PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
MINERALOGY AND GEOCHEMISTRY OF BAGINDA HILL GRANITOID, BELITUNG ISLAND, INDONESIA (MINERALOGI DAN GEOKIMIA GRANITOID BUKIT BAGINDA, PULAU BELITUNG, INDONESIA) Naufal Ikhsan Anastasia Dewi Titisari* Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No.2 Bulaksumur Yogyakarta, *Email :
[email protected]
ABSTRACT Granitoid spread outs widely throughout Belitung Island, Indonesia. The distribution of granitoid in northwestern part of Belitung Island is associated with tin deposit. In southwestern part of Belitung Island at Baginda Hill, however the granitoid is extremely low tin contents (Sn concentrations: 2-3 ppm). Study of mineralogy characteristics and geochemistry at Baginda Hill, therefore is important in understanding the granitoid variation and its petrogenesis. The petrography observation showing monzogranite and syenogranite are variations of granitoid at Baginda Hill with presence of quartz, plagioclase, alkali feldspar, biotite, hornblende, and accessory minerals such as fluorite, rutile, zircon and opaque minerals. Harker diagrams of the granitoid reveal SiO2 has negative correlation with oxide major such as TiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, K2O, Na2O, MnO, MgO dan P2O5 reflecting influence of magmatic fractionation. Magmatic affinity of the granitoid is kalk-alcaline with high K calc alkaline and shoshonitic. Metalumieous with tipe-I is its typology of the granitoid. Plotting results of trace element Rb versus Y+Nb dan Nb versus Y suggest that Baginda Hill granitoid occurred on VAG (Volcanic Arrc Granites) setting which related to orogenic and associated with subduction. Key words : Baginda Hill, calk-alkalin, monzogranite, shoshonitic, syenogranite, Volcanic Arc Granite, Belitung
SARI Batuan granitoid mempunyai penyebaran yang cukup luas di Pulau Belitung, Indonesia. Penyebaran batuan granitoid di bagian baratlaut Pulau Belitung diketahui berasosiasi dengan penyebaran endapan timah. Namun granitoid di Bagian Barat Daya Pulau Belitung, khususnya granitoid Bukit Baginda menunjukkan kandungan timah yang sangat rendah (konsentrasi Sn: 2-3 ppm). Oleh karenanya, penelitian karakteristik mineralogi dan geokimia granitoid Bukit Baginda menjadi penting dan menarik untuk dapat menjelaskan variasi granitoid dan petrogenesanya. Hasil analisis petrografi menunjukkan monzogranit dan syenogranit merupakan variasi granitoid Bukit Baginda, dengan kehadiran mineral penyusun berupa kuarsa, plagioklas, alkali feldspar, biotit, hornblende, dan beberapa mineral asesori seperti fluorit, rutil, zirkon dan mineral opak. Diagram harker granitoid memperlihatkan bahwa senyawa SiO2 berkorelasi negatif dengan senyawa-senyawa utama TiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, K2O, Na2O, MnO, MgO dan P2O5 yang merefleksikan pengaruh fraksinasi magma. Afinitas magmanya sebagai kalk-alkali dengan kandungan K yang tinggi (high K Calc Alkaline) dan shoshonitik. Tipologi granitoidnya adalah metaluminous dengan tipe I. Berdasarkan ploting unsur jejak Rb versus Y+Nb dan Nb versus Y mengindikasikan bahwa granitoid Bukit Baginda terbentuk pada tatanan VAG (Volcanic Arc Granites) yang berhubungan dengan pembentukan pegunungan (orogenik) dan berasosiasi dengan subduksi. Kata kunci : Bukit Baginda, kalk-alkali, monzogranit, shoshonitik, syenogranit, Volcanic Arc Granite, Belitung
469
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
I.
PENDAHULUAN
II.
Batuan granitoid merupakan suatu istilah bagi kelompok batuan beku plutonik dengan komposisi asam hingga intermediate yang memiliki tekstur faneritik (Gill, 2010), dengan mineral penyusun berupa plagioklas, kuarsa, dan alkali feldspar (Winter, 2001).
KONDISI GEOLOGI REGIONAL Menurut Van Bemmelen (1949), Pulau Belitung merupakan bagian paling selatan dari Sabuk Timah Asia Tenggara yang tersebar dari bagian barat dari Semenanjung Malaya melalui Kepulauan Lingga dengan Singkep, sampai ke Pulau Bangka dan Belitung.
Batuan granitoid di Indonesia memiliki penyebaran yang cukup luas. Salah satu contohnya di Pulau Belitung. Menurut Van Bemmelen (1949), Pulau Belitung merupakan bagian dari Kepulauan Timah dan umumnya kehadiran batuan beku di daerah Pulau Belitung didominasi oleh intrusi granitoid.
Pulau Belitung secara topografis merupakan daerah dataran dengan elevasi rendah dan memiliki bukit-bukit sisa (Lehmann dan Harmanto, 1990). Bukit-bukit sisa yang masih dapat terlihat adalah bukit yang terletak di bagian tengah Pulau Belitung dengan ketinggian sekitar 510 m yang dikenal dengan Gunung Tadjem Laki dan Gunung Tadjem Bini (Van Bemmelen, 1949).
Pada daerah penelitian yang terletak di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya, tersingkap intrusi granitoid. Lokasi penelitian secara administratif termasuk dalam Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung. Secara geografis terletak pada koordinat (UTM) 788.366-793.377 dan 9.646.345-9.641.680, dengan luas daerah penelitian sekitar 48 km2 (Gambar 1).
Proses tektonik di Pulau Belitung berawal dari pembentukan endapan sedimen flysch dari Formasi Kelapakampit yang bersamaan dengan tumbukan yang membentuk Formasi Siantu (Baharuddin dan Sidarto, 1995). Aktifitas magmatisme utama terjadi sepanjang Triasik-Kenozoik, dimana selama Triasik setelah terjadi tumbukan antara Blok Sibumasu dari Gondwana dengan Blok Indochina, terbentuklah struktur horst dan graben yang paralel dengan sumbu orogenesa. Terbentuknya tatanan tektonik ektensional ini menyebabkan pembentukan granit Main Range Province dan Eastern province pada sabuk granit Asia Tenggara (Crow, 2005).
Umumnya kehadiran granitoid di daerah Kepulauan Timah seperti Pulau Bangka dan Pulau Belitung berasosiasi dengan kehadiran mineral pembawa timah seperti kasiterit (SnO2). Granit Tanjungpinang di bagian Baratlaut Pulau Belitung merupakan granit tipe S yang mengandung greisen yang kaya mineral kasiterit primer (Baharuddin dan Sidarto, 1995). Namun, menurut Lehman dan Harmanto (1990) granitoid Tanjungpandan di Pulau Belitung (yang terletak di sebelah Utara daerah penelitian) menunjukkan kandungan timah yang sangat rendah (konsentrasi Sn 2-4 ppm). Karena ketidakkonsistenan kandungan kasiterit dalam granit tersebut maka penelitian karakteristik mineralogi dan geokimia granitoid Bukit Baginda menjadi penting dan menarik untuk dapat menjelaskan variasi granitoid dan petrogenesanya.
Pada Trias Tengah – Jura Awal terjadi magmatisme yang membentuk granitoid yang tersebar di sepanjang bagian barat Bukit Barisan dan daerah Kepulauan Timah, dimana granitoid yang terbentuk memiliki umur mutlak sekitar 250 – 143 juta tahun dengan umur rata-rata sekitar 220 juta tahun dengan tatanan tektonik pembentukannya termasuk post-collisional (Cobbing dkk, 1992). Puncak dari magmatisme di daerah Semenanjung Malaysia dan Kepulauan Timah adalah pada 220 juta tahun, dengan munculnya granitoid yang berumur lebih tua di Kepulauan Timah (Cobbing dkk, 1992 dalam Barber dkk, 2005).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe, afinitas magma, dan tatanan tektonik dari batuan granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya dilihat dari segi karakteristik mineralogi dan geokimianya.
470
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA Menurut Baharuddin dan Sidarto (1995), proses magmatisme tersebut terekam di Pulau Belitung dengan munculnya Granit Tanjungpinang yang mengandung kasiterit primer pada Trias. Lalu pada Awal Jura proses magmatik masih berlangsung dan menghasilkan intrusi Adamelit Baginda yang tidak mengandung kasiterit. Pada Kapur Akhir proses magmatik terakhir terjadi ditandai dengan adanya intrusi diorit dan granodiorit. Pada Kapur Akhir sampai Kuarter proses yang dominan berupa proses erosi dan pengendapan yang menghasilkan endapan pasir karbonan dan aluvium
Kedua analisis tersebut dilakukan di ALS Laboratory, Kanada.
IV.
Karakteristik Granitoid
Megaskopis
Batuan
Mengacu pada Peta Geologi Lembar Belitung (Baharudin dan Sidarto, 1995) batuan granitoid yang tersingkap di daerah penelitian, yaitu di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya dapat disebandingkan dengan Formasi Adamelit Baginda. Berdasarkan hasil pengamatan megaskopis di lapangan, kesepuluh sampel batuan dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis granitoid yang berbeda, yaitu kelompok granitoid Bukit Baginda dan Pantai Penyabong yang dicirikan dengan warna batuan putih keabuabuan dan granitoid Tembelang yang dicirikan dengan warna batuan abu-abu. Singkapan batuan granitoid yang berada di Bukit Baginda (Foto 1) dan di Pantai Penyabong (Foto 2) umumnya memiliki warna putih keabu-abuan, ukuran kristal kasar (1-25 mm), tekstur faneritik, tingkat kristalinitas holokristalin, komposisi penyusun batuan terdiri dari kuarsa, plagioklas, ortoklas, biotit, dan hornblende. Selain itu pada singkapan granitoid juga terdapat xenolith yang berwarna lebih gelap. Sedangkan singkapan batuan granitoid yang berada di Desa Tembelang (Foto 3) umumnya memiliki warna abu-abu, ukuran kristal kasar (1-20 mm), tekstur faneritik, tingkat kristalinitas holokristalin, komposisi penyusun batuan terdiri dari kuarsa, plagioklas, ortoklas, biotit, dan hornblende.
Daerah penelitian didominasi oleh dua formasi batuan yaitu Formasi Adamelit Baginda yang tersusun oleh intrusi granit jenis adamelit serta endapan aluvial dan pantai (Gambar 2).
III.
DATA DAN PEMBAHASAN
SAMPEL DAN METODE PENELITIAN
Data yang dipakai dalam penelitian ini berupa 10 (sepuluh) buah sampel batuan granitoid yang diambil di tiga tempat, yaitu di Desa Tembelang dengan koordinat 48 S 0788366, 9646345 (2 sampel), di Pantai Penyabong dengan koordinat 48 S 0793377, 9641680 (2 sampel), dan di Bukit Baginda dengan koordinat 48 S 0791142, 9644171 sebanyak 6 sampel (Gambar 3). Teknik analisis yang dipakai pada penelitian ini adalah: analisis petrografi untuk mengetahui karakteristik batuan granitoid berdasarkan sifat fisik dan sifat optisnya. Klasifikasi IUGS (Streckeisen, 1976 dalam Le Maitre, 2002) digunakan untuk menentukan nama batuan. Analisis petrografi dilakukan di Laboratorium Geologi optik, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Petrografis Batuan Ganitoid Berdasarkan hasil analisis petrografi dari sampel granitoid dari lokasi penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua jenis granitoid yaitu kelompok monzonite untuk granitoid yang berada di Bukit Baginda dan Pantai Penyabong, serta kelompok syenogranit untuk granitoid yang berada di Desa Tembelang. Pengelompokan tersebut selaras dengan hasil pengamatan megaskopis di lapangan yaitu kelompok monzonit Bukit Baginda dan Pantai Penyabong dicirikan dengan warna batuan putih keabu-abuan, dan
Analisis geokimia dengan menggunakan ICP-AES (Inductively Coupled Plasma Atomic Emission Spectroscopy) dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi oksida mayor sedangkan analisis geokimia dengan ICP-MS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry) dilakukan untuk mendapatkan data konsentrasi unsur jejak. 471
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA kelompok syenogranit Tembelang dicirikan dengan warna batuan abu-abu.
1%. Selain itu terdapat pula mineral sekunder seperti serisit dan klorit. Berdasarkan normalisasi terhadap persentase komposisi kuarsa, alkali feldspar, dan plagioklas, sesuai dengan klasifikasi IUGS (Streckeisen, 1976 dalam Le Maitre, 2002), granitoid di Desa Tembelang memiliki nama petrografi syenogranit.
Kenampakan petrografis granitoid yang berada di Bukit Baginda (Foto 4) memiliki ukuran kristal 0,5-4 mm, mineral penyusun mempunyai batas kristal euhedral-anhedral, tekstur hipidiomorfik granular. Komposisi mineral dalam batuan tersebut umumnya didominasi oleh kuarsa (26%), ortoklas (30%), dan plagioklas (26%) dengan mineral mafik berupa hornblende (12%) dan biotit (5%). Terdapat pula mineral-mineral aksesori seperti zirkon, fluorit dan mineral opak yang kelimpahannya mencapai 1%. Selain itu terdapat pula mineral sekunder seperti serisit dan klorit. Berdasarkan normalisasi terhadap persentase komposisi kuarsa, alkali feldspar, dan plagioklas, sesuai dengan klasifikasi IUGS (Streckeisen, 1976 dalam Le Maitre, 2002), granitoid di Bukit Baginda memiliki nama petrografi monzogranit.
Geokimia Granitoid Hasil analisis geokimia oksida mayor dan unsur jejak untuk kesepuluh sampel granitoid daerah penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. Secara umum, granitoid tersebut mempunyai kandungan senyawa oksida utama SiO2 berkisar 63.8-40.4 wt.%, Al2O3 12.2-15.05 wt.%, Fe2O3 2.66-5.36 wt.%, MgO 0.78-1.75 wt.%, Na2O 2-2.57 wt.%, K2O 3.9-5.99 wt.% dan TiO2 0.33-0.54 w.%. Sedangkan untuk kandungan unsur jejak Rb berkisar 175-221 ppm, Y 15.1-47.9 ppm, Nb 7.8-15.4 ppm dan Sn 2-3ppm.
Kenampakan petrografis dari jenis granitoid yang berada di Pantai Penyabong (Foto 5) memiliki ukuran kristal 0,5-4 mm, mineral penyusun mempunyai batas kristal euhedralanhedral, tekstur hipidiomorfik granular. Komposisi mineral dalam batuan tersebut umumnya didominasi oleh kuarsa (33%), ortoklas (30%), dan plagioklas (27%) dengan mineral mafik berupa hornblende (5%) dan biotit (4%). Terdapat pula mineral-mineral aksesori seperti zirkon, fluorit dan mineral opak yang kelimpahannya mencapai 1%. Selain itu terdapat pula mineral sekunder seperti serisit dan klorit. Berdasarkan normalisasi terhadap persentase komposisi kuarsa, alkali feldspar, dan plagioklas, sesuai dengan klasifikasi IUGS (Streckeisen, 1976 dalam Le Maitre, 2002), granitoid di Pantai Penyabong memiliki nama petrografi monzogranit.
Karakteristik Unsur Mayor Diagram harker untuk sampel granitoid yang diambil dari Desa Tembelang, menunjukan korelasi yang negatif antara SiO2 dengan unsur-unsur mayor seperti Al2O3, Na2O, dan CaO, sedangkan antara SiO2 dengan K2O menunjukkan korelasi yang positif. Sementara antara SiO2 dengan unsur-unsur mayor lainnya seperti MnO, Fe2O3, MgO dan P2O5 dan TiO2 tidak menunjukkan korelasi yang jelas (Gambar 4). Data-data tersebut menandakan bahwa granitoid pada daerah ini telah mengalami fraksinasi sejalan dengan meningkatnya kandungan alkali feldspar. Diagram harker untuk sampel granitoid Pantai Penyabong menunjukan korelasi negatif antara kandungan SiO2 dengan unsurunsur mayor seperti Al2O3, Na2O, dan K2O, sedangkan antara SiO2 dan unsur-unsur mayor lainnya seperti CaO, TiO2, Fe2O3, MgO, MnO, dan P2O5 menunjukan korelasi positif (Gambar 4).
Kenampakan petrografi dari jenis granitoid yang berada di Desa Tembelang (Foto 6), memiliki ukuran kristal 0,5-4 mm, mineral penyusun mempunyai batas kristal euhedralanhedral, tekstur hipidiomorfik granular. Komposisi mineral dalam batuan tersebut umumnya terdiri atas kuarsa (28%), ortoklas (42%), dan plagioklas (21%) dengan mineral mafik berupa hornblende (4%) dan biotit (34%). Terdapat pula mineral aksesori seperti rutil dan mineral opak yang kelimpahannya
Ploting senyawa oksida utama dari sampel granitoid yang diambil dari Bukit Baginda pada diagram harker menunjukkan bahwa antara kandungan SiO2 dengan unsur-unsur mayor yang lain seperti Al2O3, Na2O, K2O, CaO, TiO2, Fe2O3, MgO, MnO, dan P2O5 472
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA mempunyai korelasi negatif, dan tidak ada yang memperlihatkan korelasi positif.
dapat dikelompokkan ke dalam batuan metalumina. Selain itu data saturasi alumina juga dapat dijadikan acuan dalam penentuan jenis granitoid. Mengacu pada Chappel dan White (1974) untuk pengelompokan tipe granitoid berdasarkan kandungan saturasi alumina (Gambar 7) serta ditambah dengan data mineral penciri seperti kehadiran biotit dan hornblende maka dapat ditentukan bahwa granitoid di daerah penelitian termasuk granitoid tipe-I.
Secara umum, korelasi negatif antara SiO2 dengan oksida mayor lain pada sampel granitoid Bukit Baginda menunjukkan penurunan konsentrasi oksida mayor terhadap kenaikan kandungan SiO2 yang mengindikasikan evolusi magma granitoid Bukit Baginda melalui fraksinasi kristalisasi. Afinitas magma pembentukan dari batuan granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya dapat diketahui dengan data nilai kandungan unsur-unsur mayor pada batuan seperti SiO2, Na2O, K2O, MgO, dan FeO total. Analisis afinitas magma pada penelitian ini menggunakan diagram afinitas magma Pecerrilo dan Taylor (1976) dan diagram AFM Irvine dan Baragar (1971).
Tatanan Tektonik Unsur jejak pada batuan granitoid dapat digunakan dalam penentuan tatanan tektonik pembentukan batuan granitoid (Pearce, dkk., 1984). Berdasarkan ploting unsur-unsur jejak (Y+Nb) versus unsur Rb (Gambar 8) menunjukan bahwa sebagian besar batuan granitoid daerah Desa Tembelang, Pantai Penyabong, dan Bukit Baginda terbentuk pada tatanan tektonik VAG (Volcanic Arc Granite) dan terdapat satu sampel yang terbentuk pada tatanan tektonik WPG (Within Plate Granites). Sampel tersebut merupakan sampel yang diambil dari lokasi Bukit Baginda. Sedangkan ploting unsur jejak Y versus Nb (gambar 9) juga menunjukkan hasil yang sama dengan diagram hasil ploting (Y+Nb) versus unsur Rb, dimana sebagian besar batuan granitoid terbentuk pada tatanan tektonik VAG (Volcanic Arc Granites) dan hanya satu sampel yang terplot pada tatanan tektonik WPG (Within Plate Granites). Sampel tersebut merupakan sampel yang berasal dari lokasi Bukit Baginda.
Ploting sampel granitoid daerah penelitian pada diagram afinitas magma SiO2 versus K2O menurut Pecerrilo dan Taylor (1976) dalam Rollinson (1993) menunjukan bahwa pembentukan granitoid di daerah penelitian menunjukkan afinitas magma seri kalk-alkali K-tinggi dan seri shoshonitik (Gambar 5) dimana kandungan alkali yang tinggi dikonfirmasi dari data geokimia yang menunjukkan konsentrasi K2O yang tinggi (3.9-5.99 wt.%). Hasil pengeplotan senyawa oksida utama berdasarkan diagram AFM menurut Irvine dan Baragar (1971) dalam Rollinson (1993), dengan tiga end-members Na2O, MgO, dan FeO total menunjukan bahwa afinitas magma yang terdapat di daerah penelitian adalah seri kalk-alkali (Gambar 6).
Mengacu pada klasifikasi batuan granitoid berdasarkan tatanan tektonik yang dikemukakan oleh Pitcher (1983), berdasarkan karakteristik granitoid Bukit Baginda yaitu: mempunyai afinitas magma kalk-alkalin dengan K yang tinggi (high K calc-alkalin) dan shoshonitik, tipologinya adalah metaluminous dengan tipe I, kehadiran mineral hornblende dan biotit, tatanan tektonik berupa VAG (Volcanic Arc Granites) serta secara regional termasuk pada tatanan tektonik post-collisional (Cobbing dkk, 1992) mengindikasikan bahwa genesa granitoid Bukit Baginda berhubungan dengan pembentukan pegunungan (orogenik) dan berasosiasi dengan subduksi.
Hasil ploting pada kedua diagram seri afinitas magma tersebut menunjukkan afinitas magma yang sama yaitu kalk alkalin serta mengindikasikan bahwa sampel granitoid memiliki kandungan K2O yang cukup tinggi (3.9-5.99 wt.%) yang dikonfirmasi dengan hasil pengamatan petrografi yang menunjukkan kandungan yang tinggi untuk mineral alkali feldspar (ortoklas). Berdasarkan ploting saturasi alumina pada seluruh sampel granitoid daerah Bukit Baginda dan sekitarnya (Gambar 7) menunjukan indeks saturasi alumina (A/CNK) < 1,1 sehingga batuan granitoid 473
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
V.
Granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya termasuk VAG (Volcanic Arc Granites), dimana tatanan tektonik pembentukannya berhubungan dengan proses subduksi dan pembentukan pegunungan.
KESIMPULAN
Berdasarkan data penelitian mineralogi dan geokimia granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: Granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya memiliki afinitas magma dengan seri kalk-alkali K-tinggi hingga seri shoshonitik.
VI.
ACKNOWLEDGEMENT Penulis mengucapkan terimakasih kepada Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan hibah dana (No: 366/H1.17-TGL/PL/2016) untuk melaksanakan penelitian ini dan memfasilitasi penulisan artikel ini.
Granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya termasuk pada granitoid metaluminous, tipe-I.
DAFTAR PUSTAKA Baharuddin dan Sidarto. 1995. Peta Geologi Lembar Belitung, Sumatera, Skala 1:250.000: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia. Barber, A.J., dan M.J. Crow. 2005. Structure and Structural History. Sumatera: Geology, Resources, and Tectonic Evolution: Geological Society Memoir No. 31. Barber, A.J., M.J. Crow., J.S. Milsom (editor). 2005. Sumatera: Geology, Resources, and Tectonic Evolution: Geological Society Memoir No. 31. Chappel, B.W., dan A.J.R. White. 1974. Two Contrasting granite types: Pacific Geology, v.8. Cobbing, E.J., P.E.J. Pitfield., D.P.F. Darbyshire, dan D.I.J. Malick. 1992. The Granites of The South-East Asian Tin Belt: Overseas Memoir of the british Geological Survey No. 10. Cobbing, E.J. 2005. Granites. Sumatera: Geology, Resources, and Tectonic evolution: Geological Society Memoir No. 31. Crow, M.J. 2005. Pre-Tertiary Volcanic Rocks. Sumatera: Geology, Resources, and Tectonic evolution: Geological Society Memoir No. 31. Gill, R. 2010. Igneous Rock and Processes: A Practical Guide: Wiley-Blackwell, West Sussex. Lehman, B dan Harmanto. 1990. Large scale Tin Depletion in the Tanjungpandan Tin Granite, Belitung Island, Indonesia: Economic Geology, Vol. 85. Le Maitre, R.W. 2002. Igneous Rocks: A Classification and Glossary of Terms: Recommendations of International Union Of Geological Sciences Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks: Cambridge University Press. Nesse, William D. 2013. Introduction to Optical Mineralogy. New York. Oxford University Press. Pearce, P.A., N.B.W. Harris, dan A.G. Tindle. 1984. Trace element discrimination diagrams for the tectonic interpretation of granitic rocks: Journal of Petrology, v. 25.
474
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA Rollinson, H.R. 1993. Using Geochemical Data: Evaluation, Presentation, Interpretation: Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd, Singapore. Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia Vol 1 A: Government Printing Office, The Hauge, Netherlands. Williams, H., F.J. Turner dan C.M. Gilbert. 1982. Petrography : An Introduction the Study of Rocks in Thin Section 2nd Edition: W. H. Freeman & Co. Wilson, M. 1989. Igneous Petrogenesis: Harper Collins Academic, Hammersmith, London. Winter, J.D. 2001. Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology: Prentice-Hall Inc. Upper Saddle river, New Jersey.
475
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
TABEL Tabel 1. Hasil analisis geokimia oksida utama (dalam wt.%) dan unsur jejak (dalam ppm) untuk granitoid Bukit Baginda, Pulau Belitung, Indonesia. Batuan
Monzogranit
Kode Sampel
NI/01
Syenogranit
NI/05
NI/03
NI/04
NI/06
NI/07
NI/09
NI/10
NI/02
NI/08
Oksida utama (wt.%) Si02
70.30
68.10
68.70
70.10
63.80
72.50
70.40
67.40
70
68.8
Ti02
0.48
0.43
0.51
0.54
0.60
0.54
0.33
0.61
0.53
0.53
Al2O3
12.20
14.10
13.30
12.70
15.05
12.70
14.45
13.55
12.65
13.35
Fe2O3
4.31
3.72
4.51
4.71
5.36
4.68
2.66
5.05
4.7
4.59
MnO
0.07
0.06
0.08
0.08
0.09
0.08
0.04
0.08
0.08
0.08
MgO
1.39
1.19
1.46
1.49
1.75
1.47
0.78
1.59
1.4
1.37
CaO
2.97
2.53
3.19
3.35
3.90
3.25
2.79
3.45
3.07
3.45
Na2O
2.00
2.27
2.21
2.20
2.57
2.19
2.42
2.31
2.1
2.34
K2O
4.00
5.99
4.66
3.75
4.63
3.98
5.30
4.11
4.26
3.9
P2O5
0.13
0.11
0.14
0.13
0.18
0.13
0.07
0.14
0.14
0.13
LOI
0.30
0.37
0.45
0.39
0.41
0.36
0.22
0.29
0.54
0.47
Unsur jejak (ppm) Ba
432.0
2130.0
1090.0
469.0
1250.0
591.0
1490.0
616.0
467.0
490.0
Ce
110.5
108.0
133.5
142.5
165.0
101.5
70.2
127.5
65.1
140.5
Eu
1.2
1.8
1.5
1.3
1.8
1.5
1.8
1.5
1.2
1.4
Hf
5.8
5.3
6.0
5.9
8.7
7.0
3.1
6.8
6.9
5.7
Nb
13.4
11.1
13.0
13.7
15.4
13.5
7.8
15.2
13.8
13.7
Sn
3.0
2.0
3.0
3.0
3.0
3.0
2.0
3.0
3.0
3.0
Ta
1.0
0.8
1.0
1.1
1.1
1.1
0.6
1.6
1.0
1.0
Tb
1.1
0.9
1.1
1.1
1.4
1.3
0.5
1.2
1.0
1.1
Th
27.1
23.7
29.3
30.8
31.3
20.0
17.5
30.0
16.5
28.7
GAMBAR
476
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Gambar. 1. Lokasi Penelitian
477
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Gambar. 2. Peta geologi regional Pulau Belitung dan lokasi penelitian (Baharuddin dan Sidarto, 1995, dengan modifikasi).
478
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Gambar. 3. Lokasi pengambilan sampel granitoid
479
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Foto. 1. Singkapan granitoid di daerah Bukit Baginda (kiri) dan foto perbesaran dari sampel granitoid di daerah Bukit Baginda (Foto menghadap ke arah selatan).
Foto. 2. Singkapan granitoid di Pantai Penyabong (kiri) dan foto perbesaran dari sampel granitoid di Pantai Penyabong (Foto menghadap ke arah tenggara).
Foto. 3. Singkapan granitoid di Desa Tembelang (kiri) dan foto persebaran dari sampel granitoid di Desa Tembelang (Foto menghadap ke arah barat laut).
480
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Hbl
Hbl
Qz
Qz Bt Bt Or
Or
Pl
Pl
2mm
2mm
Foto. 4. Kenampakan polarisasi sejajar (kiri) dan polarisasi bersilang (kanan) sayatan tipis granitoid di daerah Bukit Baginda. Bt
Bt
Fl Qz
Fl
Qz
2mm
Pl
Pl
2mm
Foto. 5. Kenampakan polarisasi sejajar (kiri) dan polarisasi bersilang (kanan) sayatan tipis granitoid di daerah Pantai Penyabong. Bt
Bt
Or
Or
Hbl
Hbl Qz
Qz
2mm
2mm Pl
Pl
Foto. 6. Kenampakan polarisasi sejajar (kiri) dan polarisasi bersilang (kanan) sayatan tipis granitoid di daerah Desa Tembelang.
481
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Gambar 4. Diagram harker Perbandingan SiO2 dengan unsur-unsur mayor lainnya dari sampel granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya.
482
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Gambar 5. Diagram afinitas magma granitoid daerah Bukit Baginda dan sekitarnya (diagram mengikuti Pecerrilo dan Taylor, 1976 dalam Rollinson, 1993
Gambar 6: Diagram AFM dari granitoid daerah Bukit Baginda dan sekitarnya (diagram mengikuti Irvine dan Baragar, 1971 dalam Rollinson, 1993).
483
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6 – 7 OKTOBER 2016; GRAHA SABHA PRAMANA
Gambar.7 Diagram saturasi alumina dan pembagian tipe granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya (diagram mengikuti Chappel dan White, 1974).
Gambar. 8. Diagram yang menunjukan tatanan tektonik pembentukan granitoid di daerah Bukit Baginda dan sekitarnya (diagram mengikuti Pearce, dkk, 1984).
484