Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Kreativitas Calon Guru Fisika Lovy Herayanti dan Habibi Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Mataram Email:
[email protected] Abstract: This study aims to test the effectiveness of problem-based learning model with the inquiry approach to creativity physics teacher candidates. Creativity indicators measured include: 1) fact finding 2) idea finding, dan 3) solution finding. This research is to design experimental research One Group Pretest-Posttest Design. The subjects of this study were students in the Department of Physical Education FPMIPA IKIP Mataram currently attending Basic Physics II. The instrument used in this research is a test of 20 questions. The results showed that each indicator has increased views of the N-gain score that is for fact finding by 64% by the middle category, the idea of finding 71% with high category, and solution finding 62% with moderate category. This suggests that the ability of the students in finding the idea is high than to find facts and find a solution, so it can be concluded that the model of problem-based learning with inquiry-effective approach to enhance the creativity of students. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri terhadap kreativitas calon guru fisika. Indikator kreativitas yang diukur meliputi 1) fact finding 2) idea finding, dan 3) solution finding. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan disain penelitian One Group Pretest-Posttest Design. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa pada Jurusan Pendidikan Fisika di PMIPA IKIP Mataram yang sedang mengikuti perkuliahan Fisika Dasar II. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes sebanyak 20 soal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masing-masing indikator mengalami peningkatan dilihat dari skor N-gain yaitu untuk fact finding sebesar 64% dengan kategori sedang, idea finding 71% dengan kategori tinggi, dan solution finding 62% dengan kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menemukan ide ( idea finding) tergolong tinggi daripada untuk mencari fakta (fact finding) dan menemukan solusi (solution finding), sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri efektif untuk meningkatkan kreativitas mahasiswa. Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Kreativitas
Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya, diantaranya dengan menerbitkan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 (Sanjaya, 2007) menyatakan bahwa: Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
© 2014 LPPM IKIP Mataram
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pembelajaran fisika, khususnya yang berkaitan dengan proses mempersiapkan calon guru perlu dirancang sedemikian rupa dengan model-model pembelajaran inovatif sehingga materi yang diberikan tidak hanya dikuasai dengan baik, tapi juga dapat mentransfer pengetahuan yang telah dipelajarinya pada situasi baru, artinya bahwa mahasiswa harus dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dan dapat
Jurnal Kependidikan 13 (3): 281-287
menolong dirinya dengan menggunakan pengetahuan yang dikuasainya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan mentransfer ini yang menjadi inti dari proses pembelajaran dan membuka kemungkinan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan mahasiswa berdasarkan penguasaan prinsipprinsip umum. Rancangan model pembelajaran fisika yang baik tentunya harus sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika yang ditetapkan pada kurikulum. Dalam kurikulum, tujuan pembelajaran fisika adalah untuk menguasai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode sains yang dilandasi sikap keilmuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Tujuan-tujuan tersebut mengacu pada tiga aspek esensial, yaitu (1) membangun pengetahuan yang berupa penguasaan konsep, hukum, dan teori beserta penerapannya; (2) kemampuan melakukan proses, antara lain pengukuran, percobaan, dan bernalar melalui diskusi; (3) sikap keilmuan, antara lain kecenderungan keilmuan, berpikir kritis, berpikir analitis, perhatian pada masalah sains, penghargaan pada hal-hal yang bersifat sains (Sumaji, 1998). Sebagai matakuliah dasar, fisika dasar tidak hanya mendasari ilmu-ilmu eksakta atau melengkapi matakuliah pokok, tetapi juga memberikan keluasan wawasan keilmuan serta melatih mahasiswa berpikir kritis, objektif, dan rasional. Penguasaan konsep yang baik pada materi fisika dasar akan membantu mahasiswa untuk memahami materi fisika yang lebih tinggi, karena fisika dasar merupakan landasan bagi tingkat-tingkat fisika berikutnya. Selain itu penguasaan konsep yang baik dalam fisika
282
dasar akan membantu membekali calon guru ketika mengajar di sekolah kelak, karena kedalaman dan keluasan materi fisika dasar merupakan kelanjutan dan pemantapan fisika di sekolah menengah. Pentingnya peranan fisika dasar khususnya dalam pembekalan calon guru mengharuskan pengajarnya membuat perencanaan pembelajaran dengan baik sehingga mahasiswa dapat memahami konsep-konsep dasar fisika secara optimal (Gunawan, 2008). Kualitas proses dan hasil belajar fisika di sekolah ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor guru. McDermot (1990) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi rendahnya kinerja pendidikan IPA (termasuk fisika) adalah kurangnya guru-guru yang dipersiapkan dengan baik. Berangkat dari kenyataan ini tampaknya upaya peningkatan kualitas guru melalui pendidikan calon guru harus terus-menerus dilakukan. Model pembelajaran fisika dasar yang selama ini diterapkan di IKIP Mataram belum secara optimal membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan dalam memahami konsep-konsep dasar fisika. Hal ini dpat dilihat dari perolehan rata-rata skor nilai fisika dasar mahasiswa yang masih rendah, seperti rata-rata perolehan nilai fisika dasar pada tahun 2010 sebesar 51,5 dan pada tahun 2011 sebesar 51,80. Selain itu pembelajaran fisika dasar secara konvensional belum memberikan konstribusi yang cukup dalam upaya membekali keterampilanketerampilan berpikir bagi mahasiswa, baik keterampilan generik sains maupun keterampilan berpikir yang lebih tinggi. Salah satu inovasi pembelajaran yang ditawarkan untuk membantu mahasiswa
Lovy Herayanti dan Habibi, Model Pembelajaran Berbasis Masalah
meningkatkan penguasaan konsepnya adalah dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dengan pendekatan inkuiri. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak pembelajaran. Masalah tersebut adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata baik yang ada di dalam buku teks maupun dari sumber lain seperti peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, peristiwa dalam keluarga atau kemasyarakatan untuk belajar tentang berpikir dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, diantaranya 1) siswa akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik, 2) membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru, 3) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, 4) mendorong siswa untuk berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri, 5) memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik, 6) situasi proses belajar menjadi lebih merangsang. Menurut Bruner (dalam Wartono, 2003) penggunaan pendekatan inkuiri memberikan kebaikan-kebaikan diantaranya 1) Pendekatan inkuiri meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini disebabkan karena siswa diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan keteraturan dan hal-hal yang berhubungan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. 2) Karena siswa itu telah berhasil dalam penemuannya, ia memperoleh suatu kepuasan intelektual yang
datang dari dalam. 3) Seorang siswa dapat belajar bagaimana melakukan penemuan, hanya melalui proses melakukan penemuan itu sendiri. 4) Belajar melalui inkuiri memperpanjang proses ingatan atau dengan kata lain, hal-hal yang dipelajari melalui inkuiri lebih lama dapat diingat. Ibrahim dan Nur (2000) menjelaskan bahwa PBM memiliki beberapa karakteristik yakni: (1) pengajuan pertanyaan atau masalah (memahami masalah); (2) fokus pada keterkaitan antar disiplin; (3) penyelidikan autentik; (4) kerja sama; (5) menghasilkan produk atau karya kemudian memamerkannya. Sanjaya (2006) menjelaskan bahwa PBM memiliki tiga ciri utama, yakni: (1) PBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam pembelajaran ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa; (2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran atau masalah merupakan kata kunci dari proses pembelajaran; dan (3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir ilmiah yang dilakukan. Tahapan pengetahuan yang paling baik adalah tahapan proses kreatif yang disarankan oleh Graham Wallas pada tahun 1926 (Oon-Seng Tan : 2009 ). Adapun tahapan ini antara lain yaitu : 1) preparation, 2) incubation, 3) illumination, dan 4) verification. Tahap preparation meliputi klarifikasi dan definisi masalah, review materi yang relevan, pemeriksaan persyaratan untuk solusi masalah, pengumpulan data, dan pemahaman implikasi, dan solusi yang gagal sebelumnya. Tahapan Incubation yaitu itu tahap dimana periode di luar
283
Jurnal Kependidikan 13 (3): 281-287
kesadaran seseorang sebagai refleksi aktif mencari solusi. Tahap ketiga dari Ilumination adalah ketika solusi tiba-tiba muncul pada seseorang. Hal ini mungkin datang berjam-jam setelah kerja keras atau mungkin tidak datang sama sekali. Tahap terakhir adalah verifikasi dari solusi, dimana kelayakan, kemampuan kerja, atau penerimaan dari solusi yang diajukan diperiksa kembali. Tahap ini selalu berurutan, karena beberapa tahap mungkin dilewati atau orang dapat mundur menuju tahap awal. Model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri yang rencananya akan diterapkan dalam penelitian ini diharapkan mampu membantu mahasiswa meningkatkan kreativitas mahasiswa. Kreativitas sebagai salah satu dari multipel intelejensi yang meliputi berbagai macam fungsi asfek kreatif otak yang dapat membantu menjelaskan dan menginterpretasikan konsep-konsep yang abstrak, sehingga memungkinkan mahasiswa untuk mencapai menguasaan yang lebih besar khususnya pada matakuliah fisika yang seringkali sulit dipahami. Kreativitas dari seseorang tentunya memiliki sebuah proses ataupun tahapan yang selanjutnya disebut dengan kreatif. Treffinger dalam Oon-Seng Tan (2009) menggambarkan bahwa proses kreativitas memiliki urutan dari beberapa tahap dimana masalah tersebut akan terpecahkan secara sistematis. Adapun tahapan tersebut adalah 1) Fact finding yaitu mengidentifikasi masalah dan mengumpulkan fakta-fakta yang ada , 2) Idea finding (menemukan ide), dan 3) Solution finding yaitu evaluasi dan implementasi dari ide yang gunakan, Oon-Seng Tan (2009).
284
Herayanti (2009) menyatakan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa calon guru, khususnya pada kemampuan pengamatan tidak langsung dan inferensi logika. Studi terhadap kemampuan berpikir siswa mengungkapkan bahwa keterampilan berpikir tidak berkembang tanpa usaha secara eksplisit dan sengaja ditanamkan dalam pengembangannya (Zohar, 1994). Seorang mahasiswa tidak akan dapat mengembangkan keterampilan berpikirnya dengan baik jika tidak dilatih berpikir secara kritis dalam bidang studi yang dipelajarinya (Meyers, 1986). Dengan demikian, adanya keterampilan generik sains diharapkan dapat menjadi dasar untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen. Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu One Group Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan Fisika Dasar pada Program Studi Pendidikan Fisika di IKIP Mataram pada tahun Akademik 2013/2014. Instrumen yang digunakan adalah tes berbentuk pilihan ganda yang terdiri dari 20 soal. Pengolahan data dilakukan dengan menghitung skor gain ternormalisasi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung
adalah (Cheng, et al, 2004): S post S pre g x 100% S max S pre dengan kategori: tinggi : g > 70 ; sedang : 30 g 70 ; dan rendah : g < 30.
Lovy Herayanti dan Habibi, Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Hasil Penelitian dan Pembahasan Indikator kreativitas yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini meliputi mengidentifikasi masalah (fact finding), menemukan ide (idea finding) dan menemukan solusi (solution finding). Masing-masing indikator dianalisis ketercapaiannya berdasarkan skor N-gain yang diperoleh dari tes awal dan tes akhir. Peningkatan kreativitas mahasiswa dieksplorasi berdasarkan jawaban tes awal dan tes akhir setelah mengikuti pembelajaran. Data penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kreativitas pada setiap indikator dengan persentase yang berbeda. Perbandingan peningkatan kreativitas untuk setiap indikator ditampilkan pada Gambar 1 berikut. Tabel 1. Hasil Tes Kreatifitas Mahasiswa Rata-rata Rata-rata Indikator Tes Awal Tes Akhir Kreativitas Jmlh % Jmlh % % 1 16 46 29 81 64 2 18 49 31 85 71 3 22 62 31 86 62
75 N-gain
70 65 60 55
1
2
3
Gambar I. Indikator Kreativitas
Keterangan:
fact finding
Idea finding Solution finding
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa rata-rata skor nilai mahasiswa yang menjawab benar untuk setiap indikator kreativitas masing-masing terlihat pada tabel diatas. Skor tertinggi mahasiswa yang menjawab benar pada tes awal dapat dilihat pada indikator solution finding sebesar 62%. Sedangkan pada tes akhir jumlah rata-rata mahasiswa yang menjawab benar pada setiap indikator mengalami peningkatan baik indikator fact finding, idea finding maupun solution finding. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh model pembelajaran terhadap kerativitas mahasiswa di kelas. Skor gain yang ditunjukkan pada masing-masing indikator baik indikator pertama maupun indikator ketiga masingmasing 64 % dan 62 % dengan kategori sedang, dan pada indikator kedua sebesar 71 % dengan kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan maha-siswa dalam menemukan ide (idea finding) tergolong tinggi daripada mengidentifikasi masalah (fact finding) dan menemukan solusi (solution finding). Secara umum mahasiswa memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran fisika berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri. Sebagian besar mahasiswa setuju bahwa pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri mempengaruhi motivasi belajarnya termasuk dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Selain itu, model pembelajaran ini juga
285
Jurnal Kependidikan 13 (3): 281-287
dapat meningkatkan keterampilan berpikir pada konsep getaran dan gelombang, serta mendorong mahasiswa untuk berani bertanya. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa. Pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran ini juga memberikan penguatan tersendiri, karena pembelajaran berbasis masalah termasuk model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dalam model ini mahasiswa dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari dan dari mana informasi itu harus diperoleh di bawah bimbingan pengajar. Bimbingan dosen yang dilakukan secara berulang-ulang akan mendorong dan mengarahkan mahasiswa mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, serta belajar menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri dalam kehidupan kelas (Ibrahim, M. dan Nur, M., 2004). Hal ini juga sesuai dengan pendapat Duch, B. J. (1996) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah yang menghubungkan konten dengan aplikasi dunia nyata membantu siswa belajar tentang sains dan dapat menerapkan pengetahuan yang sesuai. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa. Namun, pembelajaran berbasis masalah diterapkan untuk mengembangkan keterampilan berpikir, pengetahuan, keterampilan pemecahan masalah dan keterampilan intelektual mahasiswa, belajar pada pengalaman nyata, dan mengembangkan keterampilan belajar pengarahan sendiri yang efektif (Barrows, 1996).
286
Simpulan Peningkatan kreativiatas mahasiswa yang diukur dalam penelelitian ini terdiri dari tiga indikator, yaitu mengidentifikasi masalah (fact finding), menemukan ide (idea finding) dan menemukan solusi (solution finding). Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh skor tertinggi mahasiswa yang menjawab benar pada tes awal dapat dilihat pada indikator solution finding sebesar 62%. Sedangkan pada tes akhir jumlah rata-rata mahasiswa yang menjawab benar pada setiap indikator mengalami peningkatan baik indikator fact finding, idea finding maupun solution finding. Skor gain yang ditunjukkan pada masing-masing indikator baik indikator pertama maupun indikator ketiga masingmasing 64 % dan 62 % dengan kategori sedang, dan pada indikator kedua sebesar 71 % dengan kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menemukan ide (idea finding) tergolong tinggi daripada mengidentifikasi masalah (fact finding) dan menemukan solusi (solution finding). Dosen dan mahasiswa memberikan tanggapan positif terhadap model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri pada materi getaran dan gelombang. Model pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh positif dalam upaya meningkatkan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri efektif dalam mendukung pembelajaran fisika dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir bagi calon guru.
Lovy Herayanti dan Habibi, Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Daftar Pustaka Barrows, H.S dan Tamblyn, R.M. (1980). Problem Based Learning: an Approach to Medical Education. New York: Springer Publishing Company, Inc. Cheng, K., dkk. (2004). “Using Online Homeworks Systems Enhances Student. Learning of Physics Concept in an Introductory Physics Course”. American Journal of Physics. 72 (11) 1447-1453. Gunawan. (2008). “Model Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Calon Guru Pada Materi Elastisitas”. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. Vol. 2 No. 1 Herayanti, Lovy. (2009). “Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa Pada Materi Listrik Statis”. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. Vol. 3 No. 2.
Ibrahim, M dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press. McDermott. (1990). “A Perspective on Teacher Preparation in Physics and Other Sciences”. American Journal of Physics. Vol 58 No.8 Meyers, C. (1986). Teaching Students Think Critically. London : Jossey-Bass Publishers. Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sumaji, dkk., (1998). Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius. Tan,Ong-Seng. (2009). Problem-based Learning and Creativity. Singapore: Cengage Learning Asia Pte. Ltd. Zohar, A., (1994). “The Effect of Biology Critical Thinking Project in The Development of Critical thinking”. Journal of Research in Science Teaching 31 (2): 163-196.
287