MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SENI BUDAYA MELALUI TUGAS MANDIRI PADA MATERI ENSAMBEL MUSIK Kuntomo* Suharto** *Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Watumalang, Wonosobo **Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri semarang E-mail:
[email protected];
[email protected] Abstract This study aims to find out and describe the extent to which provision of independent tasks can improve learning achievement at the Cultural Arts ensemble material. The method used in this study is the class-action research using a descriptive approach to quantitative and qualitative. The model was used with step cycle: planning, action, observation and reflection. Data was analyzed in each cycle of observation and reflection. The results showed that: independent task method can enhance students' learning achievement 8 th-grade students of Watumalang Junior High School, was seen from the increase in the percentage of success from all cycles. In cycle I, the success of students only 10.7% good, cycle II, the success of students increased to 82.1% good, and the third cycle of increased student success more to 96.4%. Suggestions in this research are: (1) Teachers can socialize independent assignment method and implementing these methods in learning and Cultural Arts as far as the condition of their students with students who have the condition in this study that students have the responsibility, discipline, willingness and enthusiasm for learning high.
Kata Kunci : prestasi belajar seni budaya, tugas mandiri, ensambel musik.
PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dalam meningkatkan sumber daya manusia pada berbagai tingkat kehidupan. Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Oleh karena itu, perlu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menimbulkan rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif.
Untuk melaksanakan hal tersebut maka setiap manusia Indonesia harus diberikan kesempatan yang seluas luasnya untuk memperoleh kesempatan pendidikan. Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Dalam memberikan pelajaran di dalam kelas, guru harus benar-benar mampu memilih metode yang tepat sesuai dengan keadaan siswa dan materi kegiatan
belajar mengajar sehingga anak lebih mudah menangkap materi yang disampaikan dan mampu menyimpan dalam ingatannya. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran lebih menekankan pada pendekatan kontekstual/ Contekstual Teaching and Learning (CTL) yaitu merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Siswa belajar dari mengalami, mencatat sendiri polapola bermakna dari pengetahuan baru dan bukan diberi begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi faktafakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Pendidikan Seni Budaya di SMP hanya diberi alokasi waktu dua jam pelajaran (2 X 40 menit) dalam seminggu, sehingga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran serta untuk meningkatkan prestasi belajar sangat sulit mengingat tujuan pembelajaran mata pelajaran Seni Budaya sangat komplek. Seni Budaya di SMP meliputi apresiasi, ekspresi dan kreasi. Maka dengan pemberian tugas mandiri, diharapkan siswa bisa dapat lebih mengapresiasikan, mengekspresikan dan mengkreatifitaskan daya seninya. Untuk dapat mengapresiasikan suatu karya seni dengan baik bahkan sampai dengan siswa dapat mengkreasikan suatu karya seni sangat kurang sekali apabila waktu dua jam tatap muka tersebut digunakan. Maka perlu sekali adanya tambahan jam belajar agar siswa dapat mencapai hasil yang lebih baik. Tambahan jam belajar bisa diwujudkan dengan jalan pemberian tugas mandiri (belajar mandiri) yang dilaksanakan sebagai tugas diluar jam pelajaran. Dalam belajar mandiri guru memberikan tugas yang dapat dilakukan siswa diluar jam pelajaran dan siswa langsung mengalaminya. Misalnya siswa diberi tugas mengamati kesenian yang ada di daerahnya, siswa diberi tugas membuat alat musik sederhana dan memainkannya sekaligus mempagelarkannya. Berdasarkan hal tersebut diatas, pemberian tugas mandiri dalam pembelajaran Seni Budaya dimaksudkan: 1) Pemberian tugas mandiri sebagai bentuk belajar mandiri bagi siswa dapat meningkatkan prestasi
belajarnya pada mata pelajaran Seni Budaya. 2) Pemberian tugas mandiri perlu dikembangkan untuk memacu semangat dan motivasi belajar siswa lebih intensif. 3) Dengan pemberian tugas mandiri siswa langsung mengalami. Dengan siswa mengalaminya mereka bisa merasakannya dan kemudian mereka dapat tumbuh daya seni dan kreatifitas seninya. Pemberian tugas mandiri ensambel musik, selain karena jam tatap muka pelajaran Seni Budaya yang terbatas juga dimaksudkan untuk memberikan dorongan kepada siswa agar bisa lebih giat dan aktif belajar. Apabila diamati keadaan dan kondisi siswa SMP 2 Watumalang dalam belajar, sebagian besar mereka belum memiliki kesadaran dan motivasi belajar yang jelas. Mereka belajar di sekolah hanya sebatas belajar saja, mengenai apa tujuan dan kegunaan dari belajar di sekolah itu mereka banyak yang tidak tahu bahkan tidak memikirkannya. Dengan pemberian tugas mandiri ini dimungkinkan anak dapat lebih termotivasi dalam belajarnya sehingga dengan motivasi belajar yang tinggi tersebut anak dapat lebih kreatif dan berprestasi. Di SMP 2 Watumalang juga diterapkan pembagian kelas secara unggulan, artinya pada setiap jenjang kelas dibuat satu kelas yang terdiri dari siswa didik yang memiliki prestasi cukup baik dari sekian banyak siswa didik yang ada. Kelas unggulan selalu diletakkan pada kelas A pada setiap jenjangnya. Demikian juga pada kelas VIII A, semua siswanya merupakan
siswa yang memiliki prestasi cukup baik dari seluruh siswa kelas VIII yang ada. Siswa kelas VIII A sangat memiliki kedisiplinan, tanggung jawab, kemauan dan semangat yang tinggi dalam mengikuti pelajaran. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini terfokus merumusan masalah pada sejauh mana pemberian tugas mandiri ensambel musik dapat meningkatkan prestasi belajar Seni Budaya siswa kelas VIII A SMP 2 Watumalang . Belajar didefinisikan sebagai aktifitas tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi memiliki sikap, dari tidak punya ketrampilan menjadi punya ketrampilan (Harry, 1986:3). Lebih lanjut dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan (Surya, 1990:1). Dalam teori Behaviorisme, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus – Respon), yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap yang datang dari luar. Behaviorisme menekankan pada apa yang dapat dilihat yaitu tingkah laku, serta tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karena tidak dapat dilihat, oleh karena itu tidak dianggap ilmiah (Toeti S,1997:13). Proses belajar menurut Behaviorisme lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu di dalam diri siswa yang belajar (Galloway dalam Toeti S, 1997:13)
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka dari guru (Poerwadarminto, 1995 : 3 ). Prestasi belajar adalah taraf prestasi yang dicapai dari bermacam-macam pelajaran yang diikuti (Sukardi, 1983 : 101). Hasil yang telah dicapai setelah siswa melakukan aktifitas belajar atau sesuatu tingkah laku tertentu dalam melakukan tugas akademik. Prestasi belajar siswa dilambangkan dalam bentuk nilai (angka) yang dihasilkan dari pengukuran prestasi belajar berupa tes sebagai alat ukurnya. Mandiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan dapat berdiri sendiri ; tidak bergantung pada orang lain (Tim Penyusun Kamus, 2003 : 710). Dari pengertian belajar di atas, dapat dijelaskan bahwa aktifitas siswa dalam melaksanakan belajar mandiri adalah suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dilakukan sendiri, tidak bergantung kepada orang lain. Dalam belajar mandiri dapat berbentuk pemberian tugas mandiri. Tugas mandiri adalah kegiatan kesiswaan yang harus dilakukan diluar jam pelajaran yang ditetapkan didalam struktur pelajaran dan wajib dikerjakan dengan penuh tanggung jawab. Pemberian tugas belajar biasanya dikaitkan dengan resitasi. Resitasi adalah suatu persoalan yang bergayut dengan masalah pelaporan anak didik setelah mereka selesai mengerjakan suatu tugas. Tugas yang diberikan bermacam-macam, tergantung dari kebijakan guru yang penting adalah
tujuan pembelajaran tercapai. Pemberian tugas dapat mengikuti fase-fase berikut : (1) Fase pemberian tugas Tugas yang diberikan kepada tiap anak didik harus jelas dan petunjukpetunjuk yang diberikan harus terarah. (2) Fase belajar Dalam fase ini anak didik belajar (melaksanakan tugas) sesuai tujuan dan petunjuk-petunjuk guru. (3) Fase resitasi Dalam fase ini anak didik mempertanggungjawabkan hasil belajarnya, baik berbentuk laporan lisan maupun tertulis. Kelebihan metode pemberian tugas antara lain, (1) Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat, (2) lebih lama; dan (2) Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab, dan berdiri sendiri. Pengertian ensambel berasal dari kata ensemble (Perancis) yang berarti bersama-sama. Dengan dasar arti tersebut, musik ensambel dapat dimaknai sebagai sebuah sajian musik yang dilakukan secara bersama-sama dengan menggunakan satu jenis alat musik atau beberapa jenis alat musik (Sugiyanto, 2004 : 89). Suharto (1990 : 51) memberikan batasan bahwa ensembel adalah sekelompok pemain musik yang memainkan alat-alat musik sekeluarga, misalnya ensambel tiup, ensambel musik sekolah. Astuti (2001: 16) mengelompokkan ensambel musik berdasarkan jumlah pemain dan alat musik yang dipergunakan dalam 3 kelompok yaitu :
1) Ensambel kecil yaitu ensambel musik yang jumlah pemain antara 2 sampai dengan 8 orang pemain, baik vokal maupun instrument (alat musik). 2) Ensambel sedang yaitu ensambel musik yang jumlah pemainnya antara 10 sampai dengan 30 orang pemain. 3) Ensambel besar yaitu ensambel musik yang jumlah pemainnya lebih dari 30 orang pemain. Ensambel besar juga disebut orkes atau orkestra. Akan tetapi jika jumlah pemainnya melebihi 120 orang pemain disebut orkes simphoni. Musik ensambel secara garis besar digubah atas : pendahuluan, tema, bagian akhir. Bagian tersebut dapat dikembangkan dengan variasi : (1) melodi berselang nada oktaf, (2) melodi susul-menyusul, (3) kontra melodi, dan (4) melodi pengisi. Prosedur bermain musik ensambel adalah (1) menyajikan tema dengan irama iringan alat musik, (2) mempelajari dan memainkan tema bagian demi bagian dengan alat musik sesuai dengan gubahan, (3) mempelajari dan memainkan bagian-bagian variasi, (4) mempelajari dan memainkan bagian pendahuluan, dan (5) mempelajari dan memainkan bagian akhir.
METODE Penelitian ini merupakan “Penelitian Tindakan” yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar, oleh sebab itu metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).
Kemmis (dalam Riyanto, 2001) menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan upaya menguji cobakan ideide ke dalam praktek untuk memperbaiki atau merubah sesuatu agar memperoleh dampak nyata dari situasi. Classroom action research adalah penelitian yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas yang pada hakekatnya merupakan “riset – tindakan – riset – tindakan .......” yang dilakukan secara siklik dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Langkah penelitiannya bersifat refleksi tindakan dengan pola “ proses pengkajian berdaur (siklus)”. Langkah ini berlangsung berulang-ulang yang terdiri dari perencanaan – tindakan – observasi – refleksi. Kemmis dan Taggart menggambarkan daur penelitian tindakan kelas sebagai berikut :
Gambar 1. Kajian Berdaur 4 Tahap Penelitian Tindakan Kelas tiap Siklus menurut Kemmis dan Taggart.
Sasaran dalam penelitian ini adalah pelaksanaan tugas mandiri pada pembelajaran ensambel di kelas 8 A SMP 2 Watumalang dalam upaya meningkatkan prestasi belajar Seni Budaya pada materi ensambel. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lainteknik observasi, teknik dokumentasi, dan teknik tes. Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif
dan kualitatif. Data kuantitatif ini diperoleh dari hasil tes memainkan alat musik dalam bentuk kelompok ensambel. Data-data hasil tes tersebut dianalisis menggunakan deskriptif persentase yaitu penghitungan dengan menggunakan persentase dan dideskripsikan. Langkah-langkah perhitungan data tes yaitu: (1) merekap skor yang diperoleh kelompok , (2) menghitung skor komulatif dari semua aspek, (3) menghitung skor rata-rata, (4) menghitung persentase. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum mendapatkan hasil penelitian baik secara kualitatif maupun kuantitatif terlebih dahulu dilakukan pembagian kelompok siswa (kelompok ensambel) sebagai obyek penelitian untuk memperoleh data yang akurat. Dari 29 siswa dalam satu kelas dibagi menjadi 7 kelompok ensambel yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa tapi ada satu kelompok yang terdiri dari 5 siswa. Untuk menentukan kelompoknya, siswa diberikan kebebasan untuk memilih teman dalam kelompoknya. Hal ini dimaksudkan supaya dalam bermain ensambel anak dapat lebih leluasa dan nyaman karena dengan teman yang dianggap cocok. Karena dalam suatu permainan yang bersifat kelompok apabila dalam satu kelompok tersebut tidak ada kecocokan pasti akan memberikan dampak yang kurang baik dalam permainannya atau hasilnya. Di samping itu, guru juga ikut mengarahkan apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam menentukan kelompoknya. Untuk menentukan urutan kelompok berkaitan dengan penampilannya dilakukan dengan jalan pengundian. Hal ini untuk
memperoleh keadilan sebab siswa merasa tidak setuju jika urutan kelompoknya ditentukan oleh guru atau urutan nomor absen saja. Setelah diperoleh pembagian kelompok ensembel siswa, dilakukan pelaksanaan tindakan kelas pada siklus I sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan. Rencana pembelajaran pada siklus I adalah sebagai berikut : (1) guru/peneliti menjelaskan tentang pembelajaran ensambel dengan tugas mandiri dan kegiatan yang harus dilakukan siswa berkaitan dengan ensambel yang harus mereka nantinya bentuk, (2) guru/peneliti menjelaskan lagu yang nanti harus mereka mainkan secara ensambel yaitu lagu Kampuang Nan Jauh Di Mato, (3) guru/peneliti menjelaskan secara ringkas teknik permainan alat musik recorder, (4) guru/peneliti menjelaskan secara ringkas mengenai tangga nada dan urutan nada-nadanya, (5) siswa diberi tugas untuk mencoba berlatih recorder dengan nada dasar yang sesuai dengan lagu Kampuang Nan Jauh Di Mato, (6) kemudian, ditugaskan pula memainkan lagu Kampuang Nan Jauh Di Mato tersebut dengan menggunakan recorder secara kelompok (ensambel), (7) evaluasi siklus I dengan aspek penilaian keantusiasan siswa dalam berlatih (melaksanakan tugas), penguasaan alat recorder, penguasaan lagu yang dimainkan (Kampuang Nan Jauh Di Mato), dan kebersamaan atau kekompakan dalam bermain musik. Sesudah mendapat pembelajaran dengan pemberian tugas mandiri pada siklus I diperoleh hasil yaitu antusias dari siswa dalam belajar terlihat ada 6
kelompok yang menunjukkan keantusiasan cukup atau 85,7%, dan 1 kelompok menunjukkan keantusiasan kurang atau 14,3%. Kelompok yang memiliki keantusiasan sangat baik dan baik tidak ada atau 0 %. Dalam penguasaan alat musik (recorder) terlihat ada 5 kelompok memiliki kemampuan cukup atau 71,4%, 2 kelompok memiliki kemampuan kurang atau 28,6%. Sedangkan kelompok yang memiliki kemampuan penguasaan alat sangat baik dan baik tidak ada atau 0%. Dalam penguasaan lagu, ada 4 kelompok yang memiliki kemampuan cukup atau 57,1%, 3 kelompok memiliki kemampuan kurang atau 42,9%. Kelompok yang memiliki kemampuan penguasaan lagu sangat baik dan baik tidak ada atau 0%. Demikian pula dalam kebersamaan atau kekompakan kelompok terlihat ada 4 kelompok memiliki kemampuan cukup atau 57,1%, 3 kelompok memiliki kemampuan kurang atau 42,9%. Kelompok yang memiliki kekompakan sangat baik dan baik tidak ada atau 0%. Dari hasil yang dicapai pada masing-masing aspek penilaian di atas dapat disimpulkan bahwa pada siklus I menunjukkan prestasi bermain ensambel siswa dengan tugas mandiri Langkah–langkah yang dilakukan dalam siklus II adalah seperti berikut ini : (1) guru/peneliti menugaskan kembali kepada masingmasing kelompok siswa (ensambel) untuk mempelajari lagu Kampuang Nan Jauh Di Mato menggunakan alat musik recorder, (2) Masing-masing kelompok ensambel ditugaskan untuk secara bebas memberikan/menyediakan alat musik yang lain seperti alat musik ritmis
ataupun harmonis, (3) apabila semua kelompok ensambel sudah siap dengan alat yang mereka tentukan sendiri mulai ditugaskan untuk belajar secara mandiri kelompok memainkan lagu Kampuang Nan Jauh Di Mato dengan menentukan sendiri bentuk irama maupun musiknya, (4) setelah semua kelompok dianggap sudah siap pada waktu yang telah ditentukan maka dilakukan evaluasi. Hasil yang diperoleh selama tindakan kelas berlangsung (siklus II) yaitu terlihat antusias siswa meningkat apabila dibandingkan dengan siklus I, antusias siswa kategori sangat baik ada 2 kelompok atau 28,6%, kategori baik ada 4 kelompok atau 57,1 %, kategori cukup ada 1 kelompok atau 14,3 % , dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Demikian juga kemampuan penguasaan alat musik bila dibandingkan dengan siklus I mengalami peningkatan, kemampuan penguasaan alat musik kategori sangat baik ada 1 kelompok atau 14,3%, kategori baik ada 5 kelompok atau 71,4 %, kategori cukup ada 1 kelompok atau 14,3 %, dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Kemampuan penguasaan lagu juga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan siklus I, kemampuan penguasaan lagu kategori sangat baik ada 1 kelompok atau 14,3 %, kategori baik ada 6 kelompok atau 85,7%, kategori cukup tidak ada atau 0%, dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Demikian juga pada aspek kebersamaan atau kekompakan kelompok juga terlihat adanya kenaikan apabila dibandingkan dengan siklus I, kebersamaan atau kekompakan kelompok kategori sangat baik ada 1 kelompok atau 14,3 %, kategori baik ada 3 kelompok atau 42,85%, kategori cukup
ada 3 kelompok atau 42,85%, dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Dari hasil yang dicapai pada masing-masing aspek penilaian di atas dapat disimpulkan bahwa pada siklus II menunjukkan prestasi bermain ensambel siswa dengan tugas mandiri mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan siklus I, masuk pada kategori baik (17,9% sangat baik, 64.2 % baik, 17,9% cukup). Dari hasil kegiatan siklus II, kegiatan pembelajaran pada siklus III lebih relatif dengan pengalaman belajar siklus II. Untuk itu peneliti mempersiapkan rencana pembelajaran dengan bahan ajar berupa lagu model atau lagu yang dimainkan diberikan kebebasan untuk memilih, dan alat musik yang dipakai atau dimainkan siswa diberi kebebasan menentukannya sendiri tetapi untuk alat melodis yang dipakai membawakan lagunya tetap memakai alat musik recorder. Adapun aspek yang dinilai pada siklus III ini masih sama dengan siklus II yaitu keantusiasan siswa dalam melaksanakan tugas mandiri, kemampuan penguasaan alat, kemampuan penguasaan lagu, dan kebersamaan atau kekompakan dalam kelompoknya. Hasil yang diperoleh selama tindakan kelas berlangsung (siklus III) yaitu terlihat antusias siswa meningkat apabila dibandingkan dengan siklus II, antusias siswa kategori sangat baik ada 4 kelompok atau 57,1%, kategori baik ada 3 kelompok atau 42,9%, kategori cukup tidak ada atau 0 % , dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Begitu juga kemampuan penguasaan alat musik bila dibandingkan dengan siklus II mengalami peningkatan, kemampuan
penguasaan alat musik kategori sangat baik ada 2 kelompok atau 28,6%, kategori baik ada 5 kelompok atau 71,4%, kategori cukup tidak ada atau 0%, dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Kemampuan penguasaan lagu juga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan siklus II, kemampuan penguasaan lagu kategori sangat baik ada 2 kelompok atau 28,6%, kategori baik ada 5 kelompok atau 71,4%, kategori cukup tidak ada atau 0%, dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Demikian juga pada aspek kebersamaan atau kekompakan kelompok juga terlihat adanya kenaikan apabila dibandingkan dengan siklus II, kebersamaan atau kekompakan kelompok kategori sangat baik ada 2 kelompok atau 28,6%, kategori baik ada 4 kelompok atau 57,1%, kategori cukup ada 1 kelompok atau 14,3%, dan kategori kurang tidak ada atau 0%. Dari hasil yang dicapai pada masing-masing aspek penilaian di atas dapat disimpulkan bahwa pada siklus III menunjukkan prestasi bermain ensambel siswa dengan tugas mandiri mengalami sedikit peningkatan bila dibandingkan dengan siklus II, tetapi masih masuk pada kategori baik (35,7% sangat baik, 60,7% baik, 3,6% cukup). Dalam penelitian ini jika dilihat dari hasil yang diperoleh pada tiap-tiap siklus atau tiap-tiap tindakan kelas dapat dibahas bahwa dalam antusias siswa untuk mengikuti penugasan dari guru mengalami peningkatan yang cukup baik. Di sini terlihat pada siklus I antusias siswa masih terlihat dalam taraf sedang karena sebagian siswa masih belum menguasai atau mengetahui lagu yang dimainkan dan sebagian siswa kurang bisa memainkan alat musik recorder dengan baik. Karena itulah
antusias siswa menjadi biasa-biasa aja.. Pada siklus II antusias siswa sudah mulai terlihat meningkat untuk melaksanakan penugasan yang diberikan oleh guru, dikarenakan pada siklus ini siswa mulai tertarik dengan perlakuan yang diberikan dimana siswa bebas untuk menggunakan alat musik walaupun lagu yang dimainkan masih tetap sama dengan siklus I. Dengan diberikan kebebasan menggunakan alat musik, siswa merasa tidak terbebani sehingga antusias mereka dapat tumbuh. Terlebih lagi pada siklus III, antusias siswa kelihatan semakin meningkat lagi karena pada siklus ini siswa betul-betul diberikan kebebasan untuk bermain ensambel dimana alat musik dan lagu yang dimainkan bebas memilih sesuai dengan pilihan lagu yang ada atau yang telah ditentukan oleh guru. Peningkatan keantusiasan siswa dapat kita lihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Keantusiasan Siswa Siklus I, II dan III
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Prosentase Keberhasilan Siklus I
0%
14.30%
71.40%
14.30%
Prosentase Keberhasilan Siklus II
28.60%
57.10%
14.30%
0%
Prosentase Keberhasilan Siklus III
57.10%
42.90%
0%
0%
Pada penguasaan alat dapat pula kita lihat ada perkembangan yang meningkat dimana pada siklus I yang semula penguasaan alat masih ada sebagian kelompok ensambel kurang baik penguasaan alatnya dikarenakan siswa masih asing dengan alat recorder lebih-lebih mereka kurang bisa latihan karena tidak memiliki sendiri alat recorder di rumah. Kemudian pada siklus II penguasaan alat agak meningkat dengan perlakuan yang diberikan oleh guru yaitu siswa ditugaskan harus memiliki alat sendiri di rumah dan belajarnya lebih sering lagi. Selain itu pada siklus ini siswa membawakan ensambel masih tetap lagu yang dibawakannya. Karena lagu yang dibawakan masih sama maka siswa otomatis semakin paham dengan lagunya dan semakin sering pula mereka mempelajarinya. Sehingga penguasaan alat musiknyapun semakin meningkat. Pada siklus III penguasaan alat juga terlihat semakin meningkat. Hal ini dikarenakan mereka semakin sering berlatih alat musik baik secara individu maupun dengan kelompok ensambelnya. Apa lagi pada siklus ini guru memberikan penugasan yang berupa kebebasan untuk memainkan ensambel baik alat musiknya maupun lagu yang dibawakannya. Pada siklus III terlihat
penguasaan alat sudah tidak ada yang kurang bahkan terlihat baik sekali. Ini bisa kita lihat dari tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Penguasaan Alat Siklus I, II dan III. 80%
memilih lagu. Pada siklus ini sebagian besar kelompok ensambel menguasai lagu dengan baik dan benar seperti yang bisa kita lihat dari tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Penguasaan Lagu Siklus I, II dan III. 90%
70%
80%
60%
70%
50% 60%
40%
50%
30%
40%
20%
30%
10%
20% 10%
0% Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Prosentase Keberhasilan Siklus I
0%
14.30%
57.10%
28.60%
Prosentase Keberhasilan Siklus II
28.60%
57.10%
14.30%
0%
Prosentase Keberhasilan Siklus III
28.60%
71.40%
0%
0%
Pada penguasaan lagu terlihat peningkatannya sangat tinggi terutama dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I masih banyak kelompok ensambel yang kurang menguasai lagu bahkan tidak ada sama sekali yang dapat menguasai lagu dengan benar. Tapi pada siklus II justru sebaliknya, tidak ada kelompok ensambel yang kurang menguasai lagu mereka sebagian besar dapat menguasai lagu dengan baik. Hal ini dikarenakan lagu yang mereka mainkan masih sama, sehingga pada siklus I mereka baru kenal lagu pada siklus II mereka semakin kenal dan paham. Selain itu juga mereka mempelajari lagunyapun semakin lama otomatis semakin memahami. Sedangkan pada siklus III penguasaan lagu hanya sedikit mengalami peningkatan sebab waktu yang mereka gunakan latihan tidak lama tetapi lagu yang mereka pelajari adalah lagu yang mereka sudah bisa karena siswa diberi kebebasan untuk
0% Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Prosentase Keberhasilan Siklus I
0%
0%
71.40%
28.60%
Prosentase Keberhasilan Siklus II
14.30%
85.70%
0%
0%
Prosentase Keberhasilan Siklus III
28.60%
71.40%
0%
0%
Untuk kekompakan atau kebersamaan dalam bermain ensambel masih terlihat kurang sekali terutama pada siklus I. Hal ini dikarenakan mereka belum bisa merasa satu kesatuan sebab mereka baru bergabung menjadi satu kelompok ensambel baru. Apalagi kemampuan mereka dalam bermain musik jelas berbeda-beda satu sama lain. Mereka harus mencoba untuk belajar bisa merasa satu kesatuan terlebih dahulu, dimana hal ini perlu waktu sesuai dengan karakter dan pribadi dari masing-masing siswa yang berbeda-beda tersebut. Maka itu pada siklus I jelas terlihat sebagian besar kekompakan atau kebersamaan kelompok ensambel siswa kurang. Akan tetapi pada siklus II kekompakan kelompok ensambel sudah mulai terlihat meningkat walaupun tidak begitu banyak. Hal ini sudah terlihat dengan tidak adanya kelompok yang kurang kompak. Walaupun demikian masih
banyak juga kelompok yang hanya cukup kekompakannya. Lalu lebih terlihat meningkat lagi kekompakanya pada siklus III. Mereka sebagian besar sudah baik kekompakan atau kebersamaannya. Hal ini dikarenakan mereka sudah sering atau lama bersama dalam satu kelompok, sehingga mereka satu sama lain bisa saling menyesuaikan diri dengan teman sekelompoknya. Selain itu mereka juga sudah semakin baik dalam permainan musiknya berkat belajar secara bersama-sama dalam satu kelompok ensambel. Kita lihat tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Kebersamaan/Kekompakan Siklus I, II dan III 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Prosentase Keberhasilan Siklus I
0%
14.30%
42.85%
42.85%
Prosentase Keberhasilan Siklus II
14.30%
42.85%
42.85%
0%
Prosentase Keberhasilan Siklus III
28.60%
57.10%
14.30%
0%
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Metode tugas mandiri dapat meningkatkan prestasi belajar (hasil belajar) siswa kelas VIIIa SMP Negeri 2 Watumalang. Ini dapat dilihat dari pencapaian keberhasilan pada setiap
siklusnya, dari siklus I, siklus II dan siklus III yang terus meningkat secara signifikan. Pada siklus I diperoleh keberhasilan dengan prosentase 10,7% baik, 60,7% cukup, 28,6% kurang. Ini menunjukkan bahwa anak yang tuntas sebesar 71,4%, tapi yang tuntas dengan baik hanya 10,7%. Sedang pada siklus II terlihat ada kenaikan keberhasilan bila dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus II diperoleh keberhasilan dengan prosentase 17,9% sangat baik, 64,2% baik, 17,9% cukup. Ini menunjukkan bahwa anak yang tuntas dengan baik (memuaskan) ada 82,1%. Demikian juga terlihat ada peningkatan pada siklus III; 35,7% sangat baik, 60,7% baik, 3,6% cukup. Ini menunjukkan anak yang tuntas dengan baik (memuaskan) ada 96,4%. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diberikan saran sebagai berikut : Guru hendaknya dapat mensosialisasikan metode tugas mandiri dan mengimplementasikan metode tersebut dalam pembelajaran Seni Budaya berkoordinasi dengan kepala sekolah sejauh kondisi siswanya sama dengan kondisi siswa yang ada pada penelitian ini yaitu siswa memiliki tanggung-jawab, kedisiplinan, kemauan dan semangat belajar yang tinggi. Untuk memperlancar proses pembelajaran Seni Budaya dan kelancaran belajar mengajar pelajaran yang lain, hendaknya sekolah menyediakan ruangan khusus musik (lab musik) sehingga tercipta suasana belajar yang nyaman. Untuk lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan alat, perlu
sekali ditambah atau frekwensi latihannya.
diperbanyak
DAFTAR PUSTAKA Arikunto , Suharsimi. 1996 . Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Astuti, Kun S. 2001. Pertunjukkan Musik Sebagai Fokus Pembelajaran Ansambel Musik Untuk Mencapai Prestasi Hasil Belajar Musik Yang Penuh Makna. Tesis. Yogyakarta : PPS UNY. Depdikbud. 1990. Petunjuk Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Depdiknas. 2006 . Model Silabus Mata Pelajaran Seni Budaya SMP / MTs . Jakarta : BSNP Depdiknas. ----------------.2006. Modul I Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. BSNP Depdiknas. ----------------.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-III Jakarta: Balai Pustaka. Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan
Teoretis Psikologis. Jakarta: PT Rineka Cipta. ------------------.2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Eedisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nur Muhamad. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : IKIP Surabaya. Soekamto, Toeti dan Winataputra, U.S. 1997. Teori Belajar dan Model– Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka. Tim Abdi Guru. 2007. Seni Budaya untuk SMP kelas VIII. Jakarta : Erlangga. Utomo, Erry. 1997. Pokok–Pokok Pengertian dan Pelaksanaan Kurikulum Muatan lokal. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Winkel, W.S. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar .Jakarta : Gramedia.