MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH DASAR MELALUI TEACHERS QUALITY IMPROVEMENT PROGRAM (TEQIP) BERBASIS LESSON STUDY Subanji Isnandar Abstrak: Kegiatan TEQIP berbasis lesson study secara keseluruhan diikuti oleh 1.080 orang guru sekolah dasar (SD) bidang studi Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Peserta berasal dari 5 (lima) Provinsi: Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jambi, dan Bengkulu. Profesionalisme yang dikembangkan meliputi: (1) kompetensi akademik, (2) kompetensi pedagogik, dan (3) kinerja produktifitas. Rata-rata peningkatan kompetensi akademik pada TOT: matematika mencapai 28.52 poin; IPA mencapai 29.55 poin; dan Bahasa Indonesia mencapai 20.57 poin. Rata-rata peningkatan kompetensi akademik pada Diseminasi 1: matematika mencapai 34.35 poin, IPA mencapai 41.45 poin, dan Bahasa Indonesia mencapai 21.99 poin. Diseminasi 2 rata-rata peningkatan kompetensi akademik: Matematika mencapai 22,80 poin, IPA mencapai 30,48 poin, dan Bahasa Indonesia mencapai 24.18 poin. Peningkatan kompetensi pedagogik meliputi: (a) merancang pembelajaran secara kolaboratif, (b) melaksanakan praktik pembelajaran dengan open class, (c) melaksanakan penilaian, dan (d) melakukan refleksi setelah pembelajaran. Produktifitas guru dalam kinerja professional mengalami peningkatan, yang ditunjukkan dengan keberhasilan guru dalam menulis 36 artikel yang melibatkan 72 orang. Kata kunci: profesionalisme, teachers quality improvement program, lesson study.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu negara menjadi negara maju dan mampu mengatasi permasalahan yang timbul adalah kualitas berpikir masyarakat. Kualitas berpikir hanya dapat ditingkatkan melalui pendidikan. Karena itu peningkatan kualitas pendidikan sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah peningkatan kualitas guru, karena guru memiliki peranan sentral dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru sebagai motivator dan mediator bagi siswa untuk dapat belajar secara efektif dan efisien. Karena itu guru harus berperan mendorong siswa untuk belajar. Dalam hal ini guru dituntut menjadi profesional dalam penguasaan materi dan pembelajaran. Namun kenyataannya dalam proses belajar mengajar masih banyak guru yang menekankan pada prosedur “pokoknya” dan belum mengajak siswa untuk berpikir dengan menekankan pada “mengapa” dan
“bagaimana” bisa terjadi. Sehingga siswa beranggapan bahwa dalam menyelesaikan masalah, cukup memilih prosedur meskipun tidak tahu mengapa prosedur tersebut yang digunakan. Pembelajaran tersebut menjadi tidak bermakna bagi siswa. Akibatnya banyak siswa yang kurang berkembang penalarannya. Berkaitan dengan perkembangan paradigma pendidikan, dari pandangan behaviorisme ke pandangan konstruktivisme, perlu perubahan peran guru dari “memindahkan informasi dalam proses pembelajaran” ke arah “pemberian penga-laman, dan pengembangan berpikir (kognisi)”. Sehingga peran guru berubah dari “memberi/mengajar” menjadi “fasilitator” yang memfasilitasi siswa agar mampu bela-jar secara mandiri. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ticha dan Hospesova (2006). This means, in a very simplified way, that education should move from the
Subanji dan Isnandar adalah dosen Universitas Negeri Malang 1
2 , J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
mere transmission of information, instructions and algorithms in the teaching/learning process to cognising, experiencing, acting, communicating... and developing a thirst for self-education. This approach requires changes in the teacher’s role that promote new dimensions and become more demanding. The teacher becomes a facilitator, diagnostician, promoter, guide to knowledge and initiator.
perbaiki rencana pembelajaran secara kolaboratif, melaksanakan pembe-lajaran dan open class, melakukan observasi dan refleksi, memperbaiki rencana pembelajaran lagi, dan seterusnya. Proses peningkatan profesionalisme guru dengan pola cycle tersebut, dikenal dengan lesson study. Dalam hal ini kegiatan utamanya sering disederhanakan menjadi tiga bentuk: PLAN (membuat rencana), DO (melaksanakan pembelajaran), dan SEE (observasi dan refleksi).
Banyak hasil penelitian (Mason, 1998; Lin & Cooney, 2001; Silver, Mills, Castro, Ghousseini, & Stylianides, 2005; Spilkova´, 2001; Sandt, 2007; Skot, 2009; Susan, 2009) yang menunjukkan bahwa perlu adanya upaya keras untuk bisa mengubah perilaku guru dari penyampai atau pemberi pengetahuan menjadi pembangkit proses belajar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah paradigma tersebut adalah mengadakan pelatihan guru (inservice training). Guru-guru yang sudah memiliki pengalaman mengajar cukup lama dan memegang paradigma “penyampai pengetahuan” harus diubah pola pikirnya menjadi “pembangkit belajar” untuk siswanya. Apalagi dengan penerapan KTSP guru di setiap jenjang persekolahan tidak mendapatkan “resep” kurikulum yang “fixed (tetap)” untuk diajarkan di sekolah, melainkan dituntut mampu merancang sendiri materi apa yang harus diberikan kepada siswanya, berapa lama harus disajikan, kapan diberikan, dan bagaimana menyajikannya. Guru dituntut bertindak lebih aktif, kreatif, dan bertanggungjawab. Untuk mengubah perilaku guru dari penyampai pengetahuan ke arah pembangkit belajar, perlu dilakukan upaya pelatihan secara terpadu antara teori dan pelaksanaan pembelajaran di kelas, serta dilakukan terus-menerus (ongoing) secara cycle. Proses cycle ini terdiri dari membuat rencana pembelajaran secara kolaboratif, melaksanakan pembelajaran dan open class, melakukan observasi dan refleksi, mem-
TEQIP Salah satu upaya mengubah perilaku guru dari penyampai pengetahuan ke arah pembangkit belajar adalah memberikan inservice training secara terpadu dan berkelanjutan. Dalam penelitian ini, inservice training dikemas dalam kegiatan Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). Peningkatan kualitas guru yang dimaksudkan dalam TEQIP ini adalah meningkatkan profesionalisme guru yang meliputi: (1) kompetensi akademik, yang tercermin dalam penguasaan materi bidang studi, (2) kompetensi pedagogik, yang tercermin pada kemampuan dalam pembelajaran, dan (3) kinerja produktifitas, yang tercermin dalam kemampuan menyusun karya ilmiah (penelitian dan penulisan artikel ilmiah), membuat media pembelajaran, membuat buku, dan membuat lembar aktifitas siswa. Selanjutnya peningkatan profesionalisme guru difokuskan pada upaya mewujudkan pembelajaran bermakna, yaitu bagaimana materi dapat dikemas menjadi sesuatu yang bermakna bagi siswa dan bagaimana pembelajaran bisa bermakna bagi siswa. PESERTA Kegiatan TEQIP secara keseluruhan diikuti oleh 1.080 orang guru sekolah dasar (SD) yang berasal dari 5 (lima) Provinsi, yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jambi, dan Bengkulu. Dari 1.080 orang guru tersebut, sebanyak 108 orang dilatih dan disiapkan sebagai Trainer dan 972 orang sebagai peserta
Subanji dan Isnandar, Meningkatkan Profesionalisme Guru SD Melalui TEQIP, 3
Diseminasi. Pemilihan Trainer dilakukan dengan mengadakan seleksi di tingkat Provinsi, 2 orang calon Trainer dipilih dari 6 orang peserta seleksi, sehingga tingkat keketatan 1 : 3. Peserta TEQIP ini tersebar dalam 3 (tiga) bidang studi: Matematika,
No 1 2 3 4 5
Provinsi Jawa Timur Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat Bengkulu Jambi
Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia masing-masing sebanyak 360 orang. Adapun sebaran peserta untuk 5 (lima) Propinsi disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1: Peserta Pelatihan TEQIP Peserta Diseminasi Peserta Trainer Mat IPA Bind Mat IPA Bind 12 12 12 108 108 108 6 6 6 54 54 54 6 6 6 54 54 54 6 6 6 54 54 54 6 6 6 54 54 54 Total Peserta
METODE Kegiatan ini didanai oleh PT. Pertamina (Persero) dan dilaksanakan oleh Universitas Negeri Malang. Ada 3 (tiga) kegiatan utama dalam TEQIP, yakni (1) Training of Trainer (TOT), (2) Praktik Lesson study - Ongoing, Monitoring dan Evaluasi (monev); dan (3) Diseminasi. Kegiatan TOT dilaksanakan di Batu Jawa Timur sebanyak 3 tahap yang diikuti oleh 108 orang calon Trainer dan 18 Pengawas. TOT 1 (pemahaman) dan TOT 2 (pendalaman) masing-masing dilaksanakan selama 2 (dua) minggu. Pasca TOT 1 dan pasca TOT 2 masing-masing dilakukan kegiatan ongoing dan monev yang terintegrasi dengan praktik lesson study oleh Trainer di daerah masing-masing. Ongoing dan monev dilakukan untuk mempraktikkan apa yang sudah didapatkan dalam kegiatan TOT, melihat dan mengevaluasi perkembangan praktik lesson study di sekolah. Setelah 2 (dua) kali kegiatan TOT dan ongoing, dilanjutkan kegiatan Diseminasi dalam 2 (dua) tahap masing-masing satu minggu. Dalam kegiatan Diseminasi, Trainer diberdayakan untuk melatih guruguru di masing-masing Provinsi. Pasca kegiatan Diseminasi 1 dan Diseminasi 2 masing-masing dilakukan kegiatan ongoing
Jumlah 360 180 180 180 180 1.080
dan monev dengan praktikan peserta Diseminasi. Tahap akhir kegiatan TEQIP adalah TOT 3 (pemantapan), praktik lesson study, ongoing dan monev akhir. Pengukuran hasil in service training TEQIP 2010 dilakukan dengan mengacu pada komponen-komponen profesionalisme yang diharapkan, yakni kompetensi akademik, kompetensi pedagogik, dan produktifitas. Setiap tahapan kegiatan (TOT 1, TOT 2, Diseminasi 1, dan Diseminasi 2) dilakukan Pretest dan Postest, untuk mengukur peningkatan kompetensi akademik. Pengukuran terhadap kompetensi pedagogik dilakukan dengan menggunakan instrument: penilaian perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran diukur pada saat: peer teaching, real teaching, dan praktik lesson study di daerah masing-masing (ongoing). Pengukuran kompetensi pedagogik dilakukan dengan skala pengukuran: skor 1 – sangat rendah; skor 2 – rendah; skor 3 – cukup; skor 4 – baik; dan skor 5 – sangat baik. Pengukuran kinerja produktifitas diukur dari keberadaan dan kualitas produk yang dihasilkan oleh peserta meliputi: lembar aktifitas siswa, media pembelajaran, pene-litian, dan artikel ilmiah. Khusus pada TOT 1 dan TOT 2 ada pengukuran
4 , J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
kompetensi sosial (khususnya sikap) calon Trainer meliputi: pengendalian diri, kerjasama, kedisiplinan/komitmen, semangat /kerja-keras, dan performance/ penampilan. HASIL DAN PEMBAHASAN Profesionalisme yang dikembangkan pada guru dalam kegiatan TEQIP meliputi: (1) kompetensi akademik; (2) kompetensi pedagogik; dan (3) kinerja produktifitas. Adapun hasil pengembangan profesionalisme guru melalui kegiatan Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) berbasis
No 1 2 3
lesson study dipaparkan tahapannya sebagai berikut.
berdasarkan
Training of Trainer Tahap 1 (TOT 1) Kegiatan TOT tahap 1 dimaksudkan sebagai upaya membekali guru calon Trainer dalam mengembangkan pembelajaran bermakna. Untuk menjadi Trainer, guru harus memiliki kompetensi akademik yang baik sesuai dengan bidang studinya. Dari kegiatan TOT 1, rata-rata peningkatan kompetensi akademik peserta disajikan seperti Tabel 2 berikut.
Tabel 2: Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Peserta TOT 1 Bidang Studi Pretest Postes Skor Peningkatan Matematika 47,80 69,60 21,80 poin Ilmu Pengetahuan Alam 29,90 64,80 34,90 poin Bahasa Indonesia 40,50 66,50 26,00 poin 27,57 poin Rata-rata peningkatan ketiga bidang studi
Dari Tabel 2 terlihat bahwa skor postes bidang studi IPA paling rendah, namun peningkatan dari pretes ke postes adalah yang tertinggi (34,9 poin). Sebaliknya skor postes bidang studi Matematika paling tinggi, namun peningkatannya paling rendah. Hal ini terjadi
karena pretes bidang studi Matematika tertinggi. Penilaian kompetensi pedagogik diperoleh dari 3 (tiga) sumber: peer teaching, real teaching, dan praktik lesson study. Adapun rata-rata hasil penilaian kompetensi pedagogik disajikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3: Rata-rata Hasil Penilaian Kompetensi Pedagogik Peserta TOT 1 Real Praktik Lesson No Komponen Pembelajaran Peer Teaching Teaching Study 1 Rencana Pembelajaran 3,40 3,40 4,00 Pelaksanaan Pembelajaran 3,40 3,50 3,60 2 3 Penilaian Pembelajaran 3,30 3,60 3,50 Skor rata-rata penilaian komponen pembelajaran Dari Tabel 3, terlihat bahwa ada peningkatan skor penilaian pedagogik dari peer teaching ke real teaching, dan praktik lesson study. Dalam praktik lesson study, ketiga komponen pembelajaran yang dinilai sudah dapat dinyatakan baik (rata-rata lebih dari 3,5). Kinerja produktifitas diukur berdasarkan apa saja yang sudah dihasilkan oleh peserta dan kualitasnya. Hasil rata-rata
Skor Rata-rata 3,60 3,50 3,46 3,52
penilaian kinerja produktifitas: (1) peserta telah membuat lembar aktifitas/kerja siswa dengan skor kualitas = 3,4 (atau cukup); (2) peserta telah membuat media pembelajaran yang sudah baik dengan skor kualitas = 3,8 (atau baik). Selain ketiga kompetensi tersebut, dalam kegiatan TOT 1 dan TOT 2 juga dilakukan penilaian terhadap kinerja dan sikap peserta. Hal ini dilakukan, karena
Subanji dan Isnandar, Meningkatkan Profesionalisme Guru SD Melalui TEQIP, 5
mereka akan menjadi pelatih yang akan memandu guru-guru dalam kegiatan Diseminasi. Adapun aspek yang dinilai meliputi: pengendalian diri, kerjasama, kedisiplinan/ komitmen, semangat/kerjakeras, dan performance/penampilan. Hasil evaluasi diberikan kepada peserta dalam bentuk raport kinerja dan sikap. Rata-rata hasil evaluasi terhadap kinerja peserta TOT 1 adalah 4,1 (baik).
No 1 2 3
Training of Trainer Tahap 2 (TOT 2) Kegiatan TOT tahap 2 diarahkan pada pendalaman materi-materi di TOT 1, pemberian motivasi kinerja, dan pembekalan dalam rangka mempersiapkan diseminasi pelatihan guru. Untuk kompetensi akademik, kegiatan TOT 2 diarahkan pada pendalaman materimateri bidang studi yang lebih kompleks termasuk pemecahan masalah. Rata-rata peningkatan kompetensi akademik peserta disajikan seperti Tabel 4 berikut.
Tabel 4: Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Peserta TOT 2 Bidang Studi Pretest Postes Skor Peningkatan Matematika 42,47 77,72 35,24 poin Ilmu Pengetahuan Alam 42,30 66,50 24,20 poin Bahasa Indonesia 49,86 65,50 15,14 poin Rata-rata peningkatan ketiga bidang studi 24,86 poin bidang studi masing-masing mencapai lebih dari 65, berarti ada peningkatan skor postes dari TOT 1 ke TOT 2. Rata-rata hasil penilaian pedagogik yang terdiri dari persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran disajikan pada Tabel 5 berikut.
Dari Tabel 4 terlihat bahwa skor tertinggi postes (77,72) dan peningkatan tertinggi (35,24) dicapai oleh Trainer bidang studi Matematika. Sedangkan skor postes (65,50) dan skor peningkatan terendah (15,14) dicapai oleh Trainer bidang studi Bahasa Indonesia. Namun demikian rata-rata nilai postes ketiga
No
Tabel 5: Rata-rata Hasil Penilaian Kompetensi Pedagogik Peserta TOT 2 Komponen Pembelajaran Peer Real Praktik Teaching Teaching Lesson Study
1 Rencana Pembelajaran 3,60 2 Pelaksanaan Pembelajaran 4,00 3 Penilaian Pembelajaran 3,60 Skor rata-rata penilaian komponen pembelajaran Rata-rata hasil penilaian kompetensi pedagogik ada peningkatan dari peer teaching, real teaching, ke praktik lesson study. Bahkan skor rata-rata komponen pembelajaran sudah mencapai kategori baik (4,09). Komponen pembelajaran yang terbaik adalah pelaksanaan pembelajaran dengan skor rata-rata 4,30 (atau kategori baik).
4,20 4,40 4,00
4,50 4,50 4,00
Skor Ratarata 4,10 4,30 3,87 4,09
Kinerja produktifitas diukur berdasarkan apa saja yang sudah dihasilkan oleh peserta dan kualitasnya. Hasil rata-rata penilaian kinerja produktifitas: (1) peserta telah membuat lembar aktifitas/kerja siswa dengan kategori baik (4,0) ; (2) peserta telah membuat media pembelajaran dengan kualitas baik (4,2). Penilaian terhadap kinerja dan sikap yang meliputi pengendalian diri, kerjasama,
6 , J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
kedisiplinan/komitmen, semangat/kerja keras, dan performance/penampilan diperoleh rata-rata 4,51 (sangat baik). Diseminasi Pelatihan Guru Tahap 1 (Diseminasi 1) Kegiatan Diseminasi Pelatihan Guru tahap 1 dilaksanakan oleh Trainer didampingi oleh
ekspert dari Universitas negeri Malang. Kegiatan dilaksanakan di masing-masing Provinsi: Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Jambi, dan Bengkulu. Peningkatan kompetensi akademik peserta diseminasi masing-masing provinsi disajikan seperti Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8 berikut
Tabel 6. Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Bidang Studi Matematika Provinsi Pretest Postes Skor Peningkatan No 1 Jawa Timur 47,80 69,60 21,80 poin 2 Jambi 12,58 68,61 56,03 poin 3 Bengkulu 28,00 61,00 33,00 poin 4 Kalimantan Timur 26,20 61,20 34,90 poin 5 Nusa Tenggara Barat 42,00 68,00 26,00 poin Rata-rata peningkatan bidang studi Matematika 34,35 poin Tabel 7. Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Bidang Studi IPA No Provinsi Pretest Postes Skor Peningkatan 1 Jawa Timur 29,90 64,80 34,90 poin 2 Jambi 19,94 65,88 45,94 poin 3 Bengkulu 26,00 84,00 58,00 poin 4 Kalimantan Timur 42,00 68,00 26,40 poin 5 Nusa Tenggara Barat 48,00 85,00 37,00 poin Rata-rata peningkatan bidang studi IPA 41,45 poin Tabel 8. Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Bidang Studi Bahasa Indonesia No Provinsi Pretest Postes Skor Peningkatan 1 Jawa Timur 40,50 66,50 26,00 poin Jambi 26,70 53.56 26,86 poin 2 3 Bengkulu 42,70 67,78 25,08 poin Kalimantan Timur 42,40 58,40 16,00 poin 4 5 Nusa Tenggara Barat 44,20 60,40 16,20 poin 21.99 poin Rata-rata peningkatan bidang studi Bahasa Indonesia Dari Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8, terlihat bahwa peningkatan kompetensi akademik guru bidang studi Bahasa Indonesia = 21,99; guru bidang studi Matematika = 34,35; dan guru bidang studi IPA = 41,45. Rata-rata postes yang tertinggi dicapai oleh guru IPA dan terendah dicapai oleh guru Bahasa Indonesia.
Rata-rata hasil penilaian pedagogik yang terdiri dari persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran disajikan pada Tabel 9 berikut.
Subanji dan Isnandar, Meningkatkan Profesionalisme Guru SD Melalui TEQIP, 7
Tabel 9: Rata-rata Hasil Penilaian Kompetensi Pedagogik Peserta Diseminasi 1 Praktik Lesson Skor RataKomponen Pembelajaran Peer Teaching Study rata 1 Rencana Pembelajaran 3,40 3,80 3.60 2 Pelaksanaan Pembelajaran 3,60 4,10 3,85 3 Penilaian Pembelajaran 3,20 3,40 3,30 Skor rata-rata penilaian komponen pembelajaran 3,58 No
Dari Tabel 9 terlihat bahwa terdapat peningkatan kompetensi pedagogik peserta diseminasi dari peer teaching ke praktik lesson study. Skor rata-rata penilaian komponen pembelajaran mencapai kategori baik (3,58). Kinerja produktifitas diukur berdasarkan apa saja yang sudah dihasilkan oleh peserta dan kualitasnya. Hasil rata-rata penilaian kinerja produktifitas: (1) peserta telah membuat lembar aktifitas/kerja siswa dengan kategori baik (3,6); (2) peserta telah membuat media pembelajaran yang sudah baik dengan kategori baik (3,5).
Diseminasi Pelatihan Guru Tahap 2 (Diseminasi 2) Kegiatan Diseminasi Pelatihan Guru tahap 2 sebagai pendalaman tahap 1. Dalam kegiatan ini Trainer didampingi oleh ekspert dari Universitas Negeri Malang. Kegiatan dilaksanakan di masing-masing Provinsi: Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Jambi, dan Bengkulu. Peningkatan kompetensi akademik peserta diseminasi masing-masing provinsi disajikan seperti Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 berikut
Tabel 10: Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Bidang Studi Matematika No Provinsi Pretest Postes Skor Peningkatan Jawa Timur 61,33 78,83 17,50 poin 1 2 Jambi 60,00 86,00 26,00 poin 3 Bengkulu 61,50 84,60 23,20 poin 4 Kalimantan Timur 58,10 79,20 21,10 poin 5 Nusa Tenggara Barat 59,70 82,30 22,60 poin Rata-rata peningkatan bidang studi Matematika 22,80 poin Tabel 11: Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Bidang Studi IPA No Provinsi Pretest Postes Skor Peningkatan 1 Jawa Timur 46,00 71,50 25,50 poin Jambi 36,00 86,00 50,00 poin 2 3 Bengkulu 52,30 78,50 26,20 poin 4 Kalimantan Timur 65,20 90,70 25,50 poin 5 Nusa Tenggara Barat 61,20 86,4 25,20 poin Rata-rata peningkatan bidang studi IPA 30,48 poin
8 , J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
Tabel 12: Hasil Peningkatan Kompetensi Akademik Bidang Studi Bahasa Indonesia No Provinsi Pretest Postes Skor Peningkatan Jawa Timur 64,66 83,66 19,00 poin 1 2 Jambi 41 62,00 21,00 poin 3 Bengkulu 52,30 79,80 27,5 poin Kalimantan Timur 25,6 60,8 35,20 poin 4 Nusa Tenggara Barat 58,03 76,20 18,20 poin 5 24,18 poin Rata-rata peningkatan bidang studi Bahasa Indonesia Dari Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 terlihat bahwa kompetensi akademik peserta meningkat: bidang studi Matematika = 22,80 poin; IPA = 30,48 poin; dan Bahasa Indonesia = 24,18 poin. Jika dibandingkan dengan kegiatan Diseminasi 1, rata-rata skor postes
meningkat, namun skor peningkatan bidang studi menurun. Rata-rata hasil penilaian pedagogik yang terdiri dari persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran disajikan pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13: Rata-rata Hasil Penilaian Kompetensi Pedagogik Peserta Diseminasi 2 No Komponen Pembelajaran Peer Praktik Skor Teaching Lesson Study Rata-rata 1 Rencana Pembelajaran 3,60 4,00 3.80 2 Pelaksanaan Pembelajaran 3,80 4,20 4,00 Penilaian Pembelajaran 3,50 4,00 3,75 3 Skor rata-rata penilaian komponen pembelajaran 3,85 Dari Tabel 13, terlihat bahwa semua komponen pembelajaran (rencana, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran) sudah mengalami peningkatan dari peer teaching ke praktik lesson study. Bahkan rata-rata penilaian komponen pembelajaran sudah mencapai skor yang tinggi 3,85 atau kategori baik. Kinerja produktifitas diukur berdasarkan apa saja yang sudah dihasilkan oleh peserta dan kualitasnya. Hasil rata-rata penilaian kinerja produktifitas: (1) peserta telah membuat lembar aktifitas/kerja siswa dengan skor kualitas = 3,75 atau kategori baik; (2) peserta telah membuat media pembelajaran yang sudah baik dengan skor kualitas = 4,00 atau kategori baik. Training of Trainer tahap 3 (TOT 3) TOT tahap 3 diarahkan untuk memantapkan Trainer dalam menguasai materi bidang studi, melakukan kegiatan penelitian, penulisan artikel ilmiah, dan penyusunan
program keberlanjutan pelatihan guru di daerah. Pemantapan Trainer dalam menguasai bidang studi dilakukan dengan mendiskusikan materi-materi yang masih bermasalah dalam kegiatan Diseminasi 1 dan Diseminasi 2. Dengan demikian Trainer menjadi benar-benar mampu menguasai bidang studi secara baik. Selanjutnya untuk kegiatan penulisan laporan penelitian dan artikel ilmiah dilakukan secara intensif dengan pola pendampingan pada kelompok kecil, 1 : 6. Artinya seorang ekpert mendampingi 6 orang Trainer. Dengan demikian pendampingan dapat dilakukan secara optimal dan produktifitas guru dalam kinerja professional dapat maksimal. Dalam kegiatan penulisan laporan penelitian dan artikel ilmiah dihasilkan 36 artikel yang melibatkan 72 orang dari 108 guru peserta TOT dan artikel tersebut dimuat dalam jurnal ilmiah. Kegiatan TEQIP diharapkan dapat didiseminasikan secara berkelanjutan ke-
Subanji dan Isnandar, Meningkatkan Profesionalisme Guru SD Melalui TEQIP, 9
pada guru di daerah masing-masing, karena itu diperlukan penyusunan program kegiatan diseminasi berkelanjutan. Dari kegiatan penyusunan program diseminasi berkelanjutan, diperoleh 15 program kegiatan. Program diseminasi berkelanjutan tersebut telah dikomunikasikan kepada Dinas Pendidikan dan telah mendapatkan du-kungan baik pendanaan maupun fasilitas. Menurut Sandt (2007) perilaku guru sangat mempengaruhi perilaku siswa. Dalam hal ini perilaku guru dipengaruhi oleh 3 hal: (1) teachers attitude, (2) teacher knowledge, dan (3) teacher views and beliefs. Perilaku guru perlu diubah dari “pemberi materi” ke arah memfasilitasi siswa untuk belajar. Hal ini perlu dilakukan karena: (1) perubahan paradigma pendidikan dari behaviorism ke constructivism, (2) perubahan pandangan yang semula siswa sebagai objek pembelajaran menjadi subjek pembelajaran, dan (3) perubahan pandangan dari teacher centered ke learner centered. behaviorism, Dalam paradigm mengajar merupakan aktifitas memberi “materi” kepada siswa dan “mengisi otak siswa” dengan materi yang diajarkan. Konsekuensinya, guru sebagai satu-satunya sumber belajar yang bisa diandalkan. Dalam hal ini, siswa dipandang sebagai kertas kosong yang bisa ditulisi sesuai kehendak guru atau sebagai gelas kosong yang harus diisi oleh guru dalam pengajaran. Ini berarti siswa hanya sebagai objek dalam pengajaran. Karena itu guru sebagai pusat pengajaran. Sebaliknya dalam paradigm constructivism mengajar merupakan aktifitas dalam memfasilitasi siswa untuk belajar. Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator yang memberikan motivasi, memfasilitasi, dan mendorong siswa untuk belajar. Keberhasilan siswa dalam belajar sangat ditentukan oleh siswa itu sendiri dan kemampuan guru dalam memfasilitasi siswa untuk bisa belajar secara baik. Karena itu istilah “pengajaran” dalam
menjadi “pembelajaran” behaviorism dalam constructivism. Dalam pandangan constructivism, siswa merupakan individu yang unik yang memiliki kemampuan untuk mengonstruksi pengetahuan sendiri. Guru harus memandang siswa sebagai subjek belajar dalam proses pembelajaran. Berarti guru harus memfasilitasi siswa untuk mudah mengonstruksi pengetahuan. Dalam hal ini, guru harus memiliki kemampuan untuk mengemas materi pelajaran supaya menjadi bermakna bagi siswa, menciptakan situasi kelas yang mendorong siswa untuk berpikir dan berinteraksi, serta menciptakan situasi yang kondusif dan menyenangkan bagi siswa untuk belajar. Mengubah perilaku guru dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun hal ini tidak mudah dilakukan. Karena pengalaman yang sudah sangat lama dalam mengajar, sehingga perilaku “memberi” pengetahuan kepada siswa sudah menjadi kebiasaan atau budaya yang melekat pada diri guru. Tuntutan perubahan perilaku guru sudah menjadi bagian dari tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks). Bahwa perkembangan Ipteks yang sangat pesat menuntut orang untuk kreatif dan inovatif. Orang harus banyak mengembangkan berpikir untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya. Sementara orang bisa menjadi kreatif dalam memecahkan masalah hanya jika dalam pembelajaran di sekolah mendorong siswa ke arah berpikir. Karena itu sangat penting perubahan perilaku guru untuk mendorong siswanya untuk berpikir. Karena itu mengubah perilaku guru untuk mengikuti paradigm baru, meru-pakan hal yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Salah satu upaya untuk mengubah perilaku guru dari penyampai materi menjadi fasilitator, dapat dilakukan melalui kegiatan lesson study. Dalam penerapan lesson study, dilakukan kegiatan perencanaan (PLAN) secara kolaboratif,
10 , J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
pelaksanaan pembelajaran (DO), observasi Beberapa perubahan perilaku guru setelah menerapkan lesson study adalah: (1) terciptanya budaya akademik yang positif dalam membuat rencana pembelajaran kolaboratif, (2) terciptanya budaya ”terbuka” dengan adanya open class, (3) tumbuhnya kebiasaan untuk selalu refleksi dan memperbaiki pembelajaran, (4) adanya upaya untuk meningkatkan potensi diri dengan selalu belajar, dan (5) membiasakan pembelajaran dengan melihat siswa sebagai subjek pembelajaran. Dengan rencana pembelajaran kolaboratif guru terdorong untuk membuat perencanaan yang baik sebelum melaksanakan pembelajaran di kelas. Kebiasaan open class, mendorong guru terbiasa mengajar diobservasi oleh guru atau orang lain. Dengan adanya observasi dan refleksi, guru akan senantiasa berusaha menjadi lebih baik. Selain itu juga ada perubahan perilaku guru yang sangat mendasar, yakni guru memandang siswa tidak lagi sebagai objek, tetapi lebih sebagai subjek pembelajaran. SIMPULAN Dari kegiatan peningkatan profesionalisme guru berbasis lesson study ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Rata-rata peningkatan penguasaan materi trainer dari TOT 1 dan TOT 2 untuk bidang studi: Matematika
dan refleksi (SEE). mencapai 28.52 poin; IPA mencapai 29.55 poin; dan Bahasa Indonesia mencapai 20.57 poin. Rata-rata peningkatan penguasaan materi dalam kegiatan diseminasi 1: Matematika mencapai 34.346 poin, IPA mencapai 41.448 poin, dan Bahasa Indonesia mencapai 21.988 poin. Sedangkan untuk Diseminasi 2 rata-rata peningkatan penguasaan materi: Matematika mencapai 22,80 poin, IPA mencapai 30,48 poin, dan Bahasa Indonesia mencapai 24.18 poin. 2. Terdapat peningkatan kemampuan professional pedagogik peserta TEQIP dalam: (a) merancang pembelajaran secara kolaboratif, (b) melaksanakan praktik pembelajaran dengan open class, (c) melaksanakan penilaian, dan (d) melakukan refleksi setelah pembelajaran. 3. Produktifitas guru dalam kinerja professional mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan keberhasilan guru dalam menulis karya ilmiah berupa artikel ilmiah dari hasil penelitian. Dalam hal ini ada 36 artikel yang melibatkan 72 orang dari 108 guru dan artikel tersebut dimuat dalam jurnal ilmiah.
DAFTAR RUJUKAN Hospesova, A. & Ticha, M., 2006. Qualified Pedagogical Reflection as A Way to Improve Mathematics Education. Journal of Mathematics Teachers Education, 9, 129–156
Lin, F. L. & Cooney, T. J., 2001. Making sense of mathematics teacher education. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Mason, J., 1998. Enabling teachers to be real teacher: Necessary levels of awareness and structure of attention. Journal of Mathematics Teacher Education, 1, 243–267.
Sandt, S., 2007. Research Framework on Mathematics Teacher Behaviour: Koehler and Grouws’ Framework Revisited. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education,, 3(4), 343350
Subanji dan Isnandar, Meningkatkan Profesionalisme Guru SD Melalui TEQIP, 11
Skot, J, 2009. Contextualising the notion of ‘belief enactment’. Journal Math Teacher Educ, 12:27–46 Silver, E., Mills, V., Castro, A., Ghousseini, H., & Stylianides, G. (2005). Complementary approaches to mathematics teacher professional development: Integrating case analysis and lesson study in the BI:FOCAL project. In: ICMI study 15: The professional education and development of teachers of mathematics http://stwww.weizmann.ac.il/Gmath/ICMI/log_in.html.
Spilkova, V., 2001. Professional development of teachers and student teacher through reflection of practice. The New Hampshire Journal of Education, 4, 9–14. Susan, Swars, dkk, 2009. A longitudinal study of effects of a developmental teacher preparation program on elementary prospective teacher’s mathematics beliefs. Journal Math Teacher Educ 12:47–66.