METODE DAN KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA Oleh: Nurul Rachmat1
Abstract Mayantara crime (cybercrime) is a crime that occurs in cyberspace (cyberspace), which does not recognize the use of the internet by anyone and anytime in the world. So it can be classified that mayantara crime (cybercrime) including transnational crime. Therefore, it is transnational, proof of crimes mayantara (cybercrime) is also a matter that requires attention for Indonesia in the context of law enforcement and criminal jurisdiction transanasional determines is appropriate criminal law in force in Indonesia. Based on the above background was appointed problems, namely: Meguraikan Methods And Kebijaakan Criminal Law Crime Combating Cybercrime Research In this paper is a normative legal research or normative juridical research is scientific research to find out the truth based on the logic of the normative legal scholarship. This study emphasizes the use of library materials and secondary data. Secondary data consists of primary legal materials, secondary law, and tertiary legal materials.
Keywords: Methods and Policy of Criminal Law, Countermeasures, Cybercrime I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini sudah bersifat global, terutama dengan berkembangnya internet. globalisasi yang timbul sudah dari berbagai aspek kehidupan, baik dibidang sosial, iptek, kebudayaan, ekonomi dan nilai budayabudaya lain. Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kenyamanan dan kecepatan. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selainmemberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum2. Penggunaan komputer dengan telekomunikasi melahirkan suatu fenomena yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional (face to face), dengan melahirkan kenyataan dalam dimensi ketiga. Pesatnya perkembangan teknologi informasi pada akhir-akhir ini membawa perubahan dalam tatanan kehidupan, yaitu timbulnya peluang baru untuk membangun dan memperbaiki pendidikan, bisnis, layanan pemerintahan dan lain 1
Nurul Rachmat, adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-syafi’iyah, Jakarta. 2 Ahmad M. Ramli, Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung , 2004, hlm. 1.
165
lain. Di sisi lain membuka peluang munculnya berbagai bentuk penyimpangan yang dilakukan dalam penggunaan teknologi tersebut, sebagai akibatnya banyak pihak-pihak yang merasa dirugikan Semakin tinggi tingkat penggunaan teknologi informasi yang didukung dengan intlektualitas yang tinggi tanpa diimbangi dengan kesadaran hukum, maka semakin tinggi tingkat kejahatan yang terjadi dan kerugian yang akan ditimbulkan. Demikian pula dengan dunia Cyber yang merupakan sarana untuk melakukan suatu bentuk kejahatan yang timbul dari penyalahgunaan teknologi. Semakin tinggi tingkat budaya dan kemajuan teknologi di suatu masyarakat maka kejahatan jenis baru berbasis teknologi juga akan bermunculan3. Jika dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam kehidupan empiris manusia (hard reality), demensi kedua Teknologi informasi dan media elektronika menjadi simbol pelopor yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan. Dari sistem-sitem kecil lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun tahun terakhir bergerak cepat, bahkan terlalu cepat menuju suatu sistem global. Dunia akan menjadi (global village) yang menyatu, saling mengetahui dan terbuka, serta sangat bergantung satu sama lain. Dengan kecepatan internet kita dipermudah untuk melakukan kegiatan dari dalam berbagai hal contoh kecil kita bisa bertransaksi pemesanan tiket pesawat, kereta api,dll. Pemanfaatan teknologi informasi internet juga tidak dapat dipungkiri membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat positif yang ada. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvesional seperti pengancaman, pencurian, pencemaran nama baik, pornografi, perjudian, penipuan hingga tindak pidana terorisme kini melalui media internet beberapa tindak pidana tersebut dapat dilakukan secara online oleh individu maupun kelompok dengan resiko tertangkap sangat kecil dengan akibat kerugian yang lebih besar untuk masyarakat maupun negara. Masalah-masalah kejahatan yang terjadi pada teknologi internet 1. banyaknya situs porno 2. serangan hacker terhadap situs pemerintah 3. penipuan terhadap jual-beli online 4. pembobolan rekening ATM 5. penyebaran photo palsu yang sudah dimanipulasi 6. penyebaran sms yang meresahkan 7. pencurian pulsa melalui telpon seluler 3
M. Khoidin dan Sadjijono, Mengenal Figur Polisi Kita, Laksbang Pressindo, Yogyakarta 2006, hlm. 75-76.
166
Selain dikategorikan perbuatan melawan hukum dengan kerugian materil tetapi juga moril yang besar, kasus cyber crime tersebut semakin menurunkan tingkat kepercayaan terhadap perlindungan pemerintah kepada masyarakat. Cyber crime kejahatan dunia maya Cyber crime merupakan suatu kejahatan yang baru di dunia maya dan kejahatan komputer. Secara umum cyber Crime adalah upaya memasuki jaringan komputer tanpa izin dengan tidak merusak fasilitas komputer itu sendiri, atau dapat diartikan penggunaan komputer secara illegal.Cyber Crime ini adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital. Cyber crime sendiri bisa di bagi beberapa kelompok diantaranya: Unauthorized access to Computer System, dimana kejahatan dengan cara memasuki suatu jaringan komputer atau menyusup tanpa izin dari pemilik: 1. jaringan yang dimasukinya ilegal content, adalah memasukan data atau informasi ke internet mengenai sesuatu yang tidak benar, tidak etis, dan dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. 2. Data Forgery, adalah memasukan data atau dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document. 3. Cyber espionage, adalah memanfaatkan jaringan internet untuk mematamatai pihak lain, dengan mamasuki jaringan komputer pihak sasaran. 4. Cyber Sabotage, adalah membuat gangguan kerusakan atau kehancuran suatu data program komputer atau jaringan komputer. 5. Offense against Intelectual property, adalah meniru suatu webpage secara illegal, atau menyiarkan suatu informasi yang merupakan rahasia kepada orang lain. 6. Infringement of Privacy, kejahatan ini ditujukan untuk seseorang yang sangat rahasia atau pribadi, yang apabila diketahui orang lain akan merugikan korban tersebut secara materill dan immateriil. Pada dasarnya Cyber Crime merupakan segala tindak pidana yang berhubungan dengan informasi, sistem informasi, komunikasi, yang merupakan sarana penyampaian informasi kepada pihak lain. Permasalahan yang mendasar. Pencurian uang nasabah terus marak terjadi di Jakarta, dan kota-kota besar lainnya. Kali ini polisi mengungkap pencurian uang nasabah bank melalui layanan internet banking, yang disediakan pihak bank.“Tersangka mengambil uang dengan membobol user ID atau data nasabah. Milik korban berinisial AS dan WRS,” kata Kasat Cyber Crime Polda Metro Jaya, AKBP Winston Tommy Watuliu, dalam keterangan persnya di Polda Metro Jaya, Jakarta4. 4
http://kelompokkita62.blogspot.co.id/2014/05/kasus-cybercrime-yang-pernah.html
167
Selanjutnya, kata Winston, pelaku melakukan pengacakan password nasabah dengan menggunakan data-data pribadi para korban. Setelah berhasil menemukan password, maka uang nasabah yang tercantum di-usser ID itu dipindahkan ke beberapa rekening penampung, dan selanjutnya uang yang berhasil dicuri digunakan untuk kepentingan pribadi. “Pelaku melakukan konfigurasi pin ke pasword, dengan megunakan data-data lahir nasabah, yang dilakukan untuk menggunakan pembobolan,” jelas Winston.Dia menjelaskan, umumnya nasabah bank menggunakan tanggal lahir sebagai nomor pin atau password ID di layanan internet banking bank tersebut. Sehingga pelaku dapat dengan mudah menggasak uang nasabah, ketika pin yang dimasukan cocok dengan milik nasabah. “Diupayakan data rahasia nasabah bank jangan menggunakan data yang diketahui orang lain, seperti tanggal lahir,” imbuhnya. Ditanya nama bank swasta yang dirugikan dalam kasus ini, Winston enggan membeberkan nama bank tersebut. Dia hanya mengatakan hanya 1 bank saja yang dirugikan dalam kasus ini. Lebih lanjut dia mengatakan, kasus ini terjadi pada 25 Januari 2009 sampai Agustus 2009, di kawasan Jakarta Selatan.Dalam kasus polisi telah menetapkan seorang tersangka dan melakukan penahanan, terhadap pria berinisial EYN, usia sekitar 30 tahun. Sedangkan seorang tersangka lainnya berinisial HH masih dalam pencarian.“EYN profesinya jobless (pengangguran), sebelumnya dia bekerja sebagai karyawan swasta,” paparnya. Dia mengatakan, EYN berlatar pendidikan S1 perguruan tinggi di Jakarta, dan tidak memiliki riwayat bekerja pada perusahaan perbankan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah yang akan penulis bahas adalah meguraikan Metode Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan Cybercrime ? C. Tujuan Pembuatan Makalah Berdasarkan permasalahan tersebut diatas , maka tujuan yang akan dicapai dalam rangka penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui Metode Dan Kebijaakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan Cybercrime? II LANDASAN KONSEPSIONAL A. Pengertian kejahatan mayantara (cybercrime). Pada perkembangannya internet ternyata membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya tindakan anti sosial yang selama ini di anggap tidak mungkin terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori menyatakan Crime is product of society its self, yang secara sederhana dapat di artikan masyarakat itu sendirilah yang menghasilkan kejahatan. Dalam laporan kongres PBB ke-X/ 19 juli 2000 di wina dinyatakan sebagai berikut “ cyber crime atau
168
computer-relatetd crime mencakup seluruh keseluruhan bentuk-bentuk baru dari kejahatan yang di tujukan pada komputer, jaringan komputer dan para penggunanya, dan bentuk-bentuk kejahatan terdisional yang sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer5. Secara terminologis kejahatan yang berbasis pada teknologi dan informasi dengan menggunakan media komputer sebagaimana terjadi pada saat ini, berbagai macam istilah yang digunkan oleh parah ahli, misalnya seperti computer misuse, computer abuse, compuetr fraud, computer related crime, computer assisted crime, atau komputer crime6, menurut Barda Nawawi Arief, pengertian computerrelated crime sama dengan cybercrim7. Namu dalam konvensiInternasional Tahun 2001 menggunkan istilah Cybercrime. Dalam buku Strategi penanggulangan kejahatan telematika yang ditulis oleh Al. Wisnubroto, istilah yang digunakan untuk kejahatan yang di lakukan di dunia maya atau kejatan yang dilakukan melalui bantuan elektronik berbeda dengan apa yang digunakan oleh pakar yang lain, beliau lebih suka menggunkan istilah Kajahatan Telekomunikasi. Hal bukan tidak ada alasan yang di kemukan beliau dalam buku tersebut. Dalam penjelasannya kejahatan telematika merupakan penyalagunaan teknologi yang terkonvergensi dari komputer, media dan informatika, dengan didasari motif kriminal atau secara tercela, secara ilegal atau melawan hukum atau dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pengertian kejahatan telematika tersebut mencakup pula lingkup pengertian kejahatan komputer, atau kejahatan siber baik dalam pengertian sempit maupun dalam pengertian luas8. Menurut kepolisian inggris, cybercrime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan tehnologi digital (Ade Maman Suherman, 2002:168)9. Berdasarkan penjelasan tersebut, yang menjadi cacatan di sini yaitu tidak di jelaskannya apa yang di maksud dengan jaringan komputer, apabila di maknai secara luas maka akan meliputi LAN (lokal area network) dan internet. Dan LAN mempunyai karakter yang berbeda dengan internet. 5
Widodo, Sistem Pemidanaan Dalam Cybercrime, Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dan Pidana Bagi Pelaku Cybercrime. Cetakan pertama. Laksbang Mediatama. Yogyakarta. 2009. Hal 24 6 Ibid_hal 23 7 Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, hal 259 8 Al. Wisnubroto, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika. Cetakan pertama, Atma Jaya Yogyakarta Press, Yogyakarta 2010, hal 6 9 Drs. Abdul Wahid, dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cybercrime). Cetakan pertama PT. Rfika Aditama. Bandung 2005. Hal 40
169
Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan dengan computer crime. The US Depertement Of Justice memberikan penegertian sebagai “any Illegel act requiring knowledge of computer for its perpretation, investigation, or presecution” artinya “setiap perbuatan yang melanggar hukum yang memerlukan pengetahuan tentang komputer untuk menangani, menyelidiki dan menuntutnya.10 Sementara pengertian lain yang diberikan oleh Organization of European Community Development yaitu: “any illegal unthical or unauthorized behaviourbrelating to the autometic processing and/or tranmission of data” artinya setiap perilaku ilegal, tidak pantas, tidak mempunyai kewenangan yaang berhubungan dengan pengolahan data dan/atau pengiriman data11. Indra Safitri mengemukakan, kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi tanpa batas dan memiliki karakteristik yang kuat dan sebuah rekayasa tehnologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibiltas dari sebuah informasi yang di sampaikan dan di akses oleh pelanggan internet. Muladi dalam bukunya yang di tulis bersama Barda Nawawi Arief, “Bungna Rampai Hukum Pidana” memandang cybercrieme dengan pendekatan computer crime (kejahatan komputer). Namun demikian cybercrime sesungguhnya berbeda dengan computer crime (kejahatan komputer)12. Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal sedangkan Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama. Sementara itu Girasa (2002) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama dan Tavani (2000) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber13. B. Bentuk umum kejahatan mayantara.(CyberCrime) Cybercrime mempunyai bentuk yang beragam, karna setiap negara tidak selalu sama dalam melakukan kriminalisasi, begitu pila dalam setipa negara menyebut apakah suatu perbuatan yang tergolong kejahatan Cybercrime atau bukan kejahaatan Cybercrime juga belum tentu sama14. 10
Ibid_ Ibid_ 12 Ibid_ hal 41 13 http://kasuskejahatandunimaya.blogspot.com/2012/12/a-pengertian-cyber-crime.html 14 Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Cetakan pertama, Aswaja Presindo, feb 2013, Yogyakarta, hal 163 11
170
Karakteristik yang khas dari teknologi telematika juga mempengaruhi perkembangan dan bentuk-bentuk kejahatan yang terus-menerus mengalami metamorfosa. Pada era tahun 1980an saat kejahatan komputer telah mulai mencuat kepermukaan dan mulai mendapat perhatian15. Menurut Al. Wisnubroto pada umumnya kejahatan komputer atau cybercrime dapat di kelompokkan menjadi beberapa bentuk kejahatan sebagai berikut: 1. Joycomputing. Joycomputing merupakan pendapat dari N. Kejzer dalam ceramahnya tentang huku pidana Belanda dan menyalagunakan komputer, di BPHN jakarta penegertian joycomputing adalah seseorang yang menggunakan komputer secara tidak sah/tanpa izin dan mempergunakannya melampaui wewenang16. istilah tersebut mengingatkan kepada istilah “joyriding” dimana seseorang memakai sebuah mobil tanpa izin untuk bersenangsenang, setelah itu mobil tersebut di kembalikan. 2. Hacking. Istilah Hacking juga merupakan sebuah istilah yang diperkenalkan Nico Nejzer, ia menyatakan Hacking merupakan penyambungan dengan cara menambah terminal komputer baru pada sistem jaringan komputer tanpa izin dan melawan hukum, dari pemilik jaringan komputer tesebut. 3. The Trojan Horse. Istilah tersebut pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh Yunus Randy dalam buku yang berjudul “Proteksi Terhadap Kriminalitas dalam Bidang Komputer”. berdasarkan penjelasan keyzer The Trojan Hourse merupakan suatu prosedur menambah engurangi atau mengubah data atau intruksi pada sebuah program, sehingga program tersebut selain menjalankan menjalankan program yang semestinya juga akan menjalankan program yang lain yang tidak sah, dan /atau membuat data atau instruksi pada sebuah program menjadi tidak terjangkau(menhilangkan atau menambah data atau instruksi pada sebuah program dengan tujuan untik kepentingan diri sendiri atau kelompok) 4. Data Leakage. Data Leakage( Kebocoran data) adalah suatu perbuatan yang membocorkan data rahasia dengan cara menulis data rahasia tersebut kedalam kode-kode tertentu sehingga data tersebut bisa dibawa keluar tanpa di ketahui oleh pihak yang bertanggung jawab. 5. Data Diddling. 15
Al. Wisnubroto, Konsep Hukum Pidana Telematika, Cetakan pertama, Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 2011, haal 75. 16 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Cetakan ketiga, Edisi revisi, hal 24
171
Data Diddling merupakan suatu perbuatan mengubah data valid/sah dengan cara yang tidak sah, yaitu dengan cara mengubah input data atau output data. yang dimaksud dengan mengubah data di sini adalah perbuatan sedemikian rupa yang mengakibatkan isinya menjadi lain dari yang asli atau sehingga data tersebut menjadi lain dari yang asli/valid/sah. 6. Penyia-yiaan data Komputer Penyia-yian data komputer merupakan sebuah istilah umum yang dapat di artikan sebagai seuatu perbuatan membuat data data atau program komputer tidak dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. hal ini dapat dilakukan dngan cara fisik misalnya dengan cara menghancurkan atau merusak media diket, CD atau media penyimpanan sejenis lainnya, dan dapat pula dilakukan dengan cara non fisik misalnya dengan cara menyiapkan sebuah logic bomb yakni program program yang sengaja di buat untuk melakukan tindakan yang tidak sah sewaktu-waktu atau dengan cara memasukkan virus. C. Metode Dan Kebijaakan Hukum pidana dalam Penanggulangan kejahatan cybercrime Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian ini menitikberatkan pemakaian bahan pustaka dan data sekunder. Data sekunder tersebut terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer diperoleh melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan peraturan lain yang terkait. Bahan hukum sekunder adalah semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalahmajalah, artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet dan bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus dan ensiklopedia yang relevan Undang-undang RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bisa dikatakan sebagai undang-undang cyber law yang pertama sekali di Indonesia, bila di hitung sejak naskah akademiknya maka UU ITE di sahkan setelah melalui proses perancangan dan penyusunan yang begitu panjang yakni lebih dari tujuh tahun. Lahirnya UU ITE merupakan salah satu kemajuan di bidang hukum yang khusus mengatur tentang kejahatan mayantara, sekalipun transaksi elektronik di tonjolkan dalam penamaan UU ITE namun substansinya sangat luas, yakni
172
mencakup berbagai aspek pemanfaatan teknologi informasi, termasuk masalah kejahatan mayantara. Nuh Saleh (Menkominfo) sendiri menyatakan bahwa kehadiran UU ITE di harapkan akan mampu menanggulangi berbagai macam kejahatan mayantara yang ada si Indonesia. Dalam sosialisasinya pemerintah menyatakan bahwa UU ITE juga mengakomodasi konvensi Dewan Uni Eropa pada tahun 2001. Berikut ini merupakan tindak pidana cybercrime yang di atur dalam UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:17 1. Akses Tidak Sah (Illegel Access) Perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana akses yang tidak dah terhadap komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain yang di atur dalam pasal 30 UU ITE sebagai berikut” 1. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau alat eletronik milik orang lain dengan cara apapun. 2. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau alat eletronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi eletronik dan/atau dokumen eletronik. 3. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau alat eletronik dengan cara apapun melanggar, menerobos, malampaui atay menjebol sistem pengamanan. Sedangkan ancaman pidananya di atur dalam Pasal 46 sebagai berikut: 1. setiap orang yang memenuhi unsur sebagamana yang di maksud dalam Pasal 30 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) 2. setiap orang yang memenuhi unsur sebagamana yang di maksud dalam Pasal 30 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) 3. setiap orang yang memenuhi unsur sebagamana yang di maksud dalam Pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) 2. Penyadapan atau Interepsi Tidak Sah(Intercepting). Tindak pidana intersepsi diatur dalam Pasal 31 UU ITE sebagai berikut: 1. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas infomasi elektronik dan/atau 17
Widodo, Hukum pidana di bidang teknologi dan informasi, cybercrime law, telaa teoritik dan bedah kasus. Cetakan pertama. Aswaja pressindo. Yogyakarta 2013 hal 109
173
dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain. 2. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas infomasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke dan didalam suatu komputer dan/atau sitem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan/atau penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan. 3. Kecuali intersepsi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1dan ayat 2 intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisisan, kejaksaan dan/atau institusi penehak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. 4. Ketentuan intersepsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Perlu dikemukakan di sisni bahwa MA dalam putusan No.5/PUUVIII/2010telah membatalkan ketentuan Pasal 31 ayat 4 UU ITE yang berisi tata cara penyadapan yang hanya di atur oleh Peraturan Pemerintah. Dan yang dimaksud intersepsi atau penyadapan addalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromaknetis atau radio. Sedangkan ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 47 UU ITE sebagai berikut: setipa orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1 atau ayat 2 di pidanan dengan pidanan penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banya 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah 3. Gangguan Terhadap data Komputer(Data Interference). Tindak pidana gangguan terhadap data komputer di atur dalam Pasal 32 UU ITE yaitu sebagai berikut: 1. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukumdengan cara apapun mengubah, merusak, menghilangkan, memindahkan menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain atau milik publik. 2. Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapinmemindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.
174
3. Terhadap perbuatan sebagaimana yang di maksud pada aayat 1 yang mengakibatkan terbukannya suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat di akses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya. Sedangkaan ketentuan pidana sebagaimana yang di maksud pada pasal tersebut diatur dalam Pasal 48 UU ITE sebagai berikut: 1. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 1 di pidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) 2. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 di pidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda paling banyak 3.000.000.000(tiga miliar rupiah) 3. Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 3 di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak 5.000.000.000(lima miliar rupiah) 4. Gangguan Terhadap Sistem Komputer (Sistem Interference) Tindak pidana berupa berupa gangguan sistem diatur dalam Pasal 33 UU ITE sebagai berikut: “setiap orang dengan sengaja tanapa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagai mana mestinya”. Ketententuan pidana dari pasal ini di atur dalam Pasal 49 UU ITE “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 33 UU ITE di pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak 10.000.000.000(sepulu miliar rupiah) 5. Penyalagunaan Perangkat Lunak Komputer (Misuse of Device). Tindak pidana berupa Penyalagunaan Perangkat Lunak Komputer (Misuse of Device). Di atur dalam Pasal 34 UU ITE sebagai berikut: 1) Setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki a. Perangkat keras atau perangkkat lunak komputer yang di rancang atau khusus dikembangkan untuk mengfasilitasi perbuatan sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 33. b. Sandi lewat komputer, kode akses, atau hal yang sejenis dengan hal itu yang ditujukan agar sistem elektronik menjadi dapat di akses dengan tujuan mengfasilitasi perbuatan sebagaimana di maksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 33. 2) Tindakan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan penelitian, pengujian sistem 175
elektronik, untik perlindungan sistem elektronik itu sendiri secara sah. Dalam penjelasan pasal 34 ayat 2 UU ITE di uraikan bahwa yang dimaksud dengan “kegiatan penelitian” adalah penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin. Sedangkan ancaman pidana terhadap penyalagunaan perangkat lunak komputer tertuang dalam Pasal 50 UU ITE sebagai berikut: “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1 di pidana denagan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak 10.000.000.000 (sepulu miliar rupiah)18. 6. Pemalsuan Melalui Komputer (Computer related Forgery). Pelamalsuan melalui komputer diatur dalam pasal 35 UU ITE sebagaimana di terangkang berikut: “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi , penciptaan perubahan, pengerusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut di anggap seolah-oleh data otentik. Dan ancaman pidananya di atur dalam Pasal 51 sebagai berikut “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 di pidana denagan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak 12.000.000.000 (dua belas miliar rupiah). Sedangkan Pasal 36 UU ITE menyatakan Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. ancaman pidanan juga terdapat dalam Pasal 51 yaitu apabila memenuhi unsur sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 36 dipidanan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak 12.000.000.000 (dua belas miliar rupiah) 7. Pornograafi melalui Komputer (phornography). Perbuatan pidanan pornografi di atur dalam Pasal 27 ayat 1 UU ITE sebagaimana berikut: 1. Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak menditribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya informasi eletronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. 2. Sedangkan ancaman pidannya apabila memenuhi unsur sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 27 ayat 1, 2, 3, dan 4 di pidanan penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1.000.000.000 ( satu miliar rupiah) 18
Ibid_ hal 111
176
8. Kejahatan “Tradisional” Yang Menggunakan Komputer. Perbuatan pidana tradisional juga di atur dalam Pasal 27 ayat 2, 3, dan 4 sebagai mana berikut: (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Sedangkan ancama pidananya juga di atur dalam Pasal 51 sebagai berikut “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang di maksud dalam pasal 27 ayat 1, 2, 3 dan 4 dipidanan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak 12.000.000.000 (dua belas miliar rupiah) Selain itu tindak pidana penyebaran berita bohong memalui internet di atur dalam Pasal 28 sebagai berikut: 1. Setiap orang dengan sengaja dan tampa hak menyebarkan berita bohong dan meyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi eklektronik. 2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang di tujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau pemusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Sedangkan ancaman pidanannya di atur dalam Pasal 54 ayat 2 sebagai berikut: (2) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan (2) dipidana paling lama (6) enam tahun dan/atau denda paling banyak 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Tindak pidana pengancaman melalui internet kepada seseorang di atur dalam Pasal 29 sebagai berikut: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Dan ancaman pidannya sebagai berikut “setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Passal 29 177
dipidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak 12.000.000.000. (dua belas miliar rupiah. III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian ini menitikberatkan pemakaian bahan pustaka dan data sekunder. Data sekunder tersebut terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer diperoleh melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan peraturan lain yang terkait. 2. Dalam kasus ini Tersangka terancam pasal 363 KUHP, UU No 25 Tahun 2003 tentang pencucian uang, dan UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dengan ancaman hukuman lebih dari 4 tahun penjara.Ada pun barang bukti yang disita polisi antara lain, 1 buah lapotop, 1 buah modem internet, 1 buah flash disk, dan 1 buah telepon genggam. Dalam kejahatan ini, sedikitnya 2 orang menjadi korban pembobolan rekening via internet banking tersebut, yakni AS dengan kerugian RP 60 juta dan WRS dengan kerugian sebesar Rp 610 ribu. Keduanya merupakan karyawan swasta. B. Saran 1. Kesigapan dan kewaspadaan kita sebagai nasabah bank untuk mengantisipasi hal tersebut haruslah secermat mungkin. Contohnya, jangan menggunakan password atau nomor PIN dengan tanggal lahir ataupun kombinasi angka yang dapat dengan mudah diketahui orang. Kita sebagai nasabah memang diberikan kemudahan dengan fitur serta fasilitas canggih dari pihak bank. Namun, di era globalisasi saat ini, teknologi yang semakin maju merupakan buah simalakama apabila kita tidak dapat mengantisipasinya. Tetapi, kita tidak boleh takut untuk menghadapi perubahan zaman. Seyogyanya teknologi itu diciptakan adalah untuk mempermudah manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jangan takut untuk menggunakan teknologi asal tepat guna serta selalu waspada untuk mengantisipasi kejahatan dunia cyber yang akan semakin marak.
178
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku Abdul Manap, Nazura, Cyber-crimes: Problems and Solutions Under Malaysian Law, makalah pada seminar nasional Money Laundering dan Cybercrime dalam Perspektif Penegakan Hukum di Indonesia, diselenggarakan oleh Lab. Hukum Pidana FH Univ. Surabaya, 24 Februari 2001. Abdul Wahid, dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cybercrime). Cetakan pertama PT. Rfika Aditama. Bandung 2005. Ahmad M. Ramli, Ahmad M, Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung , 2004. Arief, Barda Nawawi, Perbandingan Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002. Barry C, Collin, 1996, The Future of Cyber Terrorism, Proceedings of 11th Annual International Symposium on Criminal Justice Issues. The University of Illinois at Chicago, dikutip dari makalah Vladimir Golubev, cyber-crime and legal problems of usage network the INTERNET. Hamzah, Andi, 1990, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta, Khoidin, M, dan Sadjijono, Mengenal Figur Polisi Kita, Laksbang Pressindo, Yogyakarta 2006. Pattiradjawane, Rene L, “Media Konverjensi dan Tantangan Masa Depan”, Kompas, 21 Juli 2000. Raharjo, Agus 2002, Cybercrime, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Sipropoulus, Jhon, 1999, “Cyber Crime Fighting, The Law Enforcement Officer’s Guide to Online Crime”, The Natinal Cybercrime Training Partnership, Introduction. Wahyono, Teguh. 2006. Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi. Jakarta: Andi Publisher Wisnubroto, Al, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika. Cetakan pertama, Atma Jaya Yogyakarta Press, Yogyakarta 2010, Widodo, dan Wiwik Utami, Sistem Pemidanaan Dalam Cybercrime, Alternatif Ancaman Pidana Kerja Sosial dan Pidana Bagi Pelaku Cybercrime. Cetakan pertama. Laksbang Mediatama. Yogyakarta. 2009.
179
Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Cetakan pertama, Aswaja Presindo, feb 2013, Yogyakarta. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Informasi dan Trannsaksi Elektronik. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Website/Internet http://kasuskejahatandunimaya.blogspot.com/2012/12/a-pengertian-cybercrime.html http://kelompokkita62.blogspot.co.id/2014/05/kasus-cybercrime-yangpernah.html#sthash.gRuwIOf4.dpuf http://www.lysator.liu.se/etexts/hacker. Bruce Sterling, 1990, The Hacker Crackdown, Law and Disorder on the electronic Frontier, Massmarket Paperback. http://www.digitalcentury.com/encyclo/update/articles.html.. Natalie D Voss, Copyright © 1994-99 Jones International and Jones Digital Century, “Crime on The Internet”, Jones Telecommunications & Multimedia Encyclopedia.
180