1
Model Analitik Penghalang Bising (Noise Barrier) Lapis Tunggal Pada Indoor Maheswara Arsa Pradipta, Wiratno A. Asmoro. Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak— Penghalang bising merupakan salah satu metode untuk mengendalikan bising. Pengendalian bising didalam ruangan ternyata perlu dilakukan, hal ini didasarkan didalam ruangan sendiri terdapat sumber-sumber bising yang dapat mengganggu pendengaran. Maka dari itu diperlukan suatu pemodelan analitik untuk penghalang bising yang dapat digunakan dalam ruangan sehingga menghasilkan kinerja akustik yang baik dengan peningkatan nilai Insertion Loss. Pada penelitian ini bertujuan memodelkan suatu penghalang bising berdasarkan model ruangan C-125 dengan memanfaatkan nilai serapan ruang (S o α o ). Pemodelan analitik penghalang bising ini menggunakan tiga jenis penghalang bising dengan ukuran panjang 9.74 m dengan tinggi 1.32 m dan 1.52 m serta dengan panjang 3.6 m dan tinggi 1.52 m, dengan dilakukan pengukuran penerima pada jarak 1.5 m sampai 3.5 m dengan ketinggian penerima 0.8 m sampai sampai 1.6 m. Dengan pemodelan analitik yang telah dilakukan didapatkan bahwa penghalang bising dengan ukuran panjang 9.74 m dan 1.52 m mempunyai nilai Insertion Loss yang paling besar dimana pada frekuensi midband 500 Hz – 1000 Hz dengan jarak dan tinggi penerima 1.5 m dan 0.8 m mempunyai nilai sebesar 5.62063 dB – 5.44138 dB dibandingkan penghalang bising yang lain.
perkantoran dan lain sebagainya. Pengendalian bising didalam ruangan ternyata perlu dilakukan, hal ini didasarkan didalam ruangan sendiri terdapat sumber-sumber bising yang dapat menggangu pendengaran diantara mesin pendingin udara, komputer, dan beberapa peralatan lainnya serta dari manusia yang ada didalamnya. Tentu saja suara bising ini akan mengganggu seseorang dalam beraktifitas. Hal ini tentu diperlukan suatu penghalang bising yang dapat mengurangi tingkat kebisingan dalam ruangan tersebut. S.K Lau dan S.K. Tang [6] dalam penelitiannya mengenai performansi dari sebuah penghalang bising dalam ruangan tertutup telah mampu mempelajari keefektifan dari metode ray tracing dan metode Moreland and Musa serta rumusan baru untuk memprediksi performansi penghalang bising yaitu khususnya untuk memperkirakan Insertion Loss dari penghalang bising didalam ruang tertutup. Ketiga model mampu memprediksi performansi dari penghalang bising untuk mengetahui besar dari Insertion Loss, dimana dihasilkan nilai yang hampir tidak terlalu jauh untuk memprediksi performansi penghalang bising.
Kata kunci :Pemodelan analitik, Penghalang bising, Insertion Loss.
II. DASAR TEORI
I. PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali mendengar berbagai jenis suara yang dihasilkan baik itu peralatan, mesin, lingkungan dan banyak yang lainnya. Adakalanya suara-suara tersebut nyaman untuk didengarkan namun terkadang juga tidak nyaman untuk didengarkan. Hal inilah yang disebut dengan bising. Disadari atau tidak tentu saja bagi manusia bising ini pada suatu saat tertentu akan sangat mengganggu dalam kenyamanan pendengaran. Permasalahan utama dari bising yang setiap hari merambat melalui udara itu tidak hanya tak diinginkan tetapi juga mempunyai efek yang tidak baik untuk kesehatan. Permasalahan yang berkaitan dengan bising diantaranya adalah kehilangan pendengaran, stress, sulit tidur, kehilangan produktifitas dan utamanya penurunan kualitas hidup. Dalam hal ini manusia dapat menjadi keduanya, penyebab dan korban dari bising. Penghalang bising merupakan salah satu metode untuk mengendalikan bising dimana dengan adanya penghalang ini tingkat kebisingan yang sampai kepada pendengar akan mengalami penurunan. Penghalang bising ini telah banyak dimaanfaatkan dalam mengurangi bising di jalan raya, gedung,
A. Perilaku Bunyi di Ruang Tertutup Bunyi di dalam ruang tertutup memiliki perilaku tertentu jika menumbuk dinding – dinding dari ruang tersebut yakni energinya akan dipantulkan (reflected), diserap (absorbed), disebarkan (diffused), atau dibelokkan (diffracted) tergantung pada sifat akustik dinding tersebut. B. Reverberation Time Reverberance yang biasa kita kenal sebagai gema atau dengung dalam suatu ruang merupakan peristiwa yang disebabkan oleh pantulan bunyi yang mengenai benda keras, tegar, dan rata, seperti plesteran, batu bata, beton, atau kaca. Selain bunyi langsung yang ditimbulkan oleh sumber suara akan muncul pula bunyi yang berasal dari pantulan tersebut. Bunyi yang berkepanjangan akibat pemantulan permukaan yang berulang-ulang ini yang disebut dengung. Lama terjadinya peristiwa pemantulan yang berulang – ulang tersebut dinamakan waktu dengung. Hingga saat ini, waktu dengung tetap dianggap sebagai kriteria paling penting dalam menentukan kualitas akustik suatu ruang. Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan suatu energi suara untuk meluruh hingga sebesar sepersatujuta dari energi awalnya, yaitu sebesar 60 dB. Pada tahun 1898, Fisikawan
2 Amerika yang bernama Wallace Clement Sabine melakukan penelitian untuk menentukan waktu rata-rata peluruhan bunyi. Sabine menemukan bahwa semakin besar volume ruang (V), waktu dengungnya (T) semakin lama. Sebaliknya, semakin banyak bahan absorpsi yang berada didalam ruang maka waktu dengungnya semakin singkat. Dari beberapa uraian di atas Sabine mendefinisikan waktu dengung yaitu waktu lamanya terjadi dengung di dalam ruangan yang masih dapat didengar. Secara Matematis konsep di atas dapat ditulis sbb : 0.161V RT60 = Sabine (1) RT60 =
Sα
0.161V
−S(ln(1−α)
Eyring
(2)
RT seringkali dijadikan acuan awal dalam mendesain akustika ruangan sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. RT menunjukkan seberapa lama energi suara dapat bertahan di dalam ruangan, yang dihitung dengan cara mengukur waktu peluruhan energi suara dalam ruangan. C. Noise Barrier (Penghalang Bising) Sesuai dengan namanya Noise Barrier atau Penghalang Bising adalah suatu dinding atau partisi penghalang yang digunakan untuk mengendalikan transmisi bising yang dirambatkan melalui udara (air-borne noise) dimana dinding ini letaknya diantara sumber dan penerima. Fungsi dari Penghalang Bising ini untuk memberikan zona bayangan (shadow zone) atau daerah dimana mempunyai bising yang lebih senyap pada penerima. Pada umumnya, penghalang sangat efektif untuk mengurangi bising pada frekuensi tinggi daripada bsing frekuensi rendah.
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 + 10𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 �
Dan 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 + 10 log � Dimana 𝐾𝐾1 = Dan 𝐾𝐾2 =
𝑆𝑆
𝑄𝑄
4𝜋𝜋𝑟𝑟 2
𝑄𝑄𝑄𝑄
4𝜋𝜋𝑟𝑟 2
+
4
𝑆𝑆0 𝛼𝛼 0
�
4𝐾𝐾 𝐾𝐾2
+ 𝑆𝑆(1−𝐾𝐾1
1 𝐾𝐾2 )
𝑆𝑆1 𝛼𝛼 1 +𝑆𝑆 𝑆𝑆
(4) �
(5) (6) (7)
𝑆𝑆2 𝛼𝛼 2 +𝑆𝑆
Dimana SWL adalah tingkat daya bunyi dari sumber. Q adalah faktor keterarahan dari sumber. So dan S adalah jumlah total luas permukaan ruang dan daerah terbuka diantara tepi penghalang dan permukaan ruang. αo adalah rata-rata koefisien serapan bunyi pada ruangan sebelum dipasang penghalang dan r adalah jarak antara sumber dan penerima tanpa penghalang. Koefisien difraksi D dinyatakan dengan 1 𝐷𝐷 = ∑𝑖𝑖 (8) 3+10𝑁𝑁𝑖𝑖
Dimana Ni merupakan bilangan Fresner untuk difraksi disekeliling tepi penghalang, yang dapat ditemukan dengan persamaan dibawah ini 2𝛿𝛿 𝑁𝑁𝑖𝑖 = 𝜆𝜆 𝑖𝑖 (9) Dimana λ adalah panjang gelombang dari suara dan δi perbedaan antara jumlah lintasan i terdifraksi dengan lintasan langsung diantara sumber dan penerima. S 1 α 1 dan S 2 α 2 adalah serapan suara dari sumber dan ruang penerima setelah penghalang dipasang. Berdasarkan Moreland dan Musa, pelemahan penghalang,∆L, atau yang lebih bias dikenal dengan insertion loss, merupakan perbedaan antara persamaan (4) dan (5). III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah dalam pemodelan analitik penghalang bising dalam ruangan. Berikut akan dijelaskan secara urut mengenai alur penelitian
Gambar 1. Ilustrasi Penghalang Bising tampak samping Kinerja Akustik dari Penghalang dapat dinyatakan dalam NR (Noise Reduction) atau IL (Insertion Loss). Ini merupakan perbedaan antara aras tekanan bunyi (SPL) pada suatu titik tertentu dalam kondisi sebelum dan setelah barrier (atau enclosure) terpasang. Dapat dinyatakan dengan persamaan berikut 𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 − 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 (3) IL memberikan petunjuk langsung dari perbaikan yg diberikan oleh “penyisipan” barrier antara sumber bising & penerima. D. Teori Moreland dan Musa Berdasarkan teori moreland dan musa, penghalang mempertimbangkan membagi suatu ruangan menjadi dua yang secara akustik menggabungkan energi yang melewati dan mengelilingi tepi penghalang dan permukaan ruangan. Berdasarkan teory diffuse-field dan kesetimbangan energi, tingkat tekanan bunyi (SPL) berkaitan dengan titik sumber dalam ruangan sebelum dan sesudah dipasang sebuah penghalang dapat dinyatakan sebagai berikut
A. Penentuan Model Ruang Untuk melakukan pemodelan analitik suatu penghalang bising maka terlebih dahulu ditentukan ruangan apa yang akan dijadikan model untuk penempatan penghalang bising tersebut. Pada penelitian ini ditetapkan ruangan C-125 jurusan Teknik Fisika yang dijadikan model sebagai tempat untuk penempatan penghalang bising. Pemodelan ruang ini dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter yang ada dalam ruangan C-125 berupa dimensi yaitu panjang, lebar serta tinggi untuk mengetahui luasan dan volume ruangan tersebut. Properties bahan dalam ruangan untuk mengetahui koefisien serap bahan. Semua parameter tersebut harus diukur dan dicatat untuk dihitung dan mencari nilai Reverberation Time (Waktu Dengung) dari ruang C-125 tersebut. Deskripsi Ruang Kelas C-125 Teknik Fisika ITS Deskripsi ruang kelas C-125 dapat dilihat sebagai berikut : Kapasitas penampungan : 45 orang Ruang kelas berbentuk persegi panjang dengan bagian belakang berbentuk trapesium. a. Dimensi Ruangan Panjang : 9.74 m
3 Lebar Depan Lebar Belakang Lebar Patahan Panjang Patahan Panjang Samping Kanan Tinggi depan Tinggi Belakang Volume Ruangan
: : : : : : : :
7.08 m 5.73 m 1.35 m 2.90 m 6.84 m 3.76 m 2.76 m 236.24 m3
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di denah ruang C-125 dibawah ini dilihat dari atas dan samping.
Gambar 2. Denah ruang C-125 tampak atas
Gambar 3. Denah ruang C-125 tampak samping Gambar 2 dan 3 merupakan gambar denah ruang dari C125 tampak dari atas dan samping. b.
Material Penutup Permukaan Ruang C-125 • Konstruksi dinding merupakan dinding bata dilapisi plester licin dengan cat berwarna putih • Pintu terbuat dari konstruksi kayu • Jendela terbuat dari kaca. • Lantai merupakan lantai beton cor yang dilapisi keramik • Plafon menggunakan konstruksi beton pada bagian depan dan menggunakan bahan gypsum untuk dibagian belakang.
B. Pengambilan dan Pengolahan Data Dilakukan pengukuran terhadap ruangan yang dimodelkan. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran respon impuls berupa RT (Reverberation Time) untuk mencari cacat akustik dalam ruang C-125. Pengukuran tersebut dilakukan pada waktu malam hari sekitar pukul 18.00 – 19.00 WIB. Pengukuran waktu dengung ini dilakukan pada satu titik ukur yatiu terletak ditengah-tengah ruangan dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM) yang dihubungkan pada laptop menggunakan FFT Analyzer untuk dicatat data pengukurannya per detik. Sumber yang digunakan untuk pengukuran waku dengung (RT) digunakan suara ledakan petasan pada titik tengah ruangan saja. Kondisi pengambilan data di atas diambil saat kondisi ruangan kosong. Cara pengambilan data dilakukan ketika 10
detik sebelum ledakan dimana Sound Level Meter sudah dinyalakan dan mulai mencatat data yang diukur menggunakan FFT Analyzer. Hal ini dilakukan untuk mengetahui data mengenai background noise dari ruangan tersebut sebelum letusan terjadi. Selama ledakan sampai sepuluh detik setelah ledakan, data yang diukur tetap direkam menggunakan FFT Analyzer. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa detik waktu yang dibutuhkan untuk peluruhan waktu dengung. Pengukuran nilai Reverberation Time (waktu dengung) ini dilakukan dua kali untuk mendapatkan hasilyang lebih akurat.
Gambar 4. Skema pengukuran ruang C-125 Gambar 4 merupakan gambar skema dari pengambilan data untuk waktu dengung (Reverberation Time) pada ruangan C125. Dimana suara impuls dibangkitkan dengan menggunakan petasan kemudian diukur dengan menggunakan SLM dan direkam menggunakan FFT Analyzer. Setelah dilakukan pengukuran maka data yang terekam dalam FFT Analyzer disimpan format excel, kemudian selanjutnya data tersebut diolah untuk mendapatkan nilai Reverberation Time (waktu dengung). C. Perancangan Model Penghalang Bising Model penghalang bising yang dirancang akan ditempatkan dibagian tengah dari ruangan. Penghalang bising yang digunakan berbahan open cell melamine mempunyai dimensi panjang 3.6 m dan ketebalan 35 mm. Sedangkan perancangannya digunakan tiga macam variabel yaitu tinggi dari penghalang (Noise Barrier), tinggi dari penerima dan yang terakhir jarak penerima dengan penghalang. Untuk tinggi penghalang yang digunakan yaitu sebesar 1.32 m dan 1.52 m. tinggi dari penerima diubah dari 0.8 m, 1.2 m dan 1.6m. untuk jarak penerima dengan jarak penghalang divariasi 1.5 m,2 m, 2.5 m, 3m dan 3.5 m
Gambar 5. Desain penghalang bising I dan II tampak atas Gambar tersebut merupakan penenempatan antara sumber dan penerima. Selain dengan penghalang bising seperti diatas juga divariasi dengan penghalang bising yang mempunyai tinggi 1.52 m namun panjangnya 3.6 m, desainnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
4 ruang dari ruangan C-125. Data tersebut nantinya akan berfungsi sebagai model ruang untuk melakukan pemodelan analitik penghalang bising dengan memanfaatkan nilai dari waktu dengung yang telah didapatkan.
Gambar 6. Desain penghalang bising III dalam ruangan Namun cara pengukurannya hampir sama yaitu dengan mengubah tinggi dari penerima dari 0.8 m, 1.2 m dan 1.6m. untuk jarak penerima dengan jarak penghalang divariasi 1.5 m, 2 m, 2.5 m, 3m dan 3.5 m Selain itu dengan penghalang bising yang mempunyai tinggi 1.52 m namun panjangnya 3.6 m diberi variasi untuk peletakan sumber dibagian tepi yaitu pada x = 1 m dan y = 3.6 m , desainnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
A. Data Pengukuran Waktu Dengung Pengukuran waktu dengung dilakukan pagi hari pada pukul 18.00 dengan membangkitkan suara impuls dari ledakan petasan. Hasil pengukuran waktu dengung ruangan C-125 pada semua frekuensi ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Waktu Dengung pada semua Frekuensi Pengukuran
125 3.145 3.250 3.198 11.895
1 2 RT60 rerata Soαo
250 2.571 2.473 2.522 15.082
Frekuensi(Hz) 500 1000 2.214 2.214 2.232 2.018 2.223 2.116 17.108 17.974
2000 2.330 1.991 2.161 17.603
4000 2.071 1.813 1.942 19.586
Pengukuran waktu dengung dari ruangan C-125 ini dilakukan untuk mengetahui nilai dari serapan ruang sebelum ruangan ini ditambahkan dengan penghalang bising. Serapan ruang (Soαo) ini yang dijadikan model awal dari ruangan yang akan ditambahkan dengan penghalang bising. Dari tabel diatas didapatkan nilai serapan ruang (Soαo) dan waktu dengung dari hasil pengukuran pada frekuensi 500 Hz sebesar 17.108 sabine dan 2.223 detik. Gambar 7. Desain penghalang bising IV tampak atas Namun cara pengukurannya hampir sama yaitu dengan mengubah tinggi dari penerima dari 0.8 m, 1.2 m dan 1.6m. untuk jarak penerima dengan jarak penghalang divariasi 1.5 m, 2 m, 2.5 m, 3m dan 3.5 m Penghalang bising yang digunakan memakai bahan open cell melamine yang memiliki koefisien serapan seperti tabel dibawah ini Tabel 1. Nilai koefisien serapan bahan open cell melamine Nilai 35mm
125 0.080
250 0.290
Frekuensi(Hz) 500 1000 0.730 0.940
2k 0.970
4k 0.890
Tabel diatas merupakan nilai koefisien serapan bahan untuk open cell melamine pada semua rentang frekuensi. Untuk sumber diletakkan pada posisi tetap x = 1 m, y = 1.8 m dan z = 1.2 m. Sedangkan penerima terletak pada y = 1.8 m. dan penghalang bising terletak pada x = 2.5 m. D. Pemodelan Analitik Setelah dilakukan perancangan maka penghalang bising dimodelkan secara analitik untuk mencari nilai Insertion Loss (IL) untuk masing-masing variabel yang diubah. Pemodelan analitik ini menggunakan rumus dari Moreland and Musa. Dari model penghalang bising yang dirancang dan divariasi dengan variabel yang telah ditentukan maka dapat dibandingkan manakah yang memiliki Insertion Loss yang baik. IV.
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan data hasil pengukuran dari variabel akustik yang berpengaruh terhadap kondisi akustik
B. Perhitungan Waktu Dengung dengan Metode Sabine Dengan menggunakan hasil pengukuran volume ruang dan jumlah luas permukaan keseluruhan, dimana volume ruangan yang dihitung sebesar 236.24 m3 serta luas permukaan ruangan sebesar 269.1 m2 serta nilai koefisien serapan bahan dalam ruangan maka dapat diperoleh rata – rata koefisien absorbsi ruang adalah 0.079. Dengan menggunakan metode Sabine pada persamaan 1 didapatkan nilai waktu dengung. Berikut hasil perhitungan waktu dengung dengan menggunakan metode sabine untuk semua nilai frekuensi. Tabel 4. Data hasil nilai serapan ruang hasil perhitungan Nilai
Frekuensi 125
250
500
1000
2k
4k
RT60
2.116
2.190
2.161
1.495
1.439
1.589
Soαo
17.973
17.364
17.600
25.443
26.440
23.941
Dari tabel diatas didapatkan nilai serapan ruang (S o α o ) dan waktu dengung dari hasil perhitungan pada frekuensi 500 Hz sebesar 17.600 sabine dan 2.161 detik C. Perhitungan Waktu Dengung dengan Menggunakan Simulasi Perhitungan waktu dengung selain menggunakan metode pengukuran dengan Sound Level Meter (SLM) dan dengan metode perhitungan sabine , perhitungan waktu dengung dapat dengan menggunakan simulasi menggunakan perangkat lunak
5 Berdasarkan tabel dan gambar tersebut didapatkan bahwa penghalang bising II dengan dimensi panjang 9.74 dan tinggi 1.52 m mempunyai kinerja akustik yang baik dimana didapatkan nilai insertion loss pada frekuensi 500 Hz sebesar 5.62063 dB sedangkan penghalang satunya hanya memiliki nilai sebesar 5.08768 dB. Gambar 7. Model gambar ruang C-125 tampak belakang Gambar diatas merupakan gambar perancangan model ruangan dengan simulasi perangkat lunak.
Dari hasil tersebut juga dilakukan uji perbandingan antara desain penghalang II dan III dimana mempunyai tinggi sama 1.52 m dengan panjang yang berbeda yaitu 3.6 m dan 9.74 m untuk titik penerima berada pada tinggi 0.8 m dan jarak 1.5 m
Tabel 5. Hasil simulasi waktu dengung Tabel 7. Perbandingan performansi penghalang II dan III
SABINE NOR-ER MIL-SE RT(60)
RT(60
Soαo
125
2.28
0.84
2.01
16.682
250
2.44
1.08
2.33
15.588
500
2.46
1.31
2.4
15.461
1000
1.63
1.19
1.61
23.334
2000
1.01
0.91
1.01
37.658
4000
0.63
0.61
0.63
60.372
D. Uji Perbandingan Dari hasil pemodelan analitik tersebut dilakukan uji perbandingan antara desain penghalang I dan II dimana mempunyai panjang sama 9.74 m dengan tinggi yang berbeda yaitu 1.32 m dan 1.52 m untuk titik penerima berada pada tinggi 0.8 m dan jarak 1.5 m Tabel 6. Perbandingan performansi penghalang I dan II
1.32
Insertion Loss(dB)
1.52
125
250
500
1000
2000
4000
3.6 9.74
5.30999 7.08926
4.33893 6.11749
3.83762 5.62063
3.65262 5.44138
3.75444 5.54784
3.31748 5.11389
Grafik perbandingan penghalang bising panjang 3.6 m dengan 9.74 m
Dari tabel diatas didapatkan nilai serapan ruang (S o α o ) dan waktu dengung sabine dari hasil perhitungan pada frekuensi 500 Hz sebesar 15.461 sabine dan 2.46 detik Berdasarkan hasil simulasi didapatkan nilai waktu dengung untuk metode sabine. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan terdapat nilai waktu dengung yang hampir sama yaitu ketika berada frekuensi tengah yaitu frekuensi 250 Hz dan 500 Hz. Namun dalam pemodelan digunakan data hasil dari pengukuran yang mempunyai nilai sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Frekuensi (Hz)
tinggi (m)
Frekuensi (Hz)
Panjang (m)
125
250
500
1000
2000
4000
6.57643 7.08926
5.59201 6.11749
5.08768 5.62063
4.90976 5.44138
5.0237 5.54784
4.59807 5.11389
Grafik perbandingan penghalang bising tinggi 1.32 m dengan 1.52 m 8
8 Insertion Loss (dB)
Freq.(Hz) RT(60)
6 4
Panjang 3.6 m
2
Panjang 9.74 m
0 125
250
500 1000 2000 4000 Frekuensi (Hz)
Gambar 10. Plot grafik Perbandingan performansi penghalang II dan III Berdasarkan tabel dan gambar tersebut didapatkan bahwa penghalang bising II dengan dimensi panjang 9.74 dan tinggi 1.52 m mempunyai kinerja akustik yang baik dimana didapatkan nilai insertion loss pada frekuensi 500 Hz sebesar 5.62063 dB sedangkan penghalang lainnya hanya memiliki nilai sebesar 3.83762 dB. Dari hasil tersebut juga dilakukan uji perbandingan antara desain penghalang III dan IV dimana mempunyai tinggi sama 1.52 m dengan panjang yaitu 3.6 m dimana letak sumber berada di tengah dan di tepi dengan titik penerima berada pada tinggi 0.8 m dan jarak 1.5 m. Tabel 8. Perbandingan performansi penghalang III dan IV Jarak (m)
Frekuensi (Hz)
6
1.5
125
250
500
1000
2000
4000
4
tengah tepi
5.30999 5.27847
4.33893 4.29880
3.83762 3.79362
3.65262 3.60772
3.75444 3.71125
3.31748 3.27028
Tinggi 1.32 m
2
Tinggi 1.52 m
0 125 250 500 1000 2000 4000 Frekuensi (Hz)
Gambar 9. Plot grafik Perbandingan performansi penghalang I dan II
Insertion Loss (dB)
6
6 5 4 3 2 1 0
Grafik perbandingan dengan sumber ditengah dan ditepi
sumber tengah sumber tepi 125
250
500
1000 2000 4000
Jarak Penerima (m)
Gambar 11. Plot grafik Perbandingan performansi penghalang III dan IV Berdasarkan tabel dan gambar tersebut didapatkan bahwa penghalang bising III dengan dimensi panjang 3.6 m dan tinggi 1.52 m dengan titik sumber berada ditengah mempunyai kinerja akustik yang baik dimana didapatkan nilai insertion loss pada frekuensi 500 Hz sebesar 3.83762 dB sedangkan penghalang lainnya hanya memiliki nilai sebesar 3.79362 dB. E. Pembahasan Berdasarkan tabel dan grafik uji perbandingan antara penghalang bising pertama dan kedua dari hasil pemodelan analitik didapatkan bahwa penghalang bising dengan ketinggian 1.52 m dan panjang 9.74 m mempunyai nilai Insertion Loss lebih besar daripada penghalang bising dengan ketinggian 1.32 m dengan panjang 9.74 m, pada ketinggian penerima sebesar 0.8 m dan jarak dari penghalang 1.5 m pada frekuensi 500 Hz didapatkan nilai untuk tinggi 1.52 m sebesar 5.62063 dB, sedangkan pada tinggi 1.32 m sebesar 5.03704 dB. Dari perbedaan tinggi penghalang didapatkan perbedaan nilai Insertion Loss sebesar 0.58359 dB. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Insertion Loss dengan tinggi 1.52 m punya nilai yang lebih besar disbanding dengan panjang 1.32 m karena semakin besar dimensi tinggi semakin besar nilai Insertion Lossnya Pada model penghalang bising yang ketiga dimana panjangnya hanya 3.6 m mempunyai tinggi 1.52 m ini juga mengalami penurunan nilai Insertion Loss ketika jarak dengan penghalang semakin besar dan ketinggian penerima semakin bertambah. Berdasarkan hasil tabel dan grafik dari pemodelan analitik pada penghalang bising ketiga dengan panjang 3.6 m mempunyai nilai Insertion Loss yang lebih kecil dibandingkan dengan penghalang bising kedua yang mempunyai panjang 9.74 m yang mempunyai ketinggian sama yaitu 1.52 m. Pada ketinggian penerima 0.8 m dan jarak 1.5 m dengan frekuensi 500 Hz penghalang dengan panjang 3.6 m memiliki nilai Insertion Loss sebesar 3.83762 dB sedangkan penghalang bising dengan panjang 9.74 m memiliki nilai Insertion Loss sebesar 5.62063 dB dari perbedaan panjang penghalang ini didapatkan selisih nilai Insertion Loss sebesar 1.78301 dB. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Insertion Loss dengan panjang 9.74 m punya nilai yang lebih besar dibanding dengan panjang 3.6 m karena semakin besar dimensi panjang semakin besar nilai Insertion Lossnya.. Pada model penghalang bising keempat dimana mempunyai panjang 3.6 m dan tinggi 1.52 sama dengan dimensi model penghalang ketiga namun pada model keempat ini titik sumber
diletakkan pada bagian tepi yaitu pada x = 1 m dan y = 3.6 m didapatkan nilai insertion loss pada frekuensi 500 Hz sebesar 3.79362 dB sedangkan model penghalang bising ketiga dimana titik sumber berada ditengah yaitu pada x = 1 m dan y = 1.8 m memiliki nilai sebesar 3.83762 dB. Dari perbedaanletak titik sumber bunyi didapatkan selisih nilai Insertion Loss sebesar 0.0044 dB. Hal ini dikarenakan jika sumber diletakkan dibagian tepi maka daerah bayangan akustik semakin berkurang jika dibanding sumber diletakkan ditengah sehingga nilai Insertion Loss jika titik sumber diletakkan ditepi lebih kecil dibanding jika diletakkan ditengah. V. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pemodelan analitik pada penghalang bising model II dengan tinggi 1.52 m serta panjang 9.74 m dengan jarak dan tinggi penerima 1.5 m dan 0.8 m memiliki nilai Insertion Loss yang terbesar dimana pada frekuensi midband dari 500 Hz – 1000 Hz mempunyai nilai sebesar 5.62063 dB – 5.44138 dB. 2. Pemodelan analitik pada penghalang bising model III dengan tinggi 1.52 m serta panjang 3.6 m dengan jarak dan tinggi penerima 3.5 m dan 1.6 m memiliki nilai Insertion Loss yang terkecil dimana pada frekuensi midband dari 500 Hz – 1000 Hz mempunyai nilai sebesar 3.75008 dB - 3.54519 dB. 3. Nilai Insertion Loss dengan penghalang bising model III dengan jarak dan tinggi penerima 1.5 m dan 0.8 m dimana titik sumber terletak ditengah mempunyai nilai yang lebih baik, dimana pada frekuensi midband 500 Hz – 1000 Hz memiliki nilai sebesar 3.83762 dB – 3.65262 dB. Sedangkan penghalang bising model IV dimana titik sumber berada ditepi pada frekuensi midband 500 Hz – 1000 Hz hanya memiliki nilai sebesar 3.79362 dB – 3.60772 dB. DAFTAR PUSTAKA [1]
Defrance, J. Gabillet, Y. 1999. “A new analytical method for calculation of outdoor noise propagation”. Applied Acoustics.: 109-127. [2] Doelle, L.L. 1972. Environtmental Acoustic. McGraw-Hill Publishing Company, New York. [3] Gannoruwa, Anupama. Ruwanpura, Janaka Y. 2007. “ Construction Noise Prediction and Barrier Optimization Using Special Purpose Simulation”. Winter Simulation Conference : 2073-2081. [4] Kurze,U.J. Anderson, G.S. “Sound Attenuation by Barriers. Bolt Beranek and Newman Inc., Cambridge, Mass. (USA) [5] L. Ver, Istvan. L. Beranek, Leo.2006. Noise and Vibration Control Engineering: Priciples and Application. John Wiley & Sons, Inc [6] Lau, S.K. Tang, S.K. 2009. “Performance of a noise barrier within an enclosed space”. Applied Acoustics : 70: 50–57. [7] Maekawa Z. 1968. Noise reduction by screens. Applied Acoustics;1:157–73. [8] Moreland JB, Minto RF. An Example of In-Plant Noise Reduction with An Accoustical Barrier. Westinghouse Electric Corporation. USA. [9] Moreland JB, Musa RS. The performance of acoustic barriers. Noise Control Eng 1973;1(2):98–101. [10] Satwiko, Prasasto.2008. Fisika Bangunan. Penerbit Andi. Yogyakarta [11] Smith BJ, Peters RJ, Owen S. Acoustics and noise control. Harlow, England: Addison Wesley Longman; 1996.. [12] Wang C, Bradley JS. 2002. “A mathematical model for a single screen barrier in open-plan offices”. Applied Acoustics : 63:849–66.