Menjadi
Gereja Buat Semua 75 tahun gereja St. Antonius Kotabaru, Jogja Selama 75 th bangunan fisik gereja Antonius Kotabaru Jogja tak mengalami banyak perubahan. Kecuali di th 1983 mulai dibangun sayap gereja untuk memperbesar daya tampung umat. Tahun 1998 jendela sayap tersebut dibongkar dijadikan pintu-pintu lipat. Meskipun demikian, secara subtantial Gereja Antonius (GA) telah berkembang menjadi Gereja dalam arti yang sesungguhnya, yakni Umat Allah. GA kini telah banyak berubah. Perubahan-perubahan tersebut kadang begitu revolusioner, sehingga menimbulkan pro dan kontra bagi banyak orang sampai hari ini. Perubahan adalah ciri kehidupan Sampai tahun 1995, sebetulnya GA tak banyak berbeda dengan paroki lain di Jogja. Baru, sejak akhir th 1995, kebijakan-kebijakan baru pelan-pelan mulai dijalani bersama seluruh umat GA. Seiring dengan perubahan dan perkembangan tersebut, jumlah umat, lebihlebih umat muda, juga makin meluap. Menurut litbang GA, jumlah umat di hari Minggu dapat mencapai 10.000 umat, belum termasuk umat yang ekaristi dalam bahasa Inggris 1 Dan di mana pun, kapan pun, perubahan pasti menimbulkan reaksi pro dan kontra. Reaksi ini ada baik dalam interen GA maupun ekrteren GA. Apa dan bagaimana perubahan yang terjadi di GA tersebut? Uraian berikut adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana Gereja Antonius menjadi Gereja Buat Semua Umat. Bagaimana proses perubahan, pergulatan, dan perkembangan GA sampai hari ini. Semoga tulisan ini dapat menjadi kado kecil buat HUT Gereja Antonius yang ke-75, tanggal 26 September 2001 ini
1. Visi Gereja: Seperti Gereja atau paroki lain, di GA pun semula, umat dimengerti sebagai umat teritorial. Pandangan demikian terjadi karena orang memahami Gereja sebagai paroki teritorial. Di GA visi ini membawa konsekuensi bahwa umat lain, yang bukan berasal dari paroki Kotabaru adalah tamu-tamu terhormat. Tamu tersebut harus di-servis sedemikian rupa sehingga setia dan krasan hadir (baca: tetap memberi kolekte) di Kotabaru. Padahal menurut Konsili Vatikan II, Gereja adalah seluruh umat Allah, dari mana pun (paroki) asalnya. Yang boleh menjadi ukuran adalah kehadiran umat dalam perayaan ekaristi yang diadakan. Dengan kata lain, Gereja adalah umat bukan tempat. Berdasarkan visi Vatikan II inilah GA mengembangkan diri. 1
Lih. Litbang GA tgl. 20 Agustus 2000
2 Karena umat menjadi dasarnya, maka pertanyaannya ialah siapa umat GA yang sesungguhnya. Ternyata yang termasuk umat GA adalah (65% menurut penelitian 1982), 75% (menurut litbang GA)2 umat yang datang dari luar paroki dan 25% umat yang berasal dari teritorial (paroki) Kotabaru. Sebagian besar umatnya (70%) adalah orang muda.3 Bagaimana visi tersebut diwujudkan? Supaya segala perubahan dan perkembangan dapat dikerangkai dan dimaknai lebih dalam, maka umat membuat rumusan visi dan missi GA.4 Karena istilah paroki identik dengan umat teritorial, maka dengan sengaja GA mengenalkan istilah Gereja untuk mengganti istilah paroki. Umat sama sekali tidak diartikan sebagai umat lingkungan saja, melainkan setiap orang yang berhimpun dalam perayaan ekaristi di GA. Siapa pun mereka, dari (paroki) mana pun mereka, bahkan apa pun agama mereka, kalau mereka merayakan ekaristi di GA berarti mereka adalah umat GA. Sekarang ini sudah biasa orang Kristen, bahkan Muslim ikut ekaristi di GA. Mereka semua kita anggap dan kita perlakukan sebagai umat GA, yang punya kewajiban dan hak yang sama. Mereka semua diundang untuk terlibat penuh dalam ibadat maupun aneka kegiatan GA. Seiring dengan himbauan Keuskupan Agung Semarang untuk membentuk komunitas umat, maka di GA diberi suasana untuk tumbuh dan berkembangnya aneka komunitas umat, di samping komunitas umat lingkungan. Komunitas koor, sekarang ini ada 58 komunitas koor dari berbagai kelompok umat, tua dan muda, dari SD sampai PT, negeri maupun swasta, dari komunitas lingkungan maupun komunitas-komunitas lain di GA. Komunitas-komunitas tersebut siap mendukung perayaan liturgi di GA Setiap hari Minggu ada 7 x perayaan ekaristi di Kotabaru dan 3 x di Kapel Bintang Samodra dan Pantirapih. Kecuali itu masih ada 73 komunitas umat yang terbentuk berdasarkan niat, minat, atau kegiatan umat. Seperti misalnya: Kom. Pensiunan, kom. Pelaku Bisnis, komunitas Hana (peduli napza), kom EFC (English For Children: mahasiswa-siswi yang minat dan niat mengajari anak-anak kecil belajar bahasa Inggris), KMPY (siswa-siswi SMU pencinta Yogya), FRIENDS (mahasiswa-siswi psikologi yang siap menjadi friend buat remaja), Jogja Ensemble (umat yang minat bermain musik sesuai dengan bakatnya), 2535 (umat muda yang berusia antara 25-35 th dan sedang mencari jodoh), dll.
2. Visi Pemberdayaan Umat Konsili Vatikan II, KWI dan KA Semarang sudah sering mencanangkan perlunya pemberdayaan umat. GA mencoba untuk menanggapi dan mengembangkan visi pemberdayaan umat tersebut. Olah karena itu di th 1998, sebelum reformasi RI, GA telah mengadakan reformasi. Ecclesia semper reformanda (Gerja harus selalu diperbarui). GA mengumpulkan wakil-wakil representatif umat dan dewan untuk merembug bagaimana mengembangkan GA. Pengembangan visi ini dipacu oleh kenyataan adanya 2
Lih. Litbang GA tgl. 27 Agustus 2000 Lih. Litbang GA tgl. 3 September 2000 4 Visi dan Missi GA 1998 3
3 10.000 umat yang harus dilayani pastor. Umat tersebut, di hari Minggu dilayani melalui 3 (tiga) tempat ibadat: di gereja Kotabaru, di kapel milik para suster CB: Bintang Samodra dan Pantirapih. Di Kotabaru sendiri ada 3 x perayaan ekaristi harian (dulu malah 4x), dan 7x ekaristi di hari Sabtu Minggu. Karena tidak ada pastor pembantu yang fulltime, maka pastor kepala tak mungkin mampu melayani umat sebanyak itu . Karena itu kemudian dikembangkan visi bagaimana umat sendiri dapat melayani diri dan sesama umat yang lain. Umat diundang dan diajak untuk mau terlibat, dan bukan hanya melihat. Tetapi lebih dari itu, umat GA meyakini bahwa daya-daya yang dianugerahkan Tuhan pada setiap dan seluruh umat GA tentu jauh lebih besar daripada daya seorang pastor sehebat apa pun dia. Oleh karena itu, umat GA berjuang untuk mengembangkan dan mewujudkan visi pemberdayaan umat, demi kepentingan seluruh umat. Segala usaha dilakukan untuk memberi tempat dan kesempatan agar semakin banyak umat dapat terlibat. Prioritas utama tentu kaum muda yang berhimpun di GA. Siapa pun dan dari mana pun umatnya, harus dimungkinkan untuk terlibat di GA. Cita-citanya GA bisa menjadi Gereja Buat Semua. Bagaimana visi tersebut diwujudkan? Setiap saat GA menawarkan kemungkinan lahirnya komunitas-komunitas baru untuk umat. Komunitas ini boleh dibentuk oleh siapa pun, berdasarkan minat, niat, atau kegiatan ibadat maupun di masyarakat. Maksudnya adalah agar segala daya dimiliki umat dapat dikelola untuk mengembangkan iman umat dalam dan melalui komunitasnya. Kepanityaan dalam aneka kegiatan Gereja ditawarkan kepada umat secara terbuka. Siapa pun umatnya, boleh dan diundang untuk berari jadi panitya. Para pengurus Dewan malah dilarang menjadi ketua panitya, agar terjadi proses kaderasisasi dan keterlibatan umat. Sebab orang-orang dewan sudah punya tempat dan kesempatan formal untuk terlibat. Contoh spektakulernya Panitya Paska 2001 lalu. Kepanityaan tersebut seluruhnya diserahkan kepada kaum muda GA. Dan ternyata berhasil baik. Kecuali melibatkan sebanyak mungkin umat, GA juga mencari cara untuk memberdayakan umat, yang punya kharisma dan bakat istimewa dari Tuhan. Dari sini lahirlah operet Natal GA. Seluruhnya asli buatan GA sendiri. Pada th 1998 lalu mereka pentas di GA maupun di katedral Semarang. Pentas tersebut melibatkan lebih dari 128 orang muda, dari anak TK sampai yang sudah bekerja. Bahwa daya-daya luar biasa yang dimiliki umat itu bukan isapan jempol belaka adalah lahirnya lagu-lagu kreasi baru dari dan oleh umat muda GA. Lagu-lagu tersebut kini telah menyebar ke seluruh Indonesia, banhkan sampai luar negeri, melalui orang-orang muda dan pecinta orang muda. Buku kumpulan lagu tersebut kini sedang dalam proses pencetakan di Kanisius, diberi judul Kidung Ekaristi.
3. Visi Iman dan Agama Banyak orang tidak membedakan antara iman dan agama. Umat GA berusaha untuk mewujudkan cita-cita Konsili Vatikan II dalam hal iman dan agama. Dulu Gereja meyakini bahwa extra ecclesiam non salus est. Vatikan II mengajarkan extra ecclesiam salus est Itu artinya Gereja Vatikan II meyakini bahwa yang lebih penting dan utama
4 adalah iman bukan agama. Yang penting bukan bagaimana orang masuk agama Katolik, tetapi bagaimana Allah sungguh meraja dalam hati setiap insan, siapa pun, apa pun agamanya. Maka GA terus menerus berusaha menyebarluaskan visi kepada setiap umatnya. Dan umat berupaya untuk hidup sebagai orang beriman Katolik, lebih daripada beragama Katolik. Yang mesti diperjuangkan adalah bagaimana dapat membantu umat, untuk menemukan Tuhan dan berdoa padaNya. Konsekuensinya, kalau aturan agama tak membantu, tidak perlu dipertahankan. Yang lebih penting untuk diperhitungkan, diperhatikan adalah umat, bukan ibadatnya. Dalam hidup ini yang lebih penting bagaimana hidup dan berbuat sesuai kehendakNya, bukan taat pada aturan tertentu. Bagaimana visi tersebut diwujudkan? Aturan yang mengharuskan umat untuk pergi ke gereja ‘paroki’nya sendiri saja, tak diberlakukan di GA. Yang lebih penting ke gereja, mau ke gereja mana, silakan pilih mana yang membuatnya ketemu Tuhan. Apalagi, aturan tersebut kadang malah membebani umat dan tidak perlu. Misalnya untuk pergi gereja parokinya harus naik becak Rp 3000, 00 sekali jalan, sedang untuk pergi ke gereja ‘lain’ cukup naik bis kota Rp300,00. Padahal umat masih diharapkan untuk kolekte, parkir dll. Bukankah batasan paroki teritorial tak pernah memperhitungkan kemudahan umat pergi ke gereja? Konsepsi tentang paroki teritorial lebih cocok untuk daerah pedesaan, atau di daerah agraris ketika tempat tinggal dan tempat kerja jadi satu. Kalau di kota, jauh dekatnya, tempat tinggal menjadi amat relatif. Yang lebih relevan adalah tempat kerja, bukan tempat tinggal. Aturan yang melarang perayaan ekaristi untuk pengantin di hari Minggu, di GA juga dibatalkan, asal keduanya Katokik. Alasannya sederhana, pernikahan cuma sekali seumur hidup, kok tak boleh bahagia perayaan nikah dalam ekaristi. Katanya ekaristi itu puncah hidup Kristiani. Ekaristi pentahbisan pastor pun berlangsung selama 2 jam lebih mengapa umat menikah tak boleh ekaristi? Kalau sudah ikut ekaristi pengantin, ya tidak perlu ekaristi lagi hanya untuk memenuhi aturan ekaristi di hari Minggu. Larangan untuk menggunakan lagu-lagu non Madah Bakti atau Puji Syukur, - lagu pop misalnya- tak pernah berlaku lagi di GA. Lagu apa pun kalau dirasa membantu umat untuk berdoa, dalam ibadat, silakan saja. Bukanlah Ave Maria pada mulanya juga lagu pop? Keterbukaan macam ini yang mendorong lahirnya lagu-lagu Kidung Ekaristi Kotabaru.
4. Visi Liturgi Sebagaimana diajarkan oleh Konsili Vatikan II, kami di GA memilih mengembangkan liturgi pastoral, bukan liturgi dogmatis. Ajaran liturgi kami pakai sejauh menyangkut pokok/prinsip dasar dalam liturgi. Visi GA adalah bahwa liturgi itu sarana. Liturgi adalah medium untuk karya pastoral. Menurut pengalaman, ekaristilah medium paling mudah untuk mengumpulkan umat dalam jumlah besar. Orientasi liturgi bukan lagi imam, atau ibadat tapi umatnya. Maka liturgi di GA adalah liturgi yang dimaksudkan untuk membantu umat makin menemukan Tuhan, minimal makin menolong untuk berdoa. Itulah sebabnya kami memilih mengembangkan teks liturgi mingguan yang disusun oleh umat sendiri. Cita-citanya adalah liturgi GA dapat semakin kontekstual bagi seluruh umat jaman ini. Tema-tema liturgi mingguan dirumuskan sesuai dengan kebutuhan umat. Sampai tahun ini, 2001, GA sudah punya pengalaman menyusun
5 sendiri teks liturgi kontekstual ini selama sebelas tahun. Bermula dengan segala macam cacian, sampai kini liturgi GA menerima banyak pujian. Bagaimana visi tersebut diwujudkan? Di GA kami mengganti istilah Upacara Misa menjadi perayaan ekaristi. Penggantian istilah ini semata-mata dimaksudkan untuk memberi makna baru atas liturgi, bukan untuk mengganti substansi. Tujuannya untuk mengajak umat semakin terlibat dan bukan hanya melihat, dalam perayaan liturgi. Supanya umat tidak hanya ndherek mis (ikut upacara misa), atau nonton upacara,. Kata umat GA, seseorang yang pernah ikut perayaan ekaristi di GA biasanya akan merasakan sesuatu yang lain daripada “ikut misa” di gereja lain. Ke-lain-an tersebut terletak pada suasana perayaan ekaristinya, bukan pada kotbahnya.5 Meski kotbah yang disiapkan dengan baik sekali pun. Semua itu didukung oleh tema-tema ekariti yang uptodate yang setiap minggu ganti tema, sekaligus ganti doa-doanya. Untuk membangun suasana perayaan itulah maka aneka kreasi muncul di GA. Sapaan di awal ekaristi, kotbah dialogis dan interaktif, serta lagu-lagu baru dicipta oleh umat GA. Demikian sehingga makin hari ada makin banyak lagu terlahir dari pengalaman iman umat. Karena diangkat dari pengalaman iman umat, maka lagunya juga mengena di hati umat. Umat GA adalah umat yang hidup di kota Jogja. Buat orang kota, waktu itu lebih terbatas. Maka lamanya waktu perayaan ekaristi di GA juga kami batasi. Ekaristi di GA biasanya hanya makan waktu satu jam saja.. Demikian sehingga diharapkan umat dapat membuat perencanaan waktu untuk kepentingan lain. Sekaligus, GA dapat menawarkan jam lain untuk ekaristi. Dari pengalaman mengembangkan liturgi umat, kini sudah lebih dari lima tahun GA mengembangkan ekaristi anak. Karena itu tidak mengherankan kalau dari pelbagai penjuru kota mengantar anaknya ke GA. Semula GA memang hanya mengadakan ekaristi anak dalam perayaan Natal dan Paska. Tapi kemudian berkembang menjadi ekaristi anak sebulan sekali setiap Minggu IV jam 08.30. Dalam kesempatan tersebut anak-anak diberi kesempatan untuk terlibat sepenuhnya dalam berekaristi. Jumlah anak yang ikut perayaan, makin tahun bertambah. Dari semula cuma 750, menjadi 1000, kemudian 1250, 1500 dan pada perayaan Paska lalu sudah mencapai 2500 anak, belum terhidup kedua orangtua mereka. Belajar pengalaman mengembangkan liturgi ekaristi untuk anak-anak, Gajuga mengembangkan perayaan ekaristi khusus untuk orang muda. Kini sudah dua tahun GA mengadakan EKM (ekaristi kaum muda). Sebuah perayaan ekaristi yang dipersiapkan khusus untuk orang muda. Semuanya disiapkan, dipikirkan, dilaksanakan oleh dan untuk serta demi orang-orang muda, maka juga dengan gaya orang muda pula. Liturginya dan suasana perayaannya, semua bergaya muda Tujuannya adalah agar orang muda kita mendapat tempat dan kesempatan untuk menghayati imannya sesuai dengan jiwa muda mereka. Maka semua yang berbau formal disingkirkan. Umat yang ikut perayaan EKM ini boleh tampil asli sebagaimana orang muda berpenampilan: pakai sandal jepit, kaos oblong, celana sobek, anting-anting, rambut dicat dlsb. Lagu-lagu yang dipakai pun boleh 5
Lih. Litbang GA tgl …200
6 lagu pop, rap, dll. Pokoknya setiap orang muda dan berjiwa muda pasti senang hadir dalam EKM ini. Kalau pembaca ingin hadir, silakan datang setiap Minggu III jam 18.00 Pilihan jam ekaristi: harian dan mingguan Sebelum Rm Sabda pindah dari Kotabaru, setiap hari di GA ada 4x perayaan ekaristi harian. Saat ini masih ada 3X ekaristi setiap harinya. Jam 05.30, 06.05, dan sore jam 17.30. Saat ini yang paling banyak diminati adalah ekaristi jam 17.30. Kecuali mengembangkan perayaan ekaristi yang kontekstual, GA juga mengembangkan doa-doa novena. Novena. Kurang lebih sebulan sekali, umat GA mengadakan novena buatan sendiri. Novena ini disusun dalam bahasa orang sekarang. Judul atau tema novena selalu disesuaikan dengan pengalaman hidup umat jaman ini. Entah berkaitan dengan peristiwa dan persoalan hidup umat dalam Gereja maupun di masyarakat. Seperti misalnya Novena Hati Kudus, Bunda Maria, Kemerdekaan, Hari Anak, Pentakosta dll. Sebagaimana lahirnya aneka seni berasal dari Gereja, maka GA mencoba untuk mengembalikan seni sebagai bagian utama hidup bersama sebagai orang beriman Katolik. Seni musik lahir untuk memeriahkan perayaan liturgi jaman itu. Seni drama lahir untuk memperagakan Kitab Suci. Seni lukir, patung lahir untuk melukiskan kemuliaan Tuihan dan para kudus. Tujuannya jelas, untuk membantu umat menghayati imannya. Itulah sebabnya ketika sebuah operet natal berhasil disiapkan, operet tersebut dipentaskan di dalam gereja. Gedung gereja menjadi panggung operet. Demikian juga dengan tablo jalan salib. Umat menyiapkan perayaan jalan salib dengan renungan dan peragaan, semua dilakukan dalam gedung gereja. Para seniman gua, menjadikan seluruh gedung gereja sebagai gua natal terbesar yang dibuat orang muda. Begitulah nilai seni kita manfaatkan untuk mengembangkan penghayatan iman di GA.
5. Visi Kegembalaan Secara sederhana dapat dikatakan bahwa visi pastoral/kegembalaan umat, biasanya amat ditentukan oleh visi kita tentang pastor. Pada umumnya digambarkan bahwa pastor adalah gembala umat. Pastorlah yang diandaikan menentukan hidup, gerak dan karya kegembalaan umat. Umat tinggal ikut bahkan manut (menurut) saja. Pastor kelas utama, dan umat kelas kambing. Gambaran ini sebenarnya berbeda dengan gambaran menurut Konsili Vatikan II. Sesuai dengan visi tentang Gereja, menurut Konsili Vatikan II, pastor berbeda dengan umat dalam fungsinya saja. Selebihnya ia tetap manusia biasa sama seperti umat lainnya, bisa salah, bisa dosa, bisa benar, bisa suci. Pastor bukan malaikat, bukan pula superman. Artinya rahmat dan bakat yang dipunyai selalu akan lebih miskin dibandingkan dengan rahmat dan bakat yang dimiliki oleh seluruh umat. Dia pemimpin tapi bukan penguasa. Itulah sebabnya di GA telah dibiasakan bahwa umat diajak untuk berinisiatif, berkreasi bagaimana mengembangkan Gereja menjadi Gereja Umat Allah, yakni Gereja buat siapa saja, Gereja buat semua orang. Dalam perjalanan waktu kemudian ditemukan apa yang kami sebut Warta Iman. Melalui Warta Iman visi Gereja, termasuk visi kegembalaan dapat disebarluaskan dengan mudah. Lewat Warta Iman yang dicetak jadi satu dengan teks liturgi mingguan ini umat
7 mendapat informasi dan terutama motivasi untuk mengembangkan diri sebagai Gereja. Warta Iman ini jauh lebih efektif dan efisien daripada media komunikasi lain yang ada selama ini. Sekarang ini setiap minggu GA mencetak teks (berarti Warti Iman) juga sebanyak lebih dari 7000 eks. Semua itu dibaca dan dipakai oleh umat GA. Sejak th 2000, WI ini juga telah menjadi medium untuk litbang GA. Bagaimana visi ini diwujudkan? Supaya kreativitas tumbuh dan berkembang dari umat maka seperti kata Robert Fritz, GA juga mengadakan restruktur Dewan Pastoral. Salah satunya adalah memungkinkan orang-orang muda untuk duduk dalam kepengurusan dewan. Dan tidak hanya itu, orang yang boleh menjadi anggota dewan juga tidak hanya diangkat dari wakil-wakil komunitas lingkungan (teritorial). Orang-orang, dari mana pun asalnya asal diusulkan oleh komunitasnya yang di GA boleh dipilih menjadi anggota dewan pastoral. Entah dari komunitas teritorial maupun komunitas kategorial fungsional sama saja: bisa dinamis bisa statis. Untuk mengembangkan umat, GA mencoba secara serius menerapkan prinsip subsidiaritas Kalau dapat diurus oleh umat sendiri, tak usah diurus oleh dewan, kalau bisa diselesaikan oleh dewan tak perlu pastor campur tangan. Ini juga dimaksudkan untuk meminimalisir budaya pastor sentris: apa-apa harus pastor; padahal ada banyak hal yang dikerjakan oleh umat, tak perlu pastor. Sebut saja misalnya untuk doa makan tak perlu pastor atau prodiakon, setiap umat mestinya bisa. Kalau ekaristi barulah pastor mesti memimpinnya. Sebaliknya pastor juga perlu belajar untuk tidak usah merasa perlu dilangkahi, atau harus dimintai ijin untuk apa yang memang tidak perlu. Budaya formal: Umat GA telah membiasakan diri untuk tidak terjebak dalam budaya formal tapi kurang profesional. Orang tua atau orang muda, pria dan wanita, dan tak ada lagi tamu atau tuan rumah, semua berhak sama dan punya kewajiban sama untuk mengembangkan iman umat. Karena itu umat GA bebas mengkritik pastor dan pastor juga bebas mengkritik umat. Tak usah pandang usia, kalau memang yang muda mampu, dia pun berhak memimpin umat dalam kegiatan apa pun. Usaha melibatkan umat GA mulai dari lingkup liturgi. Karena prodiakon hanya boleh untuk umat Gereja teritorial (“paroki”) maka GA membuat gebrakan dengan istilah pembantu pembagi komuni. Mereka ini adalah umat siapa pun, dari mana pun asalnya, yang melalui seleksi diterima menjadi tenaga pembagi komuni di GA. Kali ini pembagi komuni ini sudah diresmikan menjadi prodiakon. Dewan tidak hanya terdiri dari wakil umat lingkungan. Sebab pemilihan DP oleh umat lingkungan, adalah pola lama, DP yang dipilih berdasarkan pola “paroki” Seperti kata Robert Fritz, tak pernah ada perubahan yang berarti jika strukturnya tidak berubah6. Struktur dewan paroki (DP) pun pelan-pelan kita kembangkan. Dari DP yang 6
Robert Fritz, The Path of Least Resistance for Managers, Berrett-Koehler Publishers, San Francisco, 1999, hal 1-7
8 semula dikenal hebat, kemudian terbuka untuk orang muda yang kurang pengalaman meskipun penuh kreativitas. Karena itu kriterium umur calon DP kemudian diturunkan (dimudakan). Maksudnya adalah agar orang muda dapat masuk menjadi anggota DP. Sekarang DP GA, sudah bukan lagi singkatan dewan paroki, tetapi dewan pastoral GA. Dan yang terpenting anggotanya adalah orang-orang muda yang penuh kreativitas.
6. Visi kepedulian sosial Entah dari mana asalnya, dan kapan mulainya, tapi ada beberapa tradisi yang kiranya tidak cocok lagi untuk jaman ini. Seperti misalnya sosial berarti bagaimana Gereja membantu umat yang kekurangan, dan bukan umat dapat lebih peduli pada orang lain yang lebih membutuhkan. Juga kalau memberi bantuan, berilah orang Katolik dulu, baru sisanya orang non Katolik. Kebiasaan tersebut di GA dicoba untuk dikembangkan menjadi bagaimana meningkatkan kepedulian umat pada orang yang lebih membutuhkan siapa pun mereka, apa pun agamanya. Yang harus dibantu adalah orang yang membutuhkan, bukan orang katolik atau bukan. Yang ditolong, yang disembuhkan Yesus adalah orang yang sakit bukan yang seagama. Apalagi masalah-masalah sosial kemanusiaan seringkali menjadi medium yang baik untuk membangun relasi dengan umat beragama lain. Bagaimana visi tersebut diwujudkan? Di GA hidup komunitas pos kes . Komunitas ini terdiri dari umat yang dokter, perawat, mahasiswa-wi farmasi, dan sukarelawan. Mereka ini setiap hari Minggu melayani umat dengan pengobatan murah untuk orang sederhana yang memerlukan. Sama halnya dengan komunitas Hana. Komunitas ini adalah umat yang peduli pada kurban Napza. Ini adalah komunitas lintas iman. Anggotanya terdiri dari orang-orang muda, orang tua, psikolog, mantan pengguna dll. Mereka mau peduli pada teman-teman muda dan para orangtua yang anaknya kena napza. Mereka kerja keras, dan cari biaya pelayanan sendiri. Kasihku Peduli adalah sebuah usaha untuk peduli pada orang lain yang sakit, dan perlu modal kecil. Anggota kasihku peduli ini dapat memberikan haknya pada orang lain yang lebih membutuhkan. Sekarang ini sedang bergerak sebuah komunitas Sukma Sinukarta. Komunitas ini ingin mewujudkan kepedulian umat pada orang - orang lain yang mengalami kesulitan untuk menguburkan orang-orang dekat di hatinya yang dipanggil Tuhan, entah karena kesulitan biaya, atau karena kesulitan lain. Dan masih banyak bentuk-bentuk kepedulian lain yang juga dimiliki oleh Gereja/paroki lain.
Mengikuti Gerak Roh: Peduli pada orang muda Memang Gereja punya renta (rencana tahunan) untuk program kegiatan umat. Namun itu semua tidak kaku dan mati. Umat GA juga sudah membiasakan diri untuk mengikuti gerak roh. Kalau dalam perjalanan waktu ternyata dibutuhkan suatu usaha dan tindakan untuk menanggapi kebutuhan umat dan kebutuhan jaman, GA siap melakukannya
9 meskipun tak ada dalam rencana tahunan. Itulah sebabnya GA pernah mengadakan pernikahan eklesial untuk umat yang tak mampu menikah karena krismon th 1998 lalu. Ketika litbang GA menemukan bahwa 11% umat perenah kena Napza, 7 maka lahirlah komunitas peduli korban Napza hingga lahirlah Yayasan Hana, yang kini makin berkembang. Berangkat dari kepedulian pada orang muda pula, termasuk pada anak-anak yang terlantar karena ditinggal kerja oleh orangtuanya, maka GA membuka TPA (taman penitipan anak) Grha Asih Anak. Berawal dari HUT GA ke 74, TPA menerima 4 orang anak yang dititipkan, kini setahun kemudian, jumlah anak rata-rata per hari sudah mencapai 26 anak. Demikian juga ketika umat merasa perlu untuk mengadakan sinode, maka kami mengadakan sinode umat untuk seluruh GA. Karena alasan yang sama GA selalu terbuka akan munculkan komunitas-komunitas baru setiap kali dirasa perlu. Seperti misalnya komunitas EFC (English For Children). Komunitas ini lahir dari keprihatinan orang muda untuk mengisi hari libur sekolah yang berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Maka lahirlah EFC, yang dimotori oleh mahasiswa-mahasiswi yang belajar bahasa Inggris untuk memberi kursus bahasa Inggris pada anak-anak SD. Kemudian berkembang lagi menajdi komunitas MTV (misionaris kecil) yang terdiri sukarelawan orang muda yang siap mengajar bahasa Inggris di SD-SD Kanisius yang terpencil. Prihatin akan banyaknya orang muda yang kesulitan mencari jodoh GA membuka komunitas baru: komunitas 2535. Sebuah komunitas yang anggotanya adalah orang-orang muda yang berusia antara 25-35 th dan merindukan seorang untuk menjadi pendamping hidupnya. Dan masih banyak lagi komunitas lagi di GA seperti para pelaku bisnis, pendamping napi, pengunjung orang sakit, dll.
Gereja orang muda Sesuai dengan hasil litbang, sebagian besar umat GA adalah orang muda.8 Dan seperti sifat orang muda yang dinamis dan idealis, maka GA mencoba untuk memberi tempat dan kesempatan bagi orang muda untuk menghayati dan mengembangkan imannya melalui GA. Wujudnya antara lain adalah terbukannya tempat dan kesempatan bagi orang untuk mengungkapkan iman dan pergulatannya melalui GA. Dukungan lain yang kami berikan kepada orang muda adalah support mental dan finansial untuk orang muda yang sedang belajar di Jogja. Seperti misalnya adanya komunitas mahasiswa menulis skripsi. Bahkan banyak kelompok KKN dan aneka kegiatan orang muda yang disemangati melalui kepedulian GA. Mereka itu adalah mahasiswa-mahasiswi yang memerlukan dukungan, apa pun agamanya, di mana pun kuliahnya; termasuk di dalamnya adalah dari IAIN. Secara sederhanya GA ingin mengatakan kepada orang muda, bahwa “Kami cinta padamu, maka kami memihak dan mendukungmu! Tolong cintailah juga orang-orang muda di mana pun mereka!” Contoh lain yang paling spektakuler adalah keberanian GA untuk menyherahkan kepanityaan Paska 2001 kepada orang muda. Ada lebih dari 1666 9 orang mudayang terlibat dalam perayaan paska. Mereka memikirkan, merencanakan untuk membantu umat merayakan paska dengan berkat bagi pribadi, keluarga maupun masyarakat luas. 7
Litbang GA tgl …. 2000 Litbang GA tgl … 2000 9 Warta Iman GA tgl …2001 8
10
Lahirnya lagu-lagu baru dari GA yang jadi buku Kidung Ekaristi adalah salah satu bukti betapa orang-orang muda memang dapat dipercaya dan punya kekayaan luarbiasa yang dapat disumbangkan kepada seluruh umat. Gereja terbuka sepanjang hari Untuk menanggapi kebutuhan umat, maka gereja dibuka sepanjang hari, dari jam 04.00 jam 20.00. Ada karyawan yang selalu siap menjaga parkir, sehingga umat yang ingin berdoa selalu bisa. Kala orang muda sedang resah dengan urusan sekolah, atau merasa gagal ujian, atau meraka bingung dalam cinta, atau putus cinta, selalu dapat lari pada Tuhan. Di GA ada Bapa yang selalu setia menanti putranya, ada Bunda Maria yang setia mendengar setiap keluhan putra-putrinya. Ada Tuhan Yesus yang siap dengan bukti cintanya. Ada Ibu Maria Pieta yang tahu artinya derita anak-anaknya. Dll.
Penutup Itulah kristal-kristal GA di usia 75 tahun ini. Semuanya itu dengan satu tujuan untuk melayani umat yang datang ke GA. Jadi GA tidak lagi mau sibuk dalam urusan umat ‘paroki’ teritorial semata. Sebab umat yang datang adalah umat yang berasal dari latar belakang daerah, budaya, agama, kewarganegaan yang berbeda Semua usaha pengembangan GA ini utk apa? Jawabnya adalah untuk melayani umat, siapa aja yang datang dan bergabung dalam perayaan ekaristi di GA. Mereka adalah umat yang multi agama, budaya, dari pelbagai tingkat intelegensia dan lapisan kehidupan sosial ekonomi yang beragam. Dengan satu tujuan bersama: supaya umat terbantu untuk lebih dekat dgn Tuhan … lewat sesamanya dan keterlibatan mereka dalam berbagai komunitas di segala aktivitas umat lewat GA. Seluruh usaha ini diharapkan dapat memberikan insprirasi ‘real’ tentang hidup beriman (cinta, harapan, karya) Melakukan sesuatu untuk tanpa memandang apapun. Jadilah itulah GA Kotabaru .. Yang mengemban misi Menjadi Gereja buat semua … Yang mengembangkan kehidupan beriman umat Justru lewat perjumpaan dengan siapa saja Dan berkarya juga buat semua orang … Lewat komunitas yang ada GA memberi kesempatan umat utk terlibat, berkarya, dan berkembang tanpa melupakan hal utama yang spiritual. Ecclesia semper reformanda.Itulah GA, Gereja buat semua. Justru di situlah kehidupan beriman menjadi semakin nyata dan terasa: IMAN DALAM PERBUATAN!
11
Selamat Ulang Tahun Dalam rengkuhan matahari baru Bertambah satu usiamu Seiring nyanyian hari yang baru Persembahkan fajar pagi kehidupanmu Laksana embun kehidupan Kau sibakkan rasa di jiwa Lewat tetes-tetes kasih beningmu Ungkapan anugerahNya indah Selamat ulang tahun untukmu Biar kasihNya makin bersinar Di setiap langkah dan cintamu Biar cintaNya kian memancar Bagi dunia dan sesamamu AB 200109042355 LW