Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
MENINGKATKAN KESADARAN TANGGUNG JAWAB SISWA SMP MELALUI PENGGUNAAN TEKNIK KLARIFIKASI NILAI Romia Hari Susanti Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Kanjuruhan Malang Email:
[email protected]
Abstratc One important character values instilled in students is the awareness responsibility. Values clarification can increase the insight of diversity values awareness responsibility, because for its implementation has several stages include selecting, respect, action, and self reflection. This study aims to examine the increased junior high school student’s awareness responsibility through values clarification technique using a quasi-experimental research design types one group pretest-posttest design. Subjects were grade ten junior high school students who have the awareness responsibility criteria is low. Based on the results value clarification effective to increase awareness responsibility junior high school students. Keyword : values clarification, problem, awareness responsibility
PENDAHULUAN Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, dalam pelaksanaannya pendidikan harus memperhatikan kesatuan aspek jasmani dan rohani, individualitas dan sosialitas, kognitif, afektif dan psikomotorik. Salah satu nilai karakter yang penting untuk ditanamkan pada siswa untuk membentuk suatu kepribadian positif dan bermartabat adalah kesadaran akan tanggung jawab. Kesadaran akan tanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu kesiagaan seseorang terhadap suatu peristiwa yang ada di sekitarnya mengenai kewajiban atau beban yang harus dipenuhi sebagai akibat dari perbuatan sendiri maupun sebagai akibat perbuatan pihak lain. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP), memasuki tahap perkembangan remaja awal. Remaja awal adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Sekalipun remaja tersebut terpengaruh, namun pengaruh itu tidak diterimanya begitu saja, melainkan dipilih, diseleksi, pengaruh manakah yang sekiranya meningkatkan kemampuannya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat (Sujanto, 1996: 173). Namun demikian pengaruh yang diterima tersebut merupakan tanggung jawab dirinya sendiri, remaja
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
47
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
tersebut tidak dapat lagi melemparkan tanggung jawab terhadap apa yang diterimanya ataupun terhadap apa yang dilakukannya itu kepada orang lain. Apapun yang terjadi pada diri remaja, baik itu karena perbuatan dirinya sendiri maupun karena perbuatan orang lain, yang bertanggung jawab tetap dirinya sendiri. Remaja yang memiliki kesadaran bertanggung jawab terhadap dirinya ialah remaja yang telah mulai mengerti tentang perbedaan antara benar dan salah, yang boleh dan dilarang, yang dianjurkan dan dicegah, yang baik dan buruk, dan ia sadar bahwa individu tersebut harus menjauhi segala yang bersifat negatif dan mencoba membina diri untuk selalu menggunakan hal-hal positif. Remaja yang memiliki tanggung jawab pribadi tidak lagi tergoda untuk berbuat sama dengan orang lain, sekalipun orang lain itu berjumlah banyak, bersikeras untuk dianut, dan ditantang dengan ancaman. Apabila suatu ketika remaja tersebut berbuat salah, maka ia sendiri yang harus bisa menyadari akan kesalahannya, dan ia harus secepatnya berhenti dari kesalahan itu dan kembali melakukan hal-hal yang positif. Kesadaran akan tanggung jawab bukan merupakan suatu sikap genetik yang sudah ada pada setiap individu sejak lahir, melainkan perlu ditumbuhkan melalui adanya pembiasaan. Upaya pembiasaan kesadaran tanggung jawab pada setiap individu sedini mungkin diperlukan adanya peran orang lain sebagai contoh dan arahan dari lingkungan terdekat. Di lingkungan keluarga, baik ibu maupun ayah memiliki peran yang sama besarnya dalam mendidik kesadaran tanggung jawab kepada anak. Mereka menjadi figur yang akan dicontoh anak. Figur orang tua yang bertanggung jawab akan meneladankan kesadaran serupa akan tanggung jawab kepada anaknya. Kepedulian orang tua terhadap perkembangan anak juga sangat penting yang diimplementasikan dalam bentuk memberi ruang dan waktu secara langsung untuk mendidik anak bertanggung jawab. Orang tua tidak hanya memberi instruksi, tetapi harus mampu menjadi model bagi anak secara langsung. Sekolah sebagai lingkungan pendidikan juga mempunyai andil dalam upaya menumbuhkan kesadaran tanggung jawab anak selain di lingkungan keluarga, karena anak menghabiskan kurang lebih enam - tujuh jam waktunya di sekolah. Akan tetapi, sekarang ini guru hanya berperan sebatas pengajar yang tugasnya hanya sekedar menyampaikan materi atau mentransfer ilmu dan bukan sebagai pendidik yang bertugas membantu mentransformasikan pengetahuan. Artinya, mengubah perilaku anak tidak hanya dalam urusan intelektualitas saja, tapi juga perkembangan dan stabilitas emosional, bahkan spiritualitas anak. Ironisnya hal ini banyak diabaikan oleh sekolah-sekolah karena hanya mementingkan perkembangan aspek intelektualitas semata. Bimbingan dan konseling memiliki peranan penting dalam perkembangan siswa dalam aspek psikologis. Konselor (guru pembimbing) memiliki peranan penting dalam membantu siswa memahami dirinya baik kelebihan dan kekurangannya maupun mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didiknya, terutama yang sedang memasuki usia remaja. Salah satunya dengan melalui pendekatan psikologis dan metode pemberian layanan BK yang dilakukan oleh konselor di dalam kelas. Hal ini bertujuan untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa khususnya dalam aspek afektif, sehingga siswa diharapkan dapat mengenal dan mengatasi permasalahanpermasalahan dirinya secara baik dan mandiri serta penuh tanggung jawab. Tujuan BK sebenarnya adalah untuk memandirikan setiap peserta didik agar dapat berkembang secara optimal (Depdiknas. 2007:1), akan tetapi tujuan tersebut sulit untuk diwujudkan. Hal ini disebabkan pada saat pemberian layanan BK di kelas tidak begitu dihiraukan oleh beberapa siswa. Siswa banyak beranggapan kalau pemberian layanan BK di kelas tidak terlalu penting dan tidak berpengaruh terhadap nilai rapor mereka nantinya.
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
48
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
Anggapan remeh inilah yang mengakibatkan siswa sering terlambat masuk kelas pada saat jam masuk pemberian layanan BK di kelas, dan terdapat beberapa siswa yang membolos dengan alasan ijin ke kamar mandi secara bersamaan dan tidak kembali lagi ke kelas sampai jam layanan BK selesai. Akibat lain yang timbul dari anggapan remeh siswa terhadap layanan BK yaitu adanya siswa yang berbicara sendiri dan bermain handphone (HP) di kelas pada saat guru pembimbing memberikan layanan BK di dalam kelas. Meskipun demikian, masih terdapat siswa yang berminat terhadap pemberian layanan BK, mereka masih mau memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh konselor. Selama ini konselor dalam upaya memberikan layanan bimbingan pribadi dan sosial terkait dengan menanamkan pentingnya akan kesadaran tanggung jawab masih sebatas pada pemberian layanan informasi, sehingga siswa hanya mengetahui apa itu tanggung jawab dan bukan bagaimana menumbuhkan kesadaran pada diri siswa. Proses pemberian bimbingan yang mengutamakan keaktifan konselor membuat siswa kurang mengaktualisasikan diri selama bimbingan berlangsung. Terlebih lagi konselor tidak dapat menerapkan suatu pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Hasil dari pembelajaran itu siswa hanya banyak menghafal fakta-fakta daripada menguasai ilmu keahlian. Padahal ada bentuk model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan inovative learning yang bisa digunakan seorang konselor untuk menciptakan suasana bimbingan yang aktif menyenangkan dan menumbuhkan kesadaran siswa. salah satunya dengan menggunakan media metafora dalam teknik klarifikasi nilai. Teknik klarifikasi nilai (values clarification) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri khususnya kesadaran akan pentingnya tanggung jawab. Banks (1985) mengemukakan bahwa klarifikasi nilai sebagai proses belajar yang dilakukan dengan cara menggali, memperjelas nilai-nilai dan menetapkan rencana tindakan yang didasarkan kepada pemahaman dan pengetahuannya terhadap nilainilai yang dianutnya. Dari berbagai pertimbangan, maka peneliti merancang sebuah penelitian untuk mengetahui keefektifan penggunaan klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen jenis eksperimen pra eksperimental. Dikatakan pra eksperimental karena pada jenis penelitian ini masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random. Penelitian ini menggunakan Pre-Test and Post-Test One Group Design dimana dalam desain eksperimen ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen yang disebut pre-test dan sesudah eksperimen yang disebut post-test. Hasil pre-test dan pos-test tersebut dapat mengetahui perbedaan antara sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Peneliti tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding dalam penelitian ini. Kelompok eksperimen ini diberikan treatment berupa penggunaan teknik klarifikasi nilai melalui permasalahan-permasalahan yang di dalamnya mengandung pesan moral akan pentingnya kesadaran tanggung jawab sebanyak delapan kali dalam waktu tiga minggu. Penggunaan teknik klarifikasi nilai diarahkan oleh peneliti. Adapun tahap-tahap pelaksanaan eksperimennya sebagai berikut: 1. Pre-Test
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
49
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
Tujuan pre-test adalah untuk mengetahui tingkat kesadaran tanggung jawab siswa sebelum diberikan tindakan atau treatment berupa penggunaan klarifikasi nilai. 2. Perlakuan (treatment) Treatment atau perlakuan yang diberikan berupa penggunaan klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP. 3. Post-Test Tujuan post-test adalah:Mengetahui tingkat keberhasilan selama dilakukan treatment dan efektivitas penggunaan teknik klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP dan mengetahui peningkatan kesadaran tanggung jawab siswa SMP (anggota eksperimen). Peneliti menggunakan teknik pengambilan subyek jenis purposive sampling dalam penelitian ini, dimana pemilihan kelompok subyek didasarkan pada karakteristik yang sudah ditentukan dan diketahui terlebih dahulu berdasarkan ciri atau sifatnya. Ciri dan sifat subyek penelitian yang ditentukan oleh peneliti adalah 10 orang siswa kelas VII SMP yang memiliki tingkat kesadaran tanggung jawab yang rendah. Tingkat kesadaran tanggung jawab subyek penelitian dapat diketahui dengan menggunakan inventori kesadaran tanggung jawab. HASIL A. Deskripsi Data Deskripsi data membahas hasil penelitian untuk mengkaji tujuan dari penelitian yaitu untuk membuktikan adanya peningkatan kesadaran tanggug jawab siswa SMP melalui teknik klarifikasi nilai. 1. Pretes Kesadaran Tanggung Jawab Siswa SMP Data pretes kesadaran tanggung jawab siswa dari 37 orang siswa kelas VII C diperoleh 10 orang siswa yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Data yang telah diperoleh selanjutnya diklasifikasikan dengan dibuat frekuensi dan presentase pretes kesadaran tanggung jawab siswa SMP. 2. Treatment a. Pertemuan pertama (ice breaking) Pertemuan pertama dimulai dengan pemberian ice breaking berupa permainan “Mengenal Diri Sendiri”. Permainan ini bertujuan untuk membina hubungan baik dengan siswa sehingga hubungan antara siswa dengan peneliti tidak lagi tegang.. b. Pertemuan kedua (treatment) Kegiatan ini diawali oleh peneliti dengan penciptaan rapport, menjelaskan tujuan kegiatan eksperimen, dan memberikan materi pengantar agar siswa dapat memahami apa yang ia lakukan pada pertemuan ini. Selanjutnya peneliti membagikan kasus pertama bertema “Joko Si anak Manja” kepada siswa yang di dalamnya terkandung pesan akan pentingnya kesadaran tanggung jawab untuk direfleksi. c. Pertemuan ketiga (treatment) Pertemuan ini diawali dengan penciptaan rapport dan penjelasan kegiatan yang akan dilakukan. Pada pertemuan ini siswa diberi kasus kedua bertema “ Zhang Da perawat Ayahnya” yang untuk direfleksi. d. Pertemuan keempat (treatment) Kegiatan awal pada pertemuan ini adalah peneliti membagikan kasus ketiga “Pertanyaan dari Pak Guru” kepada siswa yang di dalamnya terkandung pesan akan pentingnya kesadaran tanggung jawab untuk direfleksi baik refleksi isi maupun
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
50
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
refleksi diri. Hasilnya siswa mulai berani mengungkapkan alasan-alasan pemilihan salah satu alternatif yang telah tersedia. Selanjutnya pada tahap refleksi, siswa kembali membacakan cerita pengalaman yang dibuat tetapi pada tahap ini peneliti meminta siswa secara sukarela membacakan hasil cerita yang telah dibuat. Pada kegiatan uji coba komitmen ini siswa yang maju sebanyak lima orang. e. Pertemuan kelima (treatment) Pertemuan ini diawali dengan penciptaan rapport, penjelasan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah itu siswa diberi kasus keempat yang bertema“Tawuran” untuk direfleksi. f. Pertemuan keenam (treatment) Pertemuan ini diawali dengan penciptaan rapport, penjelasan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah itu siswa diberi kasus kelima bertema “ATM” untuk direfleksi. Pada pertemuan ini siswa menunjukkan kemajuan yang postif karena tidak lagi ada perselisihan jika pendapat mereka berbeda dengan siswa yang lain. g. Pertemuan ketujuh (treatment) Pertemuan ini diawali dengan penciptaan rapport, penjelasan kegiatan yang akan dilakukan dan merefleksi pengalaman yang diperoleh siswa selama mengikuti kegiatan. Setelah itu siswa diberi kasus keenam bertema “Ujian Nasional” untuk direfleksi. Diskusi berjalan dengan aktif karena semua siswa sudah berani mengutarakan pendapatnya. Pada pertemuan ini siswa sudah mulai menunjukkan perubahan positif mengenai pemahaman tentang rasa tanggung jawab. Hal ini bisa dilihat dari cerita pengalaman yang sudah dibuat oleh siswa yang sebagian besar menggambarkan sikap tanggung jawab siswa terhadap tingkah lakunya, karena pada pertemuan-pertemuan sebelumnya terkadang siswa mengutarakan sikap yang kurang bertanggung jawab. h. Pertemuan kedelapan (treatment) Pada pertemuan kedelapan ini diskusi yang dilakukan oleh siswa berjalan dengan aktif karena siswa saling menanggapi pendapat siswa yang lain. Selanjutnya siswa diberikan kasus ketujuh yang akan direfleksi. Siswa sudah bisa mengutarakan pendapat mereka disertai dengan alasan-alasan yang memperkuat argumen mereka dan siswa juga sudah mulai mengerti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan pasti mempunyai resiko dan mempertanggung jawabkan resiko yang terjadi. i. Pertemuan kesembilan (treatment) Pada pertemuan ini selain siswa diberikan kasus kedelapan bertema “Buku Pinjaman”. Pada pertemuan ini, selama jalannya diskusi, siswa kelompok eksperimen sudah tidak lagi megucapkan bahwa pendapat teman yang lain salah ketika dirinya kurang setuju dengan pendapat yang diutarakan oleh temannya. Pertemuan ini merupakan pertemuan penutup sebelum postes diberikan. 3. Postes Kesadaran Tanggung Jawab Siswa SMP Kegiatan postes dilakukan di akhir pertemuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan selama dilakukan treatment dan mengetahui perubahan tingkat kesadaran tanggung jawab siswa. Penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol sehingga dapat dijabarkan skor kelompok eksperimen setelah diberikan postes yaitu sebagai berikut: a. AT pada pretes memperoleh skor 49, kemudian pada postes memperoleh skor 75, AD mengalami peningkatan sebanyak 26 angka. b. BS pada pretes memperoleh skor 50, kemudian pada postes memperoleh skor 73, MD mengalami peningkatan sebanyak 23 angka. c. FF pada pretes memperoleh skor 48, kemudian pada postes memperoleh skor 81, CD mengalami peningkatan sebanyak 33 angka.
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
51
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
d. GL pada pretes memperoleh skor 53, kemudian pada postes memperoleh skor 87, GL mengalami peningkatan sebanyak 34 angka. e. KA pada pretes memperoleh skor 49, kemudian pada postes memperoleh skor 78, KA mengalami peningkatan sebanyak 29 angka. f. KW pada pretes memperoleh skor 47, kemudian pada postes memperoleh skor 85, KW mengalami peningkatan sebanyak 38 angka. g. MN pada pretes memperoleh skor 50, kemudian pada postes memperoleh skor 77, MN mengalami peningkatan sebanyak 27 angka. h. MR pretes memperoleh skor 51, kemudian pada postes memperoleh skor 73, MR mengalami peningkatan sebanyak 22 angka. i. SS pretes memperoleh skor 48, kemudian pada postes memperoleh skor 80, SS mengalami peningkatan sebanyak 32 angka. j. SN pretes memperoleh skor 38, kemudian pada postes memperoleh skor 71, SN mengalami peningkatan sebanyak 33 angka. Hasil pretes dari 10 orang siswa menunjukkan skor minimum 38 dan skor maksimum 53 dengan rerata 48,3, setelah mengikuti treatment penggunaan klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP, hasil postes menunjukkan skor minimum 71 dan skor maksimum 87 dengan rerata 78, beda mean antara pretes dan postes adalah 29,7. Berdasarkan WSRT, nilai beda (z) sesudah kegiatan eksperimen (treatment) dengan sebelum pemberian treatment adalah -2,805. B. Pengujian Hipotesis Dalam menguji hipotesis ini digunakan data skor pretes dan skor postes dari kelompok eksperimen, hasil analisis menunjukkan nilai beda (z) -2,805 pada derajat signifikan 0,005 (< 0,05), H0 ditolak karena dasar pengambilan keputusan adalah jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak yang berarti hasil dari pretes dan postes tidak identik atau tidak sama. Terlihat bahwa pada kolom asymp. Sig. (2-tailed)/asymptotic significance untuk uji dua sisi adalah 0,005. Oleh karena kasus adalah uji satu sisi, maka probabilitas menjadi 0,005/2 = 0,0025. Di sini terdapat probabilitas di bawah 0,05 (0,0025 <0,05), maka Ho ditolak. Selain itu, berdasarkan nilai beda (z) dasar pengambilan keputusan adalah jika statisitk hitung (angka z output) > statistik tabel (tabel z), maka Ho ditolak. Berdasarkan analisis SPSS nilai beda (z) diperoleh -2,805, sedangkan statistik tabel dapat dihitung pada tabel z dengan α = 5%, maka kurva-kurva normal adalah 50% - 5% = 45% atau 0,45. Pada tabel z, untuk luas 0,45 didapat angka z tabel sekitar –1,645 (tanda ‘-‘ menyesuaikan dengan angka z output). Oleh karena z output > z tabel (-2,805 > -1,645 ), maka Ho ditolak. Sehingga dapat diartikan bahwa penggunaan klarifikasi nilai efektif untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP. PEMBAHASAN Penerimaan hipotesis dalam penelitian ini ditunjukkan dari hasil analisis yang menunjukkan nilai beda (z) -2,805 > -1,645 (nilai z tabel) pada derajat signifikan 0,005 (< 0,05), maka H0 ditolak yang berarti hasil dari pretes dan postes tidak identik atau tidak sama. Sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diartikan bahwa penggunaan klarifikasi mampu meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dinyatakan bahwa kondisi awal tingkat kesadaran tanggung jawab pada kelompok eksperimen adalah rata-rata rendah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa terdapat sepuluh orang siswa yang
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
52
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
dijadikan sebagai subjek penelitian mengalami peningkatan kesadaran tanggung jawab ke arah yang lebih positif. Hal tersebut terlihat dari pendapat-pendapat siswa yang dikemukakan pada saat kegiatan eksperimen berlangsung pada tahap memilih, menghargai, bertindak, refleksi dan evaluasi, dan diperkuat dengan kenaikan skor inventori kesadaran tanggung jawab pada saat postes. Sehingga dapat diartikan bahwa teknik klarifikasi nilai dengan pemberian kasus yang di dalamnya terkandung nilai kesadaran tanggung jawab dapat membantu siswa fokus pada masalah moral antara benar dan salah yang harus dihadapkan kepada siswa sebagai kenyataan. Klarifikasi nilai menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Penggunaan teknik klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa didasarkan pada pendapat tradisional yang beranggapan bahwa seseorang berperilaku tidak bertanggungjawab itu disebabkan oleh gangguan mental ditolak. Glasser berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia berperilaku tidak bertanggungjawab. Keefektifan penggunaan klarifikasi nilai sebagai treatment untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP dapat dilihat dari perubahan hasil pretes dan postes subyek penelitian setelah diberikan treatment dengan menggunakan pengkajian kasus yang di dalamnya terkandung nilai-nilai tanggung jawab sebanyak delapan kali pertemuan. Berdasarkan hasil pretes dengan menggunakan inventori kesadaran tanggung jawab dapat diperoleh data 43% (16 orang siswa) memiliki tingkat kesadaran tanggung jawab tinggi, 30% (11 orang siswa) memiliki tingkat kesadaran tanggung jawab sedang, 24% (9 orang siswa) memiliki tingkat kesadaran tanggung jawab rendah dan 3% (1 orag siswa) memiliki tingkat kesadaran tanggung jawab sangat rendah. Sedangkan hasil postes setelah diberikan treatment dengan memberikan kasus untuk dikaji sebanyak delapan kali diperoleh data 90% (9 orang siswa) memiliki tingkat kesadaran tanggung jawab tinggi dan 10% (1 orang siswa) memiliki tingkat kesadaran tanggung jawab sedang. Sehingga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan hasil pretes dan postes, yaitu skor postes siswa sebagai subyek penelitian mengalami peningkatan setelah diberikan treatment dengan menggunakan kasus untuk dikaji. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Banks (1985) bahwa klarifikasi nilai sebagai proses belajar yang dilakukan dengan cara menggali, memperjelas nilai-nilai dan menetapkan rencana tindakan yang didasarkan kepada pemahaman dan pengetahuannya terhadap nilai-nilai yang dianutnya. Teknik klarifikasi nilai (values clarification) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai tanggung jawab mereka sendiri. Teknik ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh siswa. Hal yang sangat dipentingkan dalam penggunaan teknik klarifikasi nilai adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai. Selama proses klarifikasi nilai, siswa terlibat secara aktif, siswa mengembangkan pemahaman dan pengenalannya terhadap nilai tanggung jawab pribadi, mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan keputusan yang telah diambil. Raths (1978) menyatakan bahwa klarifikasi nilai merupakan teknik yang menggunakan pertanyaan dan kegiatan untuk mengajarkan proses penilaian dan penerapannya terhadap bidang-bidang yang perlu dinilai dalam hidup seseorang salah satunya adalah kesadaran tanggung jawab. Arti tanggung jawab adalah mengambil keputusan yang patut dan efektif. Patut berarti menetapkan pilihan yang terbaik dalam batas-batas normal sosial dan harapan yang umum diberikan, untuk meningkatkan hubungan antar manusia yang positif, keselamatan, keberhasilan, dan kesejahteraan mereka sendiri. Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Apabila dikaji lebih lanjut,
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
53
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
tanggung jawab itu adalah kewajiban atau beban yang harus dipikul atau dipenuhi sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat, atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain. Kewajiban atau beban ini ditunjukkan untuk kebaikan pihak individu yang melakukan perbuatan itu sendiri atau kebaikan pihak lain. Tahap-tahap di dalam klarifikasi nilai memberi penekanan pada usaha membantu siswa mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri khususnya pentingnya tanggung jawab. Pearson & Trout (2005) menyatakan bahwa satu-satunya alasan individu memiliki kesadaran adalah kesadaran memungkinkan individu melakukan pergerakan atas kemauan sendiri (volitional movement). Pergerakan atas kemauan sendiri adalah pergerakan yang dibuat berdasarkan keputusan, bukan berdasarkan insting atau reflek, dengan memiliki kesadaran maka individu mampu melakukan pergerakan atas kemauan sendiri. Individu dapat mengarahkan perhatian dan perilaku kepada aspek-aspek dalam lingkungan yang akan menimbulkan hasil akhir yang baik, yaitu menerima tanggung jawab, berorietasi tujuan, penerimaan sosial, berorientasi ke luar, dapat mengendalikan emosi, mengakui kekurangan dan kesalahan, menerima akibat dari kesalahan yang dilakukan, siap menerima resiko dari perbuatan yang dilakukan, memiliki komitmen terhadap tugas atau kewajiban, memiliki rasa percaya diri da jiwa disiplin. Damasio (1999) memiliki pandangan serupa bahwa kesadaran berfungsi memampukan individu merencanakan perilaku, kemampuan tersebut (yang diperkuat dengan adanya kesadaran diri) memberikan individu kemampuan bertahan hidup yang lebih besar dalam lingkungan. Suatu nilai merupakan pilihan yang dipertimbangkan secara moral dengan penalaran atau pertimbangan estetika. Nilai tidak diperoleh secara sera merta namun melalui proses pengalaman, peristiwa, dan pertimbangan internal individu. Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak khususnya nilai tanggung jawab. Klarifikasi nilai (value clarification) merupakan teknik mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar para siswa menyadari nilai tanggung jawab yang mereka miliki, memunculkan dan merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai. Tanggung jawab memiliki arti suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya. Keberanian untuk menerima segala resiko dari perbuatan yang dilakukan bisa diajarkan kepada siswa melalui teknik klarifikasi nilai. Tanggung jawab adalah perilaku yang menentukan bagaimana siswa bereaksi terhadap situasi setiap hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang bersifat moral. Teknik klarifikasi nilai dianggap efektif untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP karena klarifikasi nilai memiliki tujuan membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai tanggung jawab mereka sendiri serta orang lain, membantu siswa agar mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur terhadap orang lain, berhubungan dengan nilai tanggung jawab sendiri, membantu siswa agar mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai taggung jawab, dan pola tingkah laku mereka sendiri (Superka, et. al. 1996).
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
54
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini diawali dengan pemberian pretes kepada siswa kelas VII, kemudian dari hasil pretes diambil beberapa orang siswa yang memliki tingkat kesadaran tanggung jawab rendah untuk dijadikan sebagai subyek penelitian. Kegiatan eksperimen dilaksanakan sebanyak sebelas kali kegiatan dan dilakukan pada saat jam BK maupun diluar jam BK, dan hanya diberikan kepada kelompok eksperimen. Selama kegiatan eksperimen siswa dibimbing dan diarahkan untuk melalui tahap-tahap yang ada dalam aplikasi klarifikasi nilai meliputi pemberian waktu untuk membaca kasus atau permasalahan, memilih alternatif bebas yang telah disediakan, memilih dari berbagai alternatif, memilih alternatif berdasarkan resiko, menghargai alternatif pilihan, bertindak, dan refleksi. Selanjutnya pada tahap terakhir siswa diberikan postes setelah pemberian treatment selesai untuk mengetahui apakah ada peningkatan kesadaran tanggung jawab setelah diberikan treatment guna membuktikan bahwa penggunaan klarifikasi nilai efektif untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP. Berdasarkan hasil pengujian secara statistik penggunaan klarifikasi nilai efektif untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian eksperimen ini dengan menerapkan teknik klarifikasi nilai untuk meneningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa SMP, maka diajukan beberapa saran yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: 1. Saran Aplikasi Teknik a. Bagi konselor yang tertarik untuk menggunakan klarifikasi nilai seyogyanya mempertimbangkan hal-hal seperti manajemen pengelolaan kelas karena aplikasi teknik ini akan efektif apabila jumlah peserta berkisar 10-15 orang. b. Konselor perlu memotivasi siswa selama kegiatan treatment berlangsung seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa pada setiap tahapan klarifikasi nilai meliputi tahap memilih nilai, menghargai nilai, bertindak dan refleksi pengalaman sehingga siswa memperoleh wawasan tentang keanekaragaman nilai-nilai yang dianggap berharga bagi manusia. c. Konselor perlu memberikan jeda waktu yang sesuai antara treatment satu dengan treatment yang lainnya agar hasil yang diperoleh siswa murni dari hasil treatment. 2. Saran Pengembangan Saran bagi peneliti yang tertarik untuk mengembangkan klarifikasi selanjutnya dapat menggunakan kelompok kontrol dalam pelaksanaan kegiatan eksperimen sehingga bisa dilihat perbedaan peningkatan kesadaran tanggung jawab siswa antara kelompok yang diberikan treatment dan yang tidak. Selain itu, postes yang digunakan untuk mengukur peningkatan kesadaran tanggung jawab siswa SMP bisa diberikan lebih dari satu kali sehingga dapat dilihat bahwa peningkatkan kesadaran tanggung jawab siswa sifatnya tidak hanya sementara setelah diberikan treatment saja.
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
55
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
DAFTAR RUJUKAN Baars, Bernard J. 1996. A Cognitive Theory of Conciousness. New York. Cambridge University Press. Banks, J.A. 1985. Teaching Strategies for Social Studies. New York: Longman. Cronbach. 1990. Essential of Psychological Testing (5th ed.). New York: Harper Collinc. Damasio, A. 1999. The Feeling of What Happen: Body, Emotion and the Making Conciousness. London. Heinemann Depdiknas. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas. Elias, J.L. 1989. Moral Education: Secular and Religious. Florida: Robert E. Krieger Publishing Co.Inc. Faisal, S, dkk. 1981. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional. Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan Istiwidayanti, Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Iskandar, D. 2009. Tanggung Jawab Kepada Diri Sendiri. (http://wartawarga.gunadarma.ac.ad, diakses tanggal 5 Desember 2010).
(Online),
Lewis, R. 2004. Dilema Kedisiplinan: Kontrol, Manejemen,Pengaruh. Jakarta: Grasindo. Pearson, J.A. 2005. Counseling and Values. New York. Sulzburger & Graham Pub Co. Raths,L.E., Harmin, M. & Simon, S.B. 1978. Values and Teaching: Working with Values in the Clasroom, Second Edition. Colombus: Charles E. Merrill Publishing Company. Ridwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Rosjidan. 1994. Modul Pendekatan- Pendekatan Konseling Kelompok. Malang: IKIP, FIP, BKP. Ruseffendi, E.T. 1994. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksata Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press. Solso, R.L. 2008. Psikologi Kognitif. (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Sujanto, A. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rhineka Cipta.
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
56
Jurnal Konseling Indonesia http://ejournal.unikama.ac.id
Vol. 1 No. 1, Oktober 2015. hlm. 47 – 57
Sunaryo, B. 1989. Strategi Belajar dan Mengajar dalam Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Depdikbud. Superka, D.P.,dkk. 1996. Values Edition Source Book. Colorado: Social Science Education Concortium, Inc. Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. Tirtaraharja,U & Sulo, L. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Wiyono, B.B. 2007. Metodologi Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan Action Research). Malang: Universitas Negeri Malang. Zeman, A.Z. 2001. Consciousness. London: Yale University Press.
Copyright © 2015 - Jurnal Konseling Indonesia (JKI) - All Rights Reserved
57