III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis FTIR dilakukan di Universitas Gajah Mada Yogyakarta, analisis TGA dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung, sedangkan analisis SEM dan XRD dilakukan di Institut Teknologi Bandung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat-alat yang akan digunakan antara lain alat gelas, oven, refluks, kertas saring, indikator universal, botol gelap, aluminium foil, neraca analitik, pengaduk, magnetic stirer, lemari asam, statif, buret, TGA, SEM, XRD, dan FTIR. Sedangkan bahan-bahan yang akan digunakan adalah tandan kosong sawit, larutan NaOH, larutan H2SO4, SMCA, H2O2, NaOCl, Na2SO3, NaNO2, isopropil alkohol, etanol absolut, asam nitrat glasial, larutan kalium dikromat, indikator ferroin, larutan ferro ammonium sulfat dan akuades.
30
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sampel
Sampel berasal dari pabrik kelapa sawit di Desa Wates. Langkah pertama, sampel dicuci dengan air bersih dan dijemur di bawah sinar matahari selama satu hari. Selanjutnya, Tandan sawit yang setengah kering dibelah menjadi empat dan dijemur kembali di bawah sinar matahari selama satu hari agar kadar airnya berkurang. Kemudian tandan sawit dipotong menjadi berukuran sekitar 0,5 cm, tahap terakhir sampel diblender hingga diperoleh serbuk halus. Tahap isolasi α-selulosa dilakukan dengan cara sebanyak 75 gram serat TKS dilarutkan ke dalam satu liter HNO3 3,5 % dan ditambah 10 mg NaNO2 serta dipanaskan diatas hot plate pada suhu 90oC selama dua jam. Selanjutnya endapan dicuci dan disaring hingga filtratnya netral. Kemudian sampel direfluks dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2 % dan Na2SO3 2 % pada suhu 50oC selama dua jam. Tahap berikutnya endapan disaring dan dicuci. Lalu, sampel dilarutkan ke dalam 250 mL NaOCl 1,75 % pada temperatur mendidih selama 30 menit. Kemudian sampel disaring dan endapannya dicuci. Setelah itu, sampel dilarutkan ke dalam 500 mL NaOH 17,5 % pada suhu 80oC selama 30 menit, disaring, dan endapannya dicuci. Pada tahap pemutihan, sampel dilarutkan ke dalam larutan H2O2 10 % selama satu jam dioven pada suhu 60 oC hingga diperoleh bobot konstan (Patraini, 2014).
31
2. Penentuan Kadar α-selulosa dan Lignin
Penentuan kadar α-selulosa menggunakan metode SNI 0444:2009. Pertama, sampel ditimbang 1,5 g ± 0,1 g dengan ketelitian 0,1 mg. selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 300 mL dan ditambah 75 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, sebelumnya sesuaikan dulu pada suhu 25oC ± 0,2oC sambil dicatat waktu pada saat larutan natrium hidroksida ditambahkan. Setelah itu, pulp diaduk dengan magnetic stirer sampai terdispersi sempurna. Hindari terjadinya gelembung udara dalam suspensi pulp selama proses pengadukan.
Kemudian pengaduk dicuci dengan 25 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, ke dalam gelas piala, sehingga total larutan yang ditambahkan ke dalam pulp adalah 100 mL dan suspensi pulp diaduk dengan batang pengaduk dan disimpan dalam penangas 50oC ± 0,2oC. Setelah 30 menit dari penambahan pertama larutan natrium hidroksida, suspensi pulp ditambah 100mL akuades suhu 25oC ± 0,2oC pada dan diaduk segera dengan batang pengaduk. Lalu, gelas piala disimpan di dalam penangas untuk 30 menit berikutnya sehingga total waktu ekstraksi seluruhnya sekitar 60 menit ± 5 menit. Setelah 60 menit, suspensi diaduk dengan batang pengaduk dan dituang ke dalam corong masir.
Buang 10 mL sampai 20 mL filtrat pertama, kemudian filtrat dikumpulkan sekitar 100 mL dalam labu yang kering dan bersih. Pulp jangan dibilas atau dicuci dengan aquades dan jaga agar tidak ada gelembung yang melewati pulp pada saat menyaring. Selanjutnya filtrat 25 mL dan 10 mL larutan kalium dikromat 0,5 N dipipet dan dimasukkan ke dalam labu 250 mL dan ditambahkan dengan hati-hati
32
50 mL asam sulfat pekat dan digoyang. Biarkan larutan tetap panas selama 15 menit, panaskan pada suhu 125oC sampai 135oC lalu ditambah 50 mL aquades dan dinginkan pada suhu ruangan.
Langkah selanjutnya ditambahkan 2 tetes sampai 4 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat 0,1 N sampai berwarna ungu. Jika tersedia, alat elektometri seperti pentiter otomatis mungkin bisa digunakan tanpa penambahan larutan indikator untuk penentuan titik akhir titrasi, prosedur yang diterapkan bisa disesuaikan dengan alat yang digunakan. Jika kelarutan pulp tinggi (kandungan selulosa alfa rendah) dan titrasi balik dikromat kurang dari 10 mL, kurangi volume filtrat dikurangi menjadi 10 mL dan penambahan asam sulfat menjadi 30 mL. tahap Terakhir blanko dititrasi dengan mengganti filtrat pulp dengan 12,5 mL larutan natrium hidroksida 17,5% dan 12,5 mL akuades. Hasil analisis dibandingkan antara sampel A dan B, sehingga dapat ditentukan keadaan yang paling optimum menggunakan rumus berikut:
X = 100 −
6,85(V1 − V2 ) × N × 20 A×W
Dimana: X
= selulosa alfa, dinyatakan dalam persen (%);
V1
= volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
V2
= volume titrasi filtrat pulp, dinyatakan dalam mililiter (mL);
N
= normalitas larutan ferro ammonium sulfat;
A
= volume filtrat pulp, dinyatakan dalam mililiter (mL);
W
= berat sampel, dinyatakan dalam gram (g).
33
Untuk menentukan kadar lignin menggunakan metode SNI 0492:2008. Langkah pertama, 1 gram sampel dimasukkan ke dalam labu bundar dan ditambahkan 15 mL H2SO4 72%. selanjutnya ditutup dengan penutup kaca, diaduk selama 2-3 menit, dan direndam didalam bak perendam suhu 20oC selama 2 jam. Setelah itu campuran ditambahkan dengan akuades sebanyak 560 mL dan dididihkan dengan refluks selama 4 jam. Lalu campuran didiamkan tersebut selama 24 jam sampai lignin mengendap sempurna. Kemudian endapan lignin disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya dan dicuci. Tahap terakhir, endapan lignin tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC dan ditimbang. Untuk mengetahui bobot ligninnya digunakan rumus:
L=
A × 100% B
Dimana: L
= Kadar lignin, dinyatakan dalam persen (%);
A
= Endapan Lignin, dinyatakan dalam gram (g);
B
= Berat Sampel, dinyatakan dalam gram (g).
3. Pembuatan Karboksimetil Selulosa dari α-Selulosa
Proses pembuatan karboksimetil selulosa dari α-selulosa mengacu pada penelitian Hong (2013). Langkah pertama, 5 gram α-selulosa dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan 150 mL isopropil alkohol. Selanjutnya larutan sampel diaduk menggunakan magnetic stirer sambil ditambahkan 15 mL NaOH dengan
34
konsentrasi 15 %, 20 %, 25 %, dan 30 % dan diaduk kembali selama satu jam pada suhu ruang. Proses karboksimetilasi dilakukan dengan cara larutan diatas ditambahkan 6 gram padatan MCA dan diaduk selama 1,5 jam. Kemudian sampel yang sudah tercampur dibungkus dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam oven pada suhu 60oC selama 3,5 jam. Setelah itu, sampel direndam ke dalam 100 mL metanol selama satu malam. Pada hari berikutnya, sampel dinetralkan dengan asam asetat 90% hingga pH netral dan disaring. Tahap terakhir rendemen dicuci dengan etanol sebanyak tiga kali dengan cara merendamnya ke dalam 50 mL etanol selama 10 menit lalu dicuci lagi dengan 100 mL metanol absolut. Tahap berikutnya, CMC dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC hingga diperoleh berat konstan.
4. Penentuan Presentase Rendemen α-Selulosa dan CMC
Presentase rendemen selulosa ditentukan dengan cara berat selulosa dibagi dengan berat awal sampel TKS. Sedangkan presentase rendemen CMC ditentukan dengan cara berat CMC dibagi dengan berat α-selulosa.
5. Penentuan Derajat Subtitusi Karboksimetil Selulosa
Penentuan derajat subtitusi mengacu pada penelitian Hong (2013). Langkah pertama, 4 gram CMC dilarutkan ke dalam 75 mL etanol 95 % dan ditambahkan 5 mL asam nitrat 2 M. Selanjutnya, larutan tersebut dididihkan sambil diaduk
35
selama 10 menit. Kemudian sampel dicuci dengan 20 mL etanol 80 % pada suhu 60oC sebanyak lima kali dan dicuci kembali dengan metanol anhidrat. Kemudian sampel disaring dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 3,5 jam dan didinginkan di dalam desikator selama 30 menit.
Tahap berikutnya 0,5 CMC kering dilarutkan ke dalam 100 mL air destilasi dan diaduk. Lalu ditambahkan 25 mL larutan NaOH 0,3 M dan dididihkan selama 15 menit. Setelah itu ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan larutan HCl 0,3 M. Penentuan derajat subtitusi dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini.
%CM =
DS =
V 0 −V n ×M×0,059×100 m
162×%CM 5900− 58×%CM
(Hong, 2013).
(Hong, 2013).
Keterangan : DS
= derajat subtitusi;
%CM =kandungan karboksimetil; V0
= volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
Vn
= volume titrasi sampel, dinyatakan dalam mililiter (mL);
M
= molaritas HCl;
m
= berat sampel, dinyatakan dalam gram (g).
36
6. Analisis DTG/DTA/TGA Karboksimetil Selulosa
Analisis DTA/TGA digunakan untuk menentukan stabilitas CMC. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan gas nitrogen dengan laju alir 20 mL min-1 dan sampel dipanaskan pada suhu 30 sampai 800oC dengan kecepatan pemanasan 20oC min-1.
7. Analisis FTIR Karboksimetil Selulosa
Analisis FTIR dilakukan dengan cara 0,2 mg CMC dicammpur dengan 2 mg kalium bromida dan dibentuk menjadi pellet transparan. Selanjutnya pellet dimasukkan ke dalam alat FTIR dengan panjang gelombang 4000 - 400 cm-1.
8. Analisis SEM Karboksimetil Selulosa
Analisis SEM dilakukan dengan cara sampel dibekukan diatas permukaan alumuniun hingga kering. Selanjutnya dipercikkan emas ke dalam sampel selama 30 detik dengan alat polaron. Kemudian hasil ditampilkan dengan stereoscan.
9. Analisis XRD Karboksimetil Selulosa
Analisis XRD digunakan untuk menentukan % kristalinitas dan juga ukuran kristal seperti yang diterangkan oleh Mohkami and Talaepour (2011). Nilai %
37
kristalinitas ditentukan dengan rumus (I002-Iam/I002) x 100 %, sedangkan ukuran kristal ditentukan dengan rumus Dhkl = kλ/(Bhkl cos Ѳ). Keterangan : I002
= intensitas maksimum puncak kristal pada 2 Ѳ antara 22o dan 23o
Iam
= intensitas maksimum puncak kristal pada 2 Ѳ antara 18o dan 19o
Dhlk
= ukuran kristal
k
= konstanta Scherrer (0,84)
λ
= panjang gelombang X-Ray
Bhkl
= refleksi hkl yang diukur pada 2 Ѳ