MENJADI BERBAHASA INDONESIA: KISAH HILANGNYA BEBERAPA KOSAKATA BAHASA BANJAR PADA SEORANG ANAK BANJAR1 M. Rafiek Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi, Banjarmasin, Kode Pos 70123, e-mail
[email protected]
Abstrak Kehilangan bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kehilangan kosakata. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan gejala kehilangan bahasa apakah yang terjadi pada Fatimah Az Zahra dan kosakata apa sajakah yang mulai ditinggalkan oleh Fatimah Az Zahra akibat pergeseran bahasanya? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik longitudinal. Hasil penelitian ini adalah kehilangan kosakata dalam tahap pergeseran bahasa akibat pembelajaran bahasa tertentu yang dominan dengan lagu dan gerakan dalam ranah sekolah dan akibat seringnya menonton televisi berbahasa Indonesia serta kuatnya pengaruh lingkungan dalam berbahasa. Kehilangan kosakata tersebut hanya sampai pada pergeseran bahasa belum lagi mencapai pengurangan kosakata. Pergeseran bahasa pada Fatimah Az Zahra adalah pergeseran kosakata dari kosakata bahasa Banjar menjadi memilih kosakata bahasa Indonesia karena interaksinya (komunikasinya) lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dalam ranah sekolah. Pembalikan hilangnya bahasa pada Fatimah Az Zahra dapat dilakukan dengan pembiasaan secara intensif penggunaan bahasa Banjar pada Fatimah Az Zahra pada saat penitipan di PAUD dan saat berada di rumah. Kata kunci: kehilangan bahasa, kehilangan kosakata, pergeseran bahasa, pembalikan hilangnya bahasa
PENDAHULUAN Bahasa merupakan ciri penanda identitas seseorang. Bahasa juga menunjukkan suku bangsa tertentu. Dalam lingkup besar, bahasa menunjukkan bangsa seseorang. Bahasa adalah identitas yang sulit dilepaskan dari diri pribadi seseorang. Kehilangan bahasa berarti kehilangan 1
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Linguistik II yang diadakan oleh Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI Banjarmasin pada tanggal 6 April 2013.
identitas pada diri seseorang. Oleh karena itu, bahasa yang dikuasai atau diperoleh harus dijaga dengan sebaik-baiknya agar jangan sampai hilang atau tidak dikuasai lagi. Orang bisa mengenal suku bangsa lain di Indonesia dengan cepat karena logat (dialek) atau bahasanya. Bahasa suku atau bahasa ibu harus dipelihara dengan sebaik-baiknya, sekalipun logat (dialek) seseorang sangat sulit untuk dihilangkan. Logat atau dialek seringkali dianggap lucu bila didengar oleh orang yang tidak terdengar logatnya lagi dalam berbicara. Logat seringkali dijadikan bahan kelucuan atau gurauan antarpenutur bahasa Banjar. Oleh karena itu, penutur bahasa Banjar terkadang merasa malu bila ketahuan logatnya dari dialek atau subdialek bahasa Banjar mana dia berasal. Hal ini menjadi penyebabnya mulai berkurang penggunaan bahasa Banjar di kalangan generasi muda Banjar. Kajian kepunahan bahasa selama ini banyak mengambil subjek besar dengan lokasi penelitian yang luas seperti negara, provinsi, kota atau kabupaten, desa atau kelurahan. Hal ini bisa dilihat pada penelitian Guardado (2002) dan Lutz (2007/2008). Guardado (2002) meneliti hilangnya kemampuan bahasa pertama pada keluarga Hispanic di Vancouver. Lutz (2007/2008) meneliti pemertahanan dan hilangnya bahasa Spanyol dalam keluarga Latin. Lutz meneliti 40 orang dewasa dalam keluarga Latin dengan wawancara mendalam di Dallas, Texas. Wawancaranya difokuskan pada penggunaan bahasa, pilihan, dan pengalaman di rumah, di tempat kerja, dan dalam komunitasnya. Hasilnya penanaman keterampilan berbahasa Spanyol melalui penggunaan bahasa Spanyol sebagai bahasa rumah sulit dipertahankan. Penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena hanya meneliti satu orang anak yang tinggal dalam keluarga berbahasa ibu bahasa Banjar. Penelitian ini menjadi sangat penting untuk membuktikan apakah memang benar bahasa Banjar mulai ditinggalkan oleh penutur usia muda? Dan apakah penyebabnya yang menjadikan mereka mulai meninggalkan bahasa Banjar sebagai bahasa ibunya? Fatimah Az Zahra adalah seorang anak yang berusia 4 tahun 5 bulan ketika penelitian ini mulai diadakan. Sekarang dia berusia 4 tahun 8 bulan. Fatimah Az Zahra menguasai bahasa ibu, yaitu bahasa Banjar sebagai bahasa pertamanya sebelum bersekolah di PAUD. Menurut Andersen (1982: 84), hilangnya bahasa adalah suatu bentuk evolusi bahasa individual dengan hilangnya bagian dari kompetensi atau kecakapan individu dalam bahasa khusus atau tertentu. Definisi dari Andersen ini jelas sekali bahwa kehilangan bahasa bisa terjadi diri seorang individu. Definisi dari Andersen inilah yang dijadikan pegangan peneliti dalam meneliti hilangnya kosakata pada diri seorang anak. Fillmore (2000: 208) mengatakan bahwa hilangnya bahasa adalah hasil dari kekuatan internal dan eksternal yang berhasil atas anak. Myers-Scotton (2002) menyatakan bahwa hilangnya bahasa adalah istilah yang menyangkut pergeseran bahasa (language shift) dan pengurangan bahasa (language attrition). Perbedaannya adalah pergeseran bahasa sering diinvestigasi dalam beberapa generasi dan biasanya mengacu pada proses intergenerasional dan kelompok, sedangkan pengurangan bahasa biasanya mengacu pada pengurangan kompetensi bahasa ibu dari seorang penutur individual.
METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik longitudinal. Teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan berperan serta dan teknik simak dan catat selama Fatimah Az Zahra ada di rumah serta wawancara terstruktur dengan para bundanya di PAUD. Data yang dianalisis diambil hanya yang memuat bukti hilangnya kosakata. Teknik analisis data menggunakan teknik Seiddel (dalam Moleong, 2006: 248) dengan cara: (a) mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri, (b) mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, dan (c) berpikir, dengan jalan membuat kategori agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hilangnya Beberapa Kosakata Bahasa Banjar pada Fatimah Az Zahra Saat penelitian ini dilakukan, Fatimah Az Zahra, anakku sudah berusia 4 tahun 4 bulan. Sekarang, Fatimah Az Zahra (FaZ) sedang bersekolah di PAUD Al Azhar di Sungai Andai Banjarmasin. Dia mulai berkenalan dengan bahasa Indonesia sejak mulai menonton televisi di rumah. Perkenalannya lebih lanjut dengan bahasa Indonesia dia pelajari lewat bangku PAUD. Lagu-lagu dan permainan di PAUD dimana dia sekolah senantiasa diajarkan dalam bahasa Indonesia. Berikut ini disajikan data ucapannya di rumah pada hari Minggu tanggal 9 Desember 2012. FaZ
:Ulun sudah selesai, mama baluman (Saya sudah selesai, mama belum)
FaZ
: Apel … apel
FaZ
: Banyak makanan inya di rumahnya. (Banyak makanan dia di rumahnya)
FaZ
: Nah ulun sudah selesai. (Nah saya sudah selesai)
FaZ
: Ulun sudah selesai. (Saya sudah selesai)
FaZ
: Kededa jua. (Tidak ada juga)
(Konteksnya FaZ sedang belajar mewarnai gambar bersama mamanya)
Dalam data-data ucapan Fatimah Az Zahra di atas dapat diketahui dia lebih memilih menggunakan kata selesai daripada tuntung dalam bahasa Banjar yang berarti selesai.
FaZ
: Dah lah ulun capek (Sudahlah saya lelah)
Begitu pula dengan data ini, Fatimah Az Zahra lebih memilih menggunakan kata capek daripada kata uyuh yang juga berarti lelah atau capek. Di bawah ini disajikan data ucapannya pada tanggal 23 Januari 2013. Ulun waktu kecil dulu kurus bah ai. (Saya waktu kecil dulu kurus yah) Klo makan itu dimuntahkan ma ai. (Kalau makan itu dimuntahkan ma) Berdasarkan dua data di atas dapat diketahui ada kata kecil dan muntah dalam bahasa Indonesia yang dipilih oleh Fatimah Az Zahra daripada kata halus dan muak dalam bahasa Banjar. Hal ini menunjukkan bahwa Fatimah Az Zahra lebih memilih kosakata bahasa Indonesia daripada bahasa Banjar karena kosakata tersebut paling sering didengarnya di PAUD. Pada tanggal 24 Januari 2013 diperoleh data sebagai berikut. Barisik banar nih. (Berisik sekali nih) Ungu bah ai ungu. (Ungu yah ungu) Abah yang ungu tadi kiapa tulisannya coba pang. (Ayah yang ungu tadi bagaimana tulisannya coba) Ada waktu kecil ulun lamak awaknya. (Ada waktu kecil saya gemuk badannya) Kalo ungu tu nyarak ma ai, kalo oranye kada nyarak. (Kalau ungu tu terang ma, kalau orange tidak terang) Mama jorok. Pakai spidol nih nah cerah warnanya. Ading jorok. (Adik jorok) Berdasarkan data-data di atas diperoleh gambaran bahwa Fatimah Az Zahra lebih memilih menggunakan kata berisik, ungu, kecil, jorok, dan cerah dalam bahasa Indonesia daripada kata tumbur (abut, daur), bigi ramania, halus, rigat, dan tarang dalam bahasa Banjar. Selanjutnya, disajikan data pada tanggal 25 Januari 2013 sebagai berikut. Inya yang biru tua tu. Sekarang beres-beres, beres-beres sekarang. Rambut pian ni rontok, ulun pakai surui. (Rambut ayah ni rontok, saya pakai sisir)
Darah ulun warna merah, kalau urang warna hijau. (Darah saya warna merah, kalau orang warna hijau) Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa Fatimah Az Zahra memilih menggunakan kata tua, beres-beres, rontok, dan merah dalam bahasa Indonesia daripada kata tuha, basasimpun, luruh, dan habang dalam bahasa Banjar. Berikut ini disajikan data yang diperoleh pada tanggal 28 Januari 2013. Merahnya ia jua, kuningnya ia jua. Pada data di atas terlihat Fatimah Az Zahra lebih memilih menggunakan kata merah dalam bahasa Indonesia daripada habang dalam bahasa Banjar.
Faktor-Faktor Penyebab Hilangnya Beberapa Kosakata Bahasa Banjar pada Fatimah Az Zahra Kuatnya Pengaruh Bahasa Indonesia pada Lagu yang Diajarkan di PAUD Kuatnya pengaruh pembelajaran bahasa Indonesia melalui lagu diperkirakan menjadi penyebab utama pergeseran bahasa Fatimah Az Zahra. Dia lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia yang sering didengarnya dan dipelajarinya di PAUD. Di bawah ini disajikan beberapa lagu yang diajarkan di PAUD Al Azhar Sungai Andai.
Lagu 1 Kaki dihentak-hentak Pinggul digoyang-goyang Tangan dilambai-lambai Putar badan 3 X
Lagu 2 Bangun tidur kuterus mandi Tidak lupa menggosok gigi Habis mandi kutolong ibu Membersihkan tempat tidurku
Susun rapi, rapi kembali Pukul tujuh kumakan pagi Habis makan kuminta diri bersekolah setiap hari Pendidikan yang aku cari Angkat jarinya Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan Siapa rajin bersekolah tuntut ilmu sampai dapat Sungguh senang amat senang Bangun pagi-pagi sungguh senang Bersekolah- bersekolah Rajin-rajin sekolah Jangan malas bersekolah Nanti tak jadi pandai dor dor dor 2 X
Lonceng berbunyi kami berbaris Kami berbaris satu per satu Selamat pagi ibu guru Asalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh Apa jawabnya Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh Lagu 3 Di sini senang di sana senang di mana-mana hatiku senang 2 X Lalalalalalala lalalalalala lalalalalala lala……………….2 X Pembelajaran lagu-lagu di PAUD itu kelihatannya yang berpengaruh besar bagi penguasaan bahasa seorang anak. Terlalu seringnya lagu-lagu tersebut diajarkan kepada anak, akan semakin membuat mereka mulai kehilangan kosakata bahasa daerahnya. Hal itu membuat anak mulai cenderung menguasai kosakata bahasa Indonesia.
Kuatnya Pengaruh Tayangan Televisi Nasional yang Menggunakan Bahasa Indonesia Pengaruh tayangan televisi nasional yang berbahasa Indonesia sedikit banyak juga mempunyai andil dalam pergeseran bahasa yang dilakukan oleh Fatimah Az Zahra. Sejak dia mulai berkenalan dengan televisi, sejak itu pulalah dia mulai mengenal dan akrab dengan bahasa Indonesia. Sepanjang pengamatan peneliti, bahasa Indonesia yang paling sering dicontohnya adalah bahasa sinetron dengan tokoh anak-anak seperti bahasa sinetron Raden Kian Santang, Tendangan si Madun, dan juga film kartun anak-anak seperti Cotabin, Walt Disney, dan lainlain. Kuatnya Pengaruh Lingkungan Berbahasa Bahasa Fatimah Az Zahra ketika Berkomunikasi dengan Orang Tuanya Dalam komunikasi sehari-hari di rumah dengan kedua orang tuanya, Fatimah Az Zahra menggunakan bahasa Banjar pada mulanya ketika dia mulai bisa berbicara. Akan tetapi ketika dia sudah mulai mengenal dan menonton televisi sudah mulai terlihat kemampuan dalam melakukan campur kode sesuai bahasa orang yang ditontonnya. Apalagi setelah dia masuk PAUD, kemampuannya menggunakan campur kode lebih mantap lagi bahkan kadang-kadang dia bisa melakukan alih kode ke bahasa Indonesia dengan menirukan bahasa bundanya (gurunya) ketika mengajar di rumah. Hal ini menunjukkan kemampuan mengingat kosakata usia sebelum 5 tahun pada dirinya seorang anak sangat kuat. Bahasa Fatimah Az Zahra ketika Berkomunikasi dengan Bundanya (Gurunya di PAUD) Dalam Proses Belajar-Mengajar di PAUD Dalam Proses Belajar-Mengajar di PAUD, Fatimah Az Zahra menerima materi pelajaran berupa menyanyi dalam bahasa Indonesia, menyebut bagian pancaindera dengan bahasa Arab, angka, dan asmaul husna, menyebut warna dan angka (hitungan) dengan bahasa Inggris. Fatimah bisa melafalkan kepala-ro’sun, rambut-sa’run, kening-jabatun, mata-ainun, hidung-ampun, telinga-udzunun, dada-sodarun, leher-unuqun, pamun-mulut, safatun-bibir, sinun-gigi, lisanunlidah, batnun-perut, rijlun-kaki, yadun-tangan, ashobiun-jari-jari. Wahidun satu, isnani dua, salasatun tiga, arbaatun empat, khomsatun lima, sitatun enam, sab’atun tujuh, samaniyatun delapan, tis’atun sembilan, asarotun sepuluh, itulah hitungan bahasa Arab. Ya Allah ya rohman, ya rahim, ya malik, ya quddus, ya salam, ya mu’min, ya muhaimin, ya aziz, ya jabbar, ya mutakabbir, ya khaliq, ya bari, ya musawwir, ya ghafar, ya qohhar, ya wahab, ya rozzaq, ya fattah, ya alim, ya qobidh, ya basith, ya hofidh, ya rofi’, Alhamdulillah, wasyukurilah, puji syukur pada Allah. Fatimah Az Zahra saat ini sudah bisa menyebut merah-red, biru-blue, hitamputih black and white, hijau-green, coklat-brown, grey abu-abu. Orange itu jingga, yellow itu kuning, violet itu ungu, fink merah muda. Fatimah Az Zahra juga bisa menyebutkan one-twothree satu dua tiga, four-five-six empat lima enam, seven eight tujuh dan delapan, nine tenth sembilan dan sepuluh. Kucing-cat, anjing dog, kupu-kupu butterfly, ular snake, semut ant, gajah
elephant, ingat-ingat itu remember, jangan lupa itu don’t forget, bila aku sayang padamu aku bilang I Love You. Lagu Water melon-water melon, papaya-papaya, banana-banana, tomatotomato. Akan tetapi dari ketiga bahasa yang diajarkan oleh bundanya tersebut, porsi yang paling banyak dia terima adalah bahasa Indonesia dalam bentuk lagu atau nyanyian. Lagu kepala pundak lutut kaki lutut kaki 2 X mata, telinga, mulut, hidung dan pipi, kepala pundak lutut kaki lutut kaki 2 X fasih ia nyanyikan. Guru PAUD Al Azhar semuanya wanita, yaitu bunda Ida, bunda Rohil, bunda Rahmi, bunda Atul, bunda Asmi, bunda Linda, dan bunda I’is. Dari hasil wawancara dengan bundanya (gurunya) di PAUD diperoleh gambaran bahwa Fatimah Az Zahra menggunakan bahasa Banjar sebagai bahasa sehari-hari saat belajar di PAUD Al Azhar (dikemukakan oleh 5 orang bunda), 1 orang bunda yang menyatakan bahwa Fatimah Az Zahra menggunakan bahasa Indonesia dan 1 orang bunda yang menyatakan bahwa Fatimah Az Zahra menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Banjar. Hal ini memperlihatkan bahwa sebenarnya Fatimah Az Zahra sangat dominan menggunakan bahasa Banjar ketika proses atau saat belajar di PAUD. Ada satu butir pertanyaan yang dijawab sama oleh para bundanya, yaitu bahasa apakah yang paling sering digunakan oleh Fatimah Az Zahra di PAUD Al Azhar? Jawabannya adalah bahasa Banjar. Jadi, sebenarnya Fatimah Az Zahra sangat mempertahankan bahasa ibunya, yaitu bahasa Banjar. Akan tetapi ada satu pertanyaan yang cukup menjadi alasan mengapa Fatimah Az Zahra mengalami pergeseran penggunaan bahasa, yaitu dengan bahasa apakah guru-guru PAUD Al Azhar mengajar siswanya? Hampir semua bunda mengatakan bahwa mereka mengajari siswanya dengan menggunakan bahasa Indonesia meskipun diselingi dengan bahasa Banjar. Tepat seperti dugaan saya semula, pergeseran bahasa Fatimah Az Zahra disebabkan pengajaran di PAUD lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Dalam Jam Penitipan di PAUD Dari hasil wawancara dengan bundanya diperoleh gambaran bahwa Fatimah Az Zahra berkomunikasi dengan bundanya menggunakan bahasa Banjar (7 orang bunda). Pada saat jam penitipan, bundanya pun lebih banyak menggunakan bahasa Banjar dan sesekali menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan keperluan. Jadi, dalam jam penitipan Fatimah Az Zahra lebih banyak menggunakan bahasa Banjar kepada bundanya.
Bahasa Fatimah Az Zahra ketika Berkomunikasi dengan Teman-temannya di PAUD Dengan Sesama Etnik Banjar Dengan sesama etnik Banjar, Fatimah Az Zahra menggunakan bahasa Banjar dalam berkomunikasi di PAUD Al Azhar. Fatimah Az Zahra memilih menggunakan bahasa Banjar tersebut karena teman-temannya sesama etnik Banjar lebih banyak berkomunikasi dalam bahasa Banjar daripada bahasa Indonesia.
Dengan Bukan Etnik Banjar Dengan bukan etnik Banjar, Fatimah Az Zahra menggunakan bahasa Banjar dan kadangkadang menggunakan bahasa Indonesia. Fatimah Az Zahra lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan teman-temannya bukan etnik Banjar agar komunikasinya bisa berjalan lancar dan agar saling mengerti maksud pembicaraannya.
Pergeseran Bahasa dan Pemilihan Bahasa oleh Fatimah Az Zahra Fatimah Az Zahra sekarang mengalami pergeseran bahasa akibat penggunaan bahasa Indonesia yang dominan dalam proses belajar-mengajar di PAUD. Hal itu menyebabkan beberapa kosakata bahasa Banjar mulai hilang dalam komunikasi tuturnya sehari-hari. Di Bawah ini disebutkan beberapa kosakata yang mulai hilang pada diri Fatimah Az Zahra. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bahasa Indonesia Selesai Capek Kecil Muntah Barisik Ungu Jorok Cerah Tua Beres-beres Rontok Merah
Bahasa Banjar Tuntung Uyuh Halus Muak Abut Bigi ramania Rigat Tarang Tuha Basasimpun Luruh Habang
Maknanya Selesai pekerjaan Lelah Kecil masih bayi Mengeluarkan sesuatu dari mulut Gaduh Ungu (warna) Kotor Cerah atau terang (warna) Tua (warna) Bersih-bersih Rambut rontok Merah (warna)
Fatimah Az Zahra lebih senang memilih dan menggunakan beberapa kosakata bahasa Indonesia tertentu daripada menggunakan kosakata bahasa Indonesia. Hilangnya Bahasa bukan Hanya karena Punahnya Penuturnya Crawford (1995:22-23) menyatakan bahwa penyebab kematian bahasa adalah kulminasi (puncak) pergeseran bahasa, hasil dari tekanan internal dan eksternal yang kompleks yang menyebabkan komunitas tutur untuk mengadopsi bahasa yang dituturkan oleh orang lain. Menurut Crawford (1995: 23), hal ini bisa meliputi perubahan dalam nilai-nilai, ritual-ritual, kehidupan ekonomi dan politik hasil dari perdagangan, migrasi, perkawinan antarsuku (antarbangsa atau antaragama), konversi religius, atau penaklukan secara militer.
Pentingnya Pembalikan Kehilangan (Hilangnya) Bahasa (Reversing Language Loss) pada Fatimah Az Zahra Crawford (1995b) mengajukan 7 hipotesis tentang hilangnya bahasa, yaitu (1) pergeseran bahasa sangat sukar untuk dijatuhkan dari mengalami, (2) pergeseran bahasa dideterminasi secara primer oleh perubahan-perubahan internal dalam komunikasi bahasa mereka sendiri, (3) jika pemilihan bahasa merefleksikan nilai-nilai sosial dan budaya, pergeseran bahasa merefleksikan perubahan dalam nilai-nilai tersebut, (4) jika pergeseran bahasa merefleksikan perubahan dalam nilai, jadi harus berupaya untuk pembalikan pergeseran bahasa, (5) pergeseran bahasa tidak dapat dibalikkan oleh orang luar, betapapun baik maksudnya, (6) strategi yang sangat sukses pembalikan pergeseran bahasa diminta memahami langkah yang dilakukan sekarang ini, dan (7) tugas kuncinya adalah mengembangkan kepemimpinan pribumi. Garland (2006) mengajukan pembalikan hilangnya (kehilangan) bahasa (reversing language loss) dalam artikelnya yang berjudul Can Minority Languages Be Saved? Globalization vs. Culture. Menurut Garland (2006: 32), pembalikan kehilangan bahasa adalah ide penyelamatan bahasa yang sangat modern dengan tetap mengacu pada Reversing Language Shift (pembalikan pergeseran bahasa) dari Fishman (1991). Haynes (2010) menyarankan pembalikan hilangnya bahasa dengan program-program bahasa warisan dan program-program revitalisasi bahasa. Program-program bahasa warisan didedikasikan untuk mempromosikan pengembangan bahasa. Program-program revitalisasi bahasa digunakan untuk mempertahankan bahasa ibu agar jangan sampai punah. Premsrirat dan Malone (2003) menyatakan bahwa pengembangan dan revitalisasi bahasa mengacu pada standardisasi, ekspansi kosakata, produksi bahan-bahan pembelajaran, pelatihan, penelitian, dan peranan institusi dan universitas. Premsrirat dan Malone (2003) juga mencontohkan revitalisasi bahasa Chong di Thailand yang meliputi pengembangan ortografi, produksi sastra, pengembangan kurikulum, pengajaran bahasa Chong sebagai materi utama di sekolah, dan pembangunan pusat pengajaran komunitas. Dalam rangka pembalikan hilangnya bahasa pada diri Fatimah Az Zahra perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Fatimah Az Zahra harus lebih sering diajak berkomunikasi dalam bahasa Banjar baik di rumah atau pada saat jam penitipan di PAUD. 2. Fatimah Az Zahra juga harus mendapat pengetahuan kosakata bahasa Banjar yang banyak dan khusus dari orang tuanya di rumah.
KESIMPULAN Kesimpulan
Hilangnya beberapa kosakata pada Fatimah Az Zahra dalam kajian sosiolinguistik lebih dikenal dengan language attrition (erosi bahasa atau pengurangan bahasa). Pengurangan bahasa yang terjadi pada Fatimah Az Zahra lebih dikarenakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan termasuk di PAUD. Pengurangan bahasa ini lebih dikarenakan faktor globalisasi dan pengaruh lingkungan. Lihat saja, sejak kecil, Fatimah Az Zahra sudah berkenalan dengan televisi nasional yang menggunakan bahasa Indonesia dan berkomunikasi dengan teman-teman di luar sukunya dengan bahasa Indonesia. Saran Peneliti menyarankan kepada para peneliti berikutnya agar meneliti kehilangan kosakata bahasa Banjar pada anak Banjar lainnya terutama anak laki-laki sehingga dapat diketahui banyak manakah kehilangan kosakata bahasa Banjar antara anak laki-laki dan anak wanita. Selain itu, disarankan pula agar meneliti kehilangan kosakata bahasa Banjar pada anak Banjar dalam jangka waktu yang lebih lama antara 1-3 tahun agar dapat diketahui berapa banyak kosakata bahasa Banjar yang hilang dan untuk membuktikan apakah kosakata tersebut benar-benar hilang dalam penguasaan si anak.
DAFTAR RUJUKAN Andersen, R. 1982. Determining the Linguistics Attributes of Language Attrition. In R. Lambert and B. Freed (Eds.), 83-188. The Loss of Language Skills. Rowley, Mass: Newbury House. Crawford, James. 1995. Endangered Native American Languages: What is to be Done, and Why? The Bilingual Research Journal, Vol. 19, No. 1, pp. 17-38. Crawford, James. 1995b. Seven Hypotheses on Language Loss, Causes and Cures. At the second Symposium on Stabilizing Indigenous Languages held at Northern Arizona University on May 4. Fishman, J. A. 1991. Reversing Language Shift: Theoretical and Empirical Foundations of Assistance to Threatened Languages. Clevedon, England: Multilingual Matters. Fillmore, Lily Wong. 2000. Loss of Family Languages: Should Educators be Concerned? Theory into Practice, Volume 39, No. 4, pp. 203-210. Garland, Eric. 2006. Can Minority Languages be Saved? The Futurist, July-August, 31-36. Guardado, Martin. 2002. Loss and Maintenance of First Language Skills: Case Studies of Hispanic Families in Vancouver. The Canadian Modern Language Review, March, 58 No.3, pp.341-363.
Haynes, Erin. 2010. Heritage Briefs. Heritage Languages in America: Center for Applied Linguistics. Lutz, Ami. 2007/2008. Negotiating Home Language: Spanish Maintenance and Loss in Latino Families. Latino (a) Research Review, Volume 6 Number 3, 37-64. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Myers-Scotton, Carol. 2002. Contact Linguistics: Bilingual Encounters and Grammatical Outcomes. Oxford: Oxford University Press. Premsrirat, Suwilai dan Malone, Dennis. 2003. Language Development and Language Revitalization in Asia. SIL International.