Model Simplektik
Anton Wiranata 0300020103
Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Depok 2004
Model Simplektik Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh: Anton Wiranata 0300020103
Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Fisika Depok 2004
Halaman Persetujuan Skripsi Nama NPM
: : :
Model Simplektik Anton Wiranata 0300020103
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Chairul Bahri
Dr. Terry Mart
Penguji I
Penguji II
Dr. L.T.Handoko
Dr. Anto Sulaksono
i
Persembahanku Untuk Yang selalu memperhatikan ku Walau kadang aku melupakan Nya Yang selalu membimbing ku menyelami dalam ilmu Nya
ii
Kata Pengantar Semakin banyaknya fenomena-fenomena yang terjadi di dalam suatu nukleus, yang mana tidak dapat dijelaskan lagi dengan menggunakan pemodelan yang ada saat ini , maka menuntut adanya suatu pemodelan yang bersifat lebih umum lagi dari model sebelumnya. Dengan memperumum suatu teori maka akan muncul berberapa obsevable baru yang tidak terlihat sebelumnya dengan menggunakan model yang lama. Model baru ini akan berbasis pada Teori Grup, adapun grup yang digunakan disini adalah grup Sp(3,R) yang merupakan grup dinamis. Karena luasnya cakupan grup yang akan dibahas dan juga keterbatasan waktu dan kemampuan yang dimiliki penulis , penulis hanya akan menentukan dua operator dan juga relasi komutasi yang terjadi antara dua operator tersebut. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Chairul Bahri dan Dr. Terry Mart yang sudah mau menjadi pembimbing skripsi. Penulis juga tak lupa akan ide-ide, dorongan semagat, dan peminjaman buku, serta jawaban dari pertanyaan yang saya tidak mengerti yang diberikan oleh Dr. LT Handoko dan juga Dr. Anto Sulaksono. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu. Hasil karya ini tidaklah sempurna. Penulis menerima saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca.
Depok, Anton Wiranata
iii
Intisari Abstrak Model Simplektik adalah suatu model mikroskopik yang berdasarkan atas Aljabar Lie (Lie Algebra) sp(3,R) yang berasal dari group non-compact lengkap Symplectic Group Sp(3,R). Salah satu kegunaan grup Sp(3,R) adalah sebagai suatu grup dinamik untuk Model Kolektif (Collective Model). Model Simplektik diusulkan sebagai suatu model aljabar terkecil yang memiliki momen kuadrupol Qij dan energi kinetik total. Karena Model Simplektik mampu menghubungkan model fenomonologis dan formulasi secara teori, maka model ini merupakan suatu teori yang penting dalam mempelajari struktur nuklir, dan model ini juga mampu menjelaskan fenomonologis model kolektif secara mikroskopik. Hal ini bahkan lebih baik lagi dijelaskan dengan menggunakan Model Shell Simplektik
Abstract Symplectic model is a microscopic collective model whose basic observables belong to Lie Algebra sp(3,R) of the non-compact symplectic group Sp(3,R). The Symplectic model can be used as a dynamical group for collective model. The Symplectic model was proposed as the smallest algebraic model whose Lie Algebra contains both the quadrupole moment Qij and total kinetic energy. It is because of its relationships, both phenomenological models and microscopic theory, that the symplectic model is important in the theory of Nuclear structure, and also can interpret and defect the phenomenological collective model in microscopic terms. This is even more true of the symplectic shell model.
iv
Daftar Isi Halaman Persetujuan
i
Kata Pengantar
iii
Intisari
iv
Daftar Isi
v
Daftar Gambar
vi
Daftar Tabel
vii
1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1 2
1.2 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 2
1.4 Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teori Grup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4 4
2.1.1 2.1.2
Definisi Grup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Subgrup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4 5
2.1.3 2.1.4 2.1.5
Isomorpisme dan Homomorpisme . . . . . . . . . . . . . . . Grup Simpel dan Semi-Simpel . . . . . . . . . . . . . . . . . Grup Simetri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5 6 6
2.2 Grup Lie . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2.1 Generator . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7 8
2.2.2
Kekompakan(Compactness) . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
9
2.3 Grup Dinamis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 2.4 Model ROT(3) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 2.5 Model SU(3) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 2.6 Model U(3)-Phonon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 3 Hasil dan Pembahasan
14
3.1 Simplektik Grup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14 3.2 Arti Fisis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 3.2.1 Limit Kontraksi dari Model Simplektik . . . . . . . . . . . . 19 4 Kesimpulan dan Saran
23
4.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 4.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 A Pembuktian Matematis
24
A.1 Relasi komutasi B dan A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24 A.2 Relasi Komutasi C dan B . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25 A.3 Relasi Komutasi C dan A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26 A.4 Relasi Komutasi Tambahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27 A.5 Komutasi X3 dan X4 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28 A.6 Beberapa Relasi Komutasi Tambahan . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 A.7 X3 dan X4 Pada Saat Kontraksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35 Bibliografi
38
vi
Daftar Gambar
vii
Daftar Tabel
viii
Bab 1 Pendahuluan Seperti kita ketahui di dalam Mekanika Kuantum, fungsi gelombang suatu partikel mengandung semua informasi tentang partikel tersebut (misalnya kecepatan, momentum, energi dan yang lainnya). Jadi apabila kita ingin mengetahui karakteristik suatu nukleus yang terdiri dari banyak nukleon-nukleon penyusun, kita harus mengetahui fungsi gelombang dari masing-masing nukleon tersebut. Tapi hal ini dapat dilakukan dengan baik hanya untuk nukleus ringan (jumlah nukleonnya sedikit), sedangkan untuk nukleus berat, kita harus menggunakan berbagai pendekatan dan juga banyak asumsi yang dipakai, hal ini dikarenakan kita harus mendefinisikan semua fungsi gelombang untuk masing-masing nukleon, hal ini menyulitkan dikarenakan adanya interaksi banyak partikel. Dalam hal inilah diperlukan adanya suatu pemodelan nukleus, yang akan menjelaskan tentang sifat-sifat dari nukleus dengan menganalogikan nukleus dengan sesuatu yang sudah kita kenal dengan baik dan memiliki sifat menyerupai nukleus. Dalam membuat suatu model, hampir tidak ada suatu model yang dapat menjelaskan keseluruhan sifat nukleus, suatu model hanya dapat dengan baik menjelaskan sebagian kecil dari sifat nukleus tersebut. Dalam penjelasan tentang sifat dari nukleus tersebut, terdapat dua penjelasan utama tentang model nuklir tersebut, ada model yang menganalogikan nukleon di dalam nukleus menyerupai partikel bebas (independent partikel) sebagai contoh Model Fermi dan Model Shell. Model yang kedua menganggap nukleon yang terdapat di dalam nukleus memiliki sifat-sifat kolektif, sebagai contoh Model Tetes Cairan, Model Rotasi, Model Vibrasi dan lain-lain. Tentu saja kedua cara pendekatan ini memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.
1
1.1
Latar Belakang
Dengan adanya kedua model yang menjelaskan nukleus dengan pendekatan yang berbeda (dengan pemodelan partikel bebas dan dengan pemodelan sifat kolektip nukleon), dimungkinkan adanya suatu model yang lebih umum, yang dapat mengakomodir kedua model tersebut sebagai submodelnya. Muncullah suatu model yang disebut dengan Model Simplektik yang merupakan model gabungan (unified model), yang berbasiskan grup Sp(3,R). Dengan menggunakan model ini, dimungkinkan menjelaskan sifat-sifat suatu nukleus dengan menggunakan aljabar. Aljabar didapat dengan menggunakan relasi komutasi masing-masing elemen grup. Keuntungan menggunakan aljabar adalah suatu model akan dapat menjelaskan permasalahan mikroskopis suatu nukleus
1.2
Metode Penelitian
Penelitian yang dikerjakan ini bersifat teoritis, sehingga kita memerlukan kerangka teoritis yang sudah diakui kebenarannya, yaitu model-model standar yang telah ada. Model-model standar ini yang merupakan submodel dari model simplektik. Model Simplektik akan menjadi submodelnya apabila terjadi kontraksi dari variabel-variabel tertentu. Karena penelitian ini bersifat teoritis, maka diperlukan sumber informasi yang langsung tepat mengenai sasaran topik penelitian. Sumber informasi ini diperoleh dari buku dan jurnal.
1.3
Tujuan Penelitian
Karena grup yang dipakai disini adalah bukanlah grup simetri tetapi adalah grup dinamis Sp(3,R) yang bersifat tidak kompak. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut. Kita mencari a complete set of commuting operators (CSCO) dari struktur grup yang kita minati. Proyek ini sendiri tentu akan memakan waktu yang lama, oleh karena itu kita mencari sekurang-kurangnya dua dari CSCO (jadi nggak complete lagi) yang tidak trivial dari model simplektik. Lebih khususnya akan dibuktikan bahwa [X4 , X3 ] = 0 2
setelah mengetahui relasi komutasi antara kedua operator tersebut, akan dicari pengertian fisis dari kedua operator tersebut.
1.4
Sistematika Penulisan
Tulisan ini terbagi menjadi empat bab. Bab 1 berisikan latar belakang penelitian ini serta metode penelitian yang digunakan. Tinjauan pustaka terdapat pada Bab 2. Pada bab ini berisi tentang apa itu Teori grup, grup simetri dan grup dinamis, disini juga akan dijelaskan beberapa model aljabar yang terdahulu. Pada bab 3 dibahas mengenai hasil dan pembahasan, akan terdapat perhitungan komutasi antara operator X3 dan X4 , serta bagaimana batasan-batasan yang berlaku pada keduanya. Pada bab 4, diberikan mengenai kesimpulan dari perhitungan yang didapat dan saran untuk penelitian lebih lanjut.
3
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1
Teori Grup
Teori Grup adalah suatu cabang dalam fisika yang mempelajari tentang simetri. Simetri adalah sifat alami yang ada dalam fisika. Sifat simetri yang dimiliki suatu sistem fisika dapat diketahui dari invarian tidak nya lagrangian dan hamiltonian nya terhadap suatu transformasi. Ketika tranformasi yang digunakan membentuk suatu grup, maka akan lebih menguntungkan mempelajari sistem tersebut dengan menggunakan Teori Grup.
2.1.1
Definisi Grup
Suatu himpunan G dari transformasi g akan membentuk suatu grup, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Terdapat relasi tertutup (closure) g1 G, g2 G g1 g2 = g G
(2.1)
2. Terdapat relasi associative; untuk semua g1 , g2 , g3 G, (g1 g2 )g3 = g1 (g2 g3 )
(2.2)
3. Memiliki elemen identitas e, yang juga merupakan anggota dari grup itu juga ge = eg = g 4
(2.3)
4. Memiliki elemen inverse g −1 yang juga merupakan anggota dari grup itu juga gg −1 = g −1 g = e
(2.4)
Sifat komutative bukanlah suatu keharusan dalam grup, tapi apabila ada suatu grup yang memiliki sifat komutatip dengan ab = ba (dengan a, b merupakan elemen dari grup) maka grup tersebut adalah grup abelian, sedangkan suatu grup yang memenuhi persyaratan 1 sampai 4 disebut sebagai grup abstract
2.1.2
Subgrup
Elemen dari grup diskrit atau kontinu G dapat diambil suatu subset H yang dapat ditulis dengan H ⊂ G atau G ⊃ H
(2.5)
yang menunjukan bahwa H adalah subset yang berada dalam G. Jika H itu juga membentuk grup maka H disebut sebagai subgrup dari G. Setiap grup memiliki dua subgrup yang disebut dengan subgrup Improper, pertama adalah elemen identitas, dan yang kedua adalah grup itu sendiri secara keseluruhan. Subgrup yang lain disebut dengan grup proper. Secara umum, suatu grup terhingga G yang berorde N memiliki subgrup H yang berorde Nh maka N = hNh
(2.6)
dengan h adalah suatu bilangan bulat positip yang disebut dengan index dari subgrup H.
2.1.3
Isomorpisme dan Homomorpisme
Dua buah grup G dan G0 dikatakan Isomorfisme jika terdapat relasi satu-satu antara elemen-elemen kedua grup tersebut. Grup-grup yang isomorfisme memiliki struktur yang sama satu sama lain. Sedangkan suatu grup G dikatan homomorpisme dengan grup G0 jika untuk setiap g ∈ G terdapat sebuah g 0 ∈ G0 , dan untuk setiap G0 terdapat paling sedikit satu g sehingga untuk g1 g2 = g terdapat relasi g10 g20 = g 0 . Lambang yang dipakai adalah G −→ G0 .
5
2.1.4
Grup Simpel dan Semi-Simpel
Jika H adalah subgrup dari G, H ⊂ G. Maka H adalah subgrup invariant dari G jika memiliki semua elemen konjugasi berada dalam H ghg − ∈ H
untuk semua g ∈ G dan h ∈ H
(2.7)
hal ini sama, jika dituliskan dalam bentuk gH = Hg
(2.8)
nama lain yang dapat dipakai untuk H adalah self-conjugate subgrup, normal subgrup, atau normal divisor. Salah satu sifat suatu subgrup invarian adalah elemen-elemennya menjadi juga elemen dari satu atau beberapa kelas yang lenkap (kelas adalah sekumpulan dari konjugasi elemen untuk suatu elemen tertentu dari suatu grup, yang mana setiap elemen dari kelas saling konjugate satu sama lain). Dengan kata lain kelas-kelas dari gabungan G = C 1 ∪ C2 ∪ . . . ∪ C K
(2.9)
yang membentuk suatu grup yang akan memberikan suatu subgrup yang invarian H dari G. Suatu grup dikatakan simpel jika grup tersebut bukan abelian dan tidak memiliki proper invarian subgrup . Karena setiap grup abelian adalah invarian, suatu grup abelian dikatakan simpel jika dan hanya jika tidak memiliki subgrup proper. Suatu grup dikatakan semi-simpel jika tidak satupun dari invarian subgrupnya yang abelian. Jadi dapat dilihat bahwa suatu grup yang simpel juga merupakan grup semi-simpel.
2.1.5
Grup Simetri
Sifat simetri dari suatu sistem fisika dapat diketahui dari sifat lagrangian atau hamiltonian atau bisa juga dibilang persamaan gerak dari sistem tersebut terhadap suatu transformasi. Apabila hamiltonian dari sistem tersebut ternyata invarian terhadap suatu transformasi dan transformasi tersebut ternyata membentuk grup maka grupnya disebut dengan grup simetri. Perlu dibedakan bahwa grup simetri berbeda dengan grup simetrik. grup simetrik ini digunakan untuk membahas partikel yang identik, tidak bisa dibedakan. 6
Hal ini dikarenakan dalam mekanika kuantum, partikel identik , ini berarti harga ekspektasi dari sistem tidak berubah apabila terjadi pertukaran partikel. Pertukaran partikel ini dilambangkan dengan permutasi dari partikel. Semua kemungkinan permutasi partikel yang bisa terjadi membentuk suatu grup yang disebut dengan grup simetrik.
2.2
Grup Lie
Grup kontinu memainkan peranan penting dalam fisika. Mereka memilki elemen grup yang tak berhingga, berbeda halnya dengan grup terbatas (finite grup) Grup yang memiliki elemen tak berhingga dibagi menjadi dua jenis : diskrit dan kontinu. Pada jenis yang pertama, elemen grupnya dapat dihitung. Sedangkan jenis yang kedua, elemen grupnya tidak dapat dihitung. Untuk dapat memahami jenis yang kedua, maka perlu dikaitkan dengan grup diskrit, karena yang aljabarnya diketahui dengan baik adalah grup diskrit. Untuk keperluan tersebut maka diperkenalkanlah suatu konsep ruang abstrak (grup manifold), dimana setiap titik a berhubungan tepat dengan satu elemen grup ga a ↔ ga
(2.10)
atau dapat dikatakan bahwa perkalian gc = ga gb akan mendefinisikan suatu fungsi phi dari ruang abstrak, dengan c = φ(a; b)
(2.11)
dengan nilai a, b, c, ... memiliki nilai yang diskrit Suatu grup kontinu dimana elemen-elemen grupnya dapat dilabelkan sebagai suatu kumpulan parameter real terhingga yang secara kontinu bervariasi maka grup tersebut adalah Grup Lie. Ide dasar dari Shopus Lie adalah dengan menganggap suatu transformasi terhingga dapat terjadi dari suatu urutan transformasi yang tak berhingga. Karena adanya transformasi dengang tetangga terdekat, maka grup kontinu dapat dipelajari secara keseluruhan dapat dilakukan dengan menggunakan transformasi infinitesimal, dimana struktur dari seluruh grup dapat ditentukan dengan mempelajari struktur lokal dekat elemen identitas. Maka dapat dituliskan x = f (x0 ; a)
dan 7
x = f (x; 0)
(2.12)
jika terdapat suatu transformasi x + dx = f (x0 ; a + da)
(2.13)
diperkenalkan suatu parameter transformasi δa maka persamaan diatas dapat dituliskan x + dx = f (x; δa) kemudian dapat dituliskan persamaan ∂f (x; a) dx = ∂aσ ∂aσ a=0 akan diperkenalkan suatu notasi baru ∂f (x; a) i uσ (x) = ∂aσ a=0
(2.14)
(2.15)
(2.16)
maka kita dapat menuliskan persamaan (2.15) dengan dxi = uiσ (x)∂aσ
2.2.1
(2.17)
Generator
Generator adalah suatu elemen yang sangat penting dari Grup Lie. Misalnya terdapat suatu fungsi F dari koordinat xi , yang memiliki transformasi infinitesimal xi → xi + dxi akan mengubah F menjadi dF =
∂F i ∂F dx = δaσ uiσ i = δaσ Xσ F i ∂x ∂x
(2.18)
dengan
∂ (2.19) ∂xi parameter inilah yang disebut dengan operator infinitesimal atau generator dari Xσ = uiσ
transformasi grup Generator dari grup memenuhi relasi komutasi sebagai berikut [Xκ , Xδ ] = cτκδ Xτ dengan cτκδ adalah struktur konstan dari grup.
8
(2.20)
2.2.2
Kekompakan(Compactness)
Transformasi infinitesimal yang memparameterisasi elemen grup tetangga dengan elemen identitas merupakan sifat lokal dari grup. Terdapat juga sifat global dari grup yang juga sangat penting adalah kekompakan(compactness). Untuk mengetahui jenis dari Grup Lie berdasarkan sifat ini, maka digunakan teori Heine-Bowel, yang mengatakan bahwa suatu subset dari titik-titik yang berada dalam suatu dimensi ruang Euclidian adalah kompak jika dan hanya jika ini tertutup dan terikat. Suatu himpunan dikatakan terikat jika himpunan tersebut berada dalam suatu bagian terhingga dari suatu ruang. Sehingga dalam ruang Euclidian setiap himpunan yang memiliki daerah terbatas adalah kompak, dan yang memiliki daerah yang tak terbatas adalah tidak kompak. Suatu himpunan titik yang berada dalam suatu interval [a, b] dikatakan tertutup jika dan hanya jika kedua ujung dari inteval (a, b) dapat dicapai. Dengan menggunakan bahasa grup teori suatu grup terhubung (connected grup) berarti bahwa kita dapat mencapai elemen identitas dari grup tersebut dengan menggunakan parameterisasai dari parameter real. Kesimpulannya suatu grup Lie dikatakan kompak jika parameter-parameternya a , a2 , a3 , ..., ar terrentang pada daerah atau interval yang terbatas. Kebanyakan 1
grup dalam fisika adalah grup yang kompak. Suatu grup Lie dikatakan tidak kompak karena grup tersebut memiliki himpunan dari parameter-parameter yang terrentang pada interval yang tak terbatas dan makanya dia tak terikat. Perbedaan sifat grup Lie berdasarkan kompak dan tidak kompaknya ini akan menimbulkan perbedaan teori pada representasi dari kedua grup tersebut. Suatu grup Lie yang kompak akan memiliki sifat yang hampir sama dengan grup terhingga, sehingga representasi dari grup Lie yang kompak akan memiliki representasi yang berdimensi berhingga dan besifat unitary, sedangkan untuk grup Lie yang tidak kompak akan memiliki representasi yang berdimensi tak berhingga dan tidak lagi bersifat unitary.
9
2.3
Grup Dinamis
Grup dinamis berbeda dengan grup simetri dalam hal yang mana mengalami invariant apabila dilakukan suatu transformasi. Jika pada grup simetri yang invariant adalah hamiltonian dari sistemnya, sedangkan pada grup dinamis yang invarian adalah casimir operator dari sistem tersebut. Grup dinamis juga mempunyai aljabar Lie yang disebut dengan spectrum generating algebra atau aljabar dinamis. Suatu aljabar Lie g dapat dikatakan sebagai suatu spektrum generating aljabar untuk suatu hamiltonian H jika H dinyatakan dalam suatu polynomial elemen grup g. Terdapat beberapa keuntungan alasan mengapa digunakan grup dinamis dan aljabar dinamis adalah karena model ini mudah dihitung, dapat menentukan fungsi basis, dan menghitung elemen matriknya. Sifat-sifat fisika suatu sistem dapat ditentukan dengan menggunakan Grup Dinamis G. Sering juga G merupakan grup Lie berdimensi terhingga, yang mana Aljabar Lie dibentuk oleh sekumpulan operator Xi dengan i = 1, 2, . . . , n, = dim(G), yang merupakan generator dari G. Sifat dinamis dari suatu sistem ditentukan dengan menentukan suatu hamiltonian. Hamiltonian tersebut merupakan fungsi X, yang mana hamiltonian tersebut dapat dinyatakan dalam (1)
H(X) = A(0) I + Ai Xi +
1 (2) 1 (3) Aij Xi Xj + Aijk Xi Xj Xk + . . . 2! 3!
(2.21)
Jika suatu sistem memiliki grup simetri H ⊂ G maka hamiltoniannya akan simetri jika dilakukan transformasi dengan menggunakan H. Hamiltonian haruslah merupakan penjumlahan skalar-skalar H dari U (G);yaitu adalah operator yang bertransformasi oleh operator identitas γ e (H) dari H. penentuan skalar H dalam U (G) dapat ditentukan dengan menggunakan algoritma sederhana : 1. Tentukan Γd (G), representasi G yang ada dalam U (G). 2. Tentukan jumlah berapa kali γ e (H) terjadi dalam Γd (G) dengan pembatasan dari G ke H. 3. Operator basis untuk setiap γ e (H) adalah skalar H dalam U (G). Jika suatu subgrup dari grup dinamis memiliki simetri grup di dalamnya (H ⊆ Gi ⊆ G), operator invarian Gi (casimir invariant) adalah skalar H yang berada dalam U (G). 10
Algoritma yang digunakan di dalam perhitungan grup dinamis sangat susah untuk dilakukan dalam kenyataannya, maka diperlukan beberapa penyederhanaan dan pendekatan
2.4
Model ROT(3)
Salah satu keuntungan menyatakan model kollektip dengan menggunakan sukusuku aljabar adalah untuk mendapatkan interpretasi mikroskopiknya. Hal inilah yang tidak dapat dipenuhi oleh model sebelumnya, karena terdapat beberapa parameter yang tidak memiliki gambaran mikroskopiknya. Dalam model phenomonologis permasalahan tersebut dapat diatas dengan mudah, karena parameter yang tidak diketahui diberlakukan sebagai suatu suku yang dapat disesuaikan. Sedangkan untuk mendapatkan gambaran mikroskopisnyan, perlu diketahui fungsi gelombangnya, untuk mengetahui fungsi gelombangnya diperlukan gambaran parameter tersebut sebagai operator. Adapun operator yang membentuk aljabar dari model rot(3) adalah operator momentum angular dan operator quadrupole, yang memenuhi relasi komutasi ˆk, L ˆ 0] = [L k
√
ˆk, Q ˆ 2ν ] = [L
0
0
2(1k, 1k |1k + 1k )L1k+1k0 √ 2(1k, 2ν|2ν + k)Qν+k
ˆ 2ν , Q ˆ 2ν ] = 0 [Q
2.5
(2.22) (2.23) (2.24)
Model SU(3)
Model ini merupakan model nuklir pertama yang dijelaskan dengan aljabar, dan menggunakan grup dinamis. Model SU(3) merupakan salah satu dari tiga model mikroskopik model rotor, dimana yang lainnya adalah model ROT(3) oleh Ui, dan Model SL(3,R) oleh Wiever dan Biedenharn. Sebenarnya spektrum generating aljabarnya dari ketiga model tersebut sama, masing-masing dibentuk oleh operator momemtum angular{Lk ; k = 0, ±1} dan operator quadrupole {Q2ν ; ν = 0, ±1, ±2} dan semua memenuhi relasi komutasi sebagai berikut ˆk, L ˆ 0] = [L k
√
ˆk, Q ˆ 2ν ] = [L
0
0
2(1k, 1k |1k + 1k )L1k+1k0 √ 2(1k, 2ν|2ν + k)Qν+k 11
(2.25) (2.26)
yang membedakan hanyalah relasi komutasi pada √ ˆ 2ν , Q ˆ 2ν ] = 3 3α2 (2µ, 2ν|1µ + ν)Lµ+ν [Q
(2.27)
dimana ˆ 2ν , Q ˆ 2ν ] = 0 [Q
untuk rot(3)
(2.28)
sedangkan √ ˆ 2ν , Q ˆ 2ν ] = 3 3α2 (2µ, 2ν|1µ + ν)Lµ+ν [Q
untuk su(3)
(2.29)
untuk sl(3,r)
(2.30)
sedangkan √ ˆ 2ν , Q ˆ 2ν ] = 3 3α2 (2µ, 2ν|1µ + ν)Lµ+ν [Q
dan juga su(3) bersifat compact, tapi rot(3) dan sl(3,R) bersifat noncompact, hal ini berarti bahwa representasi dari su(3) berdimensi berhingga, sedangkan untuk rot(3) dan sl(3,R) berdimensi tak berhingga. ROT(3) adalah model yang memiliki hubungan paling dekat dengan model phenomonologis, secara prinsip model ini menyediakan suatu mekanisme unuk menggabungkan model rotor phenomonologis dengan fungsi gelombang mikroskopik, sehingga nantinya akan didapat parameter-parameter dari teori mikroskopiknya. Karena ROT(3) bersifat non-compact jadi memiliki dimensi tak berhingga, maka bisa dilakukan pendekatan dengan memotong model perhitungannya menjadi dimensi terhingga. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan proyeksi ROT(3) → SU(3)
2.6
Model U(3)-Phonon
Model U(3)phonon merupakan model aljabar yang juga menggunakan grup dinamis yang sama yang digunakan oleh model Bohr ([HW(6)]U(3)), tapi model ini memiliki representasi yang lebih umum Peredaannya dengan model Bohr adalah pada penggunaan fungsi keadaan dasarnya. Jika pada model Bohr fungsi keadaan dasarnya adalah |0i, maka pada
model U(3) menggunakan |σαi dengan σ adalah bilangan quantum U(3), yang terdiri dari σ = {σ1 , σ2 , σ3 } Fungsi keadaan dasar akan sama dengan nol, jika dikerjakan padanya operator pemusnah alm |σαi = 0 12
(2.31)
Dalam model U(3)-phonon terdapat operator pemusnah dan pencipta monopole (s, s† ), serta juga terdapat operator pemusnah dan pencipta qudropole (d2ν , d†2ν ). Kedua operator tersebut memenuhi relasi komutasi sebagai berikut [s, s† ] = 1
(2.32)
[d2ν , d†2µ ] = δνµ
(2.33)
dan
operator pencipta dan pemusnah quadrupole didefinisikan sebagai berikut r i Bω d†2µ = (ˆ qµ − π ˆµ ) (2.34) 2¯ h Bω r Bω i d2µ = (ˆ qµ + π ˆµ ) (2.35) 2¯ h Bω dengan qˆµ adalah operator koordinat kolektip, dan π ˆµ adalah operator momentum, yang didefinisikan sebagai π ˆµ = −i
qˆµ = qµ ,
∂ ∂qµ
(2.36)
yang memenuhi relasi komutasi [ˆ qµ , π ˆν ] = i¯ hδµν
(2.37)
sedangkan B adalah parameter inertia yang kalau diperhatikan menyerupai suku massa pada osilator harmonik, dan nilai B adalah B=
ρmR05 λ
13
(2.38)
Bab 3 Hasil dan Pembahasan 3.1
Simplektik Grup
Grup Simplektik Sp(3,R) adalah suatu grup non-compact. Kegunaan dari Sp(3,R) sebagai suatu grup dinamik dari kolektip model susah diselidiki dikarenakan berkerja dengan representasi ruang yang memiliki dimensi yang tak berhingga dan juga karena ini merupakan grup yang non-compact. Dalam bentuk sederhana, Model Simplektik adalah suatu model kolektip dengan sembilan derajat kebebasan yang terdiri dari enam vibrasi giant monopolequadrupole ditambah dengan tiga derajat kebebasan vortek spin. Di dalam Model simplektik terdapat model irrotational-flow sebagai suatu submodelnya, berbeda halnya dengan Bohr-Mottelson-Frankfurt yang memiliki lima derajat kebebasan vibrasi quadrupole yang digunakan untuk menjelaskan rotasi dan vibrasi beta dan gamma. Untuk menjelaskan vibrasi beta dan gamma di dalam model simplektik, harus diperhatikan beberapa pita dari berbagai keadaan dan membiarkannya becampur. Model simplektik adalah memiliki kemampuan untuk menghubungkan model penomenologis dengan perhitungan mikroskopik, model simplektik adalah suatu teori yang penting dalam mempelajari Struktur Nuklir, dan juga model ini mampu menjelaskan penomonologis model kolektip secara mikroskopik , hal ini bahkan lebih baik lagi dijelaskan dengan menggunakan Simplectic Shell Model Dengan menggunakan Model Shell Simplectic terdapat banyak keuntungan, diantaranya kita dapat secara kasar memfaktorkan enam derajat kebebasan dari kolektip model dan mendefinisikan ruang intrinsik dari Shell Model tanpa harus memperkenalkan banyak variabel lain,dan juga ini dapat memberikan interpretasi 14
fisika secara lansung sifat-sifat kolektip pada Shell Model, secara khusus ini menjelaskan stuktur dari Shell Model yang disebut dengan vibrasi beta dan gamma dari inti deformasi Seperti diketahui bahwa Simplektik grup memiliki memiliki beberapa operator sebagai elemen grupnya. Yang akan dibahas disini hanya dua operator saja, yaitu X3 dan X4 . Dua operator tersebur disusun oleh generator-generator grup simplektik Aij , Bij , Cij , akan ditentukan relasi komutasi antara kedua operator tersebut apakah keduanya saling ”commute”,hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kedua operator tersebut termasuk dalam ”Complete Set Comuting Operator” [X3 , X4 ] = 0 dengan X3 =
X
(3.1)
Bij Cjk Aki
(3.2)
(αBij Cjk Ckl Ali + βBij Cjk Cil Alk )
(3.3)
ijk
dan X4 =
X ijkl
dengan α dan β adalah konstanta tertentu dan A,B, C adalah Aij =
n X
b†si b†sj
operator peningkat
(3.4)
operator penurun
(3.5)
s=1
Bij =
n X
bsi bsj
s=1
Cij =
1 2
n X
(b†si bsj + bsj b†si )
operator u(3)
(3.6)
s=1
yang mana seperti kita ketahui bahwa b† dan b adalah operator peningkat dan pemusnah yang ada didalam representasi Heisenberg-Weyl serupa dengan yang ada pada osilator harmonik, dimana seperti yang telah diketahui bahwa [xsi , ptj ] = i¯ hδst δij
(3.7)
dari hamiltonian osilator harmonik H=
p2 1 + mω 2 x2 2m 2 15
(3.8)
maka dari persamaan di atas akan didapat operator peningkat b+ dan operator pemusnah b 1 X † ¯ω (bsi bsi + bsi b†si ) (3.9) H0 = h 2 si
maka akan didapat definisi untuk b†si dan bsi r mω † bsi = xsi − 2¯ h r mω bsl = xsi + 2¯ h
ipsi mω ipsi mω
(3.10)
yang mana akan memenuhi relasi komutasi sebagai berikut [bsi , b†tj ] = δst δij
(3.11)
dan dengan menggunakan hasil eksperimen dan grafik percobaan, maka hasil yang didapat dari percobaan tersebut juga menunjukan bahwa hamiltonian tersebut juga dapat dituliskan sebagai H0 = h ¯ ω N0 + 2s† s + 2d†ν dν
(3.12)
dengan d†ν , dν adalah quadropole operator pencipta dan pemusnah. Dengan menggunakan relasi komutasi persamaan (3.11) maka akan didapat persamaan [Akl , Bij ] = −(bsi b†si + δjk bsi b†sl + δil b†sk bsj + δik b†sl bsj )
(3.13)
[Bij , Akl ] = bsi b†si + δjk bsi b†sl + δil b†sk bsj + δik b†sl bsj
(3.14)
[Cij , Blk ] = −(δik Bjl + δil Bjk )
(3.15)
[Blk , Cij ] = δik Bjl + δil Bjk
(3.16)
[Cij , Alk ] = δjl Aik + δjk Ail
(3.17)
[Alk , Cij ] = −(δjl Aik + δjk Ail )
(3.18)
juga untuk
serta
dan
sedangkan untuk
jika dibalik
16
akan ditentukan hubungan antara α dan β dengan menggunakan relasi komutasi X3 dan X4 , dimana relasi komutasinya adalah [X3 , X4 ] = 0
(3.19)
maka apabila relasi komutasi ini diuraikan akan didapatkan X X [X3 , X4 ] = Bij Cjk Aki , (αBmn Cno Cop Apm + βBmn Cno Cmp Apo ) ijk mnop
X X = Bij Cjk Aki , αBmn Cno Cop Apm + Bij Cjk Aki , βBmn Cno Cmp Apo ijk mnop
=
XX ijk mnop
αBij Cjk Aki , Bmn Cno Cop Apm
+βBij Cjk Aki , Bmn Cno Cmp Apo
+ α Bij , Bmn Cno Cop Apm Cjk Aki
+ β Bij , Bmn Cno Cmp Apo Cjk Aki
setelah melalui perhitungan panjang dengan menggunakan hubungan relasi komutasi pada apendiks maka akan didapat [X3 , X4 ] = α {−Bij Bmn Cno Cjk Aoi Akm − Bij Bmn Cno Cjk Aok Aim +Bij Bmn Cno Cop Ajm Api + Bij Bmn Cno Cop Ajp Ami −Bij Cjk Bmn Ani Ckp Apm − Bij Cjk Bmn Ank Cip Apm −Bin Bkm Cno Aki Cop Apm − Bim Bkn Cno Aki Cop Apm +Cnj Bpi Cjk Aki + Bpj Cip Cjk Aki − Bij Cjk δni bsm b†sk † † † +δnk bsm bsi + δmi bsk bsn + δmk bsi bsn Cno Cop Apm +
Bmn Cno Cop (δjm bsi b†sp + δjp bsi b†sm + δim b†sp bsj + δip b†sm bsj )Cjk Aki +
β {−Bij Bmn Cno Cjk Ami Ako − Bij Bmn Cno Cjk Amk Aio +Bij Bmn Cno Cmp Ajo Api + Bij Bmn Cno Cmp Ajp Aoi −Bij Cjk Bmn Ani Cmp Apk − Bij Cjk Bmn Ank Cmp Api
−Bin Bkm Cno Aki Cmp Apo − Bim Bkn Cno Aki Cmp Apo +Cno Bpi Cjk Aki + Bpj Cmp Cjk Aki − Bij Cjk δni bsm b†sk † † † +δnk bsm bsi + δmi bsk bsn + δmk bsi bsn Cno Cmp Apo + Bmn Cno Cmp δjo bsi b†sp + δjp bsi b†so + δio b†sp bsj + δip b†so bsj Cjk Aki (3.21)
untuk hasil yang lebih lengkap dapat dilihat di Appendiks 17
(3.20)
Jika dikerjakan diambil suku kedua dari α dan suku pertama dari β, maka akan didapat −αBij Bmn Cno Cjk Aoi Akm − βBij Bmn Cno Cjk Amk Aio = 0 Bij Bmn Cno Cjk (−αAoi Akm − βAmk Aio ) = 0 −αAoi Akm − βAmk Aio = 0
(3.22)
untuk mempertukarkan indeks suatu operator perlu diketahui apakah operator tersebut bersifat simetri ataukah anti simetri, jika suatu operator bersifat simetri maka Akm = Amk
(3.23)
sedangkan jika suatu operator bersifat anti-simetri maka Akm = −Amk
(3.24)
Jika diperhatikan persamaan diatas, nampaknya dalam penentuan sifat α dan β, tidak perlu diketahui apakah operator tersebut bersifat simetri ataukah antisimetri, karena akan memberikan hasil yang sama, jadi akan didapatkan αAio Amk + βAmk Aio = 0
(3.25)
nah jika diperhatikan lagi, nampak persamaan diatas membutuhkan relasi α = β atau α = −β, tapi karena tidak diketahui sebelumnya relasi mereka berdua, jadi dapat digunakan sifat dari Amk yang bersifat ”comute” dengan Aio , jadi posisinya dapat dipertukarkan, sehingga akan didapat persamaan Aio Amk (α + β) = 0
(3.26)
α = −β
(3.27)
sehingga akan didapat relasi
3.2
Arti Fisis
Setelah diketahui bahwa kedua operator X3 dan X4 ternyata saling ”comute”, perlu diketahui kedua operator tersebut menunjukan apa ? Simplektik grup merupakan rangkaian grup yang bersifat umum, yang dibentuk dari grup-grup lain Sp(3,R) ⊃ U(3) ⊃ U(1) × SU(3) 18
(3.28)
maka dalam menjelaskan model suatu nukleus model ini bersifat lebih umum jika dibanding dengan model-model sebelumnya Untuk mengetahui arti fisisnya, dapat dilakukan dengan dua cara 1. Dengan menggunakan ”Vector Coherent States Theory” 2. Dengan menggunakan representasi kontraksi limit Adapun metode yang akan digunakan disini adalah dengan menggunakan representasi kontraksi limit.
3.2.1
Limit Kontraksi dari Model Simplektik
Bilangan quantum yang melambangkan representasi dari Sp(3,R) adalah N0 (λ0 µ0 ), dimana N0 , λ0 , µ0 adalah bilangan quantum dari U(1)×SU(3) dalam notasi Elliot, yang didefinisikan sebagai N0 = σ1 + σ2 + σ3 λ0 = σ 1 − σ 2 µ0 = σ 2 − σ 3
(3.29)
dan jika diingat kembali bahwa σ adalah bilangan quantum untuk U(3) yang memiliki tiga komponen. Untuk nilai N0 dan λ0 yang besar maka aljabar dari grup simplektik akan berkontraksi menjadi dua kontraksi limit. Kontraksi yang pertama terjadi ketika nilai N0 → ∞, di sini model simplektik akan berkontraksi menjadi model U(3)-
phonon. Sedangkan kontraksi yang kedua terjadi pada saat 2λ0 + µ → ∞, pada limit kontraksi ini model su(3) berkontraksi menjadi model rot(3) sehingga model simplektik akan berkontraksi menjadi model koupel rotor-vibrator. Pada kontraksi pertama (model simplektik menjadi model U(3)-phonon model). Pada saat L = 0(monopole), maka 1 X Ao = √ Aii 6 i
1 X Bo = √ Bii 6 i
1 X Co = √ Cii 6 i
(3.30)
dengan masing-masing persamaan hampir sama dengan persamaan (3.4)-(3.6) kecuali pada indeks nya saja, dan ketiganya memenuhi persamaan 2 [B0 , A0 ] = C0 3 19
(3.31)
dimana operator C0 dapat dianggap memiliki nilai C0 ≡ N0 I + 2ˆ n0 + 2ˆ nd
(3.32)
dengan n ˆ 0 = s† s
dan
n ˆ d = d†2ν d2ν
(3.33)
jika dilakukan sedikit modifikasi pada persamaan (3.31) maka persamaan (3.31) tersebut dapat dituliskan kembali dalam bentuk r r 2 3 3 B0 , A0 = I + (ˆ n0 + n ˆd) (3.34) 2N0 2N0 N0 apabila nilai N0 → ∞ maka nilai relasi komutasi persamaan (3.34), akan menjadi r r 3 3 B0 , A0 = I (3.35) 2N0 2N0 jika diingat kembali pada model U(3)-phonon model terdapat relasi komutasi [s, s† ] = I maka dapat dianggap untuk nilai N0 → ∞, akan didapat r r 2N0 † 2N0 A0 → s, B0 → s 3 3
(3.36)
(3.37)
sedangkan untuk yang quadrupole (L = 2), maka akan didapat hal yang sama, dengan operatornya adalah 1 A20 = √ (2A33 − A11 − A22 ) 12 1 B20 = √ (2B33 − B11 − B22 ) 12 1 C20 = √ (2C33 − C11 − C22 ) 12 dimana relasi komutasi untuk U(3) adalah [d2ν , d†2µ ] = δνµ
(3.38) (3.39) (3.40)
(3.41)
yang akan memenuhi relasi komutasi yang sama [B0 , A0 ] ≡ C0 20
(3.42)
dengan melakukan hal sama seperti diatas, maka akan didapatkan juga untuk N0 → ∞ r r 2N0 † 2N0 d20 , B0 → d20 (3.43) A0 → 3 3 Kontraksi yang dilakukan ini adalah kontraksi orde kenolnya, jika ingin meingkatkan ketelitian lagi dalam perhitungan, maka dapat dilakukan lagi dengan menggunakan teori VCS, dengan mengekspansikan hamiltonian dari sistem yang dimaksud. Sedangkan limit kontraksi yang kedua adalah model simplektik menjadi model kopel rotor-vibrator. Sebenarnya yang berkontraksi disini adalah su(3) menjadi rot(3), karena su(3) adalah subgrup dari sp(3,R) maka model simplektik juga ikut berkontraksi menjadi kopel model rotor-vibrator Seperti diketahui bahwa SU(3) adalah grup yang compact, yang memiliki representasi berdimensi berhingga, berbeda dengan rot(3) model yang bersifat noncompat. Tapi ketika nilai 2λ0 + µ0 → ∞ maka su(3) model akan menjadi model rot(3) ˆ 2ν (operator quadropole) Aljaar SU(3) dibentuk oleh dua operator utama, yaitu Q ˆ k (operator momentum angular). Operator quadropole mimiliki nilai ekspekdan L tasi √ hQ2ν i ∼ Λ (3.44) dengan Λ adalah kasimir ivariant dari grup SU(3), dengan bentuk Λ = 2λ0 + µ0 + 3
(3.45)
maka ketika nilai 2λ0 + µ0 → ∞ maka nilai Λ → ∞, maka jika dilakukan definisi baru operator, dengan bentuk 1
q2ν = Λ− 2 Q2ν
(3.46)
dan dilakukan kembali relasi komutasi maka akan didapatkan ˆ 2ν , Q ˆ 2ν ] [ˆ q2ν , qˆ2ν ] = Λ−1 [Q √ 2 = 3 3α (2µ, 2ν|1µ + ν)Λ−1 Lµ+ν
(3.47)
maka apabila nilai Λ=∞
(3.48)
[ˆ q2ν , qˆ2ν ] = 0
(3.49)
maka relasi komutasi akan menjadi
21
maka akan terjadi kontraksi dari su(3) menjadi rot(3), apabila nilai λ0 → ∞
(3.50)
dengan batasan tersebut SU(3)→ ROT(3) Pada saat terjadi kontraksi pada model simplektik, maka operator X3 dan X4 juga mengalami kontraksi menjadi bentuk baru, namun setelah melalui perhitungan yang mudah, ternyata kedua operator tersebut tetap saling komute satu dengan yang lain.
22
Bab 4 Kesimpulan dan Saran 4.1
Kesimpulan
Grup simplektik memiliki elemen X3 dan X4 , kedua operator tersebut merupakan anggota dari suatu CSCO(Complete Set Comuting Operator). Hal ini diketahui dari relasi komutasi keduanya yang ternyata sama dengan nol, dan apabila suatu operator berada dalam suatu CSCO maka dia akan memiliki nilai eigen yang tidak tergenerasi dan masing masing memiliki fungsi keadaan yang unik. Adapun yang paling penting di sini adalah untuk menunjukan adanya suatu bilangan yang kekal dalam suatu CSCO tersebut. Model simplektik adalah model yang lebih umum dan elegan, karena dengan batasan-batasan tertentu akan dapat berubah menjadi submodel-submodelnya. Untuk memodelkan inti yang berat maka model simplektik akan berkontraksi menjadi dua model, yaitu model u(3)-phonon (ketika N0 → ∞), dan menjadi model kopel rotor-vibrator (ketika nilai λ0 → ∞) X3 dan X4 akan tetap saling komute satu dengan yang lain, meskipun keduanya mengalami kontraksi
4.2
Saran
Untuk meningkatkan ketelitian hasil yang didapat maka perlu digunakan perhitungan yang melibatkan orde yang lebih tinggi lagi
23
Lampiran A Pembuktian Matematis A.1
Relasi komutasi B dan A
Seperti diketahui definisi dari operator A dan B adalah Aij =
n X
b†si b†sj
operator peningkat
(A.1)
operator penurun
(A.2)
s=1
Bij =
n X
bsi bsj
s=1
maka jika dilakukan komutasi pada keduanya akan dihasilkan [Bij , Akl ] =
n X n X
[bsi bsj , b†tk b†tl ]
s=1 t=1
= =
n X n X
bsi [bsj , b†tk b†tl ] + [bsi , b†tk b†tl ]bsj
s=1 t=1 n X n X
bsi b†tk [bsj , b†tl ]
+
(b†tk [bsi , b†tl ]bsj + [bsi , b†tk ]b†tl bsj )
s=1 t=1 n X n X
+
bsi [bsj , b†tk ]b†tl
(A.3)
s=1 t=1
jika digunakan relasi komutasi pada persamaan (3.11) maka akan didapat =
n X n X
s=1 t=1 n X n X
+ =
(δst δjl bsi b†tk + δst δjk bsi b†tl ) (δst δil b†tk bsj + δst δik b†tl bsj )
s=1 t=1 δjl bsi b†sk + δjk bsi b†sl
24
+ δil b†sk bsj + δik b†sl bsj
(A.4)
A.2
Relasi Komutasi C dan B
Telah diketahui definisi untuk operator B, sedangkan definisi untuk operator C adalah n 1X † Cij = (bsi bsj + bsj b†si ) operator u(3) (A.5) 2 s=1 X n n X 1 † † (b bsj + bsj bsi ) , btl btk 2 s=1 si t=1 n n X X 1 † † (b bsj + bsj bsi ) , btl btk 2 s=1 t=1 si n n 1 XX † † b bsj , btl btk + bsj bsi , btl btk 2 s=1 t=1 si n n 1 XX † † b bsj , btl btk + bsi , btl btk bsj 2 s=1 t=1 si † +bsj bsi , btl btk + bsj , btl btk b†si
[Cij , Blk ] = = = =
n n 1 XX † † = btl bsi , btk bsj + bsi , btl btk bsj 2 s=1 t=1 † † +bsj btl bsi , btk + bsj bsi , btl btk
(A.6)
dan dengan menggunakan relasi yang sama akan didapat n
n
1 XX [Cij , Blk ] = − (δst δik btl bsj + δst δil btk bsj + δst δik bsj btl + δst δil bsj btk ) 2 s=1 t=1 1 = − (δik btl btj + δil btk btj + δik btj btl + δil btj btk ) 2 = − (δik btj btl + δil btj btk ) = − (δik Bjl + δil Bjk )
(A.7)
25
A.3
Relasi Komutasi C dan A
Relasi komutasi nya adalah [Cij , Alk ] = = = =
X n n X 1 † † † † (b bsj + bsj bsi ) , btl btk 2 s=1 si t=1 n n 1 XX † † † † (b bsj + bsj bsi ) , btl btk 2 s=1 t=1 si n n 1 XX † † † † † † b bsj , btl btk + bsj bsi , btl btk 2 s=1 t=1 si n n 1 XX † † † bsi bsj , btl btk + bsj , btl btk b†si 2 s=1 t=1 † † † † † +bsj bsi , btl btk + bsj , btl btk b†si
n n 1 XX † † † † † bsi btl bsj , btk + bsi bsj , btl b†tk = 2 s=1 t=1 n n 1 XX † † † † † † + b bsj , btk bsi + bsj , btl btk bsi 2 s=1 t=1 tl
(A.8)
dan dengan menggunakan relasi yang sama akan didapat n
n
1 XX (δst δjk b†si b†tl + δst δjl b†si b†tk + δst δjk b†tl b†si + δst δjl b†tk b†si ) [Cij , Alk ] = 2 s=1 t=1 1 (δjk b†si b†sl + δjl b†si b†sk + δjk b†sl b†si + δjl b†sk b†si ) 2 = δjk Ail + δjl Aik
=
26
(A.9)
A.4
Relasi Komutasi Tambahan
ini adalah relasi komutasi tambahan yang diperlukan dalam perhintungan untuk relasi komutasi tambahan X X XX Cjk Aki , Cop Apm = Cjk Aki , Cop Apm + Cjk , Cop Apm Aki ijk mnop
ijk mnop
=
XX
Cjk Cop Aki , Apm + Cjk
ijk mnop
Aki , Cop Apm
+Cop Cjk , Apm Aki + Cjk , Cop Apm Aki XX = Cjk Aki , Cop Apm + Cop Cjk , Apm Aki ijk mnop
=
XX
ijk mnop
{Cjk (−δpk Aoi − δpi Aok )Apm + Cop (δkp Ajm
+δkm Ajp )Aki } XX = {−δpk Cjk Aoi Apm − δpi Cjk Aok Apm + δkp Cop Ajm Aki ijk mnop
+δkm Cop Ajp Aki }
dan
X X ijk mnop
Bij , Cno Cop
=
XX ijk mnop
=
XX
ijk mnop
(A.10)
Cno Bij , Cop + Bij , Cno Cop
{δoj Cno Bpi + δoi Bpj Cop }
= δoj Cno Bpi + δoi Bpj Cop = Cnj Bpi + Bpj Cip
(A.11)
dan Cjk Aki , Bmn Cno = Cjk Aki , Bmn Cno + Cjk , Bmn Cno Aki = Cjk Bmn Aki , Cno + Aki , Bmn Cno + Cjk , Bmn Cno Aki = {−δok Cjk Bmn Ani − δoi Cjk Bmn Ank }
+{−Cjk (δni bsm b†sk + δnk bsm b†si + δmi b†sk bsn + δmk b†si bsn )Cno }
−{δjn Bkm Cno Aki + δjm Bkn Cno Aki } 27
(A.12)
A.5
Komutasi X3 dan X4
[X3 , X4 ] =
X X
Bij Cjk Aki , (αBmn Cno Cop Apm + βBmn Cno Cmp Apo )
ijk mnop
X X = Bij Cjk Aki , αBmn Cno Cop Apm + Bij Cjk Aki , βBmn Cno Cmp Apo ijk mnop
=
XX ijk mnop
αBij Cjk Aki , Bmn Cno Cop Apm
+βBij Cjk Aki , Bmn Cno Cmp Apo
+ α Bij , Bmn Cno Cop Apm Cjk Aki
+ β Bij , Bmn Cno Cmp Apo Cjk Aki (A.13)
agar lebih sederhana, dikerjakan persuku, dimulai dari suku pertama, tapi yang dikerjakan hanya yang ada dalam relasi komutasi saja XX X X Cjk Aki , Bmn Cno Cop Apm = Bmn Cno Cjk Aki , Cop Apm ijk mnop
ijk mnop
+ Cjk Aki , Bmn Cno Cop Apm XX = Bmn Cno (−δpk Cjk Aoi Apm − δpi Cjk Aok Apm ijk mnop
+δkp Cop Ajm Aki + δkm Cop Ajp Aki ) + XX {−δok Cjk Bmn Ani Cop Apm ijk mnop
−δoi Cjk Bmn Ank Cop Apm } + XXn −Cjk δni bsm b†sk + δnk bsm b†si ijk mnop
o +δmi b†sk bsn + δmk b†si bsn Cno Cop Apm + XX − {δjn Bkm Cno Aki Cop Apm + ijk mnop
δjm Bkn Cno Aki Cop Apm }
28
(A.14)
sedangkan untuk suku yang keduanya adalah X X XX Bij , Bmn Cno Cop Apm = Bmn Bij , Cno Cop Apm ijk mnop
ijk mnop
=
XX
ijk mnop
=
XX
ijk mnop
Bmn
Cno Cop Bij , Apm + Bij , Cno Cop Apm
Bmn Cno Cop δjm bsi b†sp + δjp bsi b†sm + δim b†sp bsj +
XX {δoj Cno Bpi + δoi Bpj Cop } δip b†sm bsj +
(A.15)
ijk mnop
sedangkan untuk relasi komutasi suku ketiga dan keempat memiliki kesamaan dengan suku kedua dan pertama, berbeda hanya pada indeks jadi ini tidak akan susah untuk dilakukan lagi X X XX Cjk Aki , Bmn Cno Cmp Apo = Bmn Cno Cjk Aki , Cmp Apo ijk mnop
ijk mnop
+ Cjk Aki , Bmn Cno Cmp Apo XX = Bmn Cno (−δpk Cjk Ami Apo − δpi Cjk Amk Apo ijk mnop
+δkp Cmp Ajo Aki + δko Cmp Ajp Aki ) + XX {−δok Cjk Bmn Ani Cmp Apo ijk mnop
−δoi Cjk Bmn Ank Cmp Apo } + XXn −Cjk δni bsm b†sk + δnk bsm b†si + δmi b†sk bsn + ijk mnop
o δmk b†si bsn Cno Cmp Apo + XX − {δjn Bkm Cno Aki Cmp Apo + ijk mnop
δjm Bkn Cno Aki Cmp Apo }
29
(A.16)
sedangkan untuk suku terakhirnya adalah X X XX Bij , Bmn Cno Cmp Apo = Bmn Bij , Cno Cmp Apo ijk mnop
ijk mnop
=
XX
ijk mnop
=
XX
ijk mnop
Bmn
Cno Cmp Bij , Apo + Bij , Cno Cmp Apm
Bmn Cno Cmp δjo bsi b†sp + δjp bsi b†so + δio b†sp bsj +
XX {δmj Cno Bpi + δoi Bpj Cmp } δip b†so bsj + ijk mnop
30
(A.17)
[X3 , X4 ] = α
XX
ijk mnop
Bij Bmn Cno (−δpk Cjk Aoi Apm − δpi Cjk Aok Apm + δkp Cop Ajm Aki +
δkm Cop Ajp Aki ) + XX α {−δok Bij Cjk Bmn Ani Cop Apm − δoi Bij Cjk Bmn Ank Cop Apm } + ijk mnop
α
XXn ijk mnop
−Bij Cjk (δni bsm b†sk + δnk bsm b†si + δmi b†sk bsn + δmk b†si bsn )
Cno Cop Apm } + α
XX
ijk mnop
− {δjn Bij Bkm Cno Aki Cop Apm +
δjm Bij Bkn Cno Aki Cop Apm } + XX α Bmn Cno Cop δjm bsi b†sp + δjp bsi b†sm + δim b†sp bsj + δip b†sm bsj Cjk Aki + ijk mnop
α
XX
ijk mnop
β
XX
ijk mnop
{δoj Cno Bpi Cjk Aki + δoi Bpj Cop Cjk Aki } +
Bij Bmn Cno (−δpk Cjk Ami Apo − δpi Cjk Amk Apo
+δkp Cmp Ajo Aki + δko Cmp Ajp Aki ) + XX β {−δok Bij Cjk Bmn Ani Cmp Apo − δoi Bij Cjk Bmn Ank Cmp Apo } + ijk mnop
β
XXn ijk mnop
−Bij Cjk (δni bsm b†sk + δnk bsm b†si + δmi b†sk bsn + δmk b†si bsn )
Cno Cmp Apo } + β
XX
ijk mnop
− {δjn Bij Bkm Cno Aki Cmp Apo +
δjm Bij Bkn Cno Aki Cmp Apo } + XX β Bmn Cno Cmp δjo bsi b†sp + δjp bsi b†so + δio b†sp bsj + δip b†so bsj Cjk Aki + ijk mnop
β
XX
ijk mnop
{δmj Cno Bpi Cjk Aki + δoi Bpj Cmp Cjk Aki }
Alhamdulillah nah sekarang tinggal menghilangkan somasinya untuk menen-
31
(A.18)
tukan nilai α dan β [X3 , X4 ] = α {−δpk Bij Bmn Cno Cjk Aoi Apm − δpi Bij Bmn Cno Cjk Aok Apm + δkp Bij Bmn Cno Cop Ajm Aki + δkm Bij Bmn Cno Cop Ajp Aki − δok Bij Cjk Bmn Ani Cop Apm − δoi Bij Cjk Bmn Ank Cop Apm − δjn Bij Bkm Cno Aki Cop Apm − δjm Bij Bkn Cno Aki Cop Apm + δoj Cno Bpi Cjk Aki + δoi Bpj Cop Cjk Aki −
Bij Cjk (δni bsm b†sk + δnk bsm b†si + δmi b†sk bsn + δmk b†si bsn )Cno Cop Apm + Bmn Cno Cop (δjm bsi b†sp + δjp bsi b†sm + δim b†sp bsj + δip b†sm bsj )Cjk Aki +
β {−δpk Bij Bmn Cno Cjk Ami Apo − δpi Bij Bmn Cno Cjk Amk Apo + δkp Bij Bmn Cno Cmp Ajo Aki + δko Bij Bmn Cno Cmp Ajp Aki − δok Bij Cjk Bmn Ani Cmp Apo − δoi Bij Cjk Bmn Ank Cmp Apo − δjn Bij Bkm Cno Aki Cmp Apo − δjm Bij Bkn Cno Aki Cmp Apo + δmj Cno Bpi Cjk Aki + δoi Bpj Cmp Cjk Aki −
Bij Cjk (δni bsm b†sk + δnk bsm b†si + δmi b†sk bsn + δmk b†si bsn )Cno Cmp Apo + Bmn Cno Cmp δjo bsi b†sp + δjp bsi b†so + δio b†sp bsj + δip b†so bsj Cjk Aki(A.19)
maka [X3 , X4 ] =
X X
Bij Cjk Aki , (αBmn Cno Cop Apm + βBmn Cno Cmp Apo )
ijk mnop
X X = Bij Cjk Aki , αBmn Cno Cop Apm + Bij Cjk Aki , βBmn Cno Cmp Apo ijk mnop
=
XX ijk mnop
αBij Cjk Aki , Bmn Cno Cop Apm
+βBij Cjk Aki , Bmn Cno Cmp Apo
+ α Bij , Bmn Cno Cop Apm Cjk Aki
+ β Bij , Bmn Cno Cmp Apo Cjk Aki (A.20)
setelah melalui perhitungan panjang dengan menggunakan hubungan relasi komu-
32
tasi pada persamaan diatas maka akan didapat [X3 , X4 ] = α {−Bij Bmn Cno Cjk Aoi Akm − Bij Bmn Cno Cjk Aok Aim +Bij Bmn Cno Cop Ajm Api + Bij Bmn Cno Cop Ajp Ami −Bij Cjk Bmn Ani Ckp Apm − Bij Cjk Bmn Ank Cip Apm −Bin Bkm Cno Aki Cop Apm − Bim Bkn Cno Aki Cop Apm +Cnj Bpi Cjk Aki + Bpj Cip Cjk Aki − Bij Cjk δni bsm b†sk +δnk bsm b†si + δmi b†sk bsn + δmk b†si bsn Cno Cop Apm +
Bmn Cno Cop (δjm bsi b†sp + δjp bsi b†sm + δim b†sp bsj + δip b†sm bsj )Cjk Aki +
β {−Bij Bmn Cno Cjk Ami Ako − Bij Bmn Cno Cjk Amk Aio +Bij Bmn Cno Cmp Ajo Api + Bij Bmn Cno Cmp Ajp Aoi −Bij Cjk Bmn Ani Cmp Apk − Bij Cjk Bmn Ank Cmp Api
−Bin Bkm Cno Aki Cmp Apo − Bim Bkn Cno Aki Cmp Apo +Cno Bpi Cjk Aki + Bpj Cmp Cjk Aki − Bij Cjk δni bsm b†sk † † † +δnk bsm bsi + δmi bsk bsn + δmk bsi bsn Cno Cmp Apo + Bmn Cno Cmp δjo bsi b†sp + δjp bsi b†so + δio b†sp bsj + δip b†so bsj Cjk Aki (A.21)
A.6
Beberapa Relasi Komutasi Tambahan
Berikut adalah beberapa hasil komutasi yang lainnya 1 X 1 X [B0 , A0 ] = √ Bii , √ Ajj 6 i 6 j 1 XX = Bii , Ajj 6 i j [Bii , Ajj ] =
n X n X
s=1 t=1 n X n X
+ =
δst δij bsi b†tj
+
δst δij bsi b†tj
(A.22)
(δst δij b†tj bsi + δst δij b†tj bsi )
s=1 t=1 (δij bsi b†sj + δij bsi b†sj
+ δij b†sj bsi + δij b†sj bsi )
= δij (bsi b†sj + bsi b†sj + b†sj bsi + b†sj bsi ) 33
(A.23)
1 X 1 X [B0 , A0 ] = √ Bii , √ Ajj 6 i 6 j 1 XX = Bii , Ajj 6 i j 1 XX = (δij (bsi b†sj + bsi b†sj + b†sj bsi + b†sj bsi )) 6 i j 1 (bsi b†si + bsi b†si + b†si bsi + b†si bsi ) 6 1 † (bsi bsi + bsi b†si ) = 3 =
(A.24)
sedangkan untuk operator Cij Cij = jadi untuk Cii
1X † (b bsj + bsj b†si ) 2 s=1 si
(A.25)
n
1X † (b bsi + bsi b†si ) Cii = 2 s=1 si 1 † (bsi bsi + bsi b†si ) 3 2 C0 = 3
(A.26)
[B0 , A0 ] =
(A.27)
sedangkan untuk yang quadrupole maka 1 A20 = √ (2A33 − A11 − A22 ), 12
1 B20 = √ (2B33 − B11 − B22 ) 12
1 C20 = √ (2C33 − C11 − C22 ) 12 jika dilakukan relasi komutasi
(A.28) (A.29)
[B20 , A20 ] = [(2B33 − B11 − B22 ), (2A33 − A11 − A22 )] = [(2B33 − B11 − B22 ), 2A33 ] − [(2B33 − B11 − B22 ), A11 ] −[(2B33 − B11 − B22 ), A22 ] = [2B33 , 2A33 ] − [B11 , 2A33 ] − [B22 , 2A33 ] − [2B33 , A11 ] −[B11 , A11 ] − [B22 , A11 ] − [2B33 , A22 ] − [B11 , A22 ] −[B22 , A22 ]
(A.30) 34
dengan menggunakan relasi komutasi yang telah ada di atas maka Bij =
n X
bsi bsj
(A.31)
b†tk b†tl
(A.32)
s=1
Akl =
n X t=1
maka relasi komutasinya [B33 , A33 ] =
n n X X
[bs3 bs3 , b†t3 b†t3 ]
s=1 t=1
=
n X n X
(bs3 [bs3 , b†t3 b†t3 ] + [bs3 , b†t3 b†t3 ]bs3 )
s=1 t=1
=
n X n X
(bs3 b†t3 [bs3 , b†t3 ] + bs3 [bs3 , b†t3 ]b†t3 )
s=1 t=1 n X n X
+ = [B33 , A11 ] =
(b†t3 [bs3 , b†t3 ]bs3 + [bs3 , b†t3 ]b†t3 bs3 )
s=1 t=1 bs3 b†s3 + bs3 b†s3 n X n X
+ b†s3 bs3 + b†s3 bs3
(A.33)
[bs3 bs3 , b†t1 b†t1 ]
s=1 t=1
= =
n X n X
s=1 t=1 n X n X
(bs3 [bs3 , b†t1 b†t1 ] + [bs3 , b†t1 b†t1 ]bs3 ) (bs3 b†t1 [bs3 , b†t1 ] + bs3 [bs3 , b†t1 ]b†t1 )
s=1 t=1 n X n X
+
(b†t1 [bs3 , b†t1 ]bs3 + [bs3 , b†t1 ]b†t1 bs3 )
s=1 t=1
= 0
A.7
(A.34)
X3 dan X4 Pada Saat Kontraksi
Jika terjadi kontraksi apa yang terjadi pada operator tersebut. Seperti yang diketahui pada L = 0 operator A, B, C menjadi seperti berikut 1 X 1 X 1 X Aii Bo = √ Bii Co = √ Cii Ao = √ 6 i 6 i 6 i 35
(A.35)
maka operator X3 dan X4 akan menjadi dua operator baru yang bentuk nya menjadi X Xn = Bij [Aij , Bkl ]n−2 Akl (A.36) apakah setelah terjadi kontraksi, kedua operator tersebut akan tetap berada dalam suatu CSCO Untuk L = 0, maka 1 X Ao = √ Aii 6 i
1 X Bo = √ Bii 6 i
1 X Co = √ Cii 6 i
(A.37)
yang masing masing operator memenuhi relasi komutasi [B0 , A0 ] ≡ C0 sedangkan jika diabaikan angka-angka didepannya, maka akan didapat 1 X 1 X Bii , √ Cjj [B0 , C0 ] = √ 6 i 6 j XX = [Bii , Cjj ] i
(A.38)
j
(A.39)
maka akan didapatkan hasil n
n
n
n
1 XX [Bii , Cjj ] = [bsi bsi , (b†tj btj + btj b†tj )] 2 s=1 t=1
1 XX bsi [bsi , (b†tj btj + btj b†tj )] + [bsi , (b†tj btj + btj b†tj )]bsi = 2 s=1 t=1 n n 1 XX † † = bsi [bsi , btj btj ] + [bsi , btj btj ] + 2 s=1 t=1 n n 1 XX [bsi , b†tj btj ] + [bsi , btj b†tj ] bsi 2 s=1 t=1 n n 1 X X n = bsi [bsi , b†tj ]btj + bsi btj [bsi , b†tj ] + 2 s=1 t=1 o (A.40) [bsi , b†tj ]btj bsi + btj [bsi , b†tj ]bsi
36
dengan menggunakan relasi komutasi (3.11) maka akan didapat 1 (bsi bsi + bsi bsi + bsi bsi + bsi bsi ) 2 = 2bsi bsi
[Bii , Cjj ] =
= 2 Bii
(A.41)
sedangkan untuk relasi komutasi n
n
1 XX † [(b bsi + bsi b†si ), b†tj b†tj ] 2 s=1 t=1 si n n 1 XX † [bsi bsi , b†tj b†tj ] + [bsi b†si , b†tj b†tj ] = 2 s=1 t=1 n n 1 X X n † † † † † † = bsi btj [bsi , btj ] + bsi [bsi , btj ]btj + 2 s=1 t=1 o † † † † † † btj [bsi , btj ]bsi + [bsi , btj ]btj bsi
[Cii , Ajj ] =
(A.42)
dengan menggunakan relasi komutasi (3.11), maka akan didapat [Cii , Ajj ] = 2 Ajj
(A.43)
X
(A.44)
selanjutnya operator X3 =
X
B0 C0 A0
dan
X4 =
(αB0 2C0 A0 + βB0 2C0 A0 )
relasi komutasinya setelah di kontraksi adalah [X3 , X4 ] = = =
X
[B0 C0 A0 , (αB0 2C0 A0 + βB0 2C0 A0 )]
X
(2α[B0 C0 A0 , B0 C0 A0 ] + 2β[B0 C0 A0 , B0 C0 A0 ])
X
([B0 C0 A0 , αB0 2C0 A0 ] + [B0 C0 A0 , βB0 2C0 A0 ]) (A.45)
jika kita melihat pada persamaan (3.27) maka persama diatas akan menghasilkan relasi komutasi yang [X3 , X4 ] = 0
37
(A.46)
Daftar Acuan D.J. Rowe, Dynamical Symmetries of Nuclear Collective Models , Prog.Part.Nucl.Phys, Vol 37,pp.256-348,1996. D.J. Rowe, Microscopic Theory of The Nuclear Collective Model, Rep.Prog.Nucl.Phys. 48, 1985 R. Gilmore and J.P.Draayer, Dynamical Grup Chains and Integrity Basis,J. Math. Phys. 26, December 1985 D.J. Rowe , Resolution of Missing Label Problems;a New Prespective on K-matrik Theory, J. Math. Phys. 36, March 1995 Fl.Stancu, Grup Theory in Subnuclear Physics, Oxford,1996. J.P. Elliot and P.G. Dawber, Simmetry in Physics, Great Britain, 1979. M Hamemesh, Group Theory and Its Application to Physical Problems, NewYork,1989 Peter Ring and Peter Schuck, The Nuclear Many Body Problem, NewYork,2000
38