Yoto, Meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.....
99
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN KEJURUAN MELALUI PROGRAM SMK UNGGULAN
Oleh: Yoto Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang
Abstrak: Globalisasi yang sedang dan terus berlangsung meningkatkan persaingan di berbagai bidang, termasuk sektor ketenagakerjaan. Dalam situasi seperti ini keunggulan komparatif (comparative advantage) saja tidak cukup, dibutuhkan juga keunggulan kompetitif (competitive advantage) tenaga kerja yang akan memasuki persaingan pasar tenaga kerja. SMK-Unggulan pada dasarnya diselenggarakan untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil tingkat menengah untuk mendukung pembangunan nasional dalam sektor ketenagakerjaan, pemilihan karir, dan mengem-bangkan kompetensi siswa agar mampu berkompetisi secara global serta mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan orang lain.
Kata Kunci: kualitas layanan, hasil pendidikan kejuruan, SMK-U
Salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan pembangunan adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yakni memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk pengembangan industri dan sektor-sektor ekonomi lainnya. Pertumbuhan penduduk usia kerja (angkatan kerja) yang terus meningkat tanpa diiringi peningkatan kompetensi dan keterampilan hanya akan menambah beban yang harus dipikul bersama oleh masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Sebaliknya, angkatan kerja yang memiliki kompetensi merupakan asset (human capital)yang dibutuhkan untuk pembangunan berbagai sektor perekonomian. Globalisasi yang sedang dan terus berlangsung meningkatkan persaingan di berbagai bidang, termasuk sektor ketenegakerjaan. Perkembangan pesat dalam teknologi komunikasi dan informasi (information communication technology/
ICT) dan semakin luasnya jangkauan sarana dan prasarana transportasi mengakibatkan lalu lintas tenaga kerja (human capital)antar negara semakin meningkat. Sebagaimana persaingan pada sektor-sektor lainnya, manfaat dari situasi seperti ini akan lebih banyak dinikmati oleh negara-negara maju yang memiliki sumber daya manusia lebih berkualitas. Dalam situasi seperti ini keunggulan komparatif (comparative advantage) saja tidak cukup, dibutuhkan juga keunggulan kompetitif (competitive advantage) tenaga kerja yang akan memasuki persaingan pasar tenaga kerja. Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu (Rivai &Murni, 2010:91). Dalam Keputusan Mendikbud RI Nomor: 0490/U/1992 pasal 2 dijelaskan bahwa
100
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
Sekolah Menengah Kejuruan bertujuan meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; serta menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengem-bangkan sikap profesional. Menurut Billett (2011) Pendidikan kejuruan mempunyai tujuanyang terfokus pada: (1) persiapan untuk masuk kerja, (2) pemilihan karir, (3) mengembangkan kompetensi, dan (4) perbekalan dari pengalaman yang mendu-kung untuk transisi jabatan pekerjaan dari satu posisi ke posisi yang lain. Kebijakan pendidikan kejuruan di negara-negara berkembang dimulai sejak tahun 1990-an. Konseptualisasi pendidikan kejuruan terkait dengan kemampuan dalam menggunakan alat dan mesin (Sanders, 2001). Menurut sanders vokasi-onalisasi sekolah menengah sebagai cara untuk meningkatkan relevansi pendidikan kejuruan dan teknologi. Vokasionalisasi berarti perkenalan mata pelajaran praktik dan/atau kejuruan, kunjungan industri, bimbingan kejuruan, dan metode pengajaran yang lebih mengarah kepada penerapan. Penelitian yang dilakukan Lauglo (2005) menunjukkan bahwa tujuan ekonomi merupakan salah satu motivasi utama untuk memperkenalkan pendidikan kejuruan, pelajaran praktik dan kurikulum yang lebih berorientasi pada pekerjaan. Pendidikan kejuruan menurut Miller (1985) juga akan membuat efisiensi yang lebih besar dalam produksi dan meningkatkan kemampuan kaum muda baik laki-laki maupun perempuan dengan membantu mereka bergerak dari pekerjaan sebagai buruh kasar yang tidak
edukatif menjadi pekerja terampil yang dicari industri. Snedden (dalam Hyslop & Marginson, 2004) membuat suatu model pendidikan kejuruan yang berlangsung terfokus pada satu kebutuhan tenaga kerja yang diinginkan oleh industri. Dalam skema yang dibuatnya, seorang pelajar akan dibentuk menjadi tenaga kerja dengan keahlian tertentu disesuaikan dengan kecakapannya dan tuntutan industri. Dalam konteks pemikiran seperti ini khususnya peningkatan mutu pendidikan serta relevansi, efisiensi manajemen dan lembaga pendidikan, dan pencitraan publik dikembangkan program SMK bertaraf internasional. Hal ini sejalan dengan pemikiran yang sampaikan oleh Owen & Clark (2002) dalam penelitiannya menyarankan bahwa penggunaan pendidikan yang berhubungan dengan proses kerja merupakan sebuah metode yang memungkinkan sistem pendidikan untuk mengajarkan cara yang efektif untuk menghadapi dunia kerja modern. Secara spesifik pendidikan SMK menurut Sutrisno (2006) diselenggarakan untuk: (1) melakukan transformasi status siswa, dari manusia “beban” menjadi manusia “aset”; (2) mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dan kompetitif (competitive advantage) bagi pembangunan sektor industri dan sektorsektor ekonomi lainnya di Indonesia; (3) memberi bekal bagi siswa/tamatan untuk berkembang secara berkelanjutan. Khusus untuk pendidikan SMK bertaraf internasional, tamatan disiapkan untuk bisa bersaing dan mendapatkan
Yoto, Meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.....
pekerjaan di luar negeri dan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing yang datang untuk mengisi lowongan kerja di Indonesia. Dalam rangka meningkatkan kualitas layanan dan peningkatan mutu pendidikan kejuruan banyak kebijakan dan pengembangan pendidikan yang sudah, sedang dan akan dilakukan, antara lain: Kurikulum Berbasis Kompetensi, Program percepatan belajar, KTSP, SBN/SBI, Pengembangan SMK:SMA =70:30, dan lain-lain. Pengembangan Pendidikan Menengah Kejuruan (Murtoyo; Tadjo; Patasik, 2004) adalah: (1) Pada tahun 2005 terwujud 500 SMK berstandard nasional, dan 100 SMK berstandard Internasional, (2) Pada tahun 2020 terwujud 2000 SMK berstandard nasional dan 400 SMK berstandard Internasional. Dalam bahasan berikut akan dipaparkan salah satu dari sekian banyak kebijakan dan pengembangan dalam meningkatkan kualitas layanan dan mutu pendidikan kejuruan, yaitu: “Meningkatkan Hasil Pendidikan Kejuruan Melalui Program SMK Unggulan”. KONSEP DAN PROFIL SMK UNGGULAN Konsep SMK-Unggulan Sekolah Unggulan adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Dengan pengertian ini, SMK Unggulan(SMK-U) dapat dirumuskan sebagai berikut: SMK-U = SNP + X. SNP adalah standar nasional
101
pendidikan yang terdiri atas 8 komponen utama yaitu: Standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pendanaan, standar pengelolaan, dan standar penilaian (PP 19/2005). SNP harus digunakan sebagai acuan bagi pengembangan seluruh komponen pendidikan pada tingkat satuan pendidikan (sekolah). SNP merupakan standar minimal dan oleh karenanya tidak boleh dikurangi, namun boleh ditambah. Dengan pengertian ini, SMK-U harus: (1) merencanakan pengembangan sekolah berdasarkan 8 komponen SNP seperti yang tertulis dalam PP 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional beserta sejumlah Permen-diknasnya, (2) melaksanakan SNP secara patuh tetapi sekaligus dinamis, adaptif, dan proaktif terhadap perkembangan mutakhir pendidikan nasional dan internasional, (3) melakukan evaluasi dan refleksi terhadap program-program yang telah dilaksanakan, dan (4) melakukan revisi terhadap program-program yang telah dilaksanakan sesuai dengan hasil kajian dan tuntutan pengembangan pendidikan nasional bagi SMK-U. Terkait dengan keempat hal tersebut, maka X merupakan penguatan, pengayaan, perluasan, pendalaman, penambahan, dan pengembangan terhadap SNP melalui adaptasi atau adopsi standar perkembangan internasional, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Meskipun secara formal belum dinamakan SMK Unggulan, sebenarnya di Indonesia telah ada sejumlah sekolah yang merintis ke arah
102
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
sekolah bertaraf internasional, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, baik umum maupun kejuruan. Sekolah sekolah tersebut, selain siswanya berasal dari dalam negeri, ada juga yang berasal dari negara-negara lain. Pada umumnya, lulusan dari sekolah-sekolah tersebut dengan mudah diterima jika melanjutkan pendidikan atau bekerja di negaranegara maju. Oleh karena itu, sekolah tersebut perlu dikaji mengapa mereka bermutu internasional sehingga polanya dapat diadaptasi atau bahkan diadopsi oleh Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia sebagai SMK Unggulan. Jika adaptasi atau adopsi terhadap program-program pendidikan dari luar negeri dilakukan, maka SBI perlu mencari mitra internasional, misalnya sekolah-sekolah dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jerman, Perancis, Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Singapore yang mutunya telah diakui secara internasional, atau pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi internasional seperti Cambridge, TOEF/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, dan sebagainya. Profil SMK-U Profil Sekolah Menengah Kejuruan Unggulan (SMK-U) dirumuskan berdasarkan pemikiran bahwa keberadaan SMK harus sesuai dengan harapan dunia kerja (outcome), dan tamatan SMK harus memenuhi kriteria atau indikator pada SNP. Untuk menghasilkan output dan outcome seperti itu diperlukan proses pendidikan
dan pelatihan yang sesuai dan proses tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, dibutuhkan input yang signifikan pula. Oleh karena itu, perumusan profil SBI dimulai dari pencermatan outcome output - proses –input (lihat Gambar 1).
Gambar 1 Perumusan Profil SMK-U
1. Mutu Outcome Aspek dan indikator komponen outcome merujuk kepada terpenuhinya: 1) harapan dunia kerja atas kinerja tamatan mencakup kepribadian, keterampilan sosial, kompetensi keahlian, dan etos kerja, 2) pengakuan dunia kerja terhadap kesesuaian program diklat di sekolah dengan kebutuhan mereka, dan 3) harapan orang tua siswa yang menginginkan anaknya cepat bekerja dan berpenghasilan yang memadai setelah tamat dari SMK. Untuk memenuhi aspek ini beberapa inisiatif baru dikembangkan di Amerika adalah pemagangan guru di industri. Pemagangan tenaga kependidikan ini dimaksudkan agar tenaga pendidik
Yoto, Meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.....
memiliki pangalaman industri, sehingga mereka memiliki wawasan luas tentang perkembangan dan kemajuan di dunia usaha/industri. Menurut Sallis (2007:44) Kerja sama ini membuat sekolah dan industri semakin dekat sehingga konsep-konsep industri semakin dapat diterima dalam dunia pendidikan. Menurut Pardjono (2011) kerjasama sekolah dengan industri pada dasarnya adalah digunakan untuk tempat praktik dan magang industri bagi para siwanya. Dengan demikian maka siswa akan memiliki pengalaman langsung dari dunia kerja sehingga setelah tamat mereka memiliki bekal keterampilan dan pengalaman yang cukup didunia kerja.Lebih lanjut Harianti (2007) menjelaskan bahwa peran serta masyarakat melalui pemberdayaan (1) dunia usaha dan dunia industri dalam pelaksanaan kegiatan praktik kerja industri (prakerin) siswa, program magang guru dan validasi dan sinkronisasi kurikulum, (2) komite sekolah dalam meningkatkan peran serta masyarakat secara lebih optimal, sehingga terjadi sinergi positif antara sekolah, keluarga, dan masyarakat (industri dan nonindustri) dalam mendukung optimalisasi implementasi pelaksanaan pembelajaran di SMK. 2. Mutu Output Aspek dan indikator output antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat melalui jumlah siswa yang dinyatakan lulus dan diakui kompeten dengan perolehan sertifikat kompetensi. Lulusan memiliki kemampuan standar sesuai
103
SNP plus kemampuan bertaraf internasional sekaligus, yang ditun-jukkan oleh penguasaan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan penguasaan kemampuan serta keterampilan yang diperlukan dalam dunia usaha/industri. Frantz (1982) menjelaskan bahwa ketrampilan teknik memiliki kontribusi yang besar untuk membuat pendidikan kejuruan dalam membantu siswa untuk: (a) memahami tentang industri dan teknologi yang dapat digunakan, (b) menemukan ketertarikan dan bakat yang dapat mereka gunakan untuk berkontribusi dalam masyarakat industri.Oleh karena itu maka SMK harus memberikan bimbingan kejuruan, yaitu layanan bimbingan dan penyuluhan serta bimbingan karier kejuruan yang diberikan oleh SMK kepada calon siswa, siswa dan tamatan (Kepmendikbud RI No. 0490/U/1992 Pasal 1 ayat 7). Pendidikan kejuruan menurut Miller (1985) akan membuat efisiensi yang lebih besar dalam produksidan meningkatkan kemampuan kaum muda baik laki-laki maupun perempuan dengan membantu mereka bergerak dari pekerjaan sebagai buruh kasar yang tidak edukatif menjadi pekerja terampil yang dicarioleh industri. Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) bahwa lulusan SMK masuk pada kategori lulusan pendidikan menengah paling rendah setara dengan jenjang 2 atau masuk pada jenjang 1 sampai jenjang 3 dikelompokkan dalam jabatan operator (lihat KKNI Bab II Pasal 2
104
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
dan Pasal 5). SNP merupakan standar minimal yang harus diikuti oleh semua satuan pendidikan yang berakar Indonesia. SNP boleh dilampaui asal memberikan nilai tambah yang positif bagi pengaktualan potensi peserta didik, baik intelektual, emosional, maupun spiritualnya. Selain itu. nilai tambah yang dimaksud harus mendukung penyiapan manusia-manusia Indonesia abad ke-21 yang kemampuannya berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, beretika global, dan sekaligus berjiwa dan bermental kuat, integritas etik dan moralnya tinggi, dan peka terhadap tuntutantuntutan keadilan sosial. Sedang penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global merupakan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bersaing dan berkolaborasi secara global dengan bangsa-bangsa lain, yang setidaknya meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir yang canggih serta kemampuan berkomunikasi secara global. 3. Mutu Proses Komponen proses terdiri dari aspek-aspek; 1) pra-KBM, 2) KBM dan 3) Post-KBM. Ketiga aspek ini merupakan satu kesatuan utuh di dalam penyelenggaraan pendidikan dan latihan. Dengan melaksanakan ketiga aspek ini secara konsisten, taat asas maka penyelenggaraan pendidikan diharapkan mampu mengakrabkan, menghayatkan dan menerapkan nilai-nilai (religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi
mutakhir dan canggih), norma-norma guna mewujudkan nilai-nilai tersebut, standar-standar, dan etika global yang menuntut kemampuan bekerjasama lintas budaya dan bangsa (Sutrisno, 2006). Selain itu, kegiatan belajar mengajar harus-pula dimulai dari persiapan guru yang matang, proses belajar mengajar pro-perubahan yaitu yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan baru, "a joy of discovey”.Proses belajar mengajar SBI harus dikembangkan melalui berbagai pendekatan agar mampu mengaktualkan potensi peserta didik, baik intelektual, emosional maupun spiritualnya sekaligus, sehingga guru-guru dianjurkan menggunakan berbagai strategi dan metode dalam pembelajaran (Hamalik, 2006). Penting digaris bawahi bahwa proses belajar mengajar yang bermatra individual-sosial kultural perlu dikembangkan sekaligus agar sikap dan perilaku peserta didik sebagai makhluk individual tidak terlepas dari kaitannya dengan kehidupan masyarakat lokal, regional, dan global. Bahasa pengantar yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing (khususnya Bahasa Inggris) dan menggunakan media pendidikan yang bervariasi serta berteknologi mutakhir dan canggih, misalnya multimedia, laptop, LCD, dan VCD. Murphy (1992) menjelaskan
Yoto, Meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.....
bahwa keberhasilan pembaharuan pendidikan disekolah sangat ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin pembelajaran, fasilitator dan sekaligus merupakan pusat inisiatif pembelajaran. Cheng dan Wong (1996) dalam penelitiannya di Zhejiang Cina melaporkan empat karakteristik sekolah unggul, yaitu: (1) adanya dukungan pendidikan yang konsisten dari masyarakat, (2)tingginya derajat profesionalisme dikalangan guru, (3) adanya tradisi jaminan kualitas (quality asurance) dari sekolah, dan (4) adanya harapan yang tinggi dari siswa untuk berprestasi. Dari pendapat Murphy dan hasil penelitian yang dilakukan Cheng dan Wong sebagaimana yang di kutip oleh Mulyasa (2007) diatas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran guru memegang peran yang sangat strategis dan penting untuk keberhasilan siswa. Oleh karena itu Dalam SMK-BI diperlukan guru yang kreatif, inovatif, produktif, bertanggung jawab dan profesional. SMK Unggulan (Sutrisno, 2006) harus mengembangkan proses belajar mengajar yang mendorong: (1) keingintahuan, (2) keterbukaan pada kemungkinankemungkinan baru, (3) prioritas pada fasilitasi kemerdekaan dan kreativitas dalam mencari jawaban atau pengetahuan baru (meskipun jawaban itu salah atau pengetahuan baru dimaksud belum dapat digunakan); dan (4) penerapan pendekatan yang diwarnai oleh eksperimentasi untuk menemukan
105
kemungkinan-kemungkinan baru. Berbagai pendekatan harus dikembangkan antara lain: student centred learning, self phased learning, competency based training, production based training, dan sebagainya. 4. Mutu input Aspek dan indikator komponen ini adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya proses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang memadai. Input penyelenggaraan SMK-Uyang ideal untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang bertaraf internasional meliputi siswa baru (intake) yang diseleksi secara cermat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana, dan lingkungan sekolah. Intake (siswa baru) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor, nilai ujian, ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI memiliki potensi kecerdasan unggul, yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, dan berbakat luar biasa. SMK Unggulanmenurut Sutrisno (2006) memiliki inputs ideal sebagai berikut: (1) Kurikulum, (2) guru, (3) kepala sekolah, (4) tenagapendukung, meliputi: pustakawan, teknisi komputer, laboran, tenaga administrasi dll, (5) sarana prasarana, (6) organisasi dan manajemen, dan (7) lingkungan sekolah.
106
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
PRINSIP DAN MODEL PENYELENGGARAAN SMK-BI Prinsip-Prinsip SMK-BI Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan Unggulan (SMK-U) didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Penyelenggaraan SMK-U berpedoman pada SNP plus X, (2) SMKUdikembangkan berdasarkan atas kebutuhan dan prakarsa sekolah (demand driven and bottom-up), (3)Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang berlaku secara nasional seperti yang ditetapkan pemerintah, (4) SMK-U menerapkan manajemen berbasis sekolah dalam mengelola sekolahnya yang disertai dengan tata kelola yang baik, (5) SMK-U menerapkan proses belajar mengajar yang properubahan, (6) SBI menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan transformasional, (7) SMK-Uharus memiliki SDM yang profesional dan tangguh, (8) Penyelenggaraan SMKUdidukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap, relevan, mutakhir dan canggih, dan (9) selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gambar 2 Prinsip-prinsip Penyelenggaraan SMKBI
Model Penyelenggaraan SMK-U Model SMK-U yang dikembangkan di Indonesia terdiri dari empat model, yaitu: (1) model sekolah baru, (2) model pengembangan sekolah yang ada, (3) model terpadu dan (4) model kemitraan. Model-model terse-but memberikan keluwesan kepada daerah untuk memilih yang paling cocok, dengan menggunakan prinsip demanddriven. Meskipun demikian, modelmodel tersebut diharapkan tidak membolehkan pendidikan asing melakukan invasi terhadap sistem pendidikan nasional, karena hal ini berarti merendahkan martabat dan harga diri bangsa Indonesia. Jangan sampai dengan adanya SMK-U justru akan membuat rapuh sistem pendidikan nasional yang telah dirancang untuk menjaga keutuhan dan kesatuan NKRI. a.Model Sekolah Baru (Newly Developed) Dalam model ini, SBI didirikan dengan segala isinya baru seperti Taruna Nusantara Magelang sebagai sekolah unggul. Model ini diadopsi dengan asumsi bahwa untuk menjadikan sekolah bertaraf internasional harus memiliki segala-galanya yang bertaraf internasional, mulai dari siswa, kurikulum, guru, kepala sekolah, sarana dan prasarana, dana dsb. Asumsi lainnya adalah, jika sekolah-sekolah yang ada saat ini (existing) dijadikan SBI, kemungkinan besar tingkat kesiapannya rendah, baik input maupun prosesnya. Sementara itu, SMKUmenghendaki input dan proses yang bertaraf internasional.
Yoto, Meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.....
Gambar 3 Model Pengembangan SMK-U Sekolah Baru
Model ini sangat ideal karena dapat memenuhi keseluruhan persyaratan yang bertaraf internasional (Lihat Gambar.3). Pendirian model ini dilakukan dengan meminta bantuan ahliahli dari negara maju yang telah berpengalaman mengelola sekolah bertaraf internasional. Namun harus disadari bahwa model tersebut memerlukan biaya yang cukup besar. Pertanyaannya adalah: mampukah dan sanggupkah pemerintah pusat dan daerah merealisasikan model ini? Beberapa daerah yang memiliki APBD tinggi mungkin mampu menerapkan model tersebut. Model ini bisa dimulai dari kelas satu secara keseluruhan (baru) dan bukan hanya kelas tertentu, dan diseleksi secara ketat melalui rapor, nilai ujian akhir, scholastic aptitude test/ SAT, wawancara, dan kesehatan fisik. b. Model Pengembangan Sekolah yang Ada (Existing Developed) Pengembangan SMK-U juga dapat dilakukan dengan mengembangkan sekolah yang telah ada saat ini,
107
khususnya sekolah yang memiliki mutu bagus (misalnya SSN yang baik atau kategori fomal mandiri) dan memiliki guru profesional, kepala sekolah tangguh, dan sarana serta prasarana yang memungkinkan dapat dikembangkan lebih lanjut. Pola ini jauh lebih murah, namun memerlukan tahapan yang jelas, terencana, dan sistematis. Perlu disadari bahwa mengubah sekolah dengan kondisi seperti saat ini menjadi bertaraf internasional tidak mudah. Membangun gedung dan melengkapi fasilitas mungkin dapat dilakukan dengan relatif cepat. Namun, meningkatkan mutu guru, menyiapkan sistem manajemen, dan mengubah budaya sekolah merupakan tantangan besar yang harus disadari sejak awal. Oleh karena itu, jika ingin mengembangkan SMK-U dari sekolah yang sudah ada saat ini, perlu diterapkan langkah-langkah perenca-naan sebagai berikut: (1) dimana kita saat ini (kondisi SMK saat ini), (2) kemana kita akan pergi (kondisi SMKyang sudah menjadi SMK-U), (3) bagaimana caranya mencapai kesana (strategi/tahapan pencapaian), dan (4) bagaimana caranya mengetahui bahwa SMK telah mencapai SMK-U (moni-toring dan evaluasi). Dengan memban-dingkan kondisi saat ini dengan kondisi ideal saat menjadi SMK-U akan diketahui kesenjangan yang ada, baik fasilitas, guru, manajemen, kultur sekolah dan sebagainya. Kesenjangan itulah yang harus didekatkan atau bahkan dihapuskan melalui strategi dan pentahapan yang jelas.
108
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
listrik, pemeliharaan bangunan, pemeliharaan fasilitas pendidikan, dsb. dapat ditanggung bersama (shared operational costs).
Gambar 4 Model Pengembangan SMK-U dengan Sekolah yang ada
c. Model Terpadu Model sekolah baru dapat dilakukan secara terpisah, yaitu setiap jenjang dan jenis sekolah SMK dibangun secara terpisah. Dapat juga dibangun secara terpadu, SMK dibangun dalam satu kompleks dan dengan satu manajemen. Model terpadu dapat dipimpin oleh seorang kepala sekolah untuk keseluruhan satuan pendidikan atau masing-masing satuan pendidikan dipimpin oleh masingmasing kepala sekolah. Dalam jangka panjang, model ini sangat efisien karena fasilitas sekolah (sumber daya pendidikan) dapat digunakan secara bersama-sama antarsatuan pendidikan. Sharing fasilitas pendidikan akan sangat meringankan biaya modal dan biaya operasional sekaligus. Biaya modal dapat diperingan karena gedung sekolah, ruang kelas, laboratorium, lapangan olah raga, kolam renang, fasilitas kesenian, perpustakaan, tempat ibadah, dsb. dapat digunakan secara bersama-sama (shared capital costs). Biaya operasional juga dapat diperingan karena berbagai biaya seperti pajak
Gambar 5 Model SMK-U terpadu dengan Jenjang sekolah Unggulan yang lain dalam satu lokasi.
Gambar 6 Model SMK-U terpadu dengan Jenjang sekolah Unggulan yang lain dalam satu lokasi dan satu Manajemen.
d. Model Kemitraan Pada model ini, Sekolah Unggulan dipilih dari sekolah yang ada saat ini (existing) maupun sekolah baru untuk bermitra dengan salah satu sekolah di luar negeri/negara maju yang telah memiliki reputasi internasional. Khusus untuk sekolah menengah kejuruan, kemitraan dengan luar negeri
Yoto, Meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.....
tidak terbatas dengan sekolah, tetapi juga dengan lembagalembaga pelatihan, perusahaan-perusahaan, dan lembagalembaga sertifikasi seperti misalnya ISO. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Hongkong, Korea Selatan, Inggris, Australia, Jerman, dan Perancis memiliki sekolah-sekolah unggul maupun lembaga-lembaga lain yang dapat menjadi mitra SBI di Indonesia. Jika model ini digunakan calon SMK-U harus segera mengajak mitranya untuk memformulasikan penyelenggaraan sekolah, mulai dari perumusan mutu lulusan yang diharapkan, penyusunan kurikulum, pengembangan model pembelajaran yang digunakan, penyiapan guru dan kepala sekolah, pengadaan sarana dan prasarana, pengembangan kapasitas manajemen, penyusunan bahan ajar, pengadaan buku teks, hingga sampai pengembangan cara-cara penilaiannya. Dalam kemitraan dengan sekolah-sekolah di luar negeri, SMKUdapat menerapkan model-model seperti misalnya sister school, twin programs, atau nama lain yang disepakati bersama antara SMK-U dengan sekolah-sekolah di luar negeri yang berkelas dunia (Internasional). Dalam sister school, SMK-U tetap menggunakan SNP tetapi boleh mengadopsi/mengadaptasi pola-pola dari sekolah mitra. Dengan cara itu, SNP diperkaya, diperluas dan diperdalam, berdasarkan masukan dari sekolah mitra di luar negeri. Dalam model twin programs, Sekolah Unggulan bersama sekolah mitranya di luar negeri menyusun
109
program yang merupakan kombinasi dari program SMK-Udengan program dari sekolah mitranya di luar negeri (twin programs). Kesepakatan kombi-nasi program tersebut akan menjadi ikatan bagi penyelenggaraan SMK-U di Indonesia. Bisa saja siswa SMKUsesekali waktu belajar di sekolah mitranya di luar negeri, atau sebaliknya, kepala sekolah dan sebagian guru sekolah mitranya di luar negeri yang berkunjung ke calon SMK-U di Indonesia. Model ini tetap menjaga dan memelihara jati diri bangsa Indonesia karena peserta didik tetap mempelajari PKN, Agama, Bahasa Indonesia dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, selain tentu saja, mata pelajaran bertaraf internasional yang berasal dari sekolah mitranya di luar negeri.Beberapa sekolah swasta di Indonesia sebenarnya telah merintis ke arah ini. Jika ini yang menjadi pilihan, maka pemerintah dapat memfasilitasi secara teknis dan regulatif kepada sekolah-sekolah swasta tersebut. Untuk sekolah negeri, pemerintah dapat memfasilitasi secara finansial, teknis dan regulatif. Pemilihan model mana yang digunakan dalam pengembangan SMKU disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Sebagaimana disebut-kan, model sekolah baru relatif akan lebih baik, namun memerlukan biaya mahal. Model pengembangan SMK-U dari sekolah yang ada (existing) relatif lebih murah, tetapi memerlukan penyi-apan pendidik dan tenaga kependidikan yang ada secara intensif. Model terintegrasi relatif lebih efisien dibanding membangun setiap sekolah secara
110
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
terpisah,namun model ini tidak mudah diterapkan jika pengembangan SBI menggunakan sekolah yang telah ada karena sejak pendiriannya tidak dirancang untuk sekolah terpadu. Model kemitraan akan sangat progresif karena gesekangesekannya dengan sekolah-sekolah yang telah bertaraf internasional, tetapi harus tetap menjaga dan memelihara jati diri bangsa Indonesia. Keempat model tersebut dapat saling melengkapi. Misalnya menggunakan model sekolah baru yang dipadukan dengan model kemitraan. Demikian pula model sekolah baru dipadukan dengan model terpadu.Model sekolah yang telah ada juga dapat dipadukandengan model kemitraan.
Gambar 7 Model SMK-U Kemitraan dengan Lembaga Pendidikan Diluar Negeri
PENUTUP Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya pada bagian ini diberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendidikan kejuruan bertujuan meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; serta menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja, pemilihan karir, mengembangkan kompetensi dan mengembangkan sikap profesional. Pendidikan kejuruan juga dapat memberikan perbekalan dari pengalaman yang mendukung untuk transisi jabatan pekerjaan dari satu posisi ke posisi yang lain. 2. Profil SMK-U dirumuskan berdasarkan pemikiran bahwa keberadaan SMK harus sesuai dengan harapan dunia kerja (outcome), harus memenuhi kriteria atau indikator pada SNP dan kebutuhan dunia kerja. Untuk menghasilkan output dan outcome sesuai harapan dunia kerja diperlukan proses pendidikan dan pelatihan yang sungguh-sungguh, serta input yang yang berkualitas. 3. Penyelenggaraan SMK-U harus didukung oleh berbagai pihak diantaranya adalah: warga sekolah (siswa, guru, tenaga administrasi dan staf sekolah), orangtua/wali, komite sekolah, dan dunia usaha (nasional dan internasional), serta pemerintah pusat dan daerah. 4. Keberhasilan SMK-Ujuga sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah, oleh sebab itu maka kepala sekolah harus memiliki misi, visi kedepan dalam mengembangkan dan menyelenggarakan SMK-U serta mampu mengelola dengan sungguhsungguh dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait.
Yoto, Meningkatkan Mutu Pendidikan Kejuruan.....
DAFTAR RUJUKAN Billett, Stephen. 2011. Vocational Education. Purposes, Traditions and prospects. London, New York: Springer Effendy. 2011. Program SekolahBertarafInternasional (SBI) SebagaiUpayaUntukMeningkatkan KualitasPendidikan. Malang: MIPA UM Frantz, N.R. 1982. Industrial Arts and Its Contribution to Vocational Education. The Contributions of Industrial Arts to Selected Areas of Education, (31st Yearbook). Bloomington, Illinois: McKnight Publishing Company. Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. Harianti, Diah. 2007. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum SMK. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitan dan Pengembangan Depdiknas. Hyslop, E.J & Marginson. An Assessment of The Historical Arguments in Vocational Education Reform. Jurnal of Career and Technical education. Published Fall/Spring. Vol 21, Number 1. Fall 2004. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah Kejuruan. Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya Miller, M.D. 1985. Principles and a Philosophy for Vocational Education. Coloumbus: The Ohio State University Owen, J.R. & Clark, A.C. 2002. A. Study of Initial Employment Characteristics Between Co-Op and
111
Non Co-Op Community College Graduates. Jurnal of Career and Technical education. Published Fall/Spring. Vol 17, Number 2. Fall 2002. Pavlova, Margarita. 2009. Technology and Vocational Education for Sustainable Development. New York: Springer. Pardjono. 2011. Peran Industri dalam Pengembangan SMK. Makalah disampaikan dalam kegiatan Workshop Pengembangan SMK. Di SMKN 2 Kasihan Bantul. Tanggal 11 Pebruari 2011 Patasik, A. 2004. Konsep Dasar SMK Berstandard Nasional dan Internasional. Makalah disampaiakna dalam Penataran dan Lokakarya Manajemen Tenaga Kependidikan Tanggal 18-23 Oktober 2004 di PPPGT Bandung. Jakarta: Direktorat Dikmenjur. Permendiknas 78/2009 tentang Sekolah Berstandar Internasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Rivai, Veithzal & Murni, Sylviana. 2010. Education Management Analisis Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers Sallis, Edward. 2007. Total Quaily Management in Education. Jogyakarta: IRCiSoD Sanders, M.E. 2001. New Paradigm or old wine? The Status of Technology education practice in the United States. The Journal of
112
JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 2, NO 1, APRIL 2013
Technology Education, 12 (2), 3555. Suhardi, Didik. 2011. Panduan Pelaksanaan Pembinaan RSBI. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar Sutrisno, Joko. 2006. Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan
Bertaraf Internasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMK Dirjen Manajemen Dikdasmen Tadjo, J. 2004. Standard ISO Menuju SMK berstandard Nasional. Bandung: PPPGT Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.