sulfit (H2SO3) dan membentuk endapan CaSO3. Asam sulfit akan terionisasi dalam dua langkah yaitu: H2SO3
H+ + HSO3-
HSO3-
H+ + SO3-2
Setelah asam sulfit terionisasi menurut reaksi di atas, selanjutnya pengendapan kelebihan kapur menjadi CaSO3 dengan reaksi: Ca+2 + SO3-2
CaSO3
Asam sulfit tak hanya bereaksi untuk menetralkan kelebihan susu kapur saja, namun mempunyai pengaruh yang menguntungkan karena dapat mencegah
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
45
atau memperlambat pembentukan warna yang mungkin terjadi selama proses pemurnian berlangsung. Proses pemurnian secara sulfitasi sangat ekonomis. Meskipun tak seekonomis proses defekasi, tetapi dapat menghasilkan gula dengan kualitas yang lebih baik, sehingga banyak digunakan. Kualitas gula yang dihasilkan oleh pemurnian dengan cara sulfitasi masih dapat ditingkatkan dengan metode karbonatasi. Karbonatasi, dilakukan dengan cara menambahkan susu kapur ke dalam nira secara berlebih. Kelebihan susu kapur tersebut dinetralkan dengan menambah gas CO2 membentuk endapan CaCO3, reaksinya : Ca (OH)2 + CO2
CaCO3
+ H2O
Nira dipanaskan hingga 55oC, kemudian dikarbonatasi bersamaan dengan proses defekasi (pH = 10,5). Langkah selanjutnya adalah penyaringan endapan. Kualitas gula yang dihasilkan oleh pemurnian dengan cara sulfitasi masih dapat ditingkatkan dengan metode karbonatasi. Karbonatasi, dilakukan dengan cara menambahkan susu kapur ke dalam nira secara berlebih. Kelebihan susu kapur tersebut dinetralkan dengan menambah gas CO2 membentuk endapan CaCO3, reaksinya : Ca (OH)2 + CO2
CaCO3
+ H2O
Kualitas gula yang dihasilkan oleh pemurnian dengan cara sulfitasi masih dapat ditingkatkan dengan metode karbonatasi. Karbonatasi, dilakukan dengan cara menambahkan susu kapur ke dalam nira secara berlebih. Kelebihan susu kapur tersebut dinetralkan dengan menambah gas CO2 membentuk endapan CaCO3, reaksinya :
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
46
Ca (OH)2 + CO2
CaCO3
+ H2O
Nira dipanaskan hingga 55oC, kemudian dikarbonatasi bersamaan dengan proses defekasi (pH = 10,5). Langkah selanjutnya adalah penyaringan endapan yang pertama, dilanjutkan dengan pemanasan 85oC kemudian dikarbonatasi kedua hingga mencapai pH 8,5. Setelah itu dilakukan penyaringan kedua, sulfitasi, penguapan sulfitasi kedua dan penyaringan ketiga. 2.6. Model dan Sistem 2.6.1. Model Model merupakan penyederhanaan sistem, disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya memperhitungkan beberapa faktor dalam sistem dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Hartrisari 2007). Sedangkan Amirin (2003) mengemukakan, model merupakan pencerminan, penggambaran sistem yang nyata atau yang direncanakan, tiruan dari sistem yang sebenarnya, abstraksi realitas suatu penghampiran kenyataan, sebab model tak dapat menceritakan perincian atau detail kenyataan tersebut melainkan hanya porsi atau bagian tertentu yang penting saja, atau yang merupakan sosok kunci atau pokok. Definisi lain menyebutkan bahwa model adalah alat untuk memprediksi perilaku dari suatu sistem yang kompleks dan sedikit difahami, atas dasar perilaku dari komponen sistem yang telah diketahui dengan baik. Model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Menurut Hartrisari (2007), model disusun untuk beberapa tujuan, yaitu: (1) pemahaman proses yang terjadi dalam sistem; model harus dapat
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
47
menggambarkan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem dalam kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai, (2) prediksi; hanya model yang bersifat kuantitatif yang dapat melakukan prediksi, dan
(3) menunjang pengambilan
keputusan; jika model yang disusun berdasarkan pemahaman proses serta yang mempunyai kemampuan prediksi dapat dijadikan alat untuk perencana guna membantu
proses
pengambilan
keputusan.
Murdick
dan
Ross
(1982),
menyebutkan ada dua keuntungan dengan adanya model atau pembuatan model, yaitu : (1) sistem lebih ekonomis ; modifikasi terhadap sistem akan lebih murah jika dilakukan di atas kertas, (2) memungkinkan mengkaji dan melakukan percobaan (eksperimen) situasi yang rumit, misal : melakukan percobaan terhadap setiap komponen pesawat luar angkasa dengan melontarkan ke angkasa setiap kali. Beberapa macam model yaitu : (1) model skematis; melukiskan unsurunsur sistem dan perkaitannya, (2) model sistem arus; menunjukan arus barang, energi, maupun informasi yang mengikat unsur-unsur sistem dan menjelaskan perilakunya, (3) model sistem statis; untuk melukiskan satu pasang hubungan saja, (4) model sistem dinamis; melukiskan sistem yang secara tetap dan terus menerus berubah, sistem yang mengatur diri sendiri, mengarahkan dirinya sendiri, dan berperilaku dengan sesuatu tujuan. Menurut fungsinya model dibedakan: (1) model deskriptif; memberikan gambaran situasi dan tidak meramalkan atau memberikan rekomendasi, (2) model prediktif; menunjukkan kaitan variabel terpengaruh dengan variabel pengaruh (dependent and independent variable), (3) model normatif; memberikan jawaban terbaik untuk memecahkan suatu problem, menyarankan atau merekomendasikan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
48
serangkaian tindakan yang bisa ditempuh. Menurut strukturnya, ada tiga tiga macam pula, yaitu: (1) model ikonik; memiliki beberapa ciri fisik benda yang digambarkan, (2) model analog; adalah model yang terdapat penggantian komponen atau proses guna memberikan kesamaan dengan apa yang dijadikan model, (3) model simbolik; menggunakan simbol atau lambang untuk menggambarkan dunia nyata, biasanya simbol matematik. Berdasarkan kaitannya dengan waktu terdapat dua model, yaitu: (1) model statis; tidak mempersoalkan perubahan yang terjadi karena waktu, dan (2) model dinamik; menjadikan waktu sebagai variabel pengaruh (independent variable). Berdasarkan kaitannya dengan ketidak pastian, ada tiga jenis model, yaitu: (1) model deterministik; menggambarkan bahwa bagi sehimpunan masukan tertentu akan ada keluaran yang khusus yang bisa dideterminasi atau dipastikan, (2) model probabilistik; memberikan bantuan untuk pembuatan keputusan pada saat mengandung resiko, menggambarkan bermacam masukan dan proses, paling tidak satu kemungkinan keluaran yang probabilistik bagi masing-masing masukan tersebut, (3) model teori perjudian; berusaha membuat pemecahan optimum pada saat menghadapi situasi yang tidak dikenal atau tidak pasti. 2.6.2. Sistem Istilah sistem banyak digunakan dalam segala bidang, namun pengertian sistem sebagai suatu disiplin ilmu diartikan sebagai gabungan dari komponen /elemen atau bagian yang saling berkaitan yang dirancang sebagai satu kesatuan guna mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks (Marimin 2004; dan Marimin et al. 2006). Hartrisari (2007) mendefinisikan sistem adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
49
mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Sistem sebagai suatu bentuk atau struktur yang memiliki lebih dari dua komponen yang saling berinteraksi secara fungsional
dikemukakan oleh Manetsch dan Park (1979), sedangkan
Eriyatno (2007) menyatakan sistem adalah totalitas himpunan elemen-elemen yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu, dalam upaya mencapai tujuan (goals)
Dengan
demikian setiap sistem harus memiliki komponen atau elemen yang saling berinteraksi atau terkait dan terorganisir dengan suatu tujuan tertentu. Komponen-komponen dalam suatu sistem saling berhubungan dan memiliki ketergantungan antar komponen. Sistem harus dipandang secara keseluruhan (holistik) dan akan bersifat sebagai pengejar sasaran (goal seeking) sehingga terjadi sebuah keseimbangan untuk pencapaian tujuan. Sebuah sistem mempunyai masukan (input) yang berproses untuk menghasilkan luaran (output). Pada sistem ada umpan balik yang berfungsi sebagai pengatur komponenkomponen sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan, dan sistem yang lebih besar dapat terdiri atas beberapa sistem kecil (sub sistem) yang akan membentuk suatu hirarki. Sistem dapat diketahui dari ciri-cirinya, beberapa definisi mengenai ciriciri sistem pada dasarnya saling melengkapi, pada umumnya adalah : (1) mempunyai tujuan, (2) punya batas, (3) tersusun dari sub sistem, (4) saling keterkaitan dan saling tergantung, (5) merupakan satu kebulatan yang utuh, (6) melakukan kegiatan transformasi, (7) ada mekanisme kontrol, dan (8) memiliki kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
50
Hartrisari (2007) menggolongkan sistem dalam dua jenis, yaitu sistem terbuka (open system) dan sistem tertutup (closed system). Sistem terbuka merupakan sistem yang outputnya merupakan tanggapan dari input, namun output yang dihasilkan tidak memberikan umpan balik terhadap input. Sistem terbuka tidak menyediakan sarana koreksi dalam sistem, sehingga perlakuan koreksi membutuhkan faktor dari luar (eksternal). Sebaliknya pada sistem tertutup, output memberikan umpan-balik terhadap input. Penggolongan sistem didasarkan pula atas : (1) sistem alami, yaitu hasil proses alam, contohnya sungai, dan sistem buatan manusia, dibuat untuk membantu aktifitas manusia, contohnya jembatan, (2) sistem statis, terstruktur tapi tak mempunyai aktifitas (jembatan) dan sistem dinamis memiliki sifat dan perilaku, contohnya keadaan ekonomi suatu negara, (3) sistem fisik, melibatkan komponen fisik, (pabrik), dan
sistem abstrak,
menggunakan simbol untuk merepresentasikan komponen sistemnya (gambar pabrik), sistem terbuka, berinteraksi dengan lingkungan, (membiarkan material, informasi, dan energi bergerak tanpa batas) dan sistem tertutup (berinteraksi sangat sedikit dengan lingkungannya). Dalam ilmu manajemen secara sederhana sistem digambarkan sebagai suatu kesatuan antara input, proses dan output. Sistem akan membentuk suatu siklus yang berjalan secara terus menerus dan dikendalikan oleh suatu fungsi kontrol atau umpan balik. Prinsip sistem ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks yang sering kita hadapi atau menyusun berbagai elemen sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat (Midgley, 2000).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
51
2.6.3. Verifikasi dan Validasi Verifikasi adalah tahap pembuktian model yang dibuat dengan melakukan pengujian di lapang. Setelah verifikasi tahapan berikutnya adalah validasi. Verifikasi dan validasi merupakan dua aktivitas yang beruntun dan harus dilakukan untuk menguji apakah sebuah model dapat memberikan hasil yang baik atau tidak. Validasi adalah tahap penentuan tingkat kebenaran atau kesahihan dari suatu model yang dibuat setelah dilakukan verifikasi. Model yang dibuat oleh peneliti hanya menggambarkan sebagian dari komponen yang ada di alam, sehingga hasil dari analisis model selalu memiliki kesalahan atau ketidak tepatan, oleh karena itu suatu model harus dinilai validasinya.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian dan Jumlah Cuplikan (Sample) Lokasi penelitian ini di dilaksanakan di tiga kecamatan yaitu : Kecamatan Gebog, Kecamatan Bae dan Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, karena keberadaan UKGT hanya di tiga kecamatan tersebut. Berdasarkan BPS (Jawa Tengah dalam Angka, 2006 dan Kudus dalam Angka, 2006), Kabupaten Kudus merupakan Kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 hektar yang terbagi dalam 9 (sembilan) kecamatan, yaitu: (1) Kaliwungu, (2) Kota Kudus, (3) Jati, (4) Undaan, (5) Mejobo, (6) Jekulo, (7) Bae, (8) Gebog, dan (9) Dawe. Letaknya diantara 110o 36’ dan 110o 50’ BT serta 6o51’ dan 7o16’ LS. Batas-batasnya : sebelah utara Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati, sebelah timur Kabupaten Pati, sebelah selatan
Kabupaten Grobogan dan
Kabupaten Pati, sebelah barat Kabupaten Demak dan Kabupaten Jepara. Ibukotanya di kota Kudus, berada di jalur pantai utara antara SemarangSurabaya, 51 km sebelah timur Kota Semarang. Ketinggian rata-rata Kabupaten Kudus ± 55 meter diatas permukaan laut. Beriklim tropis dan bertemperatur sedang. Curah hujan relatif rendah, rerata dibawah 2500 milimeter tiap tahun dan jumlah hari hujan rerata 132 hari tiap tahun. Jumlah cuplikan diambil secara acak sebanyak lebih dari 50 persen secara proporsional dari total pengusaha (populasi), yaitu 110 pengusaha UKGT yang dianggap dapat mewakili masing-masing kecamatan dan desa seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.1.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
53
Tabel 3.1. Jumlah Pengusaha dan Jumlah Cuplikan Pengusaha UKGT No.
Kecamatan
Desa
Jumlah Pengusaha 10
Jumlah Cuplikan Pengusaha 5
1.
Gebog
Kedungsari
2.
Bae
Bae
4
2
3.
Dawe
Gondang Manis
12
6
Rejosari
7
3
Kuwukan
3
2
Kondang Mas
13
6
Soco
12
6
Cranggang
60
30
Cendono
38
19
Piji
15
7
Puyoh
16
8
Glagah Kulon
4
2
Samirejo
11
6
Ternadi
5
3
Tergo
9
5
219
110
TOTAL
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
54
Gambar 3.1. Lokasi Kabupaten Kudus di Peta Jawa Tengah (warna merah)
Gambar 3.2. Peta Kabupaten Kudus
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
55
3.2. Pengumpulan Data Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari para pengusaha UKGT dan pedagang gula tumbu, melalui survei lapang menggunakan prosedur wawancara dengan panduan kuesioner. Survei lapang ini melibatkan aktivitas : (1) pemilihan petugas pencacah (enumerator) atau pengumpul data (data collector) sebagai tenaga lapang. (2) pelatihan terhadap petugas pencacah dalam menggunakan panduan wawancara (quisioner), (3) melakukan wawancara terhadap responden (pengusaha dan pedagang) dengan menggunakan panduan wawancara, (4) melakukan wawancara, diskusi terhadap key informan atau para pakar yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang tanaman tebu, teknik proses produksi gula tumbu, dan wawasan terhadap lingkungan hidup. Pengumpulan data sekunder yang relevan diperoleh dari : Kantor Statistik Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kudus, Kantor Departemen Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Kudus, serta
penelusuran hasil-hasil
penelitian sebelumnya di perpustakaan maupun lewat internet. Data yang dibutuhkan untuk dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian yaitu: (1) produktivitas tebu, (2) teknologi proses peningkatan mutu gula tumbu, dan (3) kelayakan finansial UKGT. 3.2.1. Produktivitas tebu Produktivitas tebu diperoleh dari data primer, dan hasil rancangan percobaan pemupukan tanaman tebu keprasan serta data sekunder : a) Produktivitas tebu tanpa rancangan percobaan b) Produktivitas tebu hasil rancangan percobaan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
56
c) Ongkos tenaga kerja usaha tani tebu d) Penggunaan pupuk anorganik tiap hektar e) Jumlah, jenis dan harga masing-masing pupuk f) Biaya pemupukan yang biasa dilakukan tiap hektar g) Biaya pemupukan optimal setelah rancangan percobaan h) Luas lahan tanaman tebu di Kabupaten Kudus 3.2.2. Teknologi proses peningkatan mutu gula tumbu Teknologi proses peningkatan mutu gula tumbu diperoleh dari data primer hasil survei lapang dan hasil eksperimen laboratorium peningkatan mutu GT melalui metode sulfitasi serta data sekunder, meliputi: a) Varitas tebu yang digiling b) Cara menggiling tebu c) Suhu pemanasan awal d) Prosentase penambahan kapur (menjadikan nira pH 9) e) Prosentase penambahan asam sulfit (menjadikan nira pH 7 dan pH 8) f) Suhu pemanasan lanjut g) Parameter kualitas gula tumbu : kadar air, kadar sukrosa, kadar glukosa, rendemen, kekerasan, warna, rasa dan aroma/bau 3.2.3. Kelayakan finansial UKGT Kelayakan finansial UKGT diperoleh dari data primer, wawancara dengan paduan kuisioner, meliputi: a) Kapasitas tebu yang digiling tiap hari b) Kapasitas gula tumbu yang dihasilkan tiap hari c) Harga gula tumbu tiap kilogram
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
57
d) Harga tebu tiap kuintal (100 kilogram) e) Ongkos transportasi f) Harga solar bahan penolong g) Upah tenaga kerja dan pengeluaran lain h) Modal untuk investasi: motor diesel, gilingan tebu, penampung nira, selang saluran nira, tungku pemanas, wajan, dan lain-lain i) Modal kerja satu siklus (mulai giling hingga diperoleh uang hasil penjualan gula tumbu) a) Lamanya siklus
3.3. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Analisis data untuk sub model produktivitas tebu dilakukan dengan Metode Statistik Analisis Varian (ANAVA) dan berlanjut dengan DMRT jika berbeda nyata. Usaha tani tebu dianalisis berdasarkan biaya masukan-luaran (input-output). 2) Analisis data sub model teknologi peningkatan mutu gula tumbu berdasarkan eksperimen laboratorium dengan proses sulfitasi dianalisis dengan Metode Statistik Anava dan berlanjut dengan DMRT jika berbeda nyata. 3) Analisis sub model kelayakan finalsial UKGT berdasarkan Struktur Produksi dan Analisis Finansial metode: NPV (Net Present Value),
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
58
IRR (Internal Rate of Return), B/C (Benefit Cost Ratio) dan PBP (Pay Back Periode) serta Analisis Sensitivitas. 3.4. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yang dirancang untuk menghasilkan model UKGT, sebagai berikut: 1) Tahap awal penelitian ini terdiri dari studi pustaka dan survei lapang, perumusan masalah dan tujuan penelitian. 2) Merancang sub model produktivitas tebu berdasar atas percobaan lapang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 (empat) kelompok perlakuan dan 3 (tiga) kali ulangan. Hasil panen tebu dari masing-masing kelompok perlakuan diukur dan dianalisis 3) Merancang sub model teknologi peningkatan kualitas gula tumbu berdasar atas percobaan dalam laboratorium dengan metode proses sulfitasi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF), dengan perlakuan pH (2 kali) dan suhu pemasakan (4 kali), ulangan dilakukan 3 (tiga) kali. Parameter (variabel terikat) kualitas gula tumbu hasil dari tiap perlakuan dicatat dan dianalis. 4) Menganalisis sub model kelayakan finalsial UKGT dilaksanakan berdasarkan struktur produksi dan: NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Benefit Cost Ratio) dan PBP (Pay Back Periode) serta Analisis Sensitivitas
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
59
Selanjutnya dari ketiga sub model tersebut disusun atau dibangun menjadi Model UKGT Berwawasan Lingkungan. Tahapan penelitian secara skematis ditunjukkan pada Gambar 3.3.
MULAI
.STUDI PUSTAKA SURVEI LAPANG
ANALISIS KEBUTUHAN.
IDENTIFIKASI SISTEM .
PERUMUSAN MASALAH .
. STRUKTURISASI MODEL UKGT
Pupuk
Varietas Tebu
Lahan
SUB MODEL PRODUKTIVITAS TEBU RAN. COB. LAPANG
Model Simbolis
KONDISI EMPIRIS
pH
SUB MODEL PENINGKATAN MUTU GULA TUMBU
Suhu
RAN. COB. LABORATORIUM.
Model Arus KONDISI EMPIRIS SUB MODEL KELAYAKAN FINANSIAL
Biaya
Penerimaan
ANALISIS BIAYA
Model Simbolis KONDISI EMPIRIS
MODEL UKGT BERWAWASAN LINGKUNGAN
SELESAI
Gambar 3.3. Tahapan penelitian
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Suku Bunga
60
3. 5. Identifikasi Sistem Penelitian diawali dengan analisis kebutuhan, seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.2 . Tabel 3.2. Analisis Kebutuhan No Stakeholder
Kebutuhan
1
- peningkatan PDRB
Pemerintah Daerah
- stabiltas harga tebu dan harga gula tumbu 2
Usaha Kecil
- harga beli tebu murah - harga jual gula tumbu tinggi - peningkatan pendapatan
3
Petani
- harga saprodi rendah - harga jual tebu tinggi - peningkatan pendapatan
4
Pedagang pengumpul
- harga beli gula tumbu rendah - harga jual gula tumbu tinggi - peningkatan pendapatan
5
Lembaga keuangan
- resiko pengembalian kredit rendah - peningkatan pendapatan
6
Masyarakat
- harga gula tumbu terjangkau - mutu gula tumbu baik - peningkatan pendapatan
Selanjutnya untuk mencapai kebutuhan sebagai rantai hubungan antara kebutuhan dengan permasalahan, perlu dilakukan identifikasi sistem yang
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
61
digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop), ditunjukkan dalam Gambar 3.4.
PDRB
Pendapatan Masyarakat
+
Luas Lahan Tebu
Tenaga Kerja
Pupuk
Varitas Tebu
+ Ketersediaan Tebu
Jumlah Tebu Digiling Modal Usaha
Suhu pH
Produksi GT (-)
+
+
Lembaga Keuangan
+
Peningkatan Mutu GT
Penerimaan
+
+ Biaya Produksi
-
-
+ Harga Jual GT
+
Suku Bunga -
Keuntungan Pengusaha +
+ Kepercayaan Masyarakat
+
Gambar 3.4. Diagram Lingkar sebab-akibat Model UKGT Berwawasan Lingkungan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
62
Informasi selanjutnya disusun dalam kotak gelap seperti pada Gambar 3.5
INPUT LINGKUNGAN - Kebijakan Pemerintah - Kondisi Sosial- Ekonomi - Ekologi/Lingkungan Hidup INPUT TAK TERKONTROL - Mutu bahan baku/tebu - Harga tebu - Sarana dan prasarana - Bunga bank
OUTPUT DIKEHENDAKI - Stabilitas mutu - Stabilitas harga gula tumbu - Perluasan tenaga kerja - Tingkat keuntungan yang layak
MODEL UKGT BERWAWASAN LINGKUNGAN
INPUT TERKONTROL - Modal usaha/investasi - Kapasitas produksi - Jumlah tenaga kerja - Kebutuhan bahan baku
OUTPUT TAK DIKEHENDAKI - Pencemaran lingkungan - Mutu gula tumbu rendah/turun - Harga gula tumbu rendah/turun - Kesenjangan pendapatan
MANAJEMEN UKGT BERWAWASAN LINGKUNGAN
Gambar 3.5. Diagram input- output Model UKGT Berwawasan Lingkungan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
IV. PRODUKTIVITAS TEBU SISTEM KEPRASAN DENGAN VARIASI PEMUPUKAN
Abstract This research purpose is to determine the sugarcane productivity with fertilization treatment and follows low external input towards sugarcane plants of ratooning therefore farmers can increase profits. The method used is the Completely Randomized Block Design with four treatments and three repetitions (4 x 3). Sugarcane varieties R 579, area of each patch experiment 5 x 5 meters square. Dose of fertilizer: Po = 3.6 kg / year plot experiment was 100% dose usage of chemical fertilizers used by farmers. Further doses: P1 (75%) = 2.7 kg / plot, P2 (50%) = 1.8 kg / plot and P3 (25%) = 0.9 kg / plot, thesetreatments were supplemented with fertilizer 5 millils of liquid organic fertilizer of Nd / patch a year. Sugarcane crops with a variety of treatment have significant difference. The highest productivity was P2 (50%) chemical fertilizers plus organic fertilizer of Nd there is 21.67 kgs per square meter or 184 ton/ha.year. Chemical fertilizers can be saved are equivalent with 7 quintals per hectare a year or Rp 997.500 per hectare a year. Additional costs of liquid organic fertilizer is Rp. 100.000 per hectare year and labor is Rp 200.000,- per hectare, thefore the additional advantage of saving fertilizer for farmers is Rp. 697.500 per hectare year and off farm benefit was Rp. 18.150.300 per hectare year. Keyword : sugarcane plant, ratooning, fertilizing, farmer’s profits.
4.1. Pendahuluan Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu varitas unggul untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia. Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai pengekspor gula di tahun 1930-an. Pengembalian masa kejayaan dilakukan melalui peningkatan produksi tebu baik secara kuantitas dan kualitas serta memperhatikan kelestarian lingkungan. Kemerosotan produktivitas gula Indonesia, bukan saja karena semakin sedikit sawah beririgasi teknis dan meningkatnya areal tegalan atau lahan kering yang ditanami tebu, tetapi juga varietas tebu yang tidak mendukung produktivitas dan sistem keprasan dilakukan lebih dari 10 kali. Oleh karena itu PT Perkebunan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
64
Nusantara XI di Jawa Timur melakukan terobosan mengembangkan varietas baru tanaman tebu, yaitu varietas R-579. Varietas baru ini mampu menghasilkan ratarata 10,07 ton gula/ha, sedangkan produktivitas nasional rata-rata 4 ton gula/ha. Menteri Pertanian Bungaran Saragih memberikan penghargaan khusus kepada PT Perkebunan Nusantara XI atas pengembangan varietas baru
R-579 melalui SK
Mentan No 372/TU.210/A/XI/2002. Selain itu tebu varietas PS 891 juga sebagai varietas
unggul
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
:
55/Kpts/Sr.120/1/2004 (Anonim, 2002). Pengembangan tebu cukup beralasan dimana lebih dari setengah produksi gula dunia berasal dari tebu (Mubyarto dan Daryanti, 1994). Produktivitas tanaman tebu yang dicapai di Indonesia adalah 49,24 ton/ha (Anonim 1996), sedang di Papua New Guinea mencapai 55 ton/ha (Hartemink 1996), dan Afrika Selatan 110 ton/ha (Mc Glincheyand 1996). Administrator PG Rendeng Kudus mengatakan, sebagian besar dari 5.679 ha tanaman tebu itu adalah tanaman lama yang dipertahankan petani dengan sistem keprasan, rata-rata 10 kali keprasan. Produktivitas tebu saat dipanen paling tinggi menghasilkan 700 kuintal per ha (70 ton/ha), dan rendemennya paling tinggi hanya 5,76 persen. Mulai tahun 2003, sebagian petani menanam bibit unggul jenis PS 851 dan R 579 (BR 579) seluas 728 ha. Bibit unggul R 579 telah diujicobakan di sejumlah PG di Jawa Timur menghasilkan 1.500 kuintal/ha (150 ton/ha) dengan rendemen minimal 8 % (Krismanu, 2003). Sistem keprasan (ratooning) adalah menumbuhkan kembali tebu yang telah ditebang. Anonim (2005), pengelolaan tebu keprasan secara intensif diawali sejak Inpres Nomor 9 pada tahun 1975 tentang tebu rakyat intensifikasi
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
65
mulai diberlakukan. Sejak tahun 1990, terdapat kecenderungan luas areal tebu keprasan meningkat secara tajam, yaitu sekitar 60% dari total areal tebu yang ada. Budidaya tebu keprasan sampai pada kondisi keprasan tertentu sangat menguntungkan dibanding dengan budidaya tanaman baru karena tidak diperlukan biaya pembelian bibit dan pengolahan tanah. Namun tidak selamanya menguntungkan karena pada tingkat keprasan tertentu diperoleh produktivitas tebu rendah. Sejak dicanangkan Revolusi Hijau pada tahun 1970-an menyebabkan ketergantungan
petani
pada
penggunaan
pupuk
anorganik,
meskipun
produktivitas pertanian meningkat, namun dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan atau semakin meningkat menyebabkan penurunan kualitas tanah, akibatnya produktivitas tebu menurun. Menurut Aryantha (2002) kondisi ini mengakibatkan terhambatnya proses serapan akar terhadap air dan hara yang terlarut sehingga keberadaan hara dalam jumlah rendah tidak dapat diambil oleh akar secara optimal. Dengan demikian perlu dosis pupuk yang lebih tinggi untuk memungkinkan akar dapat menyerap hara dalam jumlah yang cukup dari ketersediaan hara yang terdapat dalam tanah. Penggunaan pupuk organik dapat memberikan pengaruh positif pada tanah antara lain untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan struktur tanah. Suprapta (2005), menyatakan bahwa dampak buruk penggunaan pupuk kimia telah kita saksikan, penggunaan pupuk organik selain memulihkan kondisi lahan juga secara perlahan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Sedangkan menurut Darutama (2008), penggunaan pupuk organik bagi tanaman tebu ternyata memberikan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
66
manfaat lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimia sejenis Urea atau NPK. Hal itu dibuktikan dengan terus meningkatkan rendemen tebu pada lahan pertanian tebu milik PG Rajawali Unit Subang. Penggunaan pupuk organik sejak lima tahun lalu kini sudah mulai dirasakan hasilnya. Setiap tahun rendemen tebu terus naik. Pada awal tahun pertama dan kedua manfaat penggunaan pupuk organik belum terlihat namun lambat laun rendemen tebu terus naik. Sebelumnya rendemen hanya mencapai 4,5 hingga 5 saat menggunakan pupuk kimia, kini mencapai 8,4. Usaha tani tebu agar berhasil dan memberikan keuntungan petani serta berwawasan lingkungan, maka lahan harus diperhatikan agar tetap lestari. Oleh karena itu perlu dirancang sub model produktivitas tebu dengan perlakuan pemupukan. Penggunaan pupuk kimia dikurangi dan menambah pupuk organik terhadap budidaya tanaman tebu keprasan, sehingga dapat diketahui produktvitas tebu dengan masukan luaran rendah dan keuntungan petani tebu.
4.2. Metode Penelitian
4.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapang dilakukan di desa Jurang, kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Analisis kimia unsur hara tanah, baik unsur makro maupun mikro dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Bogor, IPB. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2008 sampai dengan akhir bulan Juni 2009, selama satu musim panen tebu.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
67
4.2.2. Bahan dan Alat Bahan utama adalah tanaman tebu varietas R 579, yang telah dikepras tiga kali dan tumbuh lagi. Bahan lain adalah pupuk, yaitu : (1) pupuk anorganik ZA (Amonium Sulfat), dan NPK (Phonska), (2) pupuk organik cair N. Alat yang digunakan untuk menganalisis tanah adalah seperangkat alat laboratorium tanah. Peralatan lapang antara lain, cangkul, arit, ember dan tangki penyemprot.
4.2.3. Metode Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok. Kelompok pertama dekat dengan saluran irigasi (berjarak 10 m), sehingga tanah lebih lembab, kelompok kedua berjarak 16 m dari irigasi kelembabannya sedang, dan kelompok ketiga berjarak 22 m dari irigasi kelembambannya kurang. Perlakuan pemupukan dilakukan 4 (empat) kali, 3 (tiga) kali ulangan terhadap tanaman tebu keprasan. Tanaman ini dipilih karena waktu penelitian lebih singkat dari pada tebu tanam awal (reynoso maupun cemplongan), disamping itu kebiasaan petani tebu di Kabupaten Kudus masih membudidayakan tanaman tebu keprasan. Tanaman tebu keprasan yang diteliti adalah varitas tebu R 579 yang telah mengalami keprasan ketiga (bakal panen ke empat) pada lahan sawah di desa Jurang, kecamatan Gebog, kabupaten Kudus. Ukuran petak lahan percobaan masing-masing 5 x 5 meter = 25 meter persegi (dipatok agar jelas batasnya). Perlakuan pemupukannya yaitu : 1) Po = penggunaan pupuk kimia (pupuk anorganik/pupuk pabrik) dilakukan seperti kebiasaan yang dilakukan oleh para petani selama ini (100% pupuk kimia).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
68
2) P1 = penggunaan pupuk kimia dilakukan pengurangan 25% dari kebiasaan (75% ditambah pupuk organik cair Nd). 3) P2 = penggunaan pupuk kimia dilakukan pengurangan 50% dari kebiasaan (50% ditambah pupuk organik cair Nd). 4) P3 = penggunaan pupuk kimia dilakukan pengurangan 75% dari kebiasaan (25% ditambah pupuk organik cair Nd). Penambahan pupuk organik cair Nd dilakukan terhadap P1, P2, dan P3 dengan dosis yang sama, yaitu 2 (dua) l tiap ha setahun. Pemupukan dilakukan 2 kali, sehingga tiap kali pemupukan 1(satu) l/ha. Po sebagai
kontrol tidak
mengalami pengurangan pupuk kimia maupun tambahan menggunakan pupuk organik cair Nd. Pupuk organik yang dipakai adalah hasil Penelitian Thesis mahasiswa S2 Program Studi Biologi IPB selanjutnya disebut pupuk organik cair Nd. Kandungan unsur mineral makro dan mikro (ppm) : N = 260,6 ; P = 1797,1 ; K = 3479,6 ; Ca = 292,6 ; Mg = 528,4 ; S = 3478,3 ; Fe = 185,2 ; Mn = 56,2 ; Cu = 7,0 ; Zn = 30,2 , dan kandungan mikro organisme atau bakterinya : Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, Pseudomonas sp dan Bacillus sp (Deden, 2008). Pupuk cair Nd sebelum disemprotkan pada tanah disekitar tanaman diencerkan dengan air terlebih dulu. Perbandingannya 100 ml pupuk cair Nd untuk 15 l (satu tangki sprayer) air atau 15 ml (ukuran tutup botol) untuk 2 l air. Penggunaan pupuk organik cair untuk masing-masing petak lahan percobaan ukuran 25 meter persegi adalah : 25/10.000 x 2 l = 5 ml. Penggunaan keseluruhan dari 9 kelompok petak lahan percobaan (tiga perlakuan : P1, P2, dan P3 dengan tiga kelompok petak lahan percobaan) selama setahun diperlukan : 5 x
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
69
9 = 45 ml, kemudian diencerkan dengan 6 l air bersih. Pemupukan dengan penyemprotan pupuk organik cair Nd, setahun dilakukan 2 kali, sama dengan pemupukan anorganik terhadap tanaman tebu, namun tidak bersamaan. Penyemprotan pupuk organik dilakukan 3 – 5 hari sebelum atau sesudah pemupukan dengan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik yang biasa dilakukan oleh petani terhadap tanaman tebu setiap kali pemupukan adalah 100 kg/kotak sawah dilakukan dua kali selama setahun (200 kg/tahun kotak sawah) terdiri dari 50% pupuk ZA (Amonium Sulfat) : Nitrogen (N) = 21% dan Sulfur (S) = 24 % dan 50% pupuk NPK (Phonska): N = 15 % ; P2O5 = 15 % ; K2O = 15 % ; S = 10 %). Satu hektar sawah ada 7 kotak sawah, setiap kotak sawah kurang lebih 1400 meter persegi. Penggunaan pupuk anorganik untuk petak sawah/lahan percobaan ukuran 25 meter persegi selama setahun diperlukan: Po = 25/1400 x 200 = 3,6 kg, P1 = 0,75 x 3,6 kg = 2,7 kg, P2 = 0,50 x 3,6 = 1,8 kg, dan P3 = 0,25 x 3,6 = 0,9 kg. Tanah diambil sampelnya untuk dianalisis sebanyak 3 (tiga) kali selama penelitian, yaitu : (1) sebelum pemupukan, (2) setelah pemupukan dan (3) menjelang panen. Analisis tanah dilakukan dalam laboratorium untuk mengetahui unsur hara secara lengkap. Pengamatan tanaman tebu dilakukan secara sekilas pada waktu pengambilan sampel tanah. Parameter finalnya adalah hasil panen tebu siap giling dari masing-masing petak lahan percobaan. Pengamatan tebu dilakukan terhadap:
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
70
(1) jumlah tanaman tebu tiap meter persegi atau tiap meter larikan, (2) tinggi/panjang batang tebu siap giling dan (3) diameter batang tebu (diukur 15 cm dari pangkal). Pengambilan sampel secara acak tiap m2 (meter larikan) dari masing-masing petak percobaan. Berat masing-masing ditimbang dan dianalisis untuk mengetahui perbedaan perlakuan dengan metode statistik Analisis Sidik Ragam (Analysis of Variance).
4.3. Hasil dan Pembahasan 4.3.1. Kriteria penilaian tanah Pengambilan sampel tanah dilakukan tiga kali, yaitu : (1) sebelum pemupukan, tanggal 9 Nopember 2008, (2) sesudah pemupukan, tanggal 22 Februari 2009 dan (3) menjelang panen tanggal 21 Mei 2009. Berdasarkan hasil analisis tanah dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, serta menurut Hardjowigeno (2007) dapat ditentukan kriterianya sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Kriteria unsur hara N sebelum pemupukan, sesudah pemupukan dan menjelang panen menunjukkan tetap rendah, sedangkan P dalam bentuk P2O5 ada peningkatan sedikit, namun K juga tidak berubah. Unsur makro lainnya yaitu : Ca, Mg dan Na kriterianya tetap sedang.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
71
No
Tabel 4.1. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah sebelum Pemupukan Tebu Keprasan ke Tiga Berumur 5 bulan Sifat Tanah Perlakuan: Po = P1 = P2 = P3 Kriteria
1
C (%)
1,2
rendah
2
N (%)
0,13
rendah
3
C/N
9,23
rendah
4
P2O5 HCl (mg/100 gram)
23,6
sedang
5
P2O5 Bray 1 (ppm)
2,2
sangat rendah
6
KTK (me/100 g)
14,82
rendah
7
K (me/100 g)
0,44
sedang
8
Na (me/100 g)
0,34
sedang
9
Mg (me/100 g)
1,67
sedang
10
Ca (me/100 g)
5,34
sedang
11
Kejenuhan Basa (%)
52,56
tinggi
12
pH H2O
4,5
masam
13
pH KCl
3,6
sangat masam
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008/2009
Sebelum pemupukan P2O5 Bray 1 (ppm) = 2,2 kriterianya sangat rendah. Sesudah pemupukan P2O5 Bray 1 (ppm) pada Po = 53,1 kriteria sangat tinggi, pada P1 = 32,5 kriteria tinggi, pada P2 = 60 kriteria sangat tinggi, dan pada P3 = 52,4 sangat tinggi. Kriteria pada perlakuan P1 adalah paling rendah dibanding dengan Po, P2 dan P1. Menjelang panen Po, P1, P2 dan P3 kriterianya sangat tinggi, masing-masing 49,0; 47,3; 49,3 dan 56,2.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
72
Tabel 4.2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah sesudah Pemupukan Tebu Keprasan ke Tiga Berumur 8 bulan No
Sifat Tanah
1
C-org (%)
Perlakuan Po P1 0,96 1,36
2
N-total (%)
0,12
0,13
0,11
0,09
3
C/N
8
10,46
10,90
10,66
4
P2O5 HCl (mg/100 gram)
25,86
30,43
49,76
48,91
5
P2O5 Bray 1 (ppm)
53,1
32,5
60,0
52,4
6
KTK (me/100 g)
15,35
14,96
14,56
15,55
7
K (me/100 g)
0,28
0,28
0,58
0,28
8
Na (me/100 g)
0,24
0,23
0,30
0,22
9
Mg (me/100 g)
1,48
1,67
2,43
2,57
10
Ca (me/100 g)
6,77
6,95
5,65
7,87
11
Kejenuhan Basa (%)
57,13
61,03
61,54
70,35
12
pH H2O
4,00
4,30
4,40
4,40
13
pH KCl
3,3
3,5
3,5
3,7
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008/2009
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Kriteria P2 1,2
P3 0,96
Po sangat rendah P1 rendah P2 rendah P3 sangat rendah Po rendah P1 rendah P2 rendah P3 sangat rendah Po rendah P1 sedang P2 sedang P3 sedang Po sedang P1 sedang P2 tinggi P3 tinggi Po sangat tinggi P1 tinggi P2 sangat tinggi P3 sangat tinggi Po rendah P1 rendah P2 rendah P3 rendah Po sedang P1 sedang P2 tinggi P3 sedang Po rendah P1 rendah P2 rendah P3 rendah Po sedang P1 sedang P2 tinggi P3 tinggi Po sedang P1 sedang P2 sedang P3sedang Po tinggi P1 tinggi P2 tinggi P3 sangat tinggi Po sangat masam P1 sangat masam P2 sangat masam P3 sangat masam Po sangat masam P1 sangat masam P2 sangat masam P3 sangat masam
73
Tabel 4.3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah menjelang Panen Tebu Keprasan ke Tiga Berumur 11 bulan No
Sifat Tanah
1
C-org (%)
Perlakuan Po P1 1,43 1,27
2
N-total (%)
0,13
0,11
0,10
0,09
3
C/N
11
11,5
9,5
7,9
4
P2O5 HCl (mg/100 gram)
34,01
33,16
36,21
43,99
5
P2O5 Bray 1 (ppm)
49,0
47,3
49,3
56,2
6
KTK (me/100 g)
18,62
27,75
20,35
22,2
7
K (me/100 g)
0,35
0,08
0,10
0,29
8
Na (me/100 g)
0,40
0,19
0,21
O,90
9
Mg (me/100 g)
2,70
0,20
0,18
0,31
10
Ca (me/100 g)
8,63
4,3
2,6
3,5
11
Kejenuhan Basa (%)
64,88
32,4
36,9
83,3
12
pH H2O
5,40
5,50
5,20
5,30
13
pH KCl
4,50
4,70
4,00
4,10
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008/2009.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Kriteria P2 0,95
P3 0,71
Po rendah P1 rendah P2 sangat rendah P3 sangat rendah Po rendah P1 rendah P2rendah P3sangat rendah Po sedang P1 sedang P2 rendah P3 rendah Po sedang P1 sedang P2sedang P3 tinggi Po sangat tinggi P1 sangat tinggi P2 sangat tinggi P3 sangat tinggi Po sedang P1 tinggi P2 sedang P3 sedang Po sedang P1 sangat rendah P2 rendah P3 rendah Po sedang P1 rendah P2 rendah P3 tinggi Po tinggi P1 sangat rendah P2 sangat rendah P3 sangat rendah Po sedang P1 rendah P2 rendah P3 rendah Po tinggi P1 rendah P2 sedang P3 sangat tinggi Po masam P1 masam P2 masam P3 masam Po masam P1 masam P2 masam P3 masam
74
4.3.2. Produktivitas Tebu
Berdasarkan pengamatan terhadap tanaman tebu pada waktu pengambilan sampel tanah ke 2 (dua) tanggal 22 Februari 2009 diketahui bahwa untuk perlakuan Po, daun tebu tampak hijau, sedangkan untuk perlakuan P1, P2, dan P3 daun tebu tampak semakin menguning. Tetapi pada waktu pengambilan sampel tanah ke 3 (tiga) tanggal 21 Mei 2009, yaitu menjelang panen warna daun tebu sudah nampak hijau semua, tidak menunjukkan perbedaan. Data selengkapnya dalam Tabel 4.4. Tabel 4.4. Warna Daun Tebu Saat Pengambilan Sampel Tanah No
Pengambilan Sampel Tanah
Perlakuan Po
P1
P2
P3
1
Ke-2 : tgl. 22. 02. 09
hijau
kuning
kuning
kuning
2
Ke-3 : tgl. 21. 05. 09
hijau
hijau
hijau
hijau
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008/2009
Perubahan warna tersebut karena pupuk organik cair Nd yng mengandung bakteri sudah mulai bereaksi terhadap serasah organik tanah sehingga penyerapan akar terhadap air dan unsur hara menjadi lebih baik. Menurut Rao (2007) bakteri tanah Pseudomonas
sebagai
pelarut
fosfat
memudahkan
akar
menyerap
P,
Nitrosomonas merubah amonium dalam bentuk (NO2-) sebagai bentuk antara, Nitrobacter menyediakan nitrat (NO3-), dan Nitrosococcus juga memanfaatkan amonium seperti dilakukan oleh Nitrosomons diatas. Cara kerja mikroorganisme atau bakteri dalam pupuk organik cair Nd memerlukan waktu (time lag) supaya
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
75
terjadi pelapukan serasah organik tanah sehingga akar dapat menyerap unsur hara secara optimal. Panen tebu dilakukan di musim kemarau karena saat itu tebu memiliki rendemen tinggi, setelah ditebang tebu segera digiling/diproses menjadi gula. Penebangan tebu dalam penelitian ini dilakukan setelah mencapai umur kurang lebih 1(satu) tahun, yaitu pada tanggal 16 Juni 2009. Jumlah batang tebu tiap meter persegi berdasarkan pengamatan pada waktu panen yaitu berkisar antara 16 batang hingga 24 batang tebu. Panjang batang tebu siap giling juga bervariasi yaitu antara 1,5 meter hingga 3,5 meter. Diameter batang tebu berkisar antara 2,5 sentimeter hingga 4,5 sentimeter.
30 25
Xav = 20 Sdev = 1.414
20 15 10
Xav = 2.5 Sdev = 0.66
5
Xav = 3.5 Sdev = 0.791
0 Jumlah batang (bt/m2)
Panjang batang (m)
Diameter batang (cm)
Gambar 4.1. Rerata Jumlah Batang, Panjang Batang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi pada Perlakuan Po
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
76
25 20
Xav = 18 Sdev = 1.41
15 10 Xav = 2.46 Sdev = 0.55
5
Xav = 3.57 Sdev = 0.67
0 Jumlah batang (bt/m2)
Panjang batang (m)
Diameter batang (cm)
Gambar 4.2. Rerata Jumlah Batang, Panjang Batang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi pada Perlakuan P1 30 25
Xav = 24 Sdev = 0.75
20 15 10
Xav = 2.51 Sdev = 0.56
5
Xav = 3.56 Sdev = 0.73
0 Jumlah batang (bt/m2)
Panjang batang (m)
Diameter batang (cm)
Gambar 4.3. Rerata Jumlah Batang, Panjang Batang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi pada Perlakuan P2 30
Xav = 20 Sdev = 2.58
25 20 15 10
Xav = 2.51 Sdev = 0.63
5
Xav = 3.59 Sdev = 0.65
0 Jumlah batang (bt/m2)
Panjang batang (m)
Diameter batang (cm)
Gambar 4.4. Rerata Jumlah Batang, Panjang Batang dan Diameter Tebu tiap Meter Persegi pada Perlakuan P3
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
77
Produktivitas tebu dengan perlakuan pemupukan Po = 18,33 kg/m2, P1 = 15,67 kg/m2, P2 = 21,67 kg/m2 dan P3 = 20,33 kg/m2 dan Prerata 19 kg/m2. Hubungan antara perlakuan pemupukan dengan produktivitas tebu dinyatakan
Produktivitas Tebu (Kg/m 2)
dalam Gambar 4.5.
25 20 15 y = -2,6667x 3 + 20,333x 2 - 45x + 45,667 R2 = 0,5705
10 5 0 0
1 P0
2 P1 P23 Perlakuan Pemupukan
P34
5
Gambar 4.5. Hubungan antara Perlakuan Pemupukan dengan Produktivitas Tebu
Perlakuan pemupukan P1 menunjukkan produktivitas tebu lebih rendah dari pada Po (kelompok kontrol), dan P2 menunjukkan produktivitas tebu paling tinggi, sedang pada P3 terjadi penurunan produksi. Hal ini karena pengaruh bakteri tanah atau mikroorganisme yang bekerja efektif pada perlakuan P2 yaitu pengurangan pupuk kimia 50%. Pada perlakuan P1 yaitu pengurangan pupuk kimia 25 % ditambah pupuk organik cair Nd, mikroorganisme tak dapat bekerja dengan baik akibat pengaruh pupuk kimia yang masih terlalu tinggi sehingga bersifat masih toksid bagi bakteri dan tak dapat membantu akar dalam menyerap unsur N hasil kerja bakteri. Sedangkan pada perlakuan P3, mikro organisme sudah bekerja dengan baik namun unsur N mengalami pengurangan sangat besar (75 %), menyebabkan produktivitas tebu lebih rendah dari pada P2. Walaupun demikian
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
78
penambahan dosis pupuk cair Nd dan jumlah serasah organik yang seimbang di masa depan dapan meningkatkan serapan N lebih baik pada dosis pupuk N anorganik yang rendah (25 %). Menurut Roan (1998) konsentrasi N yang rendah atau terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Berdasar atas Analisis Sidik Ragam (Analysis of Variance) dengan taraf signifikansi 5 %, produktivitas tebu dengan perlakuan pemupukan bervariasi, menunjukkan perbedaan nyata (Fhitung > Ftabel : 4,94 > 4,78. Ho ditolak), (Lampiran 4, halaman 164). Produktivitas tertinggi dicapai pada perlakuan P2 = 21,67 kg/m2, yaitu kombinasi pemupukan dengan pengurangan 50% pupuk kimia dari kebiasaan yang dilakukan oleh petani, ditambah dengan pupuk organik cair Nd. Pada perlakuan P3 diperoleh pengurangan pupuk 75% dari kebiasaan petani namun produktivitasnya (P3 = 20,33kg/m2), lebih rendah dari pada P2.
Tabel 4.5. Tingkat kenaikan/penurunan produktivitas tebu (Sumber : Hasil Percobaan Lapang, 2008/2009)
No Perlakuan Produktivitas Produktivitas Kenaikan (kg/m2) (ton/ha) (%) 1 P1 15,67a 133 -15 2
Po
18, 33ab
156
0
3
P3
20,33ab
173
11
4
P2
21,67b
184
18
5
Prerata
19
162
4
Keterangan : huruf sama dibelakang angka rerata pada kolom sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (p > 0,05)
Apabila produktivitas tebu P1, P2 dan P3 dibandingkan dengan produktivitas tebu Po, maka akan ada tingkat kenaikan/penurunan produktivitas.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
79
Besarnya tingkat kenaikan/penurunan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Jika Prerata dibanding dengan Po maka ada peningkatan 4 %, sedangkan apabila P2 dibanding dengan Po akan ada peningkatan sebesar 18 %, dan P3 peningkatannya hanya 11%, serta P1 terjadi penurunan produktivitas 15%. Hal ini sangat baik mengingat baru tahun pertama dilakukan perlakuan pemupukan terhadap tebu keprasan ke tiga. Untuk pemupukan tahun kedua, ketiga dan seterusnya penggunaan pupuk organik akan berpengaruh semakin baik terhadap produktivitas tebu. Semakin sedikit bahan kimia yang masuk maka produk pertanian (tebu) terhindar dari pencemaran bahan kimia. Hal ini merupakan Good Manufacturing Practices (GFP) merupakan salah satu titik kendali kritis dari sistem manajemen HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu area/titik. Ada 3 (tiga) skenario sub model produktivitas tebu yang dapat dilakukan yaitu : (1) sub model produktivitas tebu pada perlakuan Po, sesuai kebiasaan petani tebu, (2) sub model produktivitas tebu pada perlakuan P2 dengan penghematan pupuk kimia 50%, dan (3) sub model produktivitas tebu pada perlakuan P3 dengan penghematan pupuk kimia 75%. 4.3.3. Sub Model Produktivitas Tebu dan Analisis Usahatani Analisis usahatani tebu dilakukan untuk menentukan keuntungan dan kelayakan usaha berdasarkan kriteria rasio pendapatan terhadap biaya (Net B/C). Usahatani tebu dikatakan layak apabila nilai B/C lebih besar dari satu. Skenario (1), sub model produktivitas tebu keprasan pada perlakuan Po, sesuai kebiasaan petani tebu. Berdasarkan data primer yang diperoleh dan diolah dengan basis luas lahan satu ha biaya produksi : C = Rp 12.000.000,- meliputi:
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
80
sewa lahan Rp 5.000.000/tahun, tenaga kerja dan saprodi (bibit, pupuk dan pestisida) Rp 7.000.000/tahun. Hasil penjualan tebu disawah: Rp 160.000,-/ton, hasil panen tebu Po = 156 ton/ha. Jumlah pendapatan B : Rp. 24.960.000/ha.tahun Keuntungan usahatani tebu : B – C = Rp 24.960.000 - Rp 12.000.000 = Rp 12.960.000/ha.tahun. Rasio pendapatan terhadap biaya : B/C = Rp 24.960.000/Rp 12.000.000 = 2,08 Berdasarkan hasil analisis tersebut (B/C = 2,08), maka usahatani tebu adalah layak. Skenario (2), sub model produktivitas tebu sistem keprasan pada perlakuan P2 dengan penghematan pupuk kimia 50%. Produktivitas tebu naik 18 %, jumlah pendapatan B = Rp 24.960.000 (1 + 18)% = Rp. 29.452.800 /ha.tahun. Analisis penghematan biaya berdasar atas pengurangan penggunaan pupuk kimia 50% dari kebiasaan, yaitu 0,5 x 14 kuintal/ha tahun = 7 kuintal. Harga pupuk anorganik jenis ZA : Rp 110.000/kuintal, pupuk jenis PHONSKA : Rp 175.000/kuintal. Penggunaan pupuk ZA dan PONSKA berimbang, yaitu masingmasing 50 %. Tambahan biaya untuk pupuk organik cair Nd : Rp. 50.000/l, sebanyak 2 l/ha tahun = Rp 100.000 dan upah tenaga kerja : Rp 25.000/hari sebanyak 4 orang = Rp. 100.000/ha, pemupukan dilakukan dua kali/tahun sehingga tambahan biaya untuk tenaga kerja = Rp. 200.000/ha.tahun. Berdasar atas basis luas lahan satu ha maka penghematan biaya yang dilakukan oleh petani adalah : penghematan biaya pupuk kimia – (biaya pupuk organik + upah pekerja) = 7 x (Rp. 110.000 + Rp. 175.000)/2 – (Rp. 100.000 + Rp. 200.000,-)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
81
= Rp. 697.500/ha.tahun. Biaya produksi C = Rp. 12.000.000 – Rp 697.500 = Rp. 11.302.500 Keuntungan usahatani tebu : B – C = Rp 29.452.800 - Rp 11.302.500 = Rp 18.150.300/ha.tahun. Rasio pendapatan terhadap biaya : B/C = Rp 29.452.800/Rp 11.302.500 = 2,61. Skenario (3), sub model produktivitas tebu keprasan pada perlakuan P3 dengan penghematan pupuk kimia 75%. Produktivitas tebu naik 11% sehingga jumlah pendapatan B = Rp 24.960.000 (1 + 11)% = Rp. 27.705.600/ha.tahun. Analisis penghematan biaya berdasar atas pengurangan penggunaan pupuk kimia/pupuk anorganik 75% dari kebiasaan, yaitu 0,75 x 14 kuintal/ha tahun = 10,5 kuintal. Berdasar atas basis luas lahan satu ha maka penghematan biaya yang dilakukan oleh petani adalah : penghematan biaya pupuk kimia – (biaya pupuk organik + upah pekerja) = 10,5 x (Rp. 110.000 + Rp. 175.000)/2 – (Rp. 100.000 + Rp. 200.000,-) = Rp. 1.196.250/ha.tahun. Biaya produksi (C) = Rp. 12.000.000 – Rp 1.196.250 = Rp. 10.803.750 Keuntungan usahatani tebu (B – C) = Rp 27.705.600 - Rp 10.803.750 = Rp 16.901.850/ha.tahun. Rasio pendapatan terhadap biaya : B/C = Rp 27.705.600/Rp 10.803.750 = 2,56 Penghematan biaya pembelian pupuk kimia sebesar 50% untuk skenario (2) dan 75% untuk skenario (3). Meskipun harus menambah biaya pembelian pupuk organik cair Nd dan biaya tenaga kerja untuk penyemprotannya, namun masih lebih menguntungkan, karena biaya pembelian pupuk organik ditambah
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
82
biaya tenaga kerja masih lebih rendah dibanding dengan penghematan biaya untuk pembelian pupuk kimia. Sub model produktivitas tebu keprasan dengan variasi pemupukan disajikan dalam Tabel 4.6. Tabel 4.6. Sub Model Produktivitas Tebu Keprasan dengan Perlakuan Pemupukan S H a s i l
k
e n
a
r i o
(1) Po
(2) P2
(3) P3
156
184
173
Kenaikan produksi tebu (%)
-
18
11
Penghematan biaya pupuk (Rp/ha.tahun)
-
697.500
1.196.250
Penghematan pupuk (%)
-
50
75
Produktivitas tebu (ton/ha.tahun)
Keuntungan usaha tani tebu (Rp/ ha.tahun)
12.960.000 18.150.300
Kenaikan keuntungan usahatani (%) Net B/C
16.901.850
-
40
30
2,08
2,61
2,56
Sumber : Hasil Percobaan dan Penelitian Lapang, 2008/2009.
Penghematan biaya pupuk merupakan efisiensi atau tambahan keuntungan bagi petani. Menurut Khudori (2006), selain keuntungan terukur (tangible benefit) tersebut diatas, ada keuntungan yang tidak kasatmata (intangible benefit) yaitu berkurangnya potensi pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia, dan stagnasi produktivitas akibat kelelahan tanah (soil fatique) bisa dihindari. Hal ini akan menjamin keberlanjutan kapasitas produksi lahan tebu dan pada gilirannya dapat menjamin ketahanan pangan.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
83
Penghematan biaya semacam ini merupakan konsep LEISA (low external input sustainable agriculture), yaitu sebuah konsep yang mempromosikan sistem dan cara-cara pertanian yang berkelanjutan dengan menggunakan sedikit mungkin asupan
kimiawi
tambahan.
Penerapan
prinsip
LEISA
memungkinkan
dibangunnya suatu pertanian dimana produktivitas dan keuntungan ekonomi ditingkatkan dengan cara memperhatikan aspek ekologis. Misalnya, pemeliharaan ternak untuk dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk kandang serta pemanfaatan sampah pertanian seperti dedaunan untuk digunakan sebagai suplemen tanaman. 4.4. Simpulan dan Saran 4.4.1. Simpulan Sub model produktivitas tebu sistem keprasan dengan perlakuan variasi pemupukan Po, P1, P2 dan P3, berdasar atas Analisis Sidik Ragam (Analysis of Variance) dengan taraf signifikansi 5%, menunjukkan perbedaan nyata. Produktivitas tertinggi dicapai pada perlakuan P2 = 21,67 kg/m2, yaitu kombinasi pemupukan dengan pengurangan 50% pupuk kimia dari kebiasaan yang dilakukan oleh petani, ditambah dengan pupuk organik cair Nd. Pada perlakuan P3 diperoleh pengurangan pupuk 75% dari kebiasaan petani namun produktivitasnya hanya 20,33kg/m2, lebih rendah dari pada P2. Usaha tani tebu yang paling menguntungkan dalam hal ini dicapai oleh perlakuan P2 yaitu 21,67 kg/m2 luas lahan atau 184 ton/ha.tahun. Peningkatan produksi tebu 18 % dari kondisi Po dan penghematan pupuk sebesar Rp 697.500,/ha.tahun. Keuntungan usahatani tebu Rp. 18.150.300/ha tahun, sedangkan biasanya Rp 12.960.000 atau meningkat 40 %, dan net B/C = 2,61. Pengurangan penggunaan pupuk 50 % dari kebiasaan ini sangat
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
84
menguntungkan petani tebu. Pengurangan pupuk kimia dapat mencegah kerusakan tanah dan bahaya pencemaran kelebihan bahan kimia di lahan tebu. Kelebihan bahan kimia bisa diserap oleh produk pertanian secara berlebihan, selain itu pupuk kimia akan larut terbawa oleh air hujan, mencemari dasar sungai dan terjadi eutrofikasi yang mempercepat pendangkalan alur sungai maupun di daerah muara sungai. Pengurangan bahan kimia merupakan Good Farming Practices (GFP) yang menjadi salah satu titik kendali kritis dari sistem manajemen HACCP. Sub model produktivitas tebu sistem keprasan dengan kombinasi pengurangan pupuk kimia dan penambahan pupuk organik cair Nd dapat meningkatkan produktivitas tebu dan menghemat biaya masukan. Selanjutnya ketersediaan tebu lestari dan aman sebagai bahan baku UKGT. Tanah tidak mengalami kerusakan dan bahkan lebih produktif sehingga UKGT berkelanjutan. 4.4.2. Saran Penelitian ini perlu ditindak lanjuti untuk tahun kedua, ketiga dan seterusnya untuk melihat dampak positif penggunaan pupuk organik cair Nd dan serasah mulsa. Lokasi penelitian diperluas dan diutamakan pada lahan kering. Ukuran luas lahan percobaan diperbesar dan penggunaan pupuk kimia ZA dan PONSKA lebih bervariasi agar diperoleh penghematan lebih optimal. Perlu penelitian tanpa penggunaan pupuk kimia sama sekali terhadap lahan tebu yang telah diberi pemupukan organik sebelumnya. Hal ini sebagai wujud pelaksanaan LEISA, Agroekologi, HACCP dan ISO 22000, serta menuju pertanian organik secara total. Disamping menjaga kelestarian lingkungan, selalu tersedia pasokan tebu yang aman bagi kesehatan dan UKGT berkelanjutan.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
V. PENINGKATAN MUTU GULA TUMBU MELALUI METODE SULFITASI DALAM LABORATORIUM
Abstract The research aims to improve of brown sugarcane quality by sulphitation method in laboratory eksperimental, supposed the result fulfils the first quality according to SNI 1-6237-2000 that is a minimal condition of safety food. The method based on Factorial Complete Random Design with two treatments and three repetitions. Initially cane juice that filtered given lime tohor and heated 50 60oC up to achieve ph 9. The treatment: (1) make cane juice pH 7 and pH 8 with add sulphite acid, and (2) maturing in constant temperature, that is 70, 80, 90, and 100oC. Cane juice that heated up to coagulate and it was poured into moulding and solidification to be brown sugarcane. The testing is done towards sugar quality, it was result with parameter (dependent variable): (1) water content, (2) sucrose content, (3) glucose content, (4) efficiency, (5) colour, (6) taste, (7) smell, and (8) hardness. The result is brown sugarcane that fulfil the first quality of SNI 1-6237-2000 and the best method to produce it is the treatment : making cane juice pH 7 and heats in constant maturing temperature 100°C. Keyword: brown sugarcane, quality, sulfitation method.
5.1. Pendahuluan Usaha kecil gula tumbu (UKGT) merupakan agroindustri, mengolah tebu menjadi gula merah dilakukan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Kudus secara tradisional, berlangsung hingga sekarang setiap musim panen tebu. Gula merah tebu yang dihasilkan, disebut gula tumbu dengan kualitas II (Latief, 2001 dan Latief, 2007). Berdasarkan analisis laboratorium diketahui kadar air 8,9%, kadar sukrosa 64 %, dan kadar glukosa 12,5 %. Gula merah tebu di Jepang disebut kokuto, aman untuk dikonsumsi sebab mengandung senyawa anti oksidan yaitu, polikosanol, dan aldehid rantai panjang sebagai anti kanker dan pengaturan tekanan darah (Asikin, 2008).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
86
Rendahnya kualitas gula tumbu tersebut berpengaruh terhadap ketahanan atau lamanya penyimpanan. Gula tumbu yang disimpan lebih dari tiga bulan menjadi lembek, dan ditumbuhi fungi/jamur atau kapang, sehingga harga jual menjadi rendah. Agar gula yang dihasilkan berkualitas baik, maka perlu dilakukan proses pemurnian nira. Pemurnian nira bertujuan untuk menghilangkan sebanyak mungkin kotoran, baik buih maupun bentuk garam yang mengendap dengan cara disaring, sehingga nira menjadi jernih. Menurut Hugot (1992) dan Elfers (1994), metode pemurnian nira ada tiga, yaitu: defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Metode sulfitasi mampu mengikat kotoran lebih sempurna dibanding metode defekasi, namun masih dapat ditingkatkan dengan metode karbonatasi. Peningkatkan kualitas gula tumbu dalam penelitian ini dipilih metode sulfitasi karena metode karbonatasi secara teknis sulit diterapkan dalam UKGT. Tujuan penelitian ini adalah merancang sub model peningkatan kualitas gula tumbu. Sub model atau metode proses terbaik dari berbagai interaksi pH dan suhu pemasakan nira terhadap kualitas gula merah yang dihasilkan melalui metode sulfitasi dalam laboratorium, diharapkan menghasilkan gula merah yang memenuhi mutu I sesuai dengan SNI 1-6237-2000. Sub model atau metode proses yang didapat dari penelitian ini, adalah perlakuan pH tertentu dan suhu pemasakan tertentu yang paling banyak menghasilkan parameter mutu gula tumbu terbaik. Sub model tersebut kedepan dapat digunakan sebagai acuan atau diaplikasikan secara nyata dalam skala produksi di UKGT.
Pengujian mutu dibatasi
berdasarkan parameter atau variabel terikat: (1) kadar air, (2) kadar sukrosa, (3) kadar glukosa, (4) rendemen, (5) warna, (6) rasa, (7) aroma, dan (8) kekerasan.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
87
5.2. Metode Penelitian 5.2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian pembuatan gula merah mulai dari penggilingan tebu, penyaringan dan pemasakan nira serta pembuatan asam sulfit dilaksanakan di Laboratorium Akademi Kimia Industri (AKIN) St. Paulus Semarang. Pengujian parameter kualitas juga dilaksanakan di AKIN, kecuali pengujian warna dan kekerasan (hardness) gula merah dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan UNIKA
Sugiyapranoto
Semarang.
Waktu
penelitian
dilaksanakan
pada
pertengahan Agustus 2008 hingga pertengahan Nopember 2008. 5.2.2. Bahan Bahan utama penelitian yang digunakan adalah tebu varietas R 579, bahan lain atau bahan kimia yaitu natrium sulfit (Na2SO3) teknis, asam klorida (HCl) teknis dan PA, asam
fosfat teknis, Na2CO3 (PA), KI teknis, Na2S2O3 (PA),
K2Cr2O7 (PA), CuSO4 (PA), NaOH (PA), dan kertas lakmus, serta bahan penolong kapur tohor (CaO) merk Padalarang. Tebu diambil dari salah satu pengusaha UKGT di kabupaten Kudus yang sedang melakukan produksi. 5.2.3. Peralatan Pemanas listrik digital (digital heater electric) yang dilengkapi dengan kontrol suhu secara otomatis (thermostat) dan pengaduk magnetik (magnetic stirrer), pengaduk elektrik mekanik, penangas air (water bacth), pemanas gas (burner), tabung/gelas pengukur, pipet, cawan pemanas, pH meter, gelas piala (beaker glass), erlenmeyer, pengaduk kaca, unit uji kekerasan (hardness tester), spektrofotometer dan chromameter merk Minolta.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
88
5.2.4. Prosedur Tebu ditimbang kemudian digiling, disaring diambil niranya dan serat tebu dibuang. Nira ditampung dan dipanaskan awal (50 - 60ºC) serta ditambahkan kapur hingga mencapai pH 9, kemudian dinetralkan dengan ditambah asam sulfit menjadi pH 7 dan pH 8, dididihkan dan disaring lagi. Selanjutnya dipanaskan pada suhu tertentu (70ºC, 80ºC, 90ºC, 100ºC) secara konstan hingga kental, selanjutnya dituang dalam cetakan dibiarkan membeku dan memadat menjadi gula tumbu. Mula-mula dibuat larutan kapur tohor (CaO) 25 gram dengan akuades 75 milimeter diaduk hingga homogen, kemudian dibuat larutan HCl 4M dari HCl 36% sebanyak 337 mililiter diencerkan dengan 600 mililiter akuades dalam gelas piala (beaker glass). Asam sulfit (H2SO3) disiapkan dengan mereaksikan larutan HCl 4M sebanyak 149 ml dalam labu destilasi dengan 50 gram natrium sulfit (Na2SO3). Labu destilasi dipanaskan dengan api sedang, ujung pipa dimasukkan dalam erlenmeyer berisi akuades sebanyak 100 ml. Api dimatikan jika sudah tidak terjadi gelembung pada ujung pipa, sehingga diperoleh H2SO3 ± 20%. Membuat gula merah dari 1000 gram tebu digiling hingga nira dalam tebu habis. Nira yang telah disaring sebanyak 500 ml (550 gr) dipanaskan 50-60oC dan diberi kapur tohor 5-7 gram hingga mencapai pH 9. Kemudian nira dinetralkan dengan menambah asam sulfit 20-25 mililiter untuk mencapai pH 7, dan 15-17 mililiter untuk mencapai pH 8. Nira dididihkan, buih dan endapan kotoran yang terbentuk dipisahkan dengan cara disaring dengan kain. Selanjutnya nira yang telah jernih dimasak pada suhu konstan sesuai dengan perlakuan suhu yang dikehendaki, yaitu 70ºC, 80ºC, 90ºC, dan 100oC. Setelah nira mengental
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
89
kemudian dituang dalam cetakan dibiarkan membeku/memadat menjadi gula merah tebu.
5.2.5. Variabel/Peubah Proses Variabel bebas, yaitu nira : (1) pH 7, dan (2) pH 8 ; suhu pemasakan : (1) 70oC, (2) 80oC, (3) 90oC, dan (4)100oC. Variabel tetap: (1) jenis tebu atau nira, (2) berat tebu, dan (3) pH nira setelah ditambahkan larutan jenuh kapur tohor. Variabel terikat atau parameter : (1) kadar air, (2) kadar glukosa, (3) kadar sukrosa, (4) rendemen, (5) warna, (6) rasa, (7) aroma, dan (8) kekerasan.
5.2.6. Rancangan Penelitian dan Teknik Analisis Data Penelitian ini dilaksanakan dalam laboratorium, dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) dengan 3 kali ulangan. Untuk mengkaji apakah perlakuan pH dan suhu pematangan memberikan pengaruh pada kualitas gula tumbu (berbagai variabel terikat) yang dihasilkan, dilakukan uji statistik Analisis Sidik Ragam (Analisis Varian/Anava). Apabila diketahui adanya pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji beda DMRT (Duncan Multiple Range Test). Interaksi pH dan suhu pematangan yang memberikan hasil terbaik dari berbagai variabel terikat (parameter mutu) merupakan metode terbaik untuk memproses tebu menjadi gula merah.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
90
5.3. Hasil dan Pembahasan 5.3.1. Mutu Gula Tumbu Dalam penelitian ini mutu gula tumbu yang dihasilkan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang gula merah tebu, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.1
Tabel 5.1. Tipe Mutu Gula Merah Tebu menurut SNI 1-6237-2000 No. Syarat mutu 1
Mutu I
Keadaan
Mutu II
2
Bau, rasa, warna, penampakan Bagian yang tak larut dalam air Maks. 1,0 %b/b
bau, rasa, warna, penampakan maks. 5,0 %b/b
3
Air
Maks. 8,0 %b/b
maks. 10,0 %b/b
4
Sakarosa (sukrosa)
Min. 65 %b/b
min. 60 %b/b
5
Glukosa
Maks. 11 %b/b
maks.14 %b/b
5.3.2. Parameter Mutu Gula Tumbu Kadar air Kadar air adalah persentase air yang dikandung oleh gula tumbu, yaitu perbandingan antara berat air yang terdapat dalam gula tumbu dengan berat total gula tumbu. Interaksi antara suhu pematangan atau pemasakan untuk perlakuan pH 7 dan pH 8 terhadap kadar air gula tumbu ditunjukkan pada Gambar 5.1. Semakin tinggi suhu pemasakan nira, diperoleh gula dengan kadar air yang semakin rendah. Hal ini disebabkan pemanasannya lebih lama dan lebih banyak air yang menguap.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Kadar air (%)
91
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
y = - 0,1287x + 17,112 R2 = 0,9356 (pH 7) y = - 0,0699x + 11,004 R2 = 0,956 (pH 8)
7 70
8 80
Linear (8)
Linear (7) 90
100
Suhu oC
Gambar 5.1. Interaksi antara suhu pemasakan dan pH nira terhadap kadar air gula tumbu
Kadar air gula tumbu yang dihasilkan dari berbagai perlakuan berdasarkan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga pembuatan gula tumbu dengan metode sulfitasi pada pH dan suhu pemasakan berapapun dalam penelitian ini menghasilkan gula tumbu dengan kadar air tidak berbeda nyata. Kadar air gula tumbu yang paling rendah dihasilkan pada suhu 100°C dan pH 8 yaitu 3,8%, sehingga telah memenuhi mutu I SNI 1-6237-2000 (kadar air maksimum 8%). Kadar air yang tidak memenuhi syarat SNI akan menyebabkan gula tumbu mudah ditumbuhi fungi atau kapang dan tidak tahan lama disimpan. Kadar sukrosa Sukrosa adalah senyawa disakarida dengan rumus molekul C12H22O11. Sukrosa terbentuk melalui proses fotosintesis yang ada pada tumbuh-tumbuhan. Pada proses tersebut terjadi interaksi antara karbon dioksida dengan air didalam sel yang mengandung klorofil. Bentuk sederhana dari persamaan tersebut adalah : 6 CO2+ 6 H2O
C6H12O6 + 6O2
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
92
Gula tebu adalah disakarida, gula tersebut dapat dibuat dari gabungan dua gula yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Penggabungan dari unit karbon monosakarida menjadi : C12H22O11 yang selanjutnya dinamakan sukrosa atau saccharose. Sukrosa merupakan disakarida dan secara komersial diperoleh dari batang tebu dan bit gula. Hidrolisis sukrosa memberikan D-glukosa dan D-fruktosa dengan jumlah mol yang ekuivalen. Pada pH dibawah 7 dengan suhu yang tinggi sukrosa akan terinversi menjadi gula reduksi, glukosa dan fruktosa (Hart et al, 2003). 1
7
8
Poly. (7)
Poly. (8)
Kadar Sukrosa
0,95 y = -0,0002x2 + 0,042x - 0,9834
0,9
R2 = 0,9222(pH 8)
0,85 0,8
y = -0,0001x2 + 0,0254x - 0,293 R2 = 0,9998 (pH 7)
0,75 0,7 0,65 70
80
90
100
Suhu oC
Gambar 5.2. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira dengan kadar sukrosa gula tumbu
Hasil uji statistik dinyatakan dalam Gambar 5.2 bahwa, tidak ada perbedaan nyata interaksi pH dan suhu pematangan terhadap kadar sukrosa gula tumbu. Pembuatan gula tumbu dengan metode sulfitasi pada semua perlakuan dalam penelitian ini menghasilkan kadar sukrosa yang tidak berbeda secara nyata dan berada diatas 65%, sehingga telah memenuhi mutu I SNI 1-6237-2000.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
93
Sukrosa menunjukkan rasa manis, paling tinggi kadar yang diperoleh adalah 84,7% dihasilkan dari perlakuan pH 8 dan suhu pematangan 90oC. Kadar Glukosa Gula adalah bentuk dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering digunakan adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Glukosa yaitu suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Sedangkan fruktosa adalah gula sederhana (monosakarida) yang ditemukan di banyak jenis makanan dan merupakan salah satu dari tiga gula darah penting bersama dengan glukosa dan galaktosa (Wikipedia).
Kadar glukosa (%)
4,152 4,102
7 8 Poly. (8) Poly. (7)
y = -0,0004x2 + 0,0623x + 1,5964 R2 = 0,9894 (pH 8)
4,052 4,002 3,952
y = 2E-05x3 - 0,0052x2 + 0,4305x - 7,6377 R2 = 0,9998 (pH 7)
3,902 70
80
90
100
Suhu oC
Gambar 5.3. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira terhadap kadar glukosa gula tumbu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
94
Kadar glukosa gula tumbu berdasarkan uji statistik, secara meyakinkan tidak dipengaruhi oleh pH dan suhu pemasakan. Pembuatan gula tumbu dengan metode sulfitasi pada pH dan suhu berapapun, tidak berpengaruh nyata terhadap kadar glukosa. Kadar glukosa maksimum dihasilkan oleh perlakuan pH 8 dan suhu 80°C, yaitu 4,13% . Kadar glukosa terdekomposisi secara cepat pada pH dan pada suhu tinggi.
Gula tumbu yang dihasilkan dari berbagai perlakuan kadar
glukosanya telah memenuhi mutu I SNI 1-6237-2000 (max 11 %).
Rendemen Rendemen gula tumbu adalah prosentase gula tumbu yang dihasilkan dari proses pengolahan tebu menjadi gula tumbu. Misal diketahui rendemen 10, maka setiap 100 kg tebu yang diolah dihasilkan 10 kg gula tumbu.
Rendemen (%)
10,5
y = -0,0005x3 + 0,1237x2 - 10,124x + 281,06 R2 = 0,9998 (pH7)
10 7 8 Poly. (8) Poly. (7)
9,5 9
y = -0,0005x3 + 0,1296x2 - 10,677x + 298,14 R2 = 0,9998 (pH 8)
8,5 8 70
80
90
100
Suhu oC
Gambar 5.4. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira terhadap rendemen
Rendemen tidak dipengaruhi oleh perlakuan pH, namun perlakuan suhu pematangan menunjukkan perbedaan rendemen secara nyata. Perlakuan pH 7 dan pH 8 memiliki kecenderungan kesamaan terhadap rendemen, hal ini terlihat jelas pada Gambar 5.4, kedua garis hampir berimpitan. Semakin tinggi suhu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
95
pemasakan, cenderung semakin tinggi pula rendemen gula tumbu yang dihasilkan, namun mengalami penurunan setelah mencapai suhu 93oC.
Warna
Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu bahan pangan digunakan sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk gula tumbu. Pengujian warna dilakukan dengan Chromameter, merk Minolta. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan, baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan (Winarno, 2004). Kualitas warna gula tumbu dipengaruhi oleh tahap pemurnian nira dan suhu pemasakan. Pemurnian nira yang dilakukan UKGT selama ini adalah metode defekasi panas dengan pH yang cukup tinggi (pH 10) dan suhu pematangan lebih dari 110°C. Pada pH yang tinggi gula reduksi (fruktusa dan glukosa) akan pecah menjadi zat warna yang dapat
Warna
menyebabkan warna gelap dan membentuk asam organik. 41 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29
y = -0,0021x3 + 0,5435x2 - 47,649x + 1419,1 R2 = 0,9998 (pH 7)
7
8
Poly. (7)
Poly. (8)
y = 0,0025x3 - 0,629x2 + 51,859x - 1373,5 R2 = 0,9998 (pH 8)
70
80
90
100
Suhu oC
Gambar 5.5. Hubungan antara suhu pematangan dan pH nira dengan warna gula tumbu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
96
Perlakuan kombinasi pH nira dan suhu pematangan yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kualitas warna gula tumbu. Semakin rendah suhu pematangan dan lebih netral pH maka warna gula tumbu yang dihasilkan semakin muda (dari coklat tua menuju coklat muda). Warna gula tumbu yang paling muda dihasilkan pada perlakukan pH 7 dan suhu 70○C. Semakin rendah suhu, kerusakan sukrosa semakin kecil
sehingga warna gula tumbu semakin
muda. Semakin netral pH maka jumlah asam sulfit (reduktor) yang ditambahkan lebih banyak sehingga proses reduksi yang terjadi pada proses pembuatan gula menjadi semakin sempurna. Dengan demikian warna dari gula tumbu yang dihasilkan juga lebih muda (coklat muda), warna inilah yang disukai oleh konsumen.
Rasa Rasa lebih banyak melibatkan panca indera lidah, disini digunakan uji
Rasa
sensori organoleptik/uji panelis. 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
y = 0,0002x3 - 0,061x2 + 5,2367x - 144,7 R2 = 0, 9914 (pH 7) y = -0,0033x2 + 0,5075x - 16,275 R2 = 0,9914 (pH 8)
7
70
80
8
Poly. (7)
90
Poly. (8)
100
Suhu oC Gambar 5.6. Hubungan antara suhu pematangan dan pH nira dengan rasa gula tumbu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
97
Perlakuan pH dan suhu pematangan nira tidak berpengaruh terhadap rasa gula tumbu. Pembuatan gula tumbu dengan metode sulfitasi, pada pH dan suhu berapapun rasa gula tumbu yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini sejalan dengan kadar sukrosa gula tumbu yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata, sehingga rasa pun tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan. Rasa gula tumbu yang paling disuka dihasilkan dari pH 7 pada suhu 100ºC.
Aroma Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut, sangkut pautnya dengan alat panca indera penghidu (Winarno, 2004). Pengujian terhadap aroma juga dilakukan secara sensori organoleptik. 4
y = -0,004x2 + 0,644x - 22,44 R2 = 0,9758 (pH 7)
3,5
Aroma
3
y = -0,0023x2 + 0,3455x - 10,105
2,5
R2 = 0,9361 (pH 8)
2 1,5 1 7
0,5
8
Poly. (8)
Poly. (7)
0 70
80
90
100
Suhu oC
Gambar 5.7. Hubungan antara suhu pematangan dan pH nira dengan aroma gula tumbu
Interaksi antara pH nira dan suhu pematangan tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap aroma gula tumbu. Semakin tinggi suhu pematangan maka aroma gula tumbu yang dihasilkan kurang disuka. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu maka semakin banyak komponen dalam nira yang mengalami
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
98
kerusakan sehingga mengurangi sebagian aroma khas gula tumbu. Sedangkan pada pH lebih rendah aroma gula tumbu yang dihasilkan lebih disuka, yaitu pH7 dan suhu 100º C
Kekerasan
Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk menolak penetrasinya bahan lain secara mekanis. Meskipun SNI 1-6237-2000 tidak menyaratkan kekerasan, namun gula tumbu yang keras lebih disuka dari pada yang lunak dan
Kekerasan (g/mm2)
lebih tahan lama, tak mudah ditumbuhi fungi. 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
7 8 Poly. (8) Poly. (7)
y = 0,0002x3 - 0,0404x2 + 3,315x - 89,995 R2 = 0,9998 (pH 7)
y = -0,0002x2 + 0,0393x - 1,7364 R2 = 0,9748 (pH 8)
70
80
90
100
Suhu OC
Gambar 5.8. Interaksi antara suhu pematangan dan pH nira terhadap kekerasan gula tumbu
Gambar 5.8 dan Gambar 5.1 jika diperhatikan menunjukkan bahwa kekerasan gula tumbu berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini memberi makna bahwa jika kadar air tinggi maka kekerasan gula tumbu rendah (gulanya lembek), sebaliknya apabila gula tumbu keras maka dapat diprediksi bahwa kadar airnya rendah. Oleh karena itu kekerasan gula tumbu dapat dijadikan indikator kandungan kadar airnya.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
99
Kekerasan (hardness) gula tumbu yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara nyata oleh interaksi pH dan suhu pemasakan. Kekerasan tertinggi dicapai pada pH 7 dan suhu pemasakan 100oC. Tabel 5.2. Parameter Mutu Rerata Gula Tumbu Hasil Percobaan dalam Laboratorium P e r l a k u a n No
1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter Mutu GT
Kadar Air (%)
Kadar Sukrosa (%)
Kadar Glukosa (%)
Rendemen (%)
Warna
Rasa
Aroma 2
Kekerasan (g/mm )
Parameter MutuTerbaik
pH
Suhu 70°C
80°C
90°C
100°C
7
8,5
6,2
5,57
4,42
8
5,93
5,63
4,82
3,87
7
77,8
88,2
82,3
80,2
8
78,7
83,3
86,7
81,7
7
4.06
4.03
3.96
3.95
8
4.07
4.13
4.08
3.99
7
8,30
8,75
10,12
9,44
8
8,42
8,66
9,99
9,32
7
40,45
32,17
31,74
29,80
8
36,19
35,87
30,36
34,72
7
3,3
3,6
3
2
8
3
3,3
2,6
2,3
7
3
3,6
3
2
8
3
3,3
2,6
2
7
0,044
0,163
0,032
0,631
8
0,045
0,121
0,205
0,202
7
-
1
1
6
8
-
-
4
4
Sumber : Hasil Percobaan dan Uji Laboratorium, 2008
Metode pembuatan gula tumbu terbaik diketahui setelah dibuat tabulasi parameter mutu rerata seperti ditunjukkan Tabel 5.2. Perlakuan yang paling banyak menghasilkan parameter (variabel terikat) terbaik adalah interaksi
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
100
perlakuan terhadap nira pada pH 7 dan suhu pematangan 100°C. Berikutnya disusul interaksi perlakuan terhadap nira pada pH 8 dan suhu pematangan 100°C. Pembuatan gula tumbu melalui metode sufitasi dalam laboratorium didapat dua hasil terbaik yaitu: 1) perlakuan pemurnian nira pH 7 dengan suhu pematangan 100°C, dan 2) perlakuan pemurnian nira pH 8 dengan suhu pematangan 100°C, ditunjukkan dalam Gambar 5.9. 100
Persentase
80 60 40 20 0
Kadar Air
Kadar Sukrosa
Kadar Glukosa
Rendemen
pH7
4,42
80,2
3,95
9,44
pH8
3,87
81,7
3,99
9,32
Parameter Mutu
Gambar 5.9. Interaksi pH dan Suhu Pemasakan 100°C terhadap Mutu GT yang Dihasilkan
Berdasar atas best of the best tersebut, maka hasil terbaik untuk memproduksi gula tumbu dalam percobaan laboratorium, yaitu dengan perlakuan terhadap nira pada pH 7 dan suhu pematangan 100oC, sehingga diperoleh gula tumbu mutu I sesuai standar SNI 1-6237-2000. Gambar 10 menunjukkan sub model peningkatan mutu gula tumbu.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
101
Tebu digiling
Nira disaring
dipanaskan 50 – 60oC
ditambah larutan kapur tohor sampai pH 9
ditambah Asam Sulfit sampai pH 7 dan dididih
disaring lagi
dimasak pada suhu konstan 100oC hingga kental
diteteskan jika terbentuk benang halus pemasakan selesai
dituang dalam cetakan menjadi gula tumbu
diuji diperoleh Gula Tumbu mutu I
Gambar 5.10. Sub Model Peningkatan Mutu Gula Tumbu melalui Metode Sulfitasi dalam Laboratorium Gula tumbu merupakan salah satu produk pangan olahan, semakin maju suatu bangsa semakin besar perhatiannya terhadap mutu makanan yang dikonsumsi, oleh karena itu diperlukan jaminan keamanan pangan. Kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, menengah, dan besar, bergantung
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
102
pada cara memproduksi sehingga menghasilkan produk pangan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan. Produk makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi yang dihasilkan oleh industri pangan, niscaya akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat, dan pada gilirannya industri pangan
tersebut akan berkembang. Menurut Thaheer (2008), bagi produk makanan, sistem pengendalian mutu diawali dengan prinsip penerapan Good Manufacturing Practices (GMP), yakni mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan yang diperlukan agar produk pangan dapat diterima mutunya. Syarief (1996), lebih jauh mengemukakan bahwa konsep jaminan mutu pangan berdasarkan inspeksi produk akhir sudah tidak menjamin mutu secara keseluruhan bahkan konsep ini dinilai tidak efisien secara ekonomi. Konsep yang berkembang dewasa ini yaitu sistem jaminan mutu secara menyeluruh, sejak awal produksi hingga produk akhir, seperti yang dikembangkan ISO (International Standard Organisation ), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points), dan peraturan-peraturan Codex Alimentarius. Oleh karena itu setiap tahap produksi harus benar, mengikuti pedoman-pedoman dan standar-standar proses. Pada proses produksi pertanian (bahan baku) diperlukan adanya pedoman bertani yang baik atau GAP (Good Agriculture Practices); pada proses penanganan (pasca panen) diperlukan pedoman GHP (Good Handling Practices), pada proses pengolahan di industri diperlukan pedoman GMP (Good Manufacturing Practices). Demikian seterusnya sehingga ada good distribution practices (GDP), good retailing practices (GRP), good cathering
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
103
practices (GCP) dan dilengkapi dengan pedoman GLP (Good Laboratory Practices). Pada tanggal 1 September 2005 Lembaga ISO (International Organization for Standardization) mengeluarkan ISO 22000: 2005 (Sistem Manajemen Keamanan Pangan), merupakan gabungan dari : (1) ISO seri 9000 (Sistem Manajemen Mutu), (2) ISO seri 14000 (Sistem Manajemen Lingkungan) dan (3) ISO 15161: 2001 (diakomodasi dari HACCP). Standar ISO 22000 merupakan pilar bagi keamanan pangan karena didalamnya terdapat ISO 9001 yang menetapkan persyaratan untuk suatu sistem manajemen mutu, suatu organisasi perlu mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyediakan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan dan perundangan yang berlaku untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Disamping itu cocok dengan ISO 14001 mengenai sistem manajemen lingkungan yang mencakup struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, praktek, prosedur, proses dan sumberdaya
untuk
membangun,
menerapkan,
mencapai,
mengkaji
dan
memelihara kebijakan lingkungan. Standar ISO 14001 ini ditujukan kepada semua organisasi yang ingin menerapkan manajemen untuk mengontrol dampaknya terhadap lingkungan. HACCP sangat berperan dalam pembuatan ISO 22000. Tujuh prinsip HACCP selain masuk dalam ISO 22000 juga diadopsi dalam SNI 01-4852-1998 sesuai dengan Codex sebagai berikut : (1) melakukan analisis bahaya (conduct a hazard analysis), (2) mengidentifikasi titik kendali kritis (identify the critical control points), (3) menetapkan batas kritis (establish critical limits), (4) menetapkan
prosedur
pemantauan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
(establish
monitoring
procedures),
104
(5) menetapkan tindakan koreksi/perbaikan (establish corrective actions), (6) menetapkan dokumentasi dan pencatatan (establish record keeping procedures), dan (7) menetapkan prosedur verifikasi (establish verification procedures). ISO 22000 (2005) menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan, suatu organisasi dalam rantai pangan perlu mendemonstrasikan kemampuannya
dalam
mengendalikan
bahaya
keamanan
pangan
untuk
memastikan bahwa pangan yang dihasilkan adalah aman dikonsumsi oleh konsumen. Standar ini bisa diterapkan untuk seluruh organisasi besar maupun kecil yang terlibat dalam rantai pangan yang konsisten memberikan produk yang aman, mulai dari pertanian hingga siap santap (farm to fork). Gula tumbu telah berhasil ditingkatkan menjadi mutu I sesuai SNI 1-62372000 sebagai standar fungsional, merupakan satu-satunya standar di Indonesia yang diadopsi dari Standar Internasioal. Gula tumbu bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen, perlu dikembangkan terus agar menuju pada Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), sebagai salah satu titik kendali kritis atau prasyarat dalam sistem manajemen HACCP yang telah dimasukkan dalam ISO 22000. Gula tumbu telah berhasil ditingkatkan menjadi mutu I sesuai SNI 1-62372000
dalam laboratorium. Pada gilirannya
UKGT
diharapkan
mampu
meningkatkan mutu gula tumbu dengan metode tersebut diatas sehingga terjadi peningkatan harga gula tumbu. Peningkatan harga gula tumbu akibat peningkatan mutu didasarkan atas asumsi : optimis (10%), moderat (5%) dan pesimis (1%).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
105
5.4. Simpulan dan Saran 5.4.1. Simpulan Metode sulfitasi dapat digunakan untuk meningkatkan mutu gula tumbu memenuhi mutu I sesuai SNI 1-6237-2000. Pembuatan gula tumbu melalui metode sulfitasi dilakukan berdasar atas percobaan dalam laboratorium. Metode sulfitasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan mutu gula tumbu. Peningkatan mutu gula tumbu dalam laboratorium melalui metode sulfitasi yang paling baik adalah dengan cara mengolah nira menjadi pH 7 dan memasaknya pada suhu konstan 100º C. Nira dipanaskan pada suhu 50 – 60ºC ditambahkan larutan kapur tohor hingga pH 9, dinetralkan dengan asam sulfit hingga pH 7 dan dididih, disaring diperoleh nira bersih. Nira dimatangkan pada suhu konstan 100ºC, hingga mengental dan dituang dalam cetakan. Peningkatan mutu gula tumbu berpengaruh terhadap peningkatan harga jual dan berpengaruh terhadap keuntungan pengusaha. Gula tumbu yang bermutu baik memiliki jaminan keamanan pangan, daya simpan lebih lama dan berpeluang ekspor. Kepercayaan konsumen meningkat karena gula tumbu yang mereka konsumsi telah memenuhi standar mutu, aman bagi kesehatan. Gula tumbu telah berhasil ditingkatkan menjadi mutu I sesuai SNI 1-62372000 sehingga telah memenuhui salah satu persyaratan jaminan keamanan pangan. Gula tumbu mutu I sesuai dengan tuntutan konsumen, berarti menuju pada Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), sebagai salah satu titik kendali kritis dari sistem manajemen HACCP dan telah masuk dalam ISO 22000, sehingga gula tumbu mutu I telah memenuhi salah satu persyaratan ISO 22000.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
106
5.4.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam skala produksi di UKGT secara nyata untuk mengaplikasikan hasil penelitian ini. Gula tumbu produksi UKGT agar dapat ditingkatkan mencapai mutu I sesuai SI 1-6237-2000. Diharapkan UKGT mulai melakukan rintisan menerapkan produksi bersih dengan prinsip 4R, yaitu reduce, reuse, recylce dan replace sehingga tercipta lingkungan yang bersih. Sanitasi perlu diperhatikan, utamanya dalam pembuangan buih nira (filter cake) tidak sembarangan melainkan ditampung dalam bak selanjutnya diolah dan dimanfaatkan. UKGT perlu merintis penggunaan alat pemasak (wajan) dari bahan baja tahan karat (stainless steel) sebagai salah satu persyaratan Cara Mengolah Gula Tumbu yang Baik atau Good Manufacturing Practices (GMP).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
VI. ANALISIS FINANSIAL KELAYAKAN USAHA KECIL GULA TUMBU
Abstract The research aimed was to analyze input and output cost to study of business feasebility of Brown Sugarcane Small Business. Method that used do with guidance of quisioner towards brown sugar cane entrepreneurs as much as 110 respondents from 219 entrepreneurs widespread at various village at three districts proportionally. Data that got are worked according to average every day that is: sugarcane total that milled, brown sugarcane that produced, brown sugarcane price, diesel fuel, lime tohor, casing/mould, marketing cost, and period mills per year. Production structure analysis is used to detect added value, added value ratio, worker share, profit and entrepreneur profit level. Financial analysis based on method NPV, IRR, Net B/C and PBP used to analyze of bussines feasebilty. Added value result Rp 469.295, - or 29%, worker share 48 %, entrepreneur profit Rp 235.707, - or 14,5 %. Net income every season mills during 5 months that is as big as Rp 30.641.910, -. Business activity of Brown Sugarcane Small Business proper carried out, based on valueNPV = Rp. 53.716.653; IRR = 55,7% bigger than interest rate of bank ; Net B/C = 2,096 > 1; and PBP =1,965 year, less than 5 year. Increasing of sugarcane price till 12,5% or decreasing of brown sugarcane price 10% very sensitive towards feasebility of Brown Sugarcane Small Business. Keyword : financial analysis, small business, brown sugarcane
6.1. Pendahuluan Usaha Kecil Gula Tumbu (UKGT) merupakan kegiatan usaha yang dapat diartikan sebagai bentuk investasi, yaitu penggunaan sumber daya yang merupakan suatu pengeluaran dan akan memberikan harapan suatu pengembalian (return) tertentu. Suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil diwaktu yang akan datang, yang direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai salah satu unit dimana biaya maupun hasilnya dapat diukur dapat dikatakakan pula sebagai suatu proyek. Menurut Pramudya (1992), proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan sejumlah sumberdaya untuk
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
108
memperoleh suatu manfaat (benefit), tentunya memerlukan biaya (cost), yang diharapkan dapat memberikan suatu hasil (return) dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian diperlukan suatu perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan, yang disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Keputusan
berkenaan
dengan
suatu
rencana
investasi
haruslah
mencerminkan keputusan yang rasional. Untuk itu diperlukan suatu cara analisis yang sistematik dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Menurut Pramudya (1992), berdasarkan cara dan tujuannya, analisis proyek dibedakan menjadi dua : (1) analisis ekonomi dan (2) analisis finansial. Dalam analisis ekonomi, bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan, dalam hal ini yang dihitung adalah seluruh benefit yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil dari proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut (Gray et al, 2007). Proyek dilihat dari segi perekonomian secara keseluruhan yang diperhatikan ialah hasil keseluruhan berupa produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat, atau perekonomian secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumbersumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Pramudya (1992) menyatakan, analisis ekonomi lebih ditujukan untuk melihat manfaat yang diperoleh oleh masyarakat luas, atau perekonomian secara keseluruhan. Dalam analisis finansial, bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah individu/privat atau pengusaha, yang dihitung sebagai
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
109
benefit adalah apa yang diperoleh orang atau badan swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut (Gray et al, 2007). Analisis Finansial atau keuangan adalah analisis manfaat dan pengorbanan perusahaan, kegiatan usaha dilihat dari sudut badan atau orang yang menanam modalnya dalam kegiatan atau yang berkepentingan langsung dalam kegiatan. Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah dengan menganalisis aspek finansialnya. Perkiraan benefit (cash in flows) dan perkiraan biaya (cash out flows) merupakan indikator dari modal yang diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total benefit yang diterima dengan total biaya yang dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur ekonomis. Hasil perhitungan analisis finansial dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan penanaman modal. Keputusan yang timbul dari hasil analisis, yaitu: menerima, menolak, memilih satu atau beberapa proyek, dan menetapkan skala prioritas dari proyek yang layak. Penelitian ini penting untuk dilakukan yang bertujuan menganalisis kelayakan finansial kegiatan UKGT di Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi investor dalam pemilihan kegiatan usaha atau pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan pengembangan UKGT. Kegiatan UKGT merupakan suatu bentuk diversifikasi atau alternatif pengolahan tebu menjadi gula bagi para petani tebu, sehingga tidak bergantung pada Pabrik Gula (PG) saja. Suatu kegiatan usaha atau teknologi akan diadopsi oleh masyarakat, apabila secara sosial mudah diterapkan dan tidak bertentangan dengan nilai budaya setempat, secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologis sesuai dan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
110
tidak bersifat destruktif (Adnyana, 1997). Kegiatan UKGT adalah kegiatan diversifikasi pengolahan tebu menjadi gula yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat, banyak menyerap tenaga kerja sehingga kegiatan ini akan mudah diadopsi oleh masyarakat. 6.2. Metode Penelitian 6.2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan, mulai Juli 2008 sampai dengan Juni 2009. Lokasi penelitian di kecamatan Gebog, kecamatan Bae dan kecamatan Dawe, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. 6.2.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dalam penelitian ini diperoleh dari para pengusaha UKGT dan pedagang gula tumbu, melalui survei lapang menggunakan prosedur wawancara dengan panduan kuisioner. Disamping itu melakukan wawancara terhadap key information yang mengetahui dan memiliki pengetahuan tentang UKGT, serta observasi langsung ke lokasi produksi gula tumbu. Jumlah cuplikan diambil secara acak sebanyak 50 persen secara proporsional dari total populasi (jumlah pengusaha 219), yaitu 110 responden yang dianggap dapat mewakili masing-masing kecamatan dan desa. Data sekunder yang relevan diperoleh dari : (1) hasil-hasil penelitian terdahulu melalui studi pustaka dan lewat internet, (2) instansi yang terkait antara lain kantor Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Kudus.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
111
6.3. Hasil dan Pembahasan 6.3.1. Tenaga Kerja dan Masa Kegiatan Produksi Jumlah tenaga kerja yang diserap UKGT rerata 9 orang tiap unit usaha, oleh karena itu termasuk kategori usaha kecil. Di kabupaten Kudus terdapat sebanyak 308 unit usaha sehingga menyerap tenaga kerja 2.772 orang. Jumlah seluruh anggota rumah tangga UKGT kabupaten Kudus adalah 1204 orang. Kegiatan usaha memproduksi gula tumbu tidak dapat dilakukan sepanjang tahun, namun hanya bersifat musiman yaitu dimusim kemarau pada waktu panen tebu. Masa giling UKGT paling lama adalah 5 bulan, yakni 64 persen dari responden pengusaha UKGT, kemudian 29 % UKGT masa gilingnya 4 bulan, dan sisanya 2 sampai 3 bulan setiap tahun, ditunjukkan dalam Table 6.1.
Tabel 6.1. Masa Giling atau Aktif Kerja Responden No Masa Giling (bulan/tahun) Jumlah Pengusaha Prosentase 1
2
4
3.63
2
3
3
2.73
3
4
32
29.09
4
5
71
64.55
Total
110
100
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Para responden/pengusaha UKGT di kabupaten Kudus ini, selama masa giling, tiap hari menggiling tebu rerata sebesar 6,2 ton, dengan harga tebu rerata per ton Rp 165.045. Harga tebu ini sangat homogen mengingat angka koefisien keragaman sangat rendah yaitu sebesar 0,0676, disajikan pada Tabel 6.2.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
112
Tabel 6.2. Tebu yang Digiling Rerata tiap Hari No
Satuan
Rerata
Standar Deviasi
Koefisien Keragaman
1
Berat (ton)
6,2
1,2110
0,1953
2
Harga (Rp)
165.045
11.159,7
0,0676
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Sumber bahan baku atau tebu diperlihatkan dalam Tabel 6.3, sebagian besar, yakni 84 % pengusaha, berasal dari usaha atau kebun tebu sendiri dan membeli dari pihak lain.
Tabel 6.3. Sumber Bahan Baku/Tebu No Asal Tebu
Jumlah Responden Persentase
1
Milik sendiri
18
16
2
Milik sendiri & dari orang lain
92
84
110
100
Total Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Tabel 6.4. Bahan Bakar, Bahan Tambahan dan Bahan Penolong yang Digunakan tiap Hari No Bahan 1
Solar
2
Ampas tebu
3
Bahan tambahan/kapur tohor
4
Tumbu
Rerata 18 lt
Bahan bakar mesin diesel
-
Bahan bakar pemasak nira
1,7 kg 6 bh
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Keterangan
Pembersih nira Cetakan gula
113
Disamping diperlukan bahan baku yang berupa tebu, juga dibutuhkan bahan penolong, yakni solar kapur tohor dan tumbu. Solar diperlukan sebagai bahan bakar mesin diesel untuk penggerak utama penggiling tebu. Kebutuhan solar tiap hari rerata sebanyak 18 liter atau Rp 90.000. Semua responden dalam memanaskan atau memasak nira menggunakan ampas tebu, sehingga tidak perlu membeli. Kebutuhan kapur tohor rerata tiap hari 1,7 kilogram atau Rp 1.100. Tumbu diperlukan untuk cetakan atau menampung nira yang telah masak dibiarkan membeku dan mendingin menjadi gula tumbu. Setiap harinya berkisar antara 4 sampai 12 tumbu, rerata 6 buah tumbu. Harga tiap cetakan/tumbu berkisar antara Rp 4.000 sampai dengan Rp 10.000 atau rerata tiap hari Rp 27.500. Kapasitas setiap tumbu sekitar 110 sampai dengan 125 kilogram. Hasil produksi gula tumbu dari para responden bervariasi, karena tergantung volume tebu yang digiling dan tingkat rendemen. Volume produksi rerata 563,1 kg, dengan tingkat rendemen rerata 9,2 %. Rendemen 9,2 % ini mengandung arti bahwa setiap 100 kg tebu yang diolah, akan dihasilkan 9,2 kg gula tumbu.
Tabel 6.5. Produksi Gula Tumbu tiap Hari dan Rendemen No
Gula Tumbu
Rerata
Standar Deviasi
Koefisien Keragaman
1
Produksi (kg)
563,1
137,4856
0,24415
2
Rendemen (%)
9,2
0,7142
0,07763
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Walaupun para pengusaha UKGT menjual hasil produksinya secara individu, dan tidak melalui kelompok atau koperasi, namun harga jualnya
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
114
mendekati homogen. Hal ini tercermin dari koefisien keragaman sangat rendah, yakni 0.02236 (harga gula tumbu rerata Rp 2.895/kilogram, stándar deviasi 64.73) Penjualan gula tumbu oleh para pengusaha UKGT, sebagian besar (88 %), menyatakan setiap minggu sekali, dan ada sebagian kecil yang menyatakan setiap sepuluh hari sekali. Penjualan produk seminggu sekali rerata adalah 6 x 563,1 kg = 3.378,55 kg. Sistem pembayaran setiap kali transaksi adalah tunai pada saat jual beli dilakukan. Untuk menjalankan usaha UKGT dibutuhkan modal investasi. Sebagian besar pengusaha UKGT yakni sekitar 58,2 % investasinya Rp 40.000.000. Selain uang untuk investasi, produsen gula tumbu juga memerlukan persediaan uang yang digunakan untuk berproduksi atau dinamakan modal kerja. Perputaran modal kerja untuk usaha gula tumbu selama satu minggu, yakni sesuai dengan lama waktu penjualan hasil produksi gula tumbu setiap kali transaksi. Besar modal kerja tiap produsen gula tumbu bervariasi, sesuai dengan kapasitas produksi masing-masing. Sebagian besar, yaitu 42 % pengusaha UKGT memerlukan modal kerja sekitar Rp 9.000.000.
6.3.2. Struktur Produksi
Struktur produksi didefinisikan sebagai perhitungan/analisis mengenai biaya masukan (input) hingga luaran (output), untuk mengetahui nilai tambah, rasio nilai tambah, saham pekerja, keuntungan dan tingkat keuntungan pengusaha. Perhitungan struktur produksi UKGT disusun mengacu pada Kameo (1999) dengan basis produksi gula tumbu setiap hari. Formatnya adalah sebagai berikut : 1) Nilai Luaran (Rp) = Volume gula tumbu x harga dari pengusaha
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
115
2) Biaya masukan (Rp) = a. Bahan baku = volume tebu x harga tebu b. Masukan arus = solar + kapur tohor + tumbu + ongkos pemasaran 3) Nilai tambah (Rp) = (1) – (2) 4) Rasio nilai tambah ( %) = [ (3) / (1) ] x 100 5) Upah pekerja = uang yang diterima pekerja 6) Saham pekerja (%) = [ (5) / (3) ] x 100 7) Depresiasi (Rp) = nilai penyusutan alat 8) Keuntungan pengusaha (Rp) = (3) – [ (5) + (7) ] 9) Tingkat keuntungan ( % ) = [ (8) / (1) ] x 100 Data rerata pengusaha tiap hari dalam memproduksi gula tumbu yang meliputi : (1) bahan baku tebu: 6,2 ton, (2) harga tebu: Rp 165.045/ton, (3) produksi gula tumbu: 563,1 kg, (4) harga jual gula tumbu: Rp 2.895/kg, (5) kapur tohor: Rp 1.100, (6) tumbu/cetakan: Rp 27.500, (7) solar: Rp 90.000, (8) biaya pemasaran: Rp 19.000 dan (9) upah pekerja: Rp 225.000. Berdasarkan data produksi rerata pengusaha UKGT tiap hari tersebut, perhitungan struktur produksi adalah sebagai berikut : 1) Nilai Luaran = berat gula tumbu (kg) x harga/kg = 563,1 x Rp 2.895/kg = Rp 1.630.174. 2) Biaya Masukan : a. Bahan baku = berat tebu (ton) x harga (Rp/ton) = 6,2 ton x Rp 165.045/ton = Rp 1.023.279.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
116
b. Masukan arus = solar + kapur tohor + tumbu + ongkos pemasaran = Rp 90.000 + Rp 1.100 + Rp 27.500 + Rp 19.000 = Rp 137.600. 3) Nilai tambah = Nilai Luaran – Biaya Masukan = Rp 1.630.174 – (Rp 1.023.279 + Rp 137.600) = Rp 1.630.174 – Rp 1.160.879 = Rp 469.295. 4) Rasio Nilai Tambah = (3)/(1) x 100% = (469.295/1.630.174) x100 % = 29 % 5) Upah pekerja = Rp 225.000 6) Saham pekerja = (5)/(3) x100% = (225.000/469.295) x100 % = 48 % 7) Penyusutan = Rp 8.588 8) Keuntungan pengusaha = (3) – {(5)+(7)} = Rp 469.295 – (Rp 225.000 + Rp 8.588) = Rp 469.295 – Rp 233.588 = Rp 235.707 9) Tingkat keuntungan = (235.707/1.630.174) x 100 % = 14,5 %. Hasil perhitungan Struktur Produksi disajikan dalam Tabel 6.6.
Tabel 6.6. Struktur Produksi UKGT Rerata tiap Hari Struktur
Volume (Kg)
No 1 Luaran 563,1 2 Masukan 3 Nilai Tambah 4 Rasio Nilai Tambah 5 Upah Pekerja 6 Saham Pekerja 7 Depresiasi 8 Keuntungan Pengusaha 9 Tingkat Keuntungan Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Rupiah 1.630.174 1.140.998 469.295
Nilai Persentase
29 225.000 48 8.588 235.707 14,5
117
Rasio nilai tambah 29 % ini lebih rendah dibanding rasio nilai tambah industri gula kelapa yakni 84,4 % (Kameo, 1999) akan tetapi lebih tinggi dari pada rasio nilai tambah industri tahu 14 % dan industri tempe yang hanya 13 %, sedangkan industri opak 55%, industri daun tembakau kering 40 %, (Kameo, 1999).
6.3.3. Analisis Finalsial
Tujuan analisis finansial adalah untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usaha dapat memberikan manfaat selama umur ekonomis. Hasil analisis finansial ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan apakah investor bersedia menanamkan modalnya dalam kegiatan usaha UKGT. Ada beberapa metode atau kriteria untuk mengukur kelayakan suatu kegiatan usaha atau proyek secara finansial, yang banyak digunakan, yaitu : (1) NPV (net present value), (2) IRR (internal rate of return), (3) Net B/C (Benefit Cost Ratio), dan (4) PBP (Pay Back Period) ( Pramudya, 1992; Riyanto, 1995; Soekartawi, 1995; Ibrahim, 2003).
Net Present Value (NPV) Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value) yaitu perbedaan antara nilai sekarang dari penerimaan total dan nilai sekarang dari pengeluaran sepanjang umur proyek pada tingkat suku bunga atau tingkat diskonto (discount rate) tertentu yang diberikan. Apabila NPV bernilai positif, berarti menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari investasi atau proyek. NPV adalah kriteria invetasi yang banyak digunakan dalam mengukur apakah suatu proyek
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
118
layak atau tidak. Menurut (Pramudya,1992 ; dan Ibrahim, 2003), NPV dapat dihitung dengan persamaan berikut: n
NPV = t 1
B C (1 i )t
........................................ (6.1)
Keterangan : B = Benefit (penjualan hasil produksi ) C = Cost (biaya investasi dan operasi)
i
= suku bunga atau diskon faktor (discount rate)
t
= waktu (tahun ke- t)
n = umur ekonomis (tahun) Semakin tinggi pendapatan dan datangnya lebih awal semakin tinggi NPV, namun semakin tinggi discount rate NPV semakin rendah. Proyek dikatakan layak apabila NPV ≥ 0, dan proyek ditolak jika NPV < 0. Analisis finansial diperhitungkan berdasarkan data investasi, modal kerja, biaya masukan, benefit, dan diskon faktor tiap tahun. Oleh karena itu berdasarkan data struktur produksi rerata tiap hari (Table 6.6), perlu diolah menjadi data tiap tahun sebelum didiskon. Masa giling/kerja tiap bulan adalah 26 hari dan masa giling tiap tahun rerata adalah 5 bulan, sehingga tiap tahun: Benefit = Rp 1.630.174/hr x 26 hr/bl x 5 bl/th = Rp 211.922.685 Masukan = Rp 1.385.879/hr x 26 hr/bl x 5bl/th = Rp 180.164.270 Investasi dan Modal Kerja = Rp 40.000.000 + Rp 9.000.000 = Rp 49.000.000 Diskon Faktor (DF) = 15 % Waktu (t) = 5 tahun Umur ekonomis (n) = 5 tahun.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
119
Data tersebut diatas selanjutnya dinyatakan dalam Tabel 6.7 untuk digunakan dalam perhitungan menentukan besarnya NPV.
Internal Rate of Return (IRR) Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV (Net Present Value) sama dengan nol (Pramudya,1992; Ibrahim, 2003) mengemukakan IRR merupakan suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek yang nilainya dinyatakan dalam prosentase per tahun. Suatu proyek yang layak dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount rate.
Tabel 6.7. Arus Kas Biaya dan Manfaat UKGT dalam Perhitungan NPV
0
Cost (C) (Rp) 49.000.000
Benefit (B) (R) --
B–C (Rp) -49.000.000
DF 15% 1,0000
NPV (Rp) -49.000.000
1
180.164.270
211.922.685
30.641.975
0,8695
26.643.197
2
180.164.270
211.922.685
30.641.975
0,7561
23.168.397
3
180.164.270
211.922.685
30.641.975
0,6575
20.147.098
4
180.164.270
211.922.685
30.641.975
0,5717
17.518.017
5
180.164.270
211.922.685
30.641.975
0,4971
15.232.125
Thn.
Net Present Value(NPV) = 53.708.836 Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008 Suatu proyek dapat dilakukan apabila tingkat pengembalian (rate of return) lebih besar dari pada pengembalian (return) yang diterima apabila
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
120
melakukan investasi di tempat lain (bank, dan lain-lain), sehingga IRR harus dibandingkan dengan alternatif investasi yang lain. Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR dengan tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang disyaratkan maka proyek tersebut diterima, apabila lebih kecil ditolak. Penghitungan untuk menentukan IRR masih memerlukan penghitungan NPV. Besarnya nilai IRR dapat ditentukan dengan menghitung terlebih dulu NPV1 dan NPV2 dengan cara coba-coba (trial and error). Berdasarkan hasil coba-coba tersebut maka nilai IRR berada antara nilai NPV positif dan nilai NPV negatif yaitu pada NPV = 0. Nilai IRR dapat didekati dengan persamaan berikut : IRR
i1
NPV1 (i2 ( NPV1 NPV2 )
i1 ) ……………….. (6.2)
Keterangan : i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1 (positif) i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2 (negatif) Nilai IRR yang diperoleh merupakan nilai pendekatan, karena hubungan antara perubahan i dan NPV tidak merupakan garis lurus, sehingga ketepatannya dipengaruhi oleh nilai i1 dan i2. Hal ini bermakna semakin kecil perbedaan nilai i, nilai IRR yang diperoleh semakin tinggi ketepatannya. Berdasarkan data dalam Tabel 6.7 maka dilakukan perhitungan coba-coba untuk : i1 = 55%, diperoleh besarnya NPV1 = 485.442; dan untuk i2 = 56%, diperoleh NPV2 = -461.734.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
121
Angka-angka tersebut kemudian dimasukkan kedalam persamaan (6.2) : IRR
i1
NPV1 (i2 i1 ) ( NPV1 NPV2 )
0,55
485.442 (0,01) 485.442 ( 461.734)
0,55703
sehingga didapat IRR = 55,703% atau dibulatkan 55,7 %
Net B/C (Net Benefit Cost Ratio) Rasio Manfaat Biaya Bersih (Net Benefit Cost Ratio) merupakan perbandingan antara net benefit yang telah didiskon bernilai positif (+) dengan net cost yang telah didiskon bernilai negatif (-). Menurut (Pramudya, 1992 dan Ibrahim, 2003) formula untuk menghitung Net B/C adalah sebagai berikut : n
NetB / C
t 1 n t 1
Bt (1 Bt (1
Ct ( ) i )t Ct ( ) i )t
……………………..…… (6.3)
Pengambilan keputusan berdasarkan kriteria berikut : jika B/C ≥ 1 (satu), maka proyek layak untuk dilaksanakan, dan jika B/C < 1, maka proyek ditolak atau tidak layak dilaksanakan. Berdasarkan data dari Tabel 6.7 yang telah diolah, diperoleh net benefit yang telah didiskon (+) sebesar 102.708.836 dan cost yang telah didiskon (-) yaitu sebesar -49.000.000, sehingga dengan memasukkan harga tersebut kedalam persamaan (3) dapat ditentukan :
NetB / C
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
102.708.836 ( 49.000.000)
2,096
122
Pay Back Period (PBP) Periode Pengembalian Kembali (Pay Back Period) adalah metode untuk mengukur berapa lama (berapa tahun) suatu investasi akan bisa kembali atau seberapa cepat investasi bisa kembali, dasar yang dipergunakan adalah aliran kas. Apabila PBP kurang dari suatu periode yang telah ditentukan, proyek tersebut diterima atau dikatakan menguntungkan, sedang kalau lebih lama maka proyek ditolak. Semakin cepat pengembalian biaya invstasi, semakin baik karena semakin lancar perputaran modal. Kelemahan metode PBP yaitu mengabaikan nilai waktu uang dan aliran kas setelah periode payback. Formula untuk menentukan PBP (Ibrahim, 2003) adalah sebagai berikut : n
n
Ii PBP Tp
Bicp
i 1 1
1
i 1
Bp
……...……………………… (6.4)
Keterangan : Tp-1 = tahun sebelum terdapat PBP Ii
= jumlah investasi yang telah didiskon
Bicp-1 = jumlah benefit yang telah didiskon sebelum PBP Bp
= jumlah benefit pada PBP berada Berdasarkan hasil perhitungan merujuk pada Tabel 6.7, didapat :
Ii = 49.000.000; Tp-1 = tahun ke-1, Bicp-1 = 26.643.197 (belum melewati jumlah investasi yang telah didiskon, yaitu : 49.000.000). Pada tahun ke-2 benefit yang telah didiskon = 49.811.594 (sudah melewati 49.000.000) dan diketahui Bp = 23.168.397. PBP dapat dihitung dengan memasukkan harga-harga diatas kedalam rumus (4), maka didapat :
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
123
PBP = 1 + (49.000.000 – 26.643.197)/ 23.168.397 = 1+ 0,9649 = 1,965 tahun atau 1 tahun 11 bulan 17 hari. Tetapi karena masa giling UKGT dalam satu tahun rerata hanya 5 bulan maka dalam kenyataan PBP menjadi 1 tahun 4 bulan 25 hari. Hasil perhitungan dari beberapa metode diatas selanjutnya ditabelkan untuk memudahkan menganalisis kelayakan usaha, seperti ditunjukkan dalam Tabel 6.8. Berdasarkan Tabel 6.8, kriteria NPV bernilai Rp. 53.708.836 (positif), IRR = 55,5 (lebih besar dari pada bunga bank 15%), Net B/C = 2,096 > 1; dan PBP = 1,965 < 5 (lebih kecil dari batas waktu pinjaman bank yang ditetapkan) maka waktu pengembalian modal lebih cepat. Oleh karena itu kegiatan UKGT layak dilaksanakan.
Tabel 6.8. Nilai NPV, Net B/C, IRR dan PBP untuk Diskon Faktor 15% Jangka Waktu 5 Tahun dan Umur Ekonomis 5 Tahun No Metode
Nilai
Satuan
Status
1
NPV
53.716.653
rupiah
Layak
2
IRR
55,7
persentase
Layak
3
Net B/C
2,096
angka tanpa satuan
Layak
4
PBP
1,965
tahun
Layak
Sumber : Hasil penelitian Lapang, 2008
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas terhadap kegiatan usaha dilakukan untuk mengkaji apabila terjadi : (1) kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat, (2) perubahan unsur harga pada saat proyek sedang dilaksanakan (Pramudya, 1992).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
124
Hal ini perlu dilakukan karena dalam analisis proyek umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak unsur ketidak pastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Kegiatan UKGT dilakukan analisis sensitivitas dengan asumsi apabila terjadi perubahan keadaan ekonomi, sosial dan politik, sehingga menyebabkan : (1) kenaikan harga tebu, (2) kenaikan harga solar, (3) kenaikan upah pekerja, (4) penurunan harga gula tumbu, dan (5) kenaikan investasi. Dalam setiap asumsi halhal lain dianggap tetap (cetirus paribus). Hasil analisis sensitivitas dari masingmasing asumsi disajikan dalam beberapa Tabel berikut.
Tabel 6.9. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Tebu No Kenaikan Harga Tebu (%) 1 7,5
NPV (Rp)
IRR (%)
Net B/C (angka)
PBP (tahun)
20.267.029
31,41
1,41
2,98
2
10
9.119.761
22,62
1,18
3,58
3
12,5
-2.027.508
13,24
0.96
4,47
4
15
-13.174.777
2,96
0,73
5,91
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Apabila terjadi kenaikan harga tebu hingga 12,5 % maka kegiatan usaha UKGT tidak layak dijalankan. Hal ini disebabkan berdasarkan kriteria NPV hasilnya negatif (- 2.027.508) dan Net B/C kurang dari satu, yaitu (0,96) serta IRR 13,24 % < 15% (bunga bank), hanya PBP yang masih dibawah angka batas waktu 5 tahun, yaitu 4,47 tahun. Namun apabila harga tebu naik hanya sampai 10 %, UKGT masih layak dijalankan.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
125
Tabel 6.10. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Solar No Kenaikan Harga Solar (%) 1 10
NPV (Rp) 49.787.113
IRR (%) 52,96
Net B/C (angka) 2,01
PBP (tahun) 2,05
2
20
45.865.390
50,20
1,94
2,14
3
30
41.950.588
47,42
1,85
2,24
4
50
34.106.545
41,75
1,69
2,46
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Dari Tabel 6.10 diketahui bahwa meskipun biaya pemakaian solar mengalami kenaikan hingga 50% dari biaya sekarang, namun kegiatan UKGT masih layak dijalankan. Hal ini didasarkan atas kriteria NPV = 34.106.545 (positif), IRR = 41,75 > bunga bank 15 %, Net B/C = 1,69 > 1, dan PBP = 2,46 < 5 tahun
Tabel 6.11. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Upah Pekerja No Kenaikan Upah (%) 1 5
NPV (Rp) 48.806.682
IRR (%) 52,27
Net B/C (angka) 1,99
PBP (tahun) 2,07
2
10
43.904.529
48,81
1,89
2,18
3
15
39.002.375
45,31
1,79
2,31
4
20
34.100.221
41,75
1,69
2,46
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Meskipun terjadi kenaikan upah pekerja hingga 20 % dari yang berlaku sekarang, kegiatan UKGT masih layak dilaksanakan. Hal ini dinyatakan berdasarkan kriteria sebagaimana dalam Tabel 11. NPV = Rp. 34.100.221
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
126
(positif), IRR = 41,75% lebih besar dari bunga bank yang berlaku, yaitu 15 %, Net B/C = 1,69 > 1 dan PBP = 2,46 tahun masih dibawah batas pengembalian modal selama 5 tahun.
Tabel 6.12. Analisis Sensitivitas terhadap Penurunan Harga GT No 1
Penurunan harga GT (%) 2,5
NPV (Rp) 35.950.245
IRR (%) 43,10
Net B/C (angka) 1,73
PBP (tahun) 2.41
2
5
18.191.654
29,81
1,37
3,08
3
7,5
433.062
15,38
1,00
4,24
4
10
-17.325.529
-0,012
0,65
6,71
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
Jika harga gula tumbu turun hingga 10 % tiap kilogram maka kegiatan usaha UKGT menjadi tidak layak. Hal ini didasarkan atas kriteria NPV negatif (-17.325.529), Net B/C sebesar 0,65 < 1; -0,012 < 15 % dan PBP 6,71 sehingga melampaui batas 5 tahun, seperti ditunjukkan dalam Tabel 6.12.
Tabel 6.13. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Investasi No Kenaikan Investasi (%) 1 10
NPV (Rp) 49.716.653
IRR (%) 50,27
Net B/C (angka) 1,93
PBP (tahun) 2,13
2
25
43.716.653
43,36
1.74
2.40
3
50
33.716.653
34,21
1,48
2,82
4
100
13.716.653
18,51
1,15
3,69
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
127
Berdasarkan Tabel 6.13, dapat dinyatakan bahwa meskipun terjadi kenaikan nilai investasi total hingga 100 persen dari nilai sekarang (Rp 49 juta rupiah), kegiatan usaha UKGT masih layak dilaksanakan. Hal ini karena kriteria NPV bernilai positif yaitu Rp 13.716.653, Net B/C =1,15 > 1, IRR = 18,51 % lebih besar dari bunga bank yang berlaku dan PBP = 3,69 kurang dari lima tahun sebagai waktu pengembalian modal. Sub model kelayakan finansial dibangun dengan menggunakan software Microsoft Excel, secara ringkas dinyatakan dalam Tabel 6.14.
Tabel 6.14. Sub Model Kelayakan Finansial UKGT A n a l i s i s No
Struktur Produksi
Kelayakan Finansial
Sensitifitas Harga GT Turun (10%) -17.325.529
1
Volume Produksi (kg/hr)
563,1
NPV (Rp)
53.716.653
Harga Tebu Naik (15%) -13.174.777
2
Rasio Nilai Tambah (%)
29
IRR (%)
55,7
2,96
-0,012
3
Saham Pekerja (%)
48
Net B/C
2,096
0,73
0,65
4
Tingkat Keuntungan (%)
14,5
PBP (tahun)
1,965
5,91
6,71
Sumber : Hasil Penelitian Lapang, 2008 (dianalisis). 6.4. Simpulan dan Saran 6.4.1. Simpulan Berdasar atas struktur produksi, gula tumbu yang dihasilkan rerata tiap UKGT sebesar 563,1 kg/hari dan harga rerata gula tumbu Rp 2.895. Tebu yang digiling rerata 6,2 ton/hari dan harga tebu rerata Rp 165.045/ton, memberikan nilai tambah sebesar 29 %, saham pekerja 48 %, keuntungan pengusaha rerata tiap hari sebesar 14,5% (Rp 235.707). Penghasilan bersih selama 26 hari kerja adalah
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
128
Rp 6.128.382 tiap bulan. Penghasilan bersih selama musim giling 5 bulan (tiap tahun) yaitu sebesar Rp 30.641.975. Berdasar atas metode NPV diperoleh nilai positif Rp 53.716.653, IRR = 55,7 % sehingga lebih besar dari pada bunga bank, Net B/C = 2,1 >1, dan PBP = 1,96 tahun; berarti perputaran modal lebih cepat, kurang dari jangka waktu yang dipersyaratkan yaitu 5 tahun. Kenaikan harga tebu hingga 15% menjadikan kegiatan usaha UKGT tidak layak dijalankan. Jika harga gula tumbu turun hingga 10 % tiap kilogram, kegiatan usaha UKGT juga tidak layak. Kenaikan harga solar, kenaikan upah pekerja, dan kenaikan nilai investasi secara sendiri-sendiri (bukan simultan) tak berpengaruh terhadap kelayakan usaha UKGT. Meskipun harga solar naik hingga 50 % dari harga sekarang, kenaikan upah pekerja hingga 20 % dan bahkan kenaikan investasi hingga 100 %, kegiatan usaha UKGT masih layak dilaksanakan. Meskipun UKGT berpenghasilan bersih tinggi, yaitu Rp 30.641.910 selama musim giling dan periode kembali modal sangat singkat (dua kali musim giling), namun UKGT masih langka yang memperoleh pinjaman dari pihak perbankan. Berdasar atas hasil analisis tersebut, kegiatan UKGT layak, secara ekonomi atau finansial menguntungkan sehingga memenuhi salah satu pilar pembangunan keberlanjutan (ekonomi, ekologi dan sosial). 6.4.2. Saran UKGT perlu dikembangkan didaerah lain yang berdekatan dengan kebun tebu atau pabrik gula, sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi gula
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
129
tumbu, memperluas kesempatan kerja, dan mengurangi ketergantungan petani tebu terhadap pabrik gula. Untuk mempercepat pengembangan UKGT diluar kabupaten Kudus para pengusaha diharap menjalin kerjasama dengan pihak perbankan dan petani di daerah tempat tujuan. Masa pengembalian modal yang singkat, diharapkan UKGT mampu mengakses pinjaman dari pihak perbankan untuk pengembangan usaha. Namun persyaratan harus bisa dipenuhi, antara lain memiliki pembukuan keuangan. Begitu juga hendaknya pihak perbankan tidak ragu-ragu mengucurkan dana ke UKGT, meskipun usahanya bersifat musiman, karena dalam dua kali musim giling (dua tahun) modal kembali. Kestabilan harga gula tumbu perlu diperhatikan oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait mengingat penurunan harga gula tumbu sangat sensitif terhadap kelayakan atau keberlanjutan usaha UKGT.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
VII.
PEMBAHASAN UMUM
Produktivitas tanaman secara umum tak dapat dipisahkan dari varitas unggul dan pupuk yang diberikan. Penelitian dilakukan terhadap varietas tebu R579 yang ditanam di lahan beririgasi dengan variasi pemupukan terhadap tebu yang sudah mengalami tiga kali keprasan. Varietas tebu R-579 (Krismanu, 2003) merupakan salah satu varietas unggulan PT Perkebunan Nusantara XI yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas lahan tebu milik petani. Varietas ini mampu menghasilkan rata-rata 10,07 ton gula/hektare atau dua kali lipat produktivitas nasional yang rata-rata 4 ton gula/hektare. Varietas R 579 telah diujicobakan di sejumlah PG di Jawa Timur menghasilkan 1.500 kuintal/hektar (150 ton/ha) dengan rendemen minimal 8 %. Karakter varietas tebu unggul yang menjadi dasar pemilihan adalah potensi hasil tinggi, type kemasakan, kesesuaian terhadap fisik lahan, tahan terhadap jasad pengganggu tertentu serta mempunyai sifat agronomis penting lainnya. Varietas tebu unggul merupakan salah satu teknologi
untuk
meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi secara signifikan (Mirzawan dan Lamadji, 1997). Oleh sebab itu perolehan teknologi ini menjadi dambaan para praktisi industri gula, karena biaya aplikasi relatif murah, masa produktif antara 5 – 6 tahun (Sugiyarta, 2007), sehingga dinamisasi varietas tebu unggul dalam kurun waktu tertentu akan menguntungkan para petani tebu. Paradigma lama menganggap tebu sebagai tanaman semusim, tebu ditanam di lahan sawah setiap tahun dibongkar. Dalam paradigma baru, tanaman tebu dipahami sebagai tanaman tahunan, tebu ditanam di lahan sawah maupun
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
131
kering dengan sistem ratoon sampai di atas 5 tahun, di India bahkan sampai 25 tahun. (Hakim, 2007). Sebelum ditemukan pupuk kimia seperti sekarang, nenek moyang kita telah mempraktekkan sistem pertanian bebas pencemaran. Pemakaian materi organik (kompos dan mulsa) dalam sistim pertanian sudah dilakukan sejak 8000 tahun yang silam (Cutler dan Hill, 1994). Akan tetapi semua caracara yang dianggap kuno ini hampir dilupakan di kalangan petani semenjak diperkenalkan pupuk kimia. Bahan organik sebagai pupuk ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian, berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah, merangsang perakaran sehat, dan memperbaiki struktur tanah. Peningkatan kandungan bahan organik tanah selanjutnya meningkatkan kemampuan tanah mempertahankan kandungan air tanah. Mikroba tanah bermanfaat bagi tanaman dan aktivitas mikroba ini membantu tanaman menyerap unsur hara dari tanah sehingga menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Selain itu aktivitas mikroba tanah diketahui membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Varietas tebu unggul membutuhkan masukan pupuk kimia tinggi dan konsumsi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Cutler dan Hill (1994), kondisi ini akibat dari terhambatnya proses serapan akar terhadap air dan hara terlarut sehingga keberadaan hara dalam jumlah rendah tidak dapat diambil oleh akar secara optimal. Akibat selanjutnya menurut Stoate et al (2001), materi organik berkurang, tanah menjadi keras, kurang porositas tanah, rendah nilai tukar ion tanah, rendah daya ikat air, rendah populasi dan aktivitas mikroba, dan secara keseluruhan mengakibatkan tingkat kesuburan tanah rendah.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
132
Dengan demikian perlu dosis pupuk lebih tinggi untuk memungkinkan akar menyerap hara dalam jumlah yang cukup dari ketersediaan hara yang terdapat dalam tanah. Berbagai pupuk organik dapat diperoleh dari limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah industri makanan dan minuman dengan bahan baku organik. Materi-materi tersebut dapat diaplikasikan langsung atau difermentasikan terlebih dahulu. Keuntungan pemakaian pupuk organik menurut Papavizas dan Lumsden (1980) dan Campbell (1989) diantaranya : memperbaiki tekstur tanah, menyediakan nutrien dan dapat meningkatkan kesehatan tanaman, menekan perkecambahan spora, pemeliharaan kesehatan dan kesuburan tanaman. Memperhatikan aspek kesuburan dan kesehatan tanah merupakan hal yang paling penting dalam sistem pertanian. Produktivitas tebu sistem keprasan pada perlakuan : Po = 18,33 kg/m2 ; P1 = 15,67 kg/m2; P2 = 21,67 kg/m2 dan P3 = 20,33 kg/m2. Produktivitas tebu hasil penelitian ini berdasar atas analisis Sidik Ragam (Analisis of Variance) menunjukkan perbedaan nyata dengan taraf signifikansi 5 %. Meskipun baru dilakukan pemupukan organik satu kali. Hasil tertinggi pada perlakuan P2, diikuti P3 dan Prerata = 19 kg/m2 juga lebih tinggi dari pada Po. Produktivitas tebu dengan pemupukan organik hasilnya akan lebih baik setelah dilakukan perlakuan pemupukan lebih dari tiga kali panen, karena mikro organisme tanah dari pupuk organik menjadikan unsur hara tanah yang tersedia semakin banyak untuk diserap oleh akar tanaman. Agar produktivitas tanaman tidak menurun dan kesuburan tanah tetap terjaga, maka sebagai langkah awal adalah kombinasi penggunaan pupuk kimia
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
133
dan pupuk organik merupakan solusi yang tepat sebagaimana ditunjukkan hasil penelitian ini. Petani dapat meningkatkan produktivitas tebu walaupun penggunaan pupuk kimia dikurangi 50% - 75% dari penggunaan yang biasa dilakukan, namun diperlukan tambahan pupuk organik cair Nd. Meskipun ada penambahan pupuk organik, namun keuntungan petani meningkat karena biaya pengurangan pupuk kimia lebih besar dari pada biaya penambahan pupuk organik cair Nd dan tambahan upah tenaga kerja. Keuntungan petani dari perlakuan pemupukan P2 terdiri dari penghematan pupuk 50% yaitu Rp 697.500/ha.tahun dan peningkatan produksi 18% sebesar Rp 18.150.300, total Rp 18.847.800. Sedangkan keuntungan dari perlakuan pemupukan P3 terdiri dari penghematan pupuk 75% adalah Rp 1.196.250/ha.tahun dan peningkatan produksi 11% yaitu Rp 16.901.850, total Rp 17.108.100. Perlakuan pemupukan yang paling menguntungkan adalah perlakuan P2 yaitu pengurangan pupuk kimia 50% ditambah pupuk organik cair Nd yaitu 2 liter tiap hektar tahun. Gula tumbu merupakan salah satu produk pangan olahan. Sejalan dengan kesadaran masyarakat membutuhkan mutu yang baik dan menarik, pangan harus berdasarkan suatu standar sehingga tidak merugikan dan membahayakan kesehatan konsumen. Berdasarkan pendapat
pengusaha maupun pedagang gula tumbu
menyatakan bahwa gula tumbu hasil UKGT adalah mutu II (Latief, 2001 dan Latief 2007). Hal ini kemudian didukung oleh hasil analisis laboratorium yang mengacu SNI 1-6237-2000 untuk membuktikan secara kuantitatif. Berdasarkan analisis laboratorium kadar air 8,9%, sukrosa 64 %, dan glukosa 12,5 %, sehingga
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
134
sesuai dengan SNI 1-6237-2000 maka gula tumbu produk UKGT masuk kategori mutu II. Mutu gula tumbu perlu ditingkatkan agar dapat diandalkan menjadi produk yang mampu bersaing dalam pasar lokal, dan bahkan mampu menembus pasar global serta harga meningkat. Peningkatan mutu gula tumbu dalam penelitian ini dilakukan berdasar atas rancangan percobaan dalam laboratorium melalui metode sulfitasi. Hasil interaksi pH nira dan variasi suhu pemasakan secara konstan, diperoleh gula tumbu mutu I sesuai dengan SNI 1-6237-2000. Gula tumbu terbaik diperoleh dari metode penambahan larutan kapur tohor kedalam nira hingga menjadi pH 9 pada pemanasan awal suhu 50oC – 60oC, lalu dinetralkan dengan asam sulfit menjadi pH 7 dan dididihkan, setelah itu nira disaring. Nira yang telah bersih dipanaskan lanjut atau dimatangkan pada suhu konstan 100oC hingga mengental, kemudian dicetak menjadi gula tumbu. Undang–Undang Pangan tahun 1996 menimbang : (1) pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, (2) pangan yang aman, bermutu, bergizi, dan beragam sebagai prasyarat utama untuk kesehatan, dan (3) pangan sebagai komoditas dagang memerlukan sistem perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab. Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan sektor pertanian mengacu sepenuhnya kepada Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Jaminan mutu (Hubeis, 1997) merupakan kunci penting keberhasilan usaha. Jaminan mutu merupakan sikap pencegahan terhadap terjadinya kesalahan dengan bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Aspek yang harus diperhatikan dalam industri pangan adalah aspek
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
135
teknologi, penyebaran lokasi, penyerapan tenaga kerja, produksi, ekspor dan peningkatan mutu. Walaupun faktor mutu menambah biaya produksi, namun peningkatan biaya mutu diimbangi dengan peningkatan penerimaan dan dapat menimbulkan citra yang baik dari konsumen (Wirakartakusumah dan Syah, 1990). Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk, sedangkan Fardiaz (1997) mengemukakan, CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global. GMP (Good Manufacturing Practises) menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan merupakan persyaratan dasar (pre-requisite) penerapan dasar HACCP (Winarno, 2004). Menurut Hadiwihardjo (1998), merujuk pada sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu : (1) keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Sejak tahun 2005 HACCP (ISO 15161) digabung dengan ISO 9000 dan ISO 14000 menjadi ISO 22000. Hasil penelitian ini diperoleh suatu proses terbaik dari metode sulfitasi
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
136
yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu gula tumbu memenuhi mutu I sesuai SNI 1-6237-2000. Hal ini merupakan langkah awal yang akan digunakan untuk meningkatkan mutu gula tumbu dalam UKGT secara nyata di lapang. Harga gula tumbu mutu I Rp 3.500 sampai Rp 4.500/kg, sedangkan harga gula tumbu mutu II rerata adalah Rp 2.895/kilogram. Keuntungan bersih dari peningkatan mutu gula tumbu berkisar antara 1% hingga 10 %, meskipun ada tambahan biaya produksi untuk meningkatkan mutu tersebut. Gula tumbu dapat didiversikasi bentuk produknya yaitu (1) dicetak menjadi butiran-butiran kecil (2 x 2 x 2) cm3, dan (2) dibuat lebih lembut dari pada gula pasir, disebut gula semut. Kedua jenis ini produk tersebut lebih tahan lama simpan dari pada gula tumbu ukurannya sekitar (60 x 60 x 60) cm3 Setiap kegiatan usaha perlu dilakukan analisis finansial untuk memberikan gambaran seberapa besar manfaat yang diterima dan menentukan layak tidaknya pengembangan usaha. Analisis finansial (Pramudya, 1992; Riyanto, 1995; Soekartawi, 1995; Ibrahim, 2003) dilakukan berdasarkan metode atau kriteria NPV, IRR, Net B/C dan PBP. NPV didasarkan atas konsep nilai waktu dari uang. Semua arus kas masuk dan keluar diperhitungkan terhadap titik waktu sekarang. Net B/C merupakan perbandingan antara manfaat bersih dan biaya. PBP menghitung waktu yang diperlukan arus kas masuk sama dengan arus kas keluar, seberapa lama nilai investasi akan kembali. IRR untuk menentukan besarnya tingkat bunga hasil usaha yang harus dibandingkan dengan bunga bank yang berlaku, perhitungannya masih tergantung pada NPV. Kegiatan UKGT dengan jumlah produksi rerata tiap hari 563,1 kilogram
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
137
dan harga gula tumbu Rp 2.895/kilogram. Keuntungan sebelum didiskonto adalah Rp 30.641.975/tahun. Berdasarkan kriteria metode analisis NPV, IRR, Net B/C dan PBP adalah layak. Analisis struktur produksi dilakukan untuk mengetahui rasio nilai tambah, saham pekerja dan tingkat keuntungan usaha. Nilai tambah merupakan selisih antara luaran dan masukan, sedang rasio nilai tambah yaitu selisih luaran dan masukan dibanding dengan luaran. Saham pekerja adalah upah
pekerja
dibanding dengan nilai tambah, dan tingkat keuntungan merupakan perbandingan antara keuntungan bersih dengan nilai tambah. UKGT memiliki rasio nilai tambah sedang, artinya nilai tambahnya lebih kecil dari pada industri gula kelapa namun lebih besar dari pada industri tahu dan tempe. Meskipun tingkat keuntungannya kecil (14,5%), namun penerimaan keuntungannya cukup besar yaitu rerata Rp 236.000/hari. Hal ini karena volume penjualan gula tumbu besar, yaitu rerata 563 kg/hari. Kegiatan produksi gula tumbu paling lama hanya 5 bulan setiap tahun, selama panen tebu di musim kemarau. Berdasarkan analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan harga gula tumbu adalah paling sensitif, penurunan harga gula tumbu 10% bisa menjadikan kegiatan usaha UKGT tidak layak. Hal ini karena volume penjualan dikali harga gula tumbu berpengaruh sangat besar terhadap nilai finansial. Kenaikan harga tebu 15 % menjadikan kegiatan usaha UKGT tidak layak. Hal ini disebabkan meskipun harga tebu Rp 165/kg namun volume tebu yang digiling tiap hari rerata 6,2 ton sehingga dominan terhadap nilai finansial. Meskipun terjadi kenaikan upah pekerja hingga 20%, harga solar naik 50% dan kenaikan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
138
investasi hingga 100%, namun usaha UKGT masih layak, karena nilai finansialnya berpengaruh kecil. Tiap unit UKGT menyerap tenaga kerja rerata 9 orang, terdiri atas 4 orang sebagai tukang tebang tebu, penggiling tebu dan pemasak/pembuat gula tumbu 3 orang, serta 2 orang penjemur bagas. Kegiatan produksi setiap musim kemarau selama panen tebu, mulai bulan Mei sampai dengan September setiap tahunnya. Lingkungan lahan tempat tumbuh kembangnya tebu diperhatikan dengan perlakuan
pemupukan,
meskipun
demikian
produktivitasnya
mengalami
peningkatan walau dengan masukan luar rendah. Skenario produktivitas dilakukan berdasar atas perlakuan Po, P2 dan P3 untuk menentukan besaran keuntungan petani. Usahatani tebu selalu dilakukan karena menguntungkan, selalu ada ketersediaan tebu yang dapat mendukung kegiatan UKGT. Peningkatan gula tumbu menjadi mutu I sesuai SNI 1-6237-2000 dapat memberikan kepercayaan terhadap konsumen akan jaminan keamanan pangan. Disamping itu berpengaruh positif terhadap harga dan memiliki peluang ekspor, sehingga penerimaan pengusaha meningkat dan dampaknya terhadap PDRB kabupaten Kudus juga meningkat. Peningkatan harga didasarkan atas asumsi : optimis (10%), moderat (5%) dan pesimis (1%). Kegiatan usaha UKGT sudah berlangsung lama, turun temurun sehingga secara sosial dapat diterima masyarakat, oleh karena itu dalam penelitian ini tidak dilakukan, secara ekologi tidak merusak lingkungan dan secara ekonomi layak sehingga UKGT dapat lestari dan berkelanjutan. Pembuatan gula tumbu sesungguhnya tidak hanya dilakukan dalam skala usaha kecil (UKGT) seperti yang selama ini dilakukan, tetapi dapat dilakukan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
139
dalam skala rumah tangga atau usaha mikro (kapasitas produksi 10-20 kg GT). Usaha mikro tak perlu menggiling tebu sendiri untuk mendapatkan nira tebu namun cukup kerjasama/membeli dari UKGT. Bahan bakar untuk memasak nira tak lagi digunakan ampas tebu namun menggunakan bahan bakar gas yang sudah banyak tersedia di desa. Ampas tebu bisa diolah menjadi (1) kompos sebagai pupuk organik yang dapat dikembalikan ke lahan tebu untuk memelihara kesuburan tanah, (2) diolah menjadi pakan ternak, (3) bahan pembuatan kertas, (4) bahan pembuatan papan partikel, (5) bahan campuran pembuatan batako dan beton ringan, dan (6) bahan pembuatan glukosa dan etanol. Pada gilirannya akan muncul usaha baru yaitu usaha penggilingan tebu dan atau jasa penjualan nira. Hal ini akan banyak menyerap tenaga kerja dan menambah kesejahteraan masyarakat di pedesaan sehingga dapat mengurangi urbanisasi. Apabila hal ini terjadi maka PG akan mengalami kekurangan pasokan tebu sehingga bisa menyebabkan ketidak efisienan usaha. Agar PG tetap bertahan hidup dan Usaha Mikro Kecil Gula Tumbu (UMKGT) tumbuh dimana-mana, maka PG perlu mengolah gula tumbu menjadi gula pasir dan menggiling tebu menjadi nira untuk dijual ke UMKGT. Dengan demikian pemerintah tak perlu mengucurkan dana yang besar
untuk merevitalisasi PG di Jawa karena
ketakcukupan pasokan tebu. UKGT di kabupaten Kudus berpotensi pula untuk dikembangkan menjadi obyek wisata dan pendidikan lingkungan, utamanya di kecamatan Dawe yang terdapat lebih dari 200 unit usaha. Hal ini sebagaimana yang dilakukan di Okinawa Jepang. Gula merah tebu (kokuto) di Jepang terdapat di Okinawa, disana dikemas sebagai obyek wisata.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
140
Penelitian ini diawali dari tebu keprasan 2 x atau hasil panen ke – 3 (tiga) digunakan untuk percobaan peningkatan mutu gula tumbu dalam laboratorium. Tebu Keprasan di Kabupaten Kudus
Tebu Keprasan 2 x
Tebu Keprasan 3 x
Peningkatan Mutu (Metode Sulfitasi)
Perlakuan Pemupukan (Pupuk Kimia + Organik)
pH
Suhu
PK
Jumlah UKGT di Kab.Kudus
Mutu I
Peningkatan Harga Skenario (1), (2), (3)
Kapasitas Giling tiap UKGT
Nilai Finansial
Biaya Produksi
PNd
Produktivitas Po, P1, P2, P3 Luas Lahan Tebu untuk UKGT Ketersediaan Tebu Total untuk UKGT
Penerimaan
Stuktur Produksi, NPV, B/C, PBP, IRR, Sensitivitas
Keuntungan
Peningkatan PDRB Kabupaten Kudus
Gambar 7.1. Diagram Alir menuju Model UKGT Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus Jawa Tengah
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
141
Percobaan lapang dengan perlakuan pemupukan dilakukan terhadap tebu keprasan 3 x atau hasil panen ke- 4 (empat). Diagram alir menuju Model UKGT Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus diilustrasikan dalam Gambar 7.1. Model UKGT Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus Jawa Tengah dibangun dari perpaduan antara sub model produktivitas tebu sistem keprasan, sub model peningkatan mutu gula tumbu, dan sub model kelayakan finansial, secara skematis disajikan dalam Gambar 7.2. Sub model Produktivitas tebu - Skenario : Po P2 P3
Sub model Peningkatan mutu
Sub model Kelayakan finansial
- Asumsi : optimis moderat pesimis
- Struktur Produksi - NPV, IRR, B/C, PBP - Analisis Sensitifitas
MODEL UKGT BERWAWASAN LINGKUNGAN
Gambar 7.2. Model Skematis UKGT Berwawasan Lingkungan
Berdasar atas perpaduan ketiga sub model tersebut, bentuk model UKGT Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus dinyatakan secara simbolik atau model persamaan sebagai berikut : Jumlah tebu yang digiling seluruh UKGT di Kabupaten Kudus selama musim giling (setahun) dinyatakan dalam bentuk fungsi : Tg = f ( U, Th, Hr, Bl), model persamaannya adalah : Tg = (U x Th x Hr x Bl) ..................................................................... (7.1) Keterangan : Tg = tebu yang digiling seluruh UKGT setahun (ton) U = jumlah UKGT di Kabupaten Kudus (unit) Th = tebu yang digiling UKGT rerata tiap hari (ton)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
142
Hr = jumlah hari kerja/produksi tiap bulan (hari) Bl = jumlah bulan kerja rerata UKGT tiap tahun (bulan) Luas lahan tebu untuk UKGT : Lt = f (Tg, Po), dinyatakan dalam persamaan: Lt = Tg/Po .................................................................................. (7.2) Keterangan : Po = produksi tebu kondisi awal atau perlakuan Po Keuntungan penghematan pupuk dari seluruh UKGT tiap tahun : Kt = f (Lt, Kp), dinyatakan dalam persamaan : Kt = Lt x Kp ....................................................................................... (7.3) Keterangan: Kp = keuntungan penghematan pupuk berdasar skenario (Po, P2, P3) Peningkatan pendapatan (revenue) dari kenaikan produksi tebu : Pr = f (Pp, Po, Lt, Ht), dinyatakan dengan persamaan : Pr = Pp x Po x Lt x Ht ..................................................................... (7.4) Keterangan : Pp = prosentase peningkatan produksi tebu dari Po Ht = harga tebu tiap ton (Rp) Keuntungan rerata tiap unit UKGT (kondisi awal) sebelum peningkatan mutu tiap tahun : Ka = f (B, C), atau Ka = B – C ........................................................................................ (7.5) Keterangan : B = penerimaan (benefit) ; C = biaya (cost) Benefit : B = f ( Bg, Hg, Hr, Bl), dinyatakan dalam bentuk persamaan, yaitu : B = Bg x Hg x Hr x Bl .................................................................. (7.6) Biaya (cost) : C = f (Ch, Hr, Bl), bentuk persamaan, yaitu : C = Ch x Hr x Bl ................................................................... (7.7) Ch = f (Th, Ht, Sl, Kp, Tu, Op, Up, Ps), ditulis dalam persamaan : Ch = Th x Ht x Sl x Kp x Tu x Up x Ps ………..…………... (7.8)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
143
Keterangan : Ch = biaya produksi tiap hari (Rp) Th = tebu yang digiling UKGT rerata tiap hari (ton) Ht = harga tebu rerata tiap ton (Rp) Sl = biaya solar rerata tiap hari (Rp) Kp = biaya kapur tohor rerata tiap hari (Rp) Tb = pembelian tumbu rerata tiap hari (Rp) Op = ongkos pemasaran rerata tiap hari (Rp) Up = upah pekerja rerata tiap hari (Rp) Ps = biaya penyusutan alat/mesin (Rp) dengan memasukkan persamaan (7.6) dan (7.7) kedalam (7.5) diperoleh : Ka = {(Bg x Hg x Hr x Bl) – (Ch x Hr x Bl)} ................................ (7.9) Keterangan : Bg = berat gula tumbu rerata yang dijual tiap hari (kg) Hg = harga gula tumbu rerata tiap kg (Rp) Hr = jumlah hari kerja tiap bulan Bl = jumlah bulan kerja tiap tahun Keuntungan tiap unit UKGT akibat peningkatan mutu/harga GT tiap tahun: Km
=
f { Bg, (1+Ph), Hg, Ch, Hr, Bl},
dinyatakan dalam bentuk
persamaan, yaitu : Km = (Bg x (1+Ph) x Hg x Hr x Bl) - Ch x Hr x Bl ..................... (7.10) Keterangan : Ph = prosentase kenaikan harga gula tumbu (%). Peningkatan keuntungan tiap unit UKGT dari peningkatan mutu/harga GT tiap tahun : Pm = f (Km, Ka ), dinyatakan dalam persamaan : Pm = Km – Ka ....................................................................... (7.11)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
144
Peningkatan pendapatan seluruh UKGT akibat peningkatan mutu/harga GT adalah : Pt = f ( U, Pm), persamaannya : Pt = U x (Km – Ka) ........................................................................ (7.12) = U{(Bg x (1+Ph) x Hg x Hr x Bl) - Ch x Hr x Bl} - {(Bg x Hg x Hr x Bl) – (Ch x Hr x Bl)} Pt = U x Hr x Bl {Bg x (1+Ph) x Hg – Ch}-{(Bg x Hg ) – Ch} ...... (7.13) Total peningkatan PDRB di Kabupaten Kudus adalah : peningkatan pendapatan dari kenaikan produksi tebu (7.4) ditambah peningkatan pendapatan akibat peningkatan mutu/harga GT (7.13) : TPDRB = Pr + Pt ............................................................................ ( 7.14) TPDRB = Pp x Po x Lt x Ht + U x Hr x Bl {Bg x (1+Ph) x Hg – Ch} -{(Bg x Hg ) – Ch} .............................................................. (7.15)
Model UKGT dibangun dan disimulasikan dengan menggunakan software Microsoft Excel dinyatakan sebagai berikut : Jumlah UKGT di Kabupaten Kudus (unit) : 308 Jumlah tebu yang digiling UKGT rerata tiap hari (ton) : 6,2 Jumlah kerja tiap bulan (hari): 26 Lama produksi UKGT rerata tiap tahun (bulan) : 5 Tebu yang digiling seluruh UKGT rerata tiap tahun (ton) : 248.248 Produktivitas tebu Po (existing condition) tiap tahun (ton) : 156 Luas lahan tebu untuk UKGT (hektar) : 1.591,33 Keuntungan penghematan pupuk berdasar kenario (Po, P2, P3) (Rp) : 697.500 Keuntungan penghematan pupuk seluruh UKGT tiap tahun (Rp) : 1.109.955.000 Harga tebu tiap ton (Rp) : 165.045
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
145
Peningkatan pendapatan berdasar skenario (Po, P2, P3) tiap hektar tahun (Rp) : 7.374.976.409 Harga gula tumbu (excisting condition) rerata (Rp) : 2.895 Keuntungan tiap unit UKGT (existing condition) rerata tiap tahun sebelum peningkatan mutu (Rp) : 30.641.975 Keuntungan tiap unit UKGT akibat peningkatan mutu/harga GT berdasar asumsi (10%, 5%, 1%) tiap tahun (Rp) : 51.834.244 Peningkatan keuntungan tiap unit UKGT dari peningkatan harga GT berdasar asumsi (10 %, 5%, 1%) tiap tahun (Rp) : 21.192.269 Peningkatan pendapatan seluruh UKGT di Kabupaten Kudus akibat peningkatan harga (mutu) GT berdasar asumsi (10%, 5%, 1%) tiap tahun (Rp) : 6.527.218.698 Total peningkatan PDRB dari peningkatan produksi tebu dan peningkatan Harga (mutu) GT (Rp) : 13.902.195.107 Total anggota rumah tangga UKGT di kabupaten Kudus (orang) : 1.204 Peningkatan rerata perkapita tahun anggota rumah tangga UKGT (Rp) : 11.546.673
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
VIII. SIMPULAN DAN SARAN
8.1. Simpulan Penggunaan pupuk kimia yang semakin mahal, mengurangi keuntungan petani tebu. Keberlanjutan UKGT sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku tebu, sehingga usaha tani tebu harus menguntungkan agar petani tetap membudidayakan tanaman tebu, jika tidak menguntungkan petani akan beralih ke tanaman lain. Produktivitas tebu dengan perlakuan variasi pemupukan berdasar atas Analisis Sidik Ragam dengan taraf signifikan 5 % menunjukkan perbedaan nyata. Po menghasilkan tebu siap giling = 18,33 kg/m2, P1 produktivitas tebu = 15,67 kg/m2, P2 mencapai produktivitas tertinggi = 21,67 kg/m2, dan P3 = 20,33 kg/m2, sedangkan Prerata = 19 kg/m2 luas lahan. Penghematan pupuk yang paling tinggi adalah pada perlakuan P3 yaitu 75% dari kebiasaan namun produktivitas tebu lebih rendah dari pada P2. Keuntungan tertinggi usahatani tebu diperoleh dari perlakuan P2, yaitu pengurangan penggunaan pupuk kimia 50% dari kebiasaan penggunaannya selama ini, dan menambahkan pupuk organik cair Nd sebanyak 2 liter/ha tahun. Pemupukan organik dan kimia tidak dilakukan dalam waktu bersamaan sehingga menambah biaya tenaga kerja, meskipun demikian masih tetap menguntungkan. Keuntungan petani dari penghematan pupuk kimia untuk satu hektar lahan selama musim tebu dalam satu tahun adalah Rp. 697.500. Keuntungan lain adalah lahan tetap produktif, tidak mengalami penurunan produksi. Disamping itu lahan semakin subur dengan keanekaragaman mikro
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
147
organisme tanah sehingga keberadaan lingkungan tetap lestari sesuai dengan kaidah agroekologi atau pertanian organik. Pengurangan pupuk kimia dan penambahan pupuk organik cair Nd menghemat biaya masukan. Hal ini telah mengarah pada konsep LEISA, GFP, dan ISO 22000 (mencakup ISO 14001 tentang Sistem Managemen Lingkungan). Sub model produktivitas tebu sistem keprasan tiga kali dari varitas tebu R-579 dengan perlakuan pemupukan, kombinasi antara pupuk kimia dan pupuk organik cair Nd menguntungkan petani dan melestarikan lingkungan, ketersediaan tebu terjaga sehingga produksi tebu berkelanjutan, serta menghasilkan tebu yang aman bagi kesehatan untuk bahan baku UKGT. Mutu gula tumbu hasil UKGT yang selama ini rendah yaitu mutu II dapat ditingkatkan menjadi mutu I sesuai dengan SNI 1-6237-2000, melalui metode sulfitasi dalam laboratorium. Penelitian ini menghasilkan sub model atau metode proses yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu gula tumbu. Selanjutnya metode ini kedepan diharapkan dapat diaplikasikan untuk meningkatkan mutu gula tumbu produksi UKGT. Peningkatan mutu gula tumbu melalui metode sulfitasi dinyatakan dengan model sistem alur sebagai berikut: (1) tebu digiling diperoleh nira, (2) nira disaring, (3) dipanaskan pada suhu 50 – 60º C, (4) dicampur dengan kapur tohor hingga mencapai pH 9, (5) ditambah/dicampur asam sulfit hingga mencapi pH 7 dan dididih, (6) disaring lagi hingga bersih, (7) dimatangkan pada suhu 100ºC hingga kental, (8) diteteskan hingga terbentuk benang halus, (9) dituang dalam cetakan menjadi gula merah, (10) diuji parameter mutu diperoleh gula tumbu mutu I sesuai dengan SNI 1-6237-2000. Pengujian mutu berdasar atas parameter
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
148
mutu atau variabel terikat: (1) kadar air, (2) kadar sukrosa, (3) kadar glukosa, (4) rendemen,
5) warna, (6) rasa,
(7) aroma, dan (8) kekerasan, serta telah
memenuhi mutu I sesuai dengan SNI 1-6237-2000. Peningkatan mutu gula tumbu berpengaruh terhadap peningkatan harga dan peningkatan penerimaan pengusaha gula tumbu. Berdasar atas skenario optimis 10 %, akan meningkatkan penerimaan rerata tiap pengusaha gula tumbu sebesar Rp. 21.192.269,- per tahun. Meskipun UKGT memberikan tingkat keuntungan yang sedang (14,5%), tetapi penghasilannya bersih tinggi, mencapai Rp. 235.707,- tiap hari karena volume produksi gula tumbu besar, rerata 563,1 kilogram. Selama musim giling 5 bulan diperoleh keuntungan bersih Rp 30.641.910,-. Berdasarkan analisis finansial dengan metode NPV, IRR, B/C ratio, dan PBP menunjukkan bahwa usaha UKGT layak. Selama dua tahun atau dua kali musim giling modal telah kembali. Penurunan harga gula paling sensitif dibanding dengan kenaikan harga tebu, kenaikan upah pekerja, kenaikan harga solar, dan kenaikan investasi terhadap UKGT. Jika harga gula tumbu turun 10 % tidak menguntungkan, mereka memilih tidak berproduksi dan menggiling tebunya di Pabrik Gula, demikian sebaliknya. Secara sosial kehidupan pengusaha terpandang dimasyarakat dengan pola keluarga kecil bahagia sejahtera. Penghasilan mereka lebih besar dibanding dengan produsen gula kelapa, gula aren dan gula siwalan. Jumlah seluruh anggota rumah tangga UKGT di kabupaten Kudus adalah 1204 orang. Peningkatan pendapatan usahatani tebu untuk UKGT di seluruh kabupaten Kudus berdasar skenario P2 adalah Rp : 7.374.976.409/ha tahun. Peningkatan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
149
keuntungan tiap unit UKGT dari pengaruh peningkatan mutu/harga GT berdasar asumsi optimis 10 % tiap tahun Rp 21.192.269. Peningkatan PDRB kabupaten Kudus dari peningkatan harga GT berdasar asumsi optimis 10% tiap tahun Rp 6.527.218.698. Total peningkatan PDRB dari peningkatan produksi tebu dan peningkatan mutu/harga GT sebesar Rp 13.902.195.107. Pada gilirannya apabila peningkatan PDRB ini dibagi seluruh penduduk kabupaten Kudus merupakan peningkatan PDRB rerata perkapita yang merupakan indikator kesejahteraan masyarakat. Penghematan pupuk oleh petani tebu pemasok UKGT berdasar skenario P2 adalah Rp. 1.109.955.000 tahun. Hal ini bukan merupakan peningkatan PDRB karena tidak meningkatkan produksi namun merupakan efisiensi yang dapat menambah kesejahteraan petani. UKGT Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus Jawa Tengah berdampak meningkatkan PDRB Kabupaten Kudus dinyatakan dalam model: TPDRB = Pp x Po x Lt x Ht + U x Hr x Bl {Bg x (1+Ph) x Hg – Ch} - {(Bg x Hg ) – Ch} UKGT memiliki dampak terhadap kelestarian lingkungan, secara ekonomi layak dan berdampak positif terhadap peningkatan PDRB. Secara sosial diterima oleh masyarakat karena telah berlangsung turun-temurun dan banyak menyerap tenaga kerja di pedesaan, sehingga berkelanjutan. UKGT layak dikembangkan di daerah lain yang lingkungannya terdapat perkebunan tebu, sehingga semakin banyak pula menciptakan lapangan kerja di perdesaan, mengurangi urbanisasi, melestarikan lingkungan dan menciptakan ketahanan pangan.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
150
8.2. Saran Penggunaan pupuk kimia perlu dikurangi secara bertahap dan dilakukan subtitusi pupuk organik hingga menjadi usahatani tebu organik yang merakyat. Kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan cara menjaga keseimbangan hara, dan tidak mencemari lingkungan sehingga keuntungan usaha tani tebu meningkat dan berkelanjutan. Daun kering yang dilepas dari batang tebu sewaktu panen dan berserakan di lahan sebaiknya dikumpulkan, jangan dibakar. Pembakaran selain merusak unsur hara tanah daun kering tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pemasakan nira, dijadikan kompos dan bioetanol. Perlu menindaklanjuti hasil penelitian tentang peningkatan mutu gula tumbu. Metode sulfitasi yang menghasilkan mutu terbaik dapat diterapkan untuk membuat gula tumbu dalam skala usaha di UKGT. Selanjutnya disebarluaskan kepada pengusaha UKGT sehingga gula tumbu yang diproduksi mutunya meningkat dan mampu ekspor. Pengusaha UKGT hendaknya dapat melakukan pembukuan keuangan agar dapat digunakan sebagai penunjang dalam mengakses ke pihak perbankan jika menghendaki pengembangan usaha. Dalam hal ini perguruan tinggi dapat membantu memberikan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. UKGT masih langka yang memperoleh permodalan dari pihak perbankan walaupun memiliki keuntungan yang besar (Rp. 30.641.910,-) tiap tahun bekerja dalam 5 bulan, dan periode pengembalian pembayaran 2 tahun atau dua kali masa giling. Pihak perbankan tak perlu ragu dalam memberikan pinjaman meskipun UKGT bersifat musiman dan belum memiliki catatan pembukuan keuangan. Oleh
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
151
karena itu perlu diupayakan ada kemitraan dengan perusahaan besar dan membentuk koperasi agar UKGT lebih cepat berkembang. UKGT hendaknya mulai merintis produksi bersih dengan prinsip 4R, memperhatikan sanitasi lingkungan produksi dan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practises (GMP) yang merupakan prasyarat sistem manajemen HACCP dan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 yang merupakan gabungan dari ISO 9000, ISO 14000 dan HACCP. Hal ini bisa dimulai dengan penggunaan wajan bahan baja tahan karat (stainless steel) untuk memasak nira agar dihasilkan gula tumbu bermutu, higiene dan bebas bakteri penyakit karena mudah pembersihannya. Perlu menumbuhkan usaha mikro gula tumbu (UMGT) dalam mengolah tebu menjadi gula tumbu sebagai mitra dari UKGT. Nira yang diolah UMGT diperoleh dari UKGT dengan cara kerjasama atau membeli. Jika UMGT semakin banyak, maka akan tumbuh jenis usaha baru yaitu penggilingan tebu yang menjual nira. Proses produksi dilakukan dirumah sebagai usaha sampingan dalam skala mikro (satu atau dua buah wajan) kapasitas 5 – 20 kg gula tumbu tiap hari dengan bahan bakar gas. Hal ini tidak memerlukan investasi yang besar, namun banyak tenaga kerja yang diserap, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan mengurangi urbanisasi. Gagasan atau saran ini sejalan dengan yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu: Bali Desa Mbangun Desa (BDMD). Perlu juga diupayakan untuk menjadikan gula tumbu menjadi gula semut (gula merah serbuk) dan gula butiran sebagai diversifikasi produk. Gula semacam
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
152
ini lebih tahan lama disimpan sehingga berpeluang ekspor dan nilai jualnya lebih mahal. UKGT perlu dikemas bukan hanya memproduksi gula tumbu saja, namun dapat menjadi industri ekowisata atau induekowisata (industrial ecologycal tourisme). Masa giling UKGT sekitar bulan Mei hingga September maka akan banyak dikunjungi oleh para siswa dan mahasiswa pada waktu liburan sekolah/kuliah, dengan demikian akan berkembang menjadi eduinduekowisata (education industrial ecologycal tourisme).
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah SY. Musa dan Feranita H. 2005. Perbanyakan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) pada Berbagai Varietas Jagung (Zea Mays L.) dan Pemanfaatannya pada Dua Varietas Tebu (Saccharum Officinarum L.). Jurnal Sains & Teknologi, April 2005, Vol. 5 No. 1: 12 – 20. ISSN 1411-4674. Adi KM. 2007. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. Yogyakarta: CV Andi Offset. Adnyana MO, Erwidodo, LI. Amin, Soetjipto, Suwandi, E. Getarawan dan Hermanto. 1997. Panduan Umum Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian dan Diseminasi Teknologi Pertanian. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. Amirin TM. 2003. Pokok-pokok Teori Sistem. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ance GK. 2004. Klimatologi : Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman Edisi Revisi. Jakarta : PT Bumi Aksara. Anonim. 2008. Kabupaten Kudus. http//id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Lokator_ kabupaten kudus.png [28. 09. 2008] Anonim. 2008. Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Kuduskab.go.id on Team [diakses 28. 09. 2008]. Anonim. 2002. Meningkatkan Produksi Gula dengan Menemukan Varitas Tebu Baru. Situs Hijau Media Pertanian Online Anda. Http://www.situshijau.co.id/ [27 Mei 2009]. Anonim. 2005. Pengelolaan Tebu Keprasan. Proyek Pengembangan Tebu Disbun, Jatim. http://www.ratoonjatim.co.cc/tebu_keprasan/pengelolaan_ tebu_keprasan.htm [ 27 Mei 2009] Anonim, 1996. Tebu Varietas Unggul, Pemandu Swasembada Gula. http://www.google.com/search?hl=en&rls=AMSA%2CAMSA%3A200601%2CAMSA%3Aen&newwindow=1&q=Tebu+Varietas+Unggul%2C+ Pemandu+Swasembada+Gula.&aq=f&oq=&aqi= [29 Desember 2008]. Arifin S. 2008. Ulasan Tanaman Tebu. Http//www.bloger.com/img/gl.align.cente. [29 Desember 2008]. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Aryantha IP. 2002, Development of Sustainable Agricultural System, One Day Discussion on The Minimization of Fertilizer Usage. Jakarta : Menristek-BPPT, 6th May.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
154
Aryantha IP. 2002. Membangun Sistim Pertanian Berkelanjutan. Bandung : KPP Ilmu Hayati LPPM-ITB, Dept. Biologi FMIPA-ITB. http://bdg.centrin.net.id/~muffin [29. 04. 2008] Asikin Y. 2008. Waxes, Policosanols and Aldehydes in Sugarcane (Saccarum officinarum L) and Okinawan Brown Sugar (Kokuto). Bogor: Graduate School Bogor Agricultural University. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus. 2006. Kudus dalam angka 2006. Kudus. Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah. 2006. Jawa Tengah dalam Angka 2006. Semarang. Bappeda Provinsi Jawa Tengah. 2000. Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Rawa Pening Provinsi JawaTengah, 2000. Yogyakarta: Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional- Universitas Gadjah Mada. BSN-SNI.Gula Merah Tebu.http://www.bsn.go.id/sni/sni_detail.php?sni_id=6387 [8 Januari 2009]. Darutama BE. 2008. Pupuk Organik Tingkatkan Rendemen Tebu.http://www.berita cerbon.com/berita/2008-09/Pupuk-Organik- Tingkatkan-Rendemen-Tebu. [10 Oktober 2008]. Deden. 2008. Substitusi Hara Mineral Organik terhadap Hara Mineral Anorganik untuk Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada (Lactucca Sativa L.) pada Sistem Hidroponik. Tesis. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dilon HS. 1993. Tujuan Agrobisnis Tebu Indonesia. Jakarta : Direktorat Jendral Perkebunan. Elfers, B. Stephen H, William R. 1994. Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry, Fifth, Completely Revised Editon. Cambridge : VCH Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Eriyatno, Fadjar S. 2007. Riset Kebijakan Metode Penelitian untuk Pasca Sarjana. IPB Press. Bogor. Eugene LG, WG. Ireson, and RS. Leavenworth. 1900. Principles of Enginering Economy, 8 th Edition. . Singapore: John Wiley and Sons Food and Agricultural Organization of the United Nations. 1989. The State of Food and Agriculture 1989. FAO. Rome.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
155
Ginting P. 2004. WALHI - Mengelola Sampah, Mengelola Gaya Hidup. http://www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/peng_sampah_info/. [ 22 Mei 2009]. Gonggo MB. Pengaruh Pupuk Hayati Dan Kascing Terhadap Kandungan Hara Ultisol Dan Tanaman Kedelai. File:///D:/Pupuk%20hayati/Pengaruh %20 p%20hayati%20- %20kedelai.Htm. [29. 04. 2008]. Gray C, Payaman S, Lien KS, PFL.Maspaitela, RCG. Varley. 2007. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hardjowigeno HS. Ilmu Tanah. 2007. Jakarta : Akademika Pressindo. Hartemink A. and Kuniata L. 1996. Some factors influencing yield trend of sugarcane in Papua New Guinea. Outlook on Agriculture Vol. 25(4):227234.tebu (Saccharum officinarum L.) di PTP XIV, Gula Takalar,Sulawesi Selatan. Internal Report, PTP XIV Nusantara.IV. Hart H, Lesliie E, Craine & David JH. 2003. Kimia Organik edisi 11. Jakarta : Erlangga. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri & Lingkungan. Semeo Biotrop. Bogor. Hugot E. 1992 . Handbook of Cane Sugar Engineering . New York: Princton Elsevier Publishing Company. Hasanudin, Bambang MG. 2004. Pemanfaatan Mikrobia Pelarut Fosfat dan Mikoriza untuk Perbaikan Fosfor Tersedia, Serapan Fosfor Tanah (Ultisol) dan Hasil Jagung (pada Ultisol). Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 6 Nomer 1, 2004, Hlm. 8 – 13. ISSN – 1411 -0067. HaZz RoCk. Peta Kabupaten Kudus - Jawa Tengah. http//bp1.bloger.com /_r PEDCSltp/SEqEfVsg6JI/AAAAAAAAAJU/Frj9dFCTyE/s1600-h/Peta_ kab.jpg [28. 09. 2008]. Ibrahim H.M.Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. Isma’il NM. 2001. Peningkatan Industri Daya Saing Gula Nasional Sebagai Langkah Menuju Persaingan Bebas. ISTECS Journal, II (2001). Hal 3-14. Jayanto G. 2002. Identifikasi Potensi Lahan untuk Pengembangan Industri Gula diluar Pulau Jawa. Buletin Teknik Pertanian. Volume 7. No I, 2002. Jenkins GH. 1966. Introduction to Cane Sugar Technology. New York : Elsevier Publishing Company.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
156
Johnson AH and MS Peterson. 1947. Encyclopedia of Food and Technology. Westport Connecticut : The Avi Publishing Company, Inc. Hal 867. Jumin BH. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Analisa Ekonomis. Ed. Ke-2. Jakarta: LPFE UI. Kameo DD. 1999. The Coconut Sugar Industry in Central Java, Indonesia : Production Structure, Marketing and Contribution to House Hold Economy. Disertation. News South Wale : University of New England. Kartasapoetra, AG. 2004. Klimatologi : Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman edisi revisi. Jakarta. PT Bumi Aksara. Khudori. 2006. Teknologi Pemupukan Hayati. http://www.republika.co.id /koran_ detail.asp?id=252044&kat_id=16&kat_id1=&kat_id2.[11 Mei 2008]. Kristanto P. 2002. Ekologi Industri Ed 1. Cet 1. Yogyakarta : Andi kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya. Krismanu H. 2003. Pabrik Gula Tetap Rugi, tetapi Rendemen Membaik. http://www.google.com/search?q=kompas%2Cpabrik+gula+tetap+rugi%2 Ctetapi+rendemen+membaik&hl=en&rls=AMSA%2CAMSA%3A200601%2CAMSA%3Aen&newwindow=1&sa=2 [ 27 Mei 2009]. Latief AS. 2001. Kajian Industri Gula Tumbu di Kabupaten Kudus : Karakteristik Pengusaha, Struktur Produksi, Pemasaran dan Kontribusi terhadap Pendapatan. Tesis. Salatiga: Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana. Latief AS. 2007. Industri Gula Tumbu Di Kabupaten Kudus : Karakteristik Pengusaha, Struktur Produksi, Pemasaran dan Kontribusi Pendapatan serta Peningkatan Kualitas Produksi. Penelitian Hibah Bersaing. Semarang : Politeknik Negeri Semarang. Manetch TJ, Park GL. 1977. System Analysis and Simulation with Application to Economic and Social System Part I third edition. Departement of Electrical Engineering and System Science Michigan State University. Michigan: East Lansing. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. Marimin, Hendri T. Haryo P. 2006. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
157
Maryati S. 1998. Pemanfaatan Nira Tebu sebagai Bahan Baku Gula Merah. Jakarta : Swadaya. Mc.Glinchey, M.G. and Ng Inman-Bamber. 1996. Effect of irrigation scheduling on water use efficiency and yield. Proc.S. Afr. Sug. Technol. Ass. 70:5556. Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 372/TU.210/A/XI/2002 tentang Pelepasan Tebu Varietas R 579 sebagai Varietas Unggul. Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 55/Kpts/Sr.120/1/2004 tentang Pelepasan Tebu Varietas Ps 891 sebagai Varietas Unggul. Mezuan, Iin PH, Entang I. 2002. Penerapan Formulasi Pupuk Hayati untuk Budidaya Padi Gogo : Studi Rumah Kaca. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 4, Nomer 1, Hlm. 27 – 34. ISSN 1411 -0067. Midgley G. 2000. Systemic Intervention : Philosophy, Methodology and Practice. New York : Kluwer Academic / Plenum Publisher. Mubyarto. 1994. Masalah Industri Gula di Indonesia. Yogyakarta: BPFE Mubyarto dan Daryanti. 1994. Gula, Kajian Nasional Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Medya. Murdick RG. and. Ross J E. Information Systems and Modern Management, 2nd. Edition. New Delhi : Prentice Hall of India. Nuryanti, S. 2003. Usahatani Tebu Pada Lahan Sawah Dan Tegalan Di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Rakyat. www.ekonomirakyat.org [28.09.2008]. Pramudya B, N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prayuwidayati M. 2004. Studi Pengaruh tingkat Penggunaan Pollard terhadap kualitas bagas tebu terfermentasi dan pengembangannya sebagai pakan ternak. Laporan akhir. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pujawan NI. 2009. Ekonomi Teknik. Edisi kedua. Surabaya: Guna Widya. Presiden Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta: [penerbit tidak diketahui].
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
158
Presiden Republik Indonesia, 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta : Visimedia. Pujiastuti L. 1999. Produksi Bersih. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rahmawati R., 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Rahmi A dan Jumiati. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk Organik Cair Super ACI terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. AGRITROP, 26 (3) : 105 - 109 (2007) ISSN : 0215 8620. Denpasar Bali – Indonesia : Fakultas Pertanian Universitas Udayana Rao NSS. 2007. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI Press. Risvan K. Sukrosa dan Sifatnya. http://www.risvank.com/sukrosa-dan-sifatnya. html [ 28 Januari 2009]. Riyanto B. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Riyati R, S Sumarsih. TT. Pengaruh Perbandingan Bagas dan Blotong Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus). Roan PNM. 1998. Pengaruh Aerasi dan Bahan Pemegang Tanaman pada Tiga Konsentrasi Larutan terhadap Pertumbuhan Selada (Lactucca sativa L.) dalam Sistem Hidroponik Mengapung. Skripsi. Bogor: Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sajogyo, Sumantoro M. 2005. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dalam Kancah Globalisasi. Jakarta : Sains (Yayasan Sajogyo Inti Utama). Salim E. 1991. Pembangunan Berkelanjutan: Strategi Alternatif Dalam Pembangunan Dekade Sembilan Puluhan. Prisma No. 1 Januari 1991. Saraswati . 2008. Pembuatan Glukosa Dari Bagas Secara Enzimatik Dengan Perlakuan Pendahuluan. Surabaya: ITS. Saragih B. 1998. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor : Yayasan Mulia Persada Indonesia. Setyorini D. 2005. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27, No. 6. Simanungkalit RDM. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia: Suatu Pendekatan Terpadu. Buletin AgroBio 4(2):56-61.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
159
Singarimbun M, Sofyan E. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Sitorus SRP. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Bagian I. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sofa. 2008. Penanganan Limbah dengan Bioremediasi. http://massofa.wordpress. com/2008/10/14/ penanganan-limbah-dengan-bioremediasi/[ 22 Mei 2009] Soekartawi. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan. Soekartawi. 2005. Agroindutri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada. Soemarwoto O. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Soemarwoto O. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soerjadi. 1982. Dasar-dasar Teknologi Gula. Yogyakarta : Lembaga Pendidikan Perkebunan. Suprapta DN. 2005. Perlu Gerakan Nasional Penggunaan Pupuk Organik. Kompas, 24 Februari 2005. Sutamihardja RTM, T. Murniwati.2005. Perubahan Lingkungan Global global environmental change. Jakarta : Elsas Syarief RS. 1996. Kesiapan Teknologi Pangan Menyongsong Era Globalisasi. Orasi Ilmiah. Guru Besar Tetap Ilmu Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor : [penerbit tidak diketahui]. Subanar, Harimurti. 1998. Manajemen Usaha Kecil. Yogyakarta : BPFE. Thaheer H. 2008. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Jakarta : Bumi Aksara. Sutedjo MM, Ance GK. 2005. Pengantar Ilmu Tanah Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian edisi baru. Jakarta: PT Rineka Cipta. Winarno FG. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor : M-Brio Press. Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor: M-Brio Press. Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Bogor : M-Brio Press.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
160
World
Commission on Environment and Development. 1987. Our Common Future alih bahasa Hari Depan Kita Bersama. Jakarta: PT Gramedia.
Yahya Kurniawan. 2007. Makanan Lezat 'Makhluk' Bermesin. Trubus Majalah Pertanian Indonesia [02 Januari 2007]. Yuwono NW. 2006. Pupuk Hayati. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. File://D:/Pupuk % 20 Hayati/Pupuk % 20 Hayati.htm [29 April 2008].
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah sebelum Pemupukan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
161
Lampiran 2. Hasil Analisis Tanah sesudah Pemupukan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
162
Lampiran 3. Hasil Analilsis Tanah menjelang Panen
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
163
164
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Produktivitas Tebu
Rancangan Acak Kelompok Data Hasil Panen Tebu Keprasan tiap meter persegi
Kelompok Perlakuan
Kelompok
1
2
3
Jumlah
Rerata
18,333 15,666 21,666 20,333
Po P1 P2 P3
16 14,5 21 17
17 18 22 22
22 14.5 22 22
55 47 65 61
Jumlah
68,5
79
80,5
228
Rerata
17,125
19,75
20,125
19
Dari data yang tersaji diatas, dapat dihitung: FK = JK Total = JK Perlakuan = JK Kelompok = JK Galat =
4332 107,5 61,333 21,375
46,167
Tabel Anava Sumber keragaman (SK)
Db
Kelompok Perlakuan Galat Total
2 3 6 11
JK 21,375 61,333 24,791 107,499
KT 10,687 20,444 4,131 35,262
Fhitung > Ftabel : 4,949 > 4,757 ; maka Ho ditolak. Ada perbedaan nyata antar perlakuan.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Fhitung
Ftabel-5%
2,586 4,949
4,757
165
Lanjutan Diuji dengan DMRT Post Hoc Tests Homogeneous Subsets 2
Produktivitas Tebu (kg/m ) Duncan
a
Subset for alpha = .05 Perlakuan P1 P0
N 3
1 15.6667
3
18.3333
18.3333
P3
3
20.3333
20.3333
P2
3
Sig.
2
21.6667 .052
.142
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Perlakuan P1, Po dan P3 tidak berbeda nyata, perlakuan Po, P3 dan P2 juga tidak berbeda nyata (dalam satu kolom). Perlakuan P1 dan P2 berbeda nyata (beda kolom)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
166 Lampiran 5. Penentuan Kadar Air GT dan Analisis Varian
Massa krus kosong
= 14,397 gr
Massa krus isi awal
= 15,372 gr
Massa krus isi akhir = 15,323 gr Massa sampel awal
= 0,975 gr
Massa sampel akhir
= 0,901 gr
Kadar air (suhu 70oC ; pH7; ulangan 1) = Analog : Kadar air ulangan 2 dan 3: 8,53%, 9,38% Kadar air (70; 8) : 5,71% , 5,58% dan 6,94% Kadar air (80; 7) : 5,87%, 6,72% dan 6,04 % Kadar air (80; 8) : 5,54%, 5,57% dan 5,59% Kadar air (90; 7) : 5,23%, 5,77% dan 5,60% Kadar air (90; 8) : 4,86%, 4,84%, dan 4,76% Kadar air (100; 7) : 4,47%, 4,60% dan 4,19% Kadar air (100; 8) : 3,95%, 3,41% dan 4,25%
Tabel 1. Hasil uji kadar air GT 70
80
7
8
90
7
8
100
7
8
7
8
1
8.53
72.76
5.58
31.14
5.87
34.46
5.59
31.2
5.77
33.2
4.84
23.4
4.47
19.9
3.95
15.6
2
7.59
57.61
5.71
32.6
6.72
45.16
5.77
33.29
5.23
27.35
4.86
23.62
4.19
17.56
3.41
11.63
3
9.38
87.98
6.49
42.12
6.04
36.48
5.54
30.6
5.71
32.6
4.76
22.6
4.6
21.1
4.25
18.0
sum
134.9
25.5
17.78
18.63
16.9
16.71
14.46
13.26
11.61
KP
2398
650
316.1
347.1
285.
279.2
209.1
175.8
134.8
KL
802.5
218.4
Rerata
105.9
8.5
116.1
5.92666667
6.21 2
95.23 5.63333333 2
5.57
FK
=
JKL
= KL – FK = 802,5 – 785,2504 = 44,2496
JKP(Komb) =
=
93.25
=
= 785,2504
= 14,0829
JKG
= JKL – JKP = 44,2496 – 14,0829 = 30,1667
DbP
= tkomb -1 = 8 – 1 = 7
DbG
= tkomb (u-1) = 8 (3-1) = 16
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
69.7 4.82
58.7 4.42
45.29 3.87
167 Lanjutan
Tabel 2. Ringkasan Anava kadar air GT SK
JK
Db
KT
Fh
Perl(komb)
14,0829
7
2,0118
1,0671
Galat
30,1667
16
1,8854
Jumlah
44,2496
Ft 0,01
0,05
4,03
2,66
Fh < Ft, yaitu 1,0671 < 4,03 H0 diterima : tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan Tabel 3. Pengaruh pH dan suhu pematangan terhadap kadar air GT
pH 7 8
Suhu 70 8,5 5,93
80 6,2 5,63
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
90 5,57 4,82
100 4,42 3,87
168 Lampiran 6. Penentuan Kadar Sukrosa GT dan Analisis Varian
Standarisasi
Blanko
V K2Cr2O7 10 cc 10cc V Rata-rata
V Na2S2O3 28,7 cc 28,7 cc 28,7 cc
V Blanko 25cc 25cc V Rata-rata
V Na2S2O3 39,1 cc 38,9 cc 39,0 cc
Perhitungan : N K2Cr2O7 ;
N = 0,1033 N
N Na2S2O3 ;
V1 x N1 = V2 x N2
10 x 0,1033 = 28,7 x N2 ;
N2 = 0,03599 N
Suhu 70C ; pH 7 ( ulangan 1) V Na2S2O3 : = ( 39 – 2 ) x
V = (VTB – VTS) x
= 3,5630 cc
Mg gula reduksi setelah inversi : Mg
× 100
=
= 860,75 mg
Mg gula reduksi sebelum inversi : = 41,1 mg Mg sukrosa = (Mg gula red. stlh inversi dikurang Mg gula reduksi sebelum inversi) dikali 0,95 = ( 860,75-41,1 ) 0,95 = 778,668 mg Kadar sukrosa : =
x 100 % = 77,8668 %
Analog kadar sukrosa : untuk ulangan ke 2 dan ke 3 : 77,9428 % dan 77,9332 % Suhu 70C ; pH 8 : 77,8858 %, 77,9048 % dan 80,4767 % Suhu 80C ; pH 7 : 82,1584 %, 82,2344 % dan 82,2344 % Suhu 80C ; pH 8 : 83,8779 %, 83,8589 % dan 82,0444 % Suhu 90C ; pH 7 : 78,8643 %, 84,0204 %, dan 85,2506 % Suhu 90C ; pH 8 : 85,5974 %, 88,0578 % dan 86,6670 % Suhu 100C ; pH 7: 78,0378 %,76,2803 % dan 86,3088 % Suhu 100C ; pH 8: 82,3104 %,82,1489 % dan 80,5909 %
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
169 Lanjutan
Tabel 4. Hasil uji kadar sukrosa 70
80
7 0.77 8 0.77 9 0.77 9 2.33 6 5.45 7
1 2 3 Su m
19.5 9
KP
48 16.0 1
KL
Rerata
8 0.60 5 0.60 7 0.60 7
0.77 9 0.77 9 0.80 4 2.36 2 5.57 9
90
7 0.60 7 0.60 7 0.64 6
1.81 9
1.86
0.77866667
0.78733333
2
8
0.82 2 0.82 2 0.82 2 2.46 6 6.08 1
0.67 6 0.67 6 0.67 6
0.83 9 0.83 9
0.70 4 0.70 4 0.67 2
0.82 2.49 8
0.78 9 0.84 0.83 9 2.46 8 6.09 1
6.24 2.02 7
0.822
8 0.62 3 0.70 6 0.70 4
0.85 3 0.86 6 0.88 1
7 0.72 8 0.75 0.77 6
2.6 6.76
2.08
2.03 2
2.25 4
0.83266667
0.82266667
0.86666667
2
FK
=
JKL
= KL – FK = 16,01 – 15,9903 = 0,1097
=
0.78 0.76 3 0.86 3 2.40 6 5.78 9
8 0.60 8 0.58 2 0.74 5
0.82 3 0.82 1 0.80 6
1.93 5
= JKL – JKP = 0,1097 – 0,0097 = 0,1
DbP
= tkomb -1 = 8 – 1 = 7
DbG
= tkomb (u-1) = 8 (3-1) = 16
0.802
0.81666667
Tabel 5. Ringkasan Anava data kadar sukrosa GT SK
JK
Db
KT
Fh
Perl(komb)
0,0097
7
0,0013857
0,002217
Galat
0,1
16
0,625
Jumlah
0,1097
Ft 0,01
0,05
4,03
2,66
Fh < Ft ; 0,002217 < 4,03 H0 diterima : tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan Tabel 6. Pengaruh pH dan suhu pematangan terhadap kadar sukrosa GT pH
70
80
Suhu 90
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
100
0.65
2.00 1
= 0,0097
JKG
0.67 7 0.67 4
2.45 6.00 3
= 15,9903
=
JKP(Komb) =
100
7
170 7 8
0,778 0,787
0,882 0,833
0,823 0,867
0,802 0,817
Lampiran 7. Penentuan Kadar Glukosa dan Analisis Varian
Standarisasi
V K2Cr2O7 10 cc 10cc V Rata-rata
Blanko
V Blanko 25cc 25cc V Rata-rata
V Na2S2O3 15,1 cc 15 cc 15,05 cc
V Na2S2O3 37,1cc 36,9cc 37cc
Perhitungan : N K2Cr2O7 N =
=
= 0,0949 N
N Na2S2O3 V1 x N1
= V2 x N2
10 x 0,0949
= 15,05 x N2
N2
= 0,06305 N
Suhu 70°C ; pH 7 ; ulangan 1
V Na2S2O3 : = (37 – 11,74 ) x
V = (VTB – VTS) x
= 15,92 cc
Mg gula reduksi : Mg
= 41,076 mg
= 38,5 +
Kadar gula reduksi =
x 100 % = 4,11 %
Analog : Suhu 70° ; pH 7, ulangan 2 dan 3 : kadar gula reduksi : 4,03 % dan 4,04 % Suhu 70°C ; pH 8, kadar gula reduksi : 4,09 %, 4,07 % dan 4,06 % Suhu 80°C ; pH 7, kadar gula reduksi : 4,09 %, 4,01 % dan 4,01 % Suhu 80°C ; pH 8; kadar gula reduksi : 4,08 %, 4,10 % dan 4,21 % Suhu 90°C ; pH 7; kadar gula reduksi : 3,96 %, 3,99 % dan 4,18 % Suhu 90°C ; pH 8, kadar gula reduksi : 4,07 %, 4,21 % dan 4,18 % Suhu 100°C; pH 7, kadar gula reduksi : 3,93 %, 3,98% dan 3,95% Suhu 100°C ; pH 8, kadar gula reduksi : 4,09 %, 4,10 % dan 3,94 %
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
171 Lanjutan
2
2
=
= 390,99
FK
=
JKL
= KL – FK = 391,1 – 390,99 = 0,1085
JKP(Komb) =
=
= 0,01
JKG
= JKL – JKP = 0,1085 – 0,01 = 0,0985
DbP
= tkomb -1 = 8 – 1 = 7
DbG
= tkomb (u-1) = 8 (3-1) = 16
Tabel7. Ringkasan Anava Data Kadar Glukosa GT SK
JK
Db
KT
Perlakuan (komb)
0,01
7
0,0014
Galat
0,0985
16
0,00615
Jumlah
0,1085
Fh 0,0002276
H0 diterima : tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan Tabel 8. Pengaruh pH dan suhu pematangan terhadap kadar glukosa GT
Suhu 7 70 4.06 80 4.03666667 90 3.96 100 3.95333333
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
pH 8 4.07333333 4.13 4.08666667 3.99
Ft 0,01
0,05
4,03
2,66
172 Lampiran 8. Hasil Uji Warna dan Analisis Varian Tabel 9. hasil uji warna 70
80
7 43, 9 39, 1 38, 35 121 ,4 147 26
1 2 3 Su m K P K L
814 836 30 280 03
Rerata
8
7
19 27 15 29 14 71
32, 36 39, 39 36, 83 108 ,6 117 90
49 27
39 55 36,19333 33
40,45
2
FK =
90
10 47 15 52 13 56
32, 35 36, 88 27, 29 96, 52 93 16
8 10 47 13 60 74 4,7
31 51 32,17333 33
2
=
100
7
33, 94 37, 3 36, 39 107 ,6 115 84
11 52 13 91 13 24
38 67 35,87666 67
32, 35 33, 94 28, 94 95, 23 90 69
8 10 47 11 52 83 7,5
30 36 31,74333 33
29, 05 29, 47 32, 57 91, 09 82 97
Sampel
7 84 3,9 86 8,5 10 61
27 73 30,36333 33
30, 59 28, 97 29, 85 89, 41 79 94
8 93 5,7 83 9,3 89 1
26 66 29,80333 33
36, 01 35, 89 32, 28 104 ,2 108 53
12 97 12 88 10 42
36 27 34,72666 67
35,6 3 31,1 6 36,6 7 103, 46 107 04
358 5,1 34,4866666 7
= 24540,59
JKL = KL – FK = 28003 – 24540,59 = 3462,41 JKP(Komb) =
=
= 3352,74
JKG
= JKL – JKP = 3462,41 – 3352,74= 109,67
DbP
= tkomb -1 = 9 – 1 = 8
DbG
= tkomb (u-1) = 9 (3-1) = 18
Tabel 10. Ringkasan Anava data warna SK
JK
Db
Perl(komb)
3352,74
8
Galat
109,67
18
Jumlah
3462,41
KT
Ft
Fh
419,0925 68,7883**
0,01
0,05
3,71
2,51
6,0925
Fh > Ft ; 68,7883 > 3,71 maka H0 ditolak pada α 0,01. Ada perbedaan sangat nyata antar perlakuan
KK
=
=
Dilanjut dengan uji DMRT Sx
=
=
= 1,4251
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
= 8,1872 %
126 9,5 970, 95 134 4,7
173 Lanjutan
R α (p,v) Α
2
3
4
5
6
7
8
9
0,05
2,98
3,12
3,21
3,27
3,32
3,35
3,37
3,39
0,01
4,07
4,27
4,38
4,46
4,53
4,59
4,64
4,68
DMRT α
= R α (p,v) . Sx
Α
2
3
4
5
6
7
8
9
0,05
4,246
4,446
4,575
4,660
4,731
4,774
4,803
4,831
0,01
5,800
6,085
6,242
6,356
6,456
6,541
6,612
6,669
Selisih terhadap
Notasi
Perlakuan
Rerata
100,7
29,803
-
90,8
30,363
0,56
-
90,7
31,743
1,94
1,38
-
80,7
32,173
2,37
1,81
0,43
-
Sampel
34,487
4,684*
4.127
2,744
2,314
-
100,8
34,727
4,924*
4,364
2,984
2,554
0,24
-
80,8
35,877
6,074*
5,514*
4,134
3,704
1,39
1,15
70,8
36,193
6,39*
5,83*
4,45
4,02
1,706
1,466
0,316
-
AB
C
70,7
40,450
10,647**
10,087**
8,707**
8,277**
5,963*
5,723*
4,573*
4,257*
B
D
100,7
90,8
90,7
80,7
sampel
100,8
80,8
-
Tabel 11.Pengaruh pH dan suhu pematangan terhadap warna GT Suhu
pH
70 80 90
7 40,450B 32,173A 31,743A
100
29,803A
sampel
8 36,193AB 35,877AB 30,363A 34,727AB 34,487AB
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
70,8
0,01
0,05
A
A
A
Ab
A
Abc
A
Abc
AB
Bc
AB
Bc
AB
C
174 Lampiran 9. Hasil Uji Rasa dan Analisis Varian
Tabel 12. Hasil uji rasa GT 70
80
7
8
90
7
8
100
7
8
7
8
1
3
9
3
9
4
16
2
4
4
16
3
9
2
4
2
4
2
4
16
4
16
4
16
4
16
2
4
3
9
2
4
2
4
3
3
9
2
4
3
9
4
16
3
9
2
4
2
4
3
9
Sum
70
10
9
11
10
9
8
6
7
KP
632
100
81
121
100
81
64
36
49
KL
220
Rerata
34
29
41
36
3.66666667
3.33333333
29
3.33333333
3
FK
=
2
JKL
= KL – FK = 220 – 204,1667 = 15,8333
JKP(Komb)
=
JKG
= JKL – JKP = 15,8333 – 6,4999 = 9,3333
DbP
= tkomb -1 = 8 – 1 = 7
DbG
= tkomb (u-1) = 8 (3-1) = 16
=
2
3
22 2.66666667
12 2
17 2.33333333
= 204,1667
=
= 6,4999
Tabel 13. Ringkasan Anava data rasa GT SK
JK
Db
KT
Fh
Perlakuan (komb)
6,4999
7
0,9286
1,5919
Galat
9,3333
16
0,5833
Jumlah
15,8333
Ft 0,01
0,05
4,03
2,66
Fh < Ft ; 1,5919 < 4,03 maka H0 diterima. Tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan Tabel 14. Pengaruh pH dan suhu pematangan terhadap rasa GT pH 7 8
Suhu 70 3,3 3
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
80 3,6 3,3
90 3 2,6
100 2 2,3
175 Lampiran 10. Hasil Uji Aroma dan Analisis Varian
Tabel 15. Hasil Uji aroma GT 70
80
7
8
90
7
8
100
7
8
7
8
1
3
9
3
9
3
9
3
9
4
16
2
4
2
4
2
4
2
3
9
3
9
4
16
3
9
2
4
4
16
2
4
2
4
3
3
9
3
9
4
16
4
16
3
9
2
4
2
4
2
4
Sum
68
9
9
11
10
9
8
6
6
KP
600
81
81
121
100
81
64
36
36
KL
206
27
Rerata
27
3
3
2
41
34
3.66666667
3.33333333
2
=
29 3
2.66666667
12
12
2
2
= 192,6667
FK
=
JKL
= KL – FK = 201 – 192,6667 = 8,3333
JKP(Komb) =
24
=
= 7,3333
JKG
= JKL – JKP = 8,3333 – 7,3333 = 1
DbP
= tkomb -1 = 8 – 1 = 7
DbG
= tkomb (u-1) = 8 (3-1) = 16
Tabel 16. Ringkasan Anava data Aroma GT SK
JK
Db
KT
Fh
Perl(komb)
7,3333
7
1,0476
16,7616**
Galat
1
16
0,0625
Jumlah
8,3333
Ft 0,01
0,05
4,03
2,66
Fh > Ft ; 16,7617 > 4,03, maka Ho ditolak pada α 0,01maupun α 0,05. Ada perbedaan sangat nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji DMRT
KK
=
Sx
=
=
=
= 0,1443Lanjutan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
= 8,8235 %
176 R α (p,v) Α
2
3
4
5
6
7
8
0,05
3,00
3,16
3,25
3,31
3,36
3,38
3,40
0,01
4,17
4,37
4,50
4,58
4,64
4,72
4,77
DMRT α
= R α (p,v) . Sx
Α
2
3
4
5
6
7
8
0,05
0,4329
0,4559
0,4689
0,4776
0,4848
0,4877
0,4906
0,01
0,6017
0,6306
0,6494
0,6609
0,6696
0,6811
0,6883
Perlakuan Rerata
Selisih terhadap
Notasi
100,8 100,7 90,8 90,7 70,8 70,7 80,8 0,01 0,05
10,8
2
-
100,7
2
0
-
90,8
2,6
0,6
0,6
-
90,7
3
1
1
0,3
-
70,8
3
1
1
0,3
0
-
70,7
3
1
1
0,3
0
0
-
80,8
3,3
1,3** 1,3**
0,6
0,3
0,3
0,3
80,7
3,6
1,6** 1,6**
1
0,3
0,3
0,6
A
A
A
A
AB
Ab
AB
Ab
AB
Ab
AB
Ab
-
B
Ab
0,3
B
Ab
Tabel 17. Pengaruh pH dan suhu pematangan terhadap aroma GT pH 7 8
Suhu 70 3AB 3AB
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
80 3,6B 3,3AB
90 3AB 2,6AB
100 2A 2A
177 Lanjutan
Tabel 18. Interaksi pH dan suhu pematangan terhadap aroma GT Suhu
pH
70
7 8 faktor suhu sum S 68 Kp S 1198 Rerata
80
90
100
9 9
11 10
9 8
18 324 3
21 441 3.5
17 289 2.833333
JKP suhu =
Rerata
6 6
35 1225 33 1089 Sum pH kp pH 12 68 2314 144 2
=
JKP pH =
faktor pH Jumlah kuadrat
2.916667 2.75
192,6667= 6,9999
=
= 0,1666
JK interaksi S.pH = JKPkomb – JKPs – JKPpH = 7,3333 – 6,9999 – 0,1666 = 0,1667 Tabel 19. Ringkasan Anava
Perlakuan Kombinasi Perlakuan Suhu Perlakuan pH Perlakuan Interaksi SxpH Galat
JK
Db
KT
Fh
7,3333 6,9999 0,1667 0,1667 1
7 3 1 3 16
1,0476 2,3333 0,1667 0,0555 0,0625
16,7616** 37,3328** 2,6672 0,888
Ft 0,01 4,03 5,29 8,53 5,29
H0 diterima: Tidak ada interaksi antara suhu dan pH terhadap aroma GT Tabel 20. Interaksi pH dan suhu pematangan terhadap aroma GT pH Suhu 70 80 90 100
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
7 3 3.6 3 2
8 3 1.3 2.6 2
0,05 2,66 3,24 4,49 3,24
178 Lampiran 11. Hasil Uji Kekerasan dan Analisis Varian Tabel 21. Hasil Uji Kekerasan (hardness) GT Sample Passed
User
Sample
Batch Reference
Sample Reference
Hardness (gf)
Work (Nm)
lab ftp
TRUE
100.7
1
gula
9601.987854
0.073212315
lab ftp
TRUE
70.8
1
gula
1462.668644
0.011970723
lab ftp
TRUE
70.8
1
gula
669.6704335
0.001979723
lab ftp
TRUE
70.8
1
gula
527.2130256
0.002112422
lab ftp
TRUE
70.8
1
gula
1535.423749
0.017534209
lab ftp
TRUE
70.8
1
gula
132.0469649
0.001669746
lab ftp
TRUE
70.7
1
gula
2320.099531
0.025412757
lab ftp
TRUE
70.7
1
gula
441.7241733
0.003885351
lab ftp
TRUE
70.7
1
gula
858.9410207
0.01040396
lab ftp
TRUE
70.7
1
gula
692.7950601
0.003567888
lab ftp
TRUE
70.7
1
gula
170.7031147
0.00250075
lab ftp
TRUE
80.7
1
gula
450.5627888
0.002602726
lab ftp
TRUE
80.7
1
gula
3982.154517
0.027213128
lab ftp
TRUE
80.7
1
gula
365.6470797
0.002047835
lab ftp
TRUE
80.8
1
gula
1292.360252
0.011226556
lab ftp
TRUE
80.8
1
gula
984.4326998
0.011910116
lab ftp
TRUE
80.8
1
gula
1301.06272
0.015662344
lab ftp
TRUE
100.7
1
gula
109.8179534
0.000713393
lab ftp
TRUE
100.7
1
gula
5834.986246
0.027097944
lab ftp
TRUE
100.7
1
gula
1031.12516
0.011520345
lab ftp
TRUE
100.7
1
gula
3159.125907
0.004706864
lab ftp
TRUE
100.8
1
gula
671.3694156
0.004749086
lab ftp
TRUE
100.8
1
gula
202.1224118
0.003203877
lab ftp
TRUE
100.8
1
gula
5072.962203
0.017169231
lab ftp
TRUE
90.7
1
gula
570.3539496
0.006305326
lab ftp
TRUE
90.7
1
gula
231.6221099
0.001368577
lab ftp
TRUE
90.7
1
gula
159.1362133
4.74814E-05
lab ftp
TRUE
90.8
1
gula
278.2280494
0.003447037
lab ftp
TRUE
90.8
1
gula
155.710869
0.001161421
lab ftp
TRUE
90.8
1
gula
171.9075748
0.001657248
lab ftp
TRUE
Sample
1
gula
1641.95449
0.017935032
lab ftp
TRUE
Sample
1
gula
2683.7839
0.027311462
lab ftp
TRUE
Sample
1
gula
1353.909386
0.011803145
Tabel 22. Hasil analisis data hardness GT 70
80
90
100 sampel
7 1 2 3 Su m K P K L
3.7 83 4.3 83 1.9 22
Rerata
0.0 45 0.0 71 0.0 17 0.1 33 0.0 18
8 0.0 02 0.0 05 3E04
0.0 07 0.0442333 3
0.0 68 0.0 54 0.0 14 0.1 35 0.0 18
7 0.0 05 0.0 03 2E04
0.0 08 0.0451333 3
0.0 46 0.4 06 0.0 37 0.4 89 0.2 39
8
7
0.0 02 0.1 65 0.0 01
0.1 32
0.1 68
0.0 45 0.121533 33
0.163
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
0.1 0.1 33 0.3 65 0.1 33
0.0 17 0.0 1 0.0 18
0.0 58 0.0 24 0.0 16 0.0 98 0.0 1
8 0.0 03 6E04 3E04
0.0 04 0.0326
0.0 28 0.0 16 0.0 17 0.0 62 0.0 04
7
8
8E04 2E04 3E04
0.9 79 0.5 95 0.3 22 1.8 96 3.5 94
0.0 01
1.4 16 0.631966 67
0.0205
0.9 58 0.3 54 0.1 04
0.0 68 0.0 21 0.5 17 0.6 06 0.3 67
0.0 05 4E04 0.2 67
0.2 72 0.202
0.1 673 0.2 735 0.1 379 0.5 787 0.3 349
0.0 28 0.0 748 0.0 19
0.1 218 0.1929
179 Lanjutan
2
2
=
= 0,5300
FK
=
JKL
= KL – FK = 1,922 – 0,5300 = 1,392
JKP(Komb) =
=
300 = 0,931
JKG
= JKL – JKP = 1,392 – 0,931 = 0,461
DbP
= tkomb -1 = 9 – 1 = 8
DbG
= tkomb (u-1) = 9 (3-1) = 18 Tabel 23. Ringkasan Anava data kekerasan GT Ft
SK
JK
Db
KT
Fh
Perl(komb)
0,931
8
0,1164
4,5449**
Galat
0,461
18
0,0256
Jumlah
1,392
0,01
0,05
3,71
2,51
Fh > Ft ; 4,5449 > 3,71 maka H0 ditolak. Ada perbedaan sangat nyata antar perlakuan KK
=
=
= 114,19 %
Dilanjut dengan uji DMRT Sx
=
=
= 0,0924
R α (p,v) Α
2
3
4
5
6
7
8
9
0,05
2,98
3,12
3,21
3,27
3,32
3,35
3,37
3,39
0,01
4,07
4,27
4,38
4,46
4,53
4,59
4,64
4,68
DMRT α
= R α (p,v) . Sx
Α
2
3
4
5
6
7
8
9
0,05
0,2753
0,2882
0,2966
0,3021
0,3068
0,3095
0,3114
0,3132
0,01
0,3761
0,3945
0,4047
0,4121
0,4186
0,4241
0,4287
0,4324
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
180 Lanjutan
Selisih terhadap
Notasi
Perlkuan
Rerata
90,8
0,0205
-
90,7
0,0326
0,0121
-
70,7
0,0442
0,0237
0,0116
-
70,8
0,0451
0,0246
0,0125
0,0009
-
80,8
0,1215
0,1010
0,0889
0,0773
0,0764
-
80,7
0,1630
0,1425
0,1304
0,1188
0,1179
0,0415
-
90,8
90,7
70,7
70,8
80,8
80,7
Smpl
100,8
0,01
0,05
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
Smpl
0,1929
0,1724
0,1603
0,1487
0,1478
0,0714
0,0299
-
A
A
100,8
0,2020
0,1815
0,1694
0,1578
0,1569
0,0805
0,0390
0,0091
-
A
A
100,7
0,6319
0,6114**
0,5988**
0,5877**
0,5868**
0,5104**
0,4689**
0,4390**
0,4229**
B
B
Tabel 24. Pengaruh pH dan suhu pematangan terhadap hardness GT pH Suhu 70 80 90 100 sampel
7 0,044233A 0,163A 0,0326A 0,631967B
8 0,045133A 0,121533A 0,205A 0,202A 0,1929A
Berat kapur tohor yang digunakan untuk membuat nira 500 mililiter menjadi pH 9 dari semua percobaan adalah 5-7 gram. Jumlah asam sulfit yang digunakan untuk menetralkan nira tersebut diatas menjadi pH 7 dari semua percobaan adalah 20-25 mililiter, dan untuk menjadikan pH 8 diperlukan 15-17 mililiter.
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
181 Lampiran 12. Hasil Uji Parameter Mutu Gula Tumbu Produksi UKGT
a. Kadar air
=
b. Kadar gula reduksi
= 19,817 % (glukosa 12.5 %)
c. Kadar sukrosa
= 64 %
d. Kadar abu
=
e. Warna : gelap, coklat kehitam-hitaman
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
= 8,9%
= 0,628 %
182
Lampiran 13. Struktur Produksi UKGT Rerata tiap Hari
1. Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu 2. Biaya masukan berat tebu harga tebu solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045 90.000 1.100 27.500 19.000
3. Nilai tambah 4. Rasio nilai tambah 5. Upah pekerja 6. Saham pekerja
7. Penyusutan 8. Keuntungan pengusaha 9. Tingkat keuntungan
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
137.600 469.296 0,287880531
225.000 0,479442057 (Cost/hari) 1.394.467
8.588 235.708 0,144590349
183
Lampiran 14. Analisis NPV, IRR, Net B/C dan PBP
Hari kerja/bln Bulan kerja /th
26 5 211.922.685 (B) 181.280.710 (C) 30.641.975 (B-C)
Investasi Modal kerja Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
40.000.000 9.000.000 0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
Total 49.000.000 -49.000.000 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975
NPV / 5th =
53.716.653
Net B (+) Net C (-) B/C
-49.000.000 26.645.196 23.169.735 20.147.596 17.519.649 15.234.477
102.716.653 -49.000.000
=
2,096258219
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
26.645.196 23.169.735 49.000.000 1
=
49.814.931
PBP
=
1,964827781
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
184
Lanjutan
0,55 1 0,64516129 0,416233091 0,268537478 0,173249986 0,111774184
NPV1 =
0,56 -49000000 19.769.016 12.754.203 8228519 5308722 3424982
485.442 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
1 0,641025641 0,410913872 0,263406328 0,168850211 0,108237314
NPV2 = 0,55703398
-49000000 19.642.292 12.591.213 8.071.290 5.173.904 3.316.605
-204.696
185
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Tebu
Kenaikan harga tebu 7,5% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
1.630.175 563,1 2.895 1.100.025 6,2 177.423,38
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
Nilai tambah Rasio nilai tambah
392.550 0,240802181
upah pekerja Saham pekerja
225.000 0,573176012
Penyusutan
158.962
Tingkat keuntungan
0,097511999
Kenaikan harga tebu 10%
solar kapur tohor
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
(Cost/hari) 1.471.212,9
8.588
Keuntungan pengusaha
Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
137.600
1.630.175 563,1 2.895 1.125.607 6,2 181.549,5 90.000 1.100
186
Lanjutan
tumbu ongkos pemasaran
27.500 19.000
Nilai tambah Rasio nilai tambah
137.600 366.968 0,225109398
upah pekerja Saham pekerja
225.000 0,613133149
Penyusutan
(Cost/hari) 1.496.795
8.588
Keuntungan pengusaha
133.380
Tingkat keuntungan Hr. kerja/bl Bl. kerja/th
0,081819216 26 5
211.922.685 (B)
194.583.337 (C) 17.339.348 (B-C) Investasi Modal kerja
40.000.000 9.000.000
Diskon Faktor
0,15 0 1 2 3 4 5
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735 NPV / 5th =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Total 49.000.000
-49.000.000 17.339.348 17.339.348 17.339.348 17.339.348 17.339.348
-49.000.000 15.077.694 13.111.038 11.400.903 9.913.829 8.620.720 9.124.184
187
Lanjutan
Net B (+) Net C (-) B/C
=
1,18620783
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yg. telah didiskon pada th. ke-2
= = = =
15.077.694 13.111.038 49.000.000 1
=
28188732
PBP =
3,58730892
0,22
0,23
1 0,819672131 0,671862403 0,550706887 0,451399088 0,369999252 NPV1=
-49.000.000 14.212.580 11.649.656 9.548.898 7.826.966 6.415.546
1 0,81300813 0,66098222 0,53738392 0,43689749 0,35520122
653.646
0,22626546
Kenaikan harga tebu 12,5%
solar kapur tohor
1.630.175 563,1 2.895 1.151.189 6,2 185.675,63 90.000 1.100
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 14.097.031 11.461.001 9.317.887 7.575.518 6.158.957
NPV2 = -389606 IRR =
Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
58.124.184 -49.000.000
188
Lanjutan
tumbu ongkos pemasaran
27.500 19.000
Nilai tambah Rasio nilai tambah
137.600 341.386 0,209416615
upah pekerja Saham pekerja
225.000 0,659078718
Penyusutan
(Cost/hari) 1.522.377
8.588
Keuntungan pengusaha
107.798
Tingkat keuntungan
Hr. kerja/bl Bl. kerja/th
26 5
0,066126433
211.922.685 (B)
197.908.994 (C) 14.013.691 (B-C) Investasi Modal kerja Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
40.000.000 9.000.000 0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735 NPV / 5th =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Total 49.000.000 -49.000.000 14.013.691 14.013.691 14.013.691 14.013.691 14.013.691
-49.000.000 12.185.818 10.596.364 9.214.229 8.012.373 6.967.281 -2.023.933
189
Lanjutan Net B (+) Net C (-) B/C
=
0,95869524
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yg. telah didiskon pada th. ke-2
= = = =
12.185.818 10.596.364 49.000.000 1
=
22.782.182
PBP =
4,47422775 0,13
1 0,884955752 0,783146683 0,693050162 0,613318728 0,542759936 NPV1=
0,14 -49.000.000 12.401.497 10.974.776 9.712.191 8.594.859 7.606.070 289.392 IRR=
Kenaikan harga tebu 15% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu solar kapur tohor tumbu
1.630.175 563,1 2.895 1.176.771 6,2 189.801,75 90.000 1.100 27.500
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
46.976.067 -49.000.000
1 0,87719298 0,76946753 0,71178025 0,59208028 0,51936866 NPV2= 0,13436207
-49.000.000 12.292.712 10.783.080 9.974.669 8.297.230 7.278.272 -374.037
190
Lanjutan
ongkos pemasaran
19.000
Nilai tambah Rasio nilai tambah
137.600 315.804 0,193723831
upah pekerja Saham pekerja
225.000 0,712468016
Penyusutan
(Cost/hari) 1.547.959
8.588
Keuntungan pengusaha
82.216
Tingkat keuntungan
Hr. kerja/bl Bl. kerja/th
26 5
0,05043365
211.922.685 (B)
201.234.651 (C) 10.688.035 (B-C) Investasi Modal kerja
40.000.000 9.000.000
Diskon Faktor
Total 49.000.000
0,15 0 1 2 3 4 5
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735 NPV / 5th =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 10.688.035 10.688.035 10.688.035 10.688.035 10.688.035
-49.000.000 9.293.943 8.081.690 7.027.556 6.110.918 5.313.842 -13.172.051
191
Lanjutan
Net B (+) Net C (-) B/C
=
35.827.949 -49.000.000 0,73118264
Bicp-1 = Benefit pada PBP = Ii = Tp-1 = Benefit yg. telah didiskon pada th. ke-2 =
9.293.943 8.081.690 49.000.000 1
PBP =
5,91308859
0,03 1 0,970873786 0,942595909 0,915141659 0,888487048 0,862608784
NPV1=
0,02 -49.000.000 10.376.733 10.074.498 9.781.066 9.496.180 9.219.592
-51.932 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
17.375.633
1 -49.000.000 0,98039216 10.478.465 0,96116878 10.273.005 0,94232233 10.071.574 0,92384543 9.874.092 0,90573081 9.680.482
NPV2 = 0,02963673
1.377.618
192
Lampiran 16. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Solar
Kenaikan harga solar 10% 1. Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu 2. Biaya masukan berat tebu harga tebu
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
99.000 1.100 27.500 19.000
3. Nilai tambah 4. Rasio nilai tambah
460.296 0,282359649
5. Upah pekerja 6. Saham pekerja
225.000 0,488816423
7. Penyusutan
(Cost/hari) 1.403.467
8.588
8. Keuntungan pengusaha 9. Tingkat keuntungan Hr.kerja/bl Bl kerja /th
146.600
226.708 0,139069468
26 5 211.922.685 (B) 182.450.710 (C) 29.471.975 (B-C)
Investasi Modal kerja
40.000.000 9.000.000
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Total 49.000.000
193
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 29.471.975 29.471.975 29.471.975 29.471.975 29.471.975
NPV / 5th =
49.794.631
Net B (+) Net C (-) B/C
-49.000.000 25.627.804 22.285.047 19.378.302 16.850.697 14.652.780
98.794.631 -49.000.000
=
2,016216964
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
25.627.804 22.285.047 49.000.000 1
=
47.912.851
PBP
=
2,04878376
0,52 1 0,65789473 0,43282548 0,28475360 0,18733790 0,12324861 NPV1 =
-49.000.000 19.389.457 12.756.221 8.392.251 5.521.217 3.632.380 691.528 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
0,53 1 -49000000 0,653594771 19.262.728 0,427186125 12.590.019 0,279206618 8.228.770 0,182487985 5.378.281 0,119273193 3.515.217 NPV2 = 0,52965131
-24.984
194
Lanjutan
Kenaikan harga solar 20% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
108.000 1.100 27.500 19.000
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
Penyusutan
451.296 0,276838768 225.000 0,498564688 (Cost/hari) 1.412.467
8.588
Keuntungan pengusaha
217.708
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bln. kerja/thn
155.600
0,133548586
26 5
211.922.685 (B)
183.620.710 (C) 28.301.975 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
40.000.000 9.000.000
Total 49.000.000
195
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 28.301.975 28.301.975 28.301.975 28.301.975 28.301.975
NPV / 5th =
45.872.610
Net B (+) Net C (-) B/C
1,93617571
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
0,5 1 0,666666667 0,444444444 0,296296296 0,197530864 0,131687243
94.872.610 -49.000.000
=
PBP
= = = =
24.610.413 21.400.359 49.000.000 1
=
46.010.772
=
2,1396812
0,51 -49000000 18.867.983 12.578.656 8.385.770 5.590.514 3.727.009
NPV1= 149.932 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
1 0,66225166 0,43857726 0,29044851 0,19235001 0,12738411
-49000000 18.743.030 12.412.603 8.220.267 5.443.885 3.605.222
NPV2 = -574.994 0,50206824
-49.000.000 24.610.413 21.400.359 18.609.008 16.181.746 14.071.084
196
Lanjutan
Kenaikan harga solar 30% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
117.000 1.100 27.500 19.000
Nilai tambah Rasio nilai tambah
442.296 0,271317887
upah pekerja Saham pekerja
225.000 0,508709675
Penyusutan
(Cost/hari) 1.421.467
8.588
Keuntungan pengusaha
208.708
Tingkat keuntungan Hari kerja/bln Bln. kerja/thn
164.600
0,128027705 26 5
211.922.685 (B)
184.790.710 (C) 27.131.975 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
40.000.000 9.000.000
Total 49.000.000
197
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 27.131.975 27.131.975 27.131.975 27.131.975 27.131.975
NPV / 5th =
41.950.588
Net B (+) Net C (-) B/C
90.950.588 -49.000.000
=
1,85613446
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
23.593.022 20.515.671 49.000.000 1
=
44.108.693
PBP =
0,47 1 0,680272109 0,462770142 0,314809620 0,214156204 0,145684493
-49.000.000 18.457.126 12.555.868 8.541.407 5.810.481 3.952.708
NPV1= 317.589 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
0,48 1 0,67567568 0,45653762 0,30847136 0,20842660 0,14082878 NPV2 = 0,47421776
-49.000.000 23.593.022 20.515.671 17.839.714 15.512.795 13.489.387
2,23841809
-49.000.000 18.332.416 12.386.767 8.369.437 5.655.025 3.820.963 -435.392
198
Lanjutan
Kenaikan harga solar 50% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
135.000 1.100 27.500 19.000
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah
424.296 0,260276124
upah pekerja Saham pekerja
225.000 0,5302908
Penyusutan
(Cost/hari) 1.439.467
8.588
Keuntungan pengusaha
190.708
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bl Bln. kerja/th
182.600
26 5
0,116985942
211.922.685 (B)
187.130.710 (C) 24.791.975 (B-C) Investasi Modal kerja
40.000.000 9.000.000
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Total 49.000.000
199
Lanjutan
Diskon Faktor
0,15 0 1 2 3 4 5
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 24.791.975 24.791.975 24.791.975 24.791.975 24.791.975
NPV / 5th =
34.106.545
Net B (+) Net C (-) B/C
83.106.545 -49.000.000
=
1,69605195
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yg. telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
21.558.239 18.746.295 49.000.000 1
=
40.304.534
PBP =
2,46384984
0,42 1 0,704225352 0,495933347 0,349248836 0,245949884 0,173204144 NPV1=
0,41 -49.000.000 17.459.137 12.295.167 8.658.568 6.097.583 4.294.073 -195.471 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 21.558.239 18.746.295 16.301.126 14.174.892 12.325.993
1 -49.000.000 0,70921986 17.582.961 0,50299281 12.470.185 0,35673249 8.844.103 0,25300176 6.272.413 0,17943388 4.448.520 NPV2 = 0,41759761
618.183
200
Lampiran 17. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Upah Pekerja
Kenaikan upah pekerja 5% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 2.7500 19.000
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
Penyusutan
469.296 0,287880531 236.250 0,50341416
8.588
Keuntungan pengusaha
1.405.717 224.458
Tingkat keuntungan
Hri kerja/bln Buln kerja/thn
137.600
0,137689247
26 5
211.922.685 (B)
182.743.210 (C) 29.179.475 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
40.000.000 9.000.000
Total 49.000.000
201
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 29.179.475 29.179.475 29.179.475 29.179.475 29.179.475
NPV / 5th =
48.814.126
Net B (+) Net C (-) B/C
97.814.126 -49.000.000
=
1,99620665
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
25.373.457 22063875,2 49.000.000 1
=
47437331,8
PBP =
2,07082474
0,52 1 0,657894737 0,432825485 0,284753608 0,1873379 0,123248619 NPV1=
0,53 -49000000 19197023 12629620 8308960,8 5466421,6 3596330 198355,8
1 0,65359477 0,42718612 0,27920662 0,18248799 0,11927319 NPV2 =
IRR = 0,5227961
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 25373457 22063875 19185979 16683460 14507356
-49000000 19.071.552 12465067 8147102,5 5324903,6 3480329,2 -511045,58
202
Lanjutan
Kenaikan upah pekerja 10% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
137.600 469.296 0,287880531
247.500 0,527386263
Penyusutan
(Cost/hari) 1.416.967
8.588
Keuntungan pengusaha
213.208
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bln. kerja/thn
26 5
0,130788146
211.922.685 (B)
184.205.710 (C) 27.716.975 (B-C) Investasi Modal kerja
40.000.000 9.000.000
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Total 49.000.000
203
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 27.716.975 27.716.975 27.716.975 27.716.975 27.716.975
NPV / 5th =
43.911.599
Net B (+) Net C (-) B/C
= = = = =
24.101.717 20.958.015 49.000.000 1
=
45.059.733
=
2,18800766
0,48 1 0,675675676 0,456537619 0,308471364 0,208426597 0,140828782 NPV1=
92.911.599 -49.000.000 1,89615508
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yg. telah didiskon pada th. ke-2 PBP
-49.000.000 24.101.717 20.958.015 18.224.361 15.847.270 13.780.235
0,49 -49.000.000 18.727.686 12.653.842 8.549.893 5.776.955 3.903.348 611.723
1 0,67114094 0,45043016 0,30230212 0,20288733 0,13616599
NPV2 = -137.009
IRR = 0,48817012
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 18.601.997 12.484.562 8.378.900 5.623.423 3.774.109
204
Lanjutan
Kenaikan upah pekerja 15% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
469.296 0,287880531 258.750 0,551358366
Penyusutan
8.588
Keuntungan pengusaha
1.428.217 201.958
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bln. kerja/thn
137.600
0,123887044
26 5
211.922.685 (B)
185.668.210 (C) 26.254.475 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
44.000.000 9.000.000
Total 53.000.000
205
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-53.000.000 26.254.475 26.254.475 26.254.475 26.254.475 26.254.475
-53.000.000 22.829.978 19.852.155 17.262.744 15.011.081 13.053.114 35.009.072
Net B (+) Net C (-)
88.009.072 -53.000.000
NPV / 5th =
B/C
=
Bicp-1 = Benefit pada PBP = Ii = Tp-1 = Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2 =
22.829.978 19.852.155 53.000.000 1
PBP =
2,51973535
0,41 1 0,709219858 0,502992807 0,356732487 0,253001764 0,179433875
NPV1=
42.682.133
0,4 -53.000.000 18.620.195 13.205.812 9.365.824 6.642.429 4.710.942
-454.798 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
1,66054853
1 0,71428571 0,51020408 0,36443149 0,26030820 0,18593443
-53.000.000 18.753.196 13.395.140 9.567.957 6.834.255 4.881.611
NPV2 = 432.160 0,40487239
206
Lanjutan
Kenaikan upah pekerja 20% 1. Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu 2. Biaya masukan berat tebu harga tebu
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
3. Nilai tambah 4. Rasio nilai tambah
469.296 0,287880531
5. Upah pekerja
270.000
6. Saham pekerja
0,575330469
7. Penyusutan
(Cost/hari) 1.439.467
8.588
8. Keuntungan pengusaha
190.708
9. Tingkat keuntungan
Hr. kerja/bln Bln kerja/thn
137.600
0,116985942
26 5
211.922.685 (B)
187.130.710 (C) 24.791.975 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
40.000.000 9.000.000
Total 49.000.000
207
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 24.791.975 24.791.975 24.791.975 24.791.975 24.791.975
NPV / 5th =
Net B (+) Net C (-) B/C
NPV1=
1,69605195
Bicp-1 = Benefit pada PBP = Ii = Tp-1 = Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2 =
21.558.239 18.746.295 49.000.000 1
PBP =
2,46384984
40.304.534
0,42 -49.000.000 17.582.961 12.470.185 8.844.103 6.272.413 4.448.520 618.183
1 0,70422535 0,49593335 0,34924884 0,24594988 0,17320414
-49.000.000 17.459.137 12.295.167 8.658.568 6.097.583 4.294.073
NPV2 = -195.471 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
83.106.545 -49.000.000
=
0,41 1 0,709219858 0,502992807 0,356732487 0,253001764 0,179433875
-49.000.000 21.558.239 18.746.295 16.301.126 14.174.892 12.325.993 34.106.545
0,41759761
208
Lampiran 18. Analisis Sensitivitas terhadap Penurunan Harga GT
Penurunan harga GT 2,5%
Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
1.589.420 563,1 2.823 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
137.600 428.541 0,269621057
225.000 0,525037109
Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
Keuntungan pengusaha
194.953
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Buln kerja/thn
26 5
0,122656768
206.624.618 (B)
181.280.710 (C) 25.343.908 (B-C) Investasi Modal kerja
40.000.000 9.000.000
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Total 49.000.000
209
Diskon Faktor
0,15 0 1 2 3 4 5
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 25.343.908 25.343.908 25.343.908 25.343.908 25.343.908
NPV / 5th =
35.956.710
Net B (+) Net C (-) B/C
84.956.710 -49.000.000
=
1,73381041
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
22.038.181 19.163.635 49.000.000 1
=
41.201.816
PBP =
2,40692612 0,43
1 0,699300699 0,489021468 0,341973055 0,239141996 0,167232165
0,44 -49.000.000 17.723.013 12.393.715 8.666.934 6.060.793 4.238.317
NPV1= 82.770 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 22.038.181 19.163.635 16.664.031 14.490.462 12.600.401
1 -49.000.000 0,69444444 17.599.936 0,48225309 12.222.178 0,33489798 8.487.624 0,23256804 5.894.183 0,16150558 4.093.183 NPV2 = 0,4310535
-702.897
210
Lanjutan
Penurunan harga GT 5 % Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
1.548.666 563,1 2.750 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
137.600 387.787 0,250400559
225.000 0,580215764
Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
Keuntungan pengusaha
154.199
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bulan kerja/thn
0,099568788
26
201.326.551 (B)
5 181.280.710 (C) 20.045.841 (B-C)
Investasi
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
40.000.000
Total
211
Modal kerja Lanjutan
9.000.000
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
49.000.000
-49.000.000 20.045.841 20.045.841 20.045.841 20.045.841 20.045.841
NPV / 5th =
18.196.767
Net B (+) Net C (-) B/C
67.196.767 -49.000.000
=
1,3713626
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
17.431.166 15.157.536 49.000.000 1
=
32.588.701
PBP = 0,29 1 0,775193798 0,600925425 0,465833663 0,361111367 0,279931292 NPV1=
3,08271549 0,3
-49.000.000 15.539.411 12.046.055 9.338.027 7.238.781 5.611.458 773.733 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 17.431.166 15.157.536 13.180.466 11.461.275 9.966.326
1 0,76923077 0,59171598 0,45516614 0,3501278 0,26932907 NPV2 = 0,29813865
-49.000.000 15.419.878 11.861.444 9.124.188 7.018.606 5.398.928 -176.957
212
Lanjutan
Penurunan harga GT 7,5 % Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
1.507.911 563,1 2.678 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah
137.600 347.032 0,230141114
upah pekerja Saham pekerja
225.000 0,648354424
Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
Keuntungan pengusaha
113.444
Tingkat keuntungan Hari kerja/bln Bulan kerja/thn
26
0,07523281 196028483,6 (B)
5 181.280.710 (C) 14.747.774 (B-C)
Investasi Modal kerja
40.000.000 9.000.000
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
Total 49.000.000
213
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 14.747.774 14.747.774 14.747.774 14.747.774 14.747.774
NPV / 5th =
436.825
Net B (+) Net C (-) B/C
49.436.825 -49.000.000
=
1,00891479
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2
= = = =
12.824.151 11.151.436 49.000.000 1
=
23.975.587
PBP =
4,24405307 0,15
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735 NPV1=
0,16 -49.000.000 12.824.151 11.151.436 9.696.901 8.432.087 7.332.250 436.825 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-49.000.000 12.824.151 11,151.436 9.696.901 8.432.087 7.332.250
1 -49.000.000 0,86206897 12.713.598 0,7431629 10.959.998 0,64065767 9.448.274 0,5522911 8.145.064 0,47611302 7.021.607 NPV2 = 0,15380415
-711.458
214
Lanjutan
Penurunan harga GT 10 % Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu
6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
1.467.157 563,1 2.606 1.023.279
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
137.600 306.278 0,208756145
225.000 0,734626592
Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
Keuntungan pengusaha
72.690
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bulan kerja/thn
0,049544832
26 190730416,5 (B) 5 181.280.710 (C) 9.449.707 (B-C)
Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
40.000.000 9.000.000
Total 49.000.000
215
Lanjutan
Diskon Faktor
0,15 0 1 2 3 4 5
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-49.000.000 -49.000.000 9.449.707 8217136,087 9.449.707 7145335,73 9.449.707 6213335,42 9.449.707 5402900,36 9.449.707 4698174,23
NPV / 5th =
-17.323.118
Net B (+) Net C (-) B/C
=
NPV1=
8.217.136 7.145.336 49.000.000 1
PBP
6,70762039
=
15.362.472
-0,02 -49000000 9545158,1 9641573,8 9738963,5 9837336,8 9936703,9 -300263,96 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
0,64646698
Bicp-1 = Benefit pada PBP = Ii = Tp-1 = Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2 =
-0,01 1 1,01010101 1,020304051 1,030610152 1,041020356 1,051535713
31.676.882 -49.000.000
1 1,02040816 1,04123282 1,06248247 1,08416578 1,10629162
-49000000 9.642.558 9839344,5 10040147 10245048 10454131
NPV2 = 1221229,2 -0,0119735
216
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
216
Lampiran 19. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Investasi
Kenaikan investasi 10% Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu Biaya masukan berat tebu harga tebu solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045 90.000 1.100 27.500 19.000
Nilai tambah Rasio nilai tambah upah pekerja Saham pekerja
469.296 0,287880531 225.000 0,479442057
Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
Keuntungan pengusaha
235.708
Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bln. kerja/thn
137.600
0,144590349
26 5
211.922.685 (B)
181.280.710 (C) 30.641.975 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
44.000.000 9.000.000
Total 53.000.000
217
Diskon Faktor
0,15 0 1 2 3 4 5
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-53.000.000 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975
NPV / 5th =
49.716.653
Net B (+) Net C (-) B/C
=
NPV1=
1,93805005 26.645.196 23.169.735 53.000.000 1
PBP =
2,13746678
49.814.931
0,51 -53.000.000 20.427.983 13.618.656 9.079.104 6.052.736 4.035.157
213.636 IRR =
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
102.716.653 -53.000.000
Bicp-1 = Benefit pada PBP = Ii = Tp-1 = Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2 =
0,50 1 0,666666667 0,444444444 0,296296296 0,197530864 0,131687243
-53.000.000 26.645.196 23.169.735 20.147.596 17.519.649 15.234.477
1 0,66225166 0,43857726 0,29044851 0,19235001 0,12738411
-53.000.000 20.292.699 13.438.873 8.899.916 5.893.984 3.903.301
NPV2 = -571.227 0,50272195
218
Lanjutan
Kenaikan investasi 25% 1. Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu 2. Biaya masukan berat tebu harga tebu
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
3. Nilai tambah 4. Rasio nilai tambah
469.296 0,287880531
5. Upah pekerja 6. Saham pekerja
225.000 0,479442057
7. Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
8. Keuntungan pengusaha
235.708
9. Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bulan kerja /th
137.600
0,144590349
26 5
211.922.685 (B)
181.280.710 (C) 30.641.975 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
50.000.000 9.000.000
Total 59.000.000
219
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-59.000.000 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975
NPV / 5th =
43.716.653
Net B (+) Net C (-) B/C
=
0,44 1 0,694444444 0,482253086 0,334897977 0,232568039 0,161505583 NPV1 =
=
-59000000 21.279.149 14.777.187 10.261.935 7.126.344 4.948.850 -606.534
26.645.196 23.169.735 59.000.000 1 49.814.931 2,396425288
0,43 1 0,699300699 0,489021468 0,341973055 0,239141996 0,167232165 NPV2 =
IRR = 0,433614818
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
102.716.653 -59.000.000 1,740960215
Bicp-1 = Benefit pada PBP = Ii = Tp-1 = Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2 = PBP
-59.000.000 26.645.196 23.169.735 20.147.596 17.519.649 15.234.477
-59.000.000 21.427.955 14.984.584 10.478.730 7.327.783 5.124.324 343.375
220
Lanjutan
Kenaikan investasi 50% 1. Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu 2. Biaya masukan berat tebu harga tebu
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
3. Nilai tambah 4. Rasio nilai tambah
469.296 0,287880531
5. Upah pekerja 6. Saham pekerja
225.000 0,479442057
7. Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
8. Keuntungan pengusaha
235.708
9. Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bulan kerja /th
137.600
0,144590349
26 5
211.922.685 (B)
181.280.710 (C) 30.641.975 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
60.000.000 9.000.000
Total 69.000.000
221
Lanjutan
Diskon Faktor
0,15 0 1 2 3 4 5
1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-69.000.000 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975
NPV / 5th =
33.716.653
Net B (+) Net C (-) B/C
102.716.653 -69.000.000
=
1,488647141
Bicp-1 = Benefit pada PBP = Ii = Tp-1 = Benefit yang telah didiskon pada tahun ke-2 = PBP
=
0,35 1 0,740740741 0,548696845 0,406442107 0,301068228 0,223013502 NPV1 =
26.645.196 23.169.735 69.000.000 1 49.814.931 2,828022794
0,34 -69.000.000 22.697.759 16.813.155 12.454.189 9.225.325 6.833.574 -975.998
1 0,746268657 0,556916908 0,415609633 0,310156442 0,231460032 NPV2 =
IRR = 0,342125721
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-69.000.000 26.645.196 23.169.735 20.147.596 17.519.649 15.234.477
-69.000.000 22.867.146 17.065.034 12.735.100 9.503.806 7.092.393 263.478
222
Lanjutan
Kenaikan investasi 100% 1. Nilai Luaran berat gula tumbu harga gula tumbu 2. Biaya masukan berat tebu harga tebu
1.630.175 563,1 2.895 1.023.279 6,2 165.045
solar kapur tohor tumbu ongkos pemasaran
90.000 1.100 27.500 19.000
3. Nilai tambah 4. Rasio nilai tambah
469.296 0,287880531
5. Upah pekerja 6. Saham pekerja
225.000 0,479442057
7. Penyusutan
(Cost/hari) 1.394.467
8.588
8. Keuntungan pengusaha
235.708
9. Tingkat keuntungan
Hari kerja/bln Bulan kerja /th
137.600
0,144590349
26 5
211.922.685 (B)
181.280.710 (C) 30.641.975 (B-C) Investasi Modal kerja
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
80.000.000 9.000.000
Total 89.000.000
223
Lanjutan
Diskon Faktor 0 1 2 3 4 5
0,15 1 0,869565217 0,756143667 0,657516232 0,571753246 0,497176735
-89.000.000 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975 30.641.975
NPV / 5th =
13.716.653
Net B (+) Net C (-) B/C
Bicp-1 Benefit pada PBP Ii Tp-1 Benefit yg. telah didiskon pada th. ke-2
NPV1 =
= = = =
26.645.196 23.169.735 89.000.000 1
=
49.814.931
=
0,18 1 0,847457627 0,71818443 0,608630873 0,515788875 0,052922149
102.716.653 -89.000.000 1,154119693
=
PBP
3,691217807
0,19 -89.000.000 25.967.775 22.006.589 18.649.652 15.804.790 1.621.639 -4.949.554
1 0,840336134 0,706164819 0,593415814 0,498668751 0,419049371 NPV2 =
IRR = 0,18513358
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
-89.000.000 26.645.196 23.169.735 20.147.596 17.519.649 15.234.477
-89.000.000 25.749.559 21.638.285 18.183.433 15.280.195 12.840.500 4.691.972
224
Lampiran 20. Model UKGT Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Kudus
Jumlah UKGT di Kabupaten Kudus (unit) :
308
Jumlah tebu yang digiling UKGT rerata tiap hari (ton) :
6,2
Jumlah hari kerja tiap bulan :
26
Lama produksi UKGT rerata tiap tahun (bulan) :
5
Tebu yang digiling seluruh UKGT rerata tiap tahun (ton) :
248.248
Produktivitas tebu Po (existing condition) tiap tahun (ton) :
156
Luas lahan tebu untuk UKGT (ha) :
1591,33
Keuntungan penghematan pupuk berdasar (Po, P2, P3) tiap hektar tahun (Rp) :
697.500
Keuntungan penghematan pupuk dari seluruh UKGT tiap tahun (Rp) :
1.109.955.000
Harga tebu tiap ton (Rp) :
165.045
Peningkatan pendapatan berdasar skenario (Po,P2, P3) tiap tahun (Rp):
7.374.976.409
Harga gula tumbu (excisting condition) rerata (Rp) :
2.895
Keuntungan tiap unit UKGT (existing condition) rerata tiap tahun sebelum peningkatan mutu (Rp) :
30.641.975
Keuntungan tiap unit UKGT akibat peningkatan mutu/harga GT berdasar asumsi (10 %, 5%, 1%) tiap tahun (Rp) :
51.834.224
Peningkatan keuntungan tiap unit UKGT dari peningkatan harga GT berdasar asumsi (10 %, 5%, 1%) tiap tahun (Rp) :
21.192.269
Peningkatan PDRB Kabupaten Kudus dari peningkatan harga GT berdasar asumsi (10%, 5%, 1%) tiap tahun (Rp) :
6.527.218.698
Total peningkatan PDRB dari peningkatan produksi tebu dan peningkatan mutu/harga GT (Rp) :
13.902.195.107
Total anggota rumah tangga UKGT (orang) : 1.204 Peningkatan rerata perkapita tahun anggota rumah tangga UKGT(Rp) 11.546.674
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
225
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
225
Lampiran 21. Foto-foto Kegiatan Penelitian Disertasi
Foto 1. Batas lahan percobaan tebu keprasan
Foto 2. Pengambilan sampel tanah sebelum pemupukan (pertama)
Foto 3. Pengambilan sampel tanah sesudah pemupukan (kedua)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
226
Lanjutan
Foto 4. Mengamati perubahan warna daun tebu pada waktu pengambilan sampel tanah (kedua)
Foto 5 . Pengambilan sampel tanah menjelang panen (ketiga)
Foto 6. Panen tebu (sisa daun tebu berserakan)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
227
Lanjutan
Foto 7. Penimbangan hasil panen
Foto 8. Pengukuran diameter batang tebu
Foto 9. Variasi diameter batang tebu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
228
Lanjutan
Foto 10. Lokasi kegiatan produksi gula tumbu di tengah sawah
Foto 11. Mesin Penggiling tebu (istirahat)
Foto 12. Tungku pemasak gula tumbu (kosong)
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
229
Lanjutan
Foto 13. Pembuangan buih/kotoran
Foto 14. Tungku pemasak dengan bahan bakar ampas tebu
Foto 15. Penuangan nira kental dalam tumbu menjadi gula tumbu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
230
Lanjutan
Foto 16. Pembuatan asam sulfit skala laboratorium
Foto 17. Penambahan kapur tohor dalam nira tebu hingga pH 9
Foto 18. Penambahan asam sulfit untuk menetralkan nira
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)
231
Lanjutan
Foto 19. Pemasakan nira pada suhu konstan dalam penangas air
Foto 20. Gula merah hasil percobaan dalam laboratorium
Foto 21. Pengujian salah satu parameter mutu gula tumbu
© Bogor Agricultural University (http://www.ipb.ac.id)