METODOLOGI PENELITIAN THE LIVING AL QUR’AN DAN HADITS
Deni Febrianto Institut Agama Islam Negeri Metro Jl. Ki Hajar Dewantara No. 15A, Iring Mulyo, Metro Timur Kota Metro, Lampung 34111 E-mail:
[email protected] Abstrak Al Qur‟an dan Hadits merupakan pedoman atau pegangan bagi umat Islam di dunia ini. Di dalamnya terdapat banyak sekali pelajaran hidup, petuah-petuah, serta apapun yang terkait dengan berbagai segi kehidupan semua manusia. Dengan semakin berkembangnya zaman, kandungankandungan yang ada di dalam keduanya tersebut menjadi sebuah objek kajian penelitian yang menyinggung ranah-ranah dari isi kandungan Al Qur‟an dan Hadits. Baik dari segi ranah teoritis maupun ranah praksis. Dalam ranah teoritis bahasannya adalah mengenai apakah hal-hal yang terdapat dalam Al Qur‟an dan Hadits. Sedangkan dalam ranah praksis membahas mengenai bagaimana ayat-ayat dan substansi dari Al Qur‟an dan hadis dapat dipahami dan diamalkan. Dalam kajian ini yang menjadi titik sudut pandang adalah realitas dan respon dari masyarakat mengenai Al Qur‟an dan Hadits. Tulisan ini akan menjelaskan tentang metodologi penelitian yang terdapat pada kerangka penelitian terhadap Al Qur‟an dan Hadits yang dimana penelitian tersebut objeknya adalah respon masyarakat terhadap Al Qur‟an dan Hadits serta tafsirnya. Metodologi penelitian tersebut yang selanjutnya dikatakan dengan sebutan “Metodologi Penelitian the living Al Qur‟an dan Hadits”. Apa saja yang terdapat di dalam nya dan bagaimanakah keberlangsungan intersaksi masyarakat terhadap Al Qur‟an dan Hadits. Akan dibahas secara mendalam di dalam paper ini. Kata Kunci: the living, Al Qur‟an dan Hadits, interaksi Abstract Qur'an and Hadith as a guideline of life or handbook for Muslims in this world. In it there are many life lessons, advices, and anything related to various aspects of life of all human beings. With the development of the times, the contents in the two became an object of research studies that offending domains of the contents of the content of the Qur'an and Hadith. Both in terms of the theoretical realm and the realm of praxis. In the realm of theoretical the disscusion is about whether the things contained in the Qur'an and Hadith. While in the realm of praxis discussed on how the verses and the substance of the Qur'an and Hadith can be understood and practiced. In this study that is the viewpoint is the reality and the response from the public about the Qur'an and Hadith. This article will explain the research methodology contained in the framework of a study of the Qur'an and the Hadith in which the study object is the public response to the Qur'an and the Hadith and Tafsir. The research methodology is further said to be known as "the Research Methodology living Qur'an and Hadith". What's included in her and how the sustainability of public intersaksi to the Qur'an and Hadith. Will be discussed in depth in this paper. Keywords: the living, Al Qur’an and Hadith, interaction A.
Pendahuluan Al Qur‟an dan Hadits merupakan dua hal yang harus selalu dijadikan pegangan atau pedoman
hidup bagi setiap umat muslim dimanapun berada. Dalam ranah publik, Al Qur‟an bisa berfungsi sebagai pengusung perubahan, pembebas masyarakat tertindas, pencerah masyarakat dari kegelapan dan kejumudan, pendobrak sistem pemerintahan yang zalim dan amoral, penebar semangat
1
emansipasi.1 Oleh karena itu, di dalam nya terdapat banyak daya tarik yang menggelitik para oknum-oknum peneliti untuk mengadakan kajian tentang suatu pembahasan yang ada di dalam Al Qur‟an dan Hadits. Kajian tersebut tiap tahun terus berkembang, hasil tulisan tersebut yang bersifat ilmiah bisa berupa skripsi, tesis, ataupun tulisan lain yang membahasa tentang Al Qur‟an.2 Seperti yang kita ketahui, bahwasannya kehidupan di masa ini telah sangat bebeda baik, dari segi situasi maupun kondisi dengan masa awal mula diturunkannya Al Qur‟an dan masa Rasulullah. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan kajian terhadap realitas kehidupan dan interaksi manusia/masyarakat terhadap Al Qur‟an dan Hadits. Maka ditawarkanlah arah baru dalam penelitian kajian Al Qur‟an serta Hadits yang disebut dengan Living Al Qur‟an dan Hadits. Arah baru tersebut setidaknya mampu dalam mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan realitas masyarakat yang dihubungkan dengan Al Qur‟an dan Hadits. Banyak tawaran untuk mengkaji realitas sosial tersebut, salah satunya oleh Sahiron Syamsuddin, yang menawarkan dua tawaran dalam mengkaji Al Qur‟an dalam tataran realitas, yaitu menekankan atas pehamanan teks, sejak Nabi Muhammad saw. hingga sekarang Al Qur‟an dipahami dan ditafsirkan oleh umat Islam, baik secara keseluruhan maupun hanya bagian-bagian tertentu dari Al Qur‟an, dan baik secara mushafi maupun secara tematik. Selain itu, juga melihat atau memotret respons masyarakat atas pemahaman dan penafsiran atas Al Qur‟an.3 Atas dasar pemaparan di atas penulis akan mengangkat tema yang berkaitan dengan metodologi penelitan the living Al Qur‟an dan Hadits dan akan mengupasnya secara intens.
B.
Metode Penelitian Kajian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengupas apa-apa yang berkaitan dengan
metodologi penelitan the living Al Qur‟an dan Hadits. Metode penelitian yang digunakan adalah “metode pengumpulan data”. Dimana penulis mengumpulkan semua maklumat atau sumber-sumber yang berkaitan dengan kajian. Sumber-sumber tersebut diantaranya adalah jurnal-jurnal nasional, jurnal edisi akademika, buku-buku, dan lain sebagainya yang tentunya berhubungan dengan kajian penulisan.
1
Didi Junaedi, “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian Al-Qur‟an (Studi Kasus Di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon),” JOURNAL OF QUR’AN AND HADITH STUDIES 4, no. 2 (2015): h. 170. 2 Moh. Muhtador, “Pemaknaan Ayat Al-Quran Dalam Mujahadah: Studi Living Qur‟an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas,” Jurnal Penelitian 8, no. 1 (2014), h: 94–95. 3 Muhtador, “Pemaknaan Ayat Al-Quran dalam Mujahadah." h. 95-96. Atau dapat dilihat pula dalam Sahiron Syamsuddin, “Ranah-ranah dalam Penelitian Al Qur‟an dan Hadis”, Kata Pengantar, dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. xviii-xiv.
2
C.
Pengertian Metodologi Penelitan The Living Al Qur’an dan Hadits Metodologi penelitian tersusun dari dua kata, yaitu metodologi dan penelitian. Metodologi itu
sendiri juga berasal dari dua kata yaitu method (cara) dan logos (ilmu) yang berarti ilmu-ilmu untuk mendapatkan cara untuk melakukan sesuatu. Sedangkan penelitian Kata “penelitian” dalam bahasa Inggris “research”, atau biasanya dalam bahasa Indonesia disebut dengan “riset”. Kata research (bahasa Inggris) terdiri dari dua kata “re”
yang berarti “kembali” dan “search” yang berarti
“mencari”. Dengan demikian dalam arti yang sempit re-search (penelitian) secara bahasa berarti “mencari kembali”.4 Dan dapat penulis tarik pengertian yang luas dari penelitian adalah proses pencarian kembali suatu kebenaran dengan cara-cara ilmiah sesuai dengan relitas dan substansi dari sesuatu yang dikaji. Untuk keseluruhan, metodologi penelitian adalah ilmu-ilmu untuk mendapatkan cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas dan substansi sesuatu yang dikaji. Atau dengan bahasa sederhana metodologi penelitian adalah ilmu tentang cara-cara atau metode untuk melakukan penelitian. Dengan menggunakan metode penelitian, peneliti akan mudah mendapatkan atau menarik kesimpulan dari apa yang telah mereka kaji. Dan kesimpulankesimpulan tersebut dapat dipercaya. Karena diperoleh melalui pengukuran-pengukuran secara scientific. Living Al Qur‟an dan living Hadits adalah teks Al Qur‟an dan hadits yang hidup di tengahtengah masyarakat. Dengan kata lain, living Al Qur‟an dan living Hadits ialah bentuk manifestasi atau aktualisasi terhadap tekstualitas yang ada di dalam Al Qur‟an dan Hadits. Seperti pada realitasnya di masyarakat, hadis diperlakukan sejatinya tidak hanya sebagai dimanfaatkan sebagai bahan bacaan, kajian, dan hiasan, namun lebih dari itu realitas masyarakat memperlakukan hadis sebagai aneka ragam prilaku. Baik obat-obatan, motivasi dalam melakukan suatu ibadah tertentu.5 Dalam literatur lain, pengertian living Al Qur‟an disebutkan di dalam pengantar buku Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, Sahiron Syamsuddin membagi kerangka penelitian Al Qur‟an menjadi empat: Pertama, penelitian yang menempatkan teks Al Qur‟an sebagai objek kajian. Kedua, penelitian yang menempatkan hal-hal di luar teks Al Qur‟an, namun berkaitan erat dengan „kemunculannya‟, sebagai objek kajian (Dirasat Ma Haulal Qur’an). Ketiga, penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks Al Qur‟an sebagai objek kajian dan keempat, penelitian yang memberikan perhatian pada respons masyarakat terhadap teks Al Qur‟an dan hasil penafsiran seseorang. Termasuk dalam pengertian „respon masyarakat‟ adalah resepsi mereka
4
Imam Machali, Metode Penelitian Kuantitatif: Panduan Praktis Merencanakan, Melaksanakan Dan Analisis Dalam Penelitian Kuantitatif (Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017), h. 2, http://www.mpi.uin-suka.ac.id. 5 Mr Salimudin, “„Merariq Syar‟i‟ Di Lombok: Studi Living Hadits Di Dusun Lendang Simbe,” ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 15, no. 1 (2014): h. 1, http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/766.
3
terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap Al Qur‟an dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti tradisi bacaan surat atau ayat tertentu pada acara atau seremoni sosial keagamaaan tertentu. Teks Al Qur‟an yang „hidup‟ di masyarakat itulah yang disebut dengan the Living Qur‟an.6 Kata „hidup‟ yaitu berarti ayat Al Qur‟an yang berhasil ditumpahkan ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan bukan hanya sekedar bahan bacaan belaka. Dari penjelasan-penjelasan yang telah tertulis di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwasannya metodologi penelitian the living Al Qur‟an dan Hadits adalah cabang ilmu yang membahas tentang metode penelitian yang menggunakan studi living Al Qur‟an dan living Hadits. Metode penelitian tersebut sebenarnya penelitian yang mengutamakan studi tentang berbagai peristiwa sosial yang ada di masyarakat yang terkait dengan eksistensi Al Qur‟an serta gejala yang nampak pada masyarakat berupa pola-pola dan struktur perilaku yang bersumber dari pemahaman terhadap hadis Nabi Muhammad saw.7 Seperti yang penulis terangkan di atas, metodologi penelitian ini dianjurkan karena perbedaan kehidupan baik situasi dan kondisi sosial yang ada pada kehidupan saat ini telah berbeda jauh dengan kehidupan di masa Rasulullah dan awal mula turunnya kitab Al Qur‟an. Metodologi penelitian the living Al Qur‟an dan Hadits muncul juga karena adanya dorongan dimana spirit Al-Quran mencakup berbagai bidang dan dimensi kehidupan manusia, bidang spiritual, moral, pendidikan, ekonomi, politik, seni, kebudayaan dan sebagainya. Spirit AlQuran ini akan selalu hidup tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Manusia dituntut untuk mentransformasikan spirit ini di mana pun dan kapan pun.8 Dari tuntutan tersebutlah timbul pengaktualisasian ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits atau yang disebut living Al Qur‟an dan Hadits. Metodologi penelitian the living Al Qur‟an dan Hadits sangat dibutuhkan oleh para peneliti pada saat ini. Dengan metodologi ini, diharapkan peneliti bisa menggali informasi terhadap pengaktualisasian ayat-ayat Al Qur‟an dan substansi Hadits yang ada di dalam lingkup masyarakat. Yang hasil penelitian tersebut akan sangat berguna bagi peneliti maupun masyarakat luas. Manfaat tersebut bisa berupa tentang kebenaran ajaran-ajaran yang ada di dalam Al Qur‟an maupun Hadits yang mempunyai hubungan erat di berbagai segi kehidupan serta diharapkan mampu membenahi ajaran-ajaran yang salah mengenai penghidupan ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits. Seperti contoh
6
Hamam Faizin, “Al Qur‟an Sebagai Fenomena Yang Hidup(Kajian Atas Pemikiran Para Sarjana Al Qur‟an),” February 24, 2012, h. 3, http://www.academia.edu/download/30830710/Quran_as_Living_Phenomenon.doc. 7 Miftahul Jannah, “Living Hadis Dalam Tradisi Menjaga Kubur Masyarakat Banjar Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan,” ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 15, no. 1 (2016): h. 1, http://ejournal.uinsuka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/763. 8 Mokhtaridi Sudin, “Spirit Pendidikan Dalam Al-Qur‟an (Upaya Transformasinya Dalam Kehidupan Umat Di Era Global),” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 16, no. 1 (2011): h. 2, http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/29.
4
pengaktualisasian ayat Al Qur‟an dalam proses pengobatan atau yang biasa disebut dengan nama ruqyah.
D.
Pendekatan dalam Kajian Living Al Qur’an dan Hadits Dalam kajian Living Al Qur‟an ini, pendekatan yang digunakan oleh penulis ialah
fenomenologis. Hal itu dikarenakan pendekatan tersebutlah yang paling sesuai atau paling relevan dengan kajian living Al Qur‟an dan Hadits. Karena seperti pengertian living Al Qur‟an dan Hadits, bahwasannya sangat erat dengan realitas sosial. Dengan pendekatan fenomenologi, objek kajian akan berjalan seperti biasanya sebagai sebuah fenomena dan tanpa ada intervensi dari peneliti. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pendekatan fenomenologi memahami adanya keterkaitan objek dengan nilai-nilai tertentu.9 Di sini peneliti hanyalah melihat apa-apa yang terjadi secara natural atau apa adanya tanpa ikut serta dalam pengaturan dalam proses penelitian tersebut. Maka tidak heran pendekatan fenomenologi dalam kajian ini sangat lah tepat penggunaaannya.
E.
Keberlangsungan Interaksi Masyarakat Terhadap Al Qur’an dan Hadits Seperti yang telah kita ketahui, kata living di dalam susunan kalimat living Al Qur‟an dan
Hadits ialah berarti „hidup‟. Kata „hidup‟ tersebut berarti ayat-ayat Al Qur‟an dan substansi Hadits yang ditumpahkan ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan bahkan telah menjadi suatu adat kebudayaan dari sekelompok manusia tertentu. Dan sesuai pembahasan yang tertulis di atas, living Al Qur‟an dan Hadits adalah manifestasi dan aktualisasi terhadap ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits Rasulullah SAW., maka di sini penulis akan memaparkan beberapa keberlangsungan pengalaman interaksi seorang mukmin terhadap Al Qur‟an dan Hadits. Sebelum membahas contoh-contoh interaksi masyarakan terhadap Al Qur‟an dan Hadits, akan dibahas terlebih dahulu beberapa jenis tipologi interaksi seorang muslim terhadap Al Qur‟an dan Hadits. Menurut Esack, di dalam salah satu bukunya ia menjelaskan ada tiga kategori interaksi muslim terhadap Al Qur‟an, yaitu pencinta tak kritis (the uncritical lover), pencinta ilmiah (the scholarly lover), dan pencinta kritis (the critical lover).10 Pertama, pencinta tak kritis (the uncritical lover). Dalam kategori ini seorang muslim yang sangat mencintai pedomannya yaitu Al Qur‟an dan Hadits sampai-sampai tidak ada ruang baginya untuk dia mampu mengkritisi. Baginya Al Qur‟an dan Hadits adalah segala-galanya serta tidak ada yang dapat menandinginya lagi. Dia selalu menempatkan pedoman hidupnya tersebut pada posisi teratas dan sosok yang paling suci dan tidak ada yang perlu lagi untuk dipertanyakan ataupun dikritisi apapun yang ada di dalamnya. Yang ada di pikirannya ialah Al Qur‟an dan Hadits adalah 9
Muhtador, “Pemaknaan Ayat Al Qur‟an Dalam Mujahadah. ” , h. 98 Junaedi, “Living Qur‟an,” h. 174.
10
5
tempat penyeleseaian yang berisi berbagai solusi dari segala permasalahan sosial kehidupan. Walaupun dia terkadang atau bahkan tidak pernah tau cara memperoleh jawaban yang hakiki dari substansi ayat-ayat dari Al Qur‟an dan Hadits. Hal itu bisa saja terjadi karena dalam pandangannya yang selalu menempatkan Al Qur‟an dan Hadits di posisi tertinggi sehingga nalarnya tidak sampai untuk mengerti dan memahami substansi yang sebenar-benarnya yang terkandung dalam Al Qur‟an dan Hadits. Kedua, pencinta ilmiah (the scholarly lover). Ibarat seorang pria yang mencintai seorang wanita, dalam kategori ini si pria memang sangat mencintai seorang wanita tersebut namun dia tidak melupakan bahwa ia masih memiliki sifat rasional. Dengan kesadaran kepemilikan sifat rasional tersebut si pria berusaha agar cinta nya kepada wanita itu bukanlah sekedar „cinta buta‟. Sehingga masih ada ruang baginya untuk mempertanyakan bahkan mengkritisi apa-apa yang ada di dalam diri wanita yang dicintainya untuk mengetahui seberapa layak kah wanita tersebut untuk dicintai. Dalam konteks interaksi mukmin dengan Al Qutr‟an dan Hadits, kategori yang kedua ini menggambarkan cinta yang besar seorang mukmin terhadap Al Qur‟an dan Hadits tetapi tidak menjadikan dia lupa untuk mengkaji lebih jauh seberapa keindahan dari mukjizat Allah terbesar tersebut. Dengan kecerdasan yang ia miliki ia selalu mengkaji secara ilmiah Al Qur‟an dan Hadits yang ia cintai tersebut. Pertanyaan yang sering dikemukakan seorang mukmin yang tergolong di kategori kedua ini adalah seberapa indah susunan bahasa yang ada di Al Qur‟an dan Hadits serta isyarat-isyarat yang tersembunyi yang ada di dalamnya. Kajian-kajian ilniah tersebut kemudian dituangkan ke dalam sebuah karya yang agung seperti kitab tafsir seperti yang dilakukan Ibnu Katsir, kitab yang menyangkut kesehatan seperti yang dilakukan oleh Ibnu Sina dan lain sebagainya. Ketiga, pencinta kritis (the critical lover). Untuk kategori yang terakhir ini merupakan interaksi antara seorang mukmin dengan Al Qur‟an dan Hadits dimana seoarang mukmin tersebut walaupun sangat terpesona oleh keindahan Al Qur‟an dan Hadits, dia tetap saja mengkritisi dan mempertanyakan apa saja yang dianggapnya janggal yang ada pada Al Qur‟an dan Hadits. Seorang mukmin yang berada posisi kategori terakhir ini tidak hanya memosisikan Al Qur‟an dan Hadits sebagai kekasih yang sempurna tanpa cacat. Dia justru menempatka Al Qur‟an dan Hadits sebagai objek kajian yang sangat menarik. Demi menggali kajiannya tersebut secara mendalam, mereka rela menggunakan perangkat penelitian ilmiah yang lahir di masa modern ini seperti, hermeneutika, antropologi, psikologi, bahkan filsafat yang terkenal dengan kebebasan untuk berpandangan yang ada di dalamnya. Kemudian kesemuanya tersebut ditumpahkan ke dalam karya ilmiah yang tentunya sangat menari para cendekiawan-cendekiawan lainnya untuk melirik karya ilmiah tersebut. 6
Dan tentunya pasti akan menjadi rujukan favorit dalam penyelesaian problematika kehidupan di masa morn ini. Setelah memahami berbagai macam tipologi interaksi seorang muslim terhadap Al Qur‟an dan Hadits, selanjutnya penulis akan menepati janjinya yaitu akan dibahas nya beberapa interaksi masyarakat terutama bagi seorang mukmin. Berikut adalah pembahasannya. Pertama, ketika pertama seorang mukmin belajar Al Qur‟an. Itulah mula-mula seorang mukmin berinteraksi dengan Al Qur‟an. Pembelajaran Al Qur‟an untuk di Indonesia biasa dilaksanakan di TPA (Taman Pendidikan Al Qur‟an) maupun di pondok pesantren. Pembelajaran tersebut dilakukan dengan memulai nya dari sebuah panduan membaca Al Qur‟an untuk pemula yang bernama Buku Iqra‟. Namun panduan tidak hanya datang dari sebuah buku, tetapi juga berasal dari seorang guru atau biasa dipanggil ustadz apabila di lingkungan pembelajaran di Agama Islam. Dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan tiga hal penting yaitu materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan hasil pembelajarannya.11 Karena dengan hanya ada materi pembelajaran saja yaitu dalam masalah ini adalah Buku Iqra‟, tanpa ada seorang guru maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Dan hasilnya pun tidak akan maksimal. Pada masa modern ini, pengenalan Al Qur‟an kepada anak memang lebih dini dibanding dengan masa nabi. Sampai ada sebuah anggapan bahwa seorang muslim tidak sempurna imannya apabila tidak bisa membaca Al Qur‟an. Saai ini pendidikan serta pembimbingan pembacaan Al Qur‟an tidak hanya sebatas sampai kepada tingkatan TPA atau sederajat. Tetapi juga diadakan di perguruan tinggi-perguruan tinggi Agama Islam di Indonesia. Seperti contoh di IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Kota Metro ini. Kajian keislaman di perguruan tinggi Islam sudah menjadi ciri khas yang menguatkan akar dan eksistensi kelembagaan pendidikan tinggi Islam baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Islamic studies menjadi kebutuhan yang mendasar dalam rangka memperdalam kajian terhadap ajaran agama Islam dari bergai aspeknya, fikih, kalam, filsafat, tasawuf, tafsir, hadits dan sebagainya.12 Dan Al Qur‟an serta Hadits itu sendiri menjadi landasan pokok bagi Islamic studies (Kajian Islam) Kedua, membaca Al Qur‟an adalah bentuk interaksi yang selanjutnya. Pengaktualisasian Al Qur‟an dengan membaca tentunya sudah ada sejak zaman dahulu. Yaitu dengan disunnahkannya membaca surat Al Kahfi pada malam Jum‟at. Untuk masa sekarang, pembacaan Al Qur‟an sering dikaitkan tidak hanya dengan perolehan pahala ukhrowi, tetapi juga adanya harapan mendapatkan balasan yang sifatnya duniawi. Seperti pembacaan surat Al Waqi‟ah selepas shalat Subuh 11
Wahyudi, Dedi. "Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program Prezi (Studi Di Smp Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014)." Jurnal Jpsd (Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar) 1.1 (2015): h. 2. 12
Zainal Abidin, “Islamic Studies Dalam Konteks Global Dan Perkembanganya Di Indonesia,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 20, no. 1 (2015): h. 77.
7
dipercayai bahwa akan dilimpahkannya rezeki sang pembacanya. Namun, pada dasarnya ketika kita mengerjakan suatu perbuatan atau amalan ataupun sedang beribadah, jika kita selalu mengharapkan keridhoan dari Allah swt. maka niscaya Beliau akan memberikan bahkan mencukupkan apa saja yang kita butuhkan. Baik kebutuhan yang bersifat duniawi maupun yang bersifat ukhrowi. Ketiga, digunakannya sebagai media pengobatan adalah bentuk interaksi yang selanjutnya. Baru-baru ini sering kita lihat acara televisi yang menayangkan proses ruqyah. Ruqyah adalah salah satu pengobatan yang menggunakan ayat-ayat Al Qur‟an sebagai media pengobatannya. Proses ruqyah dilakukan dengan cara membacakan ayat-ayat Al Qur‟an kepada pasien sehingga hati dan jiwa pasien akan menjadi tenang dan proses penyembuhan atau hilangnya penyakit dari dalam diri si pasien akan lebih cepat. Hal ini didasarkan atas sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam Sahih Al Bukhari. Dari „Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah membaca surat Al Mu„awwidhatain, yaitu surat Al Falaq dan An Naas ketika beliau sedang sakit sebelum wafatnya. Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah mengobatiseseorang yang tersengat hewan berbisa dengan membaca Al Fatihah.13 Di dalam Islam, kebanyakan penyakit yang timbul di dalam tubuh manusia itu dikarenakan tidak tenangnya jiwa seseorang baik karena situasi hidupnya yang kurang sabar maupun yang dikarenakan banyaknya penyakit hati yang bersemayam. Dalam hal ini, ayat-ayat Al Qur‟an berfungsi sebagai terapi psikis, penawar dari persoalan hidup yang dialami seseorang. Jiwa yang sebelumnya resah dan gelisah menjadi tenang dan damai ketika membaca dan meresapi makna ayat-ayat tersebut.14 Digunakannya ayat-ayat Al Qur‟an sebagai media pengobatan tidak hanya dilakukan melalui proses ruqyah saja, tetapi juga dengan cara membacakan ayat-ayat Al Qur‟an di atas air putih. Yang dipercayai air putih tersebut mampu menghilangkan penyakit pasien. Pengobatan jenis ini mula-mula digunakan oleh oarang Indonesia dikarenakan jauhnya jarak ketika ingin mengambil air zam-zam untuk dijadikan obat. Walaupun metode pengobatan ini terhitung ada sejak lama, namun tahun 2006 silam, peneliti dari Jepang bernama Dr. Masaru Emoto telah meneliti bahwasannya air itu hidup dan dapat merespon apa yang disampaikan manusia. Dalam penelitiannya, Dr. Masaru Emoto telah menemukan adanya perubahan kristal air yang dipengaruhi oleh perilaku dan perkataan manusia. Kristal yang berbentuk indah akan sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, sedangkan kristal yang berbentuk buruk akan berbahaya bagi manusia. 15
13
Junaedi, “Living Qur‟an,” h. 176-177. Ibid., h. 170. 15 n.d., http://www.kabarmakkah.com/2015/01/fakta-air-yang-dibacakan-doa-bisa-jadi.html. 14
8
Gambar 1. Gambar molekul air yang telah dibacakan do’a
Gambar di atas merupakan gambaran kristal air yang telah dibacakan doa menurut hasil penelitian Dr. Masaru Emoto. Akan berbanding terbalik kristal pada air yang di bacakan kata-kata kotor. Kristal pada air yang diucapi kata-kata kotor akan berbentuk buruk tidak beraturan bahkan ada juga yang sampai tidak berbentuk. Berikut gambar contohnya.
Gambar 2. Gambar molekul air yang diucapi kata-kata kotor
Keempat, pengaktualisasian ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits di dalam kehidupan masyarakat tidak selalu berjalan benar dan sesuai ajaran Islam. Salah satunya adalah penggunaan ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits sebagai rajah untuk perlindungan, azimat dan sebagainya. Rajah adalah sebuah tulisan dari bahasa Arab bahkan dari Al Qur‟an yang dipercayai mempunyai kemampuan ghaib untuk mengabulkan sesuatu atau sebagainya. Sebenarnya, para pengguna rajah percaya akan kesucian dan kehebatan ayat suci Al Qur‟an, tetapi dalam penerapannya mereka menggunakan pemahaman dan cara yang salah. Mereka memahami kemampuan ayat Al Qur‟an tetapi tanpa mengetahui firman siapakah Al Qur‟an itu. Dan apabila mereka tahu firman siapakah Al Qur‟an itu, maka niscaya mereka akan mengetahui kemampuan ayat Al Qur‟an yang sebenarnya, yaitu berdasarkan keridhoan dari siapa yang memfirmankan-Nya. Siapa saja yang membaca kitab suci Al Qur‟an dengan mengharap keridhoan Allah maka niscaya Dia yang maha kuasa kan memberikan bahkan mencukupkan atas hamba-Nya tersebut. Berikut contoh-contoh gambar dari rajah.
9
Gambar 3 dan 4. Contoh gambar dari rajah
Kelima, ayat-ayat dalam Al Qur‟an yang seringkali digunakan untuk hiasan-hiasan seperti hiasan pada dinding-dinding masjid, dinding rumah, kiswah (penutup Ka‟bah), hiasan penutup keranda dan sebagainya. Penerapan ayat-ayat Al Qur‟an tersebut ialah bertujuan agar manusiamanusia selalu ingat kepada Allah swt. dimanapun berada ketika melihat tulisan ayat-ayat Al Qur‟an tersebut. Pada peristiwa sosial kelima ini adalah termasuk ke dalam penuangan ayat-ayat Al Qur‟an dalam bentuk kesenian atau art. Keenam, pengguanaan ayat Al Qur‟an dan Hadits sebagai motto atau asas pedoman hidup bagi beberapa orang atau kelompok. Seperti contoh fastabiqul khairat sebagai dorongan agar di dalam kehidupan di dunia ini selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Dan juga ayat dari surat Q.S At Tin ayat 4 berikut. Yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya.” Dengan penggunaan ayat tersebut untuk motto bagi kehidupan seseorang, diharapkan kehidupan seseorang tersebut dapat berbuat sebagaimana layaknya manusia yang baik dan sebagai makhluk yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya seperti yang diterangkan dalam ayat di atas. Ketujuh, menerjemahkan ayat Al Qur‟an. Bentuk interaksi yang selanjutnya adalah menerjemahkan ayat-ayat Al Qur‟an. Tujuan penerjemahan ini adalah agar Al Qur‟an maupun Hadits dapat dipahami oleh semua umat Muslim di dunia. Karena umat Islam di dunia ini sangatlah heterogen. Dengan menerjemahkan ayat-ayat Al Qur‟an penerjemah pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya dapat mengerti apa saja yang terfirman di dalam Al Qur‟an. Dengan mengertinya isi kandungan Al Qur‟an dan Hadits diharapkan mampu meningkatkan keimanan seorang muslim dan menjadi muslim yang berperilaku sesuai dengan sunnatullah serta agar terjalinnya kasih sayang sesama muslim dan tertanamnya rasa toleransi yang tinggi nan benar. Karena di dalam Al-Qur‟an juga terdapat misi utama ajaran Islam adalah membebaskan manusia dari berbagai bentuk anarki dan ketidakadilan. Karena Allah Maha Adil, maka tidak mungkin di 10
dalam kitab suci-Nya mengandung konsep-konsep yang tidak mencerminkan keadilan.16 Serta Islam yang membawa prinsip Rahmatan lil ‘alamin. Dimanapun berada tetap menyebarkan kedamaian dan keselamatan bagi seluruh penduduk bumi. Kedelapan, menafsirkan ayat Al Qur‟an melalui kata dan perbuatan. Setelah mengetauhi terjemahan ayat-ayat Al Qur‟an, maka yang selanjutnya kita hendaknya belajar untuk menafsirkannya. Dengan menafsirkan ayat-ayat Al Qur‟an maka kita bisa lebih bisa memahami lebih dalam lagi. Dengan penafsiran yang benar maka kita akan menjalani kehidupan sesuai sunnatullah dan akan menjadi manusia yang paripurna. Namun dalam penafsiran ini terdapat beberapa masalah yang akan timbul. Salah satunya adalah terjadinya konflik antara tradisi pemahaman keagamaan tradisionalis (penafsiran masyarakat pedesaan) dan tradisi pemahaman keagamaan literalis (penafsiran para mufasir). Pemerhadapan kedua tradisi pemahaman keagamaan dan konflik yang tidak pernah berakhir hingga kini sering mengabaikan keresahan dan kegelisahan pihak ketiga yaitu masyarakat yang mayoritas berada di tengah pertentangan kedua tradisi tersebut.17 Sehingga terjadi ketidaksingkronisasian isu sehingga menimbulkan konflik sosial yang sangat memprihatinkan. Yang mana ada sebagian kelompok masyarakat yang memandang sinis tentang hukum agama dan lembaga-lembaga pendukungnya. Serta terjadi kebingungan yang terjadi di masyarakat untuk mencari kebenaran identitas dan bentuk Islam yang sebenarnya dari pertentangan kedua tradisi tersebut. Mereka seringkali menjadi korban daripada menikmati hasil dari pergerakan yang seharusnya menghasilkan sebuah pembaharuan. Namun sebaiknya sebagai masyarakat muslim yang baik dan taat, sebaiknya kita lebih patuh terhadap tafsir Al Qur‟an yang dikemukakan oleh para mufasir yang telah diakui namanya oleh muslim dunia. Kesembilan, yaitu pengaktualisasian ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits mnjadi sebuah adat istiadat atau tradisi turun temurun. Seperti contoh acara yasinan ketika ada orang meninggal atau lahiran. Yang mana acara tersebut sudah menjadi tradisi turun temurun untu sebagian kalangan muslim di Indonesia. Untuk yang selanjutnya yaitu pembacaan shalawat yang diadakan setiap malam selasa yang bertempat di Masjid Adzkiya IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Kota Metro. Pembacaan shalawat merupakan doa yang ditujukan kepada Nabi saw. sebagai bukti rasa cinta dan hormat kepadanya. Sehingga, membaca shalawat merupakan jalinan hembusan Rasulullah kepada Allah dan rasa terima kasih umat kepada Rasulullah.18 Hal itu selaras dengan penerapan Hadits
16
Muhammad Harfin Zuhdi, “Visi Islam Rahmatan Lil „Alamin: Dialektika Islam Dan Peradaban,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 16, no. 2 (2011): h. 1, http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/40. 17 Wahyu Setiawan, “Geneologi Penafsiran Agama Masyarakat Pedesaan (Tinjauan Epistemologi Hukum Islam Terhadap Pluralitas Pemahaman Keagamaan Masyarakat Rejomulyo Metro Selatan, Lampung),” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 20, no. 1 (2015): h. 49. 18 Adrika Fithrotul Aini, “Living Hadis Dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba‟Bil-Mustofa,” ArRaniry, International Journal of Islamic Studies 2, no. 1 (2015): h. 223.
11
yang berbunyi “Siapa saja umat ku yang bershalawat untuk ku, maka aku akan bershalawat untuknya”. Serta ayat Al Qur‟an Q.S Al Ahzab ayat 56: Yang artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Sehingganya living Al Qur‟an merupakan upaya menghidupkan ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad saw. dan bukan hanya menjadi sebuah ilmu yang tekstual dan bahan bacaan belaka. Dalam pengaktualisasian tersebut terkadang ada ritual atau kegiatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dikarenakan kurangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengenai pemahaman tentang keagamaan. Dan juga terkadang ada seorang atau sekelompok muslim yang telah sangat mencintai Al Qur‟an dan Hadits dengan mambabibuta atau yang disebut pecinta tak kritis (the uncritical lover) yang menyebabkan penumpahan ayat Al Qur‟an dan Hadits ke dalam suatu perilaku yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Di sinilah peran penting dari metodologi penelitian the living Al Qur‟an dan Hadits. Yang akan memilih dan memilah perilaku mana yang benar dalm pengaktualisasian ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadits. F. Referensi Abidin, Zainal. “Islamic Studies Dalam Konteks Global Dan Perkembanganya Di Indonesia.” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 20, no. 1 (2015). Aini, Adrika Fithrotul. “Living Hadis Dalam Tradisi Malam Kamis Majelis Shalawat Diba‟BilMustofa.” Ar-Raniry, International Journal of Islamic Studies 2, no. 1 (2015). Faizin, Hamam. “Al-Qur‟an Sebagai Fenomena Yang Hidup(Kajian Atas Pemikiran Para Sarjana Al-Qur‟an).” presented at the INTERNATIONAL SEMINAR AND QUR‟ANIC CONFERENCE II 2012, February 24, 2012. http://www.academia.edu/download/30830710/Quran_as_Living_Phenomenon.doc. Jannah, Miftahul. “Living Hadis Dalam Tradisi Menjaga Kubur Masyarakat Banjar Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan.” ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 15, no. 1 (2016). http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/763. Junaedi, Didi. “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru Dalam Kajian Al-Qur‟an (Studi Kasus Di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon).” JOURNAL OF QUR‟AN AND HADITH STUDIES 4, no. 2 (2015). Machali, Imam. Metode Penelitian Kuantitatif: Panduan Praktis Merencanakan, Melaksanakan Dan Analisis Dalam Penelitian Kuantitatif. Edited by Abdau Qurani Habib. Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017. http://www.mpi.uin-suka.ac.id. Muhtador, Moh. “Pemaknaan Ayat Al-Quran Dalam Mujahadah: Studi Living Qur‟andi Pp AlMunawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas.” Jurnal Penelitian 8, no. 1 (2014).
12
Salimudin, Mr. “„Merariq Syar‟i‟ Di Lombok: Studi Living Hadits Di Dusun Lendang Simbe.” ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 15, no. 1 (2014). http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/view/766. Setiawan, Wahyu. “Geneologi Penafsiran Agama Masyarakat Pedesaan (Tinjauan Epistemologi Hukum Islam Terhadap Pluralitas Pemahaman Keagamaan Masyarakat Rejomulyo Metro Selatan, Lampung).” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 20, no. 1 (2015). Sudin, Mokhtaridi. “Spirit Pendidikan Dalam Al-Qur‟an (Upaya Transformasinya Dalam Kehidupan Umat Di Era Global).” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 16, no. 1 (2011). http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/29. Wahyudi, Dedi. "Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program Prezi (Studi Di Smp Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014)." Jurnal Jpsd (Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar) 1.1 (2015). Zuhdi, Muhammad Harfin. “Visi Islam Rahmatan Lil „Alamin: Dialektika Islam Dan Peradaban.” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam 16, no. 2 (2011). http://journal.stainmetro.ac.id/index.php/akademika/article/view/40. n.d. http://www.kabarmakkah.com/2015/01/fakta-air-yang-dibacakan-doa-bisa-jadi.html.
13