Merawat Kreativitas Muda ima tahun lagi, para remaja dan pemuda Bojonegoro pasti akan ikut menentukan arah pembangunan daerah. Bagaimana perilaku mereka saat ini, setidaknya akan menjadi gambaran Bojonegoro di masa yang akan datang. Hal inilah yang harus menjadi cerminan bersama, agar selalu memberi porsi besar bagi dunia remaja dan dunia muda. Sayang, di sekitar kita seringkali kita dihantam oleh berbagai informasi yang menyebutkan adanya kenakalan remaja, tawuran antar pemuda, kecelakaan dengan korban siswa sekolah, hingga informasi tentang siswa yang menjadi korban/tersangka kekerasan seksual. Ketika informasi-informasi semacam itu terus menggelinding, maka kesan yang muncul adalah remaja dan pemuda yang rata-rata berstatus siswa dan mahasiswa pada posisi yang kurang bagus. Tapi sebenarnya, banyak sekali siswa dan mahasiswa yang memiliki prestasi luar biasa yang mampu mengharumkan nama Bojonegoro. Prestasi yang berakar pada daya kreativitas itulah yang seharusnya terus digelindingkan seperti bola salju yang semakin lama menggelinding akan semakin besar. Bojonegoro harus diisi oleh anak-anak muda yang kreatif, berdaya tinggi, dan berprestasi. Oleh karena itulah, blokBojonegoro pada edisi kali ini menghadirkan laporan tentang dunia remaja dan dunia muda yang penuh dengan kreativitas dan prestasi. Tujuannya tak lain ingin menghidupkan semangat kreativitas itu agar menjadi “gaya hidup” masyarakat muda Bojonegoro. Karena sebagai kota industri, Bojonegoro akan menerima dampak positif sekaligus dampak negatifnya. Kalau dampak positif, semua orang pasti akan berebut untuk mendapatkannya. Namun, untuk dampak negatif
L
semua pasti akan merasakan dampaknya. Nah, saat dampak negatif industri migas datang, salah satu hal yang mampu membendung adalah daya kreativitas yang dimiliki oleh masyarakat Bojonegoro. Semakin banyak kreativitas, semakin kuat daya tahannya. Semakin banyak prestasi anak muda, maka semakin memberi kekuatan pada Bojonegoro. Laporan sederhana tentang prestasi-prestasi anak muda pada edisi kali ini, salah satunya adalah untuk menebarkan semangat kreativitas tersebut. Karena, jarang sekali prestasiprestasi semacam itu mendapat tempat di media massa. Padahal, prestasi-prestasi itu harus terus disebarluaskan agar menjadi semangat bagi yang lainnya. Edisi kali ini berusaha untuk ikut memajukan Bojonegoro dengan menhadirkan laporan prestasi anak muda. Karena ternyata, banyak siswa dan mahasiswa di Bojonegoro yang menggenggam prestasi yang mengharumkan nama Kota Ledre ini. Sebut saja atlet panahan yang sejak lama menjadi ikon Bojonegoro. Sedang di banyak sekolah, tak sedikit siswa yang menorehkan prestasi, seperti atlet kempo di SMAN 3 Bojonegoro yang mampu meraih juara di tingkat provinsi. Merawat prestasi anak muda butuh energi yang besar. Mereka lahir karena adanya ketelatenan pada guru, orang tua, peran pemerintah daerah, dan semua pihak. Oleh karena itu, merawat prestasi menjadi tanggungjawab bersama masyarakat Bojonegoro. Jika tidak, maka Bojonegoro hanya akan dipandang sebelah mata. Prestasi akan membawa Bojonegoro menjadi lebih baik. Selain laporan tentang prestasi anak muda, dalam edisi kali ini blokBojonegoro juga menghadirkan beberapa laporan menarik lain. Seperti tentang bisnis warung kopi yang semakin banyak dan komunitas reggae yang memiliki anggota banyak di Bojonegoro. Selamat Membaca.
Amalkan Ajaran, PSHT Gelar yang selalu berusaha Donor Darah TIDAK kurang dari 250 orang anggota dan warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Bojonegoro, Rabu pada Minggu ketiga Bulan Agustus menggelar aksi sosial berupa donor darah di sektretariat PSHT Cabang Bojonegoro. Ketua Cabang Setia Hati Terate Bojonegoro, Wahyu Subakdiono mengatakan, bahwa kegiatan ini merupakan implementasi dari ajaran Setia Hati Terate. “Kegiatan sosial semacam ini dilakukan dalam rangka mengamalkan ajaran Setia Hati Terate. Selain donor darah, kami juga melakukan kegiatan sosial lainnya seperti santunan anak yatim piatu dan anak kurang beruntung, kerja bakti, penanaman pohon dan lainnya,” kata Wahyu. Senada dengan Wahyu, Dewan Pertimbangan Cabang, Suwarno yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Kirana Larasati selaku fasilitator kegiatan donor darah mengatakan, bahwa kegiatan ini adalah bentuk kesadaran warga Setia Hati Terate Bojonegoro, sebab di SH Terate, tidak hanya tempat untuk menuntut ilmu, tetapi juga harus mengamalkan ajarannya. “Di SH Terate dididik untuk menjadi pendekar
menolong yang lemah dan membutuhkan. Dan kegiatan ini merupakan kesadaran seluruh penguruh dan anggota, sedangkan organisasi maupun yayasan hanya memfasilitasi saja,” jelas purnawirawan TNI yang akrab dipanggil Mas Warno ini. Semetara itu, petugas Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Bojonegro, Ali Syafa’at mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada SH Terate Bojonegoro, karena dengan kegiatan semacam ini sangat membantu ketersediaan darah di PMI Bojonegoro. “Beberapa waktu lalu, kami sering kali kehabisan stok darah. Kebutuhan darah di wilayah Bojonegoro setiap hari tidak kurang dari 60 - 70 kantong. Alhamdulillah akhir-akhir ini stok darah aman, hal ini dikarenakan semakin meningkatnya partisipasi dan kesadaran masyarakat masyarakat untuk mendonorkan darahnya,” terang Ali. [*] Pengirim: Agus Sigro
Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini dan karya tulis lainnya dengan panjang tulisan minimal 2 setengah halaman kertas A 4, font Times New Roman ukuran 12 spasi/single. Tulisan bisa dikirim via email yang telah disediakan di atas. Juga bisa datang langsung ke kantor redaksi blokBojonegoro yang beralamatkan di Jl Ruko Permata Jetak, Jl. MT Haryono No. 5 A. Telp: 0353 882202. email:
[email protected]. Redaksi berhak mengedit kalimat tanpa mengubah maksud dan tujuan penulis. Bagi tulisan yang dimuat, akan mendapatkan imbalan sepantasnya.
blokBojonegoro/Parto Sasmito
REMAJA di Kota Bojonegoro saat berkumpul saat kelulusan belum lama ini. Berbagai aksi dilakukan, walupun mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.
Sejauh ini, prestasi pemuda atau remaja asal Kabupaten Bojonegoro yang paling mentereng ada di dunia olah raga masihan. Sebut saja, jika tidak bisa semuanya, adalah panahan. Sosok srikandi Ika Yuliana Rochmawati bisa menjadi inspirasi tersendiri. Walaupun begitu, di kategori lain ada juga yang mulai tampak menonjo, seperti pendidikan. Di edisi investigasi Agustus, blokBojonegoro sedikit akan menampilkan sebagian kecil profil pemuda pemberi inspirasi itu. Laporan: Parto Sasmito, Riska Irdiyana, Nasruli Nasuha
elain Ika, panggilan akrab Ika Yuli ana yang lahir di Bojonegoro 2 Juli 1989 itu, masih ada Rina Dewi Puspitasari, Erwina Safitri, Novia Nuraini dan IGNP Praditya Jati. Pemuda tersebut yang sebagian saat ini sudah menginjak dewasa, semuanya dari panahan. Bukan dari keahlian lainnya, semisal pendidikan, ilmu pengetahun atau seni dan budaya. Dari olah raga lain, yakni sepak bola juga ada Samsul Arif dan Novan Setya Sasongko yang menjadi langganan tim nasional (Timnas). blokBojonegoro masih teringat wawancara dengan mantan Ketua Pengurus Cabang (Pengcab) Persatuan Panahan Indonesia (Perpani), I Nyoman Budiana yang sudah meninggal dunia. Saat itu sekitar tahun 2011-an akhir dan awal tahun 2012. Nyoman mengatakan, jika pemuda di Bojonegoro bisa menjadi luar biasa jika ditempa pada tempat yang sesuai. Juga, melalui perhatian serius semua pihak. “Anak-anak Bojonegoro mempunyai bakat alamiah dan tinggal memoles dengan ketekunan dan disiplin, pasti jadi. Saya sudah membuktikannya,” kata Nyoman saat itu. Apa yang disampaikan pria yang juga pernah menjabat Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Binpres) PB Perpani itu bukan isapan jempol belaka. Melalui panahan, ia mengangkat nama Bojonegoro, Jawa Timur dan tentunya Indonesia setinggitingginya. Bukan hanya level lokal, regional dan nasional, namun hingga internasional. Berbagai perlombaan melepas anak panah tersebut dimenangkan dan medali terkalungkan di leher. Secara otomatis, Kabupaten Bojonegoro semakin mendunia berkat panahan. Bupati Bojonegoro, Suyoto juga sepakat dengan prestasi yang bisa diraih dengan kerja keras dan konsentrasi. Selain itu, semangat juga dibutuhkan untuk terus berjuang menuju puncak. Ia bangga mempunyai banyak generasi yang berprestasi, salah
S
satunya di panahan. Bukan itu saja, beberapa pemuda yang tengah berkonsentrasi di dunia pendidikan, ekonomi kreatif, seni, budaya, komunitas-komunitas, juga menginspirasi dan membawa baik nama Bojonegoro. “Capaian prestasi yang sudah diperoleh harus diterus ditingkatkan untuk Bojonegoro lebih baik lagi ke depan. Sebab, pemuda adalah harapan bangsa,” tegasnya. Membuka Ruang Ekspresi Remaja Selain berprestasi dalam bidang olah raga, Bojonegoro juga memiliki ruang bagi remaja untuk mengembangkan bakat dan minatnya dalam bidang seni dan budaya. Salah satunya adalah yang digarap oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar), dan Sayap Jendela. Ruang ekspresi untuk remaja memang terbilang masih minim. Panggung-panggung terbuka masih jarang disiapkan khusus untuk para kreator usia remaja. Dari yang sedikit itu, salah satunya adalah panggung Sabtu malam Minggu di halaman kantor Disbudpar. Panggung remaja itu menampilkan aneka pertunjukan, mulai yang tradisional seperti tari dan wayang, hingga yang modern seperti konser anak band. Meski panggung itu didesain bukan khusus untuk remaja, namun mereka yang tampil menghibur penonoton kebanyakan masih berusia remaja. Kepala Bidang Pengembangan dan Pelestarian Budaya di Disbudpar, Suyanto menjelaskan, Disbudpar memang menfasilitasi masyarakat Bojonegoro, khususnya remaja untuk turut serta melestarikan kesenian dan kebudayaan daerah agar tetap terjaga dan tidak hilang di tengah masyarakatnya sendiri. “Saya punya istilah dalam bahasa Jawa, ojo kentekan obor (jangan kehabisan obor). Karena kalau obor itu habis, maka tidak ada api lagi. Begitu juga dengan seni dan budaya di masyarakat, kita harus melestarikan agar tetap selalu ada. Dan itu bisa dilakukan dengan pengkaderan mela-
lui generasi muda,” papar Suyanto. Posisi Disbudpar sekadar berusaha memaksimalkan potensi yang dimiliki remaja Bojonegoro agar terus berkembang. Upaya yang dilakukan meliputi pembinaan yang rutin dilakukan dan pembentukan sanggar-sanggar. Kemudian hasil dari pembinaan disalurkan ke dalam ajang lomba atau festival-festival, mulai dari tingkat lokal, regional hingga nasional. Dalam hal tersebut, pihaknya memfasilitasi dari aspek prestasi. Selain itu, kata dia, dari segi pementasan, setiap malam Minggu, tampil berbagai jenis kesenian, seperti wayang, tari, band, dan seni lainnya. Mereka juga ada yang menjadi duta seni Bojonegoro, yakni mewakili Kota Ledre ini dalam event antar kabupaten, seperti pawai budaya maupun pementasan yang mengusung ikon dari masing-masing kabupaten. Selain Disbudpar, ada wadah lain yang banyak diminati anak remaja dan kaum muda. Yakni Sanggar Sayap Jendela yang bertempat di Jalan Kapten Ramli, Lorong 4. Di rumah sederhana tersebut menjadi gudangnya seniman muda Bumi Rajekwesi ini. Ketua Sanggar Sayap Jendela, Masnoen mengaku sejak tahun 2011, rumah tersebut mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai tempat pembelajaran dan juga rumah dari berbagai komunitas seni di Bojonegoro, seperti teater, seni rupa, tari musik hingga film. “Di sini bebas bagi siapa saja yang ingin belajar tentang seni. Selain itu juga banyak komunitas. Mereka yang sudah ikut dalam pembelajaran nantinya juga bisa masuk dalam komunitas,” terang pria berambut gondrong ini. Bagi mereka yang sudah bisa dibilang menguasai jenis kesenian tertentu dan masuk komunitas, selanjutnya mereka juga bisa menyalurkan kemampuan dan ilmunya dengan membimbing peserta baru dalam kegiatan ekstra kurikuler di sekolah yang bekerjasama dengan Sanggar Sayap Jendela Bojonegoro.
Ada banyak komunitas di Sayap Jendela, seperti Orkes Kerocong Baru (OKB), musik alternatif komunitas Rumah Sakit Jiwa (RSJ), kelompok tari remaja Hayuningrat, teater Antitesis dan komunitas Saraf Mata yang membidangi film. Butuh Perhatian Kondisi pemuda di Bojonegoro saat ini dinilai beberapa pihak, salah satunya anggota dewan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Doni Bayu Setiawan, masih butuh banyak perhatian. Mengingat kuantitas yang sangat banyak, namun tidak berbanding lurus dengan kualitas mereka. Utamanya pemuda yang berada pada usia produktif, baik yang sudah lulus maupun yang masih sekolah. “Terlebih pemuda di wilayah pedesaan, mereka sudah tidak mau dan tidak bisa memegang pacul untuk menggarap sawah. Mereka melewati masa-masa produktifnya dengan kegiatan-kegiatan yang kontraproduktif,” kata pria yang juga Sekretaris DPC PDIP Bojonegoro itu. Menurutnya, persoalan pemuda adalah tanggung jawab semua pihak. Mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Namun yang terpenting adalah pemuda itu sendiri harus mau merubah dirinya, mindset-nya, untuk lebih baik. Bagi pemuda yang putus sekolah, atau tidak bisa melanjutkan sekolah, sebenarnya banyak program dari pemerintah terkait itu. Di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) terdapat program bagi mereka bersedia masuk sekolah lagi. Tapi kalau persoalan mereka putus sekolah adalah biaya, maka perlu ada penajaman program. “Kalau menurut saya, perlu ada program semacam orang tua asuh yang anggarannya dari APBD dan dipercayakan kepada tokoh masyarakat di suatu desa sasaran,” ucapnya. Sehingga lebih tepat sasaran, terkontrol dan akurasi pendataan maupun pelaksanaan program lebih dapat dipertanggungjawabkan daripada program PKH dan sejenisnya. [*]
Foto-Foto: Ika Yuliana untuk blokBojonegoro
EKSPRESI Ika Yuliana saat memenangi medali untuk Indonesia. Sudah tidak terhitung berapa kali ia mengharumkan nama bangsa yang secara otomatis juga tanah kelahirannya, Bojonegoro.
Kabupaten Bojonegoro tercatat memiliki atletatlet panahan yang mengharumkan Indonesia melalui prestasi di kancah internasional. Sebut saja nama Ika Yuliana Rochmawati. Belakangan ini, namanya mengharumkan Bojonegoro, karena memenangkan medali emas di seri ke 4 Piala Dunia 2014 di Wroclaw, Polandia, Minggu kedua Agustus 2014. Luar Biasa. Laporan: Parto Sasmito
L
apangan di Desa Banjarsa ri, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro adalah lapangan yang ikut berjasa melahirkan para atlet panahan tersebut. Lapangan itu lokasinya agak tersembunyi dari keramaian, yakni berada di antara jalan raya dari Jembatan Kaliketek dan perbatasan dengan Tuban.Namun jika bertanya orang di sekitar pasti sudah paham. Tempat latihan memanah itu tertutup pepohonan yang ada di tepi jalan, sehingga harus masuk terlebih dahulu sekitar 100 meter. Sore itu, blokBojonegoro pergi ke lapangan itu. Dari jalan raya, setelah berjalan melewati pepohonan, tampak lapangan panahan dengan sekitar 30 anak dari tingkat SD hingga mahasiswa berdiri memegang busur panah dan membidik sasaran yang ada puluhan meter di depannya. Namun sayangnya saat itu di lapangan, atlet-atlet panahan yang malang melintang di dunia panahan dunia tak kelihatan. Diantara mereka tengah mengikuti pelatihan nasional (Peltanas) di Jakarta. Ika Yuliana, IGNP Praditya Jati (Adit), Novia Nuraini,
Erwina Safitri Catur Wuri dan Yanu Ardianto. Walaupun begitu, blokBojonegoro disuatu kesempatan berhasil mewawancarai Ika secara eksklusif. Dara manis kelahiran 2 Juli 1989 itu mengaku biasa-biasa saat sekolah di SMAN 3 Bojonegoro. Ia tidak termasuk siswi yang menonjol, dalam arti bukan termasuk pengurus OSIS ataupun siswi yang populer. Namun, prestasi belajarnya cemerlang, sejalan dengan prestasinya di olahraga panahan. Di sekolahnya, Ika menduduki peringkat dua di kelas. Sebagai pribadi, Ika dikenal pemalu namun selalu bersikap baik pada siapapun sehingga memiliki banyak teman. Sejak belia, ia telah mengidolakan Lilies Handayani, salah seorang atlet panahan yang sukses meraih medali perak beregu putri di Olimpiade Seoul (1988). Ia berharap bisa mempersembahkan medali olimpiade untuk Indonesia seperti sang idola. Untuk itu, Ika memutuskan untuk terus bersemangat saat latihan. Ketika latihan, Ika mengaku tidak memedulikan panasnya sengatan mentari. Dia hanya ingin anak panahnya melesat tepat sasaran, karena falsafahnya bagaima-
na menjadi lebih baik setiap waktu. “Kalau gagal, saya selalu ingin tahu bagaimana caranya memperbaiki diri. Kalau sudah bagus, saya juga terdorong bagaimana tetap mempertahankan kondisi itu,” terangnya. Para pelatih dan Pengurus Besar Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (PB Perpani) dulu pernah menargetkannya merebut medali emas nomor recurve perorangan putri. Target ini sesuai dengan hasil yang dia capai pada Grand Prix Panahan di Bangkok, 9-15 Maret 2013 kala itu. “Lawan saya berat-berat. Tapi saya berjuang total sehingga bisa memenangkan pertandingan,” kata Ika. Peraih emas SEA Games 2011 ini mengaku mengenal olahraga panahan sejak berusia 12 tahun. Ibunyalah yang mengenalkan dia pada olahraga itu. Awalnya ia mengaku hanya coba-coba. “Daripada menganggur di rumah dan cuma menonton televisi, apa salahnya mencoba,” ujarnya. Selain meraih meraih emas pada SEA Games 2011, Ika juga berhasil menjadi juara pada SEA Games 2007 dan 2009. Pada 2007, ia memperoleh emas untuk nomor recurve beregu putri dan individu putri. Sedangkan pada SEA Games 2009 ia memperoleh satu emas di nomor recurve beregu putri. Di arena yang lebih tinggi, Olimpiade London 2012. Ika sempat masuk 16 besar. Ia mengalahkan unggulan ketiga asal Cina, Yuting Fan, dalam babak eliminasi untuk masuk 32 besar. Namun, Ika mengaku perjalan-
an prestasinya tak selalu mulus. Ia mencontohkan pada 2008 hingga 2009. Saat itu pada Olimpiade 2008 di Beijing, Tiongkok, Ika langsung kalah di pertandingan pertama. Ika juga sempat tak mendapat jatah uji tanding dengan mengikuti kejuaraan internasional di luar negeri. Ia mengaku hal itu membuatnya ciut dan hampir menyerah. “Saya lalu berpikir. Masa karier saya berakhir dengan prestasi buruk?” katanya mengenang. Dukungan Orang Tua dan Pelatih Suksesnya para atlet panahan asal Bojonegoro, seperti Ika Yuliana Rochmawati, IGNP Praditya Jati (Adit), Erwina Safitri Catur Wuri dan Yanu Ardianto tak lepas dari peran orang tua dan pelatih yang telah mendampingi dan membimbing mereka. Seperti yang dilakukan ibunda dari Ika Yuliana Rochmawati, Nanik Suhartatik. Ia menceritakan, pada awalnya mengikutkan Ika dalam panahan saat Ika masih
duduk di bangku SD. Setiap hari ia dengan sabar mengantarkan dan menunggu Ika sampai selesai latihan. Bahkan ketika latihan fisik pagi hari yang dimulai pukul 05.00 WIB, dengan keadaan masih mengantuk, ia setia membangunkan dan mengantarkan putrinya untuk latihan. “Kadang kalau saya yang masih tidur malah gantian dibangunkan,” kenangnya sambil tertawa. Dari prestasi cemerlang yang diraih oleh Ika Yuliana sehingga bisa membeli mobil bahkan membelikan rumah untuk ibunya tinggal di Desa Campurejo dari panahan, ada satu kisah yang tidak pernah akan bisa dilupakan oleh Nanik. “Saat Ika masih SMP mau mengikuti kejuaraan di Jakarta, tangannya patah karena menabrak tukang becak. Akhirnya ia harus berhenti latihan selama satu tahun,” ujar Nanik. Karena kegigihan berlatih Ika bisa sukses seperti saat ini.[*]
blokBojonegoro/M. Yazid
BERSAMA ibunda tercinta, Asrul Fanani tengah memamerkan sertifikat yang diperolehnya. Ia bahagia bisa melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat
Muhammad Asrul Fanani Kuliah di Texas University
Suka Kimia, Obsesi Bisa Kelola Minyak Mungkin hanya sedikit pemuda asal Kabupaten Bojonegoro, mempunyai kesempatan kuliah di Texas University, Amerika Serikat. Muhammad Asrul Fanani (18) salah satunya. Remaja yang tinggal di Desa Tikusan, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, tidak menyangka dapat kuliah di kampus terkenal di negeri Paman Sam tersebut. Laporan: M. Yazid
srul sapaan akrabnya, se lain senang mempelajari ilmu Kimia dan Fisika, sejak sekolah di SMP Plus Ar-Rahmad. Ia juga menggeluti dunia kesenian dan teater. Tidak heran, jika remaja kelahiran Bojonegoro 27 Maret 1996 itu meraih prestasi akademik maupun non akademik. Yang membanggakan bagi keluarga dan tentunya lebih luas Bojonegoro, anak Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut berkesempatan kuliah strata satu (S1) di kampus elit di dunia tersebut. Saat blokBojonegoro mencoba menemuinya, tidak mudah sampai ke rumah pasangan Edy Subroto dan Agustiningsih. Ia tinggal di perumahan yang padat penduduk. Namun setelah bertanya sekitar empat kali, rumah remaja berprestasi itu menghadap ke selatan berwarna putih dan sedang direnovasi. “Saya ingin mencari ilmu tentang perminyakan, dan nanti bisa digunakan di Bojonegoro. Karena Bojonegoro terkenal akan minyaknya dan bisa menjadikan Texas kedua nantinya,” katanya mengawali pembicaraan pada awal Agustus 2014. Sambil berkemas, karena berangkat ke Jakarta untuk persia-
A
pan ke Amerika awal Minggu kedua di bulan Agustus, ia banyak cerita mengenai masa menuntut ilmu. Diterangkan, setelah lulus dari SDN Sumberrejo I, ia memilih melanjutkan ke SMP Plus Ar-Rahmad. Alasannya, karena diajak orang tuanya menjenguk sang kakak, M. Fajar Hamida (21). “Di pondok, hidupnya sederhana dan kebersamaan yang bersahaja. Serta juga diajari ilmu agama, umum dan sangat disiplin,” terangnya. Jika berbicara mengenai prestasinya Asrul, sebenarnya bukan kali ini saja. Karena, saat sekolah di SDN Sumberrejo I, ia sudah menjadi siswa prestasi tingkat Jawa Timur. Sehingga tidak heran, ketika di SMP Plus Ar-Rahmad, ia menjadi juara olimpiade sains tingkat SMP se-Kabupaten Bojonegoro maupun juara nasional Sains Smart Competision di Unair Surabaya. Setelah lulus, remaja yang hobi membaca novel ini mengikuti seleksi Putra Sampoerna Foundation. Tidak mudah, karena pesaingnya ada sekitar 5.000 anak dari beberapa sekolah tingkat nasional. Dari jumlah tersebut, diambil sekitar 150 anak. Mereka berkesempatan menimba ilmu di sekolah binaan putra Sampoerna Foundation. Ada empat sekolah tingkat SMA,
yakni Malang, Denpasar, Bogor dan Palembang. “Tidak menyangka bisa masuk dan diterima di SMA 10 Malang, hasil seleksi Putra Sampoerna Foundation,” terangnya. Uniknya, di usia sebayanya yang lebih gandrung pada musik atau pertunjukan modern, namun remaja yang sekolah di SMA 10 Malang itu menyukai kesenian ludruk. Sehingga ia juga pernah memenangkan festival ludruk pelajar se-Jawa Timur di Malang dan meraih juara III di festival lomba seni siswa nasional. “Hobi saya membaca novel, teater dan ludruk. Selain itu juga suka mempelajari kimia dan fisika,” ungkap anak kedua Agustiningsih, yang juga mengajar fisika di salah satu SMP di Kecamatan Sumberrejo itu. Ditambahkan, setelah lulus dari SMA 10 Malang, lantaran prestasinya di akademik maupun non akademik menonjol, ia awalnya ingin mendaftar di ITB, tepatnya di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan. Ia juga ditawari guru kesenian sekolah untuk melanjutkan di ISI (Institut Seni Indonesia) Jogjakarta. “Karena bermimpi di teknik perminyakan, kemudian mengikuti seleksi beasiswa studi, juga diadakan lembaga yang sama ke Amerika
Serikat,” imbuhnya. Saat mengikuti seleksi di sekolahnya, ada 25 anak. Ia masuk empat besar. Atas kesempatan tersebut, Asrul mengikuti seleksi yang diikuti 18 anak dari sekolah-sekolah binaan Putra Sampoerna Foundation, yakni dari Malang, Palembang, Bogor dan Denpasar. Dalam seleksi tersebut diambil tujuh siswa yang berkesempatan melanjutkan ke Perguruan Tingi Amerika Serikat. Tak disangka, Asrul lolos setelah masuk lima besar. Tujuh anak tersebut yakni dua dari Malang termasuk dirinya, tiga anak dari Bogor, serta dua anak dari Palembang dan Denpasar. “Semua persiapan telah dilakukan, mulai bimbingan Psikologi, Bahasa Inggris, orientasi kehidupan di luar negeri, juga diskusi tentang manajemen finansial dengan mahasiswa asal Indonesia yang sudah belajar di negeri Presiden Obama tersebut,” sambung Asrul lega. Ditambahkan, selama empat tahun di Amerika, seluruhnya gratis, mulai biaya pendidikan maupun hidup. Setahun tinggal di asrama dan setelah itu bertempat di apartemen. Sebenarnya, kedua orang tua Asrul menginginkan anaknya mendaftar di polisi. Namun bertentangan dengan di-
rinya yang suka kesenian, belajar fisika maupun kimia. “Sehingga jurusan ini sesuai keinginan saya,” pungkasnya. Terpisah, orang tua Asrul, Edy Subroto yang kini menjabat di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bojonegoro, tidak menyangka anaknya bisa berprestasi. Pasalnya, sosok Asrul tinggi besar, tidak banyak omong, tetapi kalau mempresentasikan sesuatu sangat jelas dan sesuai. “Awalnya, motifasinya sederhana. Saya menginginkan anak saya belajar di sekolah yang dunianya dapat dan akhiratnya dapat. Seperti di SMP Plus Ar-Rahmad, sehingga berimbang 100%,” tutur Edy. Mantan Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Kanor itu sangat mendukung pilihan anak keduanya tersebut, yakni melanjutkan kuliah di Texas University, tepatnya jurusan Teknik Perminyakan. Pasalnya, kerajaan minyak ada di Amerika Serikat dan harapannya selain jaringan perminyakan, ia ingin sumbangan pikiran anaknya dapat membantu negara dan khususnya Kabupaten Bojonegoro. “Apalagi, daerah Bojonegoro penghasil minyak, semoga Sumbangsih pikiran dan tenaga bisa dibutuhkan,” harap Edy. [*]
Laporan: Nasruli Chusna
al ini yang dialami oleh Yohan Septio Oray, atlet lempar cakram dan tolak peluru Bojonegoro yang Mei lalu menyabet medali emas dan perunggu pada Kejurnas Atletik. Lika-liku panjang menuju prestasi ia lalui dengan berakhir manis. Perjuangannya masih panjang karena umurnya juga tergolong muda. Pertama kali berjumpa dengan Teo, sungguh tak menyangka bahwa ia adalah siswa SMA. Postur tubuh yang tinggi besar, hampir 2 meter, sekilas membuatnya tampak sudah berumur di atas 20an. Namun pada blokBojonegoro.com, Teo mengaku lahir pada 15 September 1998 dan kini ia masih duduk di bangku kelas XI SMAN 1 Kasiman, Bojonegoro. Perihal raihan emas dan perunggu pada kejurnas Atletik di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), ia mengaku tidak pernah menyangka sebelumnya. Bahkan beberapa pelatih atletik dari Jawa Timur sempat meragukannya. Ia dinilai belum pantas mewakili Jatim pada level nasional. Remaja dengan pembawaan murah senyum itu tidak lahir dari keluarga olahragawan. Ia merupakan putra tunggal dari pasangan Yulius Oray dan Eliya tersebut. Ayahnya berasal dari tanah Papua, sementara Ibunya asli dari Bojonegoro. Ayahnya bekerja di proyek migas lapangan Sukowati, sedangkan Ibunya Ibu rumah tangga biasa. Dengan motivasi serta tekad kuat, ia mampu menyanggah segala keraguan dengan prestasi yang ditorehkannya. Medali emas diraihnya pada cabang lempar cakram, sementara medai perak didapat dari cabang tolak peluru. Capaian itu ia gapai usai menyingkirkan lawan-lawan tangguh dari seluruh Indonesia. “Waktu SD pun dulu saya sudah diikutser-
H
Yohan Septio Oray, Atlet Lempar Cakram
Sempat Ragu, Sabet Emas dan Perunggu Pelecut semangat agaknya bisa datang dari mana saja. Faktor orang tua, guru dan juga teman termasuk pelecut yang ampuh untuk memacu prestasi. Namun hal lain yang juga dapat memompa semangat hingga muncul prestasi adalah skeptisitas yang dilontarkan orang lain.
gram studi Pendidikan Olahraga. Pada blokBojonegoro.com, ia mengungkapkan sangat terinspirasi pada sosok Ika Yuliana, atlet panahan Bojonegoro yang telah membawa nama Bojonegoro ke kancah dunia. Dari situ ia berpikir kalo perempuan saja bisa, kenapa yang laki-laki tidak bisa. Meskipun melalui cabang lain, dan masih dalam bidang olahraga. Walau target sementara Teo ingin fokus pada persiapan PON Remaja 6 sampai 12 Desember mendatang, namun ia mengata-
blokBojonegoro/Nasruli Nasuha
YOHAN berdiri di depan piala yang berjajar. Prestasinya cukup membanggakan bagi keluarga dan pihak sekolah
takan dalam lomba atletik. Ketika itu saya mewakili sekolah saya, SD 1 Sambeng, Kecamatan Kasiman. Dari situ saya berjumpa dengan Pak Shodiqin yang punya klub atletik dan sekaligus menjadi pembimbingnya. Ya sudah, akhirnya saya belajar di situ hingga sekarang,” katanya. Pada klub atletik Tunas Muda itu, Teo, berlatih dan mendalami secara inten-
sif beberapa cabang olahraga atletik. Tambahnya, Bpk. Shodiqin pula yang selalu memotivasi dan menyakinkannya agar tidak pantang menyerah. “Ketika ada kemauan, pasti akan ada jalan dan prestasi dapat kita raih,” ujar Teo menirukan pesan guru olahraga SMPN 1 Kasiman itu. Teo yang berdarah Papua dari sang ayah, menyadari bahwa apapun yang dicapainya sekarang takkan didapat dengan mudah t a n p a dukungan dari orang tua. Oleh sebab itu ia sang a t berterima kasih pada k e dua orang
tua serta teman-temannya. Sebab itu ia senantiasa memohon dukungan agar dapat meningkatkan prestasinya ke tingkat lebih tinggi. Giat berlatih dan selalu menjaga kebugaran selalu dilakukannya tiap hari. Hal ini agar staminanya dapat senantiasa terjaga sehingga mampu berbuat maksimal. “Biasanya latihannya ya di klub atletik Tunas Muda Pak Shodiqin itu, tepatnya di Desa Ngelo, Kecamatan Tambakrejo. Di sana banyak temennya, ada yang lari dan lain-lain,” jelas remaja yang juga hobi bermain futsal itu. Jadwal latihan yang cukup padat, baginya, serta merta tidak mengendorkan semangat belajarnya. Karena meski sudah menemukan bidang yang sudah pasti ia geluti yakni atletik, ia juga harus memikirkan masa depan yang lain. Oleh sebab itu ketika ditanya hendak kemana selesai masa SMA, dengan tegas ia menjawab akan melanjutkan ke Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pro-
kan sangat memimpikan ingin tampil di ASEAN Games. Bahkan karena penampilannya di Kejurnas lalu, banyak daerah berminat untuk merekrutnya. Seperti halnya kota Kediri yang pada Oktober depan hendak mengajaknya mengikuti Training Center (TC) di PPLP Gorontalo. Pada perkembangannya, ia memang lebih menonjol di bidang lempar cakram. Cabang itu pula yang sedang disiapkannya untuk mengikuti POPDA tahun ini. Sangat besar keinginannya agar dapat memberikan yang terbaik terutama bagi kota tempat berlabuhnya saat ini, Bojonegoro. “Nggak tau tuh, belum ada. Nggak kepikiran. Tiap hari hanya latihan dan pengen fokus pecahkan rekor baru. Dari pelatih pun melarang, karena bisa mengganggu konsentrasi,” ucap remaja asal Desa Sambeng, Kecamatan Kasiman tersebut, ketika ditanya soal pacar. Wajahnya pun tampak tersipu malu. Ia berharap pada pemerintah agar ada pemantauan terhadap atlet-atlet muda.[*]
Pingky Veran Hastari, Atlet Kempo
Olah Raga Oke, Prestasi Sekolah Oke Olah raga bela diri banyak digemari oleh kaum laki-laki. Namun bukan berarti kaum perempuan tak mampu meraih prestasi dalam olah raga yang mengandalkan body contact ini. Pingky Veren Hastari, siswa SMAN 3 Bojonegoro membuktikannya dengan meraih juara 2 dalam Kejuaraan Internasional Kempo Piala Wali Kota Surabaya. Laporan: Parto Sasmito
P
ingky, begitulah ia biasa disapa. Se jak kelas duduk di bangku kelas V SD (2007) ia mulai ikut latihan kempo di Satlantas Polres Bojonegoro. Ia mengawali latihan dengan sabuk warna putih di tingkat Kyu 5, kemudian naik ke Kyu 4 masih dengan sabuk yang sama untuk mendapatkan Bet. Pada tingkatan berikutnya, yakni Kyu 3 ia ganti dengan sabuk warna hijau, kemudian di Kyu 2 ganti lagi dengan warna biru dan terakhir ia menyandang Kyu 1 dengan sabuk warna cokelat. “Kalau dulu mulainya pada Kyu 5, sekarang baru masuk harus Kyu 8 terlebih dahulu, ujian terus bertahap sampai Kyu 1. Setelah Kyu 1 ujian lagi masuk di Dan 1, meningkat terus sampai Dan 1, Dan 2, Dan 3 dan seterusnya,” tuturnya sambil melempar senyum. Memang, sampai saat ini ia masih di Kyu 1. Namun hal itu disengaja, karena Pingky tidak ingin cepat-cepat ikut ujian kenaikan tingkat dan mengejar tingkatan berikutnya. Melainkan lebih kepada memantapkan teknik dan kemampuannya. Selain itu juga untuk mengejar prestasi. “Ujian kenaikan tingkat setiap saat ada kalau memang mau ikut. Tapi saya memang ingin fokus pada prestasi dan memantapkan teknik,” imbuhnya. Keinginannya fokus pada prestasi sudah dimulai pada tahun 2008 dengan meraih juara 2 dalam kejuaraan provinsi (Kejurprov) di Surabaya. Setelah itu, hampir setiap tahunnya dalam even yang diikutinya, ia selalu berhasil membawa pulang predikat juara. Pada Agustus ini, Pingky meraih medali perak dalam kategori beregu di Kejuaraan Internasional Kempo dalam Piala Wali Kota Surabaya. Dalam ajang internasional yang diikuti peserta dari negara yang ikut dalam SEA Games tersebut, masing-masing daerah dan kota yang awalnya mewakili provinsi, dikembalikan untuk mewakili daerah asal masing-masing. Dari Bojonegoro ada 4 anak yang mewakili, di antaranya adalah Pingky dan 2 siswi dari SMAN 4 Bojonegoro serta 1 siswi asal SMKN 4 Bojonegoro. Mereka berempat tampil beregu dengan menerapkan teknik dan kekompakan tim yang selama ini diajarkan. Hasilnya mereka mendapat juara 2 dengan pesaing kuat dari Kupang pada urutan pertama dan kelompok dari Tarakan yang berada pada po-
sisi ke tiga. “Dalam main beregu itu kesulitannya harus bisa memadukan teknik dan kekompakan, karena main dengan banyak orang dengan karakter berbeda. Kalau main berpasangan bisa lebih leluasa memainkan tehnik,” jelas Pingky. Untuk mendapatkan predikat juara dalam ajang internasional di Surabaya itu, Pingky mengaku butuh persiapan dan latihan yang keras. Di antaranya sejak bulan Februari hingga menjelang bulan puasa kemarin, setiap hari Sabtu dan Minggu ia harus mengikuti pemusatan latihan/train-
sar nilai tinggi di kelas. Dalam urusan belajar, anak dari pasangan Hari Santoso dan Suwiji Lestari ini tidak ikut dalam bimbingan belajar seperti pelajar SMA lain pada umumnya. Baginya, waktu belajar bisa dimaksimalkan dengan menikmatinya, tanpa ada paksaan ataupun dorongan orang tua. Dan kedua orang tuanya pun juga tidak pernah me-
Pingky kini sudah menemukan potensi dirinya, membuat orang tuanya tidak perlu susah-susah untuk mengarahkannya. Dukungan dan peranan orang tua yang dirasakan Pingky selama ini cukup besar. Salah satunya selama mengikuti TC di Surabaya dan Malang kemarin, tak jarang orang tuanya menjemput langsung ketika sudah tidak ada bis atau kereta yang men-
PINGKY dengan deret piala dan medali yang diperolehnya saat menjadi juara. Ia termasuk cewek yang tangguh blokBojonegoro/Parto Sasmito
ing centre (TC) di Surabaya atau di Malang. Tidak hanya itu, setelah lebaran kemarin, setiap hari ia harus latihan mulai pukul 16.00 WIB, tak jarang pukul 21.00 WIB ia baru selesai latihan. “Bisa membagi waktu antara tanggung jawab di sekolah dengan ikut latihan. Selama ikut TC dulu, setiap hari Sabtu ada dispensasi dari sekolah,” tuturnya. Meskpun berprestasi dalam bidang non akademik, untuk prestasi di sekolah, nilainilai yang didapatkannya juga tidak pernah mengecewakan. Dalam raport memang tidak ada sistem peringkat, hanya tertera nilai akumulatif, jika dibandingkan dengan teman-temannya, ia masuk dalam lima be-
maksanya untuk selalu belajar dan belajar. “Saya juga masih ada waktu untuk bermain. Tapi waktunya belajar ya belajar, asalkan enjoy dalam belajar pasti juga bisa,” kata siswa yang tinggal di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Gang Patmo ini. Dengan mengikuti bela diri Kempo, Pingky mengaku banyak merasakan manfaatnya. Di antaranya bisa menyalurkan perasaan atau emosi dalam hal positif, bisa mengontrol diri, membuat orang tua tenang karena bisa menjaga diri di manapun tempatnya, bertemu dengan banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan luar negeri, dan yang pasti banyak prestasi yang sudah diraihnya dalam kejuaraan.
gantarkannya untuk pulang. “Bahkan pernah juga waktu mau berangkat sudah sakit perut, di sana latihan hanya Sabtu pagi saja, dan minta dijemput langsung berangkat,” katanya. Kedepan , Pingky ingin selalu berlatih meningkatkan kemampuannya dalam bela diri Kempo. Rencananya, usai dari SMA ingin melanjutkan kuliah di salah satu universitas negeri di Surabaya. “Ibu sama bapak sudah mempersiapkan dan mengarahkan ke jurusan olah raga, karena sesuai dengan bakat dan minat saya. Selain itu, kemungkinan masuk lebih mudah dengan modal prestasi yang sudah saya dapatkan,” tandasnya. [*]
Kreativitas 5 Mahasiswa STIKES ICSADA
Ketan in Tren, Program untuk Pesantren Kepedulian pada dunia kesehatan pesantren mengantarkan sejumlah mahasiswa ini ke Pekan Karya Ilmiah Nasional (Pimnas) di Jakarta. Mereka mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia (STIKES ICSADA) yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Yakni dengan program bernama Klinik Kesehatan in Pesantren atau mereka sebut Ketan in Tren. Laporan: Parto Sasmito
R
ancangan program Ketan in Tren be rawal dari karya ilmiah yang dibuat oleh beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada (STIKES ICSADA) Bojonegoro. Mereka adalah Muhammad Amin Thohari, Ainun Zuhri Meilinda, Puguh Arfianto, Devi Elol Irawati dan Sunoto. Ketan in Tren harus diuji dan menyingkirkan beberapa pesaing, sebelum akhirnya terpilih dan dibawa ke Jakarta. Ketua kelompok, Amin Thohari saat dikonfirmasi blokBojonegoro tengah berusaha untuk meningkatkan kemampuan dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris di Kediri, meminta anggota 1, yakni Ainun Zuhri Meilinda untuk mengisahkan perjalanan kelompok mereka menjalankan PKM. “Dari kampus ini awalnya ada empat kelompok yang mengajukan proposal, Alhamdulillah kelompok kami yang lolos,” ungkap Meilinda mengawali cerita. Tema yang diangkat oleh Meilinda dan kawan-kawannya adalah Ketan in Tren. Maksudnya adalah sebuah rumusan bagaimana cara mengoptimalisasi program pos kesehatan pesantren (poskestren) sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan warga pesantren. Lokasi yang dipilih adalah Pondok Pesantren Al-Rosyid di Kecamatan Dander. Tema tersebut diambilnya berdasarkan fakta yang ada di pesantren, di mana sebelumnya di pesantren sudah terbentuk poskestren, namun karena pembinaan dan pelatihan kepada kader kurang optimal dan tidak efektif, dampak lingkungan bisa terlihat dari prilaku hidup para penghuni pesantren yang kurang memperhatikan tentang kesehatan di lingkungannya. “Untuk itulah, kita mencoba untuk kembali mengoptimalkan kegiatan yang sebenarnya sudah ada,” ujar mahasiswi yang biasa disapa Linda tersebut. Dalam pelaksanaannya, mereka telah mulai sejak bulan Februari 2014, dan sudah berjalan sampai sekarang. Dengan target selama empat bulan, Linda mengaku banyak kendala yang ditemi oleh kelompoknya dalam melanksanakan program. “Perbedaan angkatan dalam tim kita, membuat kita juga harus berbagi tugas, karena jam kuliah kita juga beda, jarang ada kesempatan bisa bersama-sama langsung memberikan pendampingan,” ungkapnya. Selain beda angkatan, kendala lain yang ditemui yakni waktu yang diberikan oleh pesantren untuk menjalankan program hanya hari Jumat saja, otomatis dari tim harus benar-benar bisa memanfaatkan waktu yang diberikan. Meskipun hanya hari Jumat, kelompok tersebut tetap menjalankan kegiatan yang
blokBojonegoro/Parto Sasmito
LIMA mahasiswa STIKES ICSADA Bojonegoro yang tengah melakukan penelitian dan berkompetisi di tingkat nasional.
sudah ditetapkan, mulai dari sosialisasi, penggalian data, survei, pendidikan kesehatan, dan pembentukan kader poskestren. Selain itu, ada juga kegiatan langsung yang dilakukan bersama-sama, seperti tata ruang, penanaman tanaman obat keluarga (toga) pemberantasan nyamuk dan sarangnya, pemeriksaan kesehatan hingga lomba cerdas cermat dan kebersihan lingkungan. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan 20 siswa kelas 11 yang ada di pondok pesantren Al-Rosyid, Dander. Dari 20 anak tersebut, nantinya akan mencari kader lagi tiga anak yang lain untuk diberikan ilmu yang sudah diajarkan oleh Linda beserta timnya. Kemudian dari tiga anak masingmasing dipilih satu untuk dilombakan yang akan diikutkan lomba cerdas cermat di pesantren tersebut. “Jadi dari 20 anak yang sudah kita bimbing juga akan punya masing-masing satu kader, jadi kita sudah punya 40 kader di pesantren tersebut yang nantinya bisa dikembangkan lagi,” jelas Linda. Setelah adanya pendampingan pada poskestren tersebut dengan bekerja sama puskesmas Ngumpakdalem selaku pembina poskestren, ke depannya diharapkan
apa yang sudah diajarkan oleh mereka bisa diterapkan dan dikembangkan, sehingga bisa menciptakan lingkungan pondok pesantren yang bersih dengan disertai prilaku hidup bersih dan sehat dari para penghuni pensantren. Dari kegiatan PKM yang saat ini masih dilaksanakan, monev internal selalu dilakukan dari setiap kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui setiap perkembangannya meskipun kegiatan hanya dilaksanakan hari Jumat. “Kita dari Senin hingga Kamis, kadang Jumat juga masih sibuk dengan aktivitas kuliah dari pagi hingga sore. Ada waktu tiga hari kita manfaatkan untuk fokus di PKM kita, kadang juga capek waktunya libur mestinya bisa istirahat, tapi kita masih sibuk dengan kegiatan,” jelas mahasiswi semester tujuh tersebut. Meskipun hampir tak ada waktu libur bagi Linda dan kelompoknya, namun jika mengingat keinginan apa yang sudah mereka kerjakan bisa masuk dalam Pimnas, semangat dan motivasi untuk menjalankan tugas PKM kembali bangkit. “Seleksi dan penetapan pemenang akan dilaksanakan oleh Dikti dan Ditlitabmas
pada bulan Oktober hingga November, semoga apa yang kita kerjakan selama ini hasilnya tidak mengecewakan,” harapnya. Bukti Pemuda Bojonegoro Keberhasilan lima mahasiswa asal STIKES ICSADA Bojonegoro memberi bukti, bahwa pemuda yang dididik melalui pendidikan di Kota Ledre juga tidak kalah bersaing dengan wilayah lain. Bahkan, bisa membuktikan diri hingga di Jakarta. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan pada generasi mendatang dengan menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi. “Kita ingin membawa Kabupaten Bojonegoro untuk bisa lebih berdaya saing secara global,” kata Ketua STIKES ICSADA Bojonegoro, Hasan Bisri. Salah satu cara adalah dengan penyelenggaraan pendidikan yang taat azas, sehingga lulusan yang dihasilkan bisa sesuai kompetensi. Dengan begitu, ke depan Bojonegoro bisa menjadi kota pendidikan yang bermartabat. “Tidak hanya penyelenggaraan pendidikan saja, melainkan juga penelitian dan pengabdian masyarakat,” sambung pria yang juga Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Bojonegoro (ASPERTIB) itu. [*]
Menanam dan Menulis, Sambil Berbuka Laporan: Tim Infotorial
rogram Menanam dan Menulis yang dilakukan blokBojonegoro-Goes to School (bB-GtS) bersama PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu kembali dilaksanakan. Kali ini, acar bertambah menarik karena dirangkai sambil berbuka puasa. Ada empat sekolah yang menjadi sasaran dan Karang Taruna Desa Kalisumber, Kecamatam Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Kegiatan lanjutan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat ini berlangsung di Kecamatan Tambakrejo, Malo dan Kedewan. Sebelumnya, telah ada 15 sekolah tingkat SMP/MTs yang mendapatkan program serupa. Juga delapan SMA/SMK dan MA wilayah sekitar kerja Asset 4. Selama lima hari di Minggu ketiga di bulan Juli 2014, kegiatan dilaksanakan dengan sasaran SMP Nurul Ulum 2 Ngujung, Kecamatan Malo, SMPN 1 Kedewan, MTs Bahrul Ulum dan MTs Nurul Yaqin, Desa Pengkol, Kecamatan Tambakrejo. Serta Karang Taruna Desa Kalisumber, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Manager Program Menanam dan Menulis, Muhammad Nur Muharrom menjelaskan, rata-rata acara tersebut diikuti sebanyak 100 peserta yang terdiri dari siswa ditambah perwakilan sekolah, pemerintah desa dan juga ada Muspika. Pihaknya bersyukur, acara bisa berlangsung meriah, tepat waktu dan melibatkan banyak pihak. “Rata-rata Pemerintah Desa dan Muspika antusias dengan program ini. Mulai dari wilayah Tambakrejo, Purwosari, Malo, Kasiman dan Kedewan. Kami juga mengu-
P
Foto-Foto: blokBojonegoro/Parto Sasmito
SUASANA kekeluargaan saat Program Menanam dan Menulis yang dirangkai dengan buka bersama di sekolah. (Bawah) saat proses penanaman simbolis.
capkan terima kasih kepada Pertamina EP Asset 4 yang sudah peduli pada lingkungan,” jelasnya. Seperti biasa, kegiatan Menanam dan Menulis diawali dengan serangkaian acara seremonial, termasuk menanam bersama di lingkungan sekolah. Setelah itu, pemateri akan melanjutkan memberi bekal menulis kreatif kepada siswa dan perwakilan pemuda yang turut hadir. Sebab, dengan menulis itu, mereka akan bisa menggambarkan atau menceritakan pohon yang sudah ditanam. Acara ditutup dengan hikmah, dengan sedikit ceramah menjelang Magrib. Karena bersamaan dengan puasa, maka dilakukan buka bersama antara penyelenggara, siswa, pihak Pertamina, manajemen sekolah, desa dan Muspika.
Sementara itu, dari PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, hadir Staf Legal & Relation, Suzan Purnamasari serta Aulia Arbiani. Mereka menyampaikan manfaat dari adanya penanaman pohon, serta peran serta perusahaan dalam menjaga kelestarian lingkungan. “Setiap satu sumur yang dibor, kami imbangi dengan penanaman 1.000 pohon di sekitar wilayah operasi,” kata wanita yang akrab disapa Suzan tersebut. Suzan berharap, keberadaan program Menanam dan Menulis ini bisa memberikan manfaat yang lebih kepada pihak sekolah, siswa, masyarakat dan lebih umumnya adalah lingkungan. Karena, dengan menanam pohon maka akan terut serta menjaga lingkungan agar tetap hijau dan sejuk. Juga
buah dari pohon tersebut bisa diambil manfaatnya. “Sedangkan dengan menulis, kita akan terus terlibat untuk merawatnya. Menceritakan dalam bentuk tulisan dan membaginya kepada khalayak umum,” sambungnya. Jaga Lingkungan Dalam kondisi apapun, lingkungan harus tetap dijaga dan dirawat. Hal itu dipesan oleh perwakilan Muspika Tambakrejo, yakni Bidang Kesejahteraan sosial, Maskur. Ia mengajak para pemuda untuk mencintai alam dengan menanam pohon. “Apalagi yang ditanam kali ini adalah pohon Matoa. Jika pohon berbuah, harga buahnya mahal, karena rasanya enak dan beragam,” ungkapnya.
Yang terpenting, teman-teman di sekolah terus diajak untuk mencintai lingkungan. Sebab, dengan begitu akan ada keterkaitan langsung antara manusia dan bumi. Jika saling menjaga dan tidak merusak, secara otomatis lingkungan juga menjaga manusia yang ada di sekitarnya. “Intinya, jika kita menanam kebaikan, maka yang kita panen juga kebaikan pula. Tetapi sebaliknya, jika keburukan kita tanam, maka keburukan pula yang akan kita petik nantinya,” sambung Maskur. Ia senang, Pertamina EP Asset 4 cukup memperhatikan lingkungan di sekitar wilayah kerjanya. Hal itu bagus, karena akan bisa membuat penghijauan kembali banyak di Tambakrejo. Sebab, belakangan ini mulai berkurang.[*]
blokBojonegoro/Nasruli Nasuha
SUASANA salah satu warung kopi di Kabupaten Bojonegoro yang begitu ramai oleh pengunjung, terutama dari komunitas
Kontributor: Nasruli Chusna
D
esa Jampet, Kecamatan Ngasem berada sekitar 30 km dari Kota Bojonegoro. Kecamatan Ngasem dikenal dengan sumber minyak Blok Cepu. Namun, dari Jampet orang-orang (terutama pecinta kopi) juga mengenal warkop Mbah Ti. Bahkan, warung yang sudah berdiri puluhan tahun itu dikenal sampai pusat Kota Bojonegoro. Bagi warga luar Desa Jampet mungkin agak susah menemukan warkop Mbah Ti (nama lengkap Suketi, red). Karena tak ada spanduk, plang nama, apalagi neon box. Rumahnya yang beralas tanah serta berdinding bambu itu merangkap warung. Beberapa orang menyebutnya rumah kopi Suketi. Lokasinya sekitar 50 meter utara pasar Jampet terdapat gang kecil masuk ke barat. Jika terdapat rumah bambu menghadap utara yang depannya dipadati puluhan motor saban hari, itulah letak warkop Suketi. Di sana baik siang maupun malam selalu ramai. “Kalau pertama ngopi di sini hatihati, kopinya “berat”,” kata Kristiawan, pelanggan warkop Mbah Ti. Ia menambahkan bahwa di tempat itu tak hanya orang biasa yang sering ngopi. Melainkan perangkat desa daerah sekitar maupun pejabat kecamatan, bahkan sering dijadikan ajang sosialisasi di warkop tersebut. Bagi Kristiawan aroma yang khas dari Suketi yang membuatnya tak dapat berpaling. Akunya, selama merantau di berbagai tempat seperti Gresik dan Jakarta, kopi di warkop Suketi yang paling digemarinya. Saat dikonfirmasi, Suketi menjelaskan bahwa
ia memproses sendiri bubuk kopinya. Mulai dari pembelian biji kopi yang baik dan menggoreng dengan wajan tanah liat. Usai digoreng biji kopi ditumbuk secara tradisional menggunakan lesung. Tak ada campuran beras maupun potongan kelapa seperti halnya bubuk kopi lain, sehingga menurutnya dapat menimbulkan aroma kopi yang sejati. “Kalau dicampuri nanti rasanya sudah beda,” imbuhnya. Di samping itu ia memasak tidak menggunakan kompor gas. Melainkan masih dengan tungku dan kayu. Suketi enggan menyebut omzet perharinya, ia hanya menunjukkan jumlah cangkir yang terpakai tiap hari antara 120 hingga 200 buah. Sementara percangkirnya dijual dengan harga Rp2.000. “Nggak pernah mikir mau dikasih merek apa. Kalau mbah ya ngertinya mau hidup ya jualan. Semoga barokah dan halal,” ujarnya. Omzet Rp1 Juta Bisnis warkop terus menjalar dari desa hingga ke kota, dari gaya tradisional hingga yang paling modern. Jika warkop Suketi (Mbah Ti) khas dengan gaya tradisionalnya, berbeda dengan beberapa warkop yang ada di kota. Apalagi di kota, persaingain bisnis ini cukup ketat. Sebut saja Warkop Pakde yang terletak di Jl WR Supratman No 39. Berdiri sejak Tahun 1999, warkop Pakde telah melayani pelanggan dari berbagai kalangan. Pemiliknya, Muhammad Hayat, dahulu adalah personel Band LandRock (Landasan Rocket). Sebuah band dan komunitas penggemar musik rock di Bojongoro era 90-an. Lima belas tahun yang lalu, karena sering nongkrong
dengan kawan-kawan komunitas di kediamannya, ia melihat peluang bisnis warung kopi di rumahnya. “Waktu itu pas presiden kelima dilantik, kita bikin warung kopi seadanya. Pelanggannya pertamanya ya tementemen LandRock. Seiring waktu kita dikenal dan sekarang sering jadi tempat nongkrong berbagai komunitas. Bahkan beberapa di sini malah jadi kayak keluarga,” kenang Hayat. Pria kelahiran Ledok Wetan itu mengatakan merebaknya bisnis warkop tak lepas dari prospeknya yang memang masih cerah. Bahkan beberapa diantaranya dikembangkan dengan sistem waralaba serta melengkapinya dengan berbagai fasilitas seperti jaringan internet dan berbagai permainan. Warkop yang dikelola bersama istri dan dua karyawannya itu sekarang juga dilengkapi dengan jaringan wifi. Menurutnya, inovasi dan mengikuti kebutuhan pelanggan itu harus dilakukan. Supaya bisnis tetap berjalan dan pelanggan tetap setia. Seiring perkembangannya juga membuat kaos ala Warkop Pakde dan berbagai merchandise. Esti Dyah, istri Hayat, menambahkan pihaknya juga sering mengadakan acara dengan para pelanggannya. Misalnya saja lomba-lomba Agustusan seperti makan kerupuk, balap kelereng dan tarik tambang. Hal ini diakuinya dapat menciptakan rasa kebersamaan antar sesama pelanggan warkop Pakde. Dengan demikian para pelanggan jadi betah dan tidak pindah tempat. Meski demikian Dyah mengakui tidak jarang mendapat omongan kurang baik dari berbagai pihak. Seperti halnya para orang
tua yang anaknya ngopi tak kunjung pulang, para tetangga yang merasa terganggu karena akses jalan dipakai parkir serta kerap kali dituding menyediakan minuman keras. “Padahal sama sekali tidak, bisa jadi karena omongan orang yang tidak suka dengan kami atau emang sudah wataknya,” kata perempuan asal Karang Pacar tersebut. Soal omzet, Dyah agak malumalu menyebutkan. “Gimana ya, Alhamdulillah saja bisa menyekolahkan keempat anak saya sampai sarjana,” jelasnya. Namun sedikit memberi bocoran perhari rata-rata ia dapat menembus omzet hingga Rp1 juta lebih. Warkop Pakde mulai buka pukul 09.00 WIB dan tutup kalau sudah sepi pembeli. “Sesekali pernah hingga 24 jam. Soalnya dibantu sama anak-anak,” terang perempuan yang juga berbisnis katering tersebut. Inovasi menu ternyata bisa menjadi formula menghadapi
persaingan usaha warung kopi yang sekarang menjamur. Setidaknya hal ini yang dilakukan Fahrudin Zamroni, pemilik kedai kopi dan ketan House of Srikanah (HOS), Jl Panglima Sudirman, Bojonegoro. Ia sengaja tidak menjadikan kopi sebagai produk utamanya. Tetapi ketan yang biasanya identik dengan jajanan pagi hari sebagai menu andalan. Mahasiswa semester 7 UIN Sunan Ampel tersebut membuka warkopnya mulai pukul 15.00 WIB. “Untuk meminimalisir persaingan,” katanya. Menurut pengamatannya usaha warung kopi dari lesehan hingga sekelas cafe sudah banyak di Bojonegoro. Sementara aneka olahan ketan seperti ketan campur coklat, keju dan mayones belum pernah ia jumpai di Bumi Rajekwesi. Hal ini yang mendorongnya membuka usaha yang lekat dengan tongkrongan anak muda sembari menempuh pendidikan guru agama Islam. Pemuda asal Kauman tersebut mengaku sudah pernah menjalankan berbagai bisnis. Diantaranya konveksi dan kaos distro. Namun karena masih pemula dan kuatnya persaingan pasar, akhirnya ia gulung tikar. Dari situ ia memutar otaknya untuk membuka bisnis baru yang bisa bertahan lama. “Akhirnya ketemu usaha warung kopi yang mulai dari trotoar hingga sewa ruko mahal semuanya bisa bertahan. Tetapi saya pikir, jika warung kopi biasa maka nilai lebihnya nggak ada,” terang pemuda yang baru berusia 21 tahun tersebut. Masih banyak lagi usaha kopi di Kota Bojonegoro, seperti di Jalan Pondok Pinang yang dikelola Agus Salim. Setiap hari, cukup ramai pemuda maupun anggota komunitas yang menikmati sajian kopi khas di warung yang terletak tepat di depan kantor Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bojonegoro tersebut.[*]
blokBojonegoro/Nasruli Nasuha
PENJUAL sedang melayani pembeli saat malam hari di warung kopi
JOB P-PEJ Berbagi
Santuni Ratusan Anak Yatim-Piatu
Foto-foto: blokBojonegoro/Nasruli Nasuha
MANAJEMEN JOB P-PEJ tengah berfoto bersama yatim-piatu setelah santunan berlangsung dan perwakilan petinggi JOB P-PEJ secara simbolis memberikan santunan
enampilan musik hadroh membuka acara silaturahmi dan safari Ramadan JOB PPEJ di aula hotel Dewarna, Jl Veteran Bojonegoro. Ratusan warga telah duduk pada kursi yang telah disediakan, sembari menunggu acara dimulai dan tamu undangan lain datang. Tampak mayoritas yang hadir adalah perempuan dan anak-anak. Mereka adalah warga dari daerah sekitar operasi JOB P-PEJ, yang berasal dari empat kecamatan dari Kabupaten Tuban dan Bojonegoro yakni Soko, Rengel, Kota Bojonegoro dan Kapas. Hari itu, Kamis (17/7/2014) tampaknya juga merupakan hari yang istimewa bagi ratusan anak itu. Sesekali mereka mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Antara takjub dan malumalu serasa campur jadi satu. “Kayak gini ya rasanya masuk hotel,” ujar seorang anak bernama Rahma. Sementara, temannya menanggapi dengan tersenyum simpul. Mereka berdua mengaku baru pertama kali menginjakkan kaki ke hotel. Pada kesempatan itu, Rahma mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya karena diajak hadir. Ia berharap agar acara tersebut dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya, terutama bagi anak-anak seperti dirinya. “Kalau besok-besok diajak lagi ya pasti mau,” ujarnya sambil memasang muka polos. Mereka berdua merupakan bagian dari anak-anak dari daerah sekitar operasi JOB P-PEJ yang sore itu menerima santunan. Mereka mengaku sangat senang karena diundang. Setidaknya warga ku-
P
rang mampu dan anak yatim dari 10 desa yakni Rahayu, Bulurejo, Kebonagung, Simo, Sokosari, Kendalrejo, Semanding, Sumurcinde, Sambiroto, Ngampel dan Campurejo hadir pada acara tersebut. Junizar Harman Dipodiwirjo, Field Manager (FM) JOB P-PEJ, mengaku bangga pada seluruh warga yang datang. Ia mengucapkan terima kasih pada seluruh pihak yang terkait dengan pelaksanaan operasi. Diantaranya pada kepala desa, camat beserta jajaran muspika, juga pada seluruh masyarakat sekitar. Menurut dia, seluruh kegiatan migas di lapangan Sukowati dan Mudi takkan berjalan dengan baik tanpa dukungan dari masyarakat. Oleh sebab itu acara Safari Ramadan dipilihnya sebagai wahana silaturahmi dan berbagi. Ia juga mengajak warga untuk tidak me-
nilai jumlah santunan yang diberikan. Karena baginya niat untuk menjalin silaturahmi dan meningkatkan kedekatan adalah hal yang utama. “Sebagai tetangga yang baik kita perlu menjalin silaturahmi yang baik dan harmonis. Oleh sebab itu semoga acara ini dapat meningkatkan kedekatan di antara kita. Kami juga sadar bahwa operasi kami merupakan bagian dari masyarakat setempat. Semoga kami dapat semakin diterima di tengah-tengah masyarakat dan dapat memberikan manfaat seluas-luasnya,” kata Junizar. Ketika tiba sesi pemberian santunan, Junizar mengajak para camat untuk turut serta. Pemberian santunan diwakili secara simbolis oleh sekitar 10 anak. Kesempatan pertama pemberian santunan dilakukan oleh Junizar selaku pimpinan tertinggi di lapangan JOB
PPEJ. Lantas disusul oleh Camat Rengel dan Soko (Tuban), dan kemudian Camat Kota Bojonegoro dan Kapas. Tiap anak masingmasing menerima bingkisan berupa tas dan perlengkapan sekolah lainnya. Spontan, senyum merekah muncul dari bibir anak-anak. Usai penyerahan santunan secara simbolis, Junizar mengajak para camat dan anak-anak berfoto bersama. Bingkisan lain juga siap akan diberikan pada anak-anak yang lain. Di samping itu juga bantuan pada warga kurang mampu untuk sedikit membantu. Muji Slamet, Camat Soko, mengungkapkan bahwa acara seperti itu merupakan bagian silaturahim. Jika silaturahim sudah terjalin maka komunikasi dapat terjalin dengan baik. Sedangkan komunikasi yang baik akan sangat berguna untuk kelancaran berjalannya operasi.
blokBojonegoro/Nasruli Nasuha
SUASANA acara santunan yatim-piatu yang dilaksanakan oleh manajemen JOB P-PEJ
“Jadi saya harap jangan hanya makannya yang ditunggu ya. Tapi nilai yang terbangun pada acara ini juga harus kita perhatikan. Maka dari itu acara ini, menurut saya, harus sering dilaksanakan. Setelah itu maka akan terbangun sinergi yang akan sangat bermanfaat untuk kita semua,” sambutnya sambil berkelakar. Tidak lupa Muji menitipkan pesan pada anak-anak penerima santunan agar rajin belajar. Ia berharap dari anak-anak yang hadir akan muncul prestasi yang membanggakan. Serta mengucapkan terima kasih pada JOB P-PEJ atas terselenggaranya acara ini. Ketika dikonfirmasi Humas JOB P-PEJ, Fristy, menjelaskan mereka menyebar sebanyak 350 undangan. Undangan tersebur disebar ke desa-desa sekitar operasi dan jalur pipa. Dari 350 undangan, 135 diantaranya merupakan anak yatim. “Selain itu jajaran muspika dan tiap kepala desa juga kita undang untuk datang. Acara ini memang digagas untuk semakin meningkatkan silaturahmi JOB P-PEJ dengan masyarakat daerah sekitar operasi. Sehingga akan tercipta kedekatan dan kita juga dapat menebar manfaat seluas-luasnya,” ucap perempuan berjilbab tersebut. Fristy menegaskan bahwa pihaknya tidak mengundang anak yatim dari yayasan tertentu. Melainkan langsung dari desadesa sekitar lokasi. Maksudnya adalah agar lebih menyatu dengan masyarakat. Sesuai dengan tema acara tersebut yakni ingin menjadi bagian dari masyarakat dan member manfaat seluas-luasnya. [*]
Kegiatan PT P er tamina EP Cepu Per ertamina
Berbagi Bersama 10.000 Anak Yatim Kontributor: Nasruli Chusna
T Pertamina (Persero) kembali mengadakan acara Syukuran dan Buka Puasa dengan 10.000 anak yatim yang dihadiri oleh Wakil Presiden RI, Boediono, Minggu ketiga di Juli 2014. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, beserta seluruh jajaran Direksi Pertamina termasuk seluruh Direksi dan Team Management dari Anak Perusahaan PT Pertamina (Persero). Kegiatan berlangsung di Hall D, JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat. PT Pertamina EP Cepu (PEPC) sebagai salah satu anak perusahaan dalam Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero) ikut berpartisipasi menghadirkan 650 anak yatim dari 13 yayasan yang terdiri dari panti asuhan, sekolah luar biasa dan yayasan anak yatim yang tersebar di daerah Jakarta dan sekitarnya. Dengan memberikan bingkisan tali kasih berupa perlengkapan sekolah, perlengkapan salat dan uang tunai sebesar Rp.500.000 untuk masing-masing anak yatim, PEPC menyediakan lebih dari 650 bingkisan. Hadir jajaran Direksi dan Team Management PEPC diantaranya Direktur Utama, Amril Thaib Mandailing, Direktur Pengembangan Amran Anwar, Direktur Business Support Musa Umbas beserta para VP dan General Manager PEPC. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, pelaksanaan acara buka puasa bersama 10.000 anak yatim piatu dari yayasan yatim piatu di sekitar Jabodetabek, Sukabumi, dan Kepulauan Seribu ini merupakan yang terbesar dari yang pernah dilaksanakan perusahaan. Maksud dari acara buka puasa bersama dengan 10.000 anak yatim piatu ini, adalah wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas prestasi yang diraih perusahaan sepanjang 2014. “Kegiatan ini kami laksanakan sebagai
P
Foto-foto: blokBojonegoro/Tim Infotorial
WAKIL PRESIDEN Boediono bersama Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan disela-sela proses acara berbagi dengan anak yatim. Bawah, Karen Agustiawan secara simbolis memberikan santunan dan suasana yang begitu meriah saat acara berlangsung
wujud syukur kami atas anugerah dan capaian prestasi yang membanggakan pada tahun 2014. Di bulan yang penuh barokah ini kami mohon doa restu dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia agar Pertamina terus dapat mempertahankan dan meningkatkan prestasinya diantara 500 perusahaan terkemuka di dunia versi Majalah Fortune,” ungkap Karen. Dia mengungkapkan, pelaksanaan buka puasa bersama anak-anak yatim piatu sekaligus pemberian santunan yang selalu dilakukan setiap tahun oleh Pertamina kantor pusat, anak perusahaan, maupun di unit-unit operasi Pertamina selama Bulan Ramadan. Sepanjang Ramadan 1435 H, Pertamina telah memberikan santunan kepada lebih dari 26.000 anak yatim piatu, terdiri dari
lebih 10.000 anak yang hadir pada hari ini dan lebih dari 16.000 anak yatim piatu yang berada di sekitar daerah operasi Pertamina dan anak perusahaan di Indonesia, termasuk di wilayah Kerja PT Pertamina EP Cepu. Karen menambahkan, anugerah dan pencapaian prestasi yang membanggakan pada tahun 2014 merupakan buah kerja keras, serta doa dari seluruh insan Pertamina sejak perusahaan ini berdiri pada tahun 1957 lalu. Generasi demi generasi Pertamina telah mengukir tidak sedikit kontribusinya pada pencapaian ini. PT Pertamina EP Cepu juga merasa bangga atas kontribusi yang bisa diberikan dalam menyukseskan acara ini. Dan berharap semoga acara positif seperti ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi kede-
pannya. Dalam kesempatan tersebut, Wapres Boediono menyampaikan apresiasinya atas tradisi buka puasa bersama anak yatim oleh Pertamina yang seyogianya dilanjutkan dan ditingkatkan lagi. “Ada satu dalil yang mengatakan, bahwa suatu umat atau bangsa akan maju apabila generasi mudanya lebih baik dari generasi yang digantikannya,” ungkap Wapres Boediono dalam sambutannya. Hal itu masih menurut Wapres, menunjukkan proses kemajuan perjalanan bangsa. Apabila bangsa itu tidak bisa mencetak generasi muda yang lebih baik, maka bangsa itu akan berhenti atau bahkan mundur. Oleh itu, apresiasi yang tinggi disampaikan kepada PT Pertamina atas keterlibatannya pada generasi muda. [*]
nPKPO Mobil Cepu Ltd.
PBG untuk Tingkatkan Kualitas Guru dan Pendidikan Guna mendukung penguatan kualitas pendidikan di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban, Mobil Cepu Ltd. (MCL) bekerja sama dengan Yayasan Putra Sampoerna (YPS), Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban, mengembangkan Pusat Belajar Guru (PBG). Program yang didukung oleh PEPC dan BKS sebagai mitra Blok Cepu dan telah disetujui SKK Migas tersebut merupakan bentuk kepedulian MCL untuk ikut mendorong peningkatan kualitas pendidikan di daerah sekitar operasinya. Laporan: Riska Irdiyana
“SAYA senang ada tempat seperti ini, kami para guru bisa belajar banyak. Ini terobosan luar biasa,” ungkap Wiwik Widawati, Guru SMA Negeri 2 Bojonegoro. Wiwik awalnya merasa canggung dengan program semacam ini. Sepengetahuannya, tidak ada istilah mengajari guru, apalagi membuat semacam sekolah untuk guru. Tapi kini, guru yang sangat ceria nan enerjik ini terlibat aktif dalam kegiatan program dan bersemangat untuk memajukan Pusat Belajar Guru (PBG) bersama-sama 25 Guru Ahli dan 15 orang Pengelola PBG. Hal senada diungkapkan Fathul Muin, Guru SMPN 2 Tambakboyo, Tuban. “Kami dulu hanya membayangkan, kini jadi kenyataan,” ujarnya. Muin menceritakan, untuk melakukan kegiatan semacam ini, dulu para guru berpindah-pindah dari satu sekolah ke sekolah lain. “Ini sangat merepotkan. Kami harus cari sekolah yang punya ruangan kosong,” ungkapnya. Dan cara ini pun, menurut Muin, tidak berjalan mulus. “Kami sudah mengajukan ke beberapa perusahaan swasta di Tuban, tapi tidak pernah ditindaklanjuti,” kisahnya. Muin berterima kasih kepada MCL yang telah memfasilitasi kegiatan para guru melalui PBG. Ia merasa program ini seperti mimpi yang jadi kenyataan. Dengan adanya PBG, ia dan para guru lainnya bisa merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, hingga
melanjutkan program pengajaran untuk peningkatan kualitas guru. “Kami jadi tahu manajemen, dan kami jadi tahu apa saja kebutuhan-kebutuhan kami untuk mengajar secara efektif,” ungkapnya. Setelah tiga tahun ke depan tuntas bersama MCL, Muin berharap program ini bisa dilanjutkan oleh pemerintah dan bisa diterapkan untuk daerah-daerah lain. “Harapan kami, pemerintah memiliki rencana keberlanjutan untuk PBG setelah program dari MCL selesai,” katanya. Bahkan, menurut Muin, harapan guru di Tuban, pemerintah tidak hanya melanjutkan tapi juga bisa meningkatkan pelayanan dan fasilitas yang ada di PBG. Dalam waktu dekat ini, pengelola serta Guru Ahli PBG Tuban berencana menerbitkan semacam jurnal ilmiah. “Ini akan menjadi wahana bagi guru untuk mempublikasikan karya ilmiahnya,” papar Muin yang kini dipercaya sebagai ketua Pengelola PBG Tuban. Sementara itu, dalam satu tahun pertama, 25 Guru Ahli di Bojonegoro akan melakukan serangkaian survei. Dalam survei tersebut, para Guru Ahli ingin mengetahui apa saja yang diminati di PAUD, TK, SD, SMP hingga SMA. “Ada yang ingin meningkatkan kinerjanya, model pembelajarannya. Ada juga yang ingin tahu bagaimana membuat PTK,” ungkap Wiwik yang kini dipercaya sebagai Humas PBG Bojonegoro. Selanjutnya, hasil survei tersebut direkap dan disusun untuk dijadikan program pelatihan di PBG Bojonegoro. Lebih dari Sekedar Pusat Kegiatan dan Pelatihan Pusat Belajar Guru (PBG) di Bojonegoro telah diresmikan oleh Bupati Bojonegoro,
blokBojonegoro/M . Yazid
BUPATI Bojonegoro menerima pelakat saat peresmian PBG bersama manajemen MCL. (Bawah) aktivitas di laboratorium PBG.
H. Suyoto M.Si, pada 18 Juli lalu. Begitu pula PBG di Tuban, telah resmi dibuka oleh Bupati Tuban, Drs. H. Fathul Huda pada 20 Agustus 2014. Peresmian ini sekaligus menandai bahwa PBG sudah bisa digunakan oleh seluruh guru yang ada di masing-masing kabupaten. Baik Kang Yoto maupun Fathul Huda berharap, PBG bisa dioptimalkan sebagai fasilitas pembelajaran sekaligus pusat kegiatan dan pelatihan untuk para guru serta tenaga pendidik di daerahnya. Bagi MCL, program ini sejalan dengan komitmennya dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, khususnya untuk ikut berperan membangun pendidikan di wilayah operasi MCL di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Program ini merupakan tahap lanjut dari program pelatihan guru yang telah diprakarsai oleh MCL dan dalam implementasinya dilakukan oleh Yayasan Putera Sampoerna (YPS) sejak 2008. Tujuan PBG adalah untuk menyediakan fasilitas pembelajaran bagi para guru dan tenaga pendidik di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Selain itu, program juga bertujuan menyiapkan Pusat Belajar Guru lengkap dengan manajemen dan operasional gedung, pemberdayaan sarana prasarana yang efektif, kreatif, transparan dan partisipatif. Serta meningkatkan kualitas dan
mengembangkan kapasitas para Guru Ahli yang telah menjalani serangkaian seleksi masuk yang ketat untuk menyediakan sumber belajar mengajar bagi para guru lainnya, kepala sekolah, pengawas sekolah dan staf sekolah dari sekolah lain. MCL bersama serta Dinas Pendidikan Bojonegoro dan Tuban telah merancang sekaligus mengembangkan proses pemantauan dan evaluasi program. “Kami percaya bahwa pendidikan adalah kunci menuju kemajuan, pengembangan dan pertumbuhan ekonomi. Kami berharap program ini bisa berkesinambungan, memiliki manajemen pengelolaan yang baik dan profesional, memberikan manfaat secara langsung bagi dunia pendidikan di sekitar Bojonegoro sehingga mampu melahirkan guruguru yang kreatif, handal, mampu mencetak generasi bangsa yang tangguh, cerdas dan berkarakter,” ungkap Erwin Maryoto, Vice President Public and Government Affairs MCL. Dengan program-program pendidikan seperti PBG, diharapkan mampu membentuk pemimpin masa depan Indonesia melalui pendekatan holistik terhadap pendidikan. Tidak hanya menyediakan pengetahuan dasar saja tetapi juga kelas kewarganegaraan, kepemimpinan, dan karakter. Program ini juga sejalan dengan program Generasi Emas Bojonegoro[*]
nProgram Pertamina EP Asset Field Cepu
Bank Sampah, Bebaskan Lingkungan dari Sampah Apa jadinya jika setiap orang di satu lingkungan sadar akan kebersihan? Ya, itu lah gambaran ketika memasuki Desa Banyuurip, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban. Lingkungan desa yang ada di wilayah operasi Pertamina EP Asset 4 Field Cepu tersebut tampak bersih dari sampah. Penyebabnya adalah warga Banyuurip memiliki Bank Sampah. Laporan: Parto Sasmito
D
i salah satu sudut Desa Banyuurip, terlihat tum pukan sampah yang sudah dipilah dan diikat, ditaruh rapi di samping rumah ketua pengelola Bank Sampah Delima. Sedangkan sebuah kotak untuk penampungan sampah juga terdapat di sudut depan rumah. Di Desa Banyuurip Kecamatan Senori Kabupaten Tuban, tepatnya di RT 01 RW 03 itulah program Bank Sampah dijalankan. Ketua program Bank Sampah Delima, Supriyati menjelaskan Bank Sampah berawal pada saat Pertamina EP Asset 4 Field Cepu menggandeng mitra kerja, yakni Yayasan Sekar Mandiri mengajak anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) ke Desa Sukorejo, Kecamatan Senori untuk melihat tentang pengelolaan sampah, serta pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami. “Kita rombongan ibu-ibu diajak untuk melihat bagaimana pengelolaan sampah dan tanaman di desa dekat dengan kecamatan. Dari itu muncul ide bersama ibu-ibu untuk juga melakukan sesuatu di desa ini,” papar Supriyati. Wanita yang akrab disapa Bu Pri ini menjelaskan, sekitar dua bulan lalu, yakni tanggal 15 Juni 2014 ide untuk mengelola sampah dengan program Bank Sampah mulai dilaksanakan dengan membuat tempat penampungan yang ada di sudut depan rumahnya. Supriyati menambahkan, setelah ditentukan tempat penampungan sampah muncul sedikit permasalah untuk menentukan nama bank yang dimiliki. “Berbagai ide kita keluarkan, namun kurang pas. Akhirnya karena di samping tempat penampungan ada pohon delima yang masih kecil, kita sepakat untuk menamakan bank sampah delima, karena ada pohon delima di sampingnya,” kenang ibu dari tiga anak tersebut.
Adapun sistem pengelolaan sampah yang dilakukan, yakni awalnya ibu-ibu membuat arisan setiap minggunya yang dilaksanakan setiap hari Senin mulai pukul 14.00 WIB dan berakhir pukul 16.00 WIB. Dalam arisan tersebut, ibu-ibu membawa sampah non organik yang ada di rumah mereka. Kemudian dari 29 anggota arisan, 20 di antaranya menjadi anggota Bank Sampah melakukan tugas masing-masing, ada yang memilah-milah sampah, ada yang menimbang, juga mencatat berapa kilogram yang dibawa oleh ibuibu. Selain sampah yang dibawa ibuibu arisan, ada juga dari anggota yang mendapatkan tugas untuk mengambil sampah dari rumahrumah warga yang sudah terkumpul namun malu untuk menyetorkan. Jenis sampah yang terkumpul seperti kardus, plastik kresek, plastik, keras, botol dan juga kaleng jumlahnya tidak tanggungtanggung, setiap minggunya bisa terkumpul sekitar 70 kg, sampaisampai mobil pengepul sampah dari Desa Wanglu Kecamatan Senori yang datang setiap Selasa harus kembali untuk mengangkut di hari Kamis. “Kadang sampah yang diangkut tumpuk-tumpuk sampai tinggi dan diikat, masih menyisakan yang diangkut lagi hari Kamis,” terang Supriyati. Harga dari masing-masing sampah berbeda setiap jenisnya dan terkadang harga bisa naik atau turun. Harga dari setiap jenisnya dihitung per kilogram, seperti kardus dihargai Rp1.000, plastik keras Rp1.500, platik kresek Rp300, kaleng Rp1.300, besi Rp2.500, beling Rp400, botol minuman energi Rp100 dan botol kecap Rp400 per kilogramnya. Uang dari penjualan sampah untuk sementara waktu belum bisa diberikan langsung kepada ibu-ibu, melainkan dikumpulkan dahulu dalam kelompok. Ke depannya uang yang sudah terkumpul bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. “Untuk se-
mentara waktu, uang kita tahan dulu karena kita baru berjalan dua bulan. Nanti bisa juga dijadikan sebagai simpan pinjam kecilkecilan,” sambungnya. Manfaat yang bisa dirasakan langsung dengan adanya Bank Sampah, membuat lingkungan menjadi bersih, selain itu juga sudah tidak ada lagi pemulung yang datang ke desa tersebut. “Kalau kita sudah jadi pemulung sendiri di tempat sendiri, tak ada lagi pemulung yang masuk ke desa ini, jadi semua juga tetap aman,” tandasnya. Sementara itu, menurut Hirsan, pendamping program dari Yayasan Sekar Mandiri, mitra kerja Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, latar belakang adanya Bank Sampah di Desa Banyuurip adalah untuk mengedukasi masyarakat, dari kebiasaan membuang sampah menjadi memilah sampah agar menjadi lebih bernilai dan berharga. “Manfaat lain dengan adanya Bank Sampah, yakni tidak lagi membuang sampah semabarangan atau dibakar, sehingga secara tidak langsung juga mengurangi pemanasan global,” ungkapnya. Hirsan menambahkan, adanya Bank Sampah merupakan upaya sinkronisasi pemanfaatan lahan pekarangan untuk pembibitan yang ada di desa setempat. Awalnya dari pihak Pertamina EP Asset 4 Field Cepu bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPKP) Kecamatan Senori, mengadakan Sekolah Lapang Agribisnis (SLA) dan studi lapangan di Argo Raya di wilayah Montong dan ke Bank Sampah yang ada di keluarahan Sidorejo Tuban. “Di sana mereka belajar tentang pemanfataan lahan pekarangan dan manajemen tentang Bank Sampah. Setelah kunjungan itu, mereka juga membuat Bank Sampah dan Bank Bibit dengan memodifikasi bahan-bahan di sekitar,” katanya. [*]
Rumahnya Kembali Berdiri Patimah Bisa Tersenyum Lagi
blokBojonegoro/Tim Infotorial
RUMAH Patimah (kiri) sesaat setelah kebakaran berlangsung, kondisinya cukup memperihatinkan. (Kanan) Rumah yang dibantu kayu dan material lain dari PT Tripatra Engineers and Constructors
Laporan: Tim Infotorial
S
elasa, 1 Juli 2014. Hari, tanggal dan bulan di tahun 2014 itu, akan selalu terkenang oleh pasangan kakek-nenek Ngasiman (72) dan Patimah (70), warga Desa Brabuhan, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Sebab, rumah yang telah ditempati puluhan tahun itu terbakar. Walaupun tidak ada korban jiwa, namun hampir seluruh bagian rumah yang terbuat dari kayu dan berdinding sesek atau anyaman bambu tersebut luluh lantak. Tetapi, kakek-nenek tersebut saat ini bisa tersenyum kembali. Sebab, hanya 15 hari saja rumah mereka berdiri tanpa kerangka dan 70 persen lebih rata dengan tanah. Sebab kepedulian tinggi ditunjukkan rekanan operator Blok Cepu, Mobil Cepu Ltd. (MCL) yang mengerjakan proyek Engineering, Procurement and Constructions (EPC) 1 Lapangan Banyuurip, PT Tripatra Engineers and Constructors, dengan bantuan kayu dan perangkatnya untuk mendirikan ulang rumah itu. Patimah dengan terharu bercerita mengenai perjalanan rumah mereka sampai dibangunkan oleh PT Tripatra. Sebelum kebakaran terjadi, saat itu ia memasak di pawon (sebutan dapur) menggunakan kayu. Ia kaget karena ada lebah datang mau menyengatnya. Seketika ia yang berada di depan tungku mengambil kayu yang masih terdapat bara di ujungnya untuk mengusir lebar. Nahas, kayu yang menyala itu tanpa disadari mengenai dinding rumah yang
terbuat dari bambu. “Apinya semakin lama bertambah besar. Saya kebingungan dan dengan cepat menjalar ke bagian lain rumahnya,” jelas Patimah dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko dan redaksi telah mengganti di kutipan dengan bahasa Indonesia. Setelah itu, ia sempat berteriak meminta tolong kepada para tetangga. Yang dikhawatirkan saat itu, walaupun ada tungku, Patimah juga menyimpan tabung gas elpiji di dapurnya. Warga seketika datang dan membantu. Walaupun takut jika ada ledakan tabung elpiji, tetangga Patimah masih sempat menyelamatkan barang-barang berharga. Sementara api berhasil dipadamkan setelah empat mobil tangki milik warga setempat yang biasa digunakan untuk menyiram jalan melakukan pembasahan. “Saya mengugsi ke rumah anak sementara waktu. Rumah tua itu sudah sangat lama kami tinggali,” lanjutnya. 3 Truk Kayu untuk Patimah Sekitar sepuluh hari setelah kebakaran, PT Tripatra yang mengetahui rumah Patimah luluh lantak, segera meninjau ke lapangan. Beberapa material segera didatangkan, termasuk tiga truk kayu untuk kembali mendirikan rumah yang sebagian besar dinding dan bagian sampingnya rata dengan tanah itu. Saat ini, rumah yang menghadap ke timur tersebut terlihat sudah berdiri kokoh. Papan kayu serta pintu tertata bagus dan sudah
menutupi seluruh bagian rumah. Bangunan rumah sederhana itu tidak didirikan di tempat kejadian perkara (TKP) kebakaran. Karena, kondisi bekas rumah Patimah penuh dengan abu dan kotoran berwarna hitam sisa kebakaran. Juga, tumpukan kayu bekas dan serpihan lain. Patimah mengatakan, sebelumnya tidak ada niat dan inisiatif untuk mendirikan kembali rumah yang sudah menjadi arang. Faktor utama karena tidak ada biaya sedikitpun untuk membuat tempat singgah. Ia juga mengaku, sebelum rumah dibangun Tripatra, ia tidur dengan tenda di dekat rumah yang kebakaran beralaskan plastik untuk menutup tanah. “Saya tidak ingin merepotkan anak dan tetangganya. Bagaimana lagi, rumah sudah digondol si jago merah (dibawa pergi api atau kebakaran),” kenangnya. Ia kaget bercampur bahagia yang tidak terkira. Sebab, kontraktor PT Tripatra menyumbang sekitar tiga truk kayu untuk mendirikan rumahnya. Dirinya juga tak menyangka, ada iktikad baik dan rasa simpati yang dilakukan oleh perusahaan yang tengah menyelesaikan proyek EPC 1 di wilayah kecamatan Gayam tersebut. “Alhamdulillah, kami sangat bersyukur dan mengucapkan banyak terima kasih kepada Tripatra. Tanpa bantuan yang diberikan perusahaan tersebut, kami tidak tahu bagaimana nasip kami kedepan. Mungkin saja masih tidur di tanah yang kami lapisi plastik,” ungkapnya dengan mata sembab ingin menangis.
Saat menerima bantuan, Patimah meneteskan air mata dan menangis sesenggukan. Apalagi saat bersalaman dengan pejabat Tripatra yang memberikan bantuan itu. “Semoga bantuan ini menjadi berkah bagi perusahaan Tripatra. Kami orang kecil hanya mempunyai doa,” tambahnya seraya mendoakan mereka yang datang. Terpisah, Community Affairs Manager PT Tripatra, Budi Karyawan membenarkan adanya bantuan yang digelontorkan oleh perusahaan yang menjadi pemenang tender di EPC 1 tersebut. Budi juga menjelaskan, bahwa bantuan itu sebagai wujud sosial, simpati dan kepedulian Tripatra kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi. Agar terjalin hubungan yang baik dengan masyarakat. “Tripatra ingin bersama-sama membangun Bojonegoro dengan warga sekitar wilayah kerja. Dan kami berharap adanya bantuan itu dapat meringankan beban Mbah Patimah yang rumahnya terbekar,” pungkas Budi. Kegiatan tersebut lanjut Budi, adalah bagian sosio economic yang secara konsisten dijalankan oleh Tripatra kepada warga di sekitar kegiatan. Aktivitas lain yang langsung menyentuh masyarakat adalah pengobatan gratis secara berkala, pendampingan ekonomi kemasyarakatan, pendidikan dan lain sebagainya. “Juga saat puasa lalu, kita bersama-sama karyawan berbagi dalam bentuk pemberian takjil gratis kepada warga,” lanjutnya pria yang murah senyum itu.[*]
nKomunitas Reggae Bojonegoro Kontributor: Nasruli Chusna
i Bojonegoro, tak sulit mencari komunitas pecinta musik reggae yang melegenda oleh pemusik Bob Marley ini. Biasanya mereka memiliki aksesoris berupa stiker atau poster, dandanan khas hingga motor vespa. Para pecinta musik reggae di Bojonegoro memiliki basecamp di kediaman Tri Firmansah (Tole) di Jl Dr. Cipto. “Markas” tersebut juga berfungsi sebagai bengkel vespa, distro dan sanggar seni. Ketika memasuki pelatarannya, kita akan berjumpa dengan beberapa jenis vespa yang telah dimodifikasi. Sebuah vespa bahkan disulap bagai baracuda atau tank sehingga dapat dinaiki lebih dari lima orang. Pada salah satu dinding terpampang spanduk besar bertuliskan rasta dengan kombinasi warna hijau, merah dan kuning. Di tempat itulah penggemar musik reggae di Bojonegoro biasa nongkrong. Meski tampak solid, Tole menjelaskan bahwa secara resmi komunitas reggae belum terdeklarasikan secara formal. Meskipun niat untuk meresmikan komunitas berlambang daun ganja itu sudah lama terbesit. Namun karena beberapa kendala hingga kini belum terealisasi. “Tiap hari pasti ada yang ngumpul, hanya saja saat ini kebanyakan masih anak sekolah. Sedangkan anak sekolah biasanya kurang konsisten. Misalnya sekarang lagi seneng banget dengan reggae, besoknya bisa jadi suka musik lain. Karena memang masih usia mencari jati diri,” terang bapak dua putra tersebut. Selain itu susahnya mendapat izin mengadakan konser, juga menjadi hambatan bagi mereka untuk berkumpul secara intens. Suasana akrab sungguh terasa ketika memasuki rumah berkeramik putih itu. Saat blokBojonegoro berkunjung, Tole mengenakan kaos hitam bergambar pencetus aliran musik reggae, Bob Marley. Ia ditemani empat anggota lain. Dua diantaranya berambut gimbal ala singa, persis seperti Bob Marley yang sangat mengagungkan singa. Katanya, makin mekar seperti singa, makin gagah dan berwibawa. Menurut Tole, reggae merupakan aliran musik yang dibawa oleh Bob Barley. Di samping itu juga ada tokoh reggae dunia lain seperti Alfa Blonde dan Antony Bi. Masing-masing punya nilai yang ingin disampaikan pada alunan musik mereka. Bob Marley, merupakan pejuang pelegalan ganja di Jamaika. Di mana ganja merupakan media ritual untuk menyembah Dewa Selaseai pada kepercayaan mereka yakni rastafari. Pada kepercayaan ini diajarkan barang siapa mabuk
D
Menjalani Kebersamaan Lewat Musik ‘Bob Marley’ Menggeluti satu aliran musik saja dan menghayatinya sepenuh jiwa ternyata mampu menciptakan gaya hidup tersendiri. Tak heran jika pecinta musik tertentu akan mudah kelihatan karena perbedaan yang mencolok dari pecinta musik lainnya. Tak percaya? Lihat saja para pecinta musik reggae yang memiliki ciri khas yang tak dimiliki pecinta musik lainnya.
selain rege. Oleh sebab itu ia bersama Tole dan penikmat musik reggae lain mendirikan sanggar ‘Maju Bareng Mbangun Karyo’. Halaman belakang rumah Tole masih menjadi pilihan utama lokasi sanggar. Di situ mereka sering mengadakan kegiatan bersama seperti mini konser, menggambar dan kreasi seni lain. Dengan adanya sanggar tersebut ia berharap akan menjadi pemacu agar para anggota komunitas selalu berkarya. Mereka mencontohkan seperti di Tangerang tiap minggu pasti ada even rege. Sehingga komunitas mereka benar-benar solid dan terasa keberadaannya. Diakui bahwa kesan masyara-
SALAH satu aktivitas anggpta komunitas dengan gaya yang modus dan berusaha mengedepankan sisi kreativitas
paling berat maka dianggap paling dekat dengan tuhannya. Tapi di Bojonegoro, soal ganja bukan yang dianut, melainkan lebih pada musik dan damainya. “Sementara Alfa Blonde ingin menyerukan perdamaian dengan sering melakukan konser di daerah konflik. Nah, untuk Antony Bi hendak melibas sekat ras kulit hitam sebagai pencetus asli musik reggae. Oleh karena Antony juga merekrut orang kulit putih sebagai personel band mereka sebagai gitaris dan basis,” tambah pria yang pernah aktif sebagai bagian administrasi Dewan Kesenian Bojonegoro (DKB) itu. Dirikan Sanggar ‘Maju Bareng MbangunKaryo’ Selama ini, izin konser para pecinta reggae di Bojonegoro dari aparat keamanan terbilang sulit. Ada kemungkinan sulitnya izin lantaran pecinta rege kebanyakan pecinta vespa. Sehingga konser rege pasti akan dipenuhi vespa yang berpotensi membikin macet. “Kalau vespa banyak berkeli-
aran di jalan, maka polisi cemas ada macet. Apalagi jika ada yang mogok,” imbuh seorang berambut gimbal lain, Arik Pemuda asal Desa Sukorejo itu menyukai musik reggae karena iramanya. Tempo yang sedang serta tabuhan perkusinya, membuat siapapun yang mendengarnya spontan ingin berjoget. Ketika berjoget mengikuti nada-nada reggae, nuansa ceria dan kegirangan dirasanya selalu menyelimuti. Sehingga dapat menciptakan kedamaian jiwa. Arik yang seluruh keluarganya musisi itu menjelaskan alat musik khas dari reggae adalah perkusi. Biasanya menggunakan Jimbe sebagai instrumen utama. Jika ingin mendengarkan alunan asli reggae, ia menyarankan untuk mendengar lagu-lagu Bob Marley. Selain itu ia juga menyukai nilainilai yang diusung yakni freedom, cinta damai dan tidak membedakan ras. Beberapa hal itulah yang membuat musik reggae mendunia. Dari referensi yang ia baca hampir di semua negara pasti ada penikmat
musik reggae. “Namun ini hanya menurut saya. Jangankan saya, pencetus alirannya saja bilang nggak tau kenapa musiknya bisa mendunia. Karena ia hanya mengalir dan konsisten dengan apa yang diperjuangkannya,” ujar Arik seraya menyulut rokok di tangannya. Sementara ketika menyorot keberadaan musik reggae di Bojonegoro, baginya, belum begitu populer. Berbagai genre musik lain seperti dangdut dan pop masih menjadi pilihan utama sebagaian warga Kota Ledre. Pengalaman menggalang sponsor untuk mengadakan konser juga kerap kali berbuah pahit. Pasalnya keberadaan komunitas reggae, masih dianggap sebelah mata dan masanya belum terorganisir secara baik. “Anggotanya saja belum bisa terdata secara rinci lantaran susunan kepengurusannya belum terbentuk. Ia hanya bisa memperkirakan jumlah anggotanya sebanyak 80 orang. Padahal menurutnya masih banyak sekali yang belum terdeteksi,” ucap pria yang juga menggemari musik Koes Plus
kat terhadap mereka memang cenderung kumuh. Hanya saja hal tersebut tidak menghalangi kreativitas mereka. Seperti modifikasi motor, desain art work dan mengarang lagu. “Ini kan juga termasuk hal positif karena hasil dari kreatifitas,” tandas Arik. Tentu saja bagi para penikmat reggae, mempunyai kesan dan cerita tersendiri bagi mereka. Seperti diutarakan pemuda di samping Arik, Zaenal. Pemuda asal Sumberejo tersebut terkesan dengan kebersamaan sesama penggemar. Ketika berkumpul dengann anggota penyuka musik reggae lain, ia menemukan kebebasan ekspresi tanpa membedakan status sosial. Pemuda yang kesehariannya bekerja di luar Kota Bojonegoro tersebut mengaku ketika pulang kampung tak pernah absen nongkrong di bengkel Tole. “Kalau di sini kan enak nongkrong sambil denger musik reggae. Dan memang di sini serasa seperti rumah sendiri, mau ngapain aja nggak perlu sungkan,” lanjutnya. [*]
blokBojonegoro/Parto Sasmito
LOKASI parkir RSUD dr. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro yang selalu ramai oleh orang menitipkan sepeda
Biaya parkir sepeda motor di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro, banyak dikeluhkan pengunjung. Karena, penarikan oleh petugas parkir tidak sesuai dengan nominal yang tertera di karcis. Laporan: Parto Sasmito/Joel Joko/ Riska Irdiyana/Dita Afuzal Ulya
asil penelusuran blokBojonegoro jika tanda bukti penitipan ken daraan (Karcis) yang diberikan oleh petugas, jelas-jelas tertera angka Rp1.000 untuk motor, dan Rp500 untuk sepeda. Namun ketika membayar, petugas meminta pengendara membayar Rp2.000. Hal tersebut membuat tidak nyaman pengunjung rumah sakit pelat merah itu. Suasana parkir roda dua di sebelah utara Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo itu selalu dipenuhi sepeda motor. Di pintu masuk parkir, tampak antrean kendaraan hendak masuk dan menunggu mendapatkan karcis dari petugas. Hampir semua yang masuk ditarik Rp2.000/lembar. Salah seorang wanita yang ingin menjenguk keluarganya di RSUD, Nurul, menurunkan seorang ibu yang diboncengnya. Kemudian ia menerima karcis dan membayarnya dengan pecahan Rp1.000 kepada petugas parkir. Namun ia diminta menambah dengan jumlah lembaran pecahan yang sama. “Sempat kaget juga, di karcis tulisannya Rp1.000, tadi juga sudah menyiapkan uang di saku buat bayar, ternyata malah Rp2.000,” ungkap Nurul saat ditemui di tempat parkir. Meskipun diminta membayar biaya penitipan sepeda motor yang tidak sesuai dengan jumlah yang tertera di karcis, ia tidak memasalahkan hal tersebut. Karena ia tidak sering datang ke RSUD. “Diikhlaskan saja, cuma seribu rupiah. Saya anggap sedekah. Tapi sayangnya, kenapa di karcis tidak dit-
H
ulis saja Rp2.000, jadi biar jelas, tidak harus bayar tambah,” imbuhnya. Berbeda dengan Nurul, pengunjung lain, Yono mengaku sudah empat hari menunggu ibunya yang dirawat di RSUD tersebut. Dirinya sering keluar dan masuk parkiran rumah sakit. Awalnya ia juga bingung ketika diminta membayar tidak sesuai dengan biaya semestinya di karcis, bahkan setiap kali masuk dan menitipkan sepeda motornya, ia membayar Rp2.000. “Bayar segitu
Modus Umum “Pungli” Penarikan uang diluar retrebusi yang seharusnya diberikan, bisa dibilang pungutan liar atau pungli. Cara seperti itu menjadi umum, untuk menyiasati bertambahnya pemasukan. Hal itu yang dirasakan oleh pengunjung atau warga yang menitipkan kendaraan roda dua di parkir RSUD Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro. Kondisi tersebut banyak disorot oleh warga, namun mereka hanya bisa rasan-rasan di belakang saja.
kalau bolak-balik ya keberatan. Tapi kemarin diberitahu teman, kalau keluar karcisnya dibawa. Ini tadi saya ke sini tidak bayar hanya menunjukkan karcis saya,” jelas pria asal Balen tersebut. Yono menambahkan, seharusnya biaya parkir tersebut sesuai dengan angka yang tertera di karcis. Kalaupun parkir dikenakan biaya sebesar Rp2.000, maka pengunjung tidak bingung. Apalagi mereka yang datang untuk menunggu atau menjenguk orang sakit.
Karena, walaupun telah bersuara nyaring, tetapi masih juga praktik “haram” tersebut berlangsung. “Apa-apaan ini, di karcis Rp1.000, namun mintanya Rp2.000. Hampir semua orang yang menitipkan sepeda motor dikenakan sama,” terang salah seorang pengunjung di rumah sakit pelat merah itu, Abdul Rokhim asal Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Dirinya yang sering berkunjung ke rumah sakit di Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo itu menyayangkan ada praktik ilegal seperti
tersebut. Dengan alasan apapun, penarikan diluar harga yang tertera di karcis tetap illegal. Sebab, instansi tersebut termasuk pelayanan publik milik Pemerintah Daerah (Pemda). Jika masih dibiarkan, maka akan melanggengkan praktik-praktik menyimpang. “Jika alasannya yang menarik rekanan manajemen rumah sakit, maka harus ditegasi. Apapun alasan, pasti tidak dibenarkan. Tanya Bupati Kang Yoto kalau ngak percaya,” sambungnya sambil geloyor pergi. Senada diungkapkan Yulia, warga Kecamatan Kota Bojonegoro. Jika praktik seperti itu di tempat parkir RSUD Sosodoro sudah lama. Bahkan, ia juga sempat membaca “ocehan” pengunjung melalui twitter yang menyayangkan kegiatan menyimpang tersebut. “Saya mengalami sendiri, di karcis Rp1.000, tapi dimintai Rp2.000,” jelas Yulia blokBojonegoro. Dirinya mencontohkan, jika dalam sehari berapa kendaraan yang dititipkan. Kalau ada 500 kendaraan, maka uang Rp500.000 yang tidak jelas peruntukannya. Tinggal mengalikan saja dengan hari, bulan dan tahun. Bisa jadi, dalam satu bulan pasti puluhan juta dana hasil pungli itu. “Terus kemana uang itu? Harus diselidiki dengan saksama dan jangan sampai menguap begitu saja,” pinta Yulia sedikit menyelidik. Ia mengaku sedih melihat sistem seperti yang diterapkan di parkiran rumah sakit milik Pemda Bojonegoro. Karena, orang-orang yang datang ke rumah sakit kebanyakan sedang susah, kenapa lebih ditekan dengan cara yang kurang etis. Lebih baik dinaikkan saja, sekalian biar mahal biaya parkirnya. 1 Karcis Bisa untuk 1 Shift Sempat menjadi pertanyaan banyak orang, ketika masuk ke parkir RSUD Sosodoro Djatikoesomo, mereka harus membayar Rp2000 sedangkan angka di karcis tertera Rp1000. Ternyata, biaya tersebut diperuntukkan satu karcis, bisa dipakai untuk masuk ke RSUD berkali-kali selama sekali shift penjaga. “Kalau membayar seribu, setiap kali masuk mereka harus bayar dan kita juga harus nyobek karcis lagi. Seandainya mereka ada keperluan untuk keluar, dengan membayar dua ribu, mereka bisa masuk berkali-kali tidak usah bayar,” jelas petugas parkir yang mengaku bernama Sukimin. Penggunaan karcis, tambah Sukimin, berlaku untuk satu kali shift petugas. Sedangkan shift petugas dibagi menjadi tiga, yakni mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB, pukul 14.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB dan shift ke tiga hingga pukul 07.00 WIB. “Sampai sepuluh kali masuk pun, tidak akan ditarik biaya lagi. Tapi karcis itu hanya berlaku selama satu kali shift saja. Kalau pagi sampai pukul dua siang. Shift berikutnya harus bayar lagi,” sambungnya. Alasan petugas parkir tersebut dibenarkan oleh tulisan di samping pintu masuk parkir. Terdapat banner tarif penitipan kendaraan berlogokan Bhakti Husada dan PT Catur Cahaya Citra Cemerlang (4C). Di baner tersebut bertuliskan tarif sepeda Rp500, sepeda motor Rp1.000, helm Rp1.000, mobil Rp2.000 dan truk kecil Rp3.000. Di bawah tulisan tarif itu terdapat kata-kata, salah satunya adalah “Tiket/Karcis berlaku untuk satu kali parkir/satu kali sift” dan di bawah ada pembagian waktu shift.[*]
Laporan: Parto Sasmito/Joel Joko/ Riska Irdiyana/Dita Afuzal Ulya
asil penelusuran blokBo jonegoro menyebut, war ga yang berkunjung di RS Ibnu Sina yang ada di Jalan Veteran hanya dikenakan Rp1.000 dan bisa berulang kali masuk. Harga serupa berlaku di RS Aisyiyah dan RS Bhayangkara Wahyu Tutuko. Apakah di tiga RS swasta itu tidak melibatkan warga sekitar? Jawabnya pasti salah. Mereka tetap mengajak warga sekitar untuk mengelola parkir. Karena, RS swasta tersebut juga ingin bersama-sama besar dengan lingkungan masing-masing. Sebut saja di RS Ibnu Sina. Salah seorang juru parkir (jukir), Nyoto asal Desa Campurrejo mengatakan, jika sejak dulu pembesuk maupun mereka yang menunggui pasien jika menitipkan sepeda dikenakan Rp1.000. “Harganya sama seperti di karcis, tidak ada yang naik atau harga di luar karcis. Motor Rp1.000 dan mobil Rp2.000,” katanya. Diterangkan, jika mereka yang dilibatkan untuk ikut mengelola parkir adalah warga sekitar, terutama asal Campurrejo. Dalam sehari ada perbedaan shift, namun tetap satu tiket dan bisa dipakai berulang kali, serta harganya tetap sama. Sejauh ini tidak ada keluhan dari warga atau pasien yang tinggal di RS Ibnu Sina. Salah satu penitip sepeda di RS Ibnu Sina, Ali Mahrus asal Kecamatan Kanor membenarkan, jika parkir Rp1.000 untuk motor. Dirinya sudah sering berkunjung ke rumah sakit yang baru beberapa tahun belakangan ini didirikan. Intinya, antara karcis dengan penarikan jumlahnya sama. “Bahkan, saat saya keluar dan kembali lagi tidak dikenakan selama masih di hari yang sama,” tambah Ali. Sementara itu jukir di RS Aisyiyah Bojonegoro, Saliwong Sugianto menegaskan, harga Rp1.000 untuk motor dan mobil dikenakan Rp2.000 sudah sejak awal ditetapkan dan sampai sekarang masih berlangsung. Tidak ada penambahan harga di luar karcis. “Bisa dicek sendiri, harganya tetap dan pelayanan baik,” terangnya. Penunggu pasien asal Kecamatan Dander, Mukminun menegaskan, kalau dirinya memarkir mobil dikenakan Rp2.000 dan sama seperti di karcis yang diberikan pengelola RS Aisyiyah. Dirinya juga mendengar ada kabar jika harga di RSUD Sosodoro untuk motor lebih mahal dibanding yang tertera di karcis. “Saya mendengar dari teman yang parkir di sana. Selain itu juga ada pembagian shift untuk motor,” sambungnya. Terpisah, jukir RS Bhayangkara
H
blokBojonegoro/Parto Sasmito
PARKIR di RS Aisiyah Bojonegoro yang juga selalu ramai, namun tetap dipungut Rp1.000 untuk motor
Wahyu Tutuko, Tasmuri yang juga sebagai keamanan rumah sakit menerangkan, kalau parkir mobil di RS milik Polisi Republik Indonesia (Polri) tersebut tidak dikenakan biaya sepeserpun. Sedang untuk kendaraan roda dua Rp1.000. Karena, untuk mobil masih mengambil medan jalan raya, tepatnya Jalan Panglima Sudirman, Kota Bojonegoro. Pengelola Satu Bendera dengan Pasar Kota Masih ingat dengan ramai-ramai di jalan Pasar Kota Bojonegoro, yakni saat warga yang melintas dimintai retrebusi parkir awal tahun lalu? Itu dilakukan PT Catur Cahaya Citra Cemerlang
(4C). Rekanan parkir di pasar tradisional Kota Bojonegoro tersebut ternyata juga sama dengan yang mengelola parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. “Setelah saya membaca di media, ternyata pengelolanya sama dengan yang di pasar kota. Bahkan, di beberapa koridor lain hak parkir di jalan yang ada di Bojonegoro,” kata Rohman, pengunjung di rumah sakit yang menitipkan sepeda motornya. Ia sebenarnya tidak mempermasalahkan dengan penarikan Rp2.000 untuk motor. Tetapi, RSUD sebagai tempat pelayanan publik milik Pemkab Bojonegoro harusnya lebih mengantisipasi hal tersebut. Sebab, aturan main untuk instansi pemerintahan sudah jelas. Jika melakukan pungutan tanpa ada dasarnya harus dikaji ulang. “Termasuk pihak inspektorat harus turun tangan untuk menyelidikinya. Karena ini berkaitan dengan masyarakat luas dan penarikan retribusi yang tidak ada dasarnya,” sambungnya. Kalau di karcis tertera Rp2.000 itu tidak masalah. Namun, celakanya hanya Rp1.000. Sehingga yang Rp1000 itu bisa dikatakan tidak sesuai peruntukan dan pihak RSUD tidak bisa lepas tangan dan menyerahkan kepada rekanan. “Karena tanggungjawab tetap ada di pihak rumah sakit seperti yang ada di karcis parkir,” tambah pengunjung lain, Samian, asal Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro. Menurutnya, tertera jelas di karcis yang diberikan kepada pengunjung, jika pengelolaan parkir atas kerjasama RSUD Kelas B Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro dengan PT Catur Cahaya Citra Cemerlang (4C) dan retrebusinya Rp1.000 untuk motor dan Rp500 untuk sepeda. Jadi, sebagai pihak pertama atas parkir tersebut adalah pihak rumah sakit. “Bisa dilihat MoU nya, pasti RSUD pihak kesatu,” katanya. [*]
Parkir RSUD Bisa Gratis Joko Hadi Purnomo Peneliti Kebijakan Publik di Institute Development of Society (IDFoS) SEBAGAI instansi pelayanan publik, seharusnya RSUD dr Sosodoro Djatikeosoemo Bojonegoro tidak perlu menarik karcis untuk penitipan sepeda. Karena itu sudah satu paket sebagai pelayanan prima. Apalagi, mereka yang datang adalah orang susah ataupun tengah menjenguk orang sakit. Hal itu disampaikan Peneliti Kebijakan Publik di Institute Development of Society (IDFoS), Joko Hadi Purnomo. Menurutnya, jika kajian khusus harus dilakukan untuk melihat dasar hukum karcis di instansi pelayanan umum milik Pemkab Bojonegoro.
“Tidak hanya itu saja, dana parkir tersebut diperuntukkan untuk kegiatan apa. Sebab, menarik dana publik harus jelas dasar hukum, karena ada undangundang Keterbukaan Informasi Publik dan terkait pajak maupun retrebusi,” tegas Joko, panggilan akrabnya. Oleh karena, yang bertanggungjawab adalah manajemen RSUD. Karena mereka sebagai pihak yang menjadi kepanjangan tangan dari Pemkab Bojonegoro. Kalau PT 4C tersebut adalah secara teknis, tetapi jika terjadi apa-apa di lapangan tetap RSUD yang harus di depan. “Kalau tidak ada dasar hukumnya, maka itu dikatakan pungutan liar (pungli). Harus dihentikan dan pihak rumah sakit tetap mempertanggungjawabkannya ke publik,” sambungnya. [*]
blokBojonegoro/Parto Sasmito
sih yang kita terima hanya Rp3 juta, terkadang tidak sampai jumlah tersebut. Selain untuk RSUD dan Dispenda, juga untuk membayar karyawan kami sebanyak 17 orang,” jelas Chandra. Dari 17 orang karyawan yang dimiliki khusus untuk mengoperatori parkir di rumah sakit pelat merah itu, 12 diantaranya adalah dari warga lokal di sekitar RSUD yang. Seperti asal Kelurahan Kepatihan dan Mojokampung yang terdiri dari pemuda dan karang taruna. “Awalnya kita hanya menawarkan untuk 6 orang ikut dalam PT 4C, tetapi mereka menolak dan meminta ditambahkan menjadi 12 orang. Jika tidak dituruti mereka membuat ulah dengan mengganggu keamanan dan kenyamanan di tempat tersebut,” tegasnya. Bahkan saat ditawari gaji Rp700.000/ bulan, mereka tidak bersedia dan minta Rp1 juta setiap bulan. Selain itu juga minta jatah harian Rp20.000. Padahal lima karyawan lain dari luar, dirinya gaji Rp500.000/ bulan tidak masalah. Dengan desakan warga sekitar seperti itu, Chandra mengaku tak mampu berbuat banyak. Karena sejak pertama memegang parkir RSUD, selalu diganggu. Seperti meminta para pengunjung RSUD untuk parkir di tepi jalan, atau mengganggu kenyamanan dalam bentuk lain. “Mereka juga membawa LSM dan lapor ke Dinas Perhubungan. Dari Pemkab sendiri juga meminta saya untuk memperkerjakan mereka. Ya sudah, saya terima saja. Tapi ketika diterima, kalau bekerja malah seenaknya. Nggak mau pakai seragam, tidak berangkat tepat waktu, kadang satu Minggu libur sampai tiga hari dan diberi surat peringatan (SP) malah disobek,” imbuh menceritakan panjang lebar. Begitu juga untuk tarif parkir di RSUD, tambah Chandra, dari mereka yang memberlakukan tarif Rp2.000 untuk satu kali masuk dan berlaku untuk satu kali shift. Sedang shift juga mereka sendiri yang menentukan. “Saya tahu itu menyalahi norma, tapi ya mau bagaimana lagi. Karena memang SDM seperti itu,” tegasnya.
SEORANG warga melintas di tulisan tarif parkir milik RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
Satu Bulan Rp60 Juta Masih Kurang Pengelolaan parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro dipegang oleh PT Catur Cahaya Citra Cemerlang (4C). Perusahaan tersebut memenangkan tender pada bulan April 2014 dengan menyisihkan tiga pesaing yang hanya berlabel CV. Sejauh ini, setiap bulan omzet parkir Rp60 juta, tetapi masih jauh dari harapan. Laporan: Parto Sasmito/Joel Joko/Riska Irdiyana/Dita Afuzal Ulya
emilik PT 4C, Chandra Siswanto, blokBojonegoro, berkisah panjang mengenai perjalanan bisa memenangkan tender sampai dengan pengelolaan seterusnya. Tepatnya bulan April, pihaknya mengikuti lelang untuk mengelola tempat penitipan kendaraan yang berada
P
di utara bagunan RSUD di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Bojonegoro. PT miliknya saat tender berhasil memenangkan lelang dengan kesanggupan membayar kepada RSUD sebesar Rp32 juta dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Rp8 juta. Total ada Rp40 juta yang wajib disetor setiap bulannya. “Pendapatan kita satu bulan rata-rata Rp60 juta dari parkir tersebut. Namun ber-
Setor Rp990 Juta ke Pemda Dari sejumlah titik tempat parkir yang dikelola di Kota Bojonegoro, PT Catur Cahaya Citra Cemerlang (4C) mengaku turut menyetor ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup besar. Tidak tanggung-tanggung, Rp990 juta dalam setahun harus disetor totalnya, dengan sistem per bulan memberikan retrebusi hasil parkir. Pemilik PT 4C, Chandra Siswanto mengatakan dengan rinci, jika jumlah tersebut muncul dari setoran yang diserahkan ke RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro tiap bulan Rp32 juta dan Dispenda Rp8 juta. Totalnya dalam setahun ada Rp480 juta. “Setiap bulan saya membagi dua, Rp32 juta ke rumah sakit milik Pemkab Bojonegoro itu dan Rp8 juta ke Dispenda. Jadi total setoran bulanan dari parkir rumah sakit sebesar Rp40 juta,” terang Chandra. Diterangkan, jika awalnya selama dua kali Rp40 juta penuh diserahkan ke manajemen rumah sakit di Jalan dr Wahidin Sudirohusodo tersebut. Tetapi, setelahnya langsung dipecah menjadi dua, satu ke Dispenda dan yang terbesar ke pihak rumah sakit. “Yang penting saya setor sesuai dengan jumlah yang disebutkan dalam kontrak,
Chandra Siswanto
walaupun sebenarnya terlalu berat pengelolaan parkir di rumah sakit ini,” lanjutnya. Selain rumah sakit, Chandra juga menyetor retrebusi ke Perusahaan Daerah (PD) Pasar Rp450 juta/tahun. Sistem pembayarannya sama, yakni setiap bulan. “Juga ke Dinas Perhubungan (Dishub) sebesar Rp60 juta/tahun,” ceritanya. Jika ditotal, sumbangsih yang diberikan kepada PAD Bojonegoro sebesar Rp990 juta dari parkir. Tidak hanya itu saja, sejak mengelola parkir di pasar mulai tahun 2013 dan baru setahun berjalan ini di rumah sakit, dirinya telah bisa mempekerjakan warga asli Bojonegoro sebanyak 74 orang. Dengan rincian, 56 orang bertugas di parkir pasar dan sisanya 17 orang rumah sakit. Ada juga satu koordinator yang diminta untuk mengawasi di lapangan. “Beberapa jalan di Kota Bojonegoro, tendernya juga saya dapatnya. Namun tidak kami kelola, karena bersinggungan langsung dengan masyarakat terdekat. Seperti di sekitar Alun-alun Kota Bojonegoro,” sambung Chandra. Berbagai latar belakang warga yang direkrut menjadi pegawai, mulai pensiunan Polri, TNI, dan terbanyak masyarakat biasa. Oleh karena itu, pihaknya tidak ingin ada kesan sembunyi-sembunyi saat pengelolaan parkir ini. Ia siap membuka secara gamblang dan transparan ke masyarakat, berapa yang diperolehnya tiap bulan, setoran ke Pemda, gaji pegawai dan lain sebagainya. Jauh-jauh hari, pihaknya telah mengajukan peninjauan kembali kontrak dengan pihak rumah sakit, namun tidak disetujui. Padahal, lokasi parkir, kelengkapan, pembenahan, sampai dengan kehilangan, pihaknya yang bertanggungjawab. Apalagi terdapat warga sekitar yang dititipkan oleh pihak rumah sakit ke pihaknya dengan gaji yang besar. “Yang diperoleh rumah sakit itu bersih. Karena, jika ada helm yang hilang, kerusakan, membuat papan atau banner dan lain sebagainya di lokasi parkir, kami semua yang melakukan,” tegasnya. Pendapatan yang fluktuatif dari parkir di rumah sakit itulah, yang dibuat oknum pekerja yang ikut dibawahnya menarik Rp2.000. Atau Rp1.000 lebih mahal dibandingkan yang tertera di karcis. Sebab, dana Rp1.000 itu untuk penitipan helm yang tidak bisa ditulis dalam wujud karcis. “Beban yang diberikan ke kami sangat besar, sehingga untuk menutup setoran ke rumah sakit Rp32 juta/bulan dan Dispenda Rp8 juta/bulan, penjaga parkir terkadang juga menarik Rp2.000. Tetapi itu tidak semuanya. Bisa dibuka di catatan kami, ada semuanya,” pungkasnya. [*]
blokBojonegoro/Parto Sasmito
JALAN dr. Wahidin Sudirohusodo Kota Bojonegoro yang selalu ramai, baik oleh pengunjung di RSUD dr Sosodoro Djatikoesoemo atau mereka yang sengaja melintas jalan sempit tersebut. Terkadang, parkir masih dilakukan sembarangan di kanan maupun kiri jalan.
Tak Ikut Campur, Tapi Dapat Rp32 Juta/Bulan Masalah tarif parkir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Djatikoesomo yang tidak sesuai dengan nilai yang tertera di karcis, menurut pihak RSUD bukan wilayahnya untuk ikut campur. Padahal, di karcis jelas-jelas tercantum kerjasama RSUD Kelas B Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro dengan PT Catur Cahaya Citra Cemerlang (4C). Laporan: Parto Sasmito/Joel Joko/Riska Irdiyana/Dita Afuzal Ulya
al tersebut diungkapkan Humas RSUD Sosodoro Djatikoesomo, drg. Thomas Djaja kepada blokBojonegoro. Menurutnya, pengelolaan tempat parkir tersebut, manajemen rumah sakit pelat merah menggandeng pihak ke-3 dengan melakukan pelelangan yang digelar setiap tahun. “Disana ada tempat penitipan sepeda, setiap tahun kita buka lelang. Siapa yang berani paling tinggi, dia yang menang,” ungkapnya. Thomas menambahkan, pelelangan pada tahun ini, diikuti oleh satu PT dan 3 CV. Hasil pelelangan dimenangkan oleh PT Catur Cahaya Citra Cemerlang (4C), dengan berani membayar kepada pihak RSUD sebesar Rp32 juta setiap bulannya dari hasil penarikan biaya parkir, juga ke Dispenda Rp8 juta. “Tidak ada sistem setor. Jadi setiap bulan PT tersebut harus membayar sebesar Rp32 juta dan juga membayar ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Untuk sistem penarikan dan penentuan tarif di tempat parkir, kami tidak ikut campur karena itu adalah urusan dari PT,” papar Thomas. Untuk masalah tarif parkir yang tidak
H
sesuai di karcis, pihaknya meminta untuk menanyakan langsung kepada PT 4C, tentang kebijakan memasang tarif tersebut. Wabup: Harus Rp1.000 Banyaknya pengaduan soal pungutan parkir di RSUD Sosodoro menjadi perhatian serius Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Hartono. Dikatakan, jika pihaknya sudah mendengar mengenai tarif parkir dari Rp1.000 yang tertera di karcis untuk motor menjadi Rp2.000. Melihat kondisi tersebut, Wabup Hartono meminta aparat terkait, khususnya Dinas Perhubungan (Dishub) untuk melakukan penindakan tegas. “RSUD Bojonegoro telah menyiapkan lokasi parkir dengan memanfaatkan lahan rumah sakit di sebelah utara. Kalau memang Rp1.000 ya harus Rp1.000,” kata Wabup. Dia minta blokBojonegoro untuk menanyakan hal ini kepada Kasi Parkir Dishub (Kemi) mengenai masalah itu. Karena, retribusi parkir sudah diatur sesuai Peraturan Daerah (Perda) No.19/2011, sehingga kalau diterapkan sesuai aturan, tidak perlu muncul pengaduan dari masyarakat. “Harus ditindak tegas itu. Karena aturannya sudah jelas di Perda,” tegas Wabup Hartono.
Terpisah, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bojonegoro, Iskandar saat dikonfirmasi terkait masalah parkir di RSUD Sosodoro Djatikoesomo mengatakan, pengeloloan parkir disana diserahkan kepada pihak ketiga. Namun ia telah melakukan langkah-langkah pengawasan. “Pengawasan sudah kita lakukan dan bila ada masalah akan kami tegur,” kata Iskandar. Masalah tarif di rumah sakit plat merah itu sudah sering kali mendapat sorotan. Iskandar berjanji akan mengecek hal itu ke lapangan. Sebab biaya atau tarif parkir sudah diatur. Sedangkan untuk pemilik kendaraan bermotor yang telah membayar retribusi parkir berlangganan tidak berlaku, karena lokasi parkir tersebut telah dikelola sendiri. Dewan: Kami Panggil RSUD Adanya penarikan diluar karcis di RSUD Sosodoro sebenarnya telah tercium oleh kalangan dewan dan terdapat aroma dugaan pelanggaran. Namun, karena perangkat di gedung legislatif tersebut baru terbentuk, maka ditunggu sampai benar-benar tepat waktunya. Dalam waktu dekat ini, wakil rakyat tersebut akan segera mengkaji lebih lanjut penarikan parkir yang tidak sesuai karcis di
rumah sakit pelat merah di Jalan dr. Wahidin Sudirohusodo, Kota Bojonegoro tersebut. Termasuk menelaah peraturan daerah (Perda) yang ada untuk retribusi parkir. Selanjutnya, dewan yang baru dilantik beberapa waktu itu akan memanggil pihak yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi. “Karena kalau tidak sesuai aturan, maka itu masuk dalam kategori pungli,” kata anggota DPRD Bojonegoro, Ali Mustofa. Menurutnya, aturan parkir dan jumlah penarikan retribusi, sudah ada payung hukum yang menjelaskan secara gamblang. Ia mengakui dan membenarkan jika selama ini memang banyak keluhan masyarakat terkait tingginya biaya parkir di RSUD Sosodoro dibanding rumah sakit-rumah sakit swasta lain. Namun, belum terbentuknya komisi di DPRD menjadi kendala untuk rencana pemanggilan tersebut. “Pasti akan kita tindaklanjuti temuan ini, karena kami juga mendengar sendiri antara karcis dengan jumlah penarikan tidak sama,” lanjut politisi asal Partai Nasdem tersebut. Ali berharap, pejabat yang bertugas di instansi pelayanan masyarakat bisa memberikan servis yang memuaskan kepada masyarakat. Ia tidak ingin ada keluhan serupa, terutama mengenai buruknya pelayanan di lembaga pelayanan publik. [*]
Penambang Pasir Ilegal Sulit Diberantas Praktik penambangan pasir liar menggunakan alat mekanik di sungai Bengawan Solo, tepatnya yang ada di Kabupaten Bojonegoro, masih sulit diberantas. Berbagai upaya dilakukan, tetapi masih kerap kembali. Banyak faktor, ada tengara keterlibatan petugas.
blokBojonegoro/Muhamad Fatoni
PENAMBANG menggunakan mesin mekanik masih banyak melakukan aksinya di Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro. Mereka sulit ditertibkan dan pengusaha melawan dengan menggunakan warga sekitar
Laporan: Muhamad Fatoni
esa Dukoh Lor, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, menjadi sasaran empuk bagi penambang pasir dengan alat modern. Bahkan, beberapa saat dikeluhkan oleh warga yang berada diseberang, yakni Dusun Bringan, Desa Ngraho, Kecamatan Gayam. Pasalnya, aktivitas tersebut semakin merajalela, sehingga masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang aliran sungai merasa terganggu. Aktivitas penambangan liar dimulai dari pukul 06.00 WIB hingga sore pukul 17.00 WIB. Belasan alat mekanik yang digunakan untuk menyedot pasir dari dalam sungai terlihat meraung-raung di bawah terik matahari. Bahkan ada sekitar sepuluh perahu yang dikendalikan oleh puluhan warga ikut menjadi tempat pasir kelas satu itu. Dalam sehari, ratusan truk mengangkut pasir yang ada di Kecamatan Malo. Karena, selain Desa Dukoh Lor, ada beberapa
D
wilayah yang pasirnya sering disedot. Hingga ke bawah, tepatnya menuju Kecamatan Kalitidu, praktik menyimpang itu masik ramai. Salah satu warga Dusun Bringan, Rokhim mengatakan, ia merasa sangat terganggu dengan hadirnya aktivitas penambangan pasir ini. Bukan hanya dapat merusak ekosistem Bengawan Solo, suara yang dihasilkan dari mesin tersebut sangat bising. “Yang jelas, warga seberang tidak terima. Oleh karena itu, kami merasa tidak nyaman dan mendesak Pemkab Bojonegoro mengambil tindakan tegas,” ungkapnya kepada blokBojonegoro. Rokhim menuturkan, penjarahan pasir di Daerah Aliran Sungai (DAS) itu sudah berlangsung lama, bahkan sempat pula aktivitas penambangan seperti mati suri lantaran terkendala akses jalan desa yang bermasalah. Namun untuk pekan ini, kegiatan yang bertententangan dengan aturan daerah itu sudah kembali gencar dilakukan.
“Sebenarnya sudah lama kami mengeluhkan keberadaaan kegiatan itu, namun mau bagaimana lagi, pihak terkait belum melakukan tindakan tegas. Ada kesan membiarkan penambangan pasir berjalan,” ujar tokoh masyarakat yang juga alumnus salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) yang berada di Kota Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah tersebut. Belasan warga setempat yang ditanyai juga mengatakan yang sama. Mereka sempat melapor ke petugas, namun belum ditanggapi sejauh ini. Sementara itu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, mengaku telah mengimbau dan memberikan pengarahan kepada para penambang pasir liar yang berada di sepanjang DAS Bengawan Solo di Desa Dukoh Lor, Kecamatan Malo. Mereka diminta menghentikan aktivitasnya karena melanggar undang-undang. Namun imbauan itu tetap diabaikan oleh para penambang.
“Sudah berulang kali kami memanggil kepala desa setempat untuk memberikan imbauan kepada warganya agar aktivitas ilegal itu tidak dilanjutkan. Namun nyatanya tetap tidak dihiraukan,” ujar Kepala Satpol PP Kecamatan Malo, Suwaji. Ditambahkan, untuk menertibkan penambang pasir itu, pihaknya terkendala jumlah anggota yang terbatas dan para penambangnya itu banyak yang berasal dari luar desa. “Jadi ketika ada penertiban, penambangnya sudah lari dulu dan mesin mekaniknya diangkut,” sambungnya. Satpol PP Malo telah berkoordinasi dengan Sapol PP Kabupaten Bojonegoro untuk merencanakan langkah strategis agar bisa tepat sasaran. “Kami lebih senang jika operasi penertiban dari kabupaten, karena anggotanya banyak. Kami juga siap melaksanakan tugas apabila ada operasi gabungan,” pungkasnya dengan mimik wajah yang cukup serius. [*]
Surat Terbuka untuk Wakil Rakyat Wakil rakyat seharusnya merakyat Jangan tidur kalau sidang soal rakyat (Wakil Rakyat: Iwan Fals)
Oleh: Susanto*
*Penulis adalah alumni Pascasarjana UNS Surakarta, E-mail:
[email protected]
i bulan Agustus, hampir seluruh Pemer intah Kabupaten/Kota di Indonesia, tak terkecuali Kabupaten Bojonegoro sibuk dengan pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masa bakti 2014-2019. Meski tanggal pelantikan para wakil wakyat itu berbeda-beda sesuai kondisi daerah masingmasing, ternyata mendapatkan perhatian yang luar biasa dari masyarakat. Beragam pendapatpun muncul di tengah masyarakat. Pro dan kontra menjadi isu publik seiring pelantikan wakil rayat tersebut. Terlepas permasalahan di atas, sejumlah pemasalahan mendasar perlu untuk didiskusikan kembali. Harapan saya, dapat direnungkan bersama sehingga ada benang merah dan dapat secara arif/bijaksana dalam memahami masalah wakil rakyat (baca: DPRD) kita yang terhormat yang baru dilantik. Mengapa ada penilaian atau rasa sinisme yang luar biasa tentang wakil rakyat kita? Adakah yang tidak benar dalam proses perekrutan wakil rakyat sekarang ini (juga tahuntahun sebelumnya)? Apa yang harus dilakukan oleh parpol? Dan bagaimana idealnya wakil rakyat? Dan juga bagaimana yang harus dilakukan oleh masyarakat kita? Ataukah memang benar adanya bahwa wakil rakyat kita itu pengangguran, intelektual rendah, wawasan dangkal, dan inisiatif payah? Bisakah wakil rakyat kita melakukan pola kepemimpina transformatif?
D
Politisi atau Wakil Rakyat? Salahkah bila masyarakat punya penilaian bahwa wakil rakyat kita begitu parahnya? Yang jelas masyarakat era sekarang ini semakin kritis, kita demikian dan sudah “melek” poltik. Dengan kata lain, masyarakat kita sudah banyak melihat fakta atau data yang ada di media akhir-akhir ini. Banyak media yang memuat skandal KKN yang telah melibatkan wakil rakyat kita atau para elite baik di tingkat daerah atau nasional. Bahkan baru pelantikan saja banyak wakil rakyat sudah ngantuk dan juga menguap. Untuk itu saya punya pemikiran bahwa orang-orang yang ingin menjadi anggota legislatif (wakil rakyat) paling tidak harus. Pertama, memiliki komitmen untuk mengabdi pada rakyat. Mengapa ini penting? Karena selama ini ada kesan bahwa para wakil rakyat kita hanya menjadikan rakyat untuk digaet suaranya dalam memuluskan menjadi legislatif. Begitu sesorang si “A” yang jadi bacaleg maka lambat laun dan pasti dia akan melupakan rakyat. Ibaratnya habis manis sepah dibuat. Dan lebih parah lagi mereka mendekati rakyat lagi manakala mau habis masa jabatan dan ingin memperpanjang jadi legeslatif lagi. Mereka bukan melakukan pembelajaran politik, sosialisasi program mengenai pemerintahan, dan
bagaimana berpolitik yang santun akan tetapi memaparkan pencitraan instan. Pokoknya aku terpilih dan bisa duduk di kursi empuk DPRD. Kedua, pola perekrutan yang jelas. Mengapa ini juga saya kemukakan? Karena ada kesan saat ada pendaftaran bacaleg dijadikan “alat” untuk parpol untuk mengumpulkan dana demi keberlangsungan parpol menjelang pemilu. Artinya, para parpol mengumpulkan dana atau semacam uang “tiket” dari masyarakat baik kader nonpartai atau partai untuk bisa nyaleg. Mengingat kondisi yang demikian, mu-
ngkin tidak salah atau ada benarnya apa yang dilakukan oleh parpol. Namun menurut saya yang perlu menjadi catatan adalah siapapun yang jadi wakil rakyat yang telah ditentukan oleh parpol atau juga para elite parpol harus menggunakan pola perekrutan transparan dengan mengedepankan prinsip keadilan. Rasa keadilan manakala memegang aturan atau prinsip yang bisa diterima oleh logika masyarakat. Jangan lantas si “A” ditetapkan jadi bacaleg (atau caleg) karena membeli “tiket” dengan harga tinggi. Sedangkan si “B” tidak ditetapkan karena “nglundung semprong” alias tidak ada uang “tiket’nya. Dan yang terpenting juga, idealnya bacaleg yang akan menjadi wakil rakyat harus melalui tahapan yang berjenjang baik itu kader partai atau nonpartai. Dengan harapan, setelah ditetapkan oleh parpol dan juga nantinya dipilih oleh masyarakat benar-benar menjadi wakil rakyat yang tahu diri dan juga tahu rakyat yang memilihnya. Menjadi politikus yang santun dan memiliki jiwa keberpihakan ke-
pada rakyat. Ketiga, partai politik selalu mengingatkan para kadernya yang duduk di dewan jangan terjebak KKN. Para elit parpol harus mengawal wakil rakyat untuk mengedepankan standar integritas moral, sikap pola perilaku antikorupsi. Mengapa ini ini penting? Menurut saya banyak elit parpol yang terjebak dalam pusaran korupsi atau budaya KKN. Misalnya, ada seorang ketua umum parpol menjadi tersangka oleh KPK karena ada indikasi melakukan KKN yang melibatkan kader sesama partai. Beberapa wakil rakyat yang terjerat dana Jasmas. Hal-hal inilah semestinya yang perlu mendapatkan perhatian ekstra dari para elit parpol. Sehingga kader parpol atau nonparpol yang akan menjadi wakil rakyat adalah orang-orang yang memiliki reputasi dan jiwa mengabdi pada masyarakat bukan sok jadi “bos”. Perilaku Transformatif Wakil rakyat itu harus bisa menyatu dengan yang diwakili bukan semata-mata menggandalkan uang semata-mata akan tetapi tahun problema masyarakat di akar rumput. Wakil rakyat yang telah dilantik itu tentunya harus peka terhadap permasalahan masyarakat. Tentunya harus menampilkan sosok politisi transformasi dan bukan memilih politisi instan. Sebab bagaimanapun politisi yang demikian, tentunya akan lebih mementingkan diri sendiri, kelompok dan partainya sendiri dan bukan kepentingan masyarakat atau bangsa ini. Menurut Podsakoff, dkk (1996) kepemimpinan transformatif merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan motivasi, kepuasan sehingga mampu mengurangi konflik. Esensi dari transformatif ini sesuai yang dikenalkan oleh Mc. Gregor Burns bahwa seorang pemimpin atau wakil rakyat harus bisa memahami apa yang diinginkan oleh bawahan (baca: rakyat) sehingga adanya kepercayaan. Bertolak dari pemahaman ini, tentunya pasca pelantikan wakil rakyat yang berada di masing-masing daerah dan juga DPR RI yang akan dilantik di Gedung Senayan Jakarta nanti harus menjawab keraguan masyarakat. Artinya, menjauhkan pola wakil rakyat yang bergaya transaksional yang lebih mementingkan kekuasaan, dan hanya mengedepankan pencitraan (legalitas) semata. DPRD/DPR RI yang telah dilantik selalu bisa memberikan pengaruh kuat pola pikir, etos kerja yang menginspirasi kepada masyarakat. Dengan demikian, wakil rakyat kita baik DPRD Kabupaten, Provinsi Maupun DPR RI benar-benar menampilkan sosok pribadi wakil rakyat yang berpola perilaku transformatif bukan politisi instan. Wakil rakyat yang pro kebijakan publik dengan spirit untuk berpihak pada rakyat bukan pada penguasa. Bukankah begitu para wakil rakyat kita dan juga para pembaca yang budiman?
nJuwita Dwi R, Pemilik Warung Ecco
Hobi Masak, Pekerjakan 15 Orang di Warung Sebagai daerah industri minyak dan gas bumi (migas), Bojonegoro seperti magnet bagi segala jenis usaha. Tak terkecuali bisnis kuliner. Sejumlah pengusaha luar daerah pun menyerbu Bojonegoro. Tapi Juwita Dwi R, pemilik warung Ecco yang asli Bojonegoro tetap eksis sebagai salah satu tempat favorit masyarakat. Laporan: Riska Irdiyana
obi. Itulah yang melatar belakangi Juwita terjun ke bisnis kuliner. Kegemarannya meramu bumbu-bumbu dapur sudah ada sejak kecil. Hal itu terus berlanjut hingga dewasa kini. Ibu dua anak ini pun telah sukses dengan warung yang menyajikan masakan khas Jawa, yang berlokasi di Jalan Mastrip nomor 59 Bojonegoro. Kepada blokBojonegoro, Juwita menceritakan, warung Ecco yang didirikannya sudah mulai buka pada 15 Januari 2008 lalu. Awalnya, ia ingin membuka sebuah usaha dan sempat bingung terjun di bidang apa. Akhirnya pilihannya tertuju di bisnis kuliner, yang diyakininya cukup menjanjikan. Terlebih hal ini didukung dengan kesukaannya dengan urusan dapur. Hobi kecilnya itu terus berlanjut saat dia menjadi mahasiswi di Universitas Islam Industri Yogyakarta. Seringnya berwisata kuliner sejak dulu juga menjadi reefrensi tersendiri bagi Juwita untuk mengembangkan usahanya ini. Kecintaannya di dunia kuliner memang tak tanggung-tanggung. Sebelum membuka warung Ecco, Juwita memulai usaha dengan membuka jasa kathering di Perhutani. Jadi ia tidak membuka warung sendiri, melainkan hanya sesuai pesanan saja. Setelah cukup
H
lama berbisnis kathering, mulailah muncul niatan untuk membuka usaha warung sendiri. “Saya berpikir kenapa tidak membuka warung saja,” katanya. Karena ingin total di bisnis kuliner, ia pun mulai menimbangnimbang mana lokasi yang tepat. Maka dipilihlah lokasi yang dekat dengan perkantoran. Hasilnya, warung Ecco tak pernah sepi pembeli. “Karena biasanya mereka (pembeli) memilih yang dekat dan tidak perlu menunggu lama sehingga bisa ontime kerja,” imbuhnya. Cita rasa, kata dia merupakan hal utama dalam berbisnis kuliner. Ia pun mencoba mempertahankannya hingga sekarang. Rasa enak, akan membuat pembeli kangen untuk selalu datang dan datang lagi. Banyaknya varian menu juga menjadi pertimbangan pembeli untuk tetap menjadi pelanggan setia Warung Ecco. Keuletannya berbisnis
kuliner, membuatnya terbilang sukses. Di warungnya, ia mampu mempekerjakan 15 orang pekerja. Mereka disiapkan untuk memberi pelayanan terbaik kepada pembeli. Pembeli dapat mengambil menu sendiri sesuai selera. “Yang terpenting kita tetap mempertahakan rasa jangan sampai berubah,” tambahnya.
Mulai dari Nol Namun jangan keliru, kesuksesan itu bukan didapat dengan mudah. Ia mengawali benar-benar dari nol. Ia masih ingat bagaimana sulitnya saat merintis bisnis di sekitar perkantoran di Bojonegoro tersebut. Dengan sabar ia berusaha tetap menjalani hari demi hari dengan baik, dan tetap memberikan pelayanan, terutama cita rasa yang khas kepada pelanggan. Kini Warung Ecco memiliki menu a n dalan
kaki kambing tengkleng ala Ecco. Selain itu, disajikan pula berbagai macam menu lainnya. Kedepan, ia bercita-cita ingin mengembangkan sayap dan membuka cabang di beberapa daerah. Namun ia masih harus berpikir dua kali karena terbentur rasa khawatirnya, karena membuka cabang berarti warungnya tak selalu dikontrol olehnya secara langsung. “Kami masih perlu pemantapan pelayanan dulu,” tutur lulusan teknik industri ini. Selama ini diakuinya tak banyak kendala yang ditemui. Banyaknya warung makan yang mulai bermunculan juga tidak membuatnya khawatir. Sebab, dengan cita rasa dan pelayanan yang maksimal akan mampu mempertahankan pelanggan setia. Apalagi, bisnis kuliner sudah menjadi darah bagi dirinya. Ia begitu asyik memegang kendali bisnis ini. “Asyiknya berbisnis kuliner itu Menyenangkan bisa mengembangkan hobi masak,” katanya.[*]
blokBojonegoro/Riska Irdiyana
IKLAN TEMPRINA