Meninjau Status Darurat Rumah Sakit Universitas Indonesia: Akankah Layu Sebelum Berkembang? Divisi Kajian Kebijakan BK MWA UI UM 2017
1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Bidang Pendidikan Tinggi dan Bidang Kesehatan tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 20052025. Dalam Bidang Pendidikan Tinggi, telah ditetapkan empat tema strategis pembangunan pendidikan yakni, meningkatan kapasitas dan modernisasi, penguatan pelayanan, daya saing global dan daya saing internasional yang dicapai melalui pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik. Sedangkan pembangunan Bidang Kesehatan yang tertuang dalam Recana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, khususnya dalam mencapai Visi Indonesia Sehat 2025 dicapai melalui strategis pembangunan nasional berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat daerah, pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan masyarakat daerah, pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan dan penanggulangan keadaan darurat. Menilik visi UI, berdasarkan pada PP No. 68 tahun 2013 tentang Statuta UI, yang ingin menjadi pusat ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan unggul dan berdaya saing melalui upaya mencerdaskan kehidupan bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga berkontribusi bagi pembangunan masyarakat Indonesia dan dunia. Universitas Indonesia telah menetapkan arah kebijakan umum rencana pembangunan UI jangka panjang 2015-2035 dengan memperhatikan tantangan global dan menetapkan Rencana Strategis Universitas Indonesia 20152019 dengan visi: “Mewujudkan Universitas Indonesia menjadi PTN-BH yang mandiri dan unggul serta mampu menyelesaikan masalah dan tantangan pada tingkat nasional maupun global, menuju unggulan di Asia Tenggara.” Memasuki periode ketiga Rancangan Pembangunan Jangka Menengan (RPJM) tahun
2015-2019, Universitas Indonesia memiliki Rumah Sakit PTN (RS UI) yang memiliki target operasional pada tanggal 2 Januari 2018 sebagai wahana pelayanan kesehatan, riset, pendidikan, dan pengabdian masyarakat sivitas akademik Universitas Indonesia. Penetapan Visi RS UI yakni, “RS UI menjadi rumah sakit akadeimik berkelas dunia pada tahun 2025”, merupakan komitmen yang dibangun untuk menjalankan misi dan tujuan universitas demi mencapai visi UI sekaligus mendukung sasaran pembangunan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) serta Kementerian Kesehatan. Sejak ditetapkannya UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Indonesia pada tahun 2014 memasuki sebauh era baru dengan berlakunya sistem Jaminan Kesehatan Nasional melalui perencanaan peta jalan (road map) yang menjadi arah pengembangan cakupan pelayanan jaminan kesehatan seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2019 mendatang. Era baru ini juga ditandai dengan pemisahan layanan kesehatan berupa layanan kesehatan primer dan layanan kesehatan rujukan berupa layanan kesehatan sekunder (dokter spesialis) dan layanan kesehatan tersier (dokter spesialis konsultan), sebagai implikasi dari sistem layanan kesehatan berjenjang. Sistem layanan kesehatan ini dilaksanakan melalui pengarusutamaan upaya kesehatan prevensi dan promosi perorangan maupun dalam komunitas yang harus dipelihara di bawah tanggung jawab peran seorang dokter layanan primer. Kemampuan profesional yang kompeten dan profisien ini, khususnya aspek prevensi dan promosi menangani berbagai masalah kesehatan memerlukan proses pembelajaran, melalui penguatan modul pembelajaran klinik di wahana dan sarana-prasaran fasilitas kesehatan yang memiliki kecukupan materi pendidikan dengan sistem preseptorship dan mentorship yang prima. Pembangunan RS UI merupakan respons Pimpinan Universitas Indonesia untuk menyediakan lahan baru bagi pendidikan profesional pada beberapa fakultas dalam Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK). Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit umum pusat nasional yang selama ini digunakan sebagai lahan pendidikan, kian hari semakin berat bebannya dalam menyelenggarakan pelayanan yang bersifat spesialistik dan sub-spesialistik. RSCM tumbuh menjadi rumah sakit tersier atau lebih-lebih kuartier, yang lebih cocok untuk menjadi lahan pendidikan dokter spesialis dan sub-spesialis. UI memandang bahwa seluruh fakultas yang terhimpun dalam Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) membutuhkan lahan
pembelajaran dengan paparan khusus yang memadai, khususnya dalam lingkup kesehatan layanan primer, serta pula lingkup layanan rujukan dengan penekanan aspek prevensi dan promosi kesehatan (primary, secondary, and tertiary health prevention and promotion). Kesempatan memperoleh proses pembelajaran dan pendidikan ini sulit dilakukan di rumah sakit pada era JKN, oleh karena kasus yang dibutuhkan tersebut tidak dapat dijumpai di RS Pendidikan Kelas A/B. RS UI saat ini tengah berada pada periode pra-operasional, merupakan proyek pembangunan di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (KPA Dirjen Belmawa). Dan menurut informasi dari Project Implementation Unit (PIU), Operasional RS UI baru bisa dilaksanakan setelah selesainya pembangunan RS UI, di mana terhitung 4 Februari 2017, pembangunan fisik sudah mencapai 85%, dan ditargetkan selesai Mei 2017. Serta mengacu pada rancangan pengadaan barang-jasa RS UI, penyediaan peralatan medik/kesehatan serta furnitur dalam tahap concurrent JICA dan instalasi serta uji fungsi ditargetkan selesai pada bulan November 2017. Namun, apakah memang persiapan pra-operasional RS UI memang semulus itu? Lantas kenapa MWA UI terhitung pada Sidang Paripruna akhir Maret lalu menyatakan status darurat terhadap RS UI?
2. Menelisik Aspek Hukum Rumah Sakit Universitas Indonesia Terhitung sejak tahun 2000, otonomi tata kelola di UI telah dilaksanakan hampir 16 tahun. Selama 16 tahun UI mengalami beberapa kali perubahan status hukum tapi pada esensinya adalah otonomi tata kelola, yaitu universitas memiliki wewenang dalam mengelola sumber dayanya tanpa campur tangan pemerintah. Hingga pada puncaknya, berdasarkan amanat Undang-Undang No. 12 tahun 20012 tentang Pendidikan Tinggi, Universitas Indonesia (UI) menyandang status sebagai Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH). UI dianggap telah mampu berdiri sendiri secara otonom dalam mengurus keuangan, sehingga diberikan keleluasaan. Karena, telah menerima status sebagai suatu badan hukum, UI memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai macam tindakan untuk meningkatkan pendapatan yang tidak dapat dilakukan oleh Perguruan Tinggi Negeri lain, seperti meminjam uang (atas nama UI)
dan melakukan usaha. Sebagai akibat dari status UI menjadi suatu badan hukum, sejauh ini UI sudah banyak membentuk dan mengadakan kerjasama usaha dengan pihak lain. Sebagai contoh misalnya Restoran Mang Engking, yang didirikan di lingkungan asrama UI. Selain itu, di masing-masing fakultas juga terdapat ventura dikelola oleh pihak fakultas. Di dalam sektor ini, UI memiliki Unit yang nantinya akan menjadi sarana belajar mahasiswa kesehatan, yakni Rumah Sakit Pendidikan UI. 2.1
Dilema Status Kepemilikan Rumah Sakit Universitas Indonesia: Punya Siapa?
Di dalam melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara pendidikan tinggi sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, UI memiliki unit-unit kerja yang berfungsi tertentu. Unit kerja ini disebut sebagai Unit Kerja Khusus (UKK), dan terdiri atas beberapa macam. Pertama, unit kerja yang berfokus di bidang pendidikan. Unit kerja ini terdiri atas 2 (dua) macam, yaitu UKK penelitian dan inovasi serta UKK pengabdian dan pelayanan pada masyarakat. Kemudian, terkait dengan urusan komersial, terdapat UKK komersial, yang bergerak dalam pelaksanaan kegiatan komersial dan pengembangan. Unit pelaksana terakhir bergerak di bidang pelaksanaan pelayanan umum, yaitu UKK pengelola dana khusus1. Berdasarkan macam UKK di atas, di manakah posisi RS UI nantinya? Dalam hal ini, dapat dikatakan RS UI melakukan 2 fungsi dari UKK penelitian dan pengabdian, dikarenakan fungsi RS yang menjadi sarana penelitian mahasiswa, sekaligus sebagai sarana pengobatan masyarakat yang sakit. Namun, yang menjadi menarik kemudian adalah terdapat kemungkinan RS UI sebagai salah satu pendulang uang UI nantinya, sehingga bisa jadi saat setelah benar-benar berjalan, RS ini menjadi UKK yang bersifat komersil. Perkara kepemilikan RS UI adalah sesuatu yang rumit. Pihak Universitas, yaitu Universitas Indonesia selaku pihak yang ‘diuntungkan’ akan keberadaan ini, menginginkan RS UI sebagai kepemilikan pribadi universitas. Dalam hal ini, pendapatan yang diterima oleh Rumah sakit dalam pelayanan, pelaporan anggaran keuangan, semua menjadi hak, dan juga kewajiban dari UI untuk mengelola. Namun, apakah tindakan ini sesuai dengan undang-undang?
1
Peraturan MWA UI No. 004 tahun 2015 tentang Anggaran Rumah Tangga UI, pasal 41
Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 93 Tahun 2015, dinyatakan secara tidak langsung bahwa institusi pendidikan adalah sebagai mitra, bukan sebagai pihak yang mengelola Rumah sakit pendidikan. Pernyataan ini terdapat pada pasal 24 ayat (1), yang tertulis sebagai berikut: “Rumah Sakit Pendidikan dalam melakukan kerjasama dengan Institusi Pendidikan, dapat memperoleh sarana, prasarana, dan dukungan untuk pelayanan, pendidikan, dan penelitian dari Institusi Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan pasal tersebut, posisi UI di dalam pengelolaan adalah sebagai pihak yang membantu pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan di RS nantinya, dan bukan sebagai pihak yang menjadi pemilik. Ditambah, terkait dengan unit kerja khusus pada Anggaran Rumah Tangga UI Tahun 2015 pada pasal 90 ayat (2), rektor adalah pihak yang menjadi pengarah, peninjau, dan pihak yang menyetujui Rencana Strategis (Renstra) dari unit kerja khusus. Jika RS UI nantinya ditentukan sebagai suatu UKK, ini akan menjadi suatu konflik, karena posisi UI sebagai institusi pendidikan menjadi tidak memiliki hak dalam menentukan Renstra dari Rumah Sakit Pendidikan itu sendiri. Namun, pernyataan di atas kemudian menjadi suatu dilemma, jika melihat pendirian RS Universitas yang dilakukan oleh Universitas Airlangga. Status dari Rumah Sakit Universitas Airlangga, yang secara notabene juga merupakan suatu RS Universitas, adalah rumah sakit milik Universitas Airlangga itu sendiri. Ini diatur dalam Peraturan Rektor Universitas Airlangga Nomor 6 tahun 2011. Pada bagian ketentuan umum (pasal 1) poin 3, dengan jelas dituliskan bahwa Rumah Sakit ini adalah milik dari Universitas Airlangga. Padahal, tidak ada dasar hukum yang jelas untuk melakukan pendirian ini, karena keberadaan pasal 24 ayat (1) PP No. 93 Tahun 2015 tadi yang menunjukkan tidak berhaknya universitas atas kepemilikan Rumah Sakit Pendidikan. Maka dari itu, penulis di sini beRSekulasi bahwa dasar atas pendirian dari rumah sakit ini adalah status badan hukum yang dimiliki oleh UI dan Universitas Airlangga. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, posisi sebagai badan hukum membuat UI dapat membentuk suatu badan usaha untuk mencari pendapatan. Badan usaha, dalam menjalankan usahanya memiliki tujuan untuk mencari keuntungan (atau manfaat). Dalam konteks membangun suatu rumah sakit, tujuannya ada 2. Pertama, untuk mencari keuntungan berupa pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat yang telah dilayani, dan kedua, yaitu untuk melayani masyarakat melalui proses
penyembuhan. Menurut pendapat penulis, sistem rumah sakit sekarang pada dasarnya tetap mencari pendapatan, karena pelayanan yang dilakukan tetap mendapatkan pembayaran sebagai ganjaran. Jika UI disini menetapkan RS nantinya berfokus pada pendidikan dan penelitian, hal ini nantinya dapat dilihat buktinya dari biaya pengobatan yang murah. Namun, jikalau UI menetapkan RS sebagai sumber pendapatan, biayanya kemudian akan mengikuti rumah sakit, sehingga pada akhirnya akan ada pengambilan keuntungan dari pelayanan pengobatan. Setelah analisis yang cukup mendalam, ternyata tidak Saya temukan adanya suatu alasan yang menyebabkan UI berhak untuk ‘memiliki’ RS. Peraturan yang pertama adalah Peraturan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) No. 23 Tahun 2005. Pada pasal 1 ayat (1), dinyatakan bahwa Badan Layanan Umum adalah Badan yang berada di lingkungan instansi pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Menariknya, RS ini dinyatakan oleh UI sebagai suatu Badan Layanan Umum (BLU), padahal, apabila dilihat dari penggunaan kata pada pasal tersebut, pihak pemilik atas BLU tersebut adalah pemerintah. Kemudian di dalam PP yang sama pada pasal 38, dinyatakan bahwa Perguruan tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara (PTN-BH) dengan kekayaan negara yang belum dipisahkan dapat menerapkan PPK BLU setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5. Kemudian, seturut pernyataan pada pasal tersebut, yang menjadi persyaratan atas PTN-BH tersebut pada pasal 4 tersebut adalah persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Namun, kata yang patut digarisbawahi adalah apa yang dituliskan pada ayat (1) pasal tersebut, yaitu bagian kalimat yang menyatakan bahwa “…Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU…”, konsep mengelola ini yang membuat UI tidak mempunyai hak untuk memiliki Rumah Sakit tersebut. Bagaimanapun, tidak dijelaskan secara detail mengenai hak milik, hanya hak mengelola. Terlebih lagi, dalam konsep kepemilikan, hak mengelola adalah bentuk dari hak menguasai, dimana penguasa tersebut secara status “kalah” dari pemilik sebenarnya, sehingga pihak penguasa tersebut tentu tidak mempunyai hak milik atas barang yang dikuasainya itu. Kemudian, terkait dengan pengelolaan keuangan BLU, dinyatakan dalam PP No. 25 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan BLU bahwa rencana anggaran, laporan keuangan,
dan kinerja BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah (pasal 3 ayat (6)). Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa UI disini tidak memiliki hak untuk mengelola anggaran keuangan dari RS UI, yang dikatakan adalah suatu BLU. Apabila disini UI melakukan pengelolaan terhadap anggaran dari RS, dengan penetapan Renstra atas dasar UKK dari Universitas sebagaimana diterakan pada pasal 90 ayat (2) dari ART UI, maka status BLU dari RS UI tersebut kemudian menjadi tidak terpenuhi, dan cenderung menyalahi kewenangan pemerintah pusat atau daerah sebagai pihak yang berwenang atas pengelolaan anggaran RS Universitas. 3. Perspektif Balanced Scorecard: Sudah Tepatkah? Untuk mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan, RS UI mencoba menggunakan perspektif balanced scorecard sebagai bentuk perencanaan yang terukur lintas tahun. Balanced scorecard sendiri sebenarnya adalah sebuah mekanisme evaluasi performa sebuah organisasi yang tak hanya melibatkan penilaian performa finansial. Secara umum, balanced scorecard melihat empat ranah utama yang memberikan kontribusi dominan kepada organisasi. Empat ranah tersebut adalah keuangan, kepuasan pelanggan, pertumbuhan, dan proses bisnis internal. Setelah menetapkan sasaran-sasaran utama dalam keempat ranah itu, indikator keberhasilan lalu diturunkan dari sasaran-sasaran tadi. Indikator keberhasilan tersebut yang dapat digunakan untuk mengukur performa sebenarnya dari sebuah organisasi. Mekanisme ini efektif untuk diterapkan apabila penetapan sasaran dan indikator dilakukan secara tepat.
Gambar 1. Pemetaan Sasaran Strategis RS UI 2017-2022 dalam Perspekif Balanced Scorecard (Sumber: Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Rumah Sakit Universitas Indonesia Tahun 2017)
Dari bagan di atas, bisa kita lihat sasaran strategis RS UI dalam persepektif balanced scorecard. Sekilas, dengan tujuan akhir kepuasan pelanggan, jalan menuju tujuan akhir tersebut terlihat wajar. Namun, apabila kita analisa lebih dalam, sebagai organisasi yang berorientasi pada pelayanan, seharusnya keadaan finansial adalah ranah terakhir yang bisa ditargetkan untuk mapan. Maka tahap yang selayaknya terjadi adalah sebagai berikut:
Pertumbuhan & Pembelajaran
Proses Bisnis Internal
Kepuasan Pelanggan
Finansial
Gambar 2. Tahapan Umum dalam Perspektif Balanced Scorecard
Mengapa demikian? Ketika RS UI mendahulukan kemapanan finansial dengan indikator anggaran belanja berimbang, maka hal tersebut dapat membatasi kuantitas maupun kualitas pelayanan yang akan RS UI berikan. Dengan adanya keharusan untuk terlebih dahulu menerapkan anggaran belanja berimbang, RS UI akan kesulitan untuk mengembangkan kualitas dan kuantitas pelayanannya. Hal ini disebabkan pengembangan kualitas dan kuantitas membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga tercipta kecenderungan terjadinya anggaran belanja defisit ketika kegiatan pengembangan sedang terjadi. Dengan kondisi tersebut, RS UI cenderung sulit melakukan pengembangan apabila RS UI terlebih dahulu ditargetkan untuk memiliki anggaran berimbang.
Gambar 3. Aspek Pembelajaran dan Pertumbuhan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama RS UI 2017-2022 dalam Perspektif Balanced Scorecard (Sumber: Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Rumah Sakit Universitas Indonesia Tahun 2017)
Dari segi operasional, adanya target anggaran belanja berimbang pun secara langsung membatasi kualitas dan kuantitas pelayanan RS UI. Terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi apabila target tersebut diterapkan. Kemungkinan pertama, RS UI akan meningkatkan harga layanan kesehatan kepada pasien demi dapat mencapai kualitas tertentu. Apabila hal ini terjadi, hal ini akan membuat kuantitas pelayanan kesehatan menurun. Kemungkinan yang kedua adalah RS UI akan menurunkan kualitas pelayanan sehingga biaya produksi akan menurun demi mencapai kuantitas tertentu. Dari kedua kemungkinan ini, kemungkinan kedua diprediksi akan lebih mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan RS UI rencananya akan lebih banyak menerima pasien BPJS. Terdapat masalah lain, ketika sasaran strategis diturunkan menjadi indikator kerja, indikator kerja yang dibuat pun tidak layak untuk merepresentasikan sasaran strategis. Salah satu contohnya adalah sasaran strategis pertama, “Terbentuknya Budaya Unggul”. Bisa kita lihat pada table di atas, indikator kinerjanya adalah “Terlaksananya Soft Launching”, “Peningkatan jumlah kunjungan pasien”, dan beberapa hal lain. Pertanyaan yang muncul adalah benarkah
terlaksananya soft launching dan peningkatan kunjungan pasien melambangkan terbentuknya budaya unggul? Hal di atas menjadi masalah ketika memasuki sasaran strategis yang lebih spesifik. Di rencana strategis bagian pendidikan dan penelitian, kita tidak dapat menemukan poin pengembangan untuk pendidikan profesi. Padahal hal tersebut sangat penting untuk diadakan terkait dengan peran RS UI sebagai Rumah Sakit Pendidikan yang lebih menekankan pada kegiatan pendidikan dan penelitian dibandingkan dengan kegiatan pelayanan kesehatan umum.
Gambar 4. Derivasi Dimensi Quality of Care pada Balanced Scorecard Sunnybrook Health Sciences Centre RS Universitas Toronto (Sumber: Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Rumah Sakit Universitas Indonesia Tahun 2017)
Balanced scorecard RS UI bisa kita bandingkan dengan balanced scorecard milik Sunnybrook Health Sciences Centre at the University of Toronto Hospital. Dapat kita lihat dari sini terdapat derivasi yang tepat dari sasaran strategis ke objek penilaian. Indikator yang digunakan pun jelas dan dapat diukur dengan presisi secara kuantitatif. Dari sini dapat kita simpulkan perencanaan strategis RS UI melalui skema balanced scorecard butuh dikaji ulang untuk mendapatkan perbaikan dan koreksi yang menyeluruh.
4. Menilik Rumah Sakit Universitas Indonesia dari Sisi Anggaran Dari proposal pengajuan Dana Talangan Universitas Indonesia untuk membiayai operasional Rumah Sakit Pendidikan Univesitas Indonesia (RS UI), setidaknya terdapat 4 (empat) poin utama yang perlu dievaluasi oleh pihak Direktur PLT RS UI. Berikut adalah penjabarannya: a. Kesalahan dalam Pengklasifikasian Akun Belanja Operasional Belanja operasional merupakan pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai/dipergunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar suatu satuan kerja dan umumnya pelayanan yang bersifat internal. Akan tetapi, dalam Rencana Belanja RS UI tahun 2017, terdapat akun Belanja Investasi, Biaya Kegiatan Pelatihan serta Biaya Pengembangan Fungsi Layanan (lihat Rencana Belanja tahun 2017 dalam halaman Lampiran).
Akun-akun
tersebut
seharusnya
tergolong
dalam
Belanja
Non-
Operasional/Pengembangan, karena bukan merupakan kebutuhan dasar suatu satuan kerja untuk satu periode tertentu. b. Kesalahan dalam Format Pengajuan Rancangan Anggaran Aturan pengajuan dana terhadap Universitas Indonesia mengharuskan pihak yang yang ingin mengajukan dana untuk membuat Rencana Stratetis (Renstra) dan Rancangan Kerja Anggaran (RKA). Keduanya akan menjelaskan secara detail apa saja sasaran-sasaran strategis yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu serta berapa kebutuhan anggaran untuk mencapainya. Akan tetapi, pihak direktur PLT UI hanya mengajukan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), yang hanya berisi rangkuman dari Renstra dan RKA RS UI. Dalam RBA yang diajukan tersebut, akun-akun Biaya Operasional dan Non-Operasional masih tercampur. Hal ini menyebabkan beberapa informasi penting dalam pos belanja non-operasional/pengembangan tidak terjabarkan sebagaimana mestinya (lihat Contoh Rincian Belanja Non-Operasional/Pengembangan yang seharusnya dengan dalam halaman Lampiran). c. Pembengkakan dalam Beberapa Akun Pengeluaran Ada pun beberapa pos pengeluaran yang besaran angkanya masih dipertanyakan, seperti Biaya Perjalanan Dinas dan Biaya Pemasaran. Akun Biaya Perjalanan Dinas
sebesar Rp 593.100.000 (dengan rincian terlampir) yang menimbulkan pertanyaan besar apakah benar diperlukan perjalanan dinas untuk puluhan orang dengan destinasi ke luar dan dalam pulau Jawa dengan budget sebesar itu. Begitu pun dengan Akun Biaya Pemasaran sebesar Rp 4 miliar (dengan rincian terlampir) yang masih dipertanyakan urgensinya, mengingat tujuan utama dari dibangunnya RS adalah sebagai pusat pendidikan, penelitian dan pengembangan profesi di bidang kesehatan. 5. Penutup Sesuai dengan perencanaannya, tahapan operasional RS UI dilaksanakan untuk membangun dan mengembangkan secara optimal seluruh potensi sumber daya yang dimiliki RS UI, sekaligus menyiapkan sistem pendidikan yang mengakomodasi dan memfasilitasi tercapainya proses pembelajaran dan mutu lulusan sebagai profesi tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pemerintah dan masyarakat baik Indonesia dan global. Dari penjabaran di atas, setidaknya terdapat 3 poin yang kami rekomendasikan agar proposal yang diajukan pihak Direktur PLT beserta jajaran Tim Pra-Operasional Rumah Sakit UI dapat disetujui oleh pihak Universitas Indonesa, dan operasional RS UI dapat segera dijalankan. Berikut adalah penjabarannya: a. Membuat Renstra dan RKA RS UI secara terpisah, sesuai dengan standar yang ditetapkan Universitas Indonesia, yang di dalamnya terdapat penjabaran yang lebih detail untuk setiap aspek yang dibahas. b. Menyusun Renstra RS UI dengan menggunakan balanced scorecard dengan mendahulukan aspek kepuasan pelanggan sebelum aspek finansial serta secara spesifik mengembangkan poin pendidikan profesi apda aspek pendidikan dan penelitian dalam sasaran strategis c. Rasionalisasi besaran angka dari setiap pos anggaran, sehingga tidak terdapat lagi pembengkakan-pembengkakan yang menimbulkan pertanyaan akibat urgensi dan besaran anggarannya yang tidak sesuai. d. Bila diperlukan, pihak Direktur PLT beserta jajaran Tim Pra-Operasional RS UI dapat meng-hire konsultan profesional untuk menyusunan Renstra dan RKA RS UI.
Daftar Pustaka
Buku H. Zitzelsberger, L. Graham, S. Coffey. (2015). Interprofessional Education Through University-Hospital Collaboration. INTED 2015. Proceedings. pp. 7892-7897. Universitas Indonesia. (2017). Rencana Kerja Anggaran Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Tahun 2017. Tidak Diterbitkan. Universitas Indonesia. (2015). Rencana Strategis Universitas Indonesia Tahun 2015-2019. Tidak Diterbitkan. Stephen P. Robbins & Marry A. Coutler. (2016). Management-14th Edition. University Hospital Establishment Body UI. (2017). Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Rumah Sakit Universitas Indonesia Tahun 2017. Tidak diterbitkan.
Online Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2005). Visi dan Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 2005-2025. Online. (Diakses pada: 12 April 2017 pukul 05.40 WIB) Sumber: http://www.bappenas.go.id/files/1814/2057/0437/RPJP_2005-2025.pdf Kementerian Keuangan. (2011). Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 Tentang Klasifikasi Anggaran. Online. (Diakses pada: Senin, 17 April 2017 pukul 22.20 WIB) Sumber:
http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2011/101~PMK.02~2011PerLamp%20III.htm Sunnybrooks Health Scince Centre. (2015). Sunnyboork Health Science Centre. Online. (Diakses pada: Senin, 17 April 2017 pukul 13.40 WIB) Sumber: http://sunnybrook.ca/uploads/1/welcome/strategy/balanced_scorecard_december_2015_fi nal.pdf
Peraturan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Peraturan Pemerintah No. 68 tahun 2013 tentang Statuta UI Peraturan Pemerintah No. 93 Tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan Perautran MWA No. 004 tahun 2015 tentang Anggaran Rumah Tangga Universitas Indonesia Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Lampiran a. Rencana Belanja RS UI Tahun 2017 (Dana Operasional Keseluruhan versi RBA RS UI Tahun 2017)
b. Contoh Rincian Belanja Non-Operasional/Pengembangan (RKA FEB UI Tahun 2017)
(…next…)
c. Rincian Biaya untuk Setiap Akun Pengeluaran dalam RBA RS UI Tahun 2017: -Biaya Pemasaran
-Biaya Perjalanan Dinas