MENGUKUR BRAND RELATIONSHIP MELALUI BRAND REPUTATION DAN BRAND TRIBALISM – STUDI KASUS: BRAND KECAP BANGO Joshua Agusta dan Maeyta Selly Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan menemukan pengaruh Brand Reputation dan Brand Tribalism pada Brand Relationship dalam konteks Brand Kecap Bango milik PT Unilever Indonesia. Penelitian ini bersifat konklusif dan desktiptif dengan desain cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan judgmental sampling dan menghasilkan 235 responden. Dilakukan uji validitas, reliabilitas, analisis model pengukuran, dan analisis multiple linear regression melalui SPSS 13. Hasil penelitian menemukan bahwa Brand Reputation dan Brand Tribalism yang dipersepsikan konsumen secara signifikan dan positif mempengaruhi Two-Way Communications dan Emotional Exchange yang mempengaruhi pembentukan Brand Relationship.
MEASURING BRAND RELATIONSHIP THROUGH BRAND REPUTATION AND BRAND TRIBALISM – CASE STUDY: BANGO SOYSAUCE BRAND Abstract This study aims to find the influence of Brand Reputation and Brand Tribalism on Brand Relationship in context of Bango soy sauce brand owned by PT Unilever Indonesia. This study is using conclusive and descriptive crosssectional research design. Data is collected by judgmental sampling and generates 235 respondents. Validity, reliability, measurement model analysis, and multiple linear regression analysis are tested using SPSS 13. The results found that Brand Reputation and Brand Tribalism that is perceived by consumers are significantly and positively affect the Two-Way Communications and Emotional Exchange that form the Brand Relationship. Keywords: Brand Reputation, Brand Tribalism, Brand Relationship, Customer Engagement, Relationship Marketing
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Pendahuluan Dalam pasar consumer goods, pendekatan relasional merupakan strategi yang cukup feasible dan diapresiasi cukup tinggi (Sheth dan Parvatiyar, 1995; Christy, et al., 1996; O’Malley dan Tynan, 1999, 2000), bahwa bauran pemasaran dapat menjadi landasan untuk mengembangkan hubungan dengan konsumen (Coviello dan Brondie, 1998; Covielo, et al., 2002; Lye, 2002) dan bahwa halhal seperti simbol dan objek dapat menjadi salah satu aspek yang dapat digunakan sebagai landasan untuk menciptakan hubungan tersebut (Gummesson, 1994). Konsumen dapat membentuk hubungan dengan brand berdasarkan beberapa karakteristik dari brand tersebut dan berdasarkan persepsi serta perilakunya terhadap brand tersebut. Namun, saat ini, konsumen tidak lagi mengkonsumsi produk atas dasar utilitas, namun lebih karena makna simbolik dari produk tersebut, yang merepresentasikan citra diri. Banyak peneliti postmodern yang percaya bahwa citra tidak merepresentasikan produk, namun produklah yang merepresentasikan citra (Cova, 1999) dan tiap konsumen akan menjadi “konsumen ilusi” yang akan membeli citra, bukan produk (Elliot, 1999). Akan tetapi, masih sedikit penelitian yang menganalisis pandangan konsumen terhadap reputasi brand dan pengaruh sosial yang mereka alami dalam aspek tribalisme brand (kelompok pemuja brand) saat mereka membentuk hubungan dengan brand tersebut (Veloutsou dan Moutinho, 2008). Sebagian besar penelitian yang menganalisis komunitas brand pada saat ini berfokus pada brand-brand mewah atau produk yang memiliki involvement yang tinggi dengan konsumen, seperti mobil, motor, mobil jip, komputer, gadget, dll. Sangat sedikit penelitian yang dilakukan untuk produk yang bermain di consumer goods dan menjangkau pasar dalam skala yang lebih tinggi (Veloutsou dan Moutinho, 2008). Penelitian-penelitian akademik mengenai branding dari consumer goods sangatlah mempertimbangkan derajat keterhubungan brand dengan konsumen sebagai inti dari penelitian.
Tinjauan Teoritis Brand Reputation Baik akademisi maupun praktisi percaya bahwa brand reputation sangatlah penting, seperti Herbig dan Milewicz (1995) misalnya yang menyatakan bahwa untuk bisa sukses dan
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
memberikan keuntungan, brand harus memiliki reputasi yang positif. Reputasi itu sendiri dapat diartikan sebagai persepsi agregat dari orang-orang luar perusahaan terhadap karakteristik perusahaan atau brand yang dapat dilihat (Fombrun dan Rindova, 2000). Banyak audiens melihat brand sebagai organisme pasar yang independen. Konsumen melihat Brand sebagai satu entitas yang memiliki karakter, dimana manajer dan lingkungan mempertahankan keberlangsungan brand tersebut (Jevons, et al., 2005) dan konsumen dapat melihat brand sebagai karakter. Contohnya, riset yang dilakukan oleh Rook (1985) menunjukkan bahwa konsumen dapat melihat brand seakan-akan bahwa brand tersebut adalah selebritis. Blackston (1992) juga menunjukkan bahwa brand dapat dilihat sebagai entitas yang memiliki karakter tersendiri. Reputasi brand biasanya muncul melalui sinyal-sinyal marketing yang dikirimkan oleh produsen ke pasar dan didukung oleh taktik organisasional (Herbig dan Milewicz, 1995). Dalam hal ini, reputasi brand adalah output dari identitas brand yang diajukan oleh perusahaan, janji-janji yang telah dibuat oleh perusahaan, dan bagaimana pengalaman konsumen dalam menerima janji-janji yang telah diberikan oleh perusahaan. Brand Relationship Penelitian-penelitian awal yang dilakukan mengenai pemasaran relationship tidak melihat fungsi brand sebagai pembangun satu hubungan, namun lebih kepada fasilitator transaksi (Grönroos, 1996; Coviello dan Brondie, 2001; Coviello, et al., 2002). Literatur-literatur tersebut biasanya menyatakan bahwa produsen harus menentukan penekanan apa yang akan diberikan pada elemen brand dan hubungan yang akan dibentuk saat memposisikan penawaran mereka, memilih penekanan yang berkelanjutan pada kedua elemen tersebut (Palmer, 1996). Media massa adalah yang pertama kali melihat bahwa konsumen mengembangkan hubungan dengan brand yang kemudian diterima secara mayoritas oleh dunia akademis. Peneliti-peneliti menyadari bahwa hubungan brand dengan konsumen merupakan sesuatu yang bersifat ikatan (keuangan, fisik, atau emosional) yang membawa penjual dan pembeli brand tersebut bersama (Schultz dan Schultz, 2004) dan bahwa brand adalah entitas yang memiliki personalitas sendiri yang dapat dikaitkan oleh konsumen dengan personalitas diri mereka sendiri (Blackston, 1992, 1993; Fournier dan Yao, 1997; Fournier, 1998; Blackston, 2000; Pawle dan Cooper, 2006).
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Saat ini, telah diketahui bahwa konsumen membentuk ikatan dengan brand, objek, atau perusahaan yang spesifik (Daskou dan Hart, 2002; Thomson, et al., 2005) sampai pada derajat bahwa konsumen yang setia terhadap suatu toko memiliki kecenderungan untuk berpindah toko apabila tidak dapat menemukan produk dengan brand yang mereka perlukan (Verbeke, et al., 1998). Perusahaan telah menyadari potensi dari membina hubungan dengan konsumen dan sering kali mengembangkan strategi hubungan konsumen yang relevan sebagai usaha untuk mengembangkan basis konsumen terhubung yang aktif (Rowley dan Haynes, 2005). Pemasaran relationship dalam konteks consumer goods mencakup manajemen jaringan hubungan antara brand dan konsumennya (Ambler, 1997). Walaupun beberapa konsumen mungkin tidak mau menerima bahwa mereka membentuk hubungan dengan brand (Bengtsson, 2003), penelitian menunjukkan bahwa sebuah brand dapat diperlakukan sebagai partner yang berkontribusi dalam hubungan 2 arah antara konsumen dengan brand (Fournier, 1995). Penelitian yang baru menemukan bahwa brand yang positif serta interaksi personal adalah pusat dari membangun brand relationship yang sukses (O’Loughlin, et al., 2004). Brand relationship dapat memiliki bentuk yang beraneka ragam, bergantung pada personalitas konsumen dan bagaimana cara mereka mengembangkan hubungan tersebut (Fournier, 1998). Fajer dan Schouten (1995) mengidentifikasi 5 tahap potensial dalam hubungan tersebut, dengan anekdot hubungan pertemanan, yakni sebagai berikut: 1. Potential friends (mencoba brand). 2. Casual friends (mulai menyukai brand). 3. Close friends (setia pada beberapa brand). 4. Best friends (setia pada 1 brand). 5. Crucial friends (ketagihan pada 1 brand). Brand Tribalism Sangatlah jelas bahwa ada hubungan yang timbal-balik antara brand dengan konsumen (Jevons, et al., 2005). Simbol dan tanda berubah secara konstan untuk menyesuaikan dengan tiap situasi yang spesifik. Dalam hal ini, konsumsi menjadi produksi (Christensen, et al., 2005). Pemuja suatu brand spesifik yang memiliki hubungan dengan pemuja lainnya untuk brand yang sama merupakan anggota dari sebuah komunitas brand. Ada komunitas brand yang sangat formal dan
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
terstruktur dan ada yang informal dan lebih santai, yakni brand tribes. Dalam beberapa situasi komunitas brand dapat memiliki kontrol yang lebih besar terhadap asosiasi yang membentuk karakteristik brand daripada tim brand dari perusahaan (Muninz dan O’Guinn, 2001). Spekulasi mengenai hubungan antara consumer goods, sikap-sikap yang berkaitan dengan konsumsi, dan kebaikan yang subjektif sangatlah dominan dalam ilmu sosial. Oropesa (1995) menelaah mengenai apakah akumulasi dari berbagai tipe consumer goods dapat menjelaskan hubungan baik antara pendapatan dan kebaikan subjektif dan apakah hasrat terhadap sesuatu yang baru berhubungan positif atau negatif terhadap kebaikan subjektif. Hasrat terhadap pengalaman baru dalam pasar dan kebaikan subjektif memiliki hubungan yang positif.
Metode Penelitian Desain Riset Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian konklusif (dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu / memberi masukan guna mengambil keputusan dalam menentukan, mengevaluasi, dan memilih tindakan terbaik dalam sebuah situasi (Malhotra, 2010), serta desain penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik konsumen (Malhotra, 2010), terutama tentang variabel-variabel yang diteliti. Penelitian ini menggunakan desain riset single cross-sectional yang berarti pengambilan data dilakukan hanya satu kali dari satu grup sampel dari populasi yang ditargetkan (Malhotra, 2010). Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner kepada responden. Data yang didapatkan kemudia diolah dengan metode statistik Linear Regression menggunakan SPSS. Sebelum dilakukan pengambilan data primer, peneliti melakukan pre-test terhadap 36 responden. Pre-test dilakukan untuk membuat kuesioner menjadi lebih baik dengan mengidentifikasi dan menghilangkan potensi masalah (Malhotra, 2010). Metode Pengumpulan Data
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Dalam penelitian ini digunakan data primer. Data primer adalah data yang berasal dari peneliti secara spesifik digunakan untuk menjawab masalah penelitian. (Malhotra, 2010). Data primer bersifat terstruktur atau berpola sehingga ragam data yang diperoleh dari sumbernya cenderung memiliki pola yang lebih mudah ditelaah. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang dikumpulkan melalui metode survei dengan kuesioner yang diisi secara mandiri oleh responden. Data kuantitatif diperoleh melalui penyebaran kuesioner secara online melalui Google Drive. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan nonprobability sampling, yaitu teknik sampling yang tidak menggunakan probabilitas untuk memilih sampel namun bergantung pada penilaian pribadi peneliti (Malhotra, 2010). Teknik nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling, yakni teknik sampling yang mencoba mendapatkan sampel yang mudah terjangkau (Malhotra, 2010) atau dalam kata lain responden dipilih peneliti karena berada di ruang dan waktu yang tepat dengan ruang lingkup penelitian ini, serta memiliki karakteristik awal yang sesuai dengan karakteristik responden yang diperlukan untuk penelitian ini. Kerangka Penelitian
Gambar 3.1 Model Penelitian Sumber: Veloutsou dan Moutinho (2008)
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Hipotesis Penelitian yang dilakukan oleh Esch, et al (2006) mendeskripsikan bahwa citra dari sebuah brand memiliki peran yang penting dalam mengembangkan brand relationship. Penelitian yang dilakukan oleh Stuart-Menteth, et al (2006) juga telah membuktikan bahwa persepsi konsumen terhadap kualitas produk yang diberikan dapat mempengaruhi kualitas hubungan antara brand dengan konsumen. Namun, banyak peneliti yang menyadari bahwa konsumen akan lebih loyal kepada brand yang memiliki attitude yang baik. Menurut Chaudhuri (1999) serta Gounaris dan Stathakopoulos (2004), brand reputation merupakan salah satu komponen dari brand loyalty. Untuk itu, dihipotesiskan: H1: Semakin positif brand reputation, maka brand relationship akan semakin kuat. Pawle dan Cooper (2006) mendeskripsikan bahwa konsumen akan berbagi cerita mengenai produk dan brand, dan hal tersebut merupakan alat komunikasi word-of-mouth yang sangat kuat, terutama apabila yang subjeknya adalah konsumen yang memiliki pengaruh dan inspirasi yang menyebarkannya pada komunitas-komunitas. Penelitian lebih awal yang dilakukan oleh Stafford (1966) juga menjelaskan bahwa kelompok social dan pemimpin informal akan lebih mempengaruhi konsumen dibandingkan kekohesifan kelompok itu sendiri. Penelitian baru yang lebih terkait dengan hal ini yang dilakukan oleh Fournier (1998) serta Fournier dan Yao (1997) menyatakan bahwa brand relationship dapat merupakan hasil dari partisipasi actual ataupun imajiner dalam suatu komunitas brand. Penelitian Braun-La Tour, et al (2007) menambahkan bahwa brand dan makna-makna yang terasosiasikan dengan brand tersebut muncul dari interaksi yang dimiliki oleh brand dalam kehidupan konsumen. Swaminathan,
et
al
(2007)
menyatakan
bawa
besarnya
identitas
kelompok
yang
dikomunikasikan oleh brand dapat mempengaruhi hubungan yang dikembangkan oleh individu terhadap brand tersebut. Escalas dan Bettman (2005) menyatakan bahwa konsumen akan memiliki hubungan yang lebih kuat dengan brand tertentu apabila brand tersebut memiliki gambaran yang konsisten dengan gambaran dari kelompok konsumen tersebut, dan berlaku sebaliknya. Namun, belum ada dari penelitian ini yang mempelajari mengenai dampak dari brand tribalism terhadap kekuatan brand relationship (Veloutsou dan Moutinho, 2008). Untuk itu, hipotesis yang dibentuk adalah:
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
H2: Semakin kuat Brand Tribalism, akan semakin kuat pula Brand Relationship. Hasil Penelitian Penelitian dimulai dengan melakukan Pre-test. Tujuan dari dilakukannya pre-test adalah untuk menguji apakah susunan dan pilihan kata dalam pertanyaan kuesioner dapat dengan mudah dimengerti oleh responden. Selain itu Pre-test dilakukan untuk mencegah adanya hal-hal yang sulit dipahami oleh responden saat mengisi kuesioner. Pada tahap penelitian ini, telah berhasi dikumpulkan total 36 responden yang memenuhi syarat screening questions. Untuk menguji validitas dan reliablitias, digunakan indicator KMO dan Cronbach’s Alpha dimana nilainya harus lebih besar daripada 0,5 dan 0,6 untuk dapat dinyatakan valid dan reliable. Setelah hasil Pre-test menunjukkan hasil yang reliable dan valid, penelitian kemudian dilanjutkan dengan menyebar kuesioner untuk mencapai jumlah target responden yakni sebesar 235 responden. Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Variabel Variabel Component Cronbach Laten Teramati Matrix 's Alpha BR1 0.903 Brand BR2 0.855 0.739 Long-‐Term Reputation BR3 0.713 Brand Reputation SI1 0.865 Sustainable SI2 0.865 0.663 Image Variabel
FL1 FL2 FL3 FL4
0.796 0.775 0.919 0.76
PL1 Passion in PL2 Life
0.906 0.906
RGA1 RGA2 Reference RGA3 Group RGA4 Acceptance RGA5
0.687 0.763 0.829 0.879 0.672
SVB1 Social SVB2 Visibility of SVB3 Brand
0.678 0.883 0.871
CM1 CM2
0.88 0.88
Degree of fit with lifestyle
Brand Tribalism
Collective Memory
KMO
Bartlett's
0.615
0.000
0.5
0.000
0.817
0.659
0.000
0.778
0.5
0.000
0.823
0.673
0.000
0.694
0.62
0.000
0.705
0.5
0.000
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner (Lanjutan) Variabel
Brand Relationship
Variabel Variabel Component Cronbach Laten Teramati Matrix 's Alpha TWC1 0.863 TWC2 0.848 Two Way TWC3 0.894 Communic TWC4 -‐0.473 0.717 ations TWC5 0.865 TWC6 0.657 EE1 EE2 EE3 Emotional EE4 Exchange EE5 EE6 EE7
0.832 0.859 0.915 0.762 0.879 0.812 0.879
0.934
KMO
Bartlett's
0.864
0.000
0.875
0.000
Sumber: SPSS 13 hasil olahan peneliti
Dari data di atas, didapat hasil bahwa seluruh variabel laten memiliki nilai Cronbach Alpha’s diatas 0.6. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing variabel penelitian pada kuesioner tersebut yang telah direduksi memiliki tingkat reliabilitas yang baik dan dapat digunakan dalam penelitian ini. Selain itu dari segi validitas, suatu variabel menandakan valid apabila berada diatas syarat minimal pengujian (KMO) yakni 0.5. Dapat dilihat bahwa seluruh variabel yang telah direduksi terbukti valid mempunyai factor loading lebih besar dari 0.5. Bartlett’s Test menunjukkan bahwa keseluruh variabel laten di dalam kuesioner telah layak dan dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
Pembahasan H1: Brand Reputation memiliki pengaruh yang positif terhadap Brand Relationship. Menurut Veloutsou dan Moutinho (2008), variabel Brand Reputation dapat dijelaskan oleh 2 variabel laten, yakni Long-Term Brand Reputation dan Sustainable Image. Sebelum analisis hipotesis pertama dilakukan, dilakukan pengujian menggunakan exploratory factor analysis
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
dengan metode principle component dan ketentuan eigenvalues >1 digunakan untuk melihat jumlah kelompok factor yang terbentuk dari hasil analisis faktor. 2 variabel laten ini memiliki nilai KMO 0.500 dan dapat menjelaskan 77.450% varians dari data. Setelah variabel independen Brand Reputation diteliti, dilakukan juga penelaahan pada variabel Brand Relationship, yang menurut Veloutsou dan Moutinho (2008) dapat dijelaskan oleh 2 variabel laten, yakni Two-Way Communications dan Emotional Exchange. Sama seperti variabel Brand Reputation, pada variabel ini juga dilakukan pengujian dengan melihat nilai KMO dan eigenvalues dari variabel. Setelah variabel-variabel ini terbentuk dan terbukti valid dan signifikan, dilakukan proses running data untuk menganalisis pengaruh dari Brand Reputation terhadap Brand Relationship untuk menguji hipotesis pertama dari penelitian. Proses pembuktian hipotesis ini dilakukan dengan analisis linear multiple regression dengan metode stepwise, dimana masing-masing variabel laten dari variabel independen akan di-run terhadap masing-masing variabel laten dari variabel independen. Two-Way Communications Karena regresi ini menggunakan metode stepwise, maka seluruh variabel konstruk dari Brand Reputation akan di-run terhadap variabel laten pertama dari Brand Relationship, yakni Two-Way Communications. Dari hasil running menggunakan software SPSS 13, terlihat bahwa variabel independen dapat menjelaskan 25.4% dari model (Adjusted R2 = 0.254), dengan pengertian bahwa variabel LongTerm Reputation dan Sustainable Image menjelaskan variabel Two-Way Communications sebesar 25.4%. Namun menurut Malhotra (2010), nilai R-square yang ideal adalah di atas 0.5, dimana kedua variabel ini sebenarnya masih berada di bawah standar. Kedua variabel independen mempengaruhi secara signifikan variabel dependen dengan tingkat signifikansi 0.000 (Long-Term Brand Reputation) dan 0.028 (Sustainable Image). Dari analisis regresi linear ini dapat ditarik sebuah model, yaitu: Y1 = 8.35 x 10-17 + 0.413X1 + 0.150X2
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Dengan catatan: Y1 = Two-Way Communications X1 = Long-Term Brand Reputation X2 = Sustainable Image Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant)
Sig.
Std. Error
8.35E-‐17
0.056
1.000
Long-‐Term Brand Reputation
0.413
0.068
0.000
Sustainable Image
0.150
0.068
0.000
Dependent Variable: Two-‐Way Communications
Emotional Exchange
Dari hasil running variabel independen Brand Reputation terhadap variabel laten Emotional Exchange, terlihat bahwa variabel independen dapat menjelaskan 33.2% dari model (Adjusted R2 = 0.332). Namun menurut Malhotra (2010), nilai R-square yang ideal adalah di atas 0.5, dimana kedua variabel ini sebenarnya masih berada di bawah standar. Kedua variabel independen mempengaruhi secara signifikan variabel dependen dengan tingkat signifikansi 0.000 untuk kedua variabel independen. Dari hasil regresi linear ini dapat ditarik sebuah model: Y1 = -3 x 10-17 + 0.393X1 + 0.263X2 Dimana: Y1 = Emotional Exchange X1 = Long-Term Brand Reputation X2 = Sustainable Image Model
Unstandardized Coefficients B
Sig.
Std. Error
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
(Constant)
-‐3.0E-‐017
0.053
1.000
Long-‐Term Brand Reputation
0.393
0.064
0.000
Sustainable Image
0.263
0.064
0.000
Dependent Variable: Emotional Exchange
Melalui model dan nilai unstandardized beta, dapat dilihat bahwa variabel Long-Term Brand Reputation menjelaskan variabel Two-Way Communications dengan proporsi yang lebih besar, dengan nilai unstandardized beta sebesar 0.393, di atas variabel Sustainable Image yang memiliki nilai unstandardized beta sebesar 0.263. Kesimpulan dari uji hipotesis 1 adalah penolakan H01 dan penerimaan H11, karena terbukti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Brand Reputation terhadap kedua variabel laten Brand Relationship, dimana variabel laten Long-Term Brand Reputation menjelaskan variabel Brand Relationship dengan proporsi yang lebih besar berdasarkan nilai unstandardized beta.
H2: Brand Tribalism memiliki pengaruh yang positif terhadap Brand Relationship. Menurut Veloutsou dan Moutinho (2008), variabel Brand Tribalism dapat dijelaskan oleh 5 variabel laten, yakni Degree of Fit with Lifestyle, Passion in Life, Reference Group Acceptance, Social Visibility of Brand, dan Collective Memory. Sebelum analisis hipotesis pertama dilakukan, dilakukan pengujian menggunakan exploratory factor analysis dengan metode principle component dan ketentuan eigenvalues >1 digunakan untuk melihat jumlah kelompok factor yang terbentuk dari hasil analisis faktor. 5 variabel laten ini memiliki nilai KMO 0.792 dan dapat menjelaskan 61.342% varians dari data. Karena nilai eigenvalues lebih besar daripada 1, maka kedua variabel laten dapat menjelaskan variabel secara signifikan. Two-Way Communications Dari hasil running variabel independen Brand Tribalism terhadap variabel laten Two-Way Communications terlihat bahwa variabel independen dapat menjelaskan 50.5% dari model (Adjusted R2 = 0.505). Tidak seluruh lima variabel independen ini mempengaruhi secara
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
signifikan variabel dependen, karena di dalam model terdapat 2 variabel yang di-exclude dari model, yakni variabel Social Visibility of Brand dan Collective Memory. Dari hasil regresi linear ini dapat ditarik sebuah model: Y1 = 1.25 x 10-16 + 0.407X1 + 0.235X2 + 0.210X3 Dimana: Y1 = Two-Way Communications X1 = Passion in Life X2 = Reference Group Acceptance X3 = Degree of Fit with Lifestyle Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant)
Sig.
Std. Error
1.25E-‐16
0.046
1.000
0.407
0.064
0.000
Acceptance
0.235
0.053
0.000
Degree of Fit with Lifestyle
0.210
0.064
0.001
Passion in Life Reference Group
Dependent Variable: Two-‐Way Communications
Emotional Exchange Dari hasil running variabel independen Brand Tribalism terhadap variabel laten Emotional Exchange terlihat bahwa variabel independen dapat menjelaskan 73.4% dari model (Adjusted R2 = 0.734). Tidak seluruh lima variabel independen ini mempengaruhi secara signifikan variabel dependen, karena di dalam model terdapat 1 variabel yang di-exclude dari model, yakni variabel Collective Memory. Dari hasil regresi linear ini dapat ditarik sebuah model:
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Y1 = 3.45 x 10-17 + 0.342X1 + 0.217X2 + 0.286X3 + 0.218X4 Dimana: Y1 = Emotional Exchange X1 = Degree of Fit with Lifestyle X2 = Social Visibility of Brand X3 = Passion in Life X4 = Reference Group Acceptance Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant)
Sig.
Std. Error
3.45E-‐17
0.034
1.000
Degree of Fit with Lifestyle
0.342
0.047
0.000
Social Visibility of Brand
0.217
0.044
0.000
Passion in Life
0.286
0.049
0.000
0.218
0.042
0.000
Reference Group Acceptance
Dependent Variable: Emotional Exchange
Pada analisis pengaruh variabel Brand Tribalism terhadap Two-Way Interaction, ada 2 variabel laten independen yang dihilangkan, yakni Social Visibility of Brand dan Collective Memory. 2 variabel ini dihilangkan dari model karena kedua variabel ini dinilai kurang relevan di dalam menjelaskan variabel Two-Way Interaction – dimana pengaruh dari visibilitas brand dan ingatan konsumen terhadap brand saat melakukan pembelian tidaklah terlalu signifikan terhadap interaksi 2 arah antara konsumen dengan brand. Di dalam model ini juga dapat dilihat bahwa Passion in Life memiliki pengaruh paling tinggi terhadap Two-Way Communications, karena Passion in Life mencakup kontribusi yang pernah dilakukan oleh kecap Bango di dalam kehidupan konsumen, seperti membuat makanan yang mereka masak lebih enak, membuat keluarga menjadi lebih bahagia karena masakan yang enak dan bergizi, atau mungkin
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
mendukung gaya hidup yang sehat. Kepercayaan yang tinggi terhadap brand akan meningkatkan level interaksi antara konsumen dengan brand, dan hal ini dapat dilihat dari aktivitas edukasi pasar yang dilakukan oleh kecap Bango, dimana mereka selalu menekankan kecap Bango menggunakan bahan-bahan alami dan memiliki rasa yang enak sehingga cocok untuk dipakai untuk memasak dan membuat masakan menjadi lebih enak. Setelah konsumen percaya terhadap kualitas dari kecap Bango dan memiliki hasrat (passion) yang tinggi terhadap brand tersebut di dalam kehidupannya, maka interaksi dengan brand akan meningkat. Pada variabel emotional exchange, dapat dilihat bahwa variabel degree of fit with lifestyle memiliki pengaruh yang paling kuat. Hal ini mengkonfirmasi bahwa ikatan emosional antara suatu brand dan konsumennya akan menjadi kuat apabila brand tersebut merupakan bagian dari lifestyle konsumen. Lifestyle sendiri memiliki ruang lingkup yang luas – lifestyle bisa dipengaruhi oleh budaya, kebiasaan, ataupun lingkungan eksternal (Muniz dan O’Guinn, 2001). Salah satu hal yang dilakukan oleh Bango di dalam masuk ke dalam lifestyle konsumennya adalah dengan membuat positioning bahwa Bango adalah “sahabat” bagi masyarakat Indonesia yang mencintai kuliner khas Nusantara. Positioning ini berhasil merebut hati masyarakat Indonesia yang memiliki lifestyle untuk memelihara dan mencintai kuliner autentik Indonesia. Mungkin secara pangsa tidak terlalu besar dan signifikan, namun positioning ini membentuk suatu value preposition dari Bango bahwa Bango adalah “sahabat” masyarakat Indonesia yang mencintai dan ingin memelihara warisan kuliner Nusantara, dan ini berhasil meresap menjadi suatu lifestyle dari konsumen Bango untuk menghargai kuliner Indonesia. Salah satu kegiatan pemasaran yang pernah dilakukan untuk menciptakan lifestyle ini adalah program televisi Bango Cita Rasa Nusantara, dimana selain memperkenalkan kuliner-kuliner autentik Indonesia, acara ini mengambil sudut pandang yang emosional dari para penjaja kuliner yang dikunjungi di dalam acara tersebut, seperti warisan resep yang turun-temurun, hingga proses memasak sepenuh hati dengan masih menggunakan peralatan tradisional seperti arang dan kayu bakar dengan tujuan untuk mempertahankan cita rasa. Program ini dinilai berhasil mengubah lifestyle masyarakat Indonesia untuk mencintai kuliner lokal dan berhasil merebut sisi emosional dari konsumen kecap Bango.
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Kesimpulan dari uji hipotesis 2 adalah penolakan H01 dan penerimaan H11, karena terbukti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Brand Tribalism terhadap kedua variabel laten Brand Relationship. Variabel Independen Variabel Dependen Hasil Brand Reputation Tolak H0 Brand Relationship Brand Tribalism Tolak H0
Kesimpulan a. Penelitian ini menunjukkan bahwa brand reputation memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap brand relationship. Dalam hal ini, kecap Bango telah melakukan kegiatankegiatan pemasaran yang dengan sangat baik di dalam memelihara reputasi dari brand dan kepercayaan konsumen dengan memiliki value preposition yang kuat dan memenuhi seluruh klaim yang dilakukan dengan memberikan produk yang berkualitas untuk konsumennya. Reputasi suatu brand ini pula yang membuat konsumen merasa memiliki ikatan emosional dengan brand tersebut. Dalam hal ini, kecap Bango sudah melakukan banyak aktivitas pemasaran yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi dan ikatan emosional dengan konsumen, seperti contohnya adalah Festival Jajanan Bango. b. Brand Tribalism juga memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap brand relationship. Setelah konsumen percaya terhadap produk kecap Bango bahwa produk tersebut dapat memberikan apa yag mereka butuhkan, konsumen akan memiliki hasrat yang tinggi atas produk tersebut di dalam hidup mereka, dengan menjadikan brand kecap Bango sebagai bagian dari gaya hidupnya. Salah satu hal yang dilakukan oleh Bango di dalam masuk ke dalam lifestyle konsumennya adalah dengan membuat positioning bahwa Bango adalah “sahabat” bagi masyarakat Indonesia yang mencintai kuliner khas Nusantara. Positioning ini berhasil menggaet konsumen-konsumen yang memiliki nilai serta keinginan yang sama di dalam memelihara warisan kuliner Indonesia. Implikasi Manajerial 1. Memperluas coverage dari program Festival Jajanan Bango untuk meningkatkan intensitas dari interaksi antara brand dengan konsumen Bango yang tersebar di seluruh Indonesia. Selama 7 tahun dijalankan (2006-2013, kecuali 2012) acara Festival Jajanan Bango hanya
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
diadakan terpusat di wilayah Pulau Jawa – hanya 1 kali di Medan pada tahun 2007. Dengan kurangnya intensitas interaksi antara Bango dengan konsumennya di beberapa wilayah di Indonesia, akan menyebabkan peluang meningkatnya pangsa pasar competitor di wilayah yang belum pernah dikunjungi oleh Festival Jajanan Bango. 2. Mengadakan kembali acara televisi Bango Cita Rasa Nusantara yang sudah ditiadakan sejak akhir tahun 2011. Acara ini dinilai sukses di dalam menciptakan suatu lifestyle yang mencintai warisan kuliner Nusantara, dan di saat yang sama juga dapat meningkatkan emotional attachment dari konsumen terhadap brand kecap Bango. Di dalam penelitian ini terbukti bahwa lifestyle memiliki pengaruh yang kuat terhadap emotional attachment, dan apabila acara ini sukses di dalam mengambil angle dari emotional attachment tersebut, maka sebaiknya acara ini ditayangkan kembali. 3. Membangun atau mensponsori suatu komunitas pecinta kuliner Indonesia. Belajar dari kasus Bango Cita Rasa Nusantara dimana lifestyle mencintai kuliner Nusantara dapat meningkatkan emotional attachment antara kecap Bango dengan konsumennya, maka sebaiknya Bango membentuk suatu komunitas pecinta kuliner Nusantara, dimana di dalam komunitas ini Bango secara reguler dapat memfasilitasi interaksi antara pengguna kecap Bango yang memiliki hasrat serta keinginan untuk melestarikan warisan kuliner Nusantara. Dengan adanya komunitas ini, outcome yang diharapkan adalah meningkatnya emotional attachment antara Bango dengan para konsumennya, yang dimulai dari engagement dengan komunitas ini. Keterbatasan Penelitian 1. Penulis melihat bahwa masih ada variabel-variabel yang dapat disempurnakan di dalam penelitian ini. Terlihat dari hasil component matrix yang masih sama antara 2 indikator pembentuk variabel laten, serta nilai KMO yang hanya mencapai 0.500, maka seharusnya variabel tersebut memiliki konstruk tambahan untuk membuat model menjadi lebih sempurna. 2. Data yang dimiliki oleh peneliti terbatas hingga bulan Maret 2013, dimana tentunya sudah ada evaluasi terbaru mengenai brand kecap Bango yang telah dilakukan hingga bulan November atau Desember 2013, yang sekiranya ada beberapa poin yang direkomendasikan melalui penelitian ini telah diimplementasikan oleh kecap Bango di dalam kegiatan
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
pemasarannya, yang dapat berujung pada meningkatnya pangsa pasar kecap Bango di industry kecap Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, D. dan Keller, KL. 1990. “Consumer Evaluations of Brand Extensions”. Journal of Marketing 54:27-41 (January). Aaker, J., Fournier, S., dan Brasel, A. 2004. “When Good Brands do Bad”. Journal of Consumer Research 31:1-16 (June). Algesheimer, R., Dholakia, U., dan Herrmann, A. 2005. “The Social Influence of Brand Community: Evidence from European Car Clubs”. Journal of Marketing 69:19-34 (July). Ambler, T. 1997. “Building Brand Relationships”. Financial Times Mastering Management. Pitman Publishing, p. 175-83. Badot, O. dan Cova, B. 2003. “Néo-marketing. 10 ans après: pour une théorie critique de la consommation et du marketing réenchantés. Rev Franç Mark 195(5/5):79–94. Berry, LL. 2000. “Cultivating Service Brand Equity”. Journal of Academic Marketing Science 28(1):128-37 Winter. Bengtsson, A. 2003. “Towards a critique of Brand Relationships”. Advertising and Consumer Research (30):54-158. Beverland, M., Lim, EAC., Morrison, M., dan Terziovski, M. 2006. “In-Store Music and Consumer-Brand Relationships: Rational Transformation Following Experiences of (Mis)fit”. Journal of Business Research 59:982-9. Blackston, M. 1992. “A Brand with an Attitude: A Suitable Case for Treatment”. Journal of Marketing Research Society 34(3):231-41.
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Blackston, M. 1993. “Beyond Brand Personality: Building Brand Equity”. Lawrence Erlabaum Associates, p. 113-24. Blackston, M. 2000. “Observations: Building Brand Equity by Managing the Brand’s Relationships. Journal of Advertising Research 101-5 (November/December). Braun-La Tour, KA., La Tour, MS., dan Zinkhan, GM. 2007. “Using Childhood Memories to Gain Insight into Brand Meaning”. Journal of Marketing 71:45-60 (April). Brown, T. dan Dacin, P. 1997. “The Company and the Product: Corporate Associations and Consumer Product Responses”. Journal of Marketing 61:68-84 (January). Chaudhuri, A. 1999. “The Relationship of Brand Attitudes and brand Performance: The Role of Brand Loyalty”. Journal of Marketing Management 1-9 (Winter). Choudary, M. dan Li, James. 2013. “Building Trustworthy Brand in China”. AS: MillwardBrown. Christensen, L., Firat, FA., dan Thoger, TS. 2005. “Integrated Marketing Communication and Postmodernity: An Odd Couple?”. Corporate Communications: Annual International Journal 10(2):156-67 Christy, R., Oliver, G., dan Penn, J. 1996. “Relationship Marketing in Consumer Markets”. Journal of Marketing Management 12:175-87. Cova, B. dan Cova, V. 2002. “Tribal Marketing: The Tribalisation of Society and its Impact on the Conduct of Marketing”. European Journal of Marketing 36(5/6):595-620. Cova, B. dan Pace, S. 2006. “Brand Community of Convenience Products: New Forms of Customer Empowerment – The Case ‘My Nutella is Community’”. European Journal of Marketing 40:1087-105. Cova, B. 1997. “Community and Consumption. Towards a Definition of the Linking Value of Product and Services”. European Journal of Marketing 31(3/4):297-316. Cova, B. 1999. “From Marketing to Societing: When the Link is More Important than the Thing”. London: Sage, p. 64-83. Coviello, N. dan Brondie, H. 1998. “From Transaction to Relationship Marketing: An Investigation of Managerial Perceptions and Practices”. Journal of Strategic Marketing 6:176-86.
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Coviello, N. dan Brondie, H. 2001. “Contemporary Marketing Practices of Consumer and Business-to-Business Firms: How Different Are They?. Journal of Business and Industrial Marketing 16:382-400. Coviello, N., Brondie, R., Danaher, P., dan Johnston, W. 2002. “How Firms Relate to Their Markets: An Empirical Investigation of Contemporary Marketing Practices”. Journal of Marketing 66:33-46 (July). Dacin, P. dan Smith, D. 1994. “The Effect of Brand Portfolio Characteristics on Consumer Evaluations of Brand Extensions”. Journal of Marketing Research XXXI:229-42 (May). Dall’Olmo Riley, F. dan de Chernatony, L. 2000. “The Service Brand as a Relationship Builder”. Journal of Management 11:137-50. Daskou, S. dan Hart, S. 2002. “The Essence of Business to Consumer Relationships: A Phenomenological Approach”. The 10th International Colloquium in Relationship Marketing, p. 499-515. Delgado-Ballester, E. 2008. “Development and Validation of a Brand Trust Scale”. Spanyol: University of Murcia. Elliot, R. 1999. “Symbolic Meaning and Postmodern Consumer Culture”. London: Sage, p. 11225. Escalas, JE. dan Bettman, J. 2005. “Self-Construal, Reference Groups and Brand Meaning”. Journal of Consumer Research 32:378-89 (December). Esch, FR., Langner, T., Schmitt, B., dan Geus, P. 2006. “Are Brands Forever? How Knowledge and Relationships Affect Current and Future Purchase”. Journal of Product and Brand Management 15(2):98-105. Fombrun, CJ. dan Rindova, V. 2000. “The Road to Transparency: Reputation. Managementat Royal Dutch/Shell”. Oxford: Oxford University Press; p. 7-96. Fournier, S. 1995. “The Brand as Relationship Partner: An Alternative View of Brand Personality”. Advertising and Consumer Research 22:393. Fournier, S. 1998. “Consumers and Their Brands: Developing Relationship Theory in Consumer Research”. Journal of Consumer Research 22:393. Fournier, S. dan Yao, J. 1997. “Reviving Brand Loyalty: A Reconceptualization within the Framework of Consumer-Brand Relationships”. International Journal of Research in Marketing 14:451-72.
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Grönroos, C. 1996. “Relationship Marketing: Strategic and Tactical Implications”. Management Decision 34(3):5-14. Gujarati, D. dan Porter, D. 2009. “Basic Econometrics, 5th Edition”. New York: McGraw-Hill International Edition. Gummerson, E. 1994. “Making Relationship Marketing Operational”. International Journal of Service Marketing 5(5):5-20. Harley, R. 1998. “Coca-Cola’s Classic Blunder: The Failure of Marketing Research”. Marketing Mistakes, 7th Edition. Wiley, p. 160-76. Herbig, P. dan Milewicz, J. 1995. “The Relationship of Reputation and Credibility to Brand Success”. Journal of Consumer Marketing 12(4):4-10. Ipsos. 2013. Post-Launch Report of Bango Sweet & Spicy. Jevons, C., Cabbott, M., dan de Chernatony, L. 2005. “Customers and Brand Managers Perspectives on Brand Relationships: A Conceptual Framework”. Journal of Product and Brand Management 14(5):300-9. Johnston, AR. dan Thomson, M. 2003. “Are Consumer Relationships Different?” Advertising and Consumption Reserves (30):350-1. Kates, S. 2000. “Out of The Closet and Out on the Street: Gay Men and Their Brand Relationships”. Psychological Marketing 17:493-513 (June). Kozinets, R. V., Sherry, J. F., Storm, D., Duhachek, A., Nuttavuthisit, K., dan Deberry-Spence, B. 2004. “Ludic Agency and Retail Spectacle”. Journal of Consumer Research 31(3):658-72 December. Kressmann, F., Sirgy, M. Joseph, Herrmann, A., Huber, F., Huber, S., dan Lee, Dong-Jin. 2006. “Direct and Indirect Effects of Self-Image Congruence on Brand Loyalty”. Journal of Business Research 59:955-964. Lai, J., dan Ming, Tan. 2011. “The Moderating Role of Perceived Risk in Loyalty Intentions: An Investigation in a Service Context”. Marketing Intelligence and Planning 30(1):33-52. Lannon, J. 1995. “Mosaics of Meaning: Anthropology and Marketing”. Journal of Brand Management 2(3):166-8.
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Lye, A. 2002. “Don’t Throw The Baby Out With The Bath Water: Integrating Relational and The 4P’s Concepts of Marketing”. The International Colloquium in Relationship Marketing p. 223-33. McAlexander, J., Schouten, J., dan Koenig, H. 2002. “Building Brand Community”. Journal of Marketing 66:38-54 (January). McGee-Cooper, A. 2005. “Tribalism: Culture Wars at Work”. Journal of Qualitative Marketing. 28(1):12-5 (Spring). Milewicz, J. dan Herbig, P. 1994. “Evaluating the Brand Extension Decision Using a Model of Reputation Building. Journal of Product and Brand Management 3(1):39-47. Millward Brown. 2012. Bango Brand Course Correction Report: For the Period Ended November 2012. Moutinho, L., Dionisio, P. dan Leal, C. 2007. “Surf Tribal Behaviour: A Sports Marketing Application”. Marketing Intelligent Planning 25(7):668-90. Muninz, A. dan O’Guinn, T. 1995. “Brand Community and the Sociology of Brands”. Advances in Consumer Research vol. 23, p. 265-6. Muninz, A. dan O’Guinn, T. 2001. “Brand Community”. Journal of Consumer Research 27:41232 (March). O’Laughlin, D., Szmigin, I., dan Turnbull, P. 2004. “From Relationships to Experiences in Retail Financial Services”. International Journal of Banking and Marketing 22(7):522-40. O’Malley, L. dan Tynan, C. 1999. “The Utility of the Relationship Metaphor in Consumer Markets: A Critical Evaluation”. Journal of Marketing Management 15:587-602. O’Malley, L. dan Tynan, C. 2000. “Relationship Marketing in Consumer Markets: Rhetoric or Reality?”. European Journal of Marketing 34(7):797-815 Oropesa, R. S. 1995. “Consumer Possessions, Consumer Passions, and Subjective Well-Being”. Sociol Forum 10(2):215-44 (June). Palmer, A. 1996. “Integrating Brand Development and Relationship Marketing”. Journal of Retail Consumption 3(4):251-7. Park, C., Jaworski, B., dan MacInnis, D. 1986. “Strategic Brand Concept-Image Management”. Journal of Marketing 50:135-45 (October). Pawle, J. dan Cooper, P. 2006. “Measuring Emotion-Lovemarks – The Future beyond Brands”. Journal of Advertising 38-48 (March).
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Quinn, M. dan Devasagayam, R. 2005. “Building Brand Community among Ethnic Diaspora in the USA: Strategic Implications for Marketers”. Brand Management 13(2):101-14. Rook, D. 1985. “The Ritual Dimensions of Consumer Behavior”. Journal of Consumer Research 12(3):251-64. Rowley, J. dan Haynes, L. 2005. “Customer Relationship Management: The Malatan Way”. Marketing Review 5:175-87. Saren, M. dan Tzokas, N. 1998. “The Nature of the Product in Market Relationships: A PlurySignified Product Concept”. Journal of Marketing Management 14:445-64. Schultz, D. dan Schultz, H. 2004. “Sense and Nonsense about Branding”. USA: Thomson. Shapiro, C. 1983. “Premiums for High Quality Products as Returns to Reputations”. Quarterly Journals of Economics 98:659-79 (November). Sheth, J. dan Parvatiyar, A. 1995. “The Evolution of Relationship Marketing”. International Business Review 4(4):397-417. Stuart-Menteth, H., Wilson, H., dan Baker, S. 2006. “Escaping the Channel Silo: Researching the New Consumer”. Marketing Research Society 48(4):415-97. Thomson, M., MacInnis, D., dan Park, W. 2005. “The Ties that Bind: Measuring the Strength of Customers’ Attachment to Brands”. Journal of Consumer Psychology 15(1):77-91. Veloutsou, C. dan Moutinho, L. 2009. “Brand Relationship through Brand Reputation and Brand Tribalism”. Journal of Business Research 62:314-322. Verbeke, W., Farris, P., dan Thurik, R. 1998. “Consumer Response to the Preferred Brand Outof-Stock
Situation”.
European
Journal
of
Marketing
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
32(10/11):1008-28.
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014
Mengukur brand..., Joshua Agusta, FEB UI, 2014