Edisi XXXI/2017
mengawal perubahan
laporan khusus
laporan utama
ragam kinerja
Menjajaki ERM Kemenkeu
Menjaga Mutu Pengelolaan Kinerja
20 Inisiatif Baru RBTK Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
1
editorial
laporan utama
Pengelolaan Risiko untuk Kinerja yang Lebih Baik TEKS:
Menjaga Mutu Pengelolaan Kinerja
Suci Putri Ayu
TEKS:
Agus Dwiatmoko, Moch. Asep Kurniawan
redaksi MEMASUKI tahun 2017, siklus manajamen kinerja dan risiko diawali dengan penandatanganan Kontrak Kinerja seluruh pegawai dan Piagam Manajemen Risiko pada setial level Unit Pemilik Risiko (UPR) pada bulan Januari. Proses penyusunan Kontrak Kinerja dan Piagam Manajemen Risiko telah diselaraskan dengan 20 inisiatif baru program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan. Harapannya, inisiatif yang dirumuskan pada akhir tahun 2016 dalam forum Leaders’ offsite Meeting (LoM) oleh para pimpinan unit eselon I bersama Menteri Keuangan, ini dapat dimonitor pencapaiannya baik melalui proses manajemen kinerja maupun risiko. Memasuki tahun kesembilan penerapan manajemen kinerja, untuk meningkatkan kualitas penerapannya terus dilakukan Quality Assurance (QA) melalui survei Strategy Focused Organization (SFO) dan reviu pengelolaan kinerja. Melihat hasil QA dari tahun ke tahun, penerapan manajemen kinerja di Kemenkeu semakin baik. Hal ini tercermin dari nilai survei Strategy Focused Organization (SFO) dan reviu pengelolaan kinerja tahun 2016 yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kinerja dan risiko merupakan dua hal yang saling berkaitan. Dalam pencapaian kinerja, perlu dikelola risiko-risiko yang akan berpengaruh dalam pencapaian kinerja. Pada tahun 2016, pengelolaan risiko memasuki babak baru dengan adanya penerapan Enterprise Risk Management (ERM). Dengan penerapan ERM, manajemen risiko dilaksanakan secara terkoordinasi melibatkan seluruh tingkatan organisasi dan dapat menjangkau berbagai jenis risiko, wilayah, dan proses bisnis organisasi. Implementasi manajemen risiko yang lebih komprehensif dan integratif diharapkan dapat mendukung pencapaian kinerja dari level operasional sampai dengan level Kementerian. Penerapan ERM yang merupakan sistem baru pada Kemenkeu, merupakan suatu tantangan tersendiri. Begitu juga penyelarasan dengan proses manajemen secara keseluruhan. Hal ini yang perlu kita hadapi bersama oleh seluruh pegawai dan jajaran pimpinan di lingkungan Kemenkeu. Proses manajemen yang terintegarasi, diharapkan tidak hanya sebatas dokumen administratif, namun dapat melekat pada budaya organisasi yang secara tidak langsung akan mendukung kinerja Kemenkeu yang lebih baik.
FOTO:
Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Redaktur Herry Hernawan, Muhammad Firdaus Rumbia, Dianita Suliastuti, Suci Putri Ayu, Susmianti, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor R. Aji Setiantoko, Agus Dwiatmoko, Hening Indreswari, Azharuddin, Misnilawaty Sidabutar, Abdul Muta’alii, Mei Chrissye Darliyanti, Rizki Pramita Sari, Galuh Chandra Wibowo Kontributor Tetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Wardah Adina, Resha Aditya Pratama, Langgeng Wahyu Pamungkas Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 9 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6252 Fax. 021 3852146 Website: www.kemenkeu.go.id/emagazine Email:
[email protected];
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/ mengedit setiap tulisan yang dimuat. Bagi tulisan/artikel yang dimuat, akan diberikan souvenir menarik.
2
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
Dok. KPPN Kupang
Diterbitkan Oleh: Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
ORGANISASI produktif dalam perspektif manajemen strategis merupakan organisasi yang fokus pada strategi dan memiliki kinerja tinggi untuk mengimplementasikan strateginya dengan baik. Proses formulasi strategi dan implementasi atas strategi hendaknya juga dapat dijalankan secara seimbang dan harmonis. Penyelarasan antara formulasi dan implementasi strategi dapat menggunakan prinsip Strategy Focused Organization (SFO) berbasis Balanced Scorecard (BSC) yang dikenalkan oleh Kaplan dan Norton sebagai salah satu instrumen strategy execution yang dikenal luas. Agar strategi yang ditetapkan dapat dijalankan lebih efektif, implementasi pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai bagian strategy execution dituntut berkualitas dan tidak sekadar formalitas. Karenanya, Kemenkeu sejak tahun 2012 melakukan survei implementasi prinsip Strategy Focused Organization (Survei SFO) dan reviu pengelolaan kinerja sebagai wujud quality assurance. Survei SFO Survei SFO dilaksanakan untuk mengukur implementasi prinsip SFO pada Kemenkeu dan unit Eselon I di lingkungan Kemenkeu. Metodologi Survei SFO mengacu pada teori Kaplan dan Norton dalam buku “The Strategy Focused Organization”. Dalam buku ini, suatu organisasi dapat
berhasil mencapai tujuannya dengan cara fokus pada strategi dan mengimplementasikan seluruh prinsip SFO. Survei SFO mengukur implementasi 5 prinsip SFO, yaitu: (i) prinsip 1, menggerakkan perubahan dari tingkat kepemimpinan yang menilai komitmen dan keterlibatan pimpinan dalam implementasi pengelolaan kinerja, (ii) prinsip 2, menerjemahkan strategi ke dalam terminologi operasional yang mengukur penerjemahan strategi menjadi kebijakan yang mudah dipahami oleh pegawai dan dapat berjalan secara efektif, (iii) prinsip 3, menyelaraskan organisasi dengan strategi yang mengukur organisasi dalam memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien, (iv) prinsip 4, cara memotivasi sehingga strategi adalah pekerjaan setiap individu yang mengukur penyelarasan pencapaian strategi yang dihubungkan dengan peran setiap pegawai, dan (v) prinsip 5, kendali untuk membuat strategi sebagai proses berkelanjutan yang mengukur pemantauan proses pelaksanaan perencanaan, penganggaran, pembangunan SDM dan IT.
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
3
laporan utama
Pengumpulan data pada survei SFO dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. Sejak tahun 2014, kuesioner SFO Kemenkeu mengadopsi dan mengembangkan kuesioner yang dibuat oleh The Palladium Group, sebagai konsultan global yang berfokus pada strategy execution berbasis BSC. Survei SFO sejak tahun 2012 hingga tahun 2015 mengambil responden secara sampling pada unit tertentu. Sejak tahun 2016, kuesioner survei SFO disebar kepada seluruh populasi pegawai Kemenkeu dan diisi secara online. Untuk memperoleh informasi lebih lanjut dan mendalam, dilakukan wawancara kepada pejabat/pegawai tertentu serta pejabat/pegawai yang membidangi pengelolaan kinerja dan telah bekerja minimal 1 tahun. Level implementasi SFO mengacu pada pendapat Mangels dan Waldeck (2005) yang membagi kriteria level implementasi SFO dalam 5 tingkatan yang disebut Level of Excellence. Nilai 5 - We are “best practice” at this, 4 – We are good at this, 3 – We are okay at this, 2 – We are not good at this, dan 1 – We are awful at this. Hasil survei SFO tahun 2016 merefleksikan level implementasi prinsip SFO Kemenkeu sebesar 3,74 (skala 1 s.d. 5) yang berarti sudah berjalan cukup baik (We are okay at this). Nilai implementasi prinsip SFO Kemenkeu mengalami peningkatan dari tahun 2015 yang mencapai nilai 3,35 (We are okay at this). Semua nilai implementasi prinsip SFO Kemenkeu cukup baik (We are okay at this). Reviu Pengelolaan Kinerja Reviu Pengelolaan Kinerja,
4
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
laporan khusus
sebagaimana Survei SFO, juga telah dilaksanakan sejak tahun 2012. Reviu Pengelolaan Kinerja dilakukan dengan melakukan assessment terhadap dokumen pengelolaan kinerja yang terkait dengan proses dan output pada setiap aspek penilaian. Penilaian mencakup 6 aspek pengelolaan kinerja. Aspek pertama, perencanaan strategi, mengukur proses pembahasan resource forum, kelengkapan dokumen perencanaan strategis, dan dokumen pengelolaan kinerja seperti kontrak kinerja, manual IKU, dan inisiatif strategis. Aspek kedua, proses cascading dan alignment, mengukur kesesuaian cascading dan alignment dengan tusi serta distribusi IKU dan targetnya. Aspek ketiga, perencanaan kegiatan dalam rangka mendukung pencapaian strategi, mengukur perencanaan kegiatan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis/inisiatif strategis (SS/IS), dokumen/matriks kegiatan, serta kelengkapan dokumennya. Aspek keempat, eksekusi strategi, mengukur ketersediaan laporan progres pelaksanaan kegiatan yang mendukung pencapaian SS/IS, kesesuaian antara pelaksanaan dengan rencana, dan internalisasi pengelolaan kinerja. Aspek kelima, monitoring dan evaluasi, mengukur ketersediaan dan kesesuaian laporan capaian kinerja, pelaksanaan pembahasan capaian kinerja, ketepatan waktu pelaporan capaian kinerja, pelaksanaan reviu Kontrak Kinerja oleh Pengelola Kinerja, validasi nilai Kualitas Kontrak Kinerja (K3), dan kelengkapan dokumen pendukung capaian kinerja. Aspek keenam, tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi, mengukur realisasi pelaksanaan kegiatan hasil rapat monitoring dan evaluasi
Hasil survei SFO tahun 2016 merefleksikan level implementasi prinsip SFO Kemenkeu sebesar 3,74 (skala 1 s.d. 5) yang berarti sudah berjalan cukup baik (We are okay at this).
Menjajaki ERM Kemenkeu TEKS:
MANAJEMEN risiko bukan hal yang baru di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Institusi pengelola fiskal ini sudah menerapkannya sejak 8 tahun silam, dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 191/PMK.09/2008 tentang Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan. Pada awal implementasinya, penerapan dan pengembangan manajemen risiko baru dilaksanakan pada level unit eselon II sebagai unit yang memiliki risiko untuk selanjutnya disebut Unit Pemilik Risiko (UPR). Dalam perkembangannya, penerapan manajemen risiko menuntut perlunya penyelarasan yang lebih komprehensif dan
Azharuddin, Susmianti
integratif mulai dari level kementerian, unit eselon I, hingga unit operasional dalam kerangka Enterprise Risk Management (ERM). Dengan penerapan ERM, manajemen risiko dilaksanakan secara terkoordinasi melibatkan seluruh tingkatan organisasi dan dapat menjangkau berbagai jenis risiko, wilayah, dan proses bisnis organisasi. Menjawab tantangan tersebut, pada tahun 2016 telah ditetapkan PMK nomor 12/PMK.09/2016 sebagaimana terakhir diubah dengan PMK nomor 171/ PMK.01/2016 (171/2016) tentang
Manajemen Risiko di Lingkungan Kemenkeu. Beberapa substansi yang disempurnakan dalam PMK 171/2016 di antaranya yaitu perluasan ruang lingkup UPR hingga eselon III unit vertikal; struktur pengelola risiko; serta amanah untuk melakukan penyelarasan antara manajemen risiko dengan manajemen kinerja. Selanjutnya, dalam rangka pelaksanaan manajemen risiko, telah ditetapkan KMK nomor 845/ KMK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Kemenkeu, yang mengatur lebih rinci proses FOTO:
R. Aji Setiantoko
serta kelengkapan dokumentasinya. Data reviu berasal dari unit kerja yang ditetapkan sebagai sampel. Pada tahun 2016, sampel reviu adalah sebanyak 26 unit kerja tersebar pada 11 unit eselon I, meliputi 12 unit eselon II di Kantor Pusat, 4 Kantor Wilayah, dan 10 Kantor Pelayanan/unit setara eselon III. Level implementasi Pengelolaan Kinerja dikategorikan dalam 5 tingkatan yaitu nilai 90 ≤ X ≤ 100 berarti “Kami mengelola kinerja dengan sangat baik”, nilai 80 ≤ X < 90 berarti “Kami mengelola kinerja dengan baik”, nilai 70 ≤ X < 80 berarti “Kami mengelola kinerja dengan cukup baik”, nilai 50 ≤ X < 70 berarti “Kami mengelola kinerja dengan kurang baik”, dan nilai < 50 berarti “Kami mengelola kinerja dengan tidak baik”. Hasil Reviu pengelolaan kinerja level Kementerian Keuangan mencapai nilai 84, yang berarti “Kami telah mengelola kinerja dengan baik”. Nilai hasil reviu pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan ini, meningkat dibandingkan dengan nilai hasil reviu tahun 2015 sebesar 80,15.
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
5
laporan khusus
manajemen risiko. Salah satu kebijakan yang diatur dalam KMK tersebut adalah standardisasi untuk seluruh UPR yang meliputi kategori risiko, kriteria risiko, selera risiko, penjelasan mengenai Indikator Risiko Utama (IRU), serta mekanisme monitoring dan evaluasi. Proses manajemen risiko terdiri atas tahapan sebagai berikut: komunikasi dan konsultasi; penetapan konteks; penilaian risiko yang meliputi identifikasi risiko, analisis risiko, dan evaluasi risiko; penanganan risiko; serta pemantauan dan reviu. Seluruh tahapan tersebut diterapkan dalam suatu siklus berkelanjutan dan mempunyai periode penerapan selama 1 (satu) tahun. Pelaksanaan proses manajemen risiko selanjutnya dituangkan dalam Piagam Manajemen Risiko. Piagam tersebut merupakan pernyataan pemilik Risiko dalam melaksanakan manajemen risiko yang dilampiri dengan Formulir Konteks Manajemen Risiko, Formulir Profil dan Peta Risiko, dan Formulir Penanganan Risiko. Sejalan dengan penerapan ERM di Kemenkeu, proses penilaian risiko terlebih dahulu dilakukan pada level kementerian. Selanjutnya, UPR di bawahnya melakukan penilaian risiko berdasarkan sasaran satrategis pada UPR tersebut dan risiko UPR di atasnya yang relevan dengan tugas dan fungsi UPR yang bersangkutan (top-down). Penilaian risiko juga dapat dilakukan berdasarkan input dari konsep Profil Risiko UPR pada level di bawahnya (bottom-up). UPR dapat mengusulkan agar suatu risiko dinaikkan menjadi risiko pada UPR yang lebih tinggi apabila risiko tersebut memerlukan koordinasi antar UPR selevel dan/atau risiko tersebut tidak dapat ditangani oleh UPR tersebut. Dengan demikian, Profil Risiko pada suatu UPR lebih komprehensif karena mencakup risiko yang diturunkan dari level di atas dan bawahnya. Tahapan identifikasi risiko ini dituangkan pada Formulir Profil dan Peta Risiko. Untuk menjamin kualitas pelaksanaan manajemen risiko, dilakukan beberapa kegiatan yaitu pemantauan, reviu, dan audit manajemen kinerja. Pemantauan dilakukan secara triwulanan yaitu pada bulan April, Juli, Oktober, dan Januari pada tahun berikutnya bersamaan dengan monitoring dan evaluasi capaian kinerja. Pemantauan triwulanan dilakukan untuk memantau pelaksanaan rencana aksi penanganan risiko, analisis status IRU, serta tren perubahan besaran/level risiko. Reviu manajemen risiko terdiri dari reviu implementasi manajemen risiko dan reviu Tingkat Kematangan Penerapan Manajemen Risiko (TKPMR). Reviu implementasi manajemen risiko bertujuan melihat
6
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
profil
kesesuaian pelaksanaan dan output seluruh proses manajemen risiko dengan ketentuan yang berlaku. Reviu ini dilaksanakan oleh UKI dan/atau pengelola risiko sesuai kewenangannya. Sedangkan reviu TKPMR dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal yang bertujuan untuk menilai kualitas penerapan manajemen risiko yang dapat dilakukan pada seluruh tingkatan unit, yaitu kementerian, unit eselon I, unit eselon II, dan unit eselon III. Selain proses pemantauan dan reviu, langkah selanjutnya yang tidak kalah penting yaitu audit manajemen risiko. Audit dilakukan oleh Inspektorat Jenderal sebagai auditor internal Kementerian Keuangan. Audit meliputi kepatuhan terhadap ketentuan manajemen risiko dan meninjau efektivitas serta kesesuaian perlakuan risiko yang ada.
Penerapan manajemen risiko juga harus menyatu dalam budaya organisasi dan disesuaikan dengan proses bisnis organisasi. Tantangan ke depan yang harus diperhatikan adalah pengintegrasian keseluruhan proses manajemen risiko dengan proses manajemen secara keseluruhan, khususnya manajemen kinerja dan sistem pengendalian internal. Penerapan manajemen risiko juga harus menyatu dalam budaya organisasi dan disesuaikan dengan proses bisnis organisasi. Harapannya, implementasi manajemen risiko tidak hanya sebatas pada penyiapan dokumen administratif atau penyempurnaan peraturan yang ada layaknya ‘memperindah wajah’, tetapi juga dapat diimplementasikan secara lebih optimal sehingga benar-benar mendukung pencapaian visi dan misi organisasi secara efektif dan efisien.
MANAJER KINERJA SEKRETARIAT JENDERAL:
Berikan yang Terbaik dalam Bekerja TEKS:
Mei Chrissye Darliyanti, Suci Putri Ayu
KESAN yang muncul saat pertama kali bertemu dengan sosok wanita berhijab rapi ini adalah well organized person, tegas dan keibuan. Ibu Titin, begitu sapaan akrab wanita dengan nama lengkap Titin Krisniati yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Dukungan Program dan Kegiatan (DPK) Sekretariat Jenderal (Setjen), mempersilahkan tim buletin kinerja masuk ke ruangan kerjanya. Begitu memasuki ruangan kerja Bagian DPK Setjen yang terletak di Lantai Mezanine Gedung Djuanda 1 ini, banyak perubahan yang dirasakan mulai dari perubahan letak tata ruang hingga pemasangan wallpaper baru yang membuat atmosfer ruangan lebih mendukung kenyamanan bekerja. Sambil tersenyum, wanita kelahiran Jogja 44 tahun yang lalu ini pun mengiyakan, bahwa hal pertama yang dilakukan pada saat menjabat Kabag DPK adalah merombak total ruang kerja. Baginya, ruang kerja yang tertata rapi dan nyaman akan membuat suasana kerja lebih kondusif. Pemilihan Kabag DPK Setjen sebagai profil pada buletin kinerja kali ini dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan nilai reviu kinerja dan survei Strategy Focused Organization (SFO) Setjen tahun 2016 (Reviu 90,17; SFO 3,91) yang cukup signifikan dibandingkan dengan nilai tahun 2015 (Reviu 73,74; SFO 2,69). Di tengah kesibukannya di penghujung tahun di pagi hari itu, wanita yang mengawali karirnya di Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan (Organta) Setjen 19 tahun yang lalu ini, berbagi cerita mengenai kesan dan pengalamannya sebagai Manajer Kinerja Setjen sejak Februari 2016 lalu. Delapan belas tahun berada di “zona nyaman” dimulai dari pelaksana hingga terakhir menjabat sebagai Kepala Bagian Organisasi II, bukan merupakan waktu yang singkat. Telah terbiasa dan mapan dengan pekerjaan serta lingkungan kerja di Biro Organta, awal tahun 2016 merupakan titik balik bagi wanita lulusan fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ini, dimana dirinya diberi amanat baru untuk memimpin bagian DPK, Biro Umum. Hal ini
merupakan tantangan baginya, untuk keluar dari lingkungan cukup lama dikenalnya, dan masuk ke dalam lingkungan baru, sekaligus langsung memimpin dan in-charge terhadap lingkungan dimaksud. Pengalaman Berkesan sebagai Manajer Kinerja Setjen Saat dahulu menjadi user, pernah tercetus dalam benak wanita lulusan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada ini, mengapa pengelola kinerja selalu rutin meminta data capaian, mengapa tidak pada akhir periode saja. Namun, sekarang setelah menjadi manajer kinerja, pertanyaan tersebut terjawab sudah, bahwa ternyata setiap unit butuh person in charge (pic) yang bekerja khusus mengelola kinerja unit, dan peran pengelola kinerja bukan hanya semata meminta data capaian, namun utamanya adalah melakukan monitoring serta evaluasi atas setiap upaya pencapaian kinerja organisasi
“Kalau bekerja jangan biasa-biasa saja, kita harus memberikan yang terbaik, dedikasi itu penting.” —Titin Krisniati sebagaimana telah didokumentasikan dalam kontrak kinerja masing-masing pimpinan. Menurut Master Manajemen dari Universitas Krisnadwipayana Jakarta ini, pengelolaan kinerja Setjen di masa awal dirinya menjabat masih perlu banyak pembenahan, dari mulai administrasi dokumen yang belum tertata rapi, sampai dengan pelaksanaan
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
7
profil
dialog kinerja organisasi yang belum tersistem dengan baik dan hanya dilakukan sebagai penuntas kewajiban triwulanan semata. Apalagi pengelolaan kinerja Setjen dulunya hanya dilaksanakan oleh satu subbagian yang juga mengelola pekerjaan lain yang bermacammacam, sehingga kurang dapat beroperasi dengan maksimal. Di akhir tahun 2015, dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 234 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Bagian DPK pada Februari 2016, telah didukung dengan struktur yang baru dan cukup memadai. Dimana Bagian DPK terdiri dari Subbagian Tata Laksana, Subbagian Manajemen Kinerja Organisasi, Subbagian Manajemen Risiko dan Kepatuhan Internal, dan Subbagian Tata Usaha Sekretaris Jenderal, hal ini membuat dirinya lebih optimis dan fokus dalam menjalankan setiap penugasan. Terlebih lagi, Bapak Sekretaris Jenderal memberikan target agar dapat meningkatkan nilai SFO Setjen (skala 1 s.d 5), dari angka 2,9 menjadi 4 di tahun 2016. Tantangan ini sempat membuat pressure tersendiri, bagi penyuka kuliner ikan bakar ini, namun seiring berjalannya waktu dirinya akhirnya dapat menyesuaikan diri. Bersama dengan tim kerjanya yang solid di DPK Setjen, tugas demi tugas diselesaikannya dengan baik dan profesional. “Setiap tantangan harus dihadapi dan segala upaya harus terus dilakukan, selalu berikan yang terbaik dari diri kita”, pungkasnya sembari tersenyum. Upaya Peningkatan Pengelolaan Kinerja Setjen
8
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
profil
Sejak dilantik menjadi Kabag DPK Setjen, wanita dengan senyum menawan ini menyadari perlunya dukungan berbagai pihak, khususnya yang selama ini merintis dan mengelola kinerja di Sekretariat Jenderal. Untuk itu, berbagai upaya telah dilakukan, dari mulai melakukan sosialisasi terkait pembenahan pengelolaan kinerja kepada para pejabat eselon II dan eselon III di lingkungan Sekretariat Jenderal, mewajibkan sosialisasi pelaksanaan SFO kepada setiap eselon II dalam rangka meningkatkan awareness pegawai dan mencapai target jumlah responden, hingga mengubah pola komunikasi dengan setiap Sub Manajer Kinerja Organisasi (SMKO) dengan selalu menjaga komunikasi yang intens. Terkait pengembangan kapasitas SMKO sendiri sebenarnya cukup dimudahkan dengan adanya diklat khusus pengelolaan kinerja, dimana menurutnya hal ini bisa dimaksimalkan oleh para SMKO Setjen. Namun ternyata dengan pola mutasi Setjen yang dinamis, dimana para pengelola kinerja dapat sewaktu-waktu berubah, hal ini dirasakan belum cukup. Untuk itu dirinya mempunyai agenda khusus dalam rangka meningkatkan kapasitas, dan team building para SMKO Setjen, yaitu dengan melaksanakan FGD dan knowledge sharing terkait pengelolaan kinerja. Selain itu kepada SMKO Setjen dengan kinerja terbaik juga diberikan apresiasi dan penghargaan. Demikian pula halnya dengan kesiapan pegawai bagian DPK dalam menghadapi rapat triwulanan kinerja, tidak bosan dirinya menegaskan kepada para pegawainya
untuk menyiapkan bahan rapat jauh hari sebelumnya, dan setelah rapat berlangsung tidak selesai begitu saja, ada laporan yang harus dikerjakan, tegasnya. Bukti rekaman dan notulensi harus terdokumentasi dengan baik, dimana dengan begitu para pihak yang hadir well informed. Peserta rapat yang akan hadir juga didata sebelumnya, harus dipastikan ada perwakilan yang datang dari tiap pihak yang diundang. Nampak sepele sepertinya, tapi menurutnya hal-hal seperti inilah yang seharusnya dibangun dan dibiasakan. Harapan terhadap Pengelolaan Kinerja Kemenkeu Saat ini para SMKO Setjen umumnya dijabat oleh para Kasubbag Tata Usaha, dimana fungsi yang diembannya sudah terlalu beragam, idealnya pengelolaan kinerja dilaksanakan oleh struktur khusus sehingga dapat fokus bekerja, ujarnya. Tingkat ekspertise para SMKO di Setjen sendiri berbeda-beda, dimana dari hasil reviu SMO Pusat, pengelolaan kinerja Biro Organta dan Pusintek memperoleh nilai yang cukup baik, namun menurutnya mungkin tidak demikian dengan Biro atau Pusat yang lainnya. Untuk itu, dirinya mendorong agar reviu pengelolaan kinerja dilakukan kepada semua Biro atau Pusat yang ada di Setjen, sehingga para SMKO dapat mendengar dan melihat langsung hasil reviu dari Pengelola Kinerja Pusat akan kelebihan atau kekurangan pengelolaan kinerja yang dilakukannya. Selain itu, kerjasama dari semua pihak, khususnya SMKO Setjen amat diperlukan, dirinya berpesan kepada SMKO Setjen agar tidak
pekerjaannya, membuatnya selalu berusaha memberikan perhatiannya kepada keluarga, khususnya kepada puterinya yang tengah beranjak remaja. Hal ini dilakukannya dengan meluangkan waktu dengan mengajak mereka berdiskusi dan mencurahkan hatinya. Pernah sekali waktu dirinya melakukan dinas ke luar kota, ia membawa puterinya ikut serta, agar sorenya setelah bekerja mereka memiliki kesempatan untuk mom and daughter time. Sabtu dan Minggu merupakan waktu bersama keluarga, ujarnya, untuk itu ia selalu mengusahakan agar hari tersebut dikhususkan untuk dihabiskan bersama keluarga.
Titin Krisniati FOTO: Yogha Apriantoro
perlu khawatir jika DPK Setjen meminta data capaian kinerja unit. Karena setiap data capaian itu akan dimuat sebagai progress dalam Laporan Capaian Kinerja Setjen dan merupakan bukti bahwa unit tersebut telah berkinerja dengan baik. Terkait pengintegrasian pengelolaan kinerja dan risiko, harapannya kedepan ada sosialisasi yang lebih intens, menyusul telah ditetapkannya PMK dan KMK baru tentang Manajemen Risiko di lingkungan Kementerian Keuangan. Selain itu, menurutnya perlu pula dipersiapkan program
pengembangan kapasitas pegawai terkait manajemen risiko, baik dalam bentuk workshop maupun diklat khusus. Berbagi Waktu antara Pekerjaan dan Keluarga Selama bekerja dan berkarir sebagai seorang pegawai negeri sipil, wanita yang pernah belajar menari di Sanggar Tari Bagong Kussudiardja ini menyadari pentingnya keseimbangan dalam bekerja dan berbagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Upaya menjalin kedekatan dengan pegawai di DPK Setjen kerap dilakoninya dengan mengajak mereka ke tempat karaoke untuk bernyanyi dan sedikit merilekskan kembali otot yang kaku sehabis bekerja. Mempunyai suami yang selalu mendukung pekerjaan dan kedua putri yang mengerti kondisi
Motto Hidup dalam Memotivasi dalam Bekerja Dengan load pekerjaan yang cukup banyak, kadang ada pekerjaan yang belum terselesaikan di kantor, pernah akhirnya sampai terbawa mimpi. Namun, setelah mengikuti diklat Stress Management, dirinya menyimpulkan bahwa hal itu adalah tanda stress, oleh karenanya pekerjaan yang memang harus diselesaikan hari itu sebisa mungkin diselesaikan hingga akhir, ungkapnya. Beruntung, dirinya didukung oleh para pegawai bagian DPK Setjen yang mengerti dan siap untuk lembur apabila diperlukan. Lebih lanjut dirinya berpesan, “mencari tahu setiap kekurangan di masa lalu perlu pula dilakukan agar ke depannya kita dapat memperbaikinya dan memberikan yang terbaik di masa sekarang.” “Yang penting bagi saya adalah kalau bekerja jangan biasa-biasa saja, kita harus memberikan yang terbaik, dedikasi itu penting”, nasihatnya sembari tersenyum dan memberi semangat kepada tim buletin kinerja.
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
9
Bonus
Bonus
Kalender Pengelolaan Kinerja dan Risiko Tahun 2017 JA N UA R I SEN
SEL
F E B R UA R I RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
SEN
SEL
MARET RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
1
2
3
4
5
1
SEN
SEL
APRIL RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
1
2
3
4
5
SEN
SEL
RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
1
2
2
3
4
5
6
7
8
6
7
8
9
10
11
12
6
7
8
9
10
11
12
3
4
5
6
7
8
9
9
10
11
12
13
14
15
13
14
15
16
17
18
19
13
14
15
16
17
18
19
10
11
12
13
14
15
16
22
23
24
25
26
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
16
17
18
19
20
21
22
20
21
23
24
25
26
27
28
29
27
28
30
31
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
14 Wafat Isa Almasih
1 Tahun Baru 2017 Masehi
24 Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW
28 Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939
2 Cuti Bersama Tahun Baru 2017 Masehi 28 Tahun Baru Imlek 2568 Kongzili
bonus Buletin Kinerja edisi XXXI/2017
MEI
JUNI
SEN
SEL
RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
1
2
3
4
5
6
7
SEN
AGUSTUS
JULI SEL
RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
1
2
3
4
SEN
SEL
RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
1
2
SEN
SEL
RAB
KAM
JUM
SAB
MIN
1
2
3
4
5
6
8
9
10
11
12
13
14
5
6
7
8
9
10
11
3
4
5
6
7
8
9
7
8
9
10
11
12
13
15
16
17
18
19
20
21
12
13
14
15
16
17
18
10
11
12
13
14
15
16
14
15
16
17
18
19
20
22
23
24
25
26
27
28
24
25
25
26
27
29
30
31
JUM
SAB
MIN
1
2
3
8
9
10
19
20
21
22
23
26
27
28
29
30
1 Hari Lahir Pancasila
11 Hari Raya Waisak 2561
25-26 Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah
25 Kenaikan Isa Almasih
27-30 Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah
SEPTEMBER
OKTOBER
SEL
RAB
KAM
4
5
6
7
JUM
SAB
MIN
1
2
3
8
9
10
18
19
20
21
22
23
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
28
29
30
31
31
1 Hari Buruh Internasional
SEN
17 24
17 Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
DESEMBER
N OV E M B E R
SEN
SEL
RAB
KAM
JUM
SAB
2
3
4
5
6
7
MIN
SEN
SEL
6
7
1 8
JUM
SAB
MIN
RAB
KAM
1
2
3
4
5
8
9
10
11
12
SEN
SEL
RAB
KAM
4
5
6
7
11
12
13
14
15
16
17
9
10
11
12
13
14
15
13
14
15
16
17
18
19
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
16
17
18
19
20
21
22
20
21
22
23
24
25
26
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
23
24
25
26
27
28
29
27
28
29
30
25
26
27
28
29
30
31
30
31
1 Hari Raya Idul Adha 1438 Hijriah
1 Maulid Nabi Muhammad SAW
21 Tahun Baru Islam 1439 Hijriah
25 Hari Raya Natal 26 Cuti Bersama Hari Raya Natal
10
Dialog Kinerja Organisasi (DKO)
Periode I Pelaksanaan Dialog Kinerja Individu (DKI)
Periode Penilaian Perilaku Semester I
Monev Pelaksanaan Renaksi DKO
Periode II Pelaksanaan Dialog Kinerja Individu (DKI)
Periode Penilaian Perilaku Semester II
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
Batas Waktu Penandatanganan Kontrak Kinerja dan Penetapan Piagam Manajemen Risiko oleh Pemilik Risiko
Batas Penyampaian NKO dari MKO Unit Eselon I kepada MKOP
Batas Pengajuan Usulan adendum Kontrak Kinerja dan Usulan Perubahan Manual IKU
Batas Waktu Penyampaian SK Penetapan NKP Pimpinan Unit Eselon I oleh MKP kepada MKPP
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
11
lensa peristiwa
lensa peristiwa
Exit Meeting Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, LAKIN dan WBK/ WBBM Kemenkeu Tahun 2016, Jakarta, 24 November 2016. FOTO: Abdul Muta’ali
Forses Refinement KemenkeuWide-One Tahun 2017, Jakarta, 12 Januari 2017. FOTO: Anas Nur Huda
Dialog Kinerja Organisasi Kemenkeu-Wide-One Triwulan III Tahun 2016, Jakarta, 4 November 2016. FOTO: Dok. Biro KLI
12
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
13
ragam kinerja
ragam kinerja
Melihat Proses Penyusunan Inisiatif Baru Program RBTK TEKS:
PADA Senin sore, 19 September 2016, seperti biasanya rapat Dewan Pengarah (steering committee/steerco) Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) dihadiri Menteri dan Wakil Menteri Keuangan, Sekretaris Jenderal dan seluruh Pimpinan Unit Eselon I, serta Staf Ahli Menteri Keuangan.
Sekretaris Jenderal selaku ketua tim pengelola RBTK membuka rapat, dan menyampaikan tujuan rapat steerco. Selanjutnya, Staf Ahli Menkeu Bidang OBTI selaku Ketua Pelaksana Harian (Kalakhar) TRBTKP/CTO-Central Transformation Office menyampaikan overview dan capaian program TK, serta menyampaikan ringkasan perubahan manual implementasi termasuk persetujuan penambahan inisiatif baru program TK. Menkeu berharap para pimpinan di Kemenkeu khususnya para eselon I memikirkan masalah terobosan, dan hal-hal yang berkaitan dengan rutinitas didelegasikan kepada bawahannya (eselon II). Ibu yang pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia ini akan fokus untuk mendorong terobosan
Rapat Komite Pengarah CTO (19 Sep ’16)
14
nasional, outcome, dan akuntabilitas. Untuk itu ke-87 inisiatif program TK diserahkan kepada Eselon I untuk dimonitor dan dimasukkan dalam kegiatan rutin. “I want terobosan, I want outcome, I want accountability”, tegas beliau. Beranjak dari arahan Menkeu tersebut, CTO segera menyampaikan arahan tersebut dengan berkoordinasi dengan Project Management Office (PMO) di masingmasing unit eselon I. Dari kriteria yang ditetapkan CTO, 32 konsep inisiatif baru diusulkan oleh PMO. Bersama para Staf Ahli Menkeu, CTO dan PMO menyaring 32 konsep inisiatif menjadi 23 inisiatif berdasarkan kriteria: - Berdampak langsung pada pencapaian strategic outcomes melalui optimalisasi peran Kemenkeu; - Merupakan terobosan nasional dan memerlukan perhatian khusus Menteri Keuangan; - Memerlukan sinergi antar unit eselon I atau K/L (Connecting the dots). Berbekal dari 23 inisiatif ini, CTO melaksanakan Open Forum Transformasi Kelembagaan dengan
Usulan dan Pembahasan IS RBTK dari UE I ke CTO (7- 21 Okt’16)
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
I Made Edi Juliana, Change Management Analyst I, CTO
One on One CTO dg SAhli & PMO tiap Tema (24-25 Okt’16)
tema “Validasi Inisiatif Strategis Reformasi Birokrasi”. Lebih dari 200 Pejabat/pegawai Kemenkeu terlibat dalam kegiatan yang dilakukan pada 31 Oktober – 2 November 2016. Untuk mendapat masukan yang komprehensif dari berbagai pihak, open forum juga dihadiri oleh stakeholder eksternal seperti dari BI dan OJK. Satu per satu konsep inisiatif dibahas. Dalam satu sesi, dibahas enam inisiatif dalam enam kelompok (spot) yang berbeda. Dalam setiap spot terdapat pejabat yang berperan sebagai fasilitator yang memimpin jalannya diskusi, co-fasilitator sebagai pembantu fasilitator, beberapa pejabat/pegawai sebagai resource person (biasanya yang menguasai materi), beberapa pejabat/pegawai sebagai kontributor yang terlibat/pekerjaannya bersinggungan dengan inisiatif yang dibahas, serta seorang notulis. Melanjutkan hasil open forum, CTO bersama staf ahli Menkeu terus berkoordinasi untuk melakukan kalibrasi dan validasi atas 23 konsep inisiatif baru RBTK. IS Baru RBTK diharapkan mampu mendorong
Kalibrasi IS Prog. TK melalui Open Forum dan koordinasi lanjutan (31 Okt25 Nov ‘16)
Rapim Kemenkeu Membahas IS Baru RBTK (2-3 Des ‘16)
pencapaian strategic outcomes Kementerian Keuangan, terutama terkait terjaganya kesinambungan fiskal melalui pendapatan negara yang optimal, belanja negara yang efisien dan pengelolaan keuangan negara yang akuntabel, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi CTO atas usulan unit eselon I dan para Staf Ahli Menteri Keuangan, terdapat 20 inisiatif pada 4 tema: penerimaan, perbendaharaan, penganggaran dan sentral yang diusulkan kepada Menteri Keuangan untuk menjadi konsep IS Baru Program RBTK. Pada tahap finalisasi, Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan
dan seluruh pimpinan unit eselon I melakukan pembahasan konsep inisiatif melalui Leaders’ Offsite Meeting (LOM). Selain membahas konsep inisiatif, Menteri Keuangan juga memutuskan arah kebijakan transformasi organisasi Kementerian Keuangan.
Keputusan Leaders’ Offsite Meeting (LOM) yang dilaksanakan pada bulan Desember 2016
Inisiatif #1 terkait budaya merupakan jiwa transformasi, dibalut oleh tiga inisiatif lain pada tema Sentral (#2-#4). Keempat inisiatif Tema Sentral ini menggerakkan tiga tema tematik inisiatif di luarnya. Inisiatif-inisiatif dalam setiap tema (inisiatif #5 - #20) diharapkan menghasilkan outcome tematik: pendapatan negara yang optimal, pengelolaan keuangan negara yang accountable, dan belanja negara yang efektif dan efisien. Keseluruhan IS Baru Program RBTK akan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan.
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
15
klinik kinerja
rujukan
Terminologi dalam Manajemen Risiko Kemenkeu TEKS:
1. Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang berdampak negatif terhadap pencapaian sasaran organisasi. 2. Manajemen Risiko adalah budaya, proses, dan struktur yang diarahkan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian sasaran organisasi dengan mengelola Risiko pada tingkat yang dapat diterima. 3. Proses Manajemen Risiko adalah penerapan kebijakan, prosedur, dan praktik manajemen yang bersifat sistematis atas aktivitas komunikasi dan konsultasi, penetapan konteks, identifikasi Risiko, analisis Risiko, evaluasi Risiko, penanganan Risiko, serta pemantauan dan reviu. 4. Kategori Risiko adalah pengelompokan Risiko berdasarkan karateristik penyebab Risiko yang akan menggambarkan seluruh jenis Risiko yang terdapat pada organisasi. 5. Kriteria Risiko adalah parameter atau ukuran, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang digunakan untuk menentukan level kemungkinan terjadinya Risiko dan level dampak atas suatu Risiko. 6. Kriteria Dampak adalah ukuran besar kecilnya dampak yang dapat ditimbulkan dari akibat terjadinya suatu Risiko. 7. Kriteria Kemungkinan adalah ukuran besarnya peluang atau frekuensi suatu Risiko akan terjadi.
16
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
Abdul Muta’ali, Moch. Asep Kurniawan
8. Level Risiko adalah tingkatan Risiko yang terdiri atas lima tingkatan yang meliputi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. 9. Matriks Analisis Risiko adalah matriks yang menggambarkan kombinasi antara level dampak dan level kemungkinan serta memuat nilai besaran Risiko berdasarkan kombinasi unsur level dampak dan level kemungkinan. 10. Selera Risiko adalah Level Risiko yang secara umum dapat diterima oleh manajemen dalam rangka mencapai sasaran organisasi. 11. Unit Pemilik Risiko yang selanjutnya disingkat UPR adalah unit organisasi pemilik peta strategi yang bertanggung jawab melaksanakan Manajemen Risiko. 12. Penetapan konteks dapat dilakukan dengan tahapan menentukan ruang lingkup dan periode penerapan manajemen misiko, menetapkan sasaran organisasi, menetapkan struktur Unit Pemilik Risiko (UPR), mengidentifikasi stakeholder mengidentifikasi peraturan perundang-undangan yang terkait, menetapkan kategori risiko, dan menetapkan kriteria risiko. 13. Penilaian Risiko meliputi identifikasi Risiko, analisis Risiko, dan evaluasi Risiko. 14. Identifikasi Risiko dapat dilakukan dengan tahapan
identifikasi risiko dan rencana penanganan risiko dari UPR di atasnya yang relevan dengan tugas dan fungsi UPR yang bersangkutan (top-down), identifikasi risiko berdasarkan sasaran UPR yang bersangkutan, dan identifikasi risiko berdasarkan input dari konsep profil Risiko UPR di level di bawahnya (bottom-up). 15. Analisis Risiko dapat dilakukan dengan tahapan Menginventarisasi sistem pengendalian internal yang telah dilaksanakan, mengestimasi level kemungkinan risiko, mengestimasi level dampak risiko, menentukan besaran risiko dan level risiko, dan menyusun peta Risiko. 16. Evaluasi Risiko dapat dilakukan dengan tahapan menyusun prioritas risiko berdasarkan besaran, menentukan risiko utama, dan menetapkan IRU. 17. Indikator Risiko Utama (IRU) adalah suatu ukuran yang dapat memberikan informasi sebagai sinyal awal tentang adanya peningkatan besaran risiko pada setiap risiko utama. 18. Penanganan Risiko memilih opsi penanganan risiko yang akan dijalankan dan menyusun rencana aksi penanganan risiko. 19. Pemantauan dan Reviu dapat dilakukan dalam bentuk pemantauan berkelanjutan (ongoing monitoring), pemantauan berkala, reviu, dan audit manajemen risiko.
Konteks dalam Manajemen Risiko PROSES manajemen risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam manajemen suatu organisasi yang mapan. Proses tersebut meliputi komunikasi dan konsultasi, menentukan konteks, penilaian risiko, penanganan risiko, serta monitoring dan reviu. Penetapan konteks manajemen risiko penting dilakukan oleh organisasi pada awal proses manajemen risiko. Konteks manajemen risiko merupakan panduan dalam pelaksanaan tahapan manajemen risiko selanjutnya. Sebelum memulai identifikasi risiko, organisasi harus memahami tujuan organisasi, faktor internal maupun eksternal organisasi, konteks proses manajemen risiko, serta kriteria risiko. Tujuannya adalah agar dapat ditetapkan batasan penerapan manajemen risiko dan sumber-sumber ketidakpastian yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan ISO 31000, risiko didefinisikan sebagai ketidakpastian yang berdampak pada pencapaian sasaran organisasi. Oleh karenanya, hal pertama yang harus dilakukan organisasi adalah memahami tujuannya terlebih dahulu dan dijadikan sebagai sasaran organisasi. Identifikasi risiko tentunya tidak mungkin dilakukan secara tepat apabila organisasi tidak paham dengan tujuannya. Tujuan yang ingin dicapai organisasi tersebut ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategisnya. Langkah berikutnya adalah
TEKS:
Misnilawaty Sidabutar, Rachmad Arijanto
menentukan parameter eksternal dan internal organisasi yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan risiko. Dari sisi eksternal, organisasi harus mengidentifikasi para pemangku kepentingan dan memahami harapan mereka yang menjadi fokus perhatian organisasi. Selain itu, juga perlu dilakukan identifikasi kondisi ekonomi, politik, hukum dan sosial termasuk peraturan perundang-undangan terkait yang dapat mempengaruhi organisasi. Kondisi internal juga harus menjadi perhatian, karena sangat mempengaruhi bagaimana cara organisasi mengelola risikonya. Kondisi internal meliputi budaya organisasi, sasaran dan strategi untuk mencapainya, sumber daya organisasi, dan sistem yang digunakan oleh organisasi. Hal ketiga yang perlu dilakukan organisasi adalah membangun konteks proses penerapan manajemen risiko yang disesuaikan dengan kekhasan organisasi tersebut. Organisasi harus menetapkan tujuan penerapan manajemen risiko, pihak yang bertanggung jawab atas proses ini, dan ruang lingkup penerapan manajemen risiko. Selain itu, organisasi perlu menetapkan metode penerapan proses manajemen risiko seperti metode penilaian risiko dan evaluasi manajemen risiko. Tahapan selanjutnya adalah membangun kriteria risiko yang digunakan untuk menilai risiko seluruh level organisasi. Oleh karena itu, kritera risiko harus ditetapkan pada awal periode
proses manajemen risiko dan dapat direviu selama berjalannya proses. Kriteria risiko seharusnya merefleksikan budaya, tujuan dan sumber daya yang dimiliki organisasi. Penetapan kriteria risiko meliputi tipe penyebab dan dampak yang dapat terjadi dan cara mengukurnya, penentuan tingkat kemungkinan, kerangka waktu penilaian kemungkinan dan konsekuensi, penentuan level risiko, dan penentuan level risiko yang dapat diterima. Konteks manajemen risiko harus dinyatakan dalam suatu dokumen penetapan konteks sehingga dapat digunakan dalam tahapan proses manajemen risiko selanjutnya dan direviu. Dokumen ini mencakup sasaran organisasi, kondisi internal dan eksternal organisasi, konteks proses penerapan manajemen risiko dan kriteria risiko. Semua langkah penetapan konteks tersebut tentunya harus dilakukan melalui proses komunikasi dan konsultasi baik kepada internal maupun eksternal organisasi. Hal ini merupakan urat nadi dalam seluruh proses manajemen risiko sehingga harus dilakukan pada setiap tahapan proses. Dengan komunikasi dan konsultasi yang baik, kita berharap muncul ownership yang kuat dari seluruh pihak terkait, sehingga pengelolaan risiko tidak hanya merupakan tanggung jawab satu atau dua pihak tertentu, tapi merupakan urusan semua pihak dalam organisasi.
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
17
kata mereka
kata mereka
Implementasi ERM
Budi Prasetiyo Kepala Seksi Pemantauan Risiko, Direktorat PPS DJBC
“MANAJEMEN Risiko telah lama diterapkan di lingkungan DJBC melalui penggunaan profil risiko dalam pelayanan impor barang menjadi jalur merah atau hijau. Manajemen Risiko merupakan tools yang penting dalam menjalankan proses bisnis DJBC, sehingga dibentuk Pengelola Risiko dalam struktur organisasi setingkat eselon III di Kantor Pusat DJBC. Penerapannya menjadi lebih berkembang seiring dengan adanya peraturan tentang penerapan Manajemen Risiko di lingkungan Kemenkeu sampai dengan peraturan terakhir yaitu PMK-171 dan KMK-845 tahun 2016. Namun demikian, sebagaian besar pegawai masih memandang Manajemen Risiko sebagai beban administrasi. Kondisi ini merupakan tantangan terbesar mengingat Pengelola Risiko harus dapat menggambarkan peran serta unsur di dalam pencapaian sasaran DJBC secara optimal. Selain itu, bertambahnya jumlah Unit Pemilik Risiko (UPR) juga menjadi tantangan tersendiri. Penerapan ERM di Kementerian Keuangan berkembang secara dinamis menuju arah yang lebih baik. Namun, tugas Pengelola Risiko tidaklah berhenti sampai disana. Pengelola Risiko Kemenkeu telah berupaya membangun sinergi yang sangat baik dengan Pengelola Risiko unit eselon I dengan tujuan menumbuhkan ownership terkait Manajemen Risiko. Salah satu kunci sukses penerapan Manajemen Risiko adalah komitmen dari pimpinan, sehingga tujuan dan manfaat dari penerapan Manajemen Risiko dapat tercapai. Selain itu, saya mengharapkan adanya penerapan carrot and stick bagi para pihak yang menerapkan Manajemen Risiko.”
18
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
Ayu Prameswari Kasubbag Kepatuhan Internal I, Sekretariat DJPPR
“MANAJEMEN Risiko pada DJPPR telah diterapkan sejak awal tahun 2010 berdasarkan PMK 191 tahun 2008. Meskipun demikian, manajemen risiko telah digunakan dalam pengambilan keputusan melalui proses pembahasan risiko, pros and cons-nya, tantangan, kendala, bahkan dampak dari berbagai kemungkinan. Seperti kita ketahui, pengelolaan utang tidak pernah lepas dari berbagai risiko, mulai dari currency risk sampai refinancing risk. Bahkan DJPPR pernah memiliki Komite Risiko Pengelolaan Utang yang terdiri dari beberapa pejabat Eselon II yang bertugas memberikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal terkait pengelolaan utang negara. Meskipun demikian, pengelolaan manajemen risiko pada saat itu masih bersifat silo-silo, karena penerapannya yang terbatas pada masing-masing eselon II serta pembahasan pada level eselon I yang kurang optimal. Semestinya manajemen risiko bisa dilaksanakan sejalan dengan pengelolaan kinerja karena keduanya mendasarkan pada peta strategi yang sama. Dengan adanya penerapan Enterprise Risk Management (ERM) di Kementerian Keuangan, berarti akan ada mekanisme dimana risiko yang dihadapi akan dibicarakan secara terbuka, bahkan pada level para pimpinan yang memiliki helicopter view, sehingga tidak lagi dikelola secara silo. Hal ini semestinya bisa menambah banyak masukan sehingga pengelolaan risiko menjadi lebih baik dan terpadu. Keselarasan dengan program atau kebijakan strategis Kemenkeu serta pengelolaan kinerja akan lebih terjaga. Dengan adanya ERM, diharapkan proses pencapaian tujuan dan sasaran-sasaran Kemenkeu secara keseluruhan dapat dikawal dengan baik.”
Nanang Prasetyo Ernawan Kepala Subbagian Manajemen Kinerja dan Risiko, Sekretariat Itjen
“SEBELUM penerapan PMK 171 dan KMK 845, pelaksanaan manajemen risiko masih dianggap sebagai formalitas sehingga dirasa belum memberi nilai tambah yang nyata bagi organisasi. Selain itu, manajemen risiko masih dirasakan sebagai beban adminsitrasi dan belum terintegrasi dengan sistem yang lain, seperti perencanaan strategis, penganggaran dan pengelolaan kinerja. Tantangan yang mendesak bagi Itjen adalah pemenuhan persyaratan pengelolaan risiko untuk mencapai IACM level 4 (saat ini level 3) dalam rangka menjaga reputasi Kemenkeu terutama dalam mewujudkan internal audit terbaik di Indonesia, dimana salah satu persyaratannya adalah asersi pimpinan organisasi dan stakeholders yang meyakini efektivitas pengelolaan risiko dalam mencapai tujuan organisasi. Secara
formal, dengan terbitnya PMK 171, tantangan ini akan dapat dijawab dengan baik dengan dukungan seluruh unit eselon I Kementerian Keuangan. Namun demikian, tantangan utamanya bukanlah sekadar pengakuan pihak luar, tetapi bagaimana meyakinkan stakeholders internal Kemenkeu, dalam mengelola risiko organisasi atas nilai tambah proses manajemen risiko. Untuk menjawab tantangan tersebut, penguatan proses pemetaan risiko serta peningkatan kompetensi teknis tentang pelaksanaan tugas dan fungsi Kemenkeu perlu ditingkatkan. aPenetapan PMK tentang ERM diharapkan dapat membuat pelaksanaan manajemen risiko semakin kuat, menyeluruh, dan terhindar dari silo-silo antarunit. Pengalihan fungsi koordinator dari Itjen kepada Setjen, akan memperbaiki tata kelola manajemen risiko terutama menjaga independency Itjen dalam melakukan pengawasan atas penerapan manajemen risiko. Harapannya roadmap penguatan ERM tidak hanya ditekankan pada pembangunan/ pengembangan infrastruktur dan sistem, namun ditekankan pada area-area yang strategis sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas sehingga meningkatkan kepercayaan publik atas pengelolaan Keuangan Negara dalam menjaga kesehatan fiskal.”
selingan
Kuis Scan barcode di samping ini dan ikuti kuisnya paling lambat tanggal 5 April 2017, dapatkan souvenir menarik bagi 5 pemenang yang beruntung.
Jawaban Kuis Edisi XXX Tahun 2016 “Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur” Daftar Pemenang Kuis Buletin Kinerja Edisi XXX
1. 2. 3. 4.
Adina Winanda Putra, Pelaksana Pusdiklat Pajak, BPPK; Ali Akbar, Pelaksana KPPN Jakarta IV; Anna Qomariyah, Pelaksana Sekretariat DJP; Muchtar Nurwahidzain, Pelaksana Biro Umum, Setjen.
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017
19
Buletin Kinerja Edisi XXXI/2017 20Internet
FOTO: