MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMASARAN PADA UKM DI PERKOTAAN Zainul Arifin Dosen Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Abstract Marketing competency is important factor for the manager of small business success. Small business in urban area faced various problems to survive their live and their business sustainability. This research was intended to identify the factors influencing marketing competency among managers of small business in urban area, especially at Malang City. Survey and interview technique were implemented among 32 small business managers in Malang City, started April 2007 until July 2007. Data was analyzed by using correlation and descriptive statistics. This research showed that individual quality and supporting business quality need improvement. Furthermore, a number of managers have a medium level of marketing competency, including their cognitive, affective and psycomotoric aspects. The marketing competencies were influenced by individual quality and supporting business quality. It was recommended that the purposes of promoting small business in urban area and the quality of life of managers, learning program that were developed based upon the competency and small business manager problems were required. Keywords: Marketing Competency, Individual Quality, Supporting Business Quality, Small Business Manager. Pendahuluan Sebagian besar program penanggulangan masalah kemiskinan di perkotaan masih terbatas pada upaya charity (pemberian sumbangan), sehingga kurang bisa menyelesaikan permasalahan di tingkat akar rumput, yang terkait dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, khususnya perilaku untuk mandiri. Tingkat kemandirian yang rendah menjadikan mereka tergantung pada program, oleh karena itu penentu Kompetensi pemasaran perlu dikaji sehingga dapat menjadi landasan perumusan pembinaan usaha dan pengembangan program penanggulangan kemiskinan masa depan. Kelompok masyarakat di perkotaan dicirikan dengan masyarakat yang dinamikanya sangat tinggi dan mulai meninggalkan sebagian adat istiadat. Pada sisi lain, masih terdapat kelompok masyarakat miskin yang belum memiliki
kemandirian dan memiliki keterbatasan dalam akses sumberdaya, peluang, pengetahuan dan ketrampilan (Budi, 2005). Menurut Hasibuan (2001) Pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa kelompok-kelompok miskin sukar memanfaatkan peluang dan kualitas sumberdayanya rendah. Secara ekonomis yang tampaknya mendapat konsensus adalah bahwa seseorang atau kelompok miskin karena lack of economic resources. Oleh karena itu dianggap perlu untuk memahami tanggapan, sikap dan perilaku masyarakat miskin oleh pihak peneliti, perencana dan pelaksana program. Kemudian, kelompokkelompok ini pun lazimnya mengalami kelangkaan aksesibilitas kepada sarana, prasarana dan pelayanan. Pemerintah sudah menunjukkan perhatian terhadap kelompok masyarakat miskin, misalnya dengan pemberian bantuan bagi usaha kecil padat karya pada manusia
yang lebih keras harus dilakukan. Jumlah penduduk miskin, secara absolut dan relatif yang terbesar, baik dewasa ini maupun di masa datang akan terdapat di India, yakni sekitar 255 juta jiwa, bukan di negeri Cina. Ini berarti diperkirakan dalam 15 tahun India diharapkan mampu menurunkan jumlah penduduk miskin sekitar 165 juta jiwa. Rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kompetensi pemasaran pengelola UKM di perkotaan? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang menentukan kompetensi pemasaran pada pengelola UKM di perkotaan? Berdasarkan pada pokok masalah dan penjabaran dari tinjauan pustaka di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kompetensi pemasaran pengelola UKM di perkotaan 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan kompetensi pemasaran pada pengelola UKM di perkotaan. 3. Untuk merumuskan model pengembangan kompetensi pemasaran yang relevan untuk pengelola UKM di perkotaan Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif survey korelasional, yaitu penelitian yang menyoroti hubungan antara peubah-peubah penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya. Untuk mengetahui adanya hubungan atau pengaruh akan dilakukan uji statistik sehingga menggunakan pendekatan kuantitatif. Dan untuk menjelaskan substansi hasil uji stitistik digunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Masyarakat Masyarakat Miskin di Kota Malang yang mengelola UKM. Tepatnya di Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Populasi dan sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh pengelola UKM yang menjadi anggota dari Kelompok Swadaya Masyarakat yang ada di
Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang yang berjumlah 115 orang. Jumlah sampel adalah 32 orang yang ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin, dan diambil secara acak kelompok. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Yang pertama kali dilakukan adalah pengujian terhadap hipotesis deduktif. Dari hasil uji hipotesis dilakukan analisis kualitatif dengan pendekatan induktif yakni tidak hanya menyajikan hasil berupa penolakan atau peneriman hipotesis tetapi menjelaskan dan memahami situasi yang ada di lapangan. Analisis kualitatif dilakukan melalui kajian mendalam terhadap : (a) alasan filosofis masyarakat miskin melakukan usaha di bidang saat ini (b) harapan-harapan masyarakat miskin (c) hambatan-hambatan yang dihadapi masyarakat miskin dalam melakukan usaha. Sesuai dengan hipotesis yang diajukan penelitian ini melihat hubungan kausal antara berbagai peubah bebas dan terikat untuk menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan penelitian. Untuk itu dilakukan analisis korelasi Rank Spearman untuk melihat hubungan bivariate dan analisis regresi ganda untuk melihat hubungan multivariat. Pembahasan 1. Faktor Internal Responden Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Masyarakat Masyarakat Miskin yang mengelola UKM di Kota Malang. Tepatnya di Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Kelurahan Tlogomas memiliki kelompok swadaya masyarakat yang merupakan kelompok masyarakat miskin kota yang memiliki keberlanjutan usaha yang signifikan sejak awal pembentukannya. Kota Malang merupakan salah satu kota yang memiliki kelompok masyarakat miskin yang dibina oleh Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan.
Tabel 1. Karakteristik Internal Responden Faktor Internal Responden Umur
Tingkat Pendidikan
Pengalaman Usaha
Motif Usaha
Jumlah tanggungan keluarga
Kategori Muda Dewasa Tua Rendah (s/d 6 tahun / Tamat SD) Menengah (9 tahun / Tamat SMP) Tinggi (12 tahun ke atas /Tamat SMA) Sedikit Sedang Banyak Menguntungkan Membantu ekonomi keluarga Ajakan keluarga, teman, tetangga dll. Tidak ada pilihan lain Sedikit Sedang Banyak
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat penelitian, jumlah responden adalah 32 orang, dengan jenis usaha yang bervariasi, diantaranya adalah Bengkel, Dagang sayuran dan buah, Foto kaki lima, Menjahit, Warung makanan, Katering, Dagang sayuran, Percetakan, Kerajinan kayu, dan Peternakan. Adapaun karakteristik internal responden tercantum pada Tabel 1. Faktor Pendukung Usaha Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa ketersediaan sarana komunikasi adalah tinggi. Sedangkan ketersediaan sarana usaha dan permodalan realtif sedang. Responden tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh peralatan, karena mereka telah memilikinya dalam jangka waktu yang lama. Bahkan sebagian perlatan telah dimilikinya selama puluhan tahun. Namun berdasarkan perkembangannya, peralatan yang dimiliki masih tidak mengalami banyak perkembangan. Namun aspek pendampingan dalam bentuk pelatihan masih rendah. Oleh karena itu dibutuhkan keterlibatan pemerintah untuk melakukan kegiatan pelatihan dan merumuskan kebijakan pemberdayaan kelompok miskin ini. Nilai adat istiadat sangat kental pada kelompok miskin, meskipun mereka tinggal
Individu 0 12 20 9 3 20 5 1 26 9 20 2 1 4 19 9
Persen 0.0 37.5 62.5 28.1 9.4 62.5 15.6 3.1 81.3 28.1 62.5 6.3 3.1 12.5 59.4 28.1
dalam lingkungan perkotaan namun prinsip dan nilai-nilai hidup yang berlandaskan adat istiadat Jawa masih mereka pegang teguh dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam kehidupan berusaha. Deskripsi peubah pendukung usaha tersaji dalam Gambar 1. Hubungan Faktor Internal dengan Kompetensi Pemasaran Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dari kelima variabel dalam pendukung usaha yang terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman usaha, motivasi berusaha, dan tanggungan keluarga, tidak semuanya memiliki hubungan yang signifikan dengan kompetensi pemasaran. Hasil korelasi rank spearman dengan taraf signifikansi 0,10 diringkas dalam Tabel 2. Umur berhubungan nyata dengan aspek kognitif (P =0,076) koefisien korelasi 0,68 dan berhubungan nyata dengan aspek psikomotorik (P =0,011) koefisien korelasi yang sangat kuat 0,95, namun umur tidak berhubungan nyata dengan aspek afektif. Berdasarkan hasil dari wawancara dengan responden, bahwa mereka memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang pemasaran yang berkembang secara bertahap.
Gambar 1. Posisi Faktor Pendukung Usaha 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
89.5 75
75 62.5
62.5
34.375 25
18.75 6.25 Komunikasi
15.625 9.375
12.5 3.125 Sarana
Modal Rendah
Pendidikan formal masyarakat miskin memiliki hubungan yang nyata dengan aspek afektif (P =0,076) koefisien korelasi 0,74, dan berhubungan nyata dengan aspek psikomotorik (P =0,021) koefisien korelasi yang sangat kuat 0,90, namun pendidikan tidak berhubungan nyata dengan aspek kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal penting bagi masyarakat dalam memasarkan hasil usaha. Dalam melakukan pemasaran dasar-dasar pengetahuan yang dimiliki dalam bangku pendidikan akan menentukan tingkat kecepatan, kecermatan dan kemampuannya. Kajian yang dilakukan berbagai pihak membuktikan ternyata tidak terdapat korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dan kapasitas berusaha.
Sedang
Pendampingan
9.375 3.125 Nilai Adat
Tinggi
Sebaliknya justru waktu berwirausaha (entrepreneurial age) merupakan variabel yang dominan. Sehubungan dengan hal ini, kenyataan memang menunjukkan hanya wirausaha kecil yang memiliki pengalaman panjang dalam jenis usaha tertentu yang dapat berhasil sementara orang-orang yang baru masuk kedalam usaha atau selalu berganti-ganti usaha lebih sulit berkembang (Ismawan, 2002). Pengalaman berusaha di bidang wisata bahari berhubungan secara nyata terhadap aspek afektif dengan nilai P=0,02 dan korelasi yang kuat dengan koefisien sebesar 0,89. Semakin tinggi pengalaman berusaha akan mendorong mereka untuk bersikap positif terhadap kegiatan pemasaran.
Tabel 2. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Variabel Faktor Internal dengan Kompetensi pemasaran Faktor Internal Umur Pendidikan Tanggungan Keluarga Pengalaman Usaha Motivasi berusaha
Keterangan Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P
Kompetensi Pemasaran Kognitif Afektif Psikomotorik Y1 Y2 Y3 0.685474 0.153036 0.952317 0.07446 0.25856 0.01101 0.378423 0.747652 0.905487 0.16109 0.05918 0.021856 0.923304 0.136317 0.976203 0.017723 0.269156 0.005492 0.564991 0.897104 0.364127 0.105643 0.0238 0.16592 0.215641 0.170402 0.090403 0.225018 0.24841 0.30429
Hubungan Faktor Pendukung Usaha dengan Kompetensi Pemasaran Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dari kelima variabel dalam pendukung usaha yang terdiri dari alat komunikasi, sarana, modal, intensitas pendampingan, dan nilainilai adat masyarakat, hanya alat komunikasi yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kompetensi pemasaran. Hasil korelasi rank spearman dengan taraf signifikansi 0,10 diringkas dalam Tabel 3. Berdasarkan pada Tabel 3, diketahui bahwa alat komunikasi berhubungan nyata dengan kompetensi kognitif dengan nilai P=0,01 dan koefisien korelasi r=0,41. Alat komunikasi berhubungan secara nyata dengan aspek afektif dengan nilai P=0,04 dan koefisien korelasi r=0,35. Namun itu alat komunikasi tidak berhubungan secara nyata dengan aspek psikomotorik dengan nilai P masing-masing sebesar 0,74. Rendahnya pembinaan dari kunjungan petugas yang dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah maupun LSM untuk melakukan penyuluhan terhadap responden menjadi salah satu penyebab tidak ada hubungan yang signifikan antara kebijakan pemerintah dengan kompetensi responden. Kebijakan pemerintah tidak memiliki hubungan yang nyata dengan aspek kognitif di bidang pemasaran, (P=0,77), aspek afektif (P=0,11), dan psikomotorik responden (P=0,82).
Nilai-nilai adat dan norma yang ada pada masyarakat tidak berhubungan secara nyata dengan aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Tidak ada tingkat kesesuaian nilai-nilai dalam masyarakat dengan kegiatan usaha dengan kompetensi pemasaran. Meskipun mereka melakukan kegiatan ritual, misalnya apabila hendak memulai berjualan harus dilakukan perhitungan hari baik, dan membuat bubur merah atau pengajian bersama dengan para kerabat atau tetangga. Hal itu hanya relevan dengan kemantapan dan ketenangan hati mereka untuk menjalankan tugas, tetapi bukan pada kompetensi pemasarannya. Kompetensi Pemasaran dan Upaya Peningkatannya Pola perilaku setiap orang bisa berbeda-beda tetapi proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni terjadi karena disebabkan, digerakkan dan ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenzweig, 1995). Responden yang mempunyai kompetensi pemasaran bisa dimengerti sebagai orang yang mempunyai kepercayaan diri dalam mengambil keputusan secara bebas dan bijaksana (Karsidi, 1999). Responden yang kompeten akan dapat terlihat dari potensi yang dimiliki dalam berkomunikasi dengan pembeli dan bekerjasama dengan yang lain dalam rangka
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Variabel Pendukung Usaha dengan Kompetensi pemasaran Faktor Internal Alat komunikasi Sarana Modal IntensitasPendampingan Nilai-nilai dan Adat
Keterangan Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P Koefisien Korelasi Nilai P
Kognitif Y1 -0.417709 -0.017369* -0.08273 -0.652625 -0.158659 -0.385769 -0.05285 -0.773893 -0.08892 -0.628432
Kompetensi Pemasaran Afektif Psikomotorik Y2 Y3 -0.356274 0.058908 -0.045346* 0.748777 -0.15823 0.10267 -0.387079 0.576049 -0.20612 0.18623 -0.257727 0.30748 -0.28143 0.039977 -0.118669 0.828024 -0.139753 0.200357 -0.445543 0.271554
Gambar 2. Aspek Kognitif Pemasaran 70
62.5
59.4
60 50 40
34.4
31.3
34.4
34.4
31.3
30 20 6.3
6.3
Pengetahuan Bauran Promosi
Pengetahuan Mutu Pelayanan
10 0
Rendah
Sedang
Pemahaman Teknik Menjual
Tinggi
Gambar 3. Aspek Afektif Pemasaran 80
71.9
71.9
65.6
70 60 50 40 30 20
18.8
18.8
15.6
15.6
12.5
9.4
10 0 Sikap Mengutamakan Kepuasan Konsumen
Sikap Mengutamakan Kualitas Tanggapan terhadap Pelayanan Perkembangan Teknik Menjual Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 4. Aspek Psikomotorik Pemasaran 80
68.8
70
68.8
60
53.1
50 40
31.3
31.3
30 20 10
28.1 18.8
0
0
0 Kecermatan Mempromosikan Produk
Keluwesan Melayani Pelanggan Rendah
memenuhi kebutuhan hidupnya. Aspek kognitif pemasaran pada UKM yang dikelola masyarakat miskin relatif tinggi. Namun masih ada aspek kognitif yang relatif lemah terutama pada aspek pemahaman teknik menjual. Sedangkan aspek afektif atau sikap pada kelompok masyarakat miskin relatif sedang. Responden sudah mulai tertarik
Sedang
Kecepatan Menjual Produk
Tinggi
terhadap cara-cara mengutamakan kualitas pelayanan dan mengutamakan kepuasan konsumen. Selain itu responden juga tanggap terhadap perkembangan teknik menjual. Kondisi yang lebih baik adalah pada aspek psikomotorik. Responden kecermatan mempromosikan produk dan memiliki keluwesan dalam melayani pelanggan.
Namun responden masih banyak yang kurang cepat dalam melakukan penjualan. Responden memiliki kompetensi di bidang pemasaran (kecermatan mempromosikan produk, kecepatan menjual produk, dan keluwesan melayani pelanggan) relatif sedang. Namun masih perlu dilakukan pembinaan agar mereka mampu meningkatkan kompetensi agar mampu meningkatkan pendapatannya. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Masyarakat miskin memiliki potensi berkembang, namun terdapat masalah yang dihadapi terkait dengan kompetensi pemasarannya. 2. Dilihat dari karakteristiknya, usaha kecil yang dikembangkan kelompok masyarakat miskin memiliki jenis usaha yang bervariasi, diantaranya adalah bengkel, dagang sayuran dan buah, foto kaki lima, menjahit, warung makanan, katering, dagang sayuran, percetakan, kerajinan kayu, dan peternakan. 3. Berdasarkan hasil analisis deskriptif sebagian besar pengrajin memiliki kemampuan kognitif dan afektif di bidang permodalan yang tinggi, namun aspek psikomotoriknya reltif sedang. 4. Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa bahwa dari kelima variabel dalam pendukung usaha yang terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman usaha, motivasi berusaha, dan tanggungan keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan kompetensi pemasaran. 5. Pada faktor pendukung usaha, dari kelima variabel dalam pendukung usaha yang terdiri dari alat komunikasi, sarana, modal, intensitas pendampingan, dan nilai-nilai adat masyarakat, hanya alat komunikasi yang memiliki hubungan
yang signifikan dengan kompetensi pemasaran. Saran Sesuai dengan hasil analisis data pada penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat diberikan untuk pengembangan kompetensi masyarakat antara lain: 1. Perlu mengaktifkan keberadaan kelompok swadaya masyarakat sehingga dapat menumbuhkan partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan yang meliputi kegiatan identifikasi permasalahan, penemuan alternatif pemecahan sebagai perwujudan learning process menuju kemandirian pada masa yang akan datang. 2. Perlu dikembangkan lagi fungsi koperasi sebagai penghubung pengrajin dengan pasar, karena selama ini fungsinya masih sebagai toko pengecer saja tetapi belum dimanfaatkan sebagai jaringan komunikasi dan pusat informasi. 3. Pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung terlaksananya program pembinaan baik dari segi pendanaan atau penyuluhannya dengan lebih mengoptimalkan fungsi dinas-dinas yang terkait. Daftar Pustaka Hasibuan, N., 2001, Kemiskinan Struktural Di Indonesia: Menembus Ke Lapisan Bawah, Jakarta: Jurnal Universitas Terbuka, Volume 7.1/ 2001 Ismawan, Bambang, 2002, Masalah UKM dan Peran LSM, Jakarta: www.binaswadaya.org. (23/12/2003). Kast, Fremont E., James E. Rosensweig. 1995. Organisasi dan Manajemen, A. Hasyim Ali (penterjemah), Jakarta, Bumi Aksara. Mar’at. 1982. Sikap Manusia: Perubahan dan Pengukuran, Bandung, Ghalia Indonesia.