Sekretariat Negara Republik Indonesia
Mengharmonisasikan Tenaga Kerja dan Pendidikan di Indonesia Kamis, 14 Januari 2010
Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu masalah serius yang erat kaitannya dengan kemajuan dan kemakmuran suatu Negara. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh seorang ekonom terkenal asal India, Mahbub Ul-Haq, yaitu ―Let us take care of employment, employment will take care of growth.―
Kutipan tersebut mempertegas betapa ketenagakerjaan sangat mempengaruhi sendi-sendi pertumbuhan suatu negara. Karena ketenagakerjaan meliputi dimensi politik, sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Berikut gambaran keadaan ketenagakerjaan di Indonesia periode 2004 sampai 2009:
Pada bulan Februari 2009, angkatan kerja Indonesia adalah sebesar 113,7 juta orang dengan 104,5 juta orang bekerja dan 9,3 juta orang pengagguran terbuka.Menurut BPS pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Pengangguran memberikan problematika tersendiri bagi negara. Pengangguran dapat mempengaruhi daya beli masyarakat. Karena tidak adanya pendapatan yang diterima, pengeluaran untuk membiayai kehidupan sehari-hari pun menjadi terganggu. Hal ini kemudian akan membuat masyarakat menjadi miskin atau semakin miskin. Selain itu, meningkatnya pengangguran terbuka sebagai akibat tidak terkelolanya ketenagakerjaan dengan baik dapat memberikan dampak serius, seperti meningkatnya kriminalitas yang selanjutnya dapat menganggu stabilitas negara.Makin tinggi jenjang pendidikan si penganggur, akan semakin berbahaya bagi negara.
Permasalahan Pendidikan dan Pengangguran
Pendidikan merupakan hal yang amat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM yang baik diharapkan dapat mengisi lapangan-lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya dan selanjutnya dapat memajukan negara. http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 3 October, 2017, 22:22
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat berharap banyak dengan mengenyam pendidikan tinggi, yakni untuk mendapatkan pekerjaan yang didambakan dan kemudian meningkatkan taraf hidup mereka. Namun demikian, kendala terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan menyebabkan tak terserapnya tenaga kerja yang berpendidikan tinggi oleh pasar tenaga kerja. Hal ini akan memberikan stimulus kekecewaan dan selanjutnya menanamkan sifat ketidakpercayaan atau kekurangpercayaan terhadap lembaga pendidikan.
Selain itu, kesempatan kerja yang terbatas telah membuat kompetisi semakin ketat antar pencari kerja dan seringkali mereka melamar dan menerima pekerjaan apa saja meskipun tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.
Pengangguran berpendidikan tinggi, baik diploma maupun sarjana, selama periode 2004-2009 bertambah 529.662 jiwa, yaitu dari 585.358 jiwa pada tahun 2004 menjadi 1.115.020 jiwa pada tahun 2009. Jika diratakan, maka setiap tahun pengangguran berpendidikan tinggi bertambah hampir 106.000 jiwa. Sementara grafik berikut menjunjukkan bahwa pada tahun 2008 sebanyak 23,80 persen penganggur adalah mereka yang memiliki ijazah pendidikan tinggi (diploma/sarjana). Angka tersebut naik menjadi 26,74 persen pada tahun 2009.
Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan jenjang pendidikan yang lebih lengkap dapat digambarkan sebagai berikut :
Grafik di atas juga menunjukkan bahwa pengangguran di Indonesia cenderung memiliki jenjang pendidikan yang cukup tinggi, sehingga dapat diartikan bahwa pendidikan formal tidak serta merta dapat menurunkan tingkat pengangguran. Bahkan ada kesan (orang yang pesimis) bahwa jenjang pendidikan hanya akan mencetak pengangguran-pengangguran di masa depan karena lulusan melebihi batas kesempatan kerja.
Selain itu, grafik di atas menggambarkan pula bahwa pengangguran yang paling tinggi terjadi pada penduduk dengan jenjang pendidikan tertinggi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Padahal sebenarnya konsep SMK sangat baik, dimana pelajar dididik untuk siap bekerja dan dibekali pula dengan kemandirian. Di satu pihak, SMK diklaim menjadi salah satu solusi dalam mengurangi pengangguran yang berpendidikan. Namun, pihak lain menilai bahwa pola pembentukan SMK di Indonesia lebih berbasis pada kuantitas dan kurang memperhatikan mutu atau kualitasnya. Jika http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 3 October, 2017, 22:22
Sekretariat Negara Republik Indonesia
demikian, maka gejala ini tentu perlu segera diperbaiki agar tidak semakin mengakar, dan lulusan SMK benar-benar siap bekerja, dan kalau bisa bekerja mandiri atau menciptakan lapangan kerja baru.
Saat ini, banyak perusahaan yang cenderung lebih senang merekrut lulusan SMA karena lulusan SMA dianggap lebih memiliki kreativitas. Lulusan SMK memang dapat bekerja dengan baik selama 1-3 tahun pertama, tetapi kualitas kerja mereka menurun pada tahun ke-4. Sebaliknya kinerja lulusan SMA justru lemah pada dua tahun pertama, tetapi membaik setelah tahun ke-3 bekerja. Hal ini kemudian membuat lulusan SMK justru kalah bersaing dengan lulusan SMA.
Dalam mengatasi masalah tersebut, diperlukan penyelenggaraan pusat-pusat keunggulan keahlian untuk memetakan lulusan SMK agar lulusan SMK lebih bermutu dan berdaya saing. Disamping itu, upaya sosialisasi SMK sekarang ini, perlu diimbangi pula dengan peningkatan kualitas dan bertumpu pada lulusan yang bermutu. Kesan bahwa SMK merupakan pelarian bagi mereka yang tidak diterima di SMA, juga dapat dihapuskan dengan perbaikan kualitas tersebut. Dengan demikian SMK dapat berperan sebagaimana mestinya, yakni mengurangi pengangguran berpendidikan.
Link and Match dan Kewirausahaan
Sampai saat ini dinilai belum terjadi atau belum sepenuhnya terjadi link and match (keterkaitan dan kecocokan) antara dunia pendidikan dengan dunia usaha. Dengan kata lain belum terjadi sinkronisasi antara lembaga penyelenggara pendidikan dengan perkembangan lapangan pekerjaan. Dampaknya adalah banyak lulusannya yang kemudian tidak terserap oleh pasar kerja, sehingga menimbulkan atau bahkan menambah tingginya tingkat pengangguran. Lembaga penyelenggara pendidikan pada umumnya lebih terfokus pada lulusan berkualitas, namun kurang memperhatikan kebutuhan pasar itu sendiri.
Melihat keadaan ini memang sangat diperlukan perencanaan yang matang dan juga analisis kebutuhan peluang-peluang kerja yang ada, dan yang diproyeksikan akan besar kebutuhannya. Analisis tersebut kemudian disinkronkan dengan pendidikan. Sebagai contoh adalah ketika Sarjana Ekonomi sudah begitu banyak namun kesempatan kerja untuk lulusannya tidak berubah, maka institusi pendidikan perlu mengurangi kuota mahasiswa dalam jurusan Ekonomi tersebut. Sebaliknya, ketika Sarjana Komputer/Multimedia yang akan banyak dibutuhkan, maka institusi pendidikan perlu menambah kuota mahasiswa dalam jurusan tersebut. Dengan demikian, terciptalah link and match antara pendidikan dan ketenagakerjaan, yang selanjutnya dapat menghindar dari pemborosan sumber daya pendidikan.
Penanggulangan yang lain untuk mengurangi pengangguran adalah dengan menanamkan, mensosialisasikan, dan mendukung kewirausahaan. Namun, seperti tercatat dalam Sensus Ketenagakerjaan Nasional 2007, hanya 5 persen dari jumlah angkatan kerja http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 3 October, 2017, 22:22
Sekretariat Negara Republik Indonesia
Indonesia yang berminat pada kewirausahaan. Selebihnya lebih memilih menjadi karyawan maupun pegawai yang bekerja dengan mendapatkan gaji atau upah.
Sebagaimana diketahui bahwa kewirausahaan tak diragukan lagi merupakan salah satu solusi terbaik dalam menghadapi pengangguran dimasa seperti sekarang ini. Selain menciptakan pekerjaan bagi diri sendiri, kewirausahaan juga membuka kesempatan kerja bagi orang lain. Namun kewirausahaan sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah, termasuk dukungan modal, sarana dan prasarana.
Selain itu, kewirausahaan biasanya tumbuh dan berkembang diantara mereka yang memiliki keluarga dan lingkungan yang sudah melakukan kegiatan wirausaha. Dengan demikian wirausaha sudah menjadi budaya mereka sejak kanak-kanak. Untuk kelompok ini, pemerintah tidak perlu menumbuhkan budaya wirausaha lagi. Bagi mereka, yang penting pemerintah dapat memberikan iklim usaha yang sehat.
Oleh karena itu, instansi terkait perlu menumbuhkan kelembagaan budaya wirausaha melalui usaha-usaha pendidikan dan kegiatan-kegiatan lainnya, menciptakan iklim usaha yang kondusif, kepastian usaha, stabilitas ekonomi dan politik sehingga dapat menarik dan menggiatkan kewirausahaan yang selanjutnya membuka lapangan pekerjaan yang lebih besar. Lapangan pekerjaan inilah yang sangat dibutuhkan dalam meminimalisir pengangguran, baik yang terdidik maupun yang tidak terdidik.
Manajemen ketenagakerjaan memang bukan hal yang mudah. Namun apabila didukung oleh perencanaan pendidikan dan analisis kesempatan kerja yang akurat, serta iklim yang kondusif bagi wirausahawan, tentu pengurangan tingkat pengangguran akan dapat terealisasi.
Kebijakan Pemerintah di Bidang Pendidikan dalam Menghadapi Pengangguran
Adanya mismatch antara yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja menjadi perhatian serius pemerintah saat ini. Keseriusan tersebut tercermin dalam program unggulan 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2. Pada program 100 hari, khususnya program pendidikan, akan dirumuskan mekanisme, policy, dan action plan dalam menangani mismatch tersebut. Dalam rangka meningkatan kualitas terhadap lulusan SMK, Depdiknas akan memperbanyak simulasi-simulasi industri di masing-masing SMK. Simulasi industri dimaksud ditujukan agar para siswa SMK mendapatkan pengetahuan tentang budaya kerja, kondisi riil di industri, dan penguasaan teknologi.
Pengembangan pola kemitraan juga akan dilakukan sebagai rencana aksi pemerintah. Kemitraan tersebut akan dijalin antara SMK, pendidikan tinggi vokasi, dan pelatihan keterampilan dengan dunia industri, termasuk industri kreatif. Hal ini http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 3 October, 2017, 22:22
Sekretariat Negara Republik Indonesia
dilakukan dalam rangka memperkuat intermediasi dan kesempatan pemagangan serta kesesuaian pendidikan/ pelatihan dengan dunia kerja.
Upaya yang direncanakan dalam Program Aksi 100 hari lainnya dalam bidang pendidikan adalah: pertama: peningkatan pelayanan pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu dan terjangkau. Konsep Pendidikan Dasar 9 tahun sesuai dengan konsep Pendidikan Dasar 9 tahun yang tertera pada UU Sisdiknas 2003, yakni dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada siswa yang tidak dapat meneruskan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah (SLTA). Disamping itu, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja kasar/teknisi yang banyak dibutuhkan pada saat itu, yang dengan pendidikan 6 tahun dianggap tidak memadai. Pendidikan dasar 9 tahun juga merupakan pondasi dari kualitas pendidikan. Dengan demikian, masyarakat haruslah mendapat kemudahan dalam mengakses pendidikan 9 tahun dengan mutu yang baik dan biaya seminimal mungkin.
Kedua: peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru. Seperti diketahui, guru merupakan pangkal dari keberhasilan pendidikan. Dengan meningkatkan profesionalisme guru berarti akan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Hal inilah yang kemudian membuahkan SDM-SDM yang bermutu dan kemudian dapat bersaing dengan SDM luar negeri. Dengan demikian akan terbuka kesempatan kerja yang lebih luas karena tak hanya terbatas di dalam negeri saja.
Ketiga: peningkatan daya saing pendidikan tinggi. Rencana aksi dari program ini adalah dengan memberikan beasiswa PTN untuk 20.000 siswa SMA/SMK berprestasi dan kurang mampu. Selain itu, dengan mengembangkan kewirausahaan, termasuk technopreneur (enterpreneur di bidang IT) bagi dosen dan mahasiswa melalui kerjasama antar institusi pendidikan dengan dunia usaha. Perlu pula diketahui bahwa pada akhir-akhir ini memang banyak perguruan tinggi yang telah memasukkan mata kuliah kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib.
Melalui berbagai upaya sebagaimana diuraikan diatas, diharapkan akan tercipta link and match antara pendidikan dan ketenagakerjaan yang dibutuhkan pasar tenaga kerja, serta selanjutnya dapat menurunkan tingkat pengangguran ke level yang terendah. Semoga !
( Ibnu Purna / Hamidi / Prima )
http://www.setneg.go.id
www.setneg.go.id
DiHasilkan: 3 October, 2017, 22:22