SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046
(Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO menggunakan reaksi sol-gel. Perbandingan stoikiometri yang digunakan untuk membuat sampel adalah Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ/Agx, untuk (i)x= tanpa Ag, (ii) x=0,5, (iii)x=1,0. Waktu sintering bervariasi dari 48 jam hingga 96 jam pada suhu 8460C. Karakterisasi yang dilakukan yaitu difraksi sinar-X(XRD) dan uji Meissner. Dari hasil uji XRD dapat dihitung prosentase fasa 2223 berdasarkan intensitas dari masing-masing puncak. Hasilnya sampel 1b dengan perbandingan stoikiometri Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ/Ag0,0 dan waktu sintering 96 jam memiliki prosentase fasa yang paling besar yaitu (53,86±0,86)%. Dari hasil uji Meissner menunjukkan bahwa sampel dengan perbandingan stoikiometri Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ/Ag0,5 dengan waktu sintering 91 jam dan Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ/Ag1,0 dengan waktu sintering 96 jam dapat mengangkat magnet yang diletakkan di atasnya. Hasil uji Tc tidak bisa dilakukan karena ada beda tegangan antar perkiraan dan yang ditunjukkan dari mikrovoltmeter. Kata kunci : sol-gel, sintesis superkonduktor.
1. PENDAHULUAN Saat ini superkonduktor banyak digunakan dalam perkembangan teknologi. Dalam PLN, kawat yang dibuat dengan bahan superkonduktor akan mengurangi daya yang hilang dalam perjalanan karena kawat tersebut dari superkonduktor maka tidak akan cepat panas. Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mensintesis BSCCO. Keuntungannya adalah bahan – bahannya lebih murah dan lebih mudah diperoleh karena dalam bentuk garam nitrat. Selain itu dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah mencari metode atau cara yang tepat atau optimal untuk menghasilkan sampel superkonduktor BSCCO-2223 dengan kualitas yang baik, dengan ukuran kristal yang besar dan menghasilkan fase kristal tunggal. Salah satu caranya adalah dengan menambahkan doping Pb. Tujuannya adalah untuk mendapatkan superkonduktor dengan kemurnian fase 2223 dan memiliki Tc yang tinggi. Sedangkan penambahan Ag dapat mengisi ruang antar butiran – butiran superkonduktor. Dengan demikian penambahan Pb dan Ag dimaksudkan agar difusi antar atom penyusun, Tc dan Jc meningkat.Cara lain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mengubah parameter waktu sinteringnya. Semakin lama waktu sintering, prosentase fasa 2223 superkonduktor akan tumbuh semakin besar. 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Pembuatan Sampel Metode sol-gel merupakan metode untuk mendapatkan senyawa atau komposit selain menggunakan metode padatan. Metode ini prinsipnya adalah melarutkan bahan – bahan yang digunakan ke dalam aquadest dan diaduk dengan magnetic stirer sampai menjadi larutan yang homogen. Sambil diaduk, larutan dipanaskan sampai menjadi kental seperti agar –agar sampai menjadi padat dan kering. Selanjutnya, dipanaskan pada temperatur konstan 500 °C selama 8 jam (pirolisis) dan diproses seperti pada reaksi padatan yaitu memanaskannya pada termperatur konstan sekitar 800 °C selama 12 - 24 jam (kalsinasi) dan memanaskannya lagi dengan temperatur konstan 846 °C selama 48 - 120 jam (sintering). 2.2. Karakterisasi sampel Melakukan uji Meissner. Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya adanya sifat superkonduktivitas suatu bahan atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan cara merendam
1
2223 2223 2223
2223 2223
Ca 2PbO 4
Ca 2PbO 4
2223
Ca 2PbO 4
2223 2223 2223
2223 2212
0
10
20
30
40
50
2223
2223 2223 2223
2223 2223
Ca 2PbO 4 Ca 2PbO 4
2223 2223
Ca 2PbO 4
2223
(1a)
2223
2223 2212
2201
2212
2212
2223
2212 2223
2212
2212 2223
2223
2223
2201
2223
2223 2212 2223 2223
(1b)
2212 2223
2212
2212
2212
2212
2223
2223
sampel dalam nitrogen cair sampai suhu sampel sama dengan suhu nitrogen cair (77 K) kemudian meletakkan magnet di atas sampel. Jika terjadi pengangkatan magnet di atas sampel atau magnet ditolak, maka bahan tersebut merupakan bahan superkonduktor. Uji XRD digunakan untuk menentukan parameter kisi dan menghitung prosentase fasa 2223 yang dicapai dari masing – masing sampel. Meletakkan sampel ke dalam sampel holder, kemudian melakukan pengukuran XRD. Uji Tc untuk mengetahui hubungan antara harga resistivitas dan suhu. Dari grafik hubungan ini dapat ditentukan harga Tc sampel. Untuk menentukan temperatur kritis (Tc), dilakukan dengan metode empat probe ( four point probe method ). Pada penelitian ini menggunakan susunan probe seperti pada gabbar 2.1. Pengukuran ini diawali dengan menentukan 4 titik pada sampel. Jarak dari keempat titik dibuat sama untuk memudahkan pengukuran secara matematisnya.
60
70
80
2θ
2223
2223
2223 2223 2223
Ca2PbO4
2223 Ca PbO 2 4
2223
2223
Ca2 PbO4 2212
Ca2 PbO4
0
10
20
50
2223
2223
2223 Ca2PbO4 2223 2223 Ca2PbO4
Ca2PbO4
40
2223
2223
30
2223
2223 2212
2201
2212 2223
2201
(2a)
2223
2212
2223
2223 2212
2212
2212 2223
Ca2PbO4
2223
2223
2223
2212 2223
(2b)
2223 2201 2212
2223
2212
2212
2212 2223
2212
2212
2223
2212
Gambar 3.1. hasil XRD sampel 1a dan 1b
60
70
80
2θ
Gambar 3.2 hasil XRD sampel 2a dan 2b
Gambar 2.1 Skema Uji Tc 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk uji xrd sampel 1a dan 1b dapat dilihat pada ganbar 3.1, hasil sampel 2a dan 2b pada gambar 3.2, hasil sampel 3a dan 3b pada gambar 3.3.
2
2212
Fasa
a (Å)
b (Å)
c (Å)
1a
2223
5,4010±
5,4010±
37,2563±
0,1047
0,1047
0,2902
5,4079±
5,4167±
30,7310±
0,0000
0,0379
0,1302
2223
5,3867±
5,3867±
36,4827±
0,0780
0,0780
2,4030
2212
5,4230±
5,4461±
30,9029±
0,0000
0,0531
0,1335
2223
5,4018±
5,4018±
37,1833±
0,1128
0,1128
0,7139
2212
5,4005±
5,4038±
30,7294±
0,0000
0,0259
0,1027
2223
5,4235±
5,4235±
37,3372±
0,0806
0,0806
0,9594
2212
5,3900±
5,3427±
30,7461±
0,0000
0,1549
0,0831
5,4014±
5,4014±
36,1943±
0,0528
0,0528
2,5276
5,3919±
5,7679±
28,9509±
0,0000
0,6180
2,5936
5,3990±
5,3990±
38,1648±
0,0530
0,0530
2,9144
5,3802±
5,4359±
30,5464±
0,0000
0,0566
0,1417
2212 2223
2223
2223 Ca2PbO4 2212 2223 2223 Ca2PbO4 Ca2PbO4
2223 2223 2223
2223 2223
2201
2223 Ca2PbO4 2223 2223
2212
1b
0
10
20
40
2223
2a 2223
2223 Ca2PbO4
50
2223
Ca2PbO4
2212 2223
30
2223
2223
2223
2212
(3a)
2201 2201 2223
2212 2212
2212
2212 2223
2212 2223
2212
2212
2223
2201
2223
2212 2223
2212 2223
(3b)
Sampel 2212
2212
2212
Tabel 3.1 Hasil parameter kisi dengan perhitungan manual
60
70
80
2θ
2b
Gambar 3.3 hasil XRD sampel 3a dan 3b Untuk mengetahui fasa dari puncak – puncak intensitas dari sampel menggunakan data dari JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards). Dari JCPDS bisa langsung diketahui indeks miller dai masing-masing puncak yang teridentifikasi. Dari indeks miller yang diketahui, dapat dihitung parameter kisi dari masing-masing fasa. Fasa 2223 berbentuk tetragonal (a=b≠c), sedangkan fasa 2212 berbentuk ortohombik (a≠b≠c). Parameter kisi fase 2223 dihitung dengan persamaan 3.1, sedandkan untuk 2212 dihitung dengan persamaan 3.2. 1 d hkl = (3.1) 1 2 2 2 2 h +k l + c a d hkl =
1 1 2
3a
2223
2212
3b
2223
2212
Untuk menghitung prosentase masing-masing fasa dapat menggunakan besarnya intensitas dari masing-masing puncak yang teridentifikasi. prosentasenya dapat dihitung menggunakan persamaan (3.3). Σ massaFasa 2223 (3.3) Pr osentase 2223 = x100 % Σ massaFasaT otal
(3.2)
h2 k 2 l 2 2 + 2 + 2 b c a Hasil parameter kisi dapat dilihat pada tabel
Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.2 ini.
3.1
3
Tabel 3.2 Hasil prosentase perhitungan manual Sam
Sintering
2223
2212
2201
Pengotor
pel
(jam)
(%)
(%)
(%)
(%)
1a
48
49,28±
42,02±
1,67±
7,02±
0,74
0,33
0,05
0,14
53,86±
38,62±
1,83±
5,69±
0,86
0,36
0,05
0,15
38,40±
4,25±
5,47±
1b
96
2a
96
51,88± 1,70
0,73
0,24
0,36
2b
91
39,23±
49,90±
1,50±
9,36±
1,50
0,84
0,09
0,47
3a
96
43,34±
46,73±
6,42±
3,51±
1,33
0,85
0,24
0,24
36,48±
52,68±
2,9±
7,94±
1,82
1,07
0,21
0,43
3b
51+ 51
3.
Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa dengan waktu sintering sama yaitu 96 jam, prosentase fasa 2223 yang paling banyak adalah pada sampel 1b dengan stoikiometri Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ, prosentasenya mencapai (53,86±0,86)%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu sintering, maka fasa 2223 yang terbentuk juga semakin banyak. Penambahan Ag dalam penelitian ini tidak mempengaruhi prosentase fasa 2223 yang terbentuk, prosentasenya lebih kecil daripada sampel yang tidak ditambah Ag. Antara sampel 2a dan 3a, prosentase fasa 2223 lebih banyak pada sampel 2a. Padahal penambahan Ag lebih banyak pada sampel 3a. Jadi untuk penambahan Ag yang lebih sesuai adalah pada sampel 2a dengan stoikiometri Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ/Ag0,5. Sedangkan sampel 3a menunjukkan prosentase yang paling rendah dari semua sampel, padahal waktu sinteringnya paling lama. Hasil yang diperoleh belum seperti yang diinginkan, fase yang terbentuk masih rendah. Dan penambahan Ag tidak menunjukkan peningkatan yang besar pada pembentukan fasa 2223. Hal ini disebabkan oleh: 1. Penambahan komposisi Ag belum sesuai. Sehingga hasilnya belum menunjukkan perubahan yang banyak. 2. Pada saat sintering suhu furnace tidak sesuai dengan termometer digital. Suhunya juga berubah-ubah, sehingga mempengaruhi proses pembentukan kristal.
Kurang optimalnya waktu sintering pada tiap sampel. Sehingga fasa 2223 yang terbentuk belum begitu banyak. Hasil uji Meissner dapat dilihat pada tabel 3.3 Tabel 3.3. Hasil Uji Meissner Sampel
Efek Meissner
1a
Lemah
1b
Tidak ada
2a
Lemah
2b
Kuat
3a
Kuat
3b
Tidak ada
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tidak semua sampel memperlihatkan efek Meissner. Pada sampel 1a dan 2a efek Meissner yang terjadi lemah, artinya ketika magnet didekatkan pada sampel superkonduktor, magnet bergeser dan menjauh dari sampel tetapi tidak sampai terangkat. Sampel 1b dan 3b tidak memperlihatkan efek Meissner. Magnet tidak mengalami pengangkatan maupun pergeseran ketika didekatkan pada sampel 1b dan 3b. Sampel 2b dan 3a memperlihatkan efek Meissner yang kuat, terlihat pada gambar 3.4 dan 3.5 magnet terangkat oleh sampel superkonduktor.
Gambar 3.4. Efek Meissner pada sampel 2b
Gambar 3.5. Efek Meissner pada sampel 3a 4
Santosa, U., 2002, Sintesis Superkonduktor Sistem Bi-Sr-Ca-Cu-O dengan Doping N, Usulan Penelitian Program Penelitian Dasar di Perguruan Tinggi Tahun 2003. Santosa , U., 2005, Sintesis Bahan Superkonduktor Sistem BSCCO dengan Substitusi Na pada Ca, Laporan Magang Penelitian Program Peningkatan Kualitas Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Wuryanto , Sulungbudi,G.Tj, Karo,A.K, 1994, Pembuatan Superkonduktor Bi-Pb-SrCa-Cu-O Melalui Garam cair Urea + NH4NO3, Pusat Penelitian Sains Materi-BATAN kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang 15310.
Uji Tc tidak bisa dilakukan karena ada beda tegangan yang sangat besar antara perkiraan dengan yang ditunjukkan oleh mikrovoltmeter. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN Dari hasil uji XRD dapat dihitung prosentase fasa 2223 berdasarkan intensitas dari masingmasing puncak. Hasilnya sampel 1b dengan perbandingan stoikiometri Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ/Ag0,0 dan waktu sintering 96 jam memiliki prosentase fasa yang paling besar yaitu (53,86±0,86)%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Ag tidak mempengaruhi proses pembentukan fasa 2223. Sedangkan waktu sintering yang lama mempengaruhi banyaknya fasa 2223 yang terbentuk dalam superkonduktor. Dari hasil uji Meissner menunjukkan bahwa sampel dengan perbandingan stoikiometri Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10-δ/Ag0,5 dengan waktu sintering 91 jam dan Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2,2Cu3O10dengan waktu sintering 96 jam δ/Ag1,0 menunjukkan efek Meissner yang paling jelas. Uji Tc tidak bisa dilakukan karena ada perbedaan nilai tegangan yang diperkirakan dengan yang ditampilkan pada mikrovolt meter. 4.2 SARAN Setelah melakukan sintesis superkonduktor sistem BSCCO, ternyata hasil yang diperoleh belum maksimal. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal perlu diperhatikan hal sebagai berikut: 1. Saat penggerusan dilakukan dengan hatihati, agar tidak banyak bahan yang hilang dan tercampur dengan pengotor. 2. Sebaiknya setelah sampel selesai sintering, langsung dilakukan karakterisasi untuk menghindari kerusakan sampel. 3. Menyempurnakan rancangan probe empat titik yang sudah ada. DAFTAR PUSTAKA Purwati, 2002, Sintesis Superkonduktor Bi-Pb-SrCa-Cu-O dengan Variasi Bi dan Pb, Skipsi S-1 Fisika FMIPA UNS. Santosa, U., 1996, Pembuatan Superkonduktor dengan Metode Sol-Gel. Seminar Fisika Lingkungan, Yogyakarta. 5