MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 183
Model Pengembangan Pembelajaran Seimbang dalam PBM PAI di Sekolah Menengah Pertama di Kota Jambi Mahyuzar Rahman & Faisyal HM. Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: Artikel ini mengungkap pola asuh yang dikembangkan oleh guru PAI di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota Jambi dalam rangka membina akhlak karimah, pola pengajaran yang seimbang dalam mengembangkan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, dan kualitas pendidikan agama Islam di SMP. Sasaran atau responden untuk data artikel ini adalah 15 sekolah dari 25 sekolah yang ada di Kota Jambi. Selain negeri, beberapa sekolah yang dijadikan sampel berstatus swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SMP di kota Jambi telah mengembangkan pembelajaran seimbang dengan mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kata Kunci: Pembelajarn PAI, model pempelajaran, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pendahuluan Kehidupan dan peradaban manusia di awal milenium ketiga ini mengalami banyak perubahan. Dalam merespons fenomena itu, manusia berpacu mengembangkan pendidikan baik di bidang ilmu sosial, ilmu alam maupun ilmu terapan. Namun bersamaan dengan itu muncul sejumlah krisis politik, ekonomi, sosial, hukum, etnis dan ras. Akibatnya peranan serta efektifitas pendidikan agama di sekolah Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
184 MAHYUZAR RAHMAN & FAISYAL HM.
sebagai pemberi nilai spritual terhadap kesejahteraan masyarakat menjadi dipertanyakan ketika nilai-nilai tersebut ternyata tidak mampu menjawab tantangan yang ada. Dengan asumsi, jika pendidikan agama dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakatpun akan lebih baik. Kenyataannya seolah-olah pendidikan agama dianggap kurang memberikan kontribusi kearah tersebut. Setelah ditelusuri ternyata pendidikan agama menghadapi beberapa kendala, antara lain: waktu yang disediakan hanya dua jam pelajaran dengan muatan materi yang begitu padat dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran lainnya. Menurut pengamatan Ahmad Ludjito, pelaksanaan pendidikan agama di sekolah menghadapi berbagai tantangan. 1 Pertama, kurangnya jam pelajaran yakni hanya 2 jam seminggu, hal lain mengakibatkan PAI di sekolah lebih bersifat pelajaran daripada pendidikan karena lebih menyentuh ranah kognitif dan kurang menyentuh ranah afektif. Kedua, metodologi yang dipakai guru agama lebih merupakan keilmuan (apalagi pendidikan agama lebih dipandang sebagai bidang studi), sehingga sasarannya lebih pada rasio. Ketiga, heterogenitas pengetahuan dasar, penghayatan dan pengalaman agama pada peserta didik juga menambah permasalahan dalam pelaksanaan PBM, ditambah adanya variasi lingkungan keluarga dan pergaulan hidup sehari-hari. Lebih celaka lagi kadang-kadang guru menggunakan pola atau model belajar yang memfokuskan pada guru (teacher-centered learning), tidak memberdayakan siswa. Pola atau model pembelajaran yang memfokuskan pada guru oleh Paulo Freire disebut gaya banking concept education. Konsep ini memandang anak didik sebagai makhluk yang disamakan dengan benda dan gampang diatur, semakin banyak anak didik menyimpan tabungan, semakin kurang mereka mengembangkan kesadaran kritis yang dapat mereka peroleh dari keterlibatan di dunia sebagai pengubah dunia. Konsekwensi pendidikan bergaya banking ini dapat mematikan kreatifitas dan Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 185
menciptakan dikotomi antara manusia dan dunia, anak didik ada dalam dunia, bukan bersama dunia.2 Namun kenyataan antara teori dan praktik terdapat kesenjangan, yang secara teoritis PAI diharapkan dapat meningkatkan moralitas dan kesadaran beragama tapi kenyataannya banyak kita temui siswa SMP yang bertingkah laku kurang sesuai dengan koridor syariat Islam. Masalah moralitas siswa dewasa ini sudah menjadi problem umum, seperti narkoba, minum-minuman keras, pemerkosaan dan sebagainya. Memang tidak adil menimpakan tanggung jawab munculnya kesenjangan antara harapan dan kenyataan itu kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan agama di sekolah bukan satusatunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Apalagi dalam pelaksanaan pendidikan agama tersebut terdapat kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan terus menerus. Kelemahan lain, materi PAI termasuk bahan ajar akhlak, lebih terfokus pada pengayaan pengetahuan (kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap (efektif) serta pembiasaan (psikomotorik), kendala lain adalah kurangnya keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai PAI dalam kehidupan sehari-hari. Ini juga diikuti oleh kelemahan daya guru PAI dalam pengembangan pendekatan dan metode yang lebih variatif untuk mengembangkan ketiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor) dalam PBM PAI. Oleh karena itu perlu dikembangkan pola pembelajaran PAI yang mengembangkan tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam proses belajar mengajar PAI di sekolah menengah pertama (SMP) dalam Kota Jambi. Artikel ini mengkaji apakah PBM PAI di SMP telah mengembangkan tiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor) serta bagaimana model pembelajaran PAI yang mengembangkan tiga ranah tersebut.
Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
186 MAHYUZAR RAHMAN & FAISYAL HM.
Model Pembelajaran PAI di SMP Kota Jambi Data artikel ini diperoleh dari hasil menyebarkan angket kepada 15 Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Kota Jambi. Sebenarnya SMP yang ada di Jambi berjumlah 25 sekolah negeri. Akan tetapi mengingat keterbatasan waktu dan jumlah sekolah yang terlalu besar, maka untuk lokasi atau setting penelitian hanya dipilih 15 sekolah saja. Dari 15 sekolah tersebut dipilih 10 SMP negeri dan 5 SMP swasta. Pada kesempatan ini peneliti hanya menggunakan 15 sekolah dan 15 responden dari guru agama yang mengajar di sekolah tersebut. Sebenarnya tiap sekolah memiliki rata-rata guru agama lebih dari satu dan bahkan ada yang mempunyai empat guru agama. Pada kesempatan ini, peneliti hanya mengambil sampel 1 guru saja tiap sekolah karena berdasarkan jawaban kuisioner yang masuk dari 3 lembar kuisioner yang disampaikan ke masing-masing sekolah, hampir dipastikan bahwa jawaban mereka sama. Diduga, mereka sangat berhati-hati dalam memberikan jawaban karena berhubungan dengan data proses pembelajaran di sekolah mereka. Ke-15 guru Pendidikan Agama Islam dari 15 sekolah yang dijadikan sampel tersebut dianggap telah 75% representatif dan dianggap pula telah mewakili seluruh SMP yang ada di Kota Jambi. Data sekolah serta guru PAI yang menjadi sampel tampak dalam tabel 1 di bawah. Dari 15 angket yang disebar, telah kembali 75%. Angket tersebut berbentuk kuisioner, terdiri dari 23 item pertanyaan seputar metode pengajaran, bentuk pembiasaan dalam tingkah laku, hubungan murid dengan murid dan murid dengan guru, materi Pendidikan Agama Islam yang diajarkan, sarana ibadah dan kegiatan keagamaan yang tersedia, tehnik pengajaran yang mengasah afektif. Adapun bentuk angket yang disebarkan adalah berupa pertanyaan terbuka dan tertutup. Tertutup artinya responden, dalam hal ini guru Pendidikan Agama Islam, telah diarahkan pada jawaban yang tersedia yaitu pilihan ya atau tidak atau positif dan negatif, sedang terbuka maksudnya responden diberi peluang menjelaskan jawaban yang dirasa kurang tepat dengan jawabannya sendiri. Tipe angket juga dikombinasikan dengan pertanyaan yang membutuhkan penjelasan Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 187 NO
Nama Sekolah
Nama Guru PAI
1
SMPN 1 Kota Jam bi
Ubaidilah, S.Ag
2
SMPN 2 Kota Jam bi
Am at Sholeh, S.Pd.I
3
SMPN 3 Kota Jam bi
Asm ah J, S.Pd.I
4
SMPN 5 Kota Jam bi
Musy arofah, S.Ag
5
SMPN 7 Kota Jam bi
Zildawati, S.Pd.I
6
SMPN 8 Kota Jam bi
Dra. Megawati
7
SMPN 1 1 Kota Jam bi
Drs. Ibnu Katsir
8
SMPN 1 3 Kota Jam bi
Dra. Fatim ah
9
SMPN 1 7 Kota Jam bi
Quesioner tdk kembali
1 0 SMPN 1 9 Kota Jam bi
Asniy ati, S.Ag, M.Pd.I
11
SMPS Baiturrahim Kota Jam bi
M.Darwin, s.Pd.I
12
SMPS Ady aksa Kota Jam bi
Quesioner tdk kembali
13
SMPS Islam Al-Falah Kota Jam bi
Drs. Sulaim an
14
SMPS Nurul Falah Kota Jam bi
Quesioner tdk kembali
15
SMPS Muham m adiy ah Kota Jam bi Yusm ida, S.Th.I
Tabel 1. SMP dan guru sampel penelitian. sehingga sebuah statemen yang ada dapat diberikan suatu penjelasan yang lebih rinci untuk lebih memperkuat dan mempertegas jawaban yang telah ada. Contoh untuk item ini adalah “Apakah anak mempraktikkan salat Dhuha?” Jika jawabannya tidak, maka ada tambahan pertanyaan “mengapa”? Jawaban yang mungkin didapat adalah “tidak cukup waktu” atau juga “tidak ada tempat yang layak/ mencukupi”. Berdasarkan hasil angket yang terkumpul, model pengajaran PAI di SMP di Kota Jambi telah mengembangkan pembelajaran seimbang dengan mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Model Pengembangan Kognitif Dalam pengembangan kognitif, ada beberapa hal yang telah Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
188 MAHYUZAR RAHMAN & FAISYAL HM. No
Uraian Kuisioner
Ya
Tidak
1
Apakah guru dalam PBM berusaha memberi pemahaman
2
Apakah metode ceramah y ang digunakan dalam PBM PAI
3,50% 2,50%
3
Apakah siswa diajak memberi penilaian kepada teman (sosiometrik)
3,50% 3,50%
4
Apakah siswa sering diajak merasakan dan memahami penderitaan atau kesedihan y ang diderita orang lain y ang tertimpa musibah
1 0% -
5
Apakah dalam mengajarkan materi akhlak guru berusaha memahamkan pola tingkah laku positif atau negativ e
1 0% -
1 0% -
Tabel 2. Model Pengembangan Kognitif dikembangkan antara lain: guru dalam mengajar 10% berusaha memberi pemahaman, sedangkan pengertian dan analisis belum pernah digunakan. Metode yang digunakan guru agama Islam 3,5% menggunakan metode ceramah, 2,5% guru agama menggunakan metode dialog, dan 0,5% guru menggunakan metode analisis. Dari keterangan tersebut terlihat guru agama tidak biasa menggunakan metode dialog dan analisis, padahal kecakapan analisis adalah merupakan kecakapan yang satu langkah lebih jauh dari metode ceramah dan dialog, karena kecapakan analisis adalah kecakapan yang memisahkan suatu integritas menjadi unsure-unsur atau bagianbagian sehingga jelas hirarkinya. Metode ceramah yang telah digunakan guru tersebut diatas adalah metode yang mengembangkan kognitif. Diki Darmawan (SMP 7) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran agama Islam tentang iman, misalnya, guru mereka lebih banyak bercerita dan sesekali adanya tanya-jawab dan penugasan. Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 189
Hal yang sama juga diamini oleh Ria Marika (SMP 11), Dea Ardarini (SMP 1), Bisma Brewira (SMP 5), Indariana (SMP 17), dan Dara Nabila (SMP 8).3 Tampaknya, untuk materi yang memberikan pengetahuan murni kepada murid/siswa, guru lebih suka mempergunakan metode dan teknik yang mudah dilakukan, yaitu metode lecturing atau metode cermah. Ini tampaknya juga dipengaruhi oleh jumlah siswa dalam kelas yang lebih dari 30 orang.4 Untuk lebih jelas, pengembangan kognitif yang dilakukan guru PAI di SMP dapat dilihat pada tabel 2. Model Pengembangan Afektif Pada proses belajar-mengajar agama di SMP juga telah mengembangkan afeksi siswa, karena 7,5% guru PAI dalam mengajarkan akhlak menggunakan tehnik cerita dengan menceritakan keutamaan akhlak para nabi atau orang shaleh, dan 7,5% guru agama mengajak siswa menghayati fenomena alam untuk mengenalkan Tuhan sebagai pencipta alam. Guru agama juga 7,5% sering mengajak siswa menghayati setiap peristiwa bencana untuk merasakan kesedihan yang diderita saudara di luar propinsi. Di samping metode pengajaran yang mengembangkan afeksi, guru agama juga melakukan pembiasaan sebagai pengembangan afeksi dan untuk meningkatkan penghayatan dan pengayaan spiritual. Untuk mengembangkan afeksi dan membiasakan siswa dalam penghayatan ajaran Islam 6% guru SMP membiasakan siswa salat jamaah di masjid, hal itu dilakukan karena sekitar 6% sekolah di Jambi telah memiliki sarana masjid atau musala sebagai tempat ibadah, dan hanya 0,5% yang tidak melakukan pembiasaan salat jamaah karena tidak adanya masjid/musala di sekolah tersebut. Pembiasaan yang lain sekitar 4,5% guru agama juga membiasakan siswa untuk melakukan salat duha. Ada yang melakukannya setiap pagi ada yang setiap bulan Ramadan. Hanya 2% saja yang tidak melakukan pembiasaan salat dhuha dikarenakan kendala keterbatasan waktu. Begitu pula 7,5% guru agama telah
Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
190 MAHYUZAR RAHMAN & FAISYAL HM. No
Uraian Kuisioner
Ya
Tidak
1
Apakah siswa sering diajak m em baca Quran atau Yasin bersam a-sam a
1 0%
-
2
Apakah pernah diadakah pengajian rutin , m ingguan atau bulanan untuk m engisi rohani siswa
6%
0,50%
3
Apakah siswa diajak m em praktikkan salat jam a’ah
6%
0,50%
4
Apakah siswa dilatih m em praktikkan salat duha sebelum belajar
4 ,50%
2%
5
Apakah siswa dilatih untuk puasa senin-kam is
1 0%
-
6
Apakah siswa diajak berdoa sebelum belajar
1 0%
-
Tabel 3. Model Pengembangan Afektif membiasakan siswa untuk puasa Senin-Kamis. Dari hasil wawancara dengan bebarapa orang siswa, yakni Ilham Taufan (SMP 7), Siti Hazrina (SMP 1), Mutia (SMP 1), dan Alfi (SMP 8), didapat informasi bahwa dalam upaya meningkatkan ranah afektif ini mereka diajarkan untuk melakukan salat wajib dan salat sunat, mengumpulkan sumbangan untuk bencana, salat zuhur berjamaah bagi laki-laki di sekolah (walau juga ada yang tidak ikut dan ada yang salat di rumah sepulang sekolah). Sebagai bentuk tanggung jawab menjalankan perintah agama (implementasi afektif), ketika ditanyakan apakah mereka semua mengerjakan salat, ternyata mereka semua mengerjakan salat. Ketika ditanyakan salat apa yang sering tertinggal, jawaban mereka bermacam-macam. Ada yang sering ketinggalan salat subuh atau salat asar. Salat pertama karena dingin dan telat bangun serta salat kedua karena pulang sore dan tidak sempat salat. Dalam hal yang berhubungan dengan puasa Ramadhan tahun lalu, semua jawaban mereka adalah “kami berpuasa dan tidak Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 191
ada batal”.5 Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa afektif siswa-siswi tersebut berada dalam kategori baik dengan indikator bahwa mereka semua menjalankan, adanya apresiasi terhadap ajaran agama Islam yang mereka anut, walaupun intensitas dan kualitas pelaksanaan setiap orang tampaknya berbeda satu sama lain. Model Pengembangan Psikomotorik Hasil belajar pengembangan afeksi ini merupakan proses internalisasi aktivitas ke internalisasi objek luar diri dan objek dalam diri, sampai ke internalisasi nilai-nilai hidup. Dilihat dari belajar afeksi ini, siswa berturut-turut akan mengalami, mula-mula sadar adanya suatu fenomena, siswa sekadar menerima, selanjutnya siswa berusaha menyimak, mengikuti terjadinya fenomena tersebut dengan perasaannya, dan pada jenjang berikut siswa menanggapi fenomena dengan perasaannya, dan siswa menanggapi fenomena tersebut caranya sendiri. Dari proses afeksi tersebut siswa akan mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam bentuk kehidupan nyata, dalam gerak motorik baik yang karena dibiasakan atau karena telah menjadi kebiasaan hidup. SMP yang ada di Kota Jambi juga telah mengembangkan ranah psikomotorik. Kegiatan yang mengembangkan psikomotorik berupa 7,5% siswa diajak berpartisipasi dalam aktifitas sosial berupa mencari sumbangan untuk kegiatan hari besar Islam dan gotong royong, dan dilibatkan dalam pengumpulan dana tanggap bencana. Dan 2,5% guru agama juga melatih aktivitas pengajian majlis taklim, dan 4% guru tidak melibatkan siswa dalam kegiatan pengajian. Tapi sekitar 7,5% siswa SMP di kota Jambi dilibatkan dalam kepanitiaan hari besar Islam. Wahyu Damayanti (SMP 7) dan Ardi BW (SMP 7) mengatakan bahwa kegiatan keagamaan di sekolah mereka sangat terjaga dengan baik. Musala mereka selalu terisi dengan kegiatan keagamaan. Salat zuhur dan asar selalu dikerjakan di tempat ini. Salat zuhur dan asar
Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
192 MAHYUZAR RAHMAN & FAISYAL HM. No
Uraian Kuisioner
Ya
Tidak
1 0%
-
1 0% 3 Apakah siswa diajarkan berbuat baik dalam hubungan kepada non m uslim 1 0% 4 Apakah siswa dilatih untuk horm at kepada guru dengan m em beri salam ketika bertem u 1 0%
-
1 Apakah siswa dilibatkan dalam kepanitiaan PHBI (peringatan hari besar Islam ) 2 Apakah siswa diajak berpartisipasi dalam aktifitas social seperti gotong roy ong dsb
-
-
Tabel 4. Pengembangan Ranah Psikomotorik dikerjakan dengan berjamaah dan yang menjadi imam adalah teman yang bisa. Kegiatan hari besar Islam dilaksanakan di musala (untuk pertandingan) dan latihan rebana dan lainnya. Sama dengan siswa SMP 7, Thoriq (SMP 17) mengatakan karena musala mereka sangat kecil, maka salat harus bergantian. Musala juga dijadikan tempat latihan kasidah dan PHBI dilakukan di luar sekolah, misalnya di Masjid IAIN STS Jambi.6 Yuristi Finoza (SMP 1) menceritakan bahwa musala mereka telah menjadi masjid dan dipakai untuk salat Jumat. Pesertanya adalah dari lingkungan sekolah serta dari orang luar, terutama dari anggota tentara yang ada di RS Bratanata (DKT).7 Secara keseluruhan, dari wawancara dengan siswa/i SMP di atas, musala mereka memang telah dimanfaatkan untuk menjalankan kegiatan keagamaan dengan baik. Kegiatan lain seperti pengumpulan dana untuk korban bencana, mengadakan perlombaan dalam rangka peringatan hari besar Islam (PHBI), menjadi anggota panitia dalam PHBI tersebut, dan mengikuti kegiatan lainnya terlaksana dengan baik walaupun intensitas dan kualitas dari masing-masing sekolah berbeda satu sama lain. Dari segi toleransi beragama, kehidupan toleransi beragama berjalan dengan baik. Ketika ditanyakan apakah Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 193
ada umat lain dalam kelas yang non-Muslim? Semua menjawab ada. Pelajaran agama lain (Kristen) dilakukan pada Jumat (SMP 7, SMP, 5, SMP 17, SMP 8, SMP 11) saat siswa Muslim belajar PAI. Mereka belajar Pendidikan Agama Kristen di tempat yang telah disediakan. Penganut agama lain di SMP 1 belajar agama Kristen pada Kamis, bukan pada Jumat sebagaimana SMP lain. Hanya satu siswa, Desya (SMP 11), yang menyatakan pernah bertengkar dengan penganut agama lain (Kristen). Ketika ditanyakan penyebab pertengkaran tersebut, dia menyatakan merasa tersinggung pada seorang temannya yang beragama lain tersebut. Ketika ditanyakan apa yang menyebabkan tersinggung, yang bersangkutan tidak mau melanjutkan.8 Akibat dari pengembangan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam pembelajaran PAI di SMP terbukti sikap siswa SMP di Jambi dalam hubungan siswa Muslim dan non muslim, 3,5% bersikap baik sekali, 3,5% baik, dan 0,5% kurang baik. Begitu pula hubungan guru dan siswa, 6% baik sekali dan 4% baik. Sikap hubungan baik guru dan siswa diwujudkan dalam bentuk bersalaman antara guru dan murid. Endang (guru SMPN 7) mengatakan bahwa siswa yang melakukan salat berjamaah akan diberikan reward dengan kenaikan nilai untuk memotivasi mereka menjalankan ibadah keagamaan mereka.9
Model Pengembangan Pembelajaran Seimbang dengan Portofolio Dari hasil penelitian terhadap model pembelajaran siswa SMP di Kota Jambi sebagaimana diuraikan di atas, dapat dibuat format atau sistem pengembangan belajar seimbang yang mengembangkan tiga ranah sekaligus, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan memanfaatkan portofolio. Portofolio adalah lembar kerja siswa dalam melakukan setiap kegiatan yang menyangkut pengembangan tiga ranah tersebut. Portofolio sebenarnya dapat diartikan sebagai wujud benda fisik, Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
194 MAHYUZAR RAHMAN & FAISYAL HM.
sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai ajektif. Sebagai benda fisik portofolio adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumen hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan dalam satu bundel, misalnya hasil tes awal, catatan, piagam, hasil wawancara, dan sebagainya. Sebagai suatu proses paedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat dalam pikiran peserta didik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif). Adapun sebagai suatu adjective, portofolio sering kali disandingkan dengan konsep lain. Jika disandingkan dengan konsep pembelajaran, maka dikenal dengan istilah pembelajaran berbasis portofolio. Manfaat model pembelajaran berbasis portofolio (MPBP) adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan kecakapan atau keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan, seperti terampil berkomunikasi. 2. Menghargai pendapat orang lain, menggunakan sumber informasi. 3. Mengambil keputusan, berempati kepada pihak yang berwenang, bekerja sama dengan orang lain dan tanggung jawab. Jenis-jenis keterampilan tersebut dikenal dengan sebutan soft skill. 4. MPBP menganut prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing). Terdapat tiga potensi yang akan dikembangkan dalam pembelajaran PAI dengan memanfaatkan portofolio, yaitu: 1. Pengembangan kognitif dengan memberikan pelajaran di kelas menggunakan pendekatan kontekstual dan menggunakan metode kombinasi antara ceramaah, dialog, dan analisa serta menugaskan siswa membaca dengan membuat ringkasan atau mengkliping artikel keislaman. 2. Pengembangan potensi spiritual atau afeksi dilakukan dengan menugaskan siswa melakukan berbagai ibadah harian seperti salat jamaah, duha dan puasa Senin-Kamis. Termasuk dalam hal ini membiasakan mereka untuk bersedekah, misalnya dengan sering memberikan bantuan ketika terjadi bencana. Ini bermanfaat Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 195
3.
untuk melunakkan hati. Catatan upaya pembiasaan ini dapat dilakukan dengan membuat catatan dalam bentuk agenda salat dan lainnya. Pengembangan potensi sosial kemasyarakatan dan keagamaan atau pengembangan ranah psikomotorik, yaitu mendorong siswa melakukan kerja individual mengikuti aktivitas sosial dan keagamaan seperti gotong royong, pengajian majelis taklim, menjadi panitia peringatan hari besar Islam, dan panitia pengumpulan tanggap bencana. Semua kegiatan tersebut dibuktikan dengan dokumen yang jelas dan rapi berupa ringkasan dalam setiap kegiatan membaca, catatan atau berita acara untuk kegiatan salat jamaah, dhuha, dan puasa dengan ditandatangani guru atau orangtua, piagam, foto, atau SK kepanitiaan untuk kegiatan sosial keagamaan. Kemudian lembar kerja berupa dokumen tersebut dimasukkan dalam map file portofolio dan dikumpulkan ke guru agama Islam.
Penutup Dari hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, model pengajaran PAI di SMP di Kota Jambi telah mengembangkan pembelajaran seimbang dengan mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada proses belajar mengajar di kelas 7.5% guru agama berusaha memberi pemahaman. Pada proses belajar mengajar agama di SMP juga telah mengembangkan afeksi siswa, dibuktikan dengan 7,5% guru agama dalam mengajarkan akhlak menggunakan teknik cerita dengan menceritakan keutamaan akhlak para nabi atau orang saleh, dan 7,5% guru agama mengajak siswa menghayati fenomena alam untuk mengenalkan Tuhan sebagai pencipta alam. Di SMP di Kota Jambi juga telah dikembangkan ranah psikomotorik. Kegiatan yang mengembangkan psikomotorik berupa 7,5% siswa diajak berpartisipasi dalam aktivitas sosial berupa mencari sumbangan untuk kegiatan hari besar Islam dan gotong royong serta dilibatkan dalam Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
196 MAHYUZAR RAHMAN & FAISYAL HM.
pengumpulan dana tanggap bencana. Kedua, dari hasil penelitian terhadap model pembelajaran siswa SMP di Kota Jambi, dapat dibuat format atau sistem pengembangan belajar seimbang yang mengembangkan tiga ranah sekaligus, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan memanfaatkan portofolio. Portofolio adalah lembar kerja siswa dalam melakukan setiap kegiatan yang menyangkut pengembangan tiga ranah tersebut. Catatan: 1 . Dalam Chatib Thaha, Reformulasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 302. 2 . Paulo Friere, Pendidikan Kaum Tertindas, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 50-56. 3 . Wawancara, 15 Desember 2010. 4 . Wawancara, 15 Desember 2010. 5 . Wawancara, 16 Desember 2010. 6 . Wawancara, 16 Desember 2010. 7 . Wawancara, 16 Desember 2010. 8. Wawancara, 16 Desember 2010. 9 . Wawancara, 20 Desember 2010.
Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012
MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN SEIMBANG 197
DAFTAR PUSTAKA Abrasyi, Athiyah, 1990. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Anonim, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Lingusitik. Yogyakarta: Duta wacana University Press. Friere, Paulo, 1985. Pedagogy of the Oppressed, diterjemah oleh Utomo. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES. Hasan, Chalijah, 1994. Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya: al-Ikhlas. Nasution, Harun, 1996. Islam Rasional. Bandung: Mizan. Singarimbun, Masri, dkk., Pengantar Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES. Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa. Thoha, Chabib, 1996. Reformulasi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Media Akademika, Vol. 27, No. 2, April 2012