MODEL KOMUNIKASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBANGUN KESADARAN MASYARAKAT PASCA KONFLIK DI KABUPATEN SIGI Dr. Hamlan Hi. AB. Andi Malla, M.Ag Abstrak Model pendidikan Islam merupakan aspek yang dapat menunjang dalam memberikan penyadaran kepada masyarakat yang konflik sebagai upaya menghadirkan toleransi dan hormonisasi kehidupan masyarakat. konflik masyarakat yang terjadi di Kabupaten Sigi dilatari oleh selain kurangnya kesadaran dalam bidang akhlak, seperti kenakalan remaja, tidak memberikan penghormatan kepada orang tua dan tokoh agama dan tokoh masyarakat juga disebabkan oleh tertutupnya komunikasi karena karena menglaim kebenaran pada pihaknya masing-masing kelompok yang konflik. Oleh karena itu dibutuhkan saluran komunikasi pendidikan Islam yang dilandasi oleh nilai tauhidik dan humanis dalam model linear, model interaksional, dan model transaksional. Kata Kunci; Komunikasi Pendidikan Islam, Konflik dan Kesadaran Masyarakat Kabupaten Sigi A. Pendahuluan Kabupaten Sigi yang letaknya sebelah selatan Kota Palu memiliki etnis yang beragam, suku kaili, bugis, kulawi, da’a, jawa, dll. Dalam kondisi masyarakat multi etnis tersebut, suasana kehidupan masyarakatnya pada etnis yang berbeda cenderung aman dan damai, namun pada tatanan kehidupan masyarakat pada etnis yang sama, memiliki akar sosial budaya, religi dan afiliasi keagamaan yang sama, yaitu sesama masyarakat kaili selalu terjadi konflik antar sesama mereka. Oleh karena itu, konflik yang terjadi Kabupaten Sigi yang berlangsung sejak tahun 2012 sampai diakhir tahun 2013 menunjukkan konflik-kekerasan yang tidak biasa terjadi di temapat lain, karena konflik sosial komunal yang berlangsung akhir-akhir ini terjadi pada tatanan sosial dan budaya serta ekonomi yang sama dan
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
faktor-faktor pembedanya relatif lebih kecil, jika dibandingkan dengan faktor-faktor kesamaannya. Konflik di Kabupaten Sigi merupakan konflik yang anomali (tidak biasa). Anomali karena konflik di Kabupaten Sigi, sulit dipahami dari perspektif ikatan homogenitas (Sosial dan Budaya), sebab massa yang berkonflik adalah warga yang memiliki identitas komunal yang sama,1 diantaranya: a. Sama-sama beragama Islam afiliasi organisasi keagamaan Alkhairat; b. Sama-sama berlatar belakang Suku Kaili dan dialeg bahasa Kaili yang sama yakni ledo Vs ledo, Rai Vs Rai, Ija Vs Ija, Ado Vs Ado dan lain sebaginya; c. Sama-sama masyarakat petani yang hidup dari komoditi pertanian padi sawah dan kelapa; d. Bahwa warga yang berkonflik masih terikat dalam ikatan keluarga dan kerabat yang dekat.2 Hal yang sama dikemukakan oleh Budi, salah seorang warga desa Dolo bahwa konflik di Kabupaten Sigi terjadi antara sesama warga yang bertentangga desa, bertetangga rumah, masih dalam ikatan keluarga dan kerabat yang sama, faktor penyebabnya sangat beragam.3 Salah satu penyebabnya adalah hilangnya etika dan nilainilai hidup yang didasarkan pada nilai kultural dan nilai ajaran agama yang selama ini menjadi pijakan dalam tata pergaulan dan antar sesama mereka, terutama pola hidup kebersamaan, kekeluargaan dan persaudaraan. Memudarnya nilai-nilai tersebut terutama dalam kehidupan generasi muda menjadi faktor pemicu terjadinya konflik kekerasan di Kabupaten Sigi.4 Konflik- kekerasan yang terjadi di Kabupaten Sigi jika ditelaah dari berbagai perspektif teori konflik (Politik, agama, idiologi, sumber daya, Etnisitas, Ekonomi dan lain sebagainya) menunjukkan sesuatu yang anomali, karena warga (desa) yang berkonflik cenderung homogen baik dari kesamaan agama, etnisitas 1
Muhammad Marzuki, P4K Universitas Tadulako, tahun 2013, h. 1 Muhammad Marzuk i, ibid, h. 2. 3 Budi, Tokoh Masyarakat Dolo Induk “Wawancara” di Dolo tanggal 4 Agustus 2013 4 Budi, Tokoh Masyarakat Dolo Induk “Wawancara” di Dolo tanggal 4 Agustus 2013 2
172
Hamlan: Model Komunikasi …
maupun dimensi sosial ekonomi lainnya. Kecenderungan anomali sosial ini menunjukkan perlunya suatu pendekatan manajemen konflik dan pendekatan komunikasi humanistik yang lebih konprehensif, sehingga konflik-kekerasan yang berlangsung akhirakhir ini tidak menjadi epidemi yang menular menjadi virus yang sulit untuk dikelola.5 Oleh karena itu, banyak pendekatan dalam menangani konflik sosial di masyarakat dalam rangka memberikan penyadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hubungan harmonisasi kemanusiaan. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah melalui pemahaman ajaran agama dengan menggunakan sarana komunikasi pendidikan dalam menyosialisasikan nilai toleran, multikulturalis dan multibudaya dalam perspektif pendidikan Islam. Pendidikan Islam merupakan bidang keilmuan yang menekankan pada perspektif ajaran Islam dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi serta pandangan para tokoh pendidikan Islam, pada prinsipnya bertujuan untuk menjadikan umat manusia menjadi seorang Muslim yang taat dalam menjalankan ajaran agamanya berdasasrkan nilainilai tauhid dan nilai kemanusiaan yang diyakini dan dilaksanakan oleh umatnya dalam kehidupan mereka. H.M. Arifin mengemukakan pendidikan Islam suatu proses yang terarah dalam mengarahkan manusia kepada titik optimal dalam mencapai pembentukan kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial, sebagai hamba Allah Swt., yang mengabdikan diri kepada-Nya. 6 Dalam perspektif pedagogis, manusia adalah makhluk belajar sepanjang hayat melalui proses yang didasari oleh nilai-nilai Islam. Proses belajar yang Islam ini berlangsung secara dialogis kepada tuntunan Tuhannya dan tuntunan perubahan sosialnya sehingga berkecenderungan ke arah pola hidup harmonis yang dilandasi oleh sistem keseimbangan kehidupan sosial dan kehidupan hidup dunia dan akhirat sejalan dengan tugas pokok manusia sebagai hamba dan khlaifah Allah Swt.7 Oleh karena itu, pendidikan Islam yang berkaitan dengan dimensi sosiologis yaitu hubungan kemanuasiaan antara satu etnis 5
Muhammad Marzuki, Ibid, h. 3 H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam h.11 7 H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 113 6
173
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
dengan etnis lainnya agar tercipta suasana kedamaian, ketenangan, persatuan yang dibingkai oleh semangat ajaran Islam seperti yang disinyalir oleh firman Allah surat al-Hujurat.8 Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan ilmu yang berdimensi ketuhanan dan kemanusiaan dalam rangka mengukuhkan suatu tatanan sosial yang terintegrasi antara satu suku dengan suku lainnya, antara satu agama dengan agama lainnya, antara satu budaya dengan budaya lainnya, sehingga tercipta suasana hubungan kemanuasiaan yang harmonis berdasarkan nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan demikian, seseorang yang telah memiliki pendidikan agama yang diperoleh melalui pelaksanaan pendidikan Islam yang baik pasti memiliki kepribadian yang baik pula, sehingga ia dapat menjaga harmonisasi kehidupan dengan manusia lainya meskipun berbeda letak georafis, berbeda suku, bangsa dan agamanya. Bertolak dari uraian tersebut, tulisan ini mendeskripsikan dan menemukan model komunikasi pendidikan Islam dalam upaya membangun kesadaran masyarakat pasca konflik masyarakat di Kabupaten Sigi. B. Landasan Teoritis Muhammad Marzuki menyebutkan bahwa konflik kekerasan yang terjadi merupakan rangkaian proses-proses sosial yang berlangsung di tengah-tengah arus globalisasi dan perubahan yang didorong oleh aktivitas pembangunan sebagai bagian dari prosesproses sosial. Dalam banyak kasus konflik sosial tidak berlangsung secara tiba-tiba, berbagai konflik kekerasan yang terjadi dalam skala konflik yang berbasis pada masyarakat desa yang berbeda dan kedalaman konfliknya telah menggunakan mobilisasi sosial dan peralatan perang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di Kabupaten Sigi bersifat konstruktif dan organized. Akar konfliknya adalah pada aspek historis dan kewilayahan, transformasi romantisme kekerasan, penegakkan hukum yang 8
Terjemahan dari firman Allah surah al-Hujurat ayat 13 yaitu: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mengenal. Al-qur’an dan terjemahannya, h. 847 174
Hamlan: Model Komunikasi …
rendah, lapangan kerja dan angkatan kerja, bias dan distorsi informasi.9 Pandangan Marzuki tersebut, merupakan kajian yang bersifat sosio antropologis untuk mengetahui akar permasalahan terjadinya konflik untuk sosialisasi dan rekonsiliasi bagi mereka yang berkonflik. Tulisan ini juga menggunakan teori komunikasi pendidikan dalam memahami konflik masyarakat yang terjadi pada kelompok masyarakat antar desa di Kabupaten Sigi. Konflik masyarakat merupakan konflik komunal yang berhadapan antara in-group dan out-group yang masing-masing kelompok masyarakat berhadaphadapan saling meningkatkan kesadaran kelompoknya (in-group) untuk berhadapan dengan kelompok lainnya (out group). Situasi ini sebagai pemicu terjadi konflik karena tertutupnya komunikasi antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Masing-masing kelompok mengklaim kelompoknya yang paling benar dan menyalahkan kelompok lainya sehingga menimbulkan sentimen antar kelompok di lingkungan masyarakat. Kondisi masyarakat yang demikian, membutuhkan komunikasi yang efektif sebagai saluran kepentingan kelompok satu dengan lainnya agar terjadi pemahaman yang sama atas berbagai kepentingan diantara mereka. Salah satu bentuk komunikasi yang dapat diterapkan pada masyarakat Sigi pasca konflik adalah model komunikasi pendidikan Islam. Komunikasi pendidikan Islam merupakan formulasi bentuk pendidikan masyarakat sebagai salah satu pendekatan dalam penanganan konflik untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat terhadap akibat kerugian yang ditimbulkan oleh konflik. Selain itu, dapat memberikan penyadaran bahwa ajaran Islam sebagai perekat dalam membangun hubungan persaudaraan sesama mereka. Adapun model komunikasi pendidikan terbagi dalam tiga model tahapan komunikasi yaitu; model linear, model interaksional, dan model transaksional. Teori ini dikemukakan oleh Mulyana sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Khairil et.al; Model komunikasi linear yaitu komunikasi dalam tindakan satu arah yaitu dari seseorang kepada orang lain, baik secara langsung tatap muka ataupun melalui media. Model komunikasi sebagai interaksi yaitu menyetarakan komunikasi dengan proses sebab akibat atau aksi 9
Muhammad Marzuki, P4K Universitas Tadulako, 2013, h. 4 175
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
reaksi yang arahnya bergantian atau unpan balik (feed back). Model komunikasi sebagai trasaksi yaitu komunikasi marupakan proses personal karena makna atau pemahaman yang diperoleh pada dasarnya bersifat pribadi. Proses komunikasi ini menekankan pada semua perilaku adalah komunikasi dan masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi memiliki kontent pesan yang dibawanya dan saling bertukar dalam transaksi.10 Model komunikasi tersebut menjadi salah satu teknik yang digunakan dalam melaksanakan pembelajaran baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat pada umumnya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya nilai-nilai persaudaraan dan solidaritas sosial yang dapat berimplikasi terwujudnya harmonisasi dan perdamaian masyarakat yang berkonflik di Kabupaten Sigi. C. Urgensi Komunikasi Pendidikan Islam Pendidikan Islam merupakan bidang ilmu dalam Islam yang telah banyak mendapat perhatian dan kajian para tokoh-tokoh pendidikan. Kajian tentang pendidikan Islam yang dilakukan oleh para tokoh pendidikan dengan menggunakan pendekatan ilmu pendidikan, psikologi, sosiologi, teologi dan lainya. H.M. Arifin mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk kehidupannya sesuai cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan kata lain bahwa manusia yang mendapatkan pendidikan Islam memiliki kemampuan untuk hidup dalam lingkungan masyarakat dengan kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran Islam.11 Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan Islam memegang peranan penting dan menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya.12 Dengan demikian, pendidikan sebagai proses dalam melestarikan, mengahasilkan dan mentranferkan nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat kepada 10
Muhammad Khairil et.al. Model Komunikasi Pendidikan berbasis agama dan multibudaya bagi Anak Remaja Usia Sekolah tingkat SLTA di Kabupatan Poso, h. 61-62 11 H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 7 12 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, h. 8 176
Hamlan: Model Komunikasi …
generaasi penerus serta dapat menjadikan pendidikan Islam sebagai sarana untuk mengembangkan, mengalihkan, dan menginternalisasi nilai dan cita-cita hidup yang islami sehingga nilai-nilai tersebut dapat berfungsi dan berkembang dalam memberikan pembinaan, pembimbingan dalam kihidupan masyarakat sesuai konteks zamannya. Pendidikan Islam memberikan penyadaran kepada manusia bahwa manusia adalah sebagai hamba dan sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain manusia dapat memahami bahwa dirinya memiliki tanggung jawab sebagai pribadi dan tanggung jawab sosial yang selalu dimintai pertanggungjawabnya di sisi Tuhannya. Dalam hubungan tanggung jawab sosial, manusia dalam hidup bertentangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjalin komunikasi dan hubungan yang harmonis antar sesama manusia didasarkan kepada nilai-nilai Ilahiyah. Bentuk komunikasi hubungan manusia sebagai makhluk sosial senantiasa dapat menyadari apapun yang dikerjakannya selalu mempertimbangka nilai ketuhanan dan kemanusiaan secara bersamaan yan didasarkan kepada nilai-nilai Ilahiyah. Oleh sebab itu, H.Jalaluddin dalam buku Teologi Pendidikan menjelaskan bahwa hubungan sosial antar manusia tidak hanya terbatas pada bidang ilmu ekonomi, perdagangan, tetapi juga berkaiatan dengan bidang hukum dalam hal tatakrama dalam pergaulan kehidupan sosial masyarakat serta bidang lainya seperti olahraga, kesenian, budaya, teknik dan lainya yang dipahami dan diintegralkan pada kehidupan sehari-sehari dalam membangun peradaban Islam yang maju dan anggul. Makin tinggi peradaban manusia, maka semakin kompleks bentuk hubungan yang dapat dijalin dan kerjasama.13 Demikian pula dikemukakan dalam psikologi pendidikan, dikenal dengan Bihavioristik dan Psikologi Humanistik. Dua aliran psikologi tersebut mengkaji tentang prilaku manusia dengan pendekatan berbeda. Aliran Bihavioristik yang dipolopori oleh John Broadus Watson memandang bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang digerakkan oleh lingkungan sosialnya (homo mechanicus). Aliran Psikologi Humanistik melihat manusia sebagai 13
H.Jalaluddin, Teologi Penidikan, (Jakarta; Raja Grafindo Persada 2003,
h. 61 177
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dalam lingkungannya (homo ludens).14 Pada aliran bihavioritik memandang bahwa manusia digerakkan oleh lingkungan sosialnya. Semua tingkah laku manusia bisa ditelusuri asalnya dari bentuk refleks-refleks yang merupakan elemen tingkah laku, faktor pembawaan dan bakat tidak mempunyai peranan sama sekali, maka pendidikan lah yang berperan membentuk pribadi manusia. Oleh karena itu, pendidik dengan sesuka hati bisa memengaruhi refleks-refleks anak didiknya dalam membentuk perilaku dan kebiasaannya.15 Dua aliran tersebut adalah sangat penting untuk dijadikan rujukan dalam mengembangkan kepribadian manusia, di satu sisi manusia digerakkan oleh potensi yang dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, di sisi lain manusia tidak bebas dalam mengubah dirinya menjadi lebih baik kecuali faktor lingkungan yang dapat membentuk dirinya menjadi makhluk yang baik. Sejalan dengan maksud tersebut, Sigmund Freud seorang pendiri psikoanalisis mengemukakan bahwa totalitas kepribadian manusia dalam kesatuan kompleks yang memiliki hubungan timbal balik, yaitu sistem utama kepribadian manusia id (das es), ego (das ich) dan super super ego (ueber ich). Interaksi manusia merupakan interaksi ketiga subsistem tersebut. Id (das es) merupakan wadah yang berisi dorongan bawaan dan dorongan biologis (insting), id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan kepuasan yang merupakan dorongan psikis yang paling dasar bersifat egois, tidak bermoral dan tidak mau tau keadaan karena ia merupakan tabiat hewani manusia. Sedangkan ego (das ich) berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas dunia luar. Ego sebagai mediator antara hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik, memiliki kesadaran batiniah dan lahiriah. Selanjutnya super ego (super ich) merupakan zat yang lebih tinggi yang ada pada diri
14
Lihat Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 1985), h. 19 15 Kartini Kartono, Psikologi Umum, h. 152 178
Hamlan: Model Komunikasi …
manusia yang mampu memberikan pengarah etis dan norma yang dianut.16 Berdasarkan pandangan psikoanalisis, bahwa seseorang dengan potensi yang dimilikinya akan lebih baik ataupun sebaliknya dalam membangun pola komunikasi sangat bergantung pada kondisi pisik dan psikis yang dominan mempengaruhinya. Apabila super ego dominan mempengaruhi manusia, maka pola komunikasinya dengan orang lain akan lebih baik karena mempertimbangkan etika dan moral atau norma yang diyakininya. Apabila das id mempengaruhi perilaku manusia, maka dapat melahirkan pola komunikasi antar personal yang lebih mengutamakan ego sentris dan tidak mempertimbangkan aspek norma, etika dan moral karena tidak mau tahu keadaan orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman yang komprehensip tentang kepribadian manusia dalam berbagai perspektif. Salah satu diantaranya perspektif kepribadian dalam tinjauan Islam yang dikenal adalah adalah memahami tentang ”Kepribadian Rabbani”. Istilah rabbani berasal dari kata Raab yang bermakna Tuhan, yaitu Tuhan yang memiliki, memperbaiki, mengatur, menambah, menunaikan, menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan mematangkan sikap mental. Istilah rabbani dalam konteks ini memiliki ekuivalensi dengan istilah Ilaahi yang berarti berke-Tuhannan. 17 Kepribadian rabbani atau kepribadian Ilaahi adalah kepribadian individu yang didapat setelah mentransformasikan asma’ atau nama-nama Tuhan dan sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya untuk kemudian diinternalisasikan dalam kehidupan nyata atau dalam bahasa yang sederhana, kepribadian rabbani adalah kepribadian individu yang mencerminkan sifat-sifat ketuhanan (rabbaniyah).18 Sifat- sifat ketuhanan dapat teraktualisasi dalam diri manusia apabila dapat memahami dan menjalankan dengan baik dimensidimensi kepribadian rabbani. Lelah Bakhtiar mengemukakan bahwa
44-45
16
Lihat, Faizah, et.al, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h.
17
Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Tafsir
al-Qurthubi, dalam H. Abdul Mudjib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2006) h. 188 18 H. Abdul Mudjib, Kepribadian... h. 189 179
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
kepribadian rabbani adalah menggunakan pola asma’ al-husna, memiliki tiga bagian, yaitu; teoetika, psikoetika dan sosioetika.19 Ketiga bagian pola asma’ al-husna tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut; Teoetika adalah kepribadian berketuhanan (al-syakhshiyyah al-Ilahiyyah) yaitu bagian kepribadian rabbani yang mendorong individu untuk berketuhanan secara baik dan benar yang selalu tunduk dan patuh atas titah dan hukum-hukum-Nya tanpa sedikit pun terselip sikap membangkan dan menyekutukan-Nya. Psikoetika yaitu kepribadian berkemanusiaan (al-syakhshiyah al-Insaniyyah). Hal ini merupakan bagian kepribadian rabbani yang mendorong individu untuk pembentukan diri yang berkepribadian baik. Sebagai makhluk individual, ia berusaha mengaktualisasikan potensi manusiawinya pada aspek koginitif, afektif dan psikomotorik, sehingga menjadi manusia seutuhnya dan berkualitas. Sosioetika yaitu kepribadian bersosial (al-syakshiyah alIjtimaiyyah), adalah bagian dari kepribadian rabbani yang mendorong individu untuk hidup berkepribadian sosial secara baik antara sesama manusia untuk kepentingan sosial secara bersamasama.20 Dengan demikian, pola komunikasi pendidikan Islam dalam membangun kepribadian manusia yang berketuhanan dan berkemanusiaan sangat bergantung pada pemahaman terhadap nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan dan nilai sosial yang diyakininya serta mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata tentang dimensi teoetika, psikoetika dan sosioetika sehingga benar-benar menjadi seorang manusia yang hidup secara seimbang dalam pengamalan nilai ketuhanan, kepribadian dan tata pergaulan sosial yang baik pada kehidupan masyarakat. Dengan pemahaman seperti itu, dipastikan manusia akan selalu dapat berkomunikasi secara personal dan sosial dengan baik yang dilandasi oleh pemahaman dan keyakinan ketuhanan dan kemanusiaan sehingga mampu menumbuhkembangkan kepribadian dan harmonisasi kehidupan bermasyarakat berdasarkan nilai ketuhanan dan nilai kemanusiaan.
19 20
180
H. Abd Mudjib, Kepribadian... h. 194 H. Abd Mudjib, Kepribadian... h. 195
Hamlan: Model Komunikasi …
Mengubah tingkah laku manusia dalam rangka merealisasikan nilai harmonisasi secara personal dan kehidupan sosial melalui komunikasi pendidikan Islam baik di lingkungan pembelajaran di sekolah maupun di masyarakat secara benar dan baik, didorong oleh fisiologis, psikis dan sosial didasarkan pada nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang bertumpu pada human oriented sehingga dapat memilih kata yang tepat melalui pemikiran dan sikap yang bijak dalam berkomunikasi dengan sesama, meskipun berbeda suku, latar belakang agama dan budayanya. Dengan demikian, diperlukan model komunikasi pendidikan Islam yang teohumanistik dalam membangun harmonisasi dalam lingkungan masyarakat terutama pada masyarakat yang konflik di Kabupaten Sigi.
D. etode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti yang ikut serta secara langsung dalam mengamati, mencari, mengumpulkan dan menemukan data penelitian. Posisi peneliti adalah pelaku utama sebagai perencana, pelaksana dalam pengumpulan data dan menganalisis data penelitian. Untuk memperolah data yang valid digunakan teknik pengambilan sampel melalui porposive sampling yaitu pengambilan sampel secara tidak acak yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai yang diinginkan dalam tujuan penelitian.21 Penggunaan purposive sampling, yaitu pemilihan kelompok subjek berdasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah ditentukan sebelumnya dan disesuaikan dengan ciri-ciri tertentu.22 Cara pengambilan sampel seperti ini memilih sub group dari populasi sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang sesuai
21
Ida Bagoes Mantra dan Kasto Penentuan Sampel dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Edisi Revisi, (Jakarta; LP3ES, 2006), h. 155 22 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, opcit,h. 128 181
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
dengan sifat-sifat populasi.23 Dalam penelitian ini, peneliti menentukan sampel penelitian dengan mempertimbangkan objektivitas data melalui penggalian informasi atau sumber kepada masyarakat yang dapat dipercaya memberikan informasi yang valid atas berbagai peristiwa-peristiwa konflik sosial di Kabupaten Sigi yaitu, para tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan adat yang diyakini mereka ini adalah ikut serta dalam mendamaikan masyarakat yang konflik serta dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya konflik masyarakat berdasarkan pemetaan wilayah yaitu. 1. Masyarakat di Kecamatan Sigi Biromaru 2. Masyarakat di Kecamatan Dolo 3. Masyarakat di Kecamatan Marawola. Penentuan sampel pada masyarakat tiga kecamatan tersebut, berdasarkan pertimbangan bahwa sejak tahun 2011 sampai 2013, masyarakat di tiga Kecamatan tersebut yang paling sering mengalami konflik sosial antar sesama warganya. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan studi kasus yang berkaitan dengan fenomena kasus konflik sosial Kabupaten Sigi dilihat dari komunikasi pendidikan Islam. Perspektif komunikasi pendidikan Islam dijadikan pendekatan dalam mencermati kondisi objektif konflik sosial di Kabupaten Sigi sebagai upaya untuk membangun hubungan harmonis antar sesama warga Sigi yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dan kerambat dekat dalam lintas kecamatan maupun desa. Dalam melakukan analisis digunakan teknik analisis isi (content analysis) untuk menelaah informasi dalam data yang relevan bertujuan menemukan serangkaian peristiwa terjadi konflik etnis kaili masyarakat di Kabupaten Sigi untuk menjawab permasalahan yang dibahas. E. Hasil Penelitian Kabupaten Sigi sebagai salah satu daerah yang relatif masih muda hasil pemekaran dari Kabupaten Donggala yang jaraknya berkisar 12 km dari Kota Palu ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Secara kultural, religius, masyarakat Sigi dikenal sebagai masyarakat yang menjujung tinggi budaya atau kultur yang diyakini sebagai perekat sosial masyarakat. Demikian pula dari aspek religius, masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat yang taat beragama 23
182
Ida Bagoes Mantra dan Kasto Penentuan Sampel, opcit. h. 171
Hamlan: Model Komunikasi …
sebagai pengaruh penyebaran agama Islam oleh Ulama besar Syaid Idrus Bin Salim Al-Jufri gelar Guru Tua melalui lembaga pendidikan Alkhairaat. Saat ini berdiri lembaga pendidikan Islam dalam bentuk pesantren yang diberi nama Madinatul Ilmi di Dolo yang didirikan oleh Syaid Saqaf al-Jufri, serta Madrasah Alkhairaat dari semua jenjang yang tersebar di desa-desa. Selain itu berdirilembaga pendidikan Islam non formal dalam bentuk taman pengajian di masjid dan di rumah penduduk. Di daerah ini bahkan menjadi salah satu simbol masyarakat taat beragama di Provinsi Sulawesi Tengah. Namun, sejak tahun 2011 hingga 2013 kondisi dan situasi masyarakat Sigi yang demikian religius dan beradab justru ternodai oleh konflik masyarakat yang terjadi secara berulang-ulang. Akar penyebab bervariasi diantarannya adalah faktor kenakalan remaja dan faktor tertutupnya pola komunikasi antar personal dan komunikasi sosial khususnya dikalangan generasi muda. Dari hasil pengamatan peneliti, dari lima belas jumlah kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sigi, ditemukan 5 Kecamatan yang dikategorikan sebagai kecamatan yang cenderung aman dan penduduknya hidup dalam suasana harmonis dan damai. Untuk wilayah Kecamatan Biromaru tepatnya di Desa Sidondo dan Desa Maranata tidak terjadi konflik dalam kehidupan masyarakatnya. Diantara penyebab masyarakat di wilayah Sigi yang cenderung hidup damai dan harmonis, karena dilatari oleh berbagai tingkat kesibukan masyarakatnya dalam urusan ekonomi, khususnya para petani di pedesaan. Kecenderungan untuk hidup dengan penuh kedamaian dan rasa aman dalam kehidupan masyarakatnya turut mempengaruhi diantara mereka memiliki kesadaran bahwa konflik dapat mengganggu suasana psikologis dan sosial masyarakat dalam mencari nafkah dalam mememuhi kebutuhan serhari-sehari mereka. Oleh karena itu, kehidupan masyarakat pada kecamatan dan desa yang cenderung damai tersebut dipengaruhi pemenuhan kebutuhan ekonomi, mereka terfokus dengan urusan pekerjaan sesuai aktivitas masing-masing. Desa Sidondo (Kec. Biromaru), desa Maku (Kec. Dolo), Maranata (Kec. Biromaru) tidak ada konflik karena semua sibuk dengan pekerjaan, kec. Pipikoro, kecamatan Kulawi, kec. Kulawi Selatan, kec Lindu, kec. Nokilalaki, kec. Palolo tidak pernah konflik, karena sibuk dengan urusan ekonom, tokoh masyarakat, dan tokoh adat, tokoh agama masih berperan memegang 183
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
adat leluhur yang dapat dijadikan pengangan membangun harmonisasi hubungan sosial masyarakatnya.24 Namun tidak demikian halnya pada beberapa kecamatan lainnya seperti Biromaru, Dolo, Dolo Barat dan Dolo Selatan, Marawola, Marawola Barat dan Kinavaro cenderung masyarakatnya mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak begitu jelas asal usulnya sehingga berakibat timbulnya konflik horisontal sesama warga masyarakatnya. Di wilayah Kecamatan Biromoru misalnya, ditemukan beberapa desa yang masyarakatnya terkait konflik, ada yang konflik antar desa ada pula yang konflik antar dusun dalam satu desa yang sama. Konflik masyarakat antar desa adalah desa Vatunonju dengan desa Oloboju, desa Bora, desa Oloboju, desa Sidera dengan desa Saulove, desa Loru dengan Mpanau, desa Kalawara dengan Sibalaya. Untuk Desa Pombeve terjadi konflik sosial antar dusun dalam desa yang sama.25 Konflik secara sporadis di wilayah kabupaten Sigi terjadi dalam kurun waktu tahun 2011 sampai dengan 2013. Selain desa tersebut, juga terjadi konflik antar desa yaitu desa Rarampadende, desa Balamoa, desa Pesaku, desa Sidondo, desa Pewunu, dan desa Kaleke. Akibat dari konflik masyarakat yang memiliki akar suku, budaya dan agama yang sama cenderung kehidupan mereka yang retak dan tidak harmonis meskipun mereka masih dalam ikatan atau hubungan kekeluargaan yang sama. Salah satu temuan menarik yang dikemukakan Colombijn dan Lindbald dalam Khairil et.al, adalah bahwa kekerasan dipandang sebagai cara legitim "hanya jika ditujukan pada orang asing (outsiders)." Di sini, "orang asing" merupakan hasil konstruksi sosial berdasarkan situasi dan konteks tertentu. Mereka bisa merupakan orang-orang di luar kelompok (outgroup), tetapi bisa juga anggota di dalam kelompok (ingroup) yang dipersepsi sebagai "orang asing".26 24
Budi, Tokoh Masyarakat Kecamatan Dolo, “Wawancara” tanggal 5 September 2013 di Dolo 25 Taswin, Guru Agama Islam di Biromaru, “Wawancara” tanggal 7 September 2013 di Biromaru 26
Muhammad Khairil, at.al. Model Komunikasi Pendidikan Berbasis Agama dan Multibudaya Bagi Anak Remaja Usia Sekolah Tingkat SLTA di Kabupaten Poso, (Penelitian Tahun 2010)
184
Hamlan: Model Komunikasi …
Hal ini menunjukkan konflik dalam kehidupan sosial terjadi dilatari oleh berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor perbedaan pandangan dan kepentingan dalam dalam lingkungan satu kelompok sosial (ingroup), maupun konflik antar kelompok yang berbeda (outgroup). Dalam konteks masyarakat Kabupaten Sigi, konflik kekerasan terjadi pada sesama masyarakat dalam satu komunitas yang sama yaitu sesama masyarakat kaili dan agama yang sama yaitu mayarakat yang beragama Islam yang mereka persepsikan sebagai orang asing meskipun dalam kelompok dan masyaakat yang sama (ingroup). Atas dasar itu, dapat diasumsikan bahwa Konflik sosial yang terjadi di Kabupaten Sigi tidak terlepas dari faktor hilangnya nilainilai sosial dan budaya yang selama ini menjadi pondasi masyarakat, terutama dalam kehidupan masyarakat kaili dalam satu rumpun yang sama akar budaya, agama dan nilai sosialnya. Kesamaan akar rumpun tersebut tidak memberi jaminan sebuah masyarakat untuk hidup dalam kedamaian dan integrasi sosial. Dalam konteks masyarakat Sigi yang masih dalam rumpun yang sama yaitu masyarakat kaili dan religi yang sama yaitu agama Islam, idealnya hidup dalam susasana yang akrab, harmonis, dan saling menjaga hubungan solidaritas. Hal ini sesuai dengan adigium bahwa “semakin banyak hubungan kesamaan dalam komunitas masyarakat, maka semakin harmonis masyarakat tersebut”. Namun tidak demikian halnya pada masyarakat Sigi yang dalam hubungan sosial, budaya dan religi yang sama ternyata melahirkan berbagai konflik sosial yang berkepanjangan dan sewaktu-waktu terus terjadi. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan sejumlah masyarakat bahwa akar penyebab terjadi konflik sosial di Kabupaten Sigi sangar bervariasi. Di antara sejumlah penyebab konflik adalah hilangnya nilai-nilai akhlak, moral, etika terutama di kalangan generasi muda. Masalah sekecil apapun bisa menjadi besar karena belum terbangun secara intens pola komunikasi antar personal dan komunal yang baik, umumnya segala urusan dan masalah diselesaikan dengan caranya sendiri melalui jalur kekerasan dengan tindakan perkelahian terutama antar generasi muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang petugas keamanan dari Kepolisian Muhammad Yusuf menyatakan bahwa akar masalah terjadinya konflik yaitu karena hilangnya etika sesama generasi muda yang berimplikasi terhadap rasa penghormatan dan 185
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
penghargaan baik kepada orang tua maupun tokoh agama dan adat setempat semakin menurun sehingga selalu mengabaikan nilai kekeluargaan, persaudaraan, dan nilai-nilai kemanusiaan tidak terjaga dengan sebaik-baiknya.27 Hilangnya rasa penghormatan dan penghargaan kepada sesama terutama kepada orang-orang yang dituakan seperti tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda adalah faktor pendidikan dan menurunnya pembinaan akhlak di lembagalembaga non formal; pembinaan akhlak di Masjid, taman pengajian di rumah-rumah penduduk. Selain itu, juga faktor pengaruh lingkungan terutama budaya kekerasan yang nampak di berbagai media telivisi yang setiap saat dipertotonkan, serta melalui pemberitaan di media cetak lainnya. Penyebab lain terjadi konflik sosial di Kabupaten Sigi adalah faktor ekonomi di lingkungan para generas muda. Dengan kata lain terbatasnya ruang mendapat pekerjaan tetap, atau pemuda yang menganggur dari dunia kerja. Kondisi yang demikian berimplikasi pada bertambahnya jumlah pengangguran pada masing-masing desa khususnya para generasi mudanya. Kurangnya objek pekerjaan akan semakin berkurang aktivitas hidup sehingga dapat mempengaruhi psikis dan sosial masyarakat. Kondisi yang demikian akan mudah terprovokasi oleh pihak lain dalam setiap kesempatan untuk melakakukan tindakan kekerasan antar sesama mereka khususnya dikalangan generasi muda. Dilihat dari aspek sosial, seseorang yang belum memilik pekerjaan tetap dan tidak didukung oleh pendidikan yang cukup, maka tingkat kesibukan sangat kurang dan mudah terpengaruh oleh faktor psikologi dan sosial lainnya. Kendisi ini berpengaruh terhadap sikap masyarakat mudah tersinggung, mudah terprovokasi yang berakibat pada hilangnya kontrol diri dalam pergaulannya. Dengan demikian, akan berakibat pada kenakalan remaja dan terjebak pada minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang. Kondisi ini memicu mereka akan mencari jalan kekerasan apabila berhadapan dengan masalah yang berat mereka hadapi, sehingga akan mudah terjebak pada perkelahian dan konflik sosial seperti yang terjadi pada generasi muda di Kabupaten Sigi. 27
di Palu 186
Muhammad Yusuf, Anggota Polisi, “Wawancara” tanggal 5 September
Hamlan: Model Komunikasi …
Oleh karena itu, akar penyebab terjadi konflik horisontal masyarakat di Kabupaten Sigi pada wilayah-wilayah tertentu di masing-masing desa yang konflik, dipicu oleh masalah-masalah yang kecil seperti tapal batas desa, komunikasi yang terputus, rasa dendam antar sesama, minuman yang terlarang dikonsumsi, kecdenderungan perbedaan pilihan politik, tingginya rasa pembelaan antar sesama dalam satu group (desa dan dusun). Faktor-faktor tersebut sebagai pemicu awal terjadi konflik. Namun semua konflik terjadi, penyebab utamannya adalah kurangnya kesadaran masyarakat pada aspek pendidikan, religius, ekonomi yang berimplikasi pada menurunnya solidaritas antar sesama dan menurunnya nilai moralitas, sosial dan budaya masyarakat yang sejak masa lalu telah terbangun. Dengan demikian diperlukan model komunikasi yang didasarkan pada pendidikan Islam karena pendidikan Islam memegang peranan penting dan menentukan terhadap eksistensi dan perkembangan masyarakatnya.28 Pendidikan sebagai proses dalam melestarikan, mengahasilkan dan mentranferkan nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat kepada generasi penerus serta dapat menjadikan pendidikan Islam sebagai sarana untuk mengembangkan, mengalihkan, dan menginternalisasi nilai dan cita-cita hidup yang islami sehingga nilai-nilai tersebut dapat berfungsi dan berkembang dalam memberikan pembinaan, pembimbingan dalam kihidupan masyarakat sesuai konteks zamannya. Pendidikan Islam memberikan penyadaran kepada manusia bahwa manusia adalah sebagai hamba dan sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain manusia dapat memahami bahwa dirinya memiliki tanggung jawab sebagai pribadi dan tanggung jawab sosial yang selalu dimintai pertanggungjawabnya di sisi Tuhannya. Dalam hubungan tanggung jawab sosial, manusia dalam hidup bertentangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjalin hubungan yang harmonis antar sesama manusia yang didasarkan kepada nilai-nilai Ilahiyah. Bentuk hubungan manusia sebagai makhluk sosial senantiasa dapat menyadari apapun yang dikerjakannya selalu mempertimbangkan nilai ketuhanan dan kemanusiaan secara bersamaan yan didasarkan kepada nilai-nilai Ilahiyah. 28
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, h. 8 187
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
Oleh sebab itu, H.Jalaluddin dalam buku Teologi Pendidikan menjelaskan bahwa hubungan sosial antar manusia tidak hanya terbatas pada bidang ilmu ekonomi, perdagangan, tetapi juga berkaiatan dengan bidang hukum dalam hal tatakrama dalam pergaulan kehidupan sosial masyarakat serta bidang lainya seperti olahraga, kesenian, budaya, teknik dan lainya yang dipahami dan diintegralkan pada kehidupan sehari-sehari dalam membangun peradaban Islam yang maju dan anggul. Makin tinggi peradaban manusia, maka semakin kompleks bentuk hubungan yang dapat dijalin dan kerjasama.29 Bentuk hubungan dapat terjalin dengan baik apabila terbangun model komunikasi yang dibangun secara humanistik dan dilandasai oleh nilai tauhudik seperti yang dicitacitakan oleh pendidikan Islam. F. Kesimpulan Komunikasi Pendidikan Islam humanistik yang dilandasi oleh nilai ketuhanan dapat memberikan pola komunikasi yang efektif kepada masyarakat karena melalui komunikasi pendidikan Islam selain memberikan penyadaran akan pentingnya penghormatan kepada manusia sebagai makhluk Tuhan juga dapat memberikan penyadaran bahwa manusia sebagai mahkluk sosial yang dapat hidup secara harmonis dan toleran dengan sesamanya tanpa melihat perbedaan latar belakang masing-masing individu. Oleh karena itu model komunikasi pendidikan Islam sangat relevan dikembangkan pada masyarakat yang konflik seperti yang terjadi di Kabupaten Sigi.
DAFTAR PUSTAKA Al-qur’an dan terjemahannya Departemen Agama RI Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1993 Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1996 29
h. 61 188
H.Jalaluddin, Teologi Penidikan, (Jakarta; Raja Grafindo Persada 2003,
Hamlan: Model Komunikasi …
Bogdan, Robert & Sari Knopp Beklen, Qualitative Research For Education: An. Introduction to Theory and Methods, (Boston Allyn and Bacon, Inc, 1982), Bulaeng,Andi Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer (Hasanuddin University Press, 2000), Hamlan (Disertasi) Kebijakan Pemerintah Tentang Madrasah; Posisi Madrasah dalam Konfigurasi Sistem Pendidikan Nasional 1945-2005, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) Ida Bagoes Mantra dan Kasto Penentuan Sampel dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Edisi Revisi, (Jakarta; LP3ES, 2006) Inkeles, Alex what is Sociology: An Introduction to The Disciplinar and Prafession, Fuondation Of modern Sociologi Series, (Prentice Hall. Inc., New Jersey: Englewood Cliffs, 1964. Khairil, Muhammad et.al. Model Komunikasi Pendidikan berbasis agama dan multibudaya bagi Anak Remaja Usia Sekolah tingkat SLTA di Kabupatan Poso, 2010 Ratna Kutha Nyoman, Metode Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010). Margono, S,.Metodologi Penelitian Rineka Cipta, 2004)
Pendidikan, (Jakarta;
Marzuki, Muhammad, Kepala P4K Universitas Tadulako, 2013, Marzuki, Muhammad, Kepala Pusat Perdamaian dan Pengelolaan Konnflik Universitas Tadulako, 2012 189
Jurnal Paedagogia Vol. 3 Nomor 1 Tahun 2014
Meleong Lexy, J, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2009) Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)
190