MENUJU PELAYANAN PRIMA ASURANSI SYARIAH
A. Konsep Asuransi Syariah 1. Pengertian Asuransi Secara Umum Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung dan geassureede bagi tertanggung.1 Dalam pasal 1774 KUH perdata, pertanggungan atau asuransi termasuk dalam kategori perjanjian untung-untungan, yang mana disebutkan bahwa: “suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung-ruginya baik bagi semua pihak maupun sementara pihak bergantung kepada kejadian yang belum tentu.2 Kemudian definisi asuransi terdapat dalam KUHD yaitu pada bab kesembilan tentang asuransi atau pertanggungan pasal 246 yang berbunyi: “ asuransi atau pertanggunan adalah suatu perjanjian (timbal balik) dengan dimana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
1
Ali Yafie. Asuransi dalam Pandangan Syariat Islam: Menggagas fiqh sosial. (Bandung: Mizan, 1994) hlm. 205-206 2 Abdul Ghofur Anshori. Asuransi Syariah di Indonesia: Regulasi dan Operasionalisasinya di dalam Kerangka Hukum Positif di Indonesia. (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008) hlm. 2
1
2
kehilangan
keuntungan
yang
diharapkan
yang
mungkin
akan
dideritanya karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker voral).3 Secara baku definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang berbunyi bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau, tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.4 Dengan demikian, bahwa definisi dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1992 lebih luas dibandingkan dengan definisi dari KUHD yang melingkupi asuransi kerugian dan asuransi jiwa, sedangkan KUHD hanya mencakup asuransi kerugian. Hal ini merupakan dasar dari konsep asuransi konvensional yang menekankan pada pengalihan risiko (transfer of risk) antara penanggung dengan tertanggung.
3
HMN. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 6 (Jakarta: Djambatan, 1986) hlm. 1
3
2. Pengertian Asuransi Syariah Pada dsarnya konsep asuransi syariah secara operasional tidak berbeda jauh dengan syarat dan risiko yang ada pada asuransi konvensional. Hanya yang membedakan pada akad dan landasan hukum serta teknis pelaksanaanya, pada asuransi konvensional menekankan pada pengalihan risiko (risk transfering) sedang asuransi syariah berdasarkan pembagian risiko (risk sharing) dan prinsip tolongmenolong (ta’awuniyah). Dalam bahasa Arab asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa yang dikutip Muhammad Syakir Sula dalam buku Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sisrem Operasional, makna asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya asuransi adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya atau dalam aktifitas ekonominya. Sedangkan menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
4
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.5
B. Dasar Hukum Asuransi Syariah Dasar hukum dari asuransi syariah terbagi menjadi dua, yakni landasan secara syariah dan landasan hukum positif. a. Landasan Syariah a. Dalam Alqur’an surat Al-Hasyr ayat 18
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Hasyr:18) Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa melakukan persiapan untuk menghadapi hari esok. Karena, sebagian dari kita dalam kaitan ini berusaha (berikhtiar) untuk menabung atau berasuransi. b. Sunnah Nabi Muhammad SAW “Kedudukan persaudaraan yang beriman satu dengan yang lainnya ibarat satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh sakit, maka akan dirasakan sakitnya oleh seluruh anggota tubuh lainnya.” (H.R Bukhari dan Muslim)
5
Muhammad Syakir Sula. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sisrem Operasional. (Jakarta: Gema Insani, 2004),
5
c. Ijtihad Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilakukan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab. Beliau berkata: “ orang-orang yang namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka”. Umarlah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar secara profesional per wilayah dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban. b. Landasan Hukum Positif a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor Fatwa
Tentang
53/DSN-MUI/III/2006
Tabbaru’ pada Asuransi Syariah
52/DSN-MUI/III/2006 52/DSN-MUI/III/2006 51/DSN-MUI/III/2006 21/DSN-MUI/X/2001
Wakalah Bil Ujrah Mudharabah Musytarakah Asuransi Mudharabah Musytarakah Pedoman Umum Asuransi Syariah
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK 135/PMK.05/2005
158/PMK.010/2008
Tentang Usaha dan Kelembagaan Asuransi dan Perusahaan
Perizinan Perusahaan Reasuransi Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
6
c. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan Nomor Keputusan
Tentang
Kep.4499/LK/2000
Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi
dan
Perusahaan
Reasuransi Syariah
C. Landasan Operasional Asuransi Syariah di indonesia Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk kepada peraturan usaha perasuransian secara umum (konvensional). Dan baru ada peraturan yang secara tegas menjalankan asusransi syariah pada surat keputusan direktur jenderal lembaga keuangan No.Kep.449/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah. Sebagai antisipasi dari tersebut di atas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan dewan syariah nasional (DSN) Secara umum penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Asuransi syariah (ta’amin, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabbaru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. b. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), masyir (perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat.
7
c. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial d. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata tujuan komersial e. Polis adalah kontrak penutupan (bukti tertulis) asuransi antara tertanggung menerima
dengan sejumlah
menanggulangi
penanggung uang
kerugian
dimana
premi yang
penanggung
mengikatkan timbul
atas
dengan
diri
untuk
objek
yang
dipertanggungkan sesuai yang tercantum dalam polis asuransi. Dalam kontrak disebutkan dengan jelas mengenai hal-hal yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak, hak masing-masing pihak, sanksi atas pelanggaran perjanjian.6 f. Premi asuransi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Pembayaran premi dilakukan ketika polis dikeluarkan oleh penanggung. Umumnya penanggung belum mau mengeluarkan polis sebelum premi dibayar lunas (kecuali ada kesepakatan mengenai pembayaran premi cicilan). Sedangkan pengembalian premi dari penanggung kepada tertanggung karena perjanjian gugur sebelum terjadi klaim. g. Klaim asuransi adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 6
Veitzhal Rival, et al. Bank and Financial Institution Management Conventional and Syari’ah System (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) hlm. 1021
8
Keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari peserta yang dikemn prinsip mudharabah (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.
D. Konsep kualitas Pelayanan 1. Definisi kualitas Jasa7 Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaianya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof yang dikutip Nasution dalam buku Manajemen Jasa Terpadu: Total Service Management , kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.
7
Nasution. Manajemen Jasa Terpadu: Total Service Management. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004) hlm. 47-48 Farida Jafar. Manajemen Jasa: Pendekatan Terpadu. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal. 55-56
9
Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa. Menurut
Gonroos
yang
dikutip
Nasution
dalam
buku
Manajemen Jasa Terpadu: Total Service Management kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: a. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman yang dikutip Nasution dalam buku Manajemen Jasa Terpadu: Total Service Management. Techincal quality dapat diperinci lagi menjadi tiga, yaitu : 1) Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan yang membeli. Misalnya: harga. 2) Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Misalnya: ketepatan waktu, kecepatan pelayanan dan kerapian hasil. 3) Credence quality, yaitu hal yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. b. Functional quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. c. Corporate image, yaitu profit, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
10
Berdasarkan komponen di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa output jasa dan cara penyampaiannya merupakan faktor-faktor yang dipergunakan dalam menilai kualitas jasa. Dalam
jasa/layanan
memiliki
empat
karakteristik
yang
membedakannya dari barang. Keempat karakteistik tersebut yaitu:8 a. Intangibility Sifat jasa tak berwujud (service intangible), artinya jasa tidak bisa dilihat, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Misalnya, orang yang akan menjalani bedah plastik tidak dapat melihat hasilnya sebelum membeli, dan penumpang pesawat terbang tidak mempunyai apapun kecuali tiket dan jam untuk diterbangkan dengan selamat ketujuan mereka. b. Heterogenity/variability Selain keluarannya intangibles, keluaran jasa juga bervariasi (heterogen) sehingga jasa sulit distandarisasikan. Sebab utama dari kesulitan ini adalah karena meski untuk suatu jasa yang sama, setiap individu atau konsumen ingin dipenuhi keinginannya dengan cara yang berbeda-beda, sejak sebelum maupun selama jasa yang diinginkan konsumen itu diproses. c. Inseparability Barang fisik diproduksi kemudian disimpan, selanjutnya dijual dan baru nantinya dikomsumsi. Sebaliknya, jasa dijual dulu,
8
Fandy Tjiptono. Service Management. (Yogyakarta: Andi Offset, 2008) hal. 15
11
kemudian diproduksi dan dikomsumsi bersamaan. Umumnya jasa dihasilkan dan dikomsumsi secara bersamaan. Jasa insparibility berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan dan penyediaannya, entah itu penyediaaannya manusia atau mesin. Bila karyawan jasa menyediakan jasa karyawan, maka karyawan adalah bagian dari jasa. Karena pelanggan
juga hadir yang juga merupakan sifat
khusus dari jasa. Baik penyedia jasa maupun pelanggan mempengaruhi hasil jasa tadi. d. Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. 2. Dimensi Kualitas Jasa Parasuraman, Zeithaml dan Berry yang dikutip Nasution dalam buku Manajemen Jasa Terpadu: Total Service Management
, yang
melakukan penelitian khusus pada beberapa perusahaan jenis jasa berhasil mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menetukan kualitas jasa. Yaitu:9 a. Reliability, mencakup dua hal pokok yakni konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya (Dependability). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Selain itu, berarti perusahaan terrsebut memenuhi janjinya. Misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal. 9
Nasution. Manajemen Jasa Terpadu: Total Service Management. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004) hlm. 55-57
12
b. Responsiveness, yaitu kemampuan atau persiapan para karyawan untuk memberitahu jasa yang dibutuhkan pelanggan. c. Competence, artinya setiap orang dalam perusahaan memiliki ketrampilan
dan
pengetahuan
yang
dibutuhkan
agar
dapat
memberikan jasa tertentu. d. Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah dihubungi dan lain-lain. e. Courtesy, meliputi sikap sopan-santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki contact personel, seperti: resepsionis, operator telepon dan lain-lain. f. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat dipahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. g. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibiltas mencakup nama dan reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact personel dan interaksi dengan pelanggan. h. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan finansial dan kerahasiaan. i. Understanding/Knowing
The
memahami kebutuhan pelanggan.
Customer,
yaitu
usaha
untuk
13
j. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik dari jasa. Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1988, Berry dan Parasuraman menemukan bahwa dari sepuluh dimensi kualitas dapat dirangkum menjadi lima dimensi pokok. Kelima dimensi pokok tersebut meliputi: a. Bukti
langsung
(Tangibles),
meliputi
fasilitass
fisik,
perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. b. Kehandalan
(Reliability),
yakni
kemampuan
memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Jaminan (Assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. e. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. 3. Pelayanan Yang Unggul (Service Excellent) Dalam menentukan kualitas jasa setiap perusahaan memerlukan Service Excellent. Yang dimaksud dengan service excellent atau pelayanan yang unggul yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Secara garis besar ada empat
14
unsur pokok dalam konsep kualitas, yaitu: kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi sehingga pelayanan atau jasa akan menjadi excellent (unggul). Pada prinsipnya, ada tiga kunci dalam memberikan pelayanan pelanggan yang unggul. Yaitu: a. Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan termasuk di dalamnya tipe-tipe pelanggan yang loyal. b. Pengembangan database yang lebih akurat dari pesaing yang mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan. c. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka strategis. 4. Persepsi Kualitas Jasa Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia pihak jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan stimuli
kedalam
suatu
gambaran
dunia
yang berarti
dengan
menyeluruh.10 Persepsi adalah proses yang dilalui orang dalam
10
Schiffman, G. Leon, Lazer Leslie. Perilaku Konsumen. (Jakarta: Indeks, 2004) hlm. 137
15
memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia.11 5. Harapan Pelanggan Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan, telah tercapai konsesus bahwa harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover yang dikutip Nasution dalam buku Manajemen Jasa Terpadu: Total Service Management harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Meskipun demikian, dalam beberapa hal belum tercapai kesepakatan mengenai sifat standar harapan yang spesifik, jumlah standar yang dipergunakan, maupun sumber harapan. Zeithaml
mengemukakan
model
konseptual
mengenai
harapan
pelanggan terhadap jasa. a. Enduring Service Intensifiers Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai jasa. Seorang pelanggan akan mengharapkan ia seharusnya juga dilayani dengan baik sebagaimana pelayanan yang diberikan pada pelanggan lainnya. 11
hlm. 102
Simamora, Bilson. Panduan Riset Perilaku Konsumen. (Jakarta: PT. Gramedia, 2007)
16
Selain itu, pelayanan yang benar akan menentukan harapannya pada suatu jasa. b. Personal Need Kebutuhan kesejahteraanya
mendasar sangat
yang
dirasakan
menentukan
seseorang
harapannya.
bagi
Kebutuhan
tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis. Gabungan antara enduring service intensifiers dengan personal need akan menentukan desired service. c. Transitory Service Intensifiers Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara yang meningkatkan sensivitas pelanggan terhadap jasa yang meliputi hal berikut: 1) Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin penyedia jasa dapat membantunya. Misalnya: jasa asuransi mobil pada saat terjadi kecelakaan mobil. 2) Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik-buruknya jasa tersebut. d. Perceived Service Alternatives Merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika pelanggan memiliki beberapa alternatif maka harapannya terhadap suatu jasa makin besar.
17
e. Self-Perceived Service Role Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Apabila pelanggan terlibat dalam proses penyampaian jasa dan jasa yang terjadi ternyata tidak begitu baik maka pelanggan tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada pihak penyedia jasa. Oleh karena itu, persepsi tentang tingkat keterlibatannya akan mempengaruhi tingkat jasa yang bersedia diterimanya. f. Situational Factors Faktor situasional terdiri dari segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa yang berada di luar kendali penyedia jasa. g. Explicit Service Promises Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal maupun non-personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut. h. Implisit Service Promises Faktor ini menyangkut petunjuk suatu jasa yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran suatu jasa meliputi harga dan alat-alat pendukung lainnya.
18
i. Word of mouth Merupakan pernyataan (secara personal maupun nonpersonal) yang disampaikan oleh orang lain kepada pelanggan. j. Past experience Pengalaman masa lalu meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah dietrimanya di masa lampau. Harapan pelanggan ini berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan makin banyaknya informasi yang diterima serta semakin banyaknya pengalaman pelanggan.12 6. Dimensi Servqual Pengukuran kualitas pelayana dalam model servqual didasarkan pada skala multi-item yang durancang untuk mengukur ekspektasi dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas layanan (reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik). Kelima dimensi tersebut dijabarkan kedalam masingmasing 22 atribut rinci untuk variabel ekspektasi dan variabel persepsi, yang disusun dalam pernyataan-pernyataan berdasarkan skala likert.13 Metode servqual adalah metode yang sering digunakan mengukur kualitas pelayanan. Dalam metode servqual ada sepuluh faktor utama atau dimensi serqual yang menentukan kualitas pelayanan yang kemudian diringkas menjadi lima dimensi servqual yakni: Tangibles,
12
M. Nur Nasution. Manajemen Jasa Terpadu: total service management. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004) hal. 51-53 13 Fandy Tjiptono. Service Management: Mewujudkan Layanan Prima (Yogyakarta: Andi Offset, 2008) hlm. 120
19
Reliability, Responsivenees, Assurance dan Empathy. Jenis-jenis harapan konsumen untuk jasa ada empat, yaitu:14 a. Konsumen yang selalu berpikir ekonomis Konsumen
jenis
ini
mengharapkan
untuk
senantiasa
memaksimumkan manfaat atau nilai yang diperolehnya dari waktu, upaya dan uang yang telah dikorbankan atau dikeluarkannya untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan atau dibutuhkannya. b. Konsumen yang etis Jenis konsumen ini merasa bahwa kerjasama dengan kelompok atau perusahaan tertentu adalah merupakan kewajiban moral. c. Konsumen yang membutuhkan pelayanan personal Konsumen jenis ini menghendaki kemanjaan (gratification) personal, seperti pengakuan dan perlindungan dari jasa yang dialaminya. d. Konsumen kenyamanan Konsumen jenis ini tidak tertarik untuk shopping jasa, sebaliknya kenyamanan adalah resep rahasia untuk menarik perhatian mereka. Dimensi-dimensi tersebut harus diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dengan
14
Yazid. Pemasaran Jasa: Konsep dan Implementasi. (Yogyakarta: EKONOSIA, 2008) hlm. 55-56
20
pelanggan karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Kesenjangan-kesenjangan tersebut adalah:15 a. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataanya, pihak manajemen perusahaan tidak selalu merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana jasa seharusnya didesain dan jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. b. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang dipahami oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa karena tiga faktor, yaitu: tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya atau kelebihan permintaan. c. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini. Misalnya, karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampui batas, kurang/tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. d. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklim dan pernyataan atau janji
15
Fandy Tjiptono. Service Management: Mewujudkan Layanan Prima. (Yogyakarta: ANDI Offset, 2008)
21
yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dipenuhi. e. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
22
Gambar 2. 1 Model Konseptual Servqual
Komunikasi dari mulut ke mulut
Kebutuhan pribadi
Pengalaman masa lalu
Jasa yang diharapkan Gap 5 Jasa yang dipersepsikan Konsumen Pasar
Penyampaian jasa (termasuk sebelum dan sesudah kontak) Gap 3
Gap 1 Penerjemahan persepsi menjadi spesifikasi kualitas jasa Gap 2 Persepsi manajemen mengenai harapan konsumen Sumber: Tony wijaya, Manajemen Kualitas Jasa. hal. 73
Gap 4
Komunikasi eksternal ke pelanggan
23
E. Kepuasan Pelangggan 1. Definisi Pelangggan Pelanggan adalah semua orang yang menuntut pada perusahaan untuk memenuhi standar kualitas tertentu dan karena itu akan memberikan pengaruh pada kinerja perusahaan. Manajemen perusahaan L.L.Bean Freepot, Maine yang dikutip Tony Wijaya dalam buku Manajemen Kualitas Jasa memberikan beberapa definisi tentang pelanggan, yaitu: a. Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung pada perusahaan, akan tetapi perrusahaan yang bergantung kepada pelanggan. b. Pelanggan adalah orang yang membawa perusahaan kepada keinginannya. Pada dasarnya dikenal tiga macam pelanggan dalam kualitas modern, yaitu: a. Pelanggan internal (internal customer). Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada kinerja (perfomance) pekerjaan atau perusahaan. b. Pelanggan antara. Pelanggan antara adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk. c. Pelanggan eksternal. Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata.
24
Pelanggan eksternal merupakan orang yang membayar untuk menggunakan produk yang dihasilkan.16 2. Definisi Kepuasan Pelanggan Menurut Richard Oliver yang dikutip Tony Wijaya dalam buku Manajemen Kualitas Jasa, kepuasan adalah tanggapan pelanggan atasa terpenuhinya kebutuhan. Hal itu berarti penilaian bahwa bentuk keistemewaan tertentu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tertentu. Tingkat kenyamanan juga mencakup pemenuhan kebutuhan yang dibawah harapan atau pemenuhan kebutuhan yang melebihi harapan pelanggan.17 Menurut
Kotler
dalam
bukunya
Manajemen
pemasaran
kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandibandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibanding harapannya.18 Day dan Wilton yang dikutip Tony Wijaya dalam buku Manajemen
Kualitas
Jasa
menyatakan
bahwa
kepuasan
atau
ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskormasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Engel mengungkapkan bahwa kepuasan 16
Tony Wijaya. Manajemen Kualitas Jasa: dimensi servqual, QFD dan Kano. (Jakarta: PT. Indeks, 2011) hal. 69-70 17 Ibid., hlm.153 18 Philip kotler. Manajemen Pemasaran. (Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2005), hlm. 70
25
pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.
Sedangkan menurut
Kotler menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setlah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.19 Konsep kepuasan pelanggan dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Konsep Kepuasan Pelanggan
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Produk Harapan pelanggan terhadap Produk Nilai Produk Bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Sumber: Tjiptono dalam Tony wijaya, hal. 153.
19
Ibid., hlm.153
26
3. Metode pengukuran kepuasan pelanggan Kotler yang dikutip Tony Wijaya dalam buku Manajemen Kualitas Jasa mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut:20 a. Sistem keluhan dan saran Setiap orang yang berorientasi pada pelanggan (customeroriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan. Dalam sistem ini, media yang digunakan dapat berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, saluran telepon bebas pulsa, website dan lain sebagainya. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini beersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan atau pendapat. b. Ghost shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (gost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai calon pelanggan atau pembeli produk perusahaan dan pesaing. Kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan
20
Tony Wijaya. Manajemen Kualitas Jasa: dimensi servqual, QFD dan Kano. (Jakarta: PT. Indeks, 2011) hal. 70-71
27
dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman dalam pembelian produk-produk tersebut. c. Lost customer Analysis Metode ini dilakukan dengan cara menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami kenapa hal itu terjadi dan agar dapat
mengambil
kebijakan
perbaikan/penyempurnaan
selanjutnya. d. Survei kepuasan pelanggan Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik (feedback) secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatiaanya terhadap para pelanggannya.