25
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan analisis gugus fungsi dilakukan di Laboratorium Biomasa UNILA, analisis spektrofotometri UV-Vis dilakukan di laboratorium Biokimia Fakultas MIPA Unila, dan analisis Gas Kromatografi-Masa Spektrokopi di Universitas Gajah Mada.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas yang biasa digunakan di dalam laboratorium kimia organik, satu set alat distilasi, satu set alat refluks, neraca analitik, magnetic stirer, corong pemisah, biuret, aluminium foil, plastik wrap, tissue, kapas, sarung tangan, label penanda, dan alat bantu identifikasi senyawa furfural antara lain spektrosfotometri Inframerah FTIR, UV-Vis, dan Gas Kromatografi-Masa Spektroskopi (GCMS). Bahan yang digunakan pada penelitian adalah tandaan kosong sawit kering, asam sulfat (H2SO4), klroform, akuades, larutan kalium
26
bromat/bromida (KBrO3/KBr) 0,05 M, kalium iodida (KI) 10% (0,05M), natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, dan furfural standar
C. Prosedur Kerja
1. Preparasi Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah TKS yang digunakan sebagai sumber pentosa dalam pembentukan furfural pada tahap hidrolisis. Sampel TKS didapatkan dari perkebunan sawit pribadi yang ada di Propinsi Lampung, tepatnya di kota Rawajitu, Lampung Tengah. Sebelum digunakan, TKS dicuci, dikeringkan kemudian dihaluskan.
2. Hidrolisi asam dari serbuk tandan kosong sawit Bahan dasar TKS yang telah berbentuk serbuk dikeringkan menggunakan oven hingga kandung air pada tandan 10%. Sebanyak 10 g sampel dimasukkan kedalam labu bundar 500 mL, bersamaan dengan 250 mL asam sulfat (H2SO4) 10%, di aduk hingga homogen. Selanjutnya direfluks selama 60 menit dengan suhu 90oC. Setelah waktu pemasakan tercapai proses refluks dihentikan dan hasil reaksi dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah dingin, cairan dan padatan dipisahkan menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan 50 mL kloroform, sehingga akan menghasilkan dua lapisan, lapisan asam sulfat dan air di bagian atas dan lapisan kloroformfurfural di bagian bawah. Lapisan dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Pada proses hidrolisis asam ini akan dilakukan tiga variasi, yaitu variasi
27
suhu pemasakan, variasi konsentrasi asam sulfat sebagai katalis, dan variasi waktu pemasakan.
a. Variasi suhu Pemasakan Serbuk TKS sebanyak 10 g dimasukkan dalam labu bundar 500 mL, kemudian ditambah 250 mL asam sulfat 10%, lalu direfluks dengan variasi suhu 80, 90, 100, dan 105oC selama 60 menit. Setelah waktu hidrolisis tercapai proses pemasakan dihentikan, kemudian hidrolisat disaring dan dihitung kadar furfuralnya menggunakan titrasi, sehingga suhu optimum dapat diketahui untuk digunakan pada hidrolisis asam variasi konsentrasi asam sulfat.
b. Variasi konsentrasi asam sulfat 10 g serbuk TKS dimasukkan dalam labu bundar 500 mL, kemudian ditambah 250 mL asam sulfat dengan variasi 5, 8, 10, dan 15%, lalu direfluks dengan suhu optimum yang telah diketahui selama 60 menit. Setelah waktu hidrolisis tercapai proses pemasakan dihentikan, kemudian hidrolisat disaring dan dihitung kadar furfuralnya menggunakan titrasi, sehingga konsentrasi asam sulfat optimum dapat diketahui untuk digunakan pada hidrolisis asam variasi waktu.
c. Variasi waktu pemasakan 10 g sampel serbuk TKS dimasukkan dalam labu bundar 500 mL, kemudian ditambah 250 mL asam sulfat dengan konsentrasi optimum yang telah
28
diketahui, lalu direfluks dengan variasi waktu 30, 60, 90, dan 120 menit pada suhu optimum yang telah diketahui. Setelah waktu hidrolisis tercapai proses pemasakan dihentikan, kemudian hidrolisat disaring dan dihitung kadar furfuralnya menggunakan titrasi, sehingga waktu optimum dapat diketahui.
3. Pemisahan Campuran kloroform-furfural Hidrolisat yang diperoleh ditambah dengan 50 mL klorofom, sehingga akan menghasilkan dua lapisan, lapisan asam sulfat dan air di bagian atas dan lapisan kloroform-furfural di bagian bawah. Lapisan dipisahkan dengan menggunakan corong pisah. Lapisan kloroform dan furfural dipisahkan dengan distilasi pada suhu 70oC, sehingga akan didapat furfural kasar. Furfural dapat dimurnikan dengan menggunakan evaporator pada suhu 100oC
4. Analisis Kadar furfural Untuk mengetahui kadar furfural, 5 mL hidrolisat hasil pemasakan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat 4 N dan 5 mL larutan kalium bromat/bromida (KBrO3/KBr) 0,05 M, lalu ditutup dan didiamkan dalam lemari gelap 30 menit. Kemudian ditambahkan 10 mL kalium iodida (KI) 5% (0,05M) dan dititrasi dengan standar 0,1 N natrium tiosulfat (Na2S2O3). Sebagai pembanding, dibuat blanko tanpa penambahan sampel menggunakan prosedur yang sama.
29
Menurut Dunlop (1948), untuk mengetahui besarnya yield furfural dapat dihitung dengan rumus :
Konsentsari Furfural = jumlah furfural dalam filtrat/ volume sample Keterangan : b
: volume Na2S2O3 blanko
a
: volume Na2S2O3 sampel
Fp
: factor pengenceran
5. Karakterisasi furfural Furfural yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan Spektrofotometer IR dan UV-Vis, dan Gas Chromatografi- Masa Spektroskopi (GC-MS) . Pada Spektrofotometer IR dapat diketahui struktur senyawa furfural dan mempelajari karakteristik ikatan gugus fungsi dari senyawa tersebut karena senyawa akan menyerap energi cahaya pada panjang gelombang tertentu. Muncul vibrasi ulur C-H aromatis pada 3134 cm-1; C-H aldehida 2851,05 cm-1 dan 2814,49 cm-1; C=C aromatis pada 1568,27 cm-; C-O-C pada 1157,39 cm-1, dan vibrasi C=O pada 1676,29 cm-1 (Ong, 2007).