PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MENGGALI SPIRITUALITAS PELAYANAN KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Albertus Ari Septiawan NIM: 101124036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk: Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga, mendoakan dan menerangi hati dan pikiran saya serta Mamaku yang selalu mendukung dalam berbagai keadaan dalam hidup yang saya alami.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 20:28)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Judul skripsi ini adalah “MENGGALI SPIRITUALITAS PELAYANAN KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20”. Judul ini dipilah atas dasar ketertarikan penulis terhadap isi Injil Yohanes terutama perikop Yohanes 13: 1-20. Perikop ini mengisahkan pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus pada Perjamuan Terakhir dan wejanganwejangan terakhir Yesus sebelum disalib. Penulis mencoba untuk menggali pesan dari Yohanes 13: 1-20 untuk mencari nilai-nilai spiritual. Dari perikop tersebut, penulis menemukan nilai-nilai spiritual, yaitu cinta kasih, pelayanan terhadap kehendak Allah, keberanian untuk berkorban dan kerendahan hati . Nilai-nilai spritual ini sangat relevan bagi katekis di dalam menjalankan tugasnya untuk mewartakan Kabar Gembira. Penulis juga membahas sosok kategis dengan lebih mendalam dalam kaitannya dengan peran, tugas, kategori dan kualitas. Penulis juga menyinggung tantangan katekis di era globalisasi dan pembinaan katekis. Untuk dapat membantu katekis di dalma menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari Yohanes 13: 1-10, penulis merangcang sebuah program pembinaan. Diharapkan dengan pelaksanaan proram tersebut, para katekis dapat menghidupi nilai-nilai spiritual di dalam tugasnya mewartakan Kabar Gembira.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT The title of this thesis is “Unearthing the Spirituality of Catechist Service from the Passage John 13: 1-20”. This title is chosen due to the author’s interest on the content of the Gospel John, especially the passage 13: 1-20. From the passage the author unearths and finds out the spiritual values concerning with the catechist service. The passage describes Jesus washing the feet of his disciples during the Last Supper and parting the last words before the crucifixion. The author tries to unearth the message from the passage John 13: 1-20 in order to find out the spiritual values. The author finds out the spiritual values from the passage, namely love, the servitude toward God, the spirit of sacrifice, and humility. The values are of highly relevance to the task of the catechist to pronounce the Good News. The author works on the figure of catechist more extensively in term of the role, task, category and quality. The challenge of catechist in the globalization era and the formation of catechist are also incorporated in this work. To facilitate the catechist in living up the spirituality inspired form John 13: 1-20, the author designs a formation program. It is expected that the program can be administered to foster the spirituality among the catechists in working for pronouncing the Good News.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang karena berkat kasih karuniaNya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: MENGGALI SPIRITUALITAS PELAYANAN KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20. Penulisan skripsi ini berangkat dari ketertarikan penulis dengan Injil Yohanes dan keinginan untuk membantu para katekis dan calon katekis memperdalam spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus berdasarkan Injil Yohanes 13:1-20. Penulis mempunyai maksud untuk membantu para katekis untuk menghayati spiritualitas yang bersumber dari Yesus khususnya yang berdasarkan dari kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20. Penulis berharap dengan adanya tulisan ini, para katekis dan calon katekis dapat menghayati spiritualitas katekis dari Injil Yohanes 13:1-20 sehingga para katekis memiliki semangat penuh cinta untuk melayani kehendak Allah, berani berkorban dan rendah hati yang terwujud dalam sikap dan tindakannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam tugas pelayanannya sebagai katekis. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini penulis mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.
Drs. FX. Heryatno W.W., SJ., M.Ed selaku Kaprodi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma, dosen pembimbing akademik dan dosen penguji dua yang telah memberikan dukungan, arahan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2.
Dr. V. Indra Sanjaya, Pr selaku dosen pembimbing utama dan dosen penguji satu yang telah dengan sabar dan sepenuh hati mendampingi, meluangkan waktu serta memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd selaku Wakaprodi Pendidikan Agama Katolik dan dosen penguji tiga yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis sehingga semakin termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Segenap staf dosen Prodi Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.
5.
Segenap staf karyawan Prodi Pendidikan Agama Katolik yang telah membantu dalam mengarahkan pengurusan administrasi dan memberikan semangat hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6.
Kepada Ayah, Ibu, adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materiil yang tiada hentinya sehingga penulis dapay menyelesaikan studi di Pendidikan Agama Katolik dan skripsi ini. xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7.
Kepada Natalia Yustika yang selalu menemani, mendukung dan dengan setia memberikan semangat serta motivasi yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan studi ini.
8.
Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2010 yang ikut berperan dalam proses belajar di Pendidikan Agama Katolik dan ikut membentuk pribadi serta memurnikan motivasi penulis menjadi pewarta Kabar Gembira yang terampil.
9.
Kepada anggota Band D’kill: Yongki, Edo, Nanang, Andrey, Ana dan Ucup yang selalu menjadi teman di dalam berbagai keadaan selama menjalani studi.
10.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dari awal studi hingga selesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun demi perkembangan skripsi ini. Penulis berharap berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membaca.
Yogyakarta, 7 April 2016 Penulis
Albertus Ari Septiawan
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN .....................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................
vii
ABSTRAK .......................................................................................................
viii
ABSTRACT ......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvii
BAB I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................
6
D. Manfaat Penulisan ..............................................................................
6
E. Metode Penulisan ...............................................................................
7
F. Sistematika Penulisan ........................................................................
7
BAB II. SPIRITUALITAS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20 ..............................................................................................
10
A. Injil Yohanes ......................................................................................
10
1. Latar Belakang Penulisan injil Yohanes .......................................
10
2. Tujuan Penulisan ...........................................................................
12
3. Pengarang Injil Yohanes ...............................................................
15
a. Bukti-bukti dari Luar Injil Yohanes ..........................................
15
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Bukti-bukti dari Dalam Injil Yohanes .......................................
17
4. Isi Injil Yohanes ............................................................................
20
B. Kekhasan Injil Yohanes .....................................................................
24
1. Perbedaan Injil Yohanes dengan Injil Sinoptik .............................
24
2. Cara Pewartaan Injil Yohanes ........................................................
25
C. Injil Yohanes 13:1-20 ........................................................................
26
1. Pendahuluan (ayat 1-3) ..................................................................
28
2. Pembasuhan Kaki (ayat 4-5) ..........................................................
33
3. Dialog antara Yesus dengan Petrus (ayat 5-11) .............................
35
4. Diskursus/Penjelasan dari Yesus (ayat 12-17) ...............................
40
5. Peringatan Pengkhianatan Yesus (ayat 18-20) ..............................
45
D. Spiritualitas yang bersumber dari Yohanes 13:1-20 ..........................
47
1. Penuh Cinta ....................................................................................
48
2. Melayani Kehendak Allah .............................................................
49
3. Berani Berkorban ...........................................................................
50
4. Rendah Hati ...................................................................................
51
E. Penutup ...............................................................................................
54
BAB III. KATEKIS DAN SPIRITUALITAS KATEKIS ...............................
56
A. Katekis ...............................................................................................
56
1. Umat Awam Terlibat Aktif ............................................................
57
2. Siapakah Sosok Katekis? ...............................................................
58
3. Peran Katekis .................................................................................
61
4. Kategori Katekis ............................................................................
63
5. Tugas Katekis.................................................................................
64
6. Kualitas Diri Katekis......................................................................
65
a. Pengetahuan Katekis .................................................................
66
1) Akrab terhadap harta kekayaan iman Gereja .......................
66
2) Penguasaan terhadap metode ...............................................
67
3) Pengenalan terhadap peserta ................................................
68
4) Pemahaman mengenai liturgi ...............................................
69
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Spiritualitas Katekis ..................................................................
69
1) Pengertian Spiritualitas` .......................................................
70
2) Pengertian Spiritualitas Katekis ...........................................
71
3) Spiritualitas Katekis yang Kristosentris ...............................
72
c. Ketrampilan Katekis ..................................................................
74
1) Ketrampilan dalam Kehidupan Rohani.....................................
74
2) Ketrampilan Berkomunikasi .....................................................
76
3) Ketrampilan Menyusun, Melaksanakan dan Mengevaluasi Kegiatan Katekese ....................................................................
77
B. Tantangan Katekis di Era Globalisasi ................................................
78
1. Hakikat Globalisasi ........................................................................
78
2. Tantangan Katekis di Era Globalisasi ............................................
81
C. Spiritualitas yang Bersumber dari Inji Yohanes 13:1-20 ...................
83
1. Penuh Cinta ....................................................................................
83
2. Melayani Kehendak Allah .............................................................
85
3. Berani Berkorban ..........................................................................
86
4. Rendah Hati ...................................................................................
88
D. Pembinaan Katekis ............................................................................
90
1. Pembinaan Kehidupan Rohani .......................................................
91
2. Pengayaan Harta Kekayaan Iman Gereja ......................................
93
3. Pembinaan Ketrampilan .................................................................
94
E. Penutup ...............................................................................................
96
BAB IV. USULAN KEGIATAN PEMBINAAN KATEKIS DALAM RANGKA
MENUMBUHKAN
SPIRITUALITAS
KATEKIS
YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20 ................
98
A. Andragogi dalam Pembinaan Katekis................................................
98
1. Usia Dewasa Dini dan Usia Madya ...............................................
99
2. Tahap-Tahap Perkembangan Iman menurut Fowler......................
100
3. Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembelajaran .......................
102
4. Penerapan Prinsip Nadragogi dalam Pembinaan Katekis ..............
106
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Pembinaan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis ....................
107
C. Menumbuhkan Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 ................................................................................
108
1. Pembinaam yang berkelanjutan .....................................................
108
2. Melatih Diri ....................................................................................
111
D. Usulan Kegiatan Pembinaan Katekis dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 ....
111
1. Contoh Kegiatan ............................................................................
111
E. Penutup ...............................................................................................
122
BAB V. PENUTUP ..........................................................................................
125
A. Kesimpulan ........................................................................................
125
1. Menggali Spiritualitas Katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 ...........................................................................
125
2. Menghayati Spiritualitas Katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 ...........................................................................
128
B. Saran...................................................................................................
130
1. Bagi Keuskupan dan Paroki ...........................................................
130
2. Bagi Katekis ...................................................................................
131
3. Bagi Prodi Pendidikan Agama Katolik .........................................
131
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
133
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Perjanjian Lama dan Baru dalam terjemahan baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, LAI, 2005.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja AA
: Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili Vatikan II tentang kerasulan awam)
LG
: Lumen Gentium (Konstitusi dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja)
KWI
: Komisi Waligereja Indonesia
EG
: Evangelii Gaudium (Seruan Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil)
AG
: Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang kegiatan misioner Gereja)
CT
: Catechesi Tradendae (Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang penyelanggaraan katekese)
ASG
: Ajaran Sosial Gereja
C. Singkatan Lain USD
: Universitas Sanata Dharma
HAM
: Hak Asasi Manusia xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PAK
: Pendidikan Agama Katolik
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Skripsi Injil Yohanes sebagai sumber cerita peristiwa pembasuhan kaki merupakan Injil keempat dalam Tradisi Gereja. Markus-Matius-Lukas bersama sering disebut sebagai Injil Sinoptik (Darmawijaya, 1998: 16). Penyebutan Sinoptik berasal dari bahasa Yunani συν (syn = bersama) dan οψις (opsis = melihat) untuk menandakan bahwa isi dari ketiga Injil tersebut dapat dilihat berdampingan. Injil sinoptik dapat dibaca secara bersama atau paralel karena bahan yang ditampilkan berasal dari sumber yang sama. Injil Yohanes tidak termasuk dalam golongan itu. Ada 3 perbedaan besar antara Injil Yohanes dengan sinoptik yakni pertama mengenai tempat, Sinoptik menceritakan hidup Yesus lebih banyak di Galilea sedangkan Yohanes menceritakan Yesus empat kali ke Yerusalem dan sebagian besar tugas-Nya di Yudea; kedua mengenai kronologi, sinoptik menceritakan awal karya Yesus sesudah Yohanes Pembabtis dipenjara dan berkarya selama satu tahun sedangkan Yohanes menceritakan awal karya Yesus sebelum Yohanes Pembabtis dipenjara dan berkarya selama dua tahun; yang ketiga mengenai mukjizat, sinoptik menyebutnya sebagai mukjizat sedangkan Injil Yohanes menyebutnya sebagai tanda yang diinterpretasikan sebagai tanda kasih Allah kepada manusia. Dari perbedaan di atas nampak jelas Yohanes memiliki keistimewaan dari ketiga Injil sebelumnya. Keistimewaan itu penulis temukan juga dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
perkuliahan di prodi Pendidikan Agama Katolik. Mata kuliah Injil Yohanes terpisah dari mata kuliah Injil Sinoptik. Mata kuliah Injil Sinoptik dilakukan pada tahun pertama sedangkan mata kuliah Injil Yohanes dilangsungkan pada tahun ke tiga. Bagi penulis ini memberi makna bahwa Injil Yohanes menuntut pemikiran yang lebih matang dan waktu pembasahan yang lebih lama. Penulis tertarik terhadap peristiwa pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus yang hanya terdapat dalam Injil Yohanes. Dalam peristiwa itu Yesus mengatakan,“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan (Yoh 13: 13)”, memberi makna penegasan kepada para murid bahwa memang tepat para murid mengikuti-Nya. Pernyataan ini dikatakan Yesus setelah membasuh kaki para murid-Nya beberapa saat sebelum peristiwa penangkapan diri-Nya di Taman Getsemani. Peristiwa pembasuhan kaki oleh Yesus kepada para murid hanya ditemukan dalam Injil Yohanes dan tidak ada dalam ketiga Injil lain. Peristiwa pembasuhan kaki memiliki tempat di hati pengarang Injil Yohanes sehingga menampilkan di tempat strategis sebelum kisah sengsara Yesus. Pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus ternyata juga menarik bagi Gereja. Gereja sebagai murid Yesus memandang bahwa peristiwa ini memiliki banyak makna bagi perkembangan Gereja masa kini. Kita dapat mengingat kembali peristiwa pembasuhan kaki dalam perayaan Kamis Putih. Kamis Putih adalah penggabungan dari dua tradisi Injil yakni Injil Yohanes dan Injil Sinoptik. Di dalam perayaan Kamis Putih, kita mengikuti prosesi pembasuhan kaki dan perjamuan terakhir. Kisah pembasuhan kaki hanya ada dalam Injil Yohanes,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sedangkan perjamuan terakhir diceritakan secara detail dalam Injil Sinoptik. Injil Yohanes menceritakan perjamuan terakhir secara berbeda dengan yang diceritakan Sinoptik. Injil Yohanes hanya menuliskan bahwa saat itu sedang terjadi makan bersama. Yohanes kemudian menceritakan peristiwa pembasuhan kaki secara jelas. Dalam perayaan Kamis Putih, Gereja mengenang kembali perjamuan terakhir yang dilakukan Yesus termasuk di dalamnya dipraktekkan pembasuhan kaki. Pembasuhan kaki pada perayaan Kamis Putih dilakukan oleh Pastur sebagai peringatan akan pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus pada jaman-Nya. Pastur membasuh kaki umat atau perwakilan umat sebagai ilustrasi Yesus membasuh kaki para murid. Pada saat itu, Gereja merasakan getaran akan detik-detik menjelang sengsara Yesus yang penuh kemuliaan. Yesus menyampaikan hal-hal penting mengenai kemuridan dalam peristiwa pembasuhan kaki. Seorang murid adalah yang mengikuti teladan dari gurunya. Demikian juga yang dikatakan Yesus,”Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh, sebab telah Aku memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu (Yoh 13: 1415)”. Gereja sebagai murid Yesus juga termasuk ikut melakukan perintah itu. Para murid Yesus tidak hanya meneladan Yesus soal pembasuhan kaki, tetapi ini berarti meneladan seluruh hidup Yesus. Katekis adalah orang dipanggil atau terpanggil untuk mewartakan ajaran Yesus. Kata katekis berasal dari kata dasar katechein yang yang mempunyai beberapa arti: mengomunikasikan, membagikan informasi, mengajarkan hal-hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
yang berkaitan dengan iman (Indra Sanjaya, 2011: 16). Yesus dapat kita sebut sebagai katekis. Indra Sanjaya (2011: 16) memberikan gambaran bahwa Yesus dapat kita sebut sebagai katekis. Yesus tidak dipanggil sebagai katekis dalam Injil tetapi tindakan Yesus yang memberi pengajaran tentang Kerajaan Allah dan ajakan untuk menyambut Kerajaan Allah adalah tindakan seorang katekis. Saat ini sebutan katekis dialamatkan kepada kaum awam yang memiliki tugas pewartaan dalam bidang pengajaran dan pembinaan iman. Katekis memiliki peranan penting pada perkembangan Gereja dari masa ke masa. Pada awal perkembangan Gereja Perdana, katekis yang terlibat dalam pewartaan adalah Para Rasul yang dibantu murid-murid lain. Perkembangan selanjutnya, Uskup yang merupakan pengganti Para Rasul meneruskan tugas sebagai katekis. Para Uskup tidak dapat bekerja sendiri maka dibantu oleh para imam dalam wilayah keuskupannya. Dikarenakan jumlah yang banyak, cakupan wilayah yang luas dan jumlah imam yang sedikit, para imam melibatkan awam untuk membantu tugasnya dalam hal pengajaran dan pembinaan iman umat. Para awam inilah yang disebut katekis. Para katekis awam tidak berdiri sendiri dalam hierarki Gereja karena sifatnya yang membantu tugas imam. Katekis yang utama dalam sebuah keuskupan/paroki adalah Uskup/imam. Dalam mengemban tugas pewartaan, para katekis harus memiliki ketrampilan dan spiritualitas yang mendalam. Ketrampilan yang baik akan membantu katekis dalam hal pewartaan terutama dalam pembinaan dan pengajaran iman. Selain membantu katekis, ketrampilan yang dimiliki katekis juga secara tidak langsung membantu para umat memahami maksud ajaran yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
diberikan katekis. Spiritualitas juga wajib dimiliki oleh seorang katekis. Spiritualitas akan mendorong dan menyemangati katekis dalam tugasnya. Spiritualitas menjadi kekuatan untuk menapaki tugasnya sebagai katekis. Spiritualitas juga menjadi api semangat yang terus menghidupi iman dan tugasnya sebagai katekis. Ada banyak sumber referensi yang membahas mengenai spiritualitas katekis. Spiritualitas seorang katekis yang utama digali dari Injil sebagai kisah Yesus, teladan para katekis. Melalui kehidupan Yesus, perbuatan dan ajaran-Nya, katekis dapat menggali spiritualitas untuk memberikan semangat dalam melayani. Demikian pula dalam Injil Yohanes 13: 1-20 katekis dapat menggali spiritualitas bagi kehidupan dan pelayannya kepada Yesus dan Gereja. Dengan melihat kenyataan di atas maka penulis mencoba mendalami tulisan ini dengan judul :
MENGGALI SPIRITUALITAS PELAYANAN
KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13: 1-20. Adapun maksud dari penulisan ini adalah untuk membantu para katekis menggali dan menghayati spiritualitas yang ada dalam Yoh 13: 1-20 sebagai spiritualitas bagi dirinya untuk menyemangati dan mendorong dalam pelayanaanya.
B. Rumusan Masalah Bagian Rumusan masalah terdiri dari tempat rumusan, berisi tentang permasalahan yang akan coba dijawab oleh penulis dalam skripsinya seperti yang tertulis di bawah ini: 1.
Spiritualitas apa saja yang terdapat dalam Injil Yohanes 13: 1-20?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2.
Bagaimanakah Spiritualitas yang bersumber dari Injil Yohanes 13: 1-20 dapat menjadi spiritualitas katekis?
3.
Apakah yang dimaksud dengan katekis dan spiritualitas katekis?
4.
Usaha-usaha apa yang dilakukan katekis untuk mendalami spiritualitas katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13: 1-20?
C. Tujuan Penulisan Bagian tujuan penulisan terdiri dari empat rumusan, berisi tentang tujuan dari penulisan yang akan coba dicapai oleh penulis dalam skripsinya seperti yang tertulis di bawah ini: 1.
Menggali spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 1-20
2.
Memberikan pemahaman kepada katekis bahwa spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 1-20 dapat menjadi spiritualitas katekis
3.
Mengetahui dan memahami pengertian katekis dan spiritualitas katekis
4.
Membantu para katekis dalam menghayati spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 1-20 menjadi sumber semangat katekis dalam melayani
D. Manfaat Penulisan Bagian manfaat penulisan terdiri dari tiga rumusan, berisi tentang manfaat dari penulisan yang akan coba dicapai oleh penulis seperti yang tertulis di bawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.
Bagi katekis, menjadi pengetahuan dan masukan baru, untuk membantu katekis menggali spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 1-20
2.
Membantu katekis menghayati spiritualitas yang bersumber dari Yoh 13: 120 untuk menjadi sumber semangat mereka dalam melayani
3.
Menjadi masukan untuk para katekis dan calon katekis
E. Metode Penulisan Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitis. Pada tulisan ini, penulis akan memaparkan dan menganalisis permasalahan dengan bantuan kepustakaan untuk memecahkan permasalahan. Penulis akan mengupas sebuah teks Kitab Suci dari Yoh 13: 1-20 dan pengertian spiritualitas katekis dengan bantuan sumber-sumber tertulis untuk menjawab permasalah-permasalahan yang tertulis dalam rumusan masalah. Metode ini membutuhkan banyak sumber kepustakaan sebagai dasar ilmu untuk memecahakan permasalahan yang tertulis dalam tulisan ini. Oleh sebab itu, tantangan dengan metode ini adalah menemukan sumber-sumber referensi yang tepat agar dapat menjawab permasalahanpermasalahan yang dikemukakan dengan baik.
F. Sistematika Penulisan Tulisan ini mengambil judul Menggali Spiritualitas Pelayanan Katekis Yang Bersumber Dari Injil Yohanes 13: 1-20 dengan menggali spiritualitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
katekis di dalamnya sebagai sumber semangat katekis dalam melayani yang dikembangkan dalam lima bab yakni: Bab I. Bab Pendahuluan ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II. Spiritualitas dalam Yoh. 13: 1-20. Pada bab ini, penulis akan menguraikan spiritualitas katekis yang terkandung dalam perikop Yoh. 13: 1-20. Untuk menguraikan perikop ini penulis sebelumnya mengemukaan hal-hal yang berkaitan dengan Injil Yohanes yakni; latar belakang penulisan injil, tujuan penulisan injil, pengarang injil, perbedaan Injil Yoh dengan Sinoptik, cara pewartaan dalam Injil Yohanes dan Isi Injil Yohanes secara garis besar. Setelah mengenal Injil Yohanes secara umum, penulis memfokuskan pada perikop Yoh. 13: 1-20 tentang kisah pembasuhan kaki. Penulis dalam bagian ini akan mengupas isi perikop Yoh 13: 1-20 guna menemukan spiritualitas yang dapat digunakan untuk spiritualitas katekis.
Bab III. Yoh. 13: 1-20 sebagai sumber spiritualitas katekis. Katekis dan Spiritualitas Katekis akan menjadi pembahasan berikutnya. Pada bagian ini penulis akan mengemukakan siapa sosok katekis dalam Gereja Katolik. Bagian ini berisi mengenai siapa katekis, spiritualitas yang menjiwai pelayanan katekis, apa tugas seorang katekis, dan ketrampilan apa yang dibutuhkan katekis. Pada bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
akhir penulis akan mengaplikasikan spiritualitas yang bersumber dari Yoh. 13: 120 menjadi spiritualitas katekis.
Bab IV. Program Pembinaan katekis dalam menghayati spiritualitas katekis dalam Yoh. 13: 1-20. Bab ini juga nantinya berisi usulan program pembinaan bagi katekis untuk menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari Yoh. 13: 1-20.
Bab V. Kesimpulan dan Saran. Bagian ini merupakan bagian terakhir yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II SPIRITUALITAS YANG BERSUMBER DARI YOHANES 13:1-20 Pada bab ini penulis akan membahas mengenai latar belakang, tujuan penulisan, pengarang Injil Yohanes, isi Injil Yohanes, kekhasan Injil Yohanes, isi Injil Yohanes 13:1-20 dan nilai spiritual yang terkandung dalam Yohanes 13:1-20. A. Injil Yohanes Pada bagian ini, penulis akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan Injil Yohanes. Penulis akan memaparkan latar belakang penulisan Injil Yohanes, tujuan penulisan Injil Yohanes, pengarang Injil Yohanes dan isi Injil Yohanes. Pemaparan hal-hal tersebut agar kita dapat lebih mudah mengenal hal-hal yang berkaitan dengan Injil Yohanes, sehingga akan lebih mudah memahami Injil Yohanes secara umum.
1.
Latar Belakang Penulisan Injil Yohanes Injil Yohanes adalah Injil keempat dalam Perjanjian Baru. Injil Yohanes
dilambangkan dengan rajawali terbang. Injil Yohanes dimulai dengan prolog yang tinggi dan melambung guna menembus masuk hingga kekedalaman yang paling dalam dari misteri-misteri Tuhan, hubungan antara Bapa dan Putra dan misteri inkarnasi. Jika kita ingin mempelajari Injil Yohanes salah satu pijakan yang kita gunakan adalah latar belakang penulisan Injil ini. Untuk memahami latar belakang penulisan Injil Yohanes tidak bisa lepas dengan mengetahui jemaat dari Injil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Yohanes. Dengan mengetahui siapa jemaat dari Injil ini, maka dapat dipahami apa yang terjadi sehingga Injil ini ditulis. Penulisan Injil Yohanes ditujukan untuk umat Kristen Yahudi Diaspora yang tersebar sejak Yerusalem dihancurkan sekitar tahun 70 M. Pada saat itu benturan antara agama kristen dan adat Yahudi begitu kuat yang menyebabkan kegalauan diantara umat Kristen Yahudi. Umat Kristen Yahudi mengalami kebingungan, saat jurang pemisah antara kekristenan dan Yudaisme semakin dalam. Di sisi lain mereka adalah orang Yahudi tetapi mengikuti Yesus dan di lain pihak Yudaisme tidak mengakui kekristenan. Mereka mengalami krisis iman karena “Kristen Diaspora menghadapi perdebatan dan penolakan kaum farisi terhadap Yesus dan para pengikut-Nya dengan pemisahan tegas dari Sinagoga dan Yudaisme melalui “Schemone-es’re” (Delapanbelas doa kutukan yang memaksa orang Kristen Yahudi untuk meninggalkan Sinagoga)” (Brown, 1966: LXXIV). Dalam situasi perubahan semacam itu, bergemalah suara pewarta Kristen yang penuh wibawa yakni Injil Yohanes (Darmawijaya, 1988: 17). Injil Yohanes menegaskan kembali tradisi Kristen dan memberi semangat baru bagi umat Kristen Yahudi Diaspora dengan kemuliaan Yesus dengan berbagai “tanda” yang dikisahkan penginjil. Kisah-kisah Injil Yohanes yang lebih dramatik dari tulisan sinoptisi menguatkan iman umat Kristen Yahudi. Injil keempat menampilkan Yesus yang sering berdialog bahkan bertikai dengan orang-orang Yahudi. Pertikaian antara Yesus dan orang-orang Yahudi banyak ditemui dalam Injil Yohanes dengan bahasa yang cukup tajam. Dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
diandaikan Injil ini mau memberi informasi bahwa pertikaian dengan orang-orang Yahudi tidak hanya dialami oleh Yesus tetapi juga dengan murid-murid Yesus/umat Kristen Purba. Injil Yohanes ditulis dalam bahasa Yunani. Bagaimana pun juga dunia Perjanjian Baru adalah dunia helenis. Dengan tulisan berbahasa Yunani, maka bisa dikatakan pendengar/pembaca injil ini adalah kelompok berbahasa Yunani. Hal ini terbukti dari beberapa istilah dalam bahasa Ibrani harus diterjemahkan seperti: Mesias (1:41), Rabbi (1:28), Golgota (19:17), Siloam (9:7). Dengan menjelaskan bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani, penulis injil ini memahami dengan baik bahasa Ibrani. Dapat dikatakan bahwa pembaca injil Yohanes adalah orang kristen keturunan Yahudi yang tersebar di luar Palestina dan terpengaruh budaya Helenisme. Injil ini memang diperuntukkan bagi orang-orang Yahudi yang mendapat banyak tekanan dari luar karena percampuran budaya agar tetap percaya diri dengan imannya kepada Yesus.
2.
Tujuan Penulisan Injil Yohanes Injil Yohanes ditulis dengan tujuan tertentu. Kita dapat menemukan tujuan
dari dalam Injil Yohanes itu sendiri. Tujuan penulisan Injil Yohanes dirumuskan sebagai berikut: a.
Tujuan pertama dari Injil Yohanes adalah mengajak pembacanya untuk
percaya. Dari dalam Injil kita dapat menemukan ajakan dari penulis Injil untuk percaya. Dalam Yoh. 20:31 dikatakan,”...tetapi semua yang tercantum di sini telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” Injil Yohanes mengajak kita untuk semakin percaya bahwa Yesus adalah Mesias. Tidak ada Mesias yang lain selain Yesus. Injil Yohanes juga mengajak kita untuk semakin percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Dia adalah Putra Tunggal Allah yang diutus Bapa-Nya untuk menyelamatkan manusia. Setiap orang yang mengimani Yesus sebagai Mesias, Anak Allah akan mendapat ganjaran yakni hidup bersama Yesus. Ganjaran itu ditegaskan kembali dalam Yoh. 3:16 yang mengatakan, karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Ganjaran dari iman akan Yesus adalah hidup kekal bersama-Nya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah mengasihi setiap orang dan ingin menyelamatkan semua orang. Yang perlu dilakukan oleh manusia adalah terus-menerus percaya kepada Yesus, Putra-Nya yang diutus untuk menyelamatkan. Siapapun yang percaya kepada Yesus berarti percaya kepada Allah yang mengutus. Maka, percaya kepada Allah yang mengutus Yesus untuk menyelamatkan manusia menjadi dasar iman bagi manusia yang ingin selamat. b.
Injil Yohanes bertujuan memberikan pemahaman secara lebih jelas
mengenai status Yohanes Pembaptis dan Yesus dalam rangka karya pewartaan Kerajaan Allah. Dalam Injil termuat bagaimana murid-murid Yohanes mempertanyakan Yesus yang juga membaptis. Dalam Yoh. 3:26 murid-murid Yohanes Pembaptis menyampaikan berita kepadanya,”Rabi, orang yang bersama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.” Murid-murid Yohanes Pembaptis menganggap Yesus bisa mengancam eksistensi Yohanes. Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan Yesus. Yohanes Pembaptis (Yoh. 3:30) mengatakan ,”Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin.” Hal ini karena Yohanes Pembaptis bukanlah tokoh utama dari karya keselamatan Allah. Yohanes Pembaptis mengajak para muridnya untuk percaya kepada Yesus karena “barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat dunia, melainkan murka Allah tetap di atas kepala” (Yoh. 3:36). c.
Injil Yohanes ditujukan untuk melawan ajaran doketisme yang
mengancam iman akan Yesus Kristus. Melalui Injil Yohanes, ditegaskan kembali iman akan Yesus Kristus. Doketisme berasal dari kata doketis, yang artinya apa yang tampak. Ajaran doketisme menolak unsur kemanusiawian Yesus. Ajaran ini menganggap bahwa Yesus yang ada di dunia hanya tampak seperti Yesus, bukan Yesus yang sebenarnya. Ajaran ini berbahaya pada abad II Masehi karena dapat meruntuhkan iman akan Yesus yang hidup. Injil Yohanes digunakan untuk melawan ajaran ini dengan menegaskan bahwa Yesus adalah Firman yang menjadi manusia (Yoh. 1:14). Yesus itu nyata dan “diam di antara kita” (Yoh 1: 14) sekalipun dunia tidak mengenal-Nya (Yoh. 1:10). Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:12). Ditambahkan lagi dalam Yoh. 13:19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Yesus mengatakan ,”supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya bahwa Akulah Dia” yang menegaskan bahwa kisah sengsara yang Ia jalani tidak digantikan oleh orang lain, tetapi benar Dialah yang dengan rela menderita sengsara demi menebus dosa manusia. Maka, sekali lagi Injil Yohanes adalah soal percaya kepada Yesus Sang Mesias, yang diutus Allah ke dunia, untuk membawa manusia kepada keselamatan kekal bersama Allah.
3.
Pengarang Injil Yohanes Bila berhadapan dengan Injil, entah itu Matius, Markus, Lukas maupun
Yohanes maka yang menjadi pertanyaan adalah siapa di balik penulisan Injil itu. Demikian juga injil Yohanes memberi pertanyaan siapakah orang yang mengarang Injil Keempat? Apakah seseorang atau beberapa orang/kelompok? Brown (1966: LXXXVII-CII) menguraikan cukup panjang untuk membahas mengenai penulis Injil Yohanes. Pembahasan mengenai penulis Injil Yohanes ini berdasarkan tulisan Brown. Untuk mengemukakan siapakah penulis Injil Yohanes kita akan melihat dari dua pendekatan yakni pendekatan dari luar Injil Yohanes dan pendekatan dari dalam Injil Yohanes. a.
Bukti-bukti dari Luar Injil Yohanes Yohanes anak Zebedeus, Rasul Yesus disebut-sebut menjadi penulis Injil
Keempat. Jika berdasarkan tradisi penulisan yang diakhiri akhir abad ke-2 mengidentifikasi Yohanes Rasul sebagai penulis Injil Keempat. Tetapi tidak bisa dipastikan kebenaran hipotesa tadi karena tidak ada bukti yang pasti menunjuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
langsung kepada Yohanes anak Zebedeus, Rasul Yesus. Injil Yohanes sendiri menyebut murid yang dikasihi-Nya sebagai sumber informasi Injil ini, tetapi Irenaeus menganggap tidak semudah itu mengatakan bahwa murid yang dikasihiNya yang tidak disebutkan namanya adalah Yohanes (Brown, 1966: XC). Di dalam kitab Wahyu 1: 9, disebutkan bahwa Yohanes yang diberikan penglihatan berada di Patmos dekat Efesus. Apakah benar Yohanes itu adalah anak Zebedeus? Di dalam Wahyu 18:20 (Bersukacitalah atas dia, hai sorga, dan kamu, hai orang-orang kudus, rasul-rasul dan nabi-nabi, karena Allah telah menjatuhkan hukuman atas dia karena kamu.") dan 21:14 (Dan tembok kota itu mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama kedua belas rasul Anak Domba itu.), penulis menyebutkan Rasul sebagai orang ketiga, menunjukkan penulis bukan bagian dari Rasul. Yohanes Anak Zebedeus lebih banyak berkarya di Yerusalem dan Palestina, sedangkan publikasi Injil Yohanes dilakukan di Efesus. Ada juga tradisi yang mengatakan bahwa Yohanes anak Zebedeus meninggal saat masih muda (Brown, 1966: LXXXIX). Ia dibunuh oleh orangorang Yahudi bersama Yakobus saudaranya. Ireneaus berpendapat bahwa Yohanes yang ada di Efesus bukan Yohanes Rasul, tetapi Yohanes lain. Kemungkinan pertama adalah Yohanes Markus, kerabat Barnabas, pendamping Paulus. Tradisi abad ke-6 dari Cirus menyebutkan bahwa Yohanes Markus hadir ketika Yesus melakukan mukjizat di kolam Bethesda yang kisahnya hanya ada dalam Injil Yohanes. Tetapi Yohanes Markus tidak selalu bersama-sama Yesus. Banyak bagian dari kisah Injil ini yang diceritakan secara detail seolah-olah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
pencerita turut hadir dalam kisah itu. Kemungkinan kedua adalah Yohanes Imam. Tampaknya Yohanes Imam merupakan Rasul Yesus yang bisa menjadi tokoh kuat untuk menuliskan Injil ini. Tetapi semua bukti-bukti tidak dapat menumbangkan argumen yang beredar bahwa Yohanes anak Zebedeus adalah penulis Injil Keempat. b.
Bukti-bukti dari dalam Injil Yohanes Bukti dari dalam banyak membahas mengenai siapakah murid yang dikatakan
dikasihi oleh Yesus. Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya (Yoh. 19:35). Menegaskan bahwa kesaksian ini berasal dari orang yang dekat dengan Yesus, murid yang disebutkan dikasihi Yesus ketika dia di bawah salib Yesus bersama Ibu Yesus (bdk. Yoh. 19:26-27). Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar (Yoh. 21:24) kembali menegaskan penulis Injil ini mengarah kepada murid yang dikasihi. Siapakah sebenarnya murid yang dikasihi Yesus itu? Ada tiga tipe penyebutan yang menunjuk pada murid yang dikasihi. Pertama, muncul pada Yoh. 1:37-42 yakni murid Yohanes Pembaptis yang bersama-sama dengan Andreas mengikuti Yesus. Kedua, disebut sebagai murid yang lain yang ada dalam Yoh. 18:15-16 dan Yoh. 20:2-10. Ketiga, yang disebutkan murid yang dikasihi Yesus yang muncul dalam Yoh. 13:23-26, 19:25-27, 20:2-10, 21:7, 21:20-23 dan 21:24. Brown (1966: XCIV) menuliskan bahwa kemungkinan sebutan murid yang dikasihi hanyalah simbol, tidak ada dalam kenyataan. Tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
pendapat ini sulit dipertahankan karena sebutan-sebutan itu menunjuk kepada seseorang yang terlibat dalam cerita. Lazarus adalah salah satu orang yang dikasihi Yesus. Yesus menangis saat menghadapi kenyataan Lazarus telah mati (Yoh. 11:35). Walaupun demikian, pendapat bahwa murid yang dikasihi Yesus adalah Lazarus tidak dapat dipertahankan. Kandidat lain adalah Yohanes Markus. Yohanes Markus diidentifikasi sebagai penulis Injil Keempat karena ia memiliki rumah di Yerusalem, sebagai pendamping Paulus sama seperti Lukas dan memiliki kontak dengan Petrus yang memungkinkan dirinya dapat menuliskan Injil Keempat. Kandidat lain adalah Yohanes anak Zebedeus, Rasul Yesus. Yohanes anak Zebedeus diyakini karena ia lama bersama Petrus dan Yakobus dan murid yang terus-menerus bersama Yesus. Hal ini menjadikan dirinya mampu memiliki informasi mengenai Yesus lebih banyak dari yang lain. Brown menarik kesimpulan berdasarkan bukti dari luar dan dalam Injil Yohanes bahwa sangat sulit mengidentifikasi murid yang dikasihi sebagai Yohanes Markus, Lazarus atau yang lainnya. Berdasarkan bukti dari luar dan dalam bahwa Injil Keempat dengan Yohanes anak Zebedeus sebagai penulisnya merupakan hipotesa terkuat. Maka, Brown mempercayai bahwa Yohanes anak Zebedeus adalah penulis dari Injil Keempat. Jaubert (1980: 18) mengatakan bagaimana mungkin Yohanes yang adalah nelayan mampu menulis injil dengan tingkat sastra yang tinggi. Hal lain yang menyulitkan pendapat bahwa penulis injil adalah Yohanes sendiri adalah sebutan “Murid yang dikasihi” yang dialamatkan kepada Yohanes dan Yakobus anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Zebedeus. Rasanya cukup mengherankan jika Yohanes menyebutkan diri sendiri sebagai “murid yang dikasihi”. Tidak ada bukti yang pasti bahwa penulis Injil Yohanes adalah Yohanes anak Zebedeus. Yang lebih masuk akal adalah bahwa memang Yohanes melatarbelakangi penulisan injil ini, namun ia sendiri tidak menyusunnya, Injil Yohanes mengalami proses pengggubahan yang lama dalam lingkungan YahudiYunani (Jaubert, 1980: 18). Kemungkinan yang menyusun injil ini adalah muridmurid Yohanes yang mendapatkan sumber dari Yohanes sendiri. Pada perkembangannya tulisan injil Yohanes mengalami penggubahan oleh beberapa pihak. Hal ini dibuktikan dengan adanya tulisan mengenai penjelasan akan kebenaran saksi mata dalam Yoh 21:24 : Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. Dengan ini dapat disimpulkan siapapun yang menulis injil Yohanes mendapatkan sumber dari seorang saksi mata (Yoh. 21:24) yang dipercaya yang dikaitkan dengan murid yang dikasihi Yesus (Yoh. 21:20-23) sebagai wibawa dalam injil Yohanes. Bagi penulis, Injil Yohanes ditulis oleh orang yang dekat dengan Yesus. Mengikuti Brown penulis meyakini salah satu murid-Nya yang disebut murid yang dikasihi Yohanes anak Zebedeus sebagai sumber dari penulisan Injil Yohanes. Yohanes anak Zebedeus sulit dipercaya menulis Injil dengan sastra demikian indah. Maka, penulis menyimpulkan bahwa para murid Yohanes adalah penulis Injil Yohanes dengan sumber utama cerita berasal dari Yohanes.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
4.
Isi Injil Yohanes Injil Yohanes memiliki bagian penting yang terbagi dalam beberapa bagian.
Menurut Darmawijaya (1988: 23-29) secara garis besar isi Injil Yohanes tersusun secara demikian:
Prolog/Prakata (Yoh. 1:1-18)
Buku Tanda (Yoh. 1:19 – 12:50)
Buku Kemuliaan (Yoh. 13:1 – 20:29)
Penutup (Yoh. 20:30-31)
Tambahan-tambahan pada Injil Yohanes (Yoh. 7:53 – 8:11 daan 21:125)
1)
Prolog/Prakata (Yoh. 1:1-18) Yohanes 1:1-18 kerap disebut prakata/prolog Injil Keempat (Darmawijaya
1988: 24). Prolog/prakata ini merupakan himne yang menciptakan suasana dan menyajikan tema-tema penting yang kemudian diolah dalam Injil ini. Dengan kata lain di sini Injil mulai menampakkan diri dalam prolog/prakata. Prakata/prolog menampilkan Keilahian Yesus yang merupakan Firman yang hidup. Di dalam Prolog juga disampaikan mengenai peran Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis bukan terang yang dimaksudkan tetapi saksi dan pembuka jalan bagi terang itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2)
Buku tanda (Yoh. 1:19-12:50) Buku ini berisi tujuh tanda yang dibuat oleh Yesus. Tanda dalam Yohanes
adalah mukjizat dalam sinoptik yang dibuat Yesus. Tanda dalam Tujuh tanda itu ialah: Tanda pertama adalah perubahan air menjadi anggur pada peristiwa pernikahan di Kana (Yoh. 2: 1-11), yang menyimbolkan kuasa Yesus untuk mengubah¨ segala sesuatu; Ia mengubah kegelapan menjadi terang, mengubah kematian menjadi kehidupan. Tanda yang kedua adalah peristiwa penyembuhan anak pegawai istana di Kapernaum (Yoh. 4: 46-54). Penyembuhan yang terjadi hanya oleh kata-kata yang diucapkan Yesus dari jarak jauh yang menyimbolkan kuasa kata-kata Yesus yang membawa kehidupan. Tanda ketiga adalah penyembuhan seorang yang telah menderita sakit selama tiga puluh delapan tahun yang terbaring di dekat Pintu Gerbang Domba di Yerusalem, di tepi kolam Betesda (Yoh. 5: 1-9). Peristiwa penyembuhan ini melanjutkan tema air pembaptisan demi pembaharuan hidup. Tanda yang keempat dan kelima terjadi dalam Yohanes bab 6, peristiwa pergandaan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu orang (6:1-15), dan peristiwa Yesus berjalan di atas air (Yoh. 6:16-21). Kedua tanda ini menjadi symbol akan suatu eksodus baru, peristiwa penyeberangan budak dosa menuju Tanah Terjanji. Di tempat tujuan perjalanan itu kita tak akan lagi dikenyangkan oleh manna duniawi serta susu dan madu sebagaimana dijanjikan dalam Perjanjian Lama, tetapi dikenyangkan oleh santapan surgawi Tubuh Kristus sendiri.
Tanda keenam dapat ditemukan dalam bab 9 tentang penyembuhan seorang yang buta sejak lahir. Ketika para murid bertanya dosa siapa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
menyebabkan ia dilahirkan buta, Yesus menjawab bahwa ia dilahirkan untuk menjadi tanda pernyataan kekuasaan Allah, bahwa Ia adalah terang dunia. Tanda ketujuh yang sekaligus merupakan klimaks dari semua tanda dalam Injil Yohanes adalah peristiwa kebangkitan Lazarus dari kematian (Yoh 11:1-44). Lazarus menjadi simbol kehidupan baru, yang berbicara tentang kemenangan Yesus akan kematian serta semua orang lain yang percaya dalam nama-Nya. Setiap orang yang percaya kepada Yesus akan memperoleh kehidupan yang kekal.
Buku tanda bukan hanya menampilkan tanda-tanda yang dibuat Yesus, penginjil juga menyampaikan hal lain seperti kesaksian Yohanes (Yoh. 3:22-36), percakapan dengan Nikodemus (Yoh. 3:1-21), percakapan dengan perempuan Samaria (Yoh. 4:1-42). Dalam buku tanda, penginjil menampilkan Yesus yang tampil di depan publik. Yesus mengajar banyak orang di tempat-tempat umum. Dalam buku tanda Yesus hadir di tengah-tengah orang.
3)
Buku kemuliaan (Yoh. 13:1 – 20:29) Jika dalam buku tanda-tanda Yesus tampil di depan umum, maka dalam buku
kemulian Yesus memberikan pengajaran kepada para muridNya. Buku kemuliaan dibagi menjadi tiga bagian yakni; perjamuan terakhir (Yoh. 13:1 – 17:26), kisah sengsara dan Wafat Yesus (Yoh. 18:1 – 19:42) dan kebangkitan Yesus (Yoh. 20:1-29). Bagian perjamuan terakhir berisi cerita panjang yang diawali perjamuan makan yang tidak biasa yakni adanya pembasuhan kaki pembasuhan kaki oleh Yesus pada saat perjamuan makan berlangsung dan dilanjutkan dengan wejangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
panjang yang diberikan khusus untuk para murid-Nya yang kemudian ditutup dengan doa Yesus untuk murid-murid-Nya. Pada bagian inilah penulis akan membuka lebih dalam mengenai pembasuhan kaki oleh Yesus kepada muridmurid-Nya.
Bagian kisah sengsara Yesus adalah bagian yang dimulai dengan penangkapan Yesus yang dramatis, pengadilan Yesus yang dibarengi kisah penyangkalan Petrus, dilanjutkan hukuman mati Yesus hingga kematian Yesus dan ditutup dengan penguburan Yesus.
Bagian kebangkitan Yesus diawali kisah kesaksian para perempuan yang menjenguk kubur Yesus yang kosong yang diikuti beberapa penampakan yang dilakukan Yesus kepada murid-murid-Nya.
4) Penutup (Yoh. 20:30-31) Bagian penutup berisi mengenai tujuan dari penulisan Injil ini yakni supaya pembaca percaya kepada Yesus dan terselamatkan karena kepercayaan para pembaca yang tidak melihat langsung.
5) Tambahan-tambahan (Yoh. 7:53 – 8:11 dan 21:1-25) Tambahan-tambahan adalah isi Injil yang bukan karya asli penulis tetapi tambahan dari redaksi kedua yang sudah dibahas sebelumnya. Hal ini karena adanya perbedaan dari gaya tulisan sehingga beberapa bagian memang nyata dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
disetujui oleh ahli bahwa itu bukan bagian dari karya asli penulis tetapi tetap menjadi kanon.
B. Kekhasan Injil Yohanes Injil Yohanes memiliki kekhasan yang membedakan Injil ini dengan ketiga Injil lain. Ada tiga perbedaan yang akan dibahas di sini antara Injil Yohanes dengan Injil Sinoptik. Selain perbedaan dengan Injil Sinoptik, Injil Yohanes memiliki cara pewartaan yang lain dari Injil Sinoptik menjadikan kekhasan tersendiri dari Injil Yohanes.
1.
Perbedaan Injil Yohanes dengan Injil Sinoptik Injil Yohanes memiliki perbedaan dengan injil sinoptik. Menurut
Darmawijaya (1988: 22-23) perbedaan yang muncul dari Injil Yohanes dan Injil Sinoptik adalah rangkaian kata yang digunakan, gaya bahasa dan susunan bahan yang dikemukakan di dalamnya. Darmawijaya menambahkan Injil Yohanes mencolok sekali dengan bentuk-bentuk renungan panjang sesudah kisah, teknik drama dan dialog, simbolik dan kata-kata dengan arti mendua atau ambigue. Sedangkan Injil Sinoptik tidak banyak renungan setelah kisah, menggunakan teknik monolog dan tidak banyak menggunakan simbol-simbol dalam kisahnya. Y. Haryanto dalam bukunya yang berjudul “Injil Yohanes; Beberapa Catatan” menuliskan ada 3 perbedaan besar antara Yohanes dan sinoptik yakni:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
1)
Tempat: para pengarang Sinoptik memusatkan sebagian besar dari hidup
Yesus di Galilea dan Kafernaum sebagai pusat, sedangkan Yohanes menceritakan Yesus pergi emapt kali ke Yerusalem dan sebagian besar tugas-Nya di Galilea 2)
Kronologi: dalam Sinoptik Yesus mengawali tugas-Nya setelah Yohanes
Pembaptis dipenjara (Mat. 4:12, Mrk. 1:14, Luk. 3:20), tugas-Nya berlangsung selama satu tahun karena paska hanya disebut satu kali setelah kisah sengsara Yesus. Sedangkan Yohanes menceritakan Yesus memulai tugas sebelum Yohanes Pembaptis dipenjara (Yoh. 3:24-26) dan karya-Nya berlangsung selama dua tahun karena pesta paska disebut sebanyak tiga kali (Yoh. 2:13-23, 6:4, 12:1) 3)
Mukjizat: Injil Sinoptik menyebutkan mukjizat yang dibuat Yesus
sebanyak dua kali yakni perbanyakan roti dan berjalan di atas air. Sedangkan Yohanes menceritakan Yesus membuat lima mukjizat; perkawinan di Kana, penyembuhan anak pegawai istana, penyembuhan orang lumpuh, penyembuhan orang buta sejak lahir dan Lazarus dihidupkan kembali.
2.
Cara Pewartaan Injil Yohanes Yohanes menuliskan cara pewartaan Yesus dengan bentuk yang lain dari
yang lain. Yohanes menampilkan Yesus yang mewartakan dengan cara pidato, dialog dan penggunaan kiasan atau simbolik. Pidato/wejangan yang diungkapkan Yohanes dengan menggunakan jenis sastra “surat wasiat” yang lazim digunakan pada masa kehidupan Yesus. Wejangan-wejangan yang diungkapkan Yesus berisi mendalam dan bermutu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Penggunaan dialog dalam injil Yohanes juga merupakan sastra yang dikenal baik dalam sastra modern dan kuno (Jaubert, 1980: 22). Dengan dialog, diungkap Yesus yang dekat dengan para pendengar-Nya. Dialog yang terjadi antara Yesus dengan yang lain mengakibatkan banyak hal salah paham dan salah arti. Hal itu ditegaskan oleh Yohanes untuk menunjukkan pemikiran Yesus yang melampaui manusia, sehingga manusia sulit mengimbangi yang membuat menjadi salah paham/salah arti. Kiasan/simbolik adalah cara berikutnya yang digunakan Yohanes. Kiasan membantu penginjil mengungkapkan sebuah pernyataan lain di balik kiasan itu. Namun hal ini menuntut pembaca memahami dengan seksama apa yang dimaksud dari kiasan itu. Lambang-lambang biasa digunakan oleh orang Yahudi untuk mengungkapkan sesautu yang konkret.
C. Injil Yohanes 13:1-20 Injil Yohanes memasuki bagian Buku Kemuliaan dengan kisah pembasuhan kaki sebagai pembukanya. Yesus menutup perjalanan panjang selama dua tahun berkarya untuk orang banyak dan memasuki akhir dari perjalanan karya-Nya di dunia. Yesus ingin memberikan warisan kepada para murid-Nya sebelum Ia meninggalkan mereka. Warisan yang diberikan Yesus bukanlah harta benda yang dapat hilang dalam waktu singkat, tetapi warisan wejangan-wejangan yang berguna bagi Rasul-rasul dan para pengikut Yesus sampi saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Buku Kemuliaan dimulai dengan kisah pembasuhan kaki. Pembasuhan kaki adalah kisah yang hanya ada dalam Injil Yohanes. Yesus mulai memberikan warisan-Nya kepada Para Rasul juga dalam pembasuhan kaki. Brown (1970: 558) mengatakan “ayat 6-10 mengindikasikan bahwa apa yang Yesus lakukan dalam pembasuhan
kaki
adalah
hal
yang
perlu
karena
ingin
memberikan
nasehat/wejangan kepada para murid dan membersihkan dosa mereka.” Apakah sebenarnya warisan yang diberikan Yesus dalam pembasuhan kaki? Jawaban atas pertanyaan itu terus digali oleh para cendikiawan Gereja untuk menemukan warisan-warisan yang diberikan Yesus dalam pembasuhan kaki. Banyak pendapat dari mereka mengenai apa yang Yesus maksudkan dari tindakan pembasuhan kaki hingga diskusi setelahnya. Brown (1970: 560) mengutip dari Boismard mengatakan bahwa “ Moral dan Sakramental adalah dua makna yang dapat ditafsirkan dari perisiwa pembasuhan kaki.” Sejalan dengan pemikiran itu, jika dilihat dengan perspektif moral maka pembasuhan dipandang sebagai tanda kematian Yesus, tanda aksi nyata pelayanan Yesus, tanda akan cinta Yesus dan tanda kerendahan hati Yesus. Jika dilihat dari sudut pandang sakramental, Cullman yang telah menghidupkan kembali teori Loisy dan Bauer W. mengatakan bahwa “pembasuhan kaki merujuk pada Baptis dan Ekaristi (Brown, 1970: 559). Ada juga rujukan lain dari pembasuhan kaki yakni Tobat dengan kata kunci dari ayat 10 “.. tidak perlu mencuci seluruh badan kecuali kaki.” Pada tulisan ini kita akan membahas sedalam mungkin untuk menemukan banyak hal yang akan mengantar kita menemukan spiritualitas dari Injil Yohanes 13:1-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Schnackenburg (1975: 15-27) membagi Yoh. 13:1-20 menjadi empat bagian utama yakni; pendahuluan dan pembasuhan kaki (13:1-5), dialog Yesus dengan Petrus (13:6-11), Pembasuhan Kaki sebagai teladan untuk para murid (13:12-17) dan peringatan pengkhianatan dan penekanan akan iman (13:18-20). Brown (1970: 563-572) membagi Yoh. 13:1-20 menjadi lima bagian yakni; Pendahuluan Buku Kemuliaan (13:1), Pendahuluan Pembasuhan Kaki (13:2-3), Pembasuhan Kaki (13:4-5), Penjelasan Pembasuhan Kaki (Dialog) (13:6-11) dan Penjelasan Pembasuhan Kaki (Diskursus) (13:12-20). Berdasarkan Schnackenburg dan Brown, penulis akan membagi Yohanes 13:1-20 menjadi 5 bagian utama yakni:
Pendahuluan (13:1-3)
Pembasuhan kaki (13:4-5)
Dialog antara Yesus dan Petrus (13:6-11)
Diskursus/penjelasan dari Yesus (13:12-17)
Peringatan pengkhianatan Yudas (13:18-20)
Kita akan membahas per-bagian agar lebih mudah memahami.
1.
Pendahuluan (ayat 1-3) 1. Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. 2. Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia. 3. Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Peristiwa pembasuhan kaki berada dalam konteks perayaan Paskah. Dalam Yohanes, ini adalah perayaan Paskah yang ketiga (bdk. Yoh. 2:13,23; 6:4) sepanjang karya Yesus (O’day, 1995: 721). Yesus melakukan pembasuhan kaki dalam sebuah perjamuan makan malam bersama murid-murid-Nya. Perjamuan makan malam diadakan “sebelum hari Raya Paskah mulai” (Yoh. 13:1). Tanggal perjamuan malam sebelum wafat Yesus memiliki perbedaan antara Injil Sinoptik dengan Injil Yohanes. Menurut Injil Sinoptik (Mrk. 14:12, Mat. 26:17 dan Luk. 22:7) Yesus makan perjamuan Paskah bersama para murid di malam sebelum Dia wafat (Brown, 1970: 555). Ketiga Injil Sinoptik menuliskan hampir serupa yakni bahwa hari itu akan diadakan hari raya Roti Tak Beragi, kemudian diceritakan Yesus meminta murid-murid-Nya untuk pergi ke kota dan mempersiapkan tempat perjamuan Paskah yang terakhir (bdk. Mrk. 14:14, Mat. 26:18 dan Luk. 22:11). Maka, dapat disimpulkan bahwa perjamuan makan malam sebelum Yesus ditangkap adalah perjamuan Paskah. Injil Yohanes memiliki penanggalan yang berbeda mengenai perjamuan makan malam sebelum Yesus ditangkap. Brown (1970: 555) mengatakan bahwa Yohanes memberikan gambaran waktu perjamuan makan malam terakhir yang berbeda. Perjamuan Terakhir berada dalam periode sebelum Paskah (13:1), dan penghukuman dan penyaliban Yesus ditanggal persiapan Perayaan Paskah , Nisan tanggal 14 (Yoh. 18: 28, 39; 19: 14). Jika kita melihat berdasarkan urutan kejadian, kita mulai dari Yoh. 13:1 yang saat itu merupakan makan malam yang disebutkan sebelum Paskah. Setelah Yesus selesai memberi wejangan-wejangan terakhir, Ia berdoa (Yoh. 13:21-17:26). Masih malam yang sama kemudian Yesus ditangkap dan dibawa kepada Hanas sampai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
pagi hingga peristiwa penyangkalan Petrus (Yoh. 18:1-27). Saat pagi, Yesus dibawa ke gedung pengadilan tetapi orang Israel tidak ikut masuk yang disebabkan takut najis karena mereka hendak makan Paskah (Yoh. 18:28). Yesus kemudian berhadapan dengan Pilatus (Yoh. 18:29-19:16a). Dalam Yoh. 18:39 Pilatus memberi hadiah Paskah kepada orang Israel dengan membebaskan tahanan. Dari sini jelas bahwa perayaan Paskah baru akan berlangsung. Untuk lebih jelas, dalam Yoh. 19:14 dikatakan bahwa “hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas.” Maka perjamuan malam yang disertai pembasuhan kaki malam sebelumnya bukan perjamuan Paskah, tetapi perjamuan malam terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya. Ayat 1 adalah pendahuluan dari Buku Kemuliaan. Buku Kemuliaan merupakan kisah dimana Yesus akan meninggalkan dunia melalui kematian di salib. Yohanes menuliskan bahwa “Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa.” (Yoh. 13:1). Kata “tahu” memperlihatkan keilahiaan Yesus yang mengetahui rencana Allah yang Agung. Kata “saat-Nya” menunjuk kepada kematian Yesus yang tidak akan lama lagi. Saat kematian Yesus itu sama artinya dengan waktunya memimpin dengan kemuliaan-Nya yang lebih besar (Schnackenburg, 1975: 15). Hal ini karena melalui kematian-Nya yang sudah Ia ketahui, Yesus akan mengakhiri aktifitasNya di dunia ini dan akan kembali kepada Bapa. Bersama Bapa-Nya Yesus akan melakukan pekerjaan menyelamatkan manusia sebagai Putra Allah Yang Tunggal yang sudah tidak lagi berwujud manusia. Kematian Yesus bukan merupakan akhir dari hidup Yesus. Melalui kebangkitan-Nya, Yesus mengalahkan maut dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
melalui kenaikan-Nya ke surga Ia dipermuliakan sebagai Anak Tunggal Allah, Sang Penebus Dosa. Yesus akan memimpin para murid dan dunia dengan kemuliaan Putra Bapa yang duduk di sisi kanan Bapa. Kematiaan Yesus menandakan untuk kembali kepada Bapa. Apapun yang berasal dari Bapa akan kembali kepada Bapa, maka Yesus yang berasal dari Bapa akan kembali kepada Bapa melalui jalan terjal dan kematian. Di frase kedua Yesus menunjukkan cinta-Nya kepada siapapun dan sampai selama-lamanya. Frase kedua (1b. Sama seperti Ia senatiasa mengasihi muridmurid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya) merupakan pendahuluan dari pembasuhan kaki dan perjamuan terakhir karena di sana Yesus menunjukkan cinta-Nya yang begitu besar kepada para murid. Yesus mencintai semua orang. Kematiaan-Nya bukan semata untuk para murid dan orang-orang dekat Yesus tetapi untuk semua orang demi penebusan dosa dunia. Kata “mereka” menunjuk kepada siapa yang mencintai, mendengarkan dan mengikuti jalan-Nya (Schnackenburg, 1975: 16). Yesus mencintai sampai pada kesudahan-Nya merupakan tanda bagaimana kualitas cinta Yesus (O’day, 1995: 721). Cinta yang ditunjukkan Yesus adalah cinta seorang gembala kepada dombanya yang akan mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi domba-domba yang dicintainya. Yesus melakukan tindakan cinta itu pada saat pembasuhan kaki. Tetapi bukti cinta sampai akhir akan diwujudkan ketika Ia menyerahkan hidup-Nya di kayu salib. Ayat 2 dan 3 adalah pendahuluan pembasuhan kaki. Sekalipun ayat 1 juga demikian, dalam ayat 2 dan 3 tampak lebih jelas. Dalam ayat 2 dikisahkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
mereka sedang makan bersama dan saat yang bersamaan iblis membisikkan rencana kepada Yudas untuk mengkhianati Yesus. Mengenai saat iblis membisikkan rencana pengkhianatan kepada Yudas, Injil Yohanes berbeda dengan Injil Sinoptik. Injil Sinoptik menceritakan bahwa Yudas telah dibisikkan rencana untuk mengkhianati Yesus dan melakukannya sebelum perjamuan makan malam berlangsung (bdk. Mat. 26:14-16, Mrk. 14:10-11, Luk. 23:3-6). Dalam Injil Sinoptik, Yesus mengatakan tentang pengkhianatan akan diriNya saat makan bersama. Yohanes mengisahkan bahwa iblis baru membisikkan rencana pengkhianatan saat mereka makan bersama dan akan dilaksanakan dalam ayat 27. Pengkhianatan masuk dalam ayat 2 yang sudah masuk dalam buku kemuliaan, sehingga pembaca dapat menghubungkan pembasuhan kaki dan kematian Yesus secara lebih jelas (Brown, 1970: 563). “Yesus tahu” dalam ayat 3, dapat menunjukkan 2 hal sekaligus. Yesus mengetahui bahwa iblis telah membisikkan rencana pengkhianatan kepada Yudas dan Yesus juga tahu bahwa Ia diberi kuasa untuk memilih jalan-Nya oleh Bapa. Yohanes menunjukkan kekuatan dan kemuliaan Yesus melalui ini. Kita tidak perlu kaget dengan kemuliaan, kekuatan dan pengetahuan Yesus. Kita sudah mengetahuinya dalam ayat 1 melalui kata “saatnya” yang menunjukkan pengetahuan Yesus, dan bahwa diri-Nya akan dipermuliakan pada nantinya. Yesus diberi kuasa oleh Bapa untuk menentukan nasib-Nya sendiri. Yesus tahu bahwa bisa saja Ia menolak kematian yang menghadang di depan, tetapi Ia adalah Putra yang taat kepada Bapa. Kedatangan-Nya di dunia memiliki tujuan dan Ia akan menyelesaikan tujuan itu sekalipun Ia harus melalui kematian. Yesus berasal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dari Bapa dan akan kembali kepada Bapa. Frase ini menunjukkan hubungan erat antara Yesus dengan Bapa. Hal ini seperti menegaskan bahwa Yesus adalah Putra Bapa yang berasal dari Bapa, datang ke dunia menyelesaikan tugas dari BapaNya. Saat semua tugas telah selesai, Ia akan kembali ke rumah, kembali kepada Bapa-Nya. Yesus memiliki kekuatan yang besar, tetapi Ia akan menunjukkan sesuatu dari sisi yang lain dari kekuatan-Nya. Pada saat pembasuhan kaki nantinya, sekalipun Yesus memiliki kekuatan dan kemuliaan yang jauh lebih besar dari manusia, Ia menunjukkan kerendahan hati seorang pelayan kepada para murid-Nya.
2.
Pembasuhan kaki (ayat 4-5) 4 Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, 5 kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki muridmurid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu Pembasuhan kaki merupakan sebuah tradisi Yahudi. Dalam tradisi Yahudi,
jika seorang tamu akan memasuki rumah seorang tuan rumah, sebelum masuk rumah budak/hamba akan membersihkan kaki mereka dengan membasuh dan mengeringkan karena telah kotor selama dalam perjalanan (O’day, 1995: 722). Sebagai tanda pengabdian, kadang murid-murid akan memberikan layanan ini kepada guru atau rabbi mereka (Brown, 1970: 565). Dengan kata lain, pembasuhan kaki merupakan bentuk pelayanan kepada orang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dari yang membasuh. Yesus memiliki pandangan yang berbeda dengan tradisi ini. Ia merubah hal ini secara luar biasa, yakni pelayanan dilakukan oleh guru kepada murid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Perubahan yang dilakukan Yesus bukan hanya menggetarkan hati para murid, tetapi juga banyak orang setelah membaca Injil ini. Bagaimana bisa seorang Guru yang bahkan Tuhan merunduk dan membasuh kaki murid-Nya yang hanya manusia biasa? Yang perlu kita ingat bahwa Yesus dalam hal ini sedang memberikan warisan kepada murid-murid-Nya. Bisa jadi ini adalah warisan juga dari Yesus. Warisan macam apa yang diberikan Yesus akan dijelaskan oleh Yesus melalui dialog dengan Petrus dan penjelasan-Nya secara langsung. Yesus membasuh kaki para murid tanpa basa-basi atau pendahuluan. Ia langsung bangkit dan menanggalkan jubah-Nya dan mengikatkan kain lenan di pinggang-Nya. Yesus menanggalkan pakaian luar-Nya adalah kata kerja sama yang digunakan oleh Yesus untuk menggambarkan meletakkan/menyerahkan nyawa-Nya (O’day, 1995: 722). Jubah adalah tanda kebesaran seseorang bagi si pemakai. Dengan Yesus menanggalkan jubah-Nya, maka Ia juga menanggalkan segala kebesaran yang Ia punya. Kemudian Ia mengikatkan kain lenan di pingganNya. Kain lenan digunakan oleh budak untuk mengeringkan kaki para tamu setelah dibasuh. Yesus merendahkan diri dan mengambil rupa seorang hamba (Brown, 1970: 564). Tindakan Yesus yang menanggalkan jubah yang diteruskan dengan mengikatkan kain lenan berurutan. Ia meninggalkan kemuliaan yang Ia punya kemudian mengambil peran seorang hamba yang akan melayani muridNya. Ketika Yesus mengikat dirinya dengan kain lenan, dia menganggap posisi hamba, tetapi tindakan keramahan yang ditunjukkan adalah tindakan dari tuan rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Yesus menuangkan air (ayat 5) menandakan Ia mulai membasuh kaki para murid satu demi satu. Penggunaan air di sini dapat melambangkan sebuah pembaptisan. Yesus menggunakan air untuk membersihkan kaki para murid dari debu. Bila kita hubungkan dengan pembaptisan, Yesus membersihkan para murid dari dosa. Yesus mempunyai dua peran dalam pembasuhan kaki yakni sebagai hamba dan tuan rumah. Ketika Yesus membasuh kaki dan menyeka dengan kain lenan Ia mengambil peran seorang hamba, tetapi saat Ia memberikan keramahan saat pembasuhan Yesus mengambil peran tuan rumah yang menyambut tamu (O’day, 1995: 722-723). Tidak begitu jelas mengapa Yesus membasuh kaki di tengah-tengah perjamuan. Brown (1970: 565) mengatakan,”Pembasuhan kaki harusnya dilakukan saat akan masuk ke dalam rumah, bukan dilakukan saat sedang makan. Bisa jadi ini memang dimaksudkan Yesus akan melakukan tindakan ini saat semua murid berkumpul jadi lebih mudah juga untuk menjelaskan langsung kepada semua. Yesus tidak akan melakukan tindakan tanpa maksud, kemungkinan pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus bukan dimaksudkan untuk mengubah tradisi, tetapi tentang cinta Yesus kepada muridmurid-Nya.
3.
Dialog antara Yesus dengan Petrus (ayat 6-11) 6. Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" 7. Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak." 8. Kata Petrus kepada-Nya: "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus: "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." 9. Kata Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!" 10. Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." 11. Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: "Tidak semua kamu bersih. Percakapan antara Petrus dengan Yesus dalam pembasuhan kaki menjadi awal dari penafsiran maksud pembasuhan kaki. Brown (1970: 565) mengatakan bahwa sulit menentukan apakah Petrus menanggapi tindakan Yesus untuk mewakili para murid yang lain atau untuk dirinya sendiri. Petrus menolak ketika Yesus tiba untuk membasuh kakiknya karena Ia mengerti bahwa Yesus adalah Tuhan dan Gurunya (Riyadi, 2011: 303). Sebagai seorang Yahudi, Petrus sangat paham mengenai posisi dan status sosial. Yesus memiliki status yang lebih tinggi dari Petrus. Ia Guru dan bahkan Tuhan, maka jelas Petrus tidak mau orang yang sangat Ia hormati berlutut dan membasuh kakinya. Petrus dalam posisi yang sulit. Ia ingin menunjukkan rasa hormatnya kepada Yesus dengan menolak dibasuh karena Petrus merasa tak layak mendapat perlakukan seperti itu dari Yesus. Yohanes seperti sebelumnya menggambarkan murid-murid Yesus adalah orangorang yang sangat sulit memahami setiap tindakan Yesus (Schnackenburg, 1975: 18). Percakapan Petrus dan Yesus menjadi bukti nyata mengenai pendapat ini. Gail R. O’day (1995: 722) mengetengahkan pendapat bahwa “yang dapat menjadi perhatian dari ayat 6 adalah Yesus membasuh kaki Petrus di urutan pertama (seperti yang diyakini Agustinus) atau terakhir (seperti yang diyakini Origen)”. Jika Petrus yang pertama bisa jadi sikapnya mempengaruhi murid lain, tetapi jika Petrus yang terakhir bisa jadi ia terpengaruh oleh yang lain. Tetapi berdasarkan keyakinan penulis, jika kita melihat awal dari ayat 6 (Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus) dengan melihat ayat 5 bagian akhir (dan mulai membasuh kaki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
murid-murid-Nya), Petrus tidak berada pada urutan pertama. Penulis setuju dengan Origen bahwa Petrus berada pada urutan terakhir karena setelah berdialog dengan Petrus, Yesus menyudahi pembasuhan kaki. Petrus adalah orang yang keras kepala, penulis meyakini sekalipun terakhir Petrus tidak terpengaruh murid lain. Petrus memiliki prinsip yang kuat, pendirian yang teguh, itu sebabnya Petrus ditunjuk menjadi batu penjuru Gereja. Yesus memberi jawaban atas penolakan yang dilakukan Petrus. Yesus mengatakan dengan jelas bahwa yang dilakukan-Nya adalah sebuah tindakan simbolik. Tindakan yang dilakukan Yesus memiliki makna tersembunyi yang akan dipahami murid-murid-Nya kelak. Yesus berkata “..., tetapi engkau akan mengerti kelak.”, adalah sebuah simbol kematian-Nya. Para murid benar-benar paham dengan semua yang dilakukan Yesus setelah kematian Yesus. Dengan bantuan Roh Kudus, para murid akan memahami setiap ajaran Yesus dengan mengingat-ingat kembali setelah Yesus kembali kepada Bapa. Brown (1970: 565) dalam bukunya mengatakan,”Yesus melakukan pelajaran dalam tindakan tentang kerendahan hati kepada para murid agar lebih mudah dimengerti.” Yohanes memberi perhatian bahwa yang dilakukan Yesus mengandung pelajaran berharga, tidak hanya tindakan yang terjadi begitu saja tanpa maksud dan tujuan. Petrus masih mempertahankan argumen bahwa Yesus adalah Guru dan Tuhan yang harus dihormati. Petrus masih sungkan kalau harus dilayani oleh Yesus, karena kesehariaannya dia bersama murid lain melayani Yesus. Brown (1970: 565) berpendapat bahwa “pembasuhan kaki sangat penting karena tanpa ini para murid akan kehilangan warisan dari Yesus.” Karena begitu pentingnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
pembasuhan kaki, Yesus sampai memberikan pilihan yang sulit kepada Petrus agar ia menerima pembasuhan kaki ini. Yesus melepas batas sosial dalam pembasuhan kaki. Ia tidak memperlihatkan bahwa Ia harus dilayani, tetapi juga melayani. Jikalau ingin mendapat bagian dari Yesus, tidak lain jalannya adalah mengikuti Yesus dan segala tindakan-Nya. Brown (1970: 548) mengutip Injil di ayat 8 yang berbunyi, Peter replied,”You shall not wash my feet-ever!” “If I do not wash you,” Jesus answered, “you will have no heritage with me.” Sedangkan Schnackenburg (1975: 18) mengutip Injil di ayat 8 yang berbunyi, Peter said to him,’You shall never wash my feet’. Jesus answered him,’If I do not wash you, you have no part in me’. Penulis menggaris bawahi kata “heritage” (yang berarti warisan) dan “part” (yang berarti bagian) dari kedua kutipan di atas untuk memberi penekanan kedua kata ini masing-masing menjadi pokok dari kalimat di ayat 8. Penulis menganggap bahwa kata “warisan” dan “bagian” bisa kita artikan sama yakni sesuatu yang diberikan Yesus jika Petrus menerima pembasuhan kaki dari Yesus. Petrus sadar dengan teguran Yesus (ay. 8). Jika ia menolak untuk dibasuh, bisa saja ia akan kehilangan hubungan dengan Yesus yang bisa menyebabkan kehilangan warisan yang dibagikan Yesus. Schnackenburg (1975: 19) mengatakan bahwa,”sepertinya Petrus mulai mengerti, tetapi itu dapat menjadi dugaan yang salah dari maksud perkataan Yesus bahwa yang sebenarnya Dia berikan adalah diri-Nya sendiri dalam kematian dan aksi keselamatan melalui kematian itu digambarkan dalam pembasuhan.” Brown (1970: 566) mengatakan bahwa Petrus berfikir kalau dengan dibasuh kaki ia mendapatkan bagian dari Yesus, ia ingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mendapatkan lebih dengan meminta dibasuh tangan juga kakinya (ay. 9). Pernyataan Petrus semakin menegaskan bahwa yang dilakukan Yesus belum dipahami sebagai sebuah simbol, bukan faktanya seperti itu. Petrus menganggap pembasuhan kaki adalah sebuah kekuatan, padahal Yesus menekankan hubungan erat dengan para murid melalui aksi pembasuhan kaki ini. Brown, Schnackenburg dan O’day berpendapat hampir serupa bahwa ayat 10a dipandang sebagai Baptis. Yesus yang mengatakan “Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi..”, memberi gambaran bahwa mandi adalah kata yang menunjuk pada pembaptisan. Brown (1970: 567) membedakan mandi (Pembaptisan murid-murid yang telah dipunyai, misalnya, oleh Yohanes Pembaptis) dan pembasuhan kaki (pengampunan terhadap dosa). “kecuali kaki” (10a) yang dikatakan Yesus sulit untuk dipahami. Jika memang tidak perlu membasuh mengapa kaki menjadi pengecualian? Schnackenburg (1975: 20) yang mengutip pendapat Bultman menarik kesimpulan bahwa,”seseorang yang telah mandi belum bersih secara keseluruhan.” Jika dalam perjalanan terkena debu, maka ia menjadi kotor kembali. Namun tidak semua bagian tubuhnya kotor, yang paling mungkin kotor adalah kaki yang bersentuhan langsung dengan tanah. Kita tahu bahwa di Timur Tengah didominasi oleh tanah berpasir. Cara berpakaian orang-orang
Yahudi
dan
sekitarnya
mengikuti
kondisi
alam.
Mereka
menggunakan pakaian yang hampir menutupi seluruh tubuhnya kecuali mata/wajah dan kaki. Setiap orang yang sudah dibaptis tidak perlu meminta baptis untuk membersihkan dirinya, tetapi hanya perlu melakukan pertobatan. Ayat 10a jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
dihubungkan dengan sakamen yakni sakramen Baptis membersihkan dari dosa dan sakramen tobat akan mebersihkan kita dari dosa bila kita jatuh lagi (Brown 1970: 568). Seorang Katolik akan menerima Sakramen Tobat setelah menerima Sakaramen Baptis. Hal ini tidak berlaku sebaliknya karena dengan Pembaptisan kita dibersihkan dari dosa asal yang diwariskan Adam dan Hawa, tetapi sebagai manusia akan mudah jatuh ke dalam dosa maka manusia memerlukan pertobatan untuk memperbaiki hubungan yang rusak akibat dosa. Schnackenburg (1975: 21) mengatakan bahwa “Yesus mengingatkan Petrus dan para murid yang lain bahwa mereka sudah sudah mandi tidak perlu meminta mandi lagi.” Mereka saat ini sudah bersih. Bersih di sini bukan hanya milik Petrus saja tetapi semua yang hadir dalam pembasuhan kaki. Karena pembasuhan kaki mereka saat ini sudah bersih hanya saja “tidak semua”. Kata pengecualian dari Yesus mengingatkan kita pada ayat 2. Yudas telah dibisikkan tentang rencana jahat untuk mengkhianati Yesus. Yesus yang tahu akan semuanya mengatakan ini berkaitan dengan hati Yudas yang telah dipenuhi pengkhianatan.
4.
Diskursus/penjelasan dari Yesus (ayat 12-17) 12 Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? 13 Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. 14 Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; 15 sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. 16 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. 17 Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Yesus telah menyelesaikan tindakan pembasuhan kaki. Yang perlu diingat lagi bahwa ketika berdialog dengan Petrus pembasuhan kaki masih berlangsung. Dalam ay. 12 ditekankan bahwa Yesus telah menyelesaikan pembasuhan kaki para murid dan mengenakan kembali jubah-Nya. Yesus mengenakan jubah-Nya berarti
mengembalikan
kemuliaan
yang
sebelumnya
telah
dilepas
(Schnackenburg, 1975: 23) dan mengambil peran-Nya sebagai guru dan Tuhan. Brown (1970: 569) berpendapatan bahwa dengan selesainya pembasuhan kaki maka selesai juga contoh yang diberikan oleh Yesus kepada para murid. Yang menjadi pertanyaan sudah mengertikah para murid saat ini? Untuk menegaskan itu, Yesus bertanya kepada para murid mengenai pengertian para murid tentang semua itu. Para murid tidak ada yang menjawab pertanyaan ini maka dapat dipastikan mereka tidak mengerti apa maksud dari tindakan Yesus ini. Ayat 12-17 masih memiliki fokus yang sama dengan ayat 6-10 yakni tentang interpretasi dari pembasuhan kaki. Tetapi jika diperhatikan ada perbedaan interpretasi dari keduanya. Ayat 6-10 menekankan bahwa para murid harus menerima tindakan pembasuhan kaki sedangkan ayat 12-17 menekankan bahwa para murid harus meniru pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus. Maka ayat 1217 akan berfokus pada kewajiban mengikuti teladan Yesus. Yang istimewa adalah Yesus menjelaskan langsung tidak dengan simbol-simbol seperti biasanya dalam Injil Yohanes. Yesus mengingatkan kembali kepada para murid mengenai siapa diri-Nya. Guru dan Tuhan adalah panggilan yang disematkan para murid kepada Yesus. Gail R. O’day (1995: 726) memberikan pemikiran bahwa seharusnya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
memiliki posisi sebagai Guru dan Tuan (Tuhan) dilayani oleh pengikutnya, tetapi pembasuhan kaki merubah pandangan itu. Yesus menegaskan kembali bahwa sekalipun telah melakukan tindakan serang hamba, tetapi Yesus tetaplah Guru dan Tuhan yang diakui para murid. Dalam ayat 13 Yesus menegaskan kembali kemuliaan-Nya yang besar. Penegasan mengenai siapa Yesus dimata para murid (ay. 13) digunakan untuk memberi penekanan mengenai teladan untuk mengikuti tindakan pembasuhan kaki. Seorang guru yang dipercaya tindakan dan perkataannya akan diteladani oleh para muridnya. Yesus tidak diragukan lagi mengenai kebenaran-Nya. Gail R. O’day (1995: 726) berpendapat bahwa yang menjadi kebenaran Guru haruslah menjadi kebenaran bagi para muridnya juga. Pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus adalah kebenaran maka tindakan ini juga harus dilakukan oleh para murid. Yesus mengatakan langsung bahwa pembasuhan kaki adalah sebuah teladan dariNya untuk para murid. Yesus adalah seorang guru yang tidak hanya berkata mengenai kebaikan dan kasih, lebih dari sekedar kata-kata Yesus mempraktekkan langsung apa yang Ia ajarkan. Ia tidak sungkan sama sekali memberi contoh bagaimana cinta kasih itu diwujudnyatakan. Yesus Kristus bukan sekedar profesor moral mengajarkan kaidah-kaidah tingkah laku Kristen, atau sebagai petunjuk jalan yang tidak pernah berjalan sendiri, melainkan contoh perjuangan hidup manusia beriman (Darmawijaya, 1988: 96). Menjadi orang Kristen bukan hanya mendengarkan perkataan-Nya yang telah dibukukan dalam Injil, ataupun mendengarkan kisah-Nya dari cerita atau film, tetapi mengikuti apa yang Ia lakukan karena yang Ia lakukan adalah contoh hidup orang Kristiani yang benar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Di ayat 16 (Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya.) kita harus berfikir lebih karena ayat ini seperti tidak terhubung dengan cerita sebelumnya. Brown (1970: 569) mengatakan “..., kemungkinan itu (ayat 16) bukan bagian asli dari penjelasan tentang pembasuhan kaki.” Schnackenburg (1975: 25) mengatakan “Editor Yohanes bisa jadi hanya mendapat pengetahuan dari tradisi oral atau dari tradisi lain. Kedua pendapat ini dapat dijadikan sumber untuk mempertegas bahwa ayat 16 adalah hasil dari editorial Injil Yohanes. Terlepas itu editorial atau asli kita sudah menerima Injil Yohanes dengan ayat 16 di dalamnya. Yang paling mungkin kita lakukan adalah menemukan makna yang terkandung dari ayat 16 ini. Ayat 16 memiliki kesamaan dengan Mat. 10: 24-25 dan Luk. 6: 40 yang membahas perbandingan antara guru dengan murid, tuan dengan hamba serta utusan dengan yang mengutus. Semuanya menunjukkan komparasi status sosial yang lebih besar dan yang lebih kecil. Bila dibaca sekilas, ayat-ayat itu seperti ingin mengatakan yang kecil tidak mungkin melampaui dari yang lebih besar. Penafsiran semacam itu akan mengarah kepada pesimistis. Yesus tidak mungkin mengatakan demikian untuk merendahkan murid-Nya. Beberapa ahli menafsirkan secara lebih positif ayat-ayat tersebut. Schnackenburg (1975: 25) mengatakan bahwa “..., bukan hanya soal kepercayaan dari yang mengutus, tetapi menjadikan kedekatan hubungan dengan dia (yang mengutus) dan komitmen kepada dia.” Seorang utusan harus berkomitmen dengan hal untuk apa ia diutus. Menjadi seorang utusan tidak boleh ragu-ragu karena ia membawa pesan dari yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
mengutus. Apapun yang terjadi, apapun resikonya utusan wajib sampai pada tujuan dimana ia diutus. Itulah komitmen seorang utusan. Mengapa seorang utusan tidak lebih besar dari yang mengutus? Logikanya, seorang utusan membawa pesan dari yang mengutus. Pesan itu berasal dari yang mengutus, tugas utusan adalah menyampaikan pesan yang mengutus secara benar. Maka suara utusan adalah suara yang mengutus, tidak lebih tidak kurang. Sudah dapat dipastikan utusan sama dengan yang mengutus, karena utusan adalah perwujudan dari yang mengutus. Teladan seorang guru itu sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh muridmurid-Nya juga. Brown (1970: 570) berpendapat bahwa ayat 12 dan 17 menekankan pada para murid yang mulai paham bahwa pembasuhan kaki adalah contoh dari sikap kerendahan hati. Penjelasan mengenai pembasuhan kaki telah dilakukan oleh Yesus, kini para murid sudah mulai mengerti maksudnya. Yesus menekankan bahwa mengerti saja tidaklah cukup. Yesus telah mengatakan dalam ayat 14-15 bahwa pembasuhan kaki adalah teladan, jika sudah mengerti maksudnya maka haruslah diikuti teladan itu. Gail R. O’day (1995: 726) mengatakan bahwa “... para murid akan terberkati jika mereka mengikuti teladan Yesus dalam cinta dan pelayanan.” Pembasuhan kaki dalam konteks pelayanan dan cinta akan menghadirkan berkat bagi yang melakukan. Ayat 17 menjadi semacam perintah tidak langsung kepada para murid untuk saling membasuh kaki. Ayat 17 juga menunjukkan bahwa para murid mulai mengerti yang Yesus maksudkan dari pembasuhan kaki itu. Yesus menjanjikan kebahagiaan kepada orang yang paham maksud dari pembasuhan kaki sekaligus mau melakukan juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
5.
Peringatan pengkhianatan Yudas (ayat 18-20) 18 Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. 19 Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. 20 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku." Bagian ini adalah pembicaraan terakhir dalam konteks pembasuhan kaki.
Pembahasan berulang mengenai pengkhianatan Yesus. Dalam peristiwa pembasuhan kaki, penginjil mengemukakan 3 kali mengenai hal pengkhianatan yakni; ayat 2, 11 dan 18. Bisa ditangkap ini adalah sebuah proses pengkhianatan. Dalam ayat 2 iblis baru membisikkan untuk mengkhianati Yesus. Ayat 2 hanya sebatas rencana. Ayat 11 Yesus telah tahu rencana pengkhianatan Yudas dengan ungkapan “tidak semua kamu bersih.” Tidak secara eksplisit Yesus mengatakan tentang pengkhianatan. Dalam ayat 18 Yesus secara lebih jelas mengatakan bahwa ada salah satu murid yang akan menyerahkan Dia kepada musuh. Yesus tidak ingin para murid salah menangkap tentang perkataan-Nya. Ia memberi petunjuk bahwa pembicaraan tentang pengkhianatan bukan ditunjukkan kepada semua murid tetapi salah satu murid yang telah dibisiki iblis yakni Yudas. Di ayat 18b (Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku) Yesus juga memberi penjelasan mengenai murid yang mengkhianati-Nya. Ia mempertegas bahwa diri-Nya tidak salah memilih murid. Yudas dipilih bukan karena ia jahat. Yang Dia lakukan adalah menerima pengkhianatan Yudas untuk menggenapi nas. Yesus bisa saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
melakukan tindakan untuk mencegah pengkhianatan itu sehingga Ia selamat dari kematian, tetapi Ia sadar bahwa diri-Nya adalah utusan Bapa yang akan menggenapi segala nas yang telah tertulis. Di ayat 19 Yesus menunjukkan keilahian bahwa diri-Nya mengetahui segala yang akan terjadi. Eko Riyadi (2011: 307) mengatakan bahwa “Yesus mengatakan itu demi para murid, yakni supaya mereka tidak goncang kalau hal itu terjadi.” Ia ingin para murid tidak panik dan ketakutan jika suatu hal yang di luar dugaan mereka akan terjadi. Ia sudah memberitahu sebelumnya. Ayat ini juga berhubungan dengan persitiwa kematian Yesus. Kata “jika hal itu terjadi” (Yoh 13:19) menunjuk pada jika kematian datang atas diri-Nya seperti yang Ia sudah ketahui dalam ayat 1 (Yesus telah tahu bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa), Ia sudah membaritahu bahwa Yesuslah Mesias yang menebus dosa manusia dengan darah-Nya. Para murid tidak perlu takut dan hanya perlu percaya kepada-Nya. Yesus sudah sering memberitahu bahwa Putra Allah akan dikorbankan untuk menebus dosa manusia. Jika hal itu terjadi, para murid akan percaya penuh bahwa Yesuslah Putra Allah tersebut. Di akhir kisah Yesus kembali memberi penekanan mengenai hubungan-Nya dengan Allah Bapa dan para murid. Gail R. O’day (1995: 726) mengatakan bahwa “Apa yang Tuhan lakukan kepada Yesus (mengirim Dia ke dunia), Yesus kini lakukan kepada para murid. Para murid mendapatkan pekerjaan dari Yesus, yang mana berarti mereka mendapat pekerjaan dari Tuhan.” Ayat ini juga mengandung pesan siapapun yang menerima Yesus berarti menerima Allah Bapa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Berbahagialah yang memiliki kedekatan hubungan dengan Yesus karena berarti memiliki hubungan kedekatan dengan Allah Bapa.
D. Spiritualitas yang bersumber dari Yohanes 13:1-20 Yesus adalah Guru dan Tuhan. Ia ingin ajaran-Nya dilaksanakan dan tindakan-Nya diteladani oleh murid-Nya. Murid Yesus bukan hanya Para Rasul yang berjumlah 12 orang, tetapi siapapun yang mencintai dan melayani Dia. Sebagai murid Yesus, kita juga harus melaksanakan ajaran-Nya dan meneladani tindakan-Nya. Ajaran dan tindakan Yesus dapat kita temukan dalam Injil sebagai sumber utama kisah perjalanan hidup Yesus di dunia. Banyak kisah Yesus yang mengandung banyak makna tertuang dalam keempat Injil; Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Brown (1970: 558) mengatakan bahwa, “sebagian kecil umat Kristiani mengartikan pembasuhan kaki secara harafiah dan menganggap pembasuhan kaki sebagai praktek wajib saja, dan ada yang beranggapan sebagai hal yang terpuji karena mau ambil bagian dalam upacara Kamis Putih.” Sebagai umat Kristiani kita belum memahami pembasuhan kaki secara lebih mendalam. Pembasuhan kaki bukanlah sebuah kisah yang hanya baik untuk dilakukan. Pembasuhan kaki bukan hanya sekedar pelengkap dalam upacara liturgi Kamis Putih. Kita perlu menggali lebih dalam makna pembasuhan kaki, sehingga pembasuhan kaki tidak hanya sekedar upacara saja, melainkan mengerti dan mendalami makna pembasuhan kaki untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kisah pembasuhan kaki yang telah dibahas sebelumnya, kita akan menggali lebih jauh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
mengenai spiritualitas yang dapat kita temukan di dalamnya. Spiritualitas yang kita dapatkan melalui kisah pembasuhan kaki yakni:
1.
Penuh Cinta Cinta bukan hanya sekedar kata-kata karena cinta membutuhkan tindakan
nyata. Dalam peristiwa pembasuhan kaki (ayat 1), Yesus memiliki cinta yang begitu besar kepada para murid. Yesus mencintai murd-murid-Nya sampai selama-lamaNya. Cinta yang ditunjukkan Yesus adalah cinta seorang gembala kepada dombanya yang akan mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi domba-domba yang dicintainya. Yesus melakukan tindakan cinta itu pada saat pembasuhan kaki. Tetapi bukti cinta sampai akhir akan diwujudkan ketika Ia menyerahkan hidup-Nya di kayu salib. Yesus mencintai semua orang dengan begitu besar sampai Ia rela memberikan nyawa-Nya untuk manusia. Cinta Yesus tidak diragukan lagi oleh kita, yang menjadi perhatian bagi kita para murid Yesus adalah meniru dan mengamalkan teladan cinta Yesus di dalam tindakan kita sehari-hari. Tindakan nyata Yesus juga tertuang ketika Ia membasuh kaki murid-muridNya. Cinta Yesus menggerakkan diri-Nya untuk dengan rela membersihkan kaki murid-murid-Nya. Cinta Yesus melepas batas antara Guru dan murid. Cinta Yesus menggerakkan tindakan yang sulit dimengerti. Cinta Yesus membersihkan muridmurid-Nya dari dosa. Melalui pembasuhan kaki Yesus telah menunjukkan cintaNya kepada para murid. Sebagai murid Yesus, kita sudah diberi contoh nyata kualitas cinta yang sejati. Manusia membutuhkan cinta di dalam kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Tanpa cinta manusia akan kehilangan jati diri-Nya karena manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sangat dicintai. Sebagai murid Yesus, kita diberi pelajaran oleh Yesus untuk memberikan cinta seutuhnya kepada orang-orang yang kita cintai. Cinta yang kita berikan bukan cinta yang diumbar lewat kata-kata saja tetapi kita bertindak berdasarkan cinta agar dunia ini dipenuhi cinta seperti yang Yesus harapkan.
2.
Melayani Kehendak Allah Allah menghendaki supaya manusia selamat. Hal ini tercantum dalam Yoh
3:16 yang mengatakan,” Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Kasih Allah begitu besar kepada manusia, sehingga Ia tidak ingin manusia binasa. Dalam keadaan manusia yang semakin berdosa Allah mengutus Putra-Nya untuk ikut terlibat dalam Karya Keselamatan Allah. Yesus menjadi pewarta Karya Keselamatan Allah dan mengajak manusia untuk ikut dalam Karya Keselamatan Allah dengan percaya kepada-Nya. Salah satu hal yang dilakukan Yesus tampak dalam kisah pembasuhan kaki. Yesus membasuh kaki para murid-Nya (bdk. Yoh. 13:4-5) sebagai simbol Yesus membersihkan dosa para murid-Nya. Ia ingin para murid-Nya selamat. Dalam kisah pembasuhan kaki Yesus tahu bahwa tugas-Nya di dunia akan segera selesai dan akan kembali kepada Bapa-Nya (Yoh. 13:1). Ia tidak ingin Karya Keselamatan Allah berhenti ketika Diri-Nya meninggalkan dunia ini. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
ingin meneruskan Karya Keselamatan Allah kepada manusia, khususnya para murid-Nya. Yesus ingin supaya para murid-Nya meneladani tindakan-Nya dan saling membasuh satu sama lain (Yoh. 13:13-15). Dengan saling membasuh (dalam arti sebagai simbol), manusia terlibat untuk saling menyelamatkan satu sama lain. Yesus tidak menginginkan keselamtan hanya dimiliki oleh sebagian orang saja, tetapi ingin semua orang mendapatkan keselamatan sejati. Sehingga Kehendak Allah terwujud yakni semakin banyak orang terselamatkan. Orang Katolik sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus dan Allah Bapa, harus ikut terlibat aktif dalam Karya Keselamtan Allah dengan mengajak orang untuk mewartakan Yesus kepada dunia dan terus mengimani Yesus supaya semakin banyak orang terselamatkan.
3.
Berani Berkorban Melakukan Kehendak Allah memiliki konsekuensi untuk berkorban. Allah
sendiri berkorban demi keselamatan manusia. Ia merelakan Putra-Nya untuk turun ke dunia demi terlaksana-Nya misi keselamatan manusia. Yesus juga berkorban supaya Kehendak Allah terwujud. Demi keselamatan manusia Yesus rela menderita hingga wafat di salib. Dalam kisah pembasuhan kaki tampak pengorbanan yang dilakukan Yesus. Yesus tahu bahwa Ia akan segera menghadapi kematian ( Yoh. 13:1). Tetapi sebelum kematian itu terjadi, Ia telah menghadapi kenyataan bahwa Ia akan dikhianati oleh murid-Nya sendiri (Yoh. 13:2). Hal mengerikan telah menghadang diri-Nya. Yesus merupakan Putra Allah yang telah diberi kuasa untuk menentukan nasib-Nya sendiri (Yoh. 13:3). Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
bisa saja dengan kuasa-Nya membatalkan semua yang akan terjadi dalam diri-Nya kelak. Tetapi Yesus diutus bukan untuk lari dari tugas-Nya. Demi misi keselamatan manusia, Yesus tidak akan lari dari kenyataan pahit yang akan menimpa-Nya. Ia tetap ingin menyelamatkan manusia, sehingga tetap melanjutkan karya itu dengan membasuh kaki para murid-Nya sebagai simbol pembersihan dosa untuk keselamatan mereka (Yoh. 13:4-5). Orang Katolik yang juga meneruskan Karya Keselamatan Allah dari Yesus juga memiliki pengorbanan tersendiri. Misi orang Katolik adalah mewujudkan keselamatan bagi banyak orang. Ini adalah misi yang mulia tetapi memiliki pengorbanan yang juga besar. Untuk dapat mewujudkan karya keselamtan Allah, orang Katolik harus rela berkorban waktu, tenaga, pikiran bahkan materi. Lebih dari itu, di banyak tempat orang Katolik harus berkorban dengan ditolak, dianiaya, dikucilkan dan bahkan dibunuh. Semua itu menjadi pengorbanan orang Katolik demi keselamatan manusia yang lebih luas. Katekis misinoner adalah contohcontoh nyata bagaimana orang Katolik berani berkorban. Mereka mengorban waktu, tenaga, pikiran, harta dan bahkan nyawa supaya Yesus semakin dikenal luas sehingga karya keselamatan Allah semakin luas.
4.
Rendah hati Kerendahan hati menjadi hal yang menonjol dalam pembasuhan. Di dalam
tradisi Yahudi, membasuh kaki adalah tindakan hamba. Yesus mengambil peran seorang hamba untuk melayani murid-murid-Nya. Seorang pemimpin, menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Yesus, bukan orang yang ingin dilayani tetapi melayani. Yesus menunjukkan sikap rendah hati itu kepada para murid. Pembasuhan kaki menjadi simbol sikap rendah hati Yesus. Brown (1970: 558) mengatakan bahwa ayat 14-17 terlihat bahwa Yesus membasuh kaki para murid sebagai contoh rendah hati mengorbankan diri untuk diikuti oleh mereka. Tetapi Brown juga mengkritik sebagian umat Kristiani yang hanya menganggap kerendahan hati Yesus dalam pembasuhan kaki hanya dilihat sebagai mandat dari Yesus untuk diikuti dan dilakukan (bdk. Brown, 1970: 558). Yesus memang memandatkan umat-Nya untuk melakukan seperti yang dilakukan (bdk. Yoh. 13:14-15), tetapi bukan semata-mata tindakan yang dilakukan tanpa berdasarkan kemauan tulus dari hati. Sikap rendah hati Yesus nampak jelas di dalam ayat 4-5. Namun kita akan melihat dari ayat 3 terlebih dahulu. Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya (Yoh. 13:3). Yesus memiliki kuasa atas apapun yang ada di dunia ini. Ia juga memiliki kuasa atas nasib-Nya sendiri karena Bapa-Nya telah menyerahkan segala keputusan atas kehendak diri-Nya. Kekuasaan yang dimiliki-Nya tidak menjadikan diri-Nya ingin menguasai semuanya. Kita ingat kisah pencobaan Yesus di padang gurun (Luk. 4:1-13). Yesus tentu bisa melakukan seperti yang diminta oleh iblis, tetapi Ia menyadari bahwa kekuatan dan kuasa yang dimiliki-Nya bukan untuk dipamerkan apalagi untuk menguasai dunia. Kita juga ingat Yesus beberapa kali terlibat kontak dengan orang yang dianggap najis. Yesus terlibat percakapan dengan perempuan Samaria (Yoh. 4:1-42) dan tidak menjatuhkan hukuman apapun kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
perempuan yang tertangkap berzinah (Yoh. 7:53-8:11). Yesus tidak menjadikan kuasa yang diberikan Bapa-Nya untuk kepentingan sendiri tetapi untuk tujuan kebaikan manusia seperti membangkitkan orang mati (Yoh. 11:1-44) dan menyembuhkan orang sakit (Yoh. 9:1-41). Di dalam pembasuhan kaki Yesus melakukan tindakan yang biasanya dilakukan oleh hamba. Ia membasuh kaki murid-murid-Nya. Sebelum membasuh, Yesus melepaskan jubah-Nya (Yoh. 13:4a). Jubah adalah tanda/simbol kebesaran dalam tradisi Yahudi. Yesus melepaskan kebesaran yang Ia kenakan. Kemudian Ia mengikatkan kain lenan (Yoh. 13:4b). Kain lenan merupakan simbol seorang hamba. Kain lenan biasa digunakan hamba untuk mengeringkan kaki setelah dibasuh. Yesus merendahkan diri dan mengambil rupa seorang hamba (Brown, 1970: 564). Ia tidak mementingkan status ke-Tuhan-an yang Ia sandang, tetapi menunjukkan kerendahan hati yang menggetarkan para murid. Kerendahan hati yang ditunjukkan Yesus dalam pembasuhan kaki membawa dampak terjalinnya hubungan yang erat dengan para murid-Nya. Dengan mengabaikan status sosial yang disandang, kita akan dengan mudah menjalin hubungan yang erat antar pribadi. Yesus ingin ada hubungan yang erat antara Dia dengan murid-murid-Nya dan juga antar sesama murid-Nya. Kita sebagai muridNya dapat mencontoh kerendahan hati Yesus untuk membangun relasi yang erat dengan Dia dan sesama manusia. Yesus ingin murid-murid-Nya mengikuti apa yang Ia lakukan (Yoh. 13:14-15). Dalam konteks dunia saat ini, yang kita ikuti bukan hanya pembasuhan kaki yang Ia lakukan. Tentu sangat sulit jika kita membasuh tamu kita atau orang lain. Yang perlu kita tekankan adalah sikap yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
ditunjukkan Yesus dalam pembasuhan kaki. Dengan penuh rendah hati, Ia menunduk menuangkan air di kaki para murid dan mengeringkannya dengan kain lenan. Sikap rendah hati inilah yang kita pakai dalam hidup kita saat ini. Dengan rendah hati kita lebih mudah menjalin hubungan erat dengan sesama kita. Rendah hati juga akan membuat kita dapat bekerja sama dengan banyak orang dan juga dapat diterima bukan hanya oleh kalangan sendiri tetapi juga oleh banyak orang lain. Maka sikap rendah hati menjadi hal yang selalu ada dalam hati kita sama seperti Yesus yang rendah hati.
E. Penutup Yesus adalah teladan bagi umat beriman Kristiani. Yesus mengajarkan banyak hal baik kepada kita melalui khotbah dan perbuatan-Nya. Yesus tidak hanya pandai berkata-kata dalam mengajar, Ia mencontohkan langsung di dalam tindakan-Nya. Seperti dalam kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yoh. 13:1-20 Yesus memberikan teladan dan perintah sekaligus. Yesus melayani muid-muridNya dengan membasuh kaki mereka yang sejatinya adalah pekerjaan seorang hamba. Ia tidak ragu dalam memberikan cinta-Nya yang tulus dengan membersihkan
kaki
para
murid.
Setelah
memberikan
teladan,
Yesus
memerintahkan para murid untuk melakukan apa yang telah Yesus lakukan kepada sesama mereka sebagai bentuk mereka saling melayani satu sama lain. Dalam kisah pembasuhan kaki dalam Yoh. 13:1-20, penulis telah berusaha untuk menggali spiritualitas yang terkandung di dalam kisah tersebut. Dalam kisah pembasuhan kaki dalam Yoh 13:1-20 Yesus menampilkan pribadi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
selalu melayani kehendak Allah. Kehendak Allah adalah keselamatan bagi semua orang. Yesus membersihkan kaki para murid sebagai simbol Yesus membersihkan para murid dari kedosaan supaya mereka selamat. Yesus memerintahkan para murid supaya saling membasuh supaya semakin banyak orang selamat. Bagi Yesus, keselamatan manusia adalah nomor satu. Ia memilih menyelamatkan manusia
sekalipun
harus
berkorban.
Dalam
pembasuhan
kaki
Yesus
mengorbankan kedudukan-Nya sebagai Guru dan Tuhan untuk mengambil peran seorang hamba dan melayani para murid-Nya. Yesus melayani para murid dengan rendah hati. Ia tidak menggerutu dan menyesali perbuatan-Nya, tetapi dengan penuh keramahan Ia membasuh kaki para murid-Nya. Semua Ia lakukan karena Yesus adalah pribadi yang penuh cinta. Karena cinta-Nya kepada para murid dan semua manusia, Yesus melakukan semua pengorbanan supaya manusia yang Ia cintai dapat memperoleh keselamatan. Pada bab berikutnya penulis akan menerapkan spiritualitas yang bersumber dari Yoh. 13:1-20 menjadi spiritualitas-spiritulitas katekis. Sebelumnya penulis akan membahas mengenai pengertian katekis, kategori, peran, tugas dan kualitas katekis. Setelah itu baru kemudian penulis akan membahas spiritualitas katekis yang bersumber dari spiritualitas Yesus dalam Yoh. 13:1-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III KATEKIS DAN SPIRITUALITAS KATEKIS Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai katekis dan spiritualitas katekis. Penulis akan membagi bab ini dalam tiga bagian besar. Bagian pertama, penulis akan menguraikan sosok katekis, peran, kategori, tugas dan kualitas katekis. Kedua, penulis akan menguaraikan mengenai spiritualitas katekis. Ketiga, penulis akan menguraikan spiritualitas katekis yang bersumber dari Yohanes 13:1-20 yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.
A. Katekis Apabila kita akan menerima sakramen inisiasi: Baptis, Ekaristi dan Penguatan, sebelumnya kita akan mengikuti pelajaran untuk mempersiapkan diri. Khusus untuk Baptis, beberapa dari kita menerima pembaptisan sejak kecil yang pelajarannya diwakili oleh orang tua. Pelajaran itu kita terima dari katekis. Katekis memiliki peran aktif dalam tugas mewartakan Kabar Gembira di lingkungan umat basis Gereja. Kita dapat menjumpai sosok katekis dalam banyak kesempatan seperti dalam Sekolah Minggu, kegiatan katekese, memimpin doa lingkungan dan masih banyak lagi. Siapakah katekis itu sehingga berhak memberi pelajaran agama? Pertanyaan ini akan terjawab dalam pemaparan mengenai katekis. Tetapi sebelum itu penulis akan menguraikan yang lebih dasar mengenai sosok katekis sebagai umat awam yang terlibat dalam tugas Gereja mewartakan Injil ke seluruh dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
1.
Umat Awam Terlibat Aktif Semua orang beriman Kristiani mengemban beban mulia, yakni berjerih-
payah supaya warta keselamatan Ilahi dikenal dan diterima oleh semua orang (AA 3). Kita diberi tanggung jawab untuk ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus yang diturunkan kepada Para Rasul yang diteruskan oleh Gereja dari masa ke masa. Tidak terbatas kedudukan kita dalam Gereja, kita memiliki tanggung jawab yang sama untuk mewartakan Injil. Bersama uskup-uskup lain dan Paus, sejak menerima tahbisan, para uskup bertanggung jawab terhadap seluruh Gereja. Secara khusus, Gereja memberi tugas untuk mengajar, menguduskan dan memimpin (Youcat art. 252). Sekalipun memiliki wewenang tersebut, mereka tidak dapat menjalankannya tanpa bantuan pihak lain. Para imam dengan imamatnya membantu uskup mengemban tiga tugas uskup di tempat ia ditugaskan. Kaum awam tidak bisa dianggap anggota pasif dalam Gereja saat ini. Setiap orang awam, karena karunia-karunia yang diterimanya, menjadi saksi dan sarana hidup perutusan Gereja (LG 33). Kaum awam memiliki tugas perutusan yang sama dengan Yesus untuk mewartakan Injil. Kaum awam yang dimaksud adalah “semua orang beriman Kristiani, kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui Gereja” (LG 31) yang berarti siapapun yang telah sah menjadi anggota Gereja karena Pembaptisan yang bukan golongan imam dan religius. Kaum awam memiliki tugas mewartakan Kabara Gembira yang bercorak keduniawian karena kehidupan mereka yang berada di tengah masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Mewartakan Injil adalah tugas semua umat beriman Kristiani yang berarti kaum awam ada di dalamnya. “Pewartaan adalah tugas dan panggilan setiap orang yang percaya kepada Kristus” (KWI, 1996: 390) karena “semua orang yang dibaptis, apapun kedudukan mereka di Gereja atau tingkat pendidikan mereka dalam iman, adalah pelaku-pelaku evangelisasi” (EG 120). Maka jelas bahwa sesungguhnya di dalam setiap diri orang Katolik selalu ada panggilan untuk mewartakan Kabar Gembira dimanapun ia berada. Yesus Sang Sabda tidak pernah memilih kepada siapa Ia ingin diwartakan. Siapapun yang mengimaninya memiliki kewajiban yang sama untuk mewartakan Injil kepada dunia. Para awam, juga kalau mereka sibuk dengan urusan keduniaan, dapat dan harus menjalankan kegiatan yang berharga untuk mewartakan Injil kepada dunia (LG 35). Kaum awam adalah bagian utuh dari Gereja Universal. Awam bukanlah anggota yang terpisah dari hirarki. Karena Gereja adalah satu tubuh, satu anggota tidak dapat berfikir untuk diam saja tanpa berbuat sesuatu untuk tubuh. Awam sebagai anggota tubuh Gereja ikut aktif terlibat dalam pewartaan Injil ke seluruh dunia. Maka, kaum awam wajib, bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain, mewartakan Yesus Sang Sabda ke seluruh dunia.
2.
Siapakah Sosok Katekis? Kata katekis berasal dari kata dasar ketechein yang mempunyai beberapa
arti: mengomunikasikan, membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan iman (Indra Sanjaya, 2011: 16). Ada berbagai pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
mengenai katekis yang ditemukan dari berbagai sumber. Katekis adalah baik pria maupun wanita, yang dijiwai semangat merasul, dengan banyak jerih payah memberikan bantuan yang istimewa dan sungguh-sungguh perlu demi penyebaran iman dan Gereja (AG 17). Katekis adalah seorang awam yang ditunjuk secara khusus oleh Gereja, sesuai kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus, agar Dia dicintai dan diikuti oleh mereka yang belum mengenal-Nya dan oleh kaum beriman sendiri (Komisi Kateketik KWI, 1997: 17). Katekis adalah orangorang yang dalam semangat Roh melibatkan diri dalam perluasan dan perwujudan Kerajaan Allah yang menjadi inti dari pewartaan Kristus (Komisi Kateketik KWI, 2005: 99). Komisi Kateketik KWI (2005: 133) mengatakan: Katekis adalah orang beriman yang dipanggil secara khusus dan diutus oleh Allah serta mendapat penugasan dari Gereja melalui missio canonika dari Gereja terutama dalam karya pewartaan Gereja untuk memperkenalkan, menumbuhkan dan mengembangkan iman umat di sekolah dan dalam komunitas basis, baik teritorial maupun kategorial.
Melalui beberapa pengertian katekis di atas, penulis dapat merumuskan sosok katekis. Katekis adalah seorang umat beriman Kristiani yang dijiwai semangat merasul, dipanggil dan diutus Allah, serta melibatkan diri dalam tugas pewartaan Gereja untuk memperkenalkan, membantu menumbuhkan dan mengembangkan iman Kristiani umat di sekolah dan dalam komunitas basis, baik teritorial maupun kategorial. Sosok katekis harus bersifat umatsentris. Katekis yang umat sentris berarti katekis hadir dari umat dan untuk umat. Katekis dari umat bermakna katekis dipanggil dari kalangan umat sendiri. Katekis untuk umat berarti katekis mewartakan Kabar Gembira kepada umat itu sendiri. Katekis juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
harus kristosentris. Katekis harus menjiwai dan meneladan Yesus Kristus sebagai Guru sekaligus sebagai Kabar Sukacita itu sendiri. Dari pemahaman mengenai sosok katekis tersebut kita memahami bahwa katekis pertama-tama merupakan seorang beriman Kristiani. Katekis
harus
seseorang yang mengimani Kristus karena katekis akan mewartakan Kristus tentu ia harus mengenal bahkan mengimani-Nya. Yang kedua, katekis menyadari bahwa dirinya dipanggil Allah untuk mewartakan Kabar Gembira. Sebagai umat beriman yang mengenal sejarah, kita tahu para pekerja Tuhan dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru bukan pertama-tama karena keinginan orang tersebut, tetapi karena inisiatif dari Allah dengan memanggil dan mengutus. Demikian pula katekis bukan pertama-tama karena keinginan seseorang untuk menjadi katekis, tetapi karena Allah memanggil kita umatnya untuk mewartakan Kabar Gembira dengan salah satu panggilannya menjadi katekis. Yang ketiga, katekis memiliki semangat untuk melibatkan diri. Katekis tidak bisa hanya berdiam diri menunggu ada yang memerlukan, tetapi menghampiri domba-domba Allah. Katekis tidak bisa menjadi orang asing di tengah umat. Ia harus menjadi bagian dari komunitas Gereja yang dilayaninya. ia harus aktif terlibat di dalam berbagai kegiatan yang ada di komunitas Gereja basis maupun masyarakat sekitarnya. Keempat, tugas katekis yang utama adalah mewartakan Yesus Kristus. Katekis berperan agar Yesus Kristus semakin dikenal luas. Yang terakhir, katekis bekerja di ladang Tuhan dimanapun ia berada atau ditugaskan. Sebagai pekerja Tuhan, katekis tidak bisa memilih ladang yang mudah agar lebih mudah, tetapi siap diutus dimanapun dirinya diperlukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
3.
Peran Katekis Katekis memiliki peran yang sentral dalam perkembangan Gereja di
daerah-daerah. Gereja-Gereja yang sekarang ini berkembang subur tidak akan dibangun tanpa jasa mereka (CT 66). Katekis tidak hanya sekedar pembantu bagi imam, tetapi lebih dari itu mereka adalah yang terlibat langsung di tengah kehidupan Gereja basis dan masyarakat. Dokumen Pedoman Untuk Katekis yang diterbitkan Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa merumuskan peran katekis yaitu “menyampaikan secara jelas pesan Kristiani dan menemani para katekumen dan orang-orang Kristen yang baru dibaptis dalam perjalan hidupnya menuju kedewasaan iman serta kehidupan sakramental penuh” (Komkat KWI, 1997: 16). Katekis memiliki peran untuk menyampaikan Kabar Gembira secara benar kepada orang-orang yang ingin mengenal Yesus Kristus dalam masa katekumenat saat mereka akan menerima Sakramen Inisiasi. Katekis membantu para katekumen untuk mengenal dan menjiwai Yesus baik itu pribadi-Nya maupun ajaran-Nya yang sudah tertuang dalam ajaran Gereja. Katekis juga berperan untuk membantu umat untuk semakin menjiwai Yesus di dalam katekese sehingga Yesus sungguhsungguh hadir di dalam setiap segi kehidupan umat. Pertemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta mendiskusikan mengenai Identitas Katekis di tengah Arus Perubahan Jaman. Salah satu yang didiskusikan yakni mengenai peran katekis pada jaman ini. Dari hasil diskusi para katekis
Regio
Kalimantan
katekis
jaman
ini
memiliki
peran
untuk
memperkenalkan dan menuntun sesama umat untuk menumbuhkan iman melalui komunitas basis dalam situasi konkrit (Komkat KWI, 2005: 125). Regio Sumatera
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
merumuskan peran katekis saat ini untuk menumbuhkan dan mengembangkan kelompok basis, seraya menghayati dan mengungkapkan imannya bersama umat basis dalam peziarahannya, selain itu katekis terutama berperan sebagai pewarta sabda dan petugas pastoral (Komkat KWI, 2005: 126). Regio Nusra merumuskan peran katekis yang dibutuhkan saat ini adalah membangun dan mengembangkan communio baik dalam lingkup teritorial maupun kategorial (Komkat KWI, 2005:128). Regio Jawa merumuskan peran katekis yakni mendampingi hidup umat beriman (Komkat KWI, 2005: 130). Penulis menyimpulkan bahwa peran katekis di jaman ini yang diharapkan yakni memperkenalkan iman akan Yesus Kristus, membangun, mengembangkan dan mendampingi hidup umat beriman basis di dalam pewartaan sabda dan pelayanan pastoral. Katekis adalah mereka yang berhadapan langsung dengan jemaat beriman dengan segala macam problematikanya (Indra Sanjaya, 2014: 11). Katekis mengalami langsung bagaimana harus menjawab persoalan-persoalan yang ada dalam kehidupan umat beriman. Di dalam pertemuan-pertemuan katekese, katekis sering kali dihadapkan pada pertayaan-pertanyaan umat beriman. Jawaban katekis seperti menjadi acuan bagi umat. Jawaban katekis harus berdasarkan iman Kristiani. Jawaban katekis atas pertanyaan-pertanyaan umat beriman seharusnya menjadi penyubur iman umat beriman. Katekis bukan hanya sekedar pengajar agama, tetapi juga panutan bagi umat beriman. Maka, segala tindakan dan perkataan katekis harus sesuai dengan ajaran Yesus sendiri. Seperti Yesus yang bukan hanya mengajar melalui kata-kata tetapi juga memainkan perannya sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
model teladan hidup seorang yang dekat dengan Allah. Demikian juga katekis memainkan perannya sebagai teladan kehidupan umat beriman Kristiani.
4.
Kategori katekis Dokumen Pedoman Untuk Katekis (Komkat KWI, 1997: 17) merumuskan
dua tipe utama katekis yakni; pertama katekis purna waktu, yang mengabdikan seluruh hidupnya demi pelayanan katekese dan yang diakui secara resmi sebagai katekis. Kedua, katekis paruh waktu yakni katekis yang ikut terlibat secara lebih terbatas tetapi tulus dan serius. Katekis purna waktu adalah seseorang yang menjadikan katekis sebagai profesi. Katekis purna waktu diangkat oleh keuskupan atau paroki secara resmi melalui missio cannonica dan mendapatkan penghasilan dari profesinya sebagai katekis. Katekis purna waktu memberikan seluruh hidupnya untuk katekese. Ia terlibat penuh di dalam keseluruhan bidang katekese baik dalam perencanaan, pelaksaan dan pengembangan katekese. Katekis paruh waktu adalah seseorang yang memberikan sebagian waktunya untuk menjadi katekis. Katekis paruh waktu tidak menjadikan katekis sebagai profesi yang berujung pada mata pencaharian. Katekis paruh waktu memberikan sebagian waktunya untuk pelayanan katekese. Ia memiliki pekerjaan utama tetapi mau melibatkan diri dalam pelayanan katekese entah karena diminta oleh pastor paroki atau karena ingin melibatkan diri. Sekalipun tidak sepenuhnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
melibatkan diri dalam kegiatan katekese, katekis paruh waktu tetap dituntut memiliki ketulusan dan keseriusan dalam menjalankan tugasnya sebagai katekis. Di Indonesia jumlah katekis paruh waktu lebih banyak dibandingkan katekis purna waktu. Dalam Pertemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta (Komkat KWI 2005: 19-46) beberapa keuskupan memiliki katekis purna waktu/full time dengan jumlah 2-14 orang. Keuskupan Malang tidak mengangkat katekis purna waktu. Jumlah katekis purna waktu yang tidak begitu banyak dalam keuskupan secara tidak langsung memberi kesempatan untuk memberdayakan umat menjadi katekis sukarelawan/paruh waktu. Di dalam lingkungan basis sangat dibutuhkan katekis untuk membantu umat dalam pengembangan iman. Dengan memberdayakan umat setempat, sifat katekis yang umat sentris akan nampak yakni katekis berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat.
5.
Tugas Katekis Mewartakan Injil adalah tugas seluruh umat beriman Katolik karena
pembaptisannya. Hal ini ditegaskan Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium (EG art. 120) bahwa “semua orang yang dibaptis, apapun kedudukan mereka di Gereja atau tingkat pendidikan mereka dalam iman, adalah pelaku-pelaku evangelisasi”. Tugas mewartakan Injil melekat kepada kita karena “berkat pembaptisan mereka, semua anggota umat Allah telah menjadi murid-murid yang diutus” (bdk. Mat. 28: 19). Demikian pula seluruh awam memiliki tugas tersebut, termasuk di dalamnya ada para katekis sebagai guru agama umat beriman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Dokumen Pedoman Untuk Katekis merumuskan tugas katekis menjadi dua yakni; tugas khusus untuk mengajarkan katekese dan tugas lain bekerja sama dalam berbagai bidang kerasulan (Komkat KWI, 1997: 18).
Tugas katekis
pertama-tama adalah mewartakan Kabar Gembira di dalam katekese. Katekis menjalankan tugas katekese yang mencakup pendidikan dan pengembangan kaum muda dan orang dewasa dalam hal iman serta menyiapkan calon dan keluarganya untuk menerima sakramen inisiasi dalam Gereja. Katekis dalam tugasnya bekerja sama dengan bidang kerasulan lain antara lain bertugas untuk memimpin doa dalam kelompok basis, memimpin Ibadat Sabda Mingguan bila tidak ada iman, membantu orang sakit, memimpin upacara penguburan dan masih banyak tugastugas pastoral yang dapat dilakukan katekis untuk melayani umat dalam bidang pastoral.
6.
Kualitas Diri Katekis Seorang katekis dituntut berkualitas untuk melakukan tugasnya. Kualitas
menjadi hal yang penting bagi tugas katekis karena tuntutan jaman yang menginginkan hal serba berkualitas serta untuk memberikan kepercayaan diri kepada katekis dalam menjalankan tugasnya mewartakan Kabar Gembira. Kualitas katekis yang mumpuni juga akan sangat membantu tugas-tugas katekis. Romo Yosef Lalu, Pr dalam buku Katekese Umat (2007:150-161) menuliskan katekis yang diharapkan adalah katekis yang memiliki pengetahuan dan spiritualitas yang mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
a.
Pengetahuan Katekis Mewartakan Yesus Kristus tidak cukup hanya memiliki kemauan saja.
Katekis diharapkan mempunyai bekal untuk menunjang tugas-tugasnya. Pengetahuan-pengetahuan yang dipunyai katekis akan membantu katekis untuk mewartakan iman Kristiani secara benar dan tepat. Untuk menyampaikan secara benar tentang iman Kristiani, katekis perlu memiliki pengetahuan ajaran-ajaran Gereja. Untuk mewartakan iman secara tepat katekis perlu memiliki pengetahuan tentang metode, konteks dan situasi umat.
1) Akrab terhadap harta kekayaan iman Gereja Katekis dituntut menyampaikan iman Kristiani secara benar. Untuk menyampaikan ajaran iman Kristiani secara tepat, katekis perlu memiliki pengetahuan dari sumber-sumber ajaran Gereja. Pengetahuan akan Kitab Suci adalah pengetahuan yang harus dimiliki oleh katekis. Seorang katekis hendaknya memiliki pemahaman yang tepat tentang Kitab Suci, sehingga tidak jatuh ke dalam bahaya menggunakan Kitab Suci secara fundamentalistik atau terlalu menyederhanakan (Lalu, 2007: 156). Kitab Suci menjadi bahan yang sentral dalam pelajaran-pelajaran agama karena iman Kristiani digali secara mendalam dari pengelaman-pengalaman di dalam Kitab Suci. Komisi Kateketik KWI (1997: 49) menegaskan bahwa katekis harus mempunyai kemampuan dalam pastoral Kitab Suci. Dengan Kitab Suci, katekis akan memberi arah yang benar mengenai iman Kristiani kepada umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Seorang katekis hendaknya mengenal pribadi, pewartaan dan tindakan Yesus (Lalu, 2007: 156). Maka, pengetahuan mengenai Kristologi sangat diperlukan. Iman Kristiani bermuara pada Yesus Kristus, sang Guru dan Tuhan. Katekis perlu mendalami pewartaan dan tindakan Yesus, lebih mendalam lagi katekis perlu menghidupi Yesus di dalam dirinya. Katekis juga perlu mempunyai pengetahuan mengenai Eklesiologi. Pengetahuan mengenai harta kekayaan iman
Gereja,
seperti sifat Gereja, hierarki dan banyak pengetahuan lain mengenai Gereja sangat perlu dimiliki oleh katekis untuk disampaikan kepada umat. Pengetahuan tentang Eklesiologi bisa didapat dari sumber-sumber seperti Katekismus, Dokumen Konsili Vatikan II, Ensiklik-ensiklik dari Paus dan Kitab Hukum Kanonik. Ajaran sosial Gereja menjadi pengetahuan berikutnya yang harus dimiliki oleh katekis. Gereja tidak hanya bertindak untuk dirinya sendiri. Gereja memberi pandanganpandangan mengenai buruh dan lain-lain dalam rangka terlibat aktif dalam perkembangan dunia melalui ajaran sosial Gereja (ASG). Katekis perlu membahami ajaran sosial Gereja agar katekis dan umat lain mampu terlibat aktif dalam karya Gereja tersebut.
2) Penguasaan terhadap metode Seorang katekis adalah seorang pengajar. Dia dipercaya untuk memimpin sebuah pertemuan katekese. Maka, katekis perlu memahami mengenai metode dalam memproses sebuah pertemuan katekese (Lalu, 2007: 157). Katekis perlu mempersiapkan sebuah pertemuan katekese dengan memperhatikan metode yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
digunakan. Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae art. 21 menegaskan: “Tetapi kami hendak menekankan kebutuhan akan pendidikan kristen yang organis dan sistematis, karena di berbagai kalangan ada kecenderungan untuk menganggap katekese tidak penting lagi.” Katekis perlu membuat pertemuan yang terorganisasi dan sistematis untuk memudahkan para peserta katekese.
3) Pengenalan terhadap peserta Menurut Lalu (2007: 157) katekis perlu mengenal dengan baik pribadipribadi dan latar belakang dari peserta katekese seperti: daya nalar, perasaan dan intuisi; latar belakang status sosial dan ekonomi; dan latar belakang budaya. Pengenalan mengenai hal-hal itu akan membantu katekis menentukan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi peserta tertentu. Selain itu, pengenalan terhadap peserta dapat membuat katekis dan peserta katekese memiliki hubungan dekat. Hubungan yang dekat antara katekis dan peserta katekese akan membuat keterbukaan diantara mereka sehingga katekese sebagai sharing iman akan terwujud karena mereka mau membuka diri untuk berbagi pengalaman iman dan mendengarkan pengalaman iman orang lain. Katekis diharapkan menjadi sahabat bagi umat. Ia bukan orang asing yang memberikan penjelasan mengenai iman tetapi sahabat yang bersama-sama sedang memperdalam iman. Katekis yang akrab dengan peserta menjadikan katekis tidak dipandang sebagai guru yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
mengajar agama yang harus dituruti, tetapi teman dan fasilitator dalam rangka meperkembangkan iman umat.
4) Pemahaman mengenai liturgi Di banyak tempat, katekis berperan menjadi wakil imam dalam hal liturgi. Katekis menjadi pemimpin dalam Ibadat Sabda dan doa-doa di lingkungan basis. Untuk menunjang tugas itu, katekis perlu memahami hal-hal yang berkaitan dengan liturgi. Katekis perlu belajar mengenai tata cara Ibadat Sabda, Ibadat Pemberkatan Rumah, Ibadat Pemberkatan Jenazah dan ibadat-ibadat lain yang sangat diperlukan di tengah umat. Katekis juga belajar memimpin doa-doa di lingkungan basis agar selain dengan katekese iman umat juga semakin di teguhkan dengan doa-doa bersama di lingkungan basis.
b. Spiritualitas Seorang Katekis Spiritualitas merupakan unsur penting di dalam kehidupan orang Kristiani, termasuk juga para katekis. Spiritualitas bagi katekis adalah api yang terusmenerus membakar semangat para katekis untuk menjalankan tugas perutusannya menjadi pewarta Sabda Allah. Sebelum membicarakan berbagai hal mengenai spiritualitas katekis, penulis akan membahas mengenai pengertian spiritualitas, pengertian spiritualitas katekis dan pentingnya spiritualitas bagi katekis dengan berguru pada Yesus Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
1) Pengertian Spiritualitas Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin, yaitu spiritus yang berarti Roh. Manusia hidup semestinya memiliki arah dan tujuan. Spiritualitas dimengerti sebagai semangat hidup dan perjuangan yang menjadi cara pandang atau pendekatan dalam pengelolaan hidup (Staf Dosen IPPAK, 2010: 29). Menurut V. Indra Sanjaya, Pr (2011: 22) spiritualitas adalah cara bagaimana pengalaman kita akan Allah menentukan cara kita memandang dunia, dan juga cara kita berinteraksi dengan dunia. Spritualitas dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman dengan Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatan (Lalu, 2007: 150). Menurut Romo Yosef Lalu, Pr (2007: 151) spiritualitas dirumuskan sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus dengan mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih atau usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar tertumpu pada iman akan Yesus Kristus. Spiritualitas melambangkan sebuah relasi antara manusia dengan Allah yang membawa dampak bagi kehidupan nyata manusia di dunia. Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis berpendapat bahwa spiritualitas adalah semangat yang dijiwai Roh yang berasal dari relasi manusia dengan Allahnya membantu manusia menentukan arah, tujuan dan bagaimana manusia memandang dunia yang kemudian menentukan sikap dan perbuatan manusia di dunia. Spiritualitas umat beriman Kristiani ada dalam diri Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah sumber dari kehidupan umat beriman Kristiani. Bagi Lalu (2007: 151) spiritualitas umat beriman Kristiani adalah mengikuti jejak Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Semangat hidup umat Kristiani terletak kedekatannya dengan Yesus Kristus. Di dalam kisah Pentakosta (Kis. 2:1-4) Para Rasul yang semula ketakutan dan kehilangan arah karena kehilangan Yesus sebagai sosok pemimpin, kembali memiliki semangat berkobar karena Roh Kududs menyertai mereka. Para Rasul kemudian dibimbing Roh Kudus untuk mewartakan Yesus. Bagi umat beriman Kristiani Roh Kudus merupakan pembimbing hidup yang dianugerahkan sendiri oleh Yesus Kristus kepada setiap umat. Maka, spiritualitas bagi umat beriman Kristiani adalah semangat hidup yang berasal dari Roh Kudus yang diutus oleh Yesus untuk membimbing umat-Nya menjadi saksi-saksi Kristus melalui perkataan dan perbuataan di dunia.
2) Pengertian Spiritualitas Katekis Menurut Lalu (2007: 154) dasar spiritualitas seorang katekis adalah spiritualitas Kristiani. Katekis bukan bagian yang terpisah dari umat beriman Kristiani. Spiritualitas katekis memang pertama-tama adalah spiritualitas yang juga dimiliki oleh umat beriman Kristiani lain, tetapi corak spiritualitasnya lebih diarahkan kepada tugas yang diembannya. Komisi Kateketik KWI (1997: 22) menekankan katekis harus memiliki spiritualitas yang mendalam yakni “mereka harus hidup dalam Roh, yang akan membantu mereka memperbarui diri secara terus-menerus dalam identitas khusus mereka. Katekis tidak boleh melupakan Roh Kudus yang telah menuntun Gereja dari masa ke masa untuk memperbarui diri. Yesus menjadi guru bagi katekis. Maka, spiritualitas katekis dapat disebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
mengikuti jejak Kristus (Lalu, 2007: 154). Katekis menampilkan Kristus di dalam sikap
hidupnya.
Paulus
dalam
suratnya
kepada
jemaat
di
Filipi
mengatakan,”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp. 2:5). Paulus memberi himbauan bahwa kita yang mengimani Yesus Kristus, berpikir, berkata dan berbuat seperti yang Yesus pikirkan, katakan dan perbuat. Itulah spiritualitas katekis yang selalu mengenakan Yesus Kristus di kehidupan kita. Lalu (2007: 154) merumuskan spiritualitas katekis sebagai “Roh yang membimbing katekis untuk membantu sesama melalui pewartaan iman yang komunikatif, agar bersama-sama mampu mewujudkan Kerajaan Allah, karena kepeduliaan terhadap Allah dan terhadap sesama.” Hal utama dari spiritualitas katekis adalah pewartaan iman yang dijiwai Roh Kudus. Tugas utama katekis adalah mewartakan Kabar Gembira. Maka spiritualitas katekis adalah semangat hidup yang dijiwai Yesus Kristus oleh karena keterbukaan terhadap Roh Kudus yang
membimbing,
mendorong,
memotivasi
dan
menggerakkan
untuk
mewartakan iman akan Yesus Kristus di dalam kehidupan nyata.
3) Spiritualitas Katekis yang Kristosentris Yesus mengatakan kepada para murid-Nya bahwa: “Kamu menyebut-Ku Guru dan Tuhan; dan kamu memang benar, sebab itulah Aku” (Yoh. 13:13-14). Para murid harus berguru kepada Yesus karena Dia sendiri mengatakan bahwa “Kamu hanya mempunyai satu Guru” (Mat. 23:8), yakni Yesus Kristus. Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
adalah Guru utama bagi para katekis. Katekis tidak perlu jauh-jauh mencari guru lain, karena di dalam Yesus katekis dapat belajar banyak hal. Hal ini karena seluruh perihidup Kristus merupakan pengajaran tak kunjung henti (Catechesi Tradendae art. 9). Semua yang Yesus Kristus lakukan adalah ajaran bagi kita; mengajar, berdoa, cinta-Nya kepada manusia, keakraban mesra dengan yang miskin dan dianggap hina, dan bagaimana akhirnya Ia mengorbankan diri-Nya demi penebusan dosa dunia. Yesus Kristus menjadi pokok yang diwartakan oleh katekis. Katekis harus mampu menerobos kedalaman jiwa dirinya untuk menemukan prinsip dan sumber identitas dirinya sebagai katekis, yakni Yesus Kristus sendiri (Komkat KWI, 1997: 44) Katekis akan menyampaikan secara jelas dan benar tentang apa yang diwartakannya jika ia belajar dari sumbernya yakni Yesus Kristus. Belajar mengenai Yesus tidak cukup hanya dengan membaca Injil, buku-buku referensi atau menonton film mengenai Yesus. Belajar tentang Yesus adalah dengan menghidupi Yesus di dalam hidupnya. Hanya dalam persekutuan mesramendalam dengan Yesus para katekis akan menemukan sinar terang dan kekuatan untuk secara otentik membaharui katekese seperti diinginkan (Catechesi Tradendae art. 9). Yesus tidak bisa menjadi sesuatu yang asing dari diri katekis. Ia harus dekat dengan Yesus dengan menghidupi nasihat-nasihat Yesus dan cara hidup Yesus. Maka, katekis akan benar-benar menyampaikan Yesus secara otentik apabila ia telah bersekutu mesra-mendalam dengan Yesus di dalam setiap perihidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
c.
Ketrampilan Katekis Katekis juga dituntut untuk memiliki ketrampilan-ketrampilan untuk
mendukung tugasnya sebagai katekis maupun untuk dirinya sebagai orang kristiani. Ketrampilan yang dimaksud adalah kepekaan katekis terhadap berbagai hal yang ia alami. Ketrampilan adalah kemampuan-kemampuan seseorang dalam melakukan berbagai tindakan yang muncul karena latihan-latihan sehingga menjadi kebiasaan bagi seseorang tersebut. Ketrampilan-ketrampilan yang harus dimiliki oleh katekis yakni ketrampilan dalam kehidupan rohani, ketrampilan dalam
berkomunikasi
serta
ketrampilan
menyusun,
melaksanakan
dan
mengevaluasi program kateketik dan pastoral.
1) Ketrampilan dalam kehidupan rohani Katekis harus terampil di dalam kehidupan rohani sebagai seorang Katolik karena ia harus fasih di dalam hidup doanya. Untuk bisa mendidik orang lain dalam hal iman, para katekis harus mempunyai kehidupan rohani yang mendalam (Komkat KWI, 1997: 45). Kehidupan rohani yang mendalam tercermin di dalam kehidupan sehari-hari para katekis yakni mencirikan seorang yang dekat dengan Tuhan dan saleh. Kesalehan seorang katekis bukan pertama-tama untuk menampilkan kedekatannya dengan Tuhan tetapi karena ia dekat dengan Tuhan maka ia akan tampak saleh di mata orang lain. Para katekis harus memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Untuk dapat dengan Tuhan katekis harus terus berkomunikasi dengan Tuhan yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
melalui doa. Bagi katekis, hidup doa yang kuat sudah harus menjadi jati dirinya. Hidup doa yang dimaksud yakni; menghadiri Ekaristi secara teratur, doa pribadi, meditasi dan juga berefleksi. Menghadiri Ekaristi membuat katekis menjadi dekat dengan Tuhan sekaligus dengan umat. Dengan menghadiri Ekaristi secara teratur katekis selalu mengenangkan sengsara dan wafat Yesus serta memperbarui utusannya untuk mewartakan Yesus di dunia. Doa pribadi dapat dilakukan setiap saat menjadikan katekis selalu berkomunikasi dengan Tuhan. Doa pribadi harus menjadi habitus bagi katekis yang menjamin kedekatannya dengan Tuhan. Meditasi secara teratur terutama mengenai terutama mengenai Sabda Allah membawa keteraturan hidup dan pertumbuhan rohani (Komkat KWI, 1997: 47). Meditasi menjadi saat yang tepat untuk berkomunikasi dengan Tuhan di dalam keheningan. Meditasi membantu kita untuk membuat jarak dengan dunia fana dan mengambil saat hening sehingga dapat mencurahkan seluruh hati dan pikiran kita terhadap Tuhan. Meditasi membawa ketenangan di dalam hati katekis sehingga lebih mudah mendengar suara Tuhan di dalam hati. Refleksi setiap hari akan membuat kita memahami pengalaman hidup sehari-hari sebagai kara Tuhan atas kita. Katekis harus terampil berefleksi yakni: mampu menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman sehari-hari, mampu menemukan nilai-nilai kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan tradisi Gereja yang lain serta mampu memadukan nilai-nilai kristiani dengan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari (Lalu, 2007: 159) Katekis yang dapat menjalani hidup doa secara mendalam akan menjadikan dirinya selalu dekat dengan Tuhan, menjadi orang saleh dan menjadi teladan bagi umat lain untuk dekat juga dengan Tuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
2) Ketrampilan berkomunikasi Seorang katekis harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Hal ini jelas karena tugas katekis adalah mewartakan Kabar Gembira. Sangat sulit diterima bila katekis yang bertugas mewartakan Kabar Gembira kesulitan untuk berbicara di depan umum, ragu-ragu dalam mengajar sehingga dapat membuat umat menjadi ragu-ragu pula. Oleh sebab itu katekis haruslah terampil berbicara di depan umum, tegas dalam berucap, berani tanpa ragu-ragu tetapi juga selalu menarik untuk didengar. Ketrampilan komunikasi yang perlu ditekankan menurut Yosef Lalu (2007: 158) yakni: a) Ketrampilan berkomunikasi dan berelasi sehingga mampu mengumpulkan, menyatukan dan mengarahkan kelompok sampai kepada suatu tindakan nyata. b) Ketrampilan mengungkapkan diri, berbicara dan mendengarkan. c) ketrampilan
menciptakan
suasana
yang
memudahkan
umat
untuk
mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman orang lain. Di dalam ketrampilan berkomunikasi ini katekis tidak hanya dituntut untuk dapat berkomunikasi baik dengan umatnya saja. Katekis harus dapat berkomunikasi dengan pemuka-pemuka agama lain sehingga dapat terjalin komunikasi antar umat beragama yang toleran di tengah kondisi bangsa yang plural. Katekis harus menjadi jembatan antar umat beragama sehingga di lingkungan tempat ia hidup terjalin suasana toleran antar umat beragama yang saling menghargai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
3) Ketrampilan menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan katekese Tugas utama katekis adalah menjadi subyek dalam kegiatan-kegiatan katekese.
Katekis
dituntut
untuk
dapat
menyusun,
melaksanakan
dan
mengevaluasi kegiatan katekese yang dijalani. Dalam ketrampilan menyusun kegiatan katekese, katekis harus cermat memilih tema yang akan menjadi pembahasan, tujuan yang akan dicapai, sumber bahan yang memadai, media yang dapat membantu dan metode yang akan digunakan dalam berkatekese. Dalam memilih tema, tujuan, sumber bahan, media dan metode yang akan digunakan dalam katekese, katekis harus memperhatikan keadaan umat yang akan diberikan katekese atau dengan kata laian dalam menyusun kegiatan katekese harus kontekstual agar menyentuh umat. Katekis juga harus terampil melaksakan kegiatan katekese yang telah ia susun. Katekis dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dalam pelaksanaan katekese yakni dapat membangun suasana yang nyaman di dalam pertemuan. Dengan situasi yang nyaman, pertemuan akan menjadi cair dan dapat mendorong peserta untuk berani mengungkapkan diri serta mendengar sharing umat lain. Katekis harus terampil mengevaluasi kegiatan katekese yang telah dilaksanakan. Katekis harus berani mengevaluasi dirinya yakni mengenai kesesuaian tema yang dibawakan, tercapai atau tidaknya tujuan, sumber bahan yang sesuai, membantu atau tidaknya media yang digunakan, metode yang sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
keadaan umat dan caranya menyampaikan dapat membantu umat semakin terbuka atau tidak.
B. Tantangan Katekis di Era Globalisasi Globalisasi telah menjadi bagian dari keadaan dunia saat ini. Globalisasi begitu berpengaruh terhadap segala isi dunia saat ini termasuk Gereja dan katekis. Penulis akan sedikit membahas mengenai globalisasi yang menjadi bagian tantangan Gereja dan katekis pada zaman ini.
1.
Hakikat Globalisasi Saat ini kita hidup di era globalisasi yang memiliki beragam pengaruh bagi
kehidupan kita. Hampir seluruh kehidupan kita dipengaruhi oleh globalisasi seperti penggunaan handphone, kendaraan bermotor, pakaian, komputer dan masih banyak lagi. Penulis akan menggambarkan globalisasi berdasarkan pendapat para ahli dan pengaruh globalisasi di semua bidang kehidupan seperti ekonomi, teknologi, oleh raga dan banyak lagi. B. Herry-Priyono (dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 21) menyatakan bahwa globalisasi berasal dari akar kata global yang diambil dari bahasa Latin yaitu globus yang berarti bola, bulatan, bumi yang diserap oleh bahasa Inggris yaitu globe yang berarti planet bumi. Dari kata global muncul kata golabalitas dan globalisasi. Global menunjuk pada ciri dan kualitas seluas bola dunia, globalitas menunjuk pada kondisi seluas bola dunia dan globalisasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
mengungkap proses yang melibatkan lingkup dan skala seluas bola dunia (Herry Priyono dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 29). Globalisasi didefinisikan oleh B. Herry-Priyono (dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 23) sebagai relasi-relasi seluas bola dunia yang menghubungkan begitu banyak tempat sedemikian rupa sehingga kejadian-kejadian lokal dibentuk dan dipengaruhi kejadian-kejadian yang berjauhan dan sebaliknya. Relasi-relasi yang dimaksud di sini adalah relasi-relasi dari ekonomi, teknologi, budaya dan negara yang saling mempengaruhi satu sama lain. Ekonomi global mempengaruhi ekonomi lokal seperti misalnya harga sepatu di suatu toko di Yogyakarta terpengaruh dengan harga bahan baku yang diimpor dari Jepang. Teknologi juga sangat berpengaruh di dalam perkembangan arus globalisasi. Saat ini hampir setiap orang memiliki handphone untuk berkomunkasi dengan orang yang jauh. Budaya juga ikut memberikan pengaruhnya yang dibantu juga oleh teknologi seperti media on line, cetak dan televisi. Beberapa tahun yang lalu di Indonesia marak bermunculan grup musik yang mengusung ciri khas K-Pop yang berasal dari Korea Selatan. Budaya dari suatu daerah/negara dapat menjadi trend di seluruh dunia. Menurut Franz Magniz-Suseno (dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 43) globalisasi diartikan sebagai gerak tak tertahan yang membuat seluruh umat manusia bersentuhan dan saling memengaruhi. Dengan globalisasi seseorang dapat mengetahui kabar seseorang yang berjauhan hingga ribuan kilometer dalam hitungan menit hanya dengan menggunkan handphone untuk menelefon. Lebih lagi saat ini kita dapat melihat wajah seseorang jauh secara langsung dengan video call yang disediakan oleh vendor-vendor handphone dan penggerak jaringan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
telekomunikasi. Globalisasi menjadikan kita dapat memperoleh informasi secara cepat dari media cetak, televisi, media on line tentang apa yang terjadi di belahan bumi lain, budaya dari negara lain, perkembangan ekonomi dunia dan banyak lagi. Globalisasi memiliki dua sisi yakni dapat menjadi ancaman dan kesempatan serta berdampak positif dan negatif. Globalisasi dapat
menjadi
ancaman bagi perekonomian lokal terutama yang tradisional, menciptakan kebingungan tentang nilai dan pandangan dunia, dan dapat membuat orang latah terhadap apa yang berbau luar negeri. Globalisasi menjadi kesempatan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas dan kesempatan ekonomis. Globalisasi dapat berdampak positif bagi perkembangan ekonomi yakni kesempatan pasar yang lebih luas, bahan produksi yang dapat diperoleh dari banyak tempat dan kekuatan modal. Globalisasi berdampak negatif yakni dapat mematikan perekonomian tradisional, memunculkan budaya latah belanja, latah fashion, latah up date status, dan munculnya budaya instant di banyak kalangan masyarakat. Manusia tidak dapat menolak gejala globalisasi yang telah menyentuh segala sapek kehidupan selua bola dunia. Karena sulit untuk menolaknya, manusia saat ini perlu menyikapi gejala globalisasi ini. Dengan berpegangan pada budaya lokal yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, kita dapat berharap tidak hanyut di dalam arus globalisasi. Kita tidak menjadi manusia yang latah terhadap hal yang berbau luar negeri, fashion, belanja tetapi memilih dan berfikir dalam bertindak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
2.
Tantangan Katekis di Era Globalisasi Saat ini, dunia sedang berada dalam era globalisasi. Setiap bagian dalam
dunia ini terhubung satu sama lain. Bidang ilmu yang satu berhubungan dengan bidang ilmu yang lain, negara yang satu terhubung dengan negara yang lain dan banyak hubungan lain yang terjalin saat ini yang terjadi seluas bola dunia. Gereja berada dalam era globalisasi yang saat ini terjadi. Gereja adalah bagian dari dunia karena Gereja adalah perantara kasih Allah di dunia. Menanggapi era globalisasi saat ini, Gereja perlu menerima globalisasi sebagai perkembangan historis dan kultural di mana Roh Allah hadir di dalamnya (Rukiyanto dalam Pewartaan di Zaman Global, 2012: 68). Gereja perlu memahami globalisasi sebagai perkembangan peradaban manusia walaupun memiliki sisi negatif tetapi bukan berarti globalisasi menjadi tokoh jahat karena ketimpangan ekonomi atau perubahan budaya sebagai akibat terjadinya globalisasi. Di dalam era globalisasi ini, Gereja perlu menjadi mitra sekaligus nabi (Rukiyanto dalam Pewartaan di Zaman Global 2012: 68). Gereja memuji perkembangan yang terjadi dan memanfaatkannya seperti penggunaan teknologi informatika bagi pewartaan, di sisi lain Gereja menjadi pengkritik apabila perkembangan menjadikan kemiskinan sebagai korban untuk kemajuan dan pelanggaran-pelanggaran HAM semakin merajalela. Katekis sebagai pewarta Kabar Gembira perlu menyadari era globalisasi yang terjadi saat ini dengan dampak-dampak yang diakibatkannya baik dampak positif maupun dampak negatif. Seperti Gereja yang memanfaatkan sekaligus mengkritisi globalisasi, katekis juga memanfaatkan globalisasi sekaligus mengkritisi jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
melanggar sisi kemanusiaan. Katekis menyikapi era globalisasi bukan untuk kehidupan pribadinya saja tetapi lebih-lebih untuk tugasnya sebagai pewarta Kabar Gembira
dan pemandu katekese. Anselmus Alaman (dalam Secercah
Lentera Kehidupan, 2012: 390) mengatakan bahwa katekis harus mampu menyesuaikan diri, membawa diri, serta pandai-pandai mengemas spiritualitas Kristiani dalam bahasa yang universal. Katekis harus menyesuaikan diri dan dapat membawa diri di dalam era globalisasi namun dirinya harus tetap tampil dengan spiritualitas Kristiani yang mendalam dalam tugasnya sebagai pewarta. Katekis perlu memanfaatkan globalisasi saat ini untuk kepentingan tugasnya dalam berkatekese seperti memanfaatkan teknologi yang semakin maju. Menurut Bapak Anselmus Alaman (dalam Secercah Lentera Kehidupan 2012: 286) yang telah berkatekese menggunakan audiovisual sejak lama, media audiovisual menjadi bahasa tersendiri dan kebudayaan baru yang sangat membantu berkatekese pada saat ini. Kita dapat menggunakan banyak media seperti gambar, video, film, cerita bergambar dan sarana-sarana lain untuk berkatekese. Di perkotaan dan perindustrian yang lebih banyak para pekerja yang sibuk dan sulit meluangkan waktu untuk berkatekese, katekis dapat menggunakan messenger seperti BBM, WhatsApp atau yang lain untuk memberikan renungan-renungan setiap hari untuk meneguhkan dalam iman seperti yang banyak diguanakan saat ini. Katekis tidak boleh gentar menghadapi arus globalisasi saat ini. Sr. Yohana Erna Yani Astuti, FMM (dalam Secercah Lentera Kehidupan 2012: 283) mengatakan,”Aku bergulat dengan perasaan-perasaanku saat menghadapi persoalan-persoalan pastoral dan dunia yang sangat kejam. Tetapi seperti ombak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
di laut selalu menuju ke pantai, demikian pula Kasih Allah terhadapku.” Katekis harus selalu percaya bahwa Tuhan selalu menyertai setiap karyanya.Tiada yang lain katekis harus meyakini Yesus yang ia wartakan hadir mendampingi hidupnya di tengah arus globalisasi ini. Di dalam era globalisasi yang serba cepat berubah justru Tuhan ingin katekis makin aktif memberikan dirinya untuk semakin meneguhkan para umat Kristiani dalam iman sehingga tidak terbawa arus globalisasi.
C. Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Yohanes 13:1-20 Pada Bab II telah dibahas mengenai spiritualitas bersumber dari Yohanes 13:1-20. Spiritualitas yang muncul dari Bab II ditujukan kepada setiap umat beriman. Pada bagian ini, spiritualitas yang bersumber dari Yohanes 13:1-20 ditujukan kepada para katekis.
1.
Penuh Cinta Cinta menjadi keutamaan dalam karya Yesus di dunia. Ia mencintai dunia ini
dan segala isinya, terutama manusia. Karena cinta-Nya, Yesus ingin semua manusia terselamatkan. Cinta Yesus tampak begitu nyata dalam setiap langkah karya-Nya. Yesus menyapa orang-orang yang miskin dan disingkirkan. Ia memberi kekuatan kepada mereka yang miskin dan disingkirkan untuk terus memiliki harapan hidup. Yesus menyembuhkan yang sakit hanya dengan syarat si sakit menerima Yesus dalam hatinya. Yesus berdialog dengan perempuan Samaria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
tanpa rasa risih tetapi penuh keramahan. Yesus menjadi garam dan terang bagi orang-orang miskin dan tersingkirkan juga bagi semua orang yang percaya kepada Dia. Cinta Yesus kepada para murid-Nya tampak begitu nyata dalam peristiwa pembasuhan kaki (Yoh. 13:1-20). Yesus mencintai para murid-Nya sampai selama-lamanya (Yoh. 13:1) dan ingin semua murid-Nya selamat. Saat Ia membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus melakukan dengan penuh keramahan bukan keterpaksaan. Ini menunjukkan Ia melakukan semua itu dengan cinta kepada murid-murid-Nya. Semua yang Yesus lakukan didasari dengan cinta. Bahkan ketika Ia harus menderita dan wafat di salib, semua dilakukan karena Ia mencintai manusia dan ingin manusia selamat. Para katekis diharapkan memiliki sikap penuh cinta di dalam melaksanakan tugas perutusannya. Yesus yang begitu mencintai manusia rela menderita dan wafat demi keselamatan manusia. Katekis juga memiliki cinta kepada Allah, Yesus, Gereja, tugasnya dan dirinya sendiri. Seperti Yesus yang mencintai muridmurid-Nya sampai pada selama-lamanya (bdk. Yoh 13:1) katekis meneladan Yesus mencintai umatnya dalam keadaan apapun. Karena cintanya, melayani umatnya adalah hal yang penting di dalam hidup katekis. Katekis ingin membantu umat selalu dekat dengan Allah dengan berbagai pelayanan yang dapat ia lakukan. Karena cintanya kepada umatnya, katekis selalu membawa umatnya di dalam hati dan selalu membawanya dalam doa. Demikian Yesus juga mendoakaan para murid-Nya. Karena cintanya itu, katekis mengerahkan segala kemampuan dirinya agar pewartaan Injil dapat terlaksana sehingga semakin banyak manusia akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
terselamatkan. Katekis diharapkan berkarya berdasarkan cinta. Menjadi katekis bukan sekedar pilihan hidup tetapi harus disadari sebagai panggilan Tuhan. Katekis harus mencintai panggilan itu sama seperti Ia mencintai hidupnya. Apabila katekis sudah mencintai panggilannya maka semua yang dikerjakan akan penuh dengan cinta dan bukan keterpaksaan.
2.
Melayani Kehendak Allah Melayani kehendak Allah adalah tugas Yesus yang diteruskan oleh Gereja.
Kehendak Allah adalah supaya semua orang dapat terselamatkan. Yesus mengusahakan kehendak Allah tersebut dapat tercapai. Beragam cara Yesus lakukan supaya banyak orang terselamatkan. Ia berkhotbah kepada banyak orang, membuat mukjizat, menyapa orang-orang miskin dan tersingkir, memberi teguran kepada orang yang berdosa dan mengajak para murid-Nya untuk ikut melakukan tugas menyelamatkan banyak orang. Dalam Yohanes 13:14-15 Yesus mengajak para murid untuk meneladan apa yang Ia lakukan. Yesus menyatakan cinta-Nya kepada mereka dengan membersihkan dosa melalui simbol pembasuhan kaki. Yesus ingin para murid saling membasuh kaki supaya mereka saling menyelamatkan, sehingga semakin banyak orang selamat. Sama seperti Para Rasul, katekis juga diajak Yesus untuk ikut melayani kehendak Allah. Katekis harus mengusahakan supaya semakin banyak orang selamat. Katekis harus mengikuti jejak Yesus dan Para Rasul dalam usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
keselamatan manusia. Yesus dan Para Rasul berani tampil di tengah masyarakat untuk menawarkan keselamatan kepada mereka. Yesus mengajak manusia untuk percaya kepada-Nya sebagai jalan menuju Allah. Para Rasul meneruskan dengan mewartakan Yesus Sang Juruselamat manusia. Saat ini, katekis harus tampil di tengah umat untuk mewartakan Yesus supaya keselamatan dapat menyentuh semakin banyak manusia. Katekis harus bergerak maju dalam melayani kehendak Allah. Katekis tidak cukup hanya berkhotbah dan menyampaikan ajaran-ajaran Gereja. Katekis diharapkan tampil dengan mengenakan Yesus. Katekis hadir di tengah-tengah orang miskin dan tersingkir, katekis hadir ketika umat mengalami kebimbangan, katekis hadir di tengah anak-anak yang membutuhkan sapaan kasih Tuhan dengan kata lain katekis hadir di setiap sisi kehidupan umat. Dengan melakukan demikian katekis akan menjadi penyalur kasih Allah kepada manusia dan membuat semakin banyak orang merasakan kasih Allah. Kasih Allah akan menjadi sumber kekuatan dan keselamatan manusia. Dengan demikian katekis telah menjadi pelayan kehendak Allah untuk menyelamatkan manusia sebanyak-banyaknya.
3.
Berani Berkorban Melakukan Kehendak Allah memiliki konsekuensi untuk berkorban. Allah
sendiri berkorban demi keselamatan manusia. Ia merelakan Putra-Nya untuk turun ke dunia demi terlaksana-Nya misi keselamatan manusia. Yesus juga berkorban supaya Kehendak Allah terwujud. Demi keselamatan manusia Yesus rela
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
menderita hingga wafat di salib. Dalam kisah pembasuhan kaki tampak pengorbanan yang dilakukan Yesus. Yesus tahu bahwa Ia akan segera menghadapi kematian (Yoh. 13:1). Tetapi sebelum kematian itu terjadi, Ia telah menghadapi kenyataan bahwa Ia akan dikhianati oleh murid-Nya sendiri (Yoh. 13:2). Para katekis mewartakan Injil agar semakin banyak manusia percaya kepada Yesus. Pewartaan Injil menjadi hal yang utama dari tugasnya sebagai katekis. Katekis melakukan berbagai cara agar pewartaan Injil dapat terlaksana di dunia ini. Seperti Yesus yang berkorban dalam banyak hal demi pewartaan Kerajaan Allah, katekis juga berani berkorban demi terlaksananya pewartaan Injil di tengah dunia. Kita dapat melihat katekis sukarelawan yang mewartakan Injil dengan rela tanpa pamrih. Mereka tidak memikirkan hal yang didapat dari usahanya karena yang terpenting adalah pewartaan Injil terus terlaksana. Katekis harus berkorban banyak hal untuk mewartakan Injil. Pengorbanan itu berupa kemauan untuk terus belajar, mau melatih diri, waktu, tenaga dan bahkan materi. Katekis harus memiliki kemauan untuk belajar. Ada banyak hal yang dapat dipelajari oleh katekis seperti ajaran-ajaran Gereja, berita-berita dunia, perkembangan teknologi dan konteks umat setempat. Katekis harus bersusah payah mempelajari ajaran-ajaran Gereja seperti dalam Kitab Suci, Katekismus Gereja Katolik, Konsili Vatikan II, Kitab Hukum Kanonik dan lain-lain. Ajaran Gereja juga mengalami perkembangan seturut dengan perkembangan jaman. Katekis harus rela membuka diri untuk mempelajari pandangan-pandangan Bapa Paus dan Uskup-Uskup mengenai dunia dan Gereja dewasa ini. Katekis juga harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
rela memperbarui berita-berita dunia dan nasional yang nantinya dapat diangkat menjadi isu yang dibicarakan ketika pertemuan katekese di tengah umat. Katekis jaman ini dituntut untuk mengenal dan menguasai perkembangan teknologi. Kemajuan sistem informatika seperti munculnya perangkat-perangkat yang serba canggih tidak boleh menjadi penghambat karya pewartaan katekis. Katekis harus mempelajari perkembangan teknologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu tugasnya. Konteks umat setempat tidak boleh luput dari perhatian katekis. Katekis rela mempelajari latar belakang umat yang dibimbingnya sehingga ia tahu apa dan bagaimana katekese harus disampaikan. Katekis juga harus berkorban waktu, tenaga, pikiran dan bahkan materi. Katekis harus rela memotong waktu pribadinya untuk melayani umat. Katekis juga harus menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk menyiapkan dan melaksanakan katekese. Katekis juga tidak jarang harus rela mengeluarkan uang sendiri untuk membiayai persiapan dan perjalannya menuju tempat pertemuan. Semua yang dilakukan katekis untuk mewartakan Yesus Kristus adalah pengorbanan dirinya supaya keselamatan dapat menyentuh semakin banyak orang.
4.
Rendah Hati Yesus adalah pribadi yang rendah hati. Kita dapat membaca dalam kisah
pembasuhan (Yoh 13:1-20) Yesus mengambil pekerjaan seorang hamba. Yesus tidak menujukkan kebesaran yang Ia punya supaya dihormati murid-murid-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Tetapi Ia melepaskan kebesaran yang Ia miliki dan menempatakan diri sama dengan para murid-Nya. Sikap rendah hati yang ditampilkan Yesus membuat diriNya diterima banyak orang terutama rakyat kecil. Yesus seperti angin segar yang menyapa dan berinteraksi dengan rakyat kecil dan tersingkir. Ia datang bukan dengan kuasa untuk menaklukkan, tetapi merendahkan diri dan menempatkan diri sama dengan manusia sehingga dapat merangkul dan mengajak manusia kepada keselamatan Allah. Seorang katekis harus memiliki relasi yang kuat dengan semua anggota Gereja baik itu umat awam maupun hierarki. Relasi yang kuat akan mudah dibangun jika katekis memiliki sikap rendah hati terhadap yang lain. Yesus juga memiliki sikap rendah hati. Karena sikap Yesus yang rendah hati, relasi antara Yesus dan para murid-Nya begitu dekat. Para murid bukan dipandang sematamata bawahan Yesus, tetapi teman perjalanan Yesus dan penerus karya-Nya. Dengan mencontoh Yesus, katekis diharapkan memiliki sikap rendah hati. Dengan rendah hati, para katekis tidak merasa diri lebih mampu dari umat yang lain, tetapi merasa perlu banyak belajar terus-menerus. Sikap rendah hati juga akan membuat relasi yang akrab dengan umat lain karena dengan rendah hati katekis tidak menyombongkan keunggulan tetapi bersikap ramah dan merangkul semua umat. Katekis memiliki peran yang penting dalam misi pewartaan Kabar Gembira Gereja Katolik. Hal ini tidak menjadikan katekis besar hati karena peran pentingnya itu. Katekis adalah pelayan Tuhan yang mengabarkan Warta Sukacita yang telah diwartakan oleh Yesus dan diteruskan Gereja. Maka katekis harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
memiliki semangat rendah hati. Katekis yang memiliki kerendahan hati akan menempatkan dirinya sebagai sesama manusia dengan umat lain. Dengan sikap rendah hati, katekis hadir di semua kalangan umat. Katekis menyapa semua umat sebagai sesama umat Allah dan tidak membeda-bedakan status umat. Katekis menerima semua umat dengan segala keunikannya. Bila suatu saat dalam pertemuan ada umat yang mengemukakan pendapat yang keliru, katekis tidak menghakimi umat itu tetapi merangkul dan membimbing umat dengan menyampaikan pendapat yang lebih tepat. Katekis tidak bersikap arogan dan seolah-olah paling bisa dan tahu segalanya. Bila berhadapan dengan umat yang wawasannya lebih rendah, katekis tidak merasa diri lebih pandai dari yang lain. Bila berhadapan dengan umat yang memiliki wawasan yang lebih baik, katekis tidak rendah diri tetapi menerima kekurangannya dan mau belajar supaya bisa mengimbangi pembicaraan umatnya. Sikap rendah hati akan membuat katekis mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga terbangun relasi yang harmonis antara katekis dengan umat lain.
D. Pembinaan Katekis Pembinaan katekis saat ini menjadi sangat penting. Congregation for Evangelization of Peoples (Komkat KWI, 1997: 43) mengatakan bahwa perlu ditekankan pembinaan yang dikaitkan dengan kualitas, karena setiap kegiatan kerasulan yang tidak ditunjang oleh tenaga terdidik secara tepat akan gagal. Pembinaan katekis harus menjadi perhatian karena sebagai pewarta Kabar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Gembira harus memiliki kualitas hidup yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi tugas itu. Pembinaan katekis ini menyangkut pengetahuan, ketrampilan dan kehidupan rohani agar pewartaanya sungguh berbobot dan dapat dipertanggungjawabkan (Prasetya, 2007: 53). Pembinaan katekis tentang pengetahuan, ketrampilan dan kehidupan rohani harus dilangsungkan terusmenerus. Kitab Hukum Kanonik kanon 780 mengatakan, “Hendaknya para Ordinaris wilayah berusaha agar para katekis disiapkan dengan sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan tugas mereka dengan baik, yakni supaya dengan diberikan pendidikan yang terus-menerus mereka memahami dengan baik ajaran Gereja dan mempelajari teoritis dan praktis norma-norma khas untuk ilmu-ilmu pendidikan” Pembinaan dan pendidikan untuk katekis dapat menjadi perhatian penting bagi Gereja karena katekis akan mewartakan Kabar Gembira. Dengan adanya pembinaan dan pendidikan katekis yang berkualitas dan terus-menerus katekis akan menjadi juru bicara Gereja dalam hal penyampaian iman Gereja secara benar dan bertanggung jawab.
1.
Pembinaan Kehidupan Rohani Pembinaan kehidupan rohani dan kepribadian katekis harus diarahkan kepada
“kemampuan untuk menerobos ke dalam jiwa untuk menemukan prinsip dan sumber identitas katekis, yakni pribadi Yesus Kristus sendiri (Komkat KWI, 1997: 44). Katekis harus menempatkan Yesus di dalam jiwanya. Yesus Kristus dengan segala peri hidup-Nya harus menjadi prinsip dan identitas katekis. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
karena yang menjadi perhatian utama katekis adalah menyampaikan ajaran dan kehidupan Yesus melalui ajaran dan perilaku hidup mereka. Pembinaan juga mengarahkan katekis menuju kedewasaan manusiawi. Katekis yang diharapkan adalah seorang pribadi dengan kematangan sebagai manusia yang sesuai dengan perannya yang penuh tanggung jawab dalam komunitas gerejawi (Komkat KWI, 1997: 45). Kematangan sebagai manusia yang dimaksudkan di atas adalah keseimbangan psikologis, kesehatan yang baik, rasa tanggung jawab, jujur, dinamis, semangat berkorban, tekun, memiliki relasi yang baik dengan sesama, berpikir terbuka, mampu menyampaikan hiburan dan harapan serta tangkas dalam pekerjaan-pekerjaannya. Pembinaan juga mengarahkan katekis menuju kehidupan rohani yang mendalam. Untuk bisa mendidik orang lain dalam hal iman, para katekis harus mempunyai kehidupan rohani yang mendalam (Komkat KWI, 1997: 45). Kehidupan rohani akan membawa katekis kepada relasi yang mesra dengan Yesus dalam setiap segi kehidupannya. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperdalam kehidupan rohani yakni; menghadiri Ekaristi secara teratur, mendaraskan Ibadat Harian, meditasi, doa pribadi, menerima sakaramen pengampunan dosa dan ikut ambil bagian dalam retret rohani baik sebagi peserta maupun pendamping (Komkat KWI, 1997: 46-47). Melalui hidup doa yang mendalam semacam itu para katekis akan memperkaya kehidupan batinnya dan mengembangkan hidup rohaninya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
2.
Pengayaan Harta Kekayaan Iman Gereja Pembinaan katekis mencakup pembinaan mengenai harta kekayaan iman
Gereja. Petemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta merekomendasikan bahwa katekis harus memiiki pengetahuan yang memadai dan sesuai dengan perkembangan jaman yang menunjang tugas panggilannya (Komkat KWI, 2005: 135). Pengetahuan yang dimaksudkan di sini adalah pengetahuan mengenai ajaran Gereja dan ilmu-ilmu manusia (human sciences). Ada kebutuhan yang jelas akan pendidikan yang menyangkut ajaran Gereja karena para katekis
pertama-tama harus memahami hakikat ajaran Gereja
sebelum mereka dapat menyampaikan kepada orang lain secara benar (Komkat KWI, 1997: 48). Seorang katekis harus memiliki pengetahuan mengenai ajaran Gereja karena hal ini akan menjadi modalnya untuk menyampaikan ajaran Gereja kepada orang lain sesuai dengan ajaran yang benar. Tidak diharapkan katekis menyampaikan ajaran Gereja secara kurang tepat karena kurangnya pengetahuan katekis mengenai ajaran Gereja yang benar. Ajaran-ajaran Gereja yang perlu dipahami oleh katekis adalah pengetahuan mengenai Kateketik, Pastoral, Teologi, Moral, Kitab Suci, Hukum Gereja dan Liturgi. Semua pengetahuan di atas akan sangat menunjang tugas katekis bukan hanya dalam kegiatan katekese tetapi juga dalam pelayanan pastoral lain seperti memimpin doa lingkungan dan ibadat mingguan. Pengetahuan
mengenai
ilmu-ilmu
manusiawi
antara
lain
memiliki
pengetahuan tentang perkembangan politik, situasi negara dan perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
iptek. Perkembangan politik perlu menjadi wawasan bagi katekis terutama di Indonesia karena isu-isu politik dapat menjadi bahan katekese yang dibahas bersama umat sebagai sikap aktif Gereja dalam politik negara. Pengetahuan mengenai situasi negara yang terjadi harus diperbarui oleh katekis agar ia memahami isu-isu yang terjadi di negara ini entah itu keamanan, ekonomi atau yang lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga menjadi perhatian para katekis. Contoh kecil saja, penggunaan komputer/laptop sebagai sarana untuk berkatekese semakin marak dan mampu menarik minat umat sehingga katekis perlu mempelajari penggunaan laptop untuk menunjang tugas-tugasnya.
3.
Pembinaan Ketrampilan Selain memiliki kehidupan rohani yang mendalam dan pengetahuan, katekis
juga harus memiliki ketrampilan dalam melaksanakan tugasnya. Pertemuan Nasional Katekis tahun 2015 di Jakarta (Komkat KWI, 2005: 135) merumuskan ketrampilan-ketrampilan yang harus dimiliki katekis yakni: ketrampilan berkomunikasi dan berdialog; ketrampilan berefleksi; ketrampilan menganalisa; ketrampilan menggeluti tanda-tanda jaman dalam terang Kitab Suci; ketrampilan menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program kateketik dan pastoral; dan ketrampilan dalam kepemimpinan dan manajemen. Ketrampilan untuk berkomunikasi dan berdialog perlu dimiliki para katekis karena katekis sebagai public figure harus mampu berkomunikasi dan berdialog dengan terampil sehingga peserta katekese dapat tertarik untuk mendengarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
katekis. Kemampuan berefleksi yakni kemampuan untuk menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman sehari-hari, nilai-nilai kristiani dalam Kitab Suci dan ajaran Gereja kemudian memadukan nilai-nilai kristiani dalam pengalaman hidup sehari-hari (Lalu, 2007: 159). Untuk terampil berefleksi katekis perlu melatih diri misalnya menyempatkan waktu hening sebelum tidur untuk meresapkan apa yang terjadi di hari itu. Katekis harus terampil menganalisa keadaan. Ia harus mampu membaca tanda-tanda zaman, menganalisa apa yang sebenarnya terjadi dalam terang Kitab Suci. Kemampuan menganalisa juga dapt digunakan katekis untuk membaca situasi umat sehingga ia dapat menempatakan diri di tengah umat secara tepat. Katekis juga harus terampil menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program dan kegaiatan kateketik. Katekis mengerti tema apa yang harus dibawakan dalam katekese, materi apa saja yang disampaikan, tujuan yang ingin dicapai, metode yang akan dipakai dan sarana apa saja yang menunjang. Katekis juga harus memiliki jiwa kepimimpinan. Selain menjadi pelayan katekese, katekis juga sering bertugas dalam pelayanan pastoral. Wibawa kepemimpinan diperlukan agar sebagai katekis tidak dipandang sebelah mata oleh umat dan mampu meyakinkan umat bahwa apa yang disampaikan mengenai ajaran Gereja benar adanya. Pembinaan katekis harus berlangsung terus-menerus. Para katekis harus tetap membina diri terus-menerus selama seluruh perjalanan pelayanan mereka (Komkat KWI, 1997: 58). Hal ini karena pada kenyataannya pribadi manusia terus berkembang, kehidupan manusia terus berkembang, jaman terus berkembang dan menuntut para katekis memahami perkembangan yang terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
dengan ikut berkembang juga. Pembinaan terus-menerus bukan untuk menggantikan apa yang menjadi dasar pendidikan katekis, tetapi memperkokoh pendidikan dasar katekis dan penerapannya dalam praktek. Pembinaan dan pendidikan yang terus-menerus harus menjadi perhatian semua pihak yakni pusatpusat pastoral, komunitas setempat, keuskupan dan paroki. Pada akhirnya, pembinaan katekis baik itu dasar maupun yang berkelanjutan harus menjadi perhatian katekis itu sendiri sebagai pelaku karena katekis harus menyadari apa yang manjdi kebutuhan dirinya agar ia dapat mewartakan Kabar Gembira secara tangguh, tekun dan dapat dipertanggungjawabkan.
E. Penutup Katekis telah menjadi bagian penting dalam misi Gereja mewartakan Injil ke seluruh dunia sejak jaman dahulu. Katekis telah ikut berperan aktif terjun langsung di umat untuk mewartakan Kabar Keselamatan dari Yesus Kristus. Saat ini katekis menjadi gembala iman di tengah-tengah umat basis untuk membantu imam menjaga dan mengembangkan iman umat. Seperti kita ketahui dalam penjelasan di atas, tugas utama katekis adalah mewartakan Yesus Kristus di dalam dan luar Gereja. Mewartakan Yesus Kristus bukan hanya membicarakan Yesus Kristus kepada orang lain, tetapi menjadikan dirinya pancaran kasih Yesus. Bagi katekis yang manusiawi tentu tidak mudah menjadi perantara Kasih Yesus untuk umat manusia. Katekis perlu memiliki kualitas pribadi yang mumpuni untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
menerima Yesus sebagai bagian hidupnya yakni dengan mendekatkan diri kepada Yesus. Spiritualitas katekis menjadi semangat yang menggerakkan katekis sekaligus menjadi identitas diri para katekis. Spiritualitas katekis yang terinspirasi dari Yesus akan mendekatkan pribadi katekis dan pribadi Yesus hingga kemudian pribadi katekis menampakkan pribadi Yesus juga. Spiritualitas katekis yang melayani kehendak Allah, berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta yang diambil dari Injil Yoh. 13:1-20 merupakan spiritualitas yang berasal dari Yesus. Melalui kisah pembasuhan kaki, penulis telah berusaha menemukan spiritualitas katekis yang terinspirasi dari Yesus sendiri. Pada penjelasan di atas penulis telah menjelaskan spritualitas katekis yang berasal dari kisah pembasuhan kaki dalam Yoh. 13:1-20. Pada bab berikutnya, penulis mencoba mengaplikasikan spiritualitas katekis tersebut untuk diterapkan kepada para katekis di dalam sebuah program kegiatan. Program tersebut tidak menumbuhkan lokasi penerapannya dengan harapan dapat dipakai di banyak tempat dengan menyeseuaikan keadaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV USULAN KEGIATAN PEMBINAAN KATEKIS DALAM RANGKA MENUMBUHKAN SPIRITUALITAS KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20 Pada bagian ini penulis akan membuat usulan program pembinaan bagi katekis dan calon katekis. Sebelum itu penulis akan menyampaikan prinsip andragogi
dan
teori
psikologi
perkembangan
secara
singkat.
Penulis
menyampaikan prinsip andragogi dan teori psikologi perkembangan karena membina katekis yang telah dewasa tidak lagi dapat disamakan dengan membina anak-anak dan remaja. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membina manusia pada usia dewasa. Membina orang dewasa perlu memperhatikan aspekaspek dari perkembangan psikologi, fisik dan pikiran agar pembinaan dapat berlangsung kontekstual dan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan para katekis sehingga para katekis mampu menyerap dan menerima materi-materi dalam pembinaan. A. Andragogi dalam Pembinaan Katekis Penerapan prinsip andragogi menjadi penting dalam pembinaan bagi katekis. Hal ini karena katekis secara usia dikatakan sudah dewasa sehingga memerlukan prinsip-prinsip yang lain dari pendidikan anak-anak atau pedagogi. Untuk lebih memahami berbagai hal yang dialami pada usia dewasa penulis akan memberikan penjelasan secara ringkas mengenai perkembangan usia dewasa yang didasarkan dari tulisan Elizabeth B. Hurlock dalam buku Psikologi Perkembangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
1.
Usia Dewasa Dini dan Usia Madya Elizabeth B. Hurlock (1980: 245-375) membagi usia dewasa menjadi dua
kategori yakni usia dewasa dini (usia 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun) dan usia madya (usia 40 tahun sampai 60 tahun). Usia dewasa dini dan usia madya memiliki beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan ketika akan menerapkan prinsip andragogi. Awal masa dewasa dini disebut juga masa peralihan dari masa remaja. Pada masa peralihan ini, orang muda mengalami beberapa penyesuaian seperti fisik, motivasi, minat dan peran. Pada kemampuan fisik, masa dewasa dini akan mengalami puncak perkembangan fisik. Orang-orang muda mencapai puncak kekuatannya antara usia dua puluhan dan tiga puluhan (Hurlock, 1980: 253). Pada usia dewasa dini, orang akan belajar ketrampilan-ketrampilan motorik baru. Orang dewasa muda sekalipun memiliki kekuatan fisik dan motorik tetapi minat untuk bermain sudah menurun. Mereka memilih untuk melakukan ketrampilan-ketrampilan motorik yang dianggap sebagai kemampuan orang dewasa. Usia dewasa dini membawa perubahan minat dari usia remaja. Pada usia dewasa dini, pria dan wanita mulai memperhatikan penampilan diri. Penampilan diri akan menjadi hal yang penting untuk menunjukkan kedewasaan seseorang agar ia diterima menjadi bagian status sosial sebagai orang dewasa. Minat orang dewasa dini mengalami pengurangan pada hobi dan rekreasi. Orang dewasa tidak menghilangkan hobinya namun terhalang karena berbagai tanggung jawab baru yang membuat waktu untuk hobi semakin sedikit. Pada umumnya, orang dewasa dini memilih rekreasi yang tidak menghabiskan waktu banyak karena harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
bekerja atau hal lain. Pada minat keagamaan, orang dewasa dini mulai menganggap penting peran agama. Orang dewasa perlu memiliki pegangan hidup. Tahap-tehap perkembangan iman manusia akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
2.
Tahap-Tahap Perkembangan Iman menurut Fowler
Fowler (Diktat Pengantar PAK Sekolah: 117-120) membagi perkembangan iman manusia menjadi 6 bagian dimana masing-masing bagian memiliki karakteristik yang membedakan antara bagianyang satu dan yang lain. a.
Iman Intuitif – Projektif: Usia 2-6/7 tahun Pada perkembangan di usia 2-6/7 tahun, anak mulai belajar berbicara. Mereka
mimiliki sifak egoistis, mudah berubah, melayang-layang dan tidak logis. Anak pada usia ini senang menggambarkan sesuatu melalui imajinasinya berdasarkan hal-hal yang mereka alami sehari-hari. Pada tahap ini Allah digambarkan oleh mereka sebagai udara yang berada dimana-mana dan berjumlah banyak. b.
Iman Mistis – Literal: Usia 7-12 tahun Pada usia ini anak pada umumnya masuk jenjang pendidikan formal. Anak
mulai dapat menceritakan pengalamannya sendiri. Mereka dapat menghafal cerita dengan detail. Anak dapat mengingat dengan baik pengalaman-pengalaman di usia ini. Sekalipun anak dapat menghafal cerita tetapi masih memaknai secara harafiah. Pada usia ini Allah digambarkan secara antropomorphis, misalnya seperti orang tua yang bijaksana, penuh perhatian, sabar atau digambarkan seperti tokoh dalam ceritera.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
c.
Iman Sintesis – Konvensional: Usia 13-21 tahun Remaja pada usia ini mulai mencari jati dirinya. Para remaja biasanya
memiliki tokoh panutan atau yang menginspirasi untuk menentukan jati dirinya. Para remaja mulai memiliki relasi pertemanan yang akrab dan berusaha untuk diterima di dalam kelompok. Gambaran Tuhan yang dirindukan bagi mereka adalah yang dekat, mengerti, menerima dan meneguhkan jati diri. Mereka mulai menerima persekutuan dengan umat satu agamanya dan menerima imannya begitu saja belum sampai pada refleksi dan analisa terhadap apa yang diimaninya. d.
Iman Individual – Reflektif: Usia 21-35 tahun Pada tahap dewasa awal orang mulai berfikir secara mandiri dan meimiliki
keasadaran kritis terhadap dirinya dan sekitar. Pada usia ini orang mulai berani meninggalkan ketergantungan terhadap keluarga dan berfikir mandiri sekalipun diliputi rasa khawatir. Pada perkembangan iman di usia ini orang mulai kritis terhadap imannya yakni mulai menggali makna, misalnya mengenai simbolsimbol liturgi. Pencarian terhadap makna-makna mengenai yang diimaninya akan membuat orang semakin teguh. e.
Iman Konjungtive: Usia 30 tahun ke atas Banyak orang berpendapat bahwa pada usia orang memasuki tahap
kedewasaan utuh. Mereka mimiliki pengetahuan yang dialogis dengan ciri komunikasi yang matang. Orang mulai setia terhadap agama sendiri sekaligus menghormati iman orang lain. Dialog dianggap jalan untuk mengenal, menghormati orang lain sekaligus memperkaya imannya sendiri. Iman mempersatukan elemen hidup yang disadari dan tidak disadari yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
memperkembangkan kesadaran diri yang terdalam. Mereka bersifat positif pada realitas negatif dan berat sehingga tetap memiliki kepercayaan terhadap Allah. Orang menyadari bahwa Allah adalah penopang hidupnya. f.
Iman Universal Pada tahap ini orang mencapai kebenaran utuh melebihi kebenaran
paradoksal dan dialektikal. Mereka mengejawantahkan cinta kasih sejati tanpa pamrih, universal dan memperhatikan prinsip keadilan secara betul-betul. Mereka membatasi ego diri dan dapat fokus pada yang transenden. Dengan rela mereka mengidentifikasikan diri pada pihak yang miskin, menderita dan tertindas. Tahap perkembangan iman universal adalah anugerah Allah. Fowler berpendapat orangorang seperti M. Gandhi, Martin Luther King, Jr., Sr. Teresa, D. Bonhoeffer, Abraham Heschel, Th. Merton dan Dag Hammarskjold sebagai orang-orang yang memiliki iman universal.
3.
Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembelajaran Secara etimologis, andragogi berasal dari bahasa Latin “andros” yang
berarti orang dewasa dan “agogos“ yang berarti memimpin atau melayani. Dari bahasa Yunani andragogi berasal dari kata andros yang berarti orang dewasa dan agogein yang berarti memimpin. Andragogi dirumuskan sebagai ilmu untuk membimbing orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa. Knowles (Sudjana, 2005: 62) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta didik (orang dewasa) untuk belajar (the science and arts of helping adults learn). Orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
dilihat dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang disebut dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia telah melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Prinsip Andragogi sudah mulai digunakan dalam penanganan kasus-kasus dalam bidang pelayanan masyarakat, proses pemasyarakatan kembali, pendidikan luar sekolah,
manajemen
personalia,
organisasi-organisasi
masa,
program
pembangunan masyarakat dan sebagainya. Langkah-langkah kegiatan dan pengorganisasian program pendidikan yang menggunakan asas-asas pendekatan andragogi sebagai berikut : a.
Menciptakan iklim untuk belajar
b.
Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling membantu
c.
Menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai
d.
Merumuskan tujuan belajar
e.
Merancang kegiatan belajar
f.
Melaksanakan kegiatan belajar
g.
Mengevaluasi hasil belajar Dari ketujuh proses tersebut maka andragogi dipandang sebagai suatu sistem
belajar umpan balik dimana andragogi merupakan proses perkembangan yang berkelanjutan bagi orang dewasa untuk belajar. Dalam prinsip ini fungsi utama seorang guru ialah mengatur dan membimbing proses andragogi itu sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
daripada mengatur isi pelajaran. Dengan demikian peserta memiliki peran aktif untuk ikut menentukan jalannya pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan prinsip andragogi menuntut peserta untuk mau mengemukakan pengalaman sehari-hari yang diperkuat dengan tanggapan peserta lain dan fasilitator pengalaman tadi menjadi kuat dan peserta menjadi semakin paham dengan apa yang harus dilakukan. Pembelajaran dengan prinsip andragogi tidak berangkat dari pengetahuan fasilitator yang diterapkan untuk peserta tetapi pengalaman dari peserta yang akan diteguhkan. Knowles (1979: 11-27) menyatakan apabila orang telah berumur 17 tahun, maka penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia belajar pada kelompok belajar program Perguruan Tinggi rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan. Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pembelajaran orang dewasa dikarenakan cara mengajar orang dewasa berbeda dengan cara mengajar anak. Mengajar
anak
(pedagogi)
mentransmisikan sejumlah
lebih
pengalaman
banyak dan
merupakan
keterampilan
dalam
upaya rangka
mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Sebaliknya, mengajar orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar dengan prinsip andragogi ialah : a.
Berpusat pada masalah
b.
Menuntut dan mendorong peserta untuk aktif
c.
Mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya
d.
Menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor
e.
Lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan menerapkan pengetahuan guru/fasilitator atau penyerapan materi. Ada beberapa cara belajar yang dapat digunakan untuk membantu orang
dewasa belajar, antara lain : a.
Presentasi, cara belajar ini meliputi antara lain: ceramah, debat, dialog, wawancara, panel, demonstrasi, film, slide, pameran, darmawisata, dan membaca.
b.
Partisipasi peserta, cara belajar ini meliputi antara lain: tanya jawab, permainan peran, kelompok pendengar panel reaksi, dan panel yang diperluas.
c.
Diskusi, cara belajar ini terdiri atas diskusi terpimpin, diskusi yang bersumberkan dari buku, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus.
d.
Simulasi, cara belajar ini terdiri atas: permainan peran, proses insiden kritis, metode kasus, dan permainan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
4.
Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembinaan Katekis Di banyak daerah masih banyak katekis yang sudah berusia lanjut masih
mengabdikan diri. Hal ini tentu sangat baik karena Gereja memang membuka diri untuk keterlibatan semua anggotanya dalam karya pewartaan. Tetapi yang menjadi perhatian adalah perlu adanya regenerasi dari yang muda karena yang berusia lanjut memiliki banyak keterbatasan terutama fisik. Pengkaderan katekis muda perlu mendapat perhatian besar bagi Gereja. Dalam mengkader para katekis dan calon katekis tentunya diperlukan teknik-teknik dan metode-metode yang sesuai dengan usia mereka sehingga materi yang disampaikan dapat terserap dengan baik oleh mereka. Pembinaan katekis sudah selayaknya memperhatikan penerapan prinsip andragogi. Hal ini karena secara tahapan, para katekis adalah orang-orang yang sudah dewasa dan bukan lagi anak-anak. Tidak seperti memberi pembinaan bagi anak-anak yang menerapkan prinsip pedagogi, para katekis yang sudah memiliki kedewasaan fisik, pikiran dan psikologi harus dibina dengan melandaskan prinsip-prinsip andragogi. Prinsip andragogi menggunakan beberapa metode dan teknik yang sesuai untuk pendidikan bagi orang dewasa dimana orang dewasa tidak hanya mendapatkan transfer ilmu saja seperti memberikan pelajaran kepada anak-anak namun orang dewasa lebih diajak untuk mendalami juga pengalamannya. Prinsip ini lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Para calon katekis dan katekis yang dibina hendaknya juga perlu diajak untuk menemukan pengetahuan mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
mengenai seluk beluk Gereja dan apa saja yang perlu diajarkan kepada orangorang lain. Mereka juga harus memiliki beberapa keterampilan dan sikap yang harus dimiliki seorang ketekis seperti kemampuan berkomunikasi dengan baik, memiliki spiritualitas yang baik dan relasi yang baik pula dengan Tuhan dan dengan sesama. Cara membimbing dengan menggunakan prinsip andragogi akan memudahkan pengajar untuk mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut dan sekaligus memudahkan peserta didik dalam mengolah apa yang mereka dapatkan karena mereka lebih diajak untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan di dalam pelayanan.
B. Pembinaan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis Pembinaan menekankan pada pengembangan manusia dari segi praktik yaitu pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Para katekis perlu mendapat pembinaan spiritualitas yang memadai agar ia dapat menumbuhkan dan mengembangkan spiritualitas sehingga dapat menjalankan tugasnya mewartakan Kabar Gembira dengan penuh semangat. Spiritualitas katekis tidak bisa didapatkan apabila para katekis hanya dengan membaca teori saja. Spiritualitas katekis harus dibina dari hari ke hari sampai menjadi bagian utuh dari dalam diri para katekis. Perlu adanya pembinaan yang berkelanjutan untuk membantu katekis lebih beriman sehingga jati dirinya berkembang ke arah lebih baik dan bermakna yaitu menuju hidup rohani yang terwujud dalam cinta kasih. Pembinaan spiritualitas katekis akan membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
katekis menjadi sosok pembina iman yang memadai dan berkualitas untuk umat (Komisi Kateketik KWI 1997: 43).
C. Menumbuhkan Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 Penulis telah menggali spiritualitas yang bersumber dari Injil Yohanes 13:120 di dalam Bab II. Spiritualitas yang telah digali dalam Injil Yohanes 13:1-20 baik jika dimiliki oleh katekis sebagai spiritualitas dalam menjalankan tugasnya mewartakan Injil. Spiritualitas katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 yaitu; melayani kehendak Allah, berani berkorban, melayani, rendah hati dan penuh cinta. Untuk menghidupi spiritualitas tersebut, katekis harus belajar dan berlatih dari waktu ke waktu sampai spiritualitas tersebut menjadi bagian dari dalam diri katekis. Selain belajar dan berlatih, pembinaan dari pembina katekis juga akan sangat membantu menumbuhkan spiritualitas katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20.
1.
Pembinaan yang berkelanjutan Pembinaan bagi katekis adalah pembinaan yang terus berlangsung mulai dari
menjadi calon katekis hingga sudah menjadi katekis. Pembinaan katekis tidak boleh berhenti karena katekis memerlukan pembinaan yang berkelanjutan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
membantu katekis semakin siap dan tangguh dalam melayani Tuhan dalam bidang pewartaan. Dalam pembinaan, perlu adanya program yang memiliki kesinambungan dan tidak terputus. Bidang pewartaan sebuah paroki atau keusukupan dapat merancang program pembinaan tahunan dengan tema pembinaan yang berkesinambungan dari waktu ke waktu. Misalnya, pada awal tahun paroki melantik beberapa katekis dan dilanjutkan dengan pembinaan. Pada awal tahun paroki merancang program pembinaan dengan tema sosok katekis, ketrampilan katekis dan spiritualitas katekis. Pada pertengahan tahun tema berkembang tentang pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tugas katekis seperti ajaran-ajaran Gereja, metode berkatekese, liturgi dan pengetahuan-pengetahuan yang kontekstual seperti isu-isu dunia dan Gereja Universal. Program ini dapat dilangsungkan tahun berikutnya dengan tema yang lebih berkembang misalnya penghayatan spiritualitas di awal tahun dan mempelajari metode-metode berkatekese dan model-model katekese. Pembinaan sritualitas katekis juga harus menjadi bagian pembinaan yang berkelanjutan. Spiritualitas bukan seperti pengetahuan yang dapat dipelajari dan dimengerti dalam waktu yang terbatas. Menumbuhkan spiritualitas tidak bisa dilakukan hanya dengan menghafal uraian spiritualitasnya, tetapi
perlu
melibatkan pikiran, jiwa dan raga. Menumbuhkan spiritualitas kita mulai dengan mengenal spiritualitas dan segala isinya. Untuk menumbuhkan spiritualitas yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 kita mulai dengan membaca Injil itu dengan cermat. Agar kita lebih paham makna dari Injil Yohanes 13:1-20, kita dapat membaca referensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
tafsiran dari ahli Kitab Suci, misalnya Raymond E. Brown, S.S. Para katekis perlu menyadari bahwa kita bukan ahli tafsir Kitab Suci yang memiliki latar belakang pendidikan Ktab Suci. Kita perlu membaca referensi dari para ahli Kitab Suci sehingga penilaian kita terhadap teks tidak melenceng jauh. Jika katekis sudah memahami teks dari Injil Yohanes 13:1-20, selanjutnya katekis merenungkan dalam hati. Katekis meresapkan spiritualitas-spiritualitas yang muncul dari kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20. Katekis tidak dapat melakukan sekali jadi untuk merespkan dalam hati hingga menjadi bagian dalam diri. Untuk menanamkan spiritualitas tidak cukup hanya belajar sehari saja. Perlu waktu untuk menjadikan sebuah spiritualitas menjadi bagian dalam diri. Kegiatan pembinaan yang dilakukan paroki kepada para katekis akan membantu untuk menjadikan spiritualitas katekis dari Injil Yohanes 13:1-20 menjadi bagian dalam diri katekis. Untuk itu, paroki perlu membuat sebuah kegiatan pembinaan yang berjenjang dan berkelanjutan. Untuk menanamkan spiritualitas katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20, paroki dapat membuat kegiatan pendampingan yang dilakukan beberapa kali. Misalnya pembinaan berlangsung dalam tiga bulan dengan pertemuan rutin setiap dua minggu sekali. Dengan jumlah pertemuan yang banyak akan membuat pembahasan menjadi lebih spesifik dalam setiap pertemuan dan tidak terburuburu. Pembinaan yang berkelanjutan mengenai spiritualitas katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 akan membantu katekis menjiwai spiritualitas itu tahap demi tahap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
2.
Melatih diri Seorang katekis yang berkeinginan untuk menumbuhkan spiritualitas dalam
dirinya harus melatih dirinya. Spiritualitas bukanlah produk yang dapat dinikmati hasilnya dengan sekali jadi. Untuk memiliki spiritualitas yang mendalam katekis harus memulai dari dasar dan terus melatih diri hingga spiritualitas menjadi bagian dalam dirinya. Setelah itu katekis akan membuat suatu niat untuk memiliki semangat rendah hati dengan mulai melatih diri untuk bersikap rendah hati di dalam kesehariannya. Katekis yang terus melatih dirinya semakin lama akan memiliki semangat rendah hati yang telah mengakar di dalam dirinya. Rendah hati bukan lagi suatu konsep yang harus dimiliki katekis, tetapi telah menjadi bagian dari dinya. Demikianlah seharusnya katekis untuk terus melatih diri dalam usahanya untuk menumbuhkan suatu spiritualitas katekis di dalam dirinya.
D. Usulan Kegiatan Pembinaan Katekis dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis yang Bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 1.
Contoh Kegiatan Pada bagian ini penulis akan memberikan sebuah usul kegiatan pembinaan
untuk menumbuhkan spiritualitas katekis. Usulan kegiatan yang dikemukakan oleh penulis adalah kegiatan kaderisasi yang ditujukan untuk katekis-katekis baru. Usulan kegiatan ini penulis proyeksikan bagi para katekis di Paroki Santo Petrus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Kalirejo, Lampung tempat dimana penulis tinggal. Sebagai gambaran di Paroki Santo Petrus Kalirejo tidak banyak stasi yang mengadakan katekese. Sejak penulis kecil tidak mengenal katekese karena tidak pernah merasakan diadakan kegiatan katekese di lingkungan atau stasi. Yang dilakukan di sana adalah doa lingkungan yag biasanya dilakukan setiap seminggu sekali tergantung dari kesepakan lingkungan. Katekis di Paroki Santo Petrus Kalirejo fokus pada katekese Sakramen Inisiasi dan memimpin doa di lingkungan bila dibutuhkan. Secara garis besar kegiatan pendalaman iman di Paroki Santo Petrus Kalirejo jarang dilakukan kecuali katekese Sakramen Inisiasi. Sekalipun kenyataannya demikian, katekis di Paroki Santo Petrus perlu mendapat pembinaan teruama pembinaan mengenai spiritualitas agar katekis memiliki semangat juang untuk melayani umat dan menjadi teladan semangat umat lain dalam melayani Allah. Isi dari usulan kegiatan ini akan dibagi menjadi dua bagian yakni program kegiatan dan satuan persiapan kegiatan. Penulis akan menerapkan prinsip-prinsip andragogi di dalam program ini. Penulis akan menggunakan metode diskusi kelompok dan tanya jawab yang memungkinkan peserta untuk terlibat aktif di dalam pertemuan sehingga peserta dapat bekerja sama dalam kelompok dan memberikan pengalaman langsung dalam menggali spiritualitas katekis dalam Yoh. 13:1-20. Program kegiatan akan berisi latar belakang kegiatan, tujuan kegiatan, sasaran kegiatan, waktu pelaksanaan dan matrik kegiatan. Satuan persiapan kegiatan merupakan penjelasan dari bagian-bagian dalam matrik kegiatan. Satuan persiapan akan berisi beberapa satuan persiapan menyesuaikan dengan matrik kegiatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Penulis mengandaikan program kegiatan dengan pertemuan setiap satu bulan sekali dengan waktu pembahasan setiap sesi sebanyak 90 menit. Setiap pertemuan akan membahas dua sesi sehingga waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan program adalah 3 bulan. Hal ini dengan pertimbangan kesibukan dari para peserta yang sebagian besar adalah pegawai dan petani. Berikut adalah contoh gambaran dari Program Kegiatan dan Satuan Persiapan Kegiatan:
PEMBINAAN KATEKIS DALAM MENUMBUHKAN SPIRITUALITAS KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20 A. Program Kegiatan 1.
Latar Belakang Kegiatan Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas yang harus dimiliki dari seorang
katekis selain ketrampilan dan pengetahuan. Spiritualitas juga menjadi jati diri seorang katekis karena spiritualitas yang dimiliki katekis akan terwujud dalam tindakannya sehingga menjadi ciri khas diri katekis tersebut. Seorang katekis tidak serta merta memiliki spiritualitas yang mendalam dan mengakar dalam diri. Proses menghayati dan menghidupi spiritualitas adalah proses yang tidak sekejap dan penuh tantangan. Misalnya jika katekis ingin memiliki spiritualitas misioner, katekis harus belajar menerima panggilannya sebagai katekis dan siap sedia di utus Tuhan maupun Gereja dimanapun ia dibutuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Ada banyak katekis yang mengetahui berbagai spiritualitas katekis tetapi tidak menjiwainya sampai menjadi bagian dari dirinya. Hal ini karena pelatihan dan pembinaan katekis hanya sebatas menyampaikan spiritualitas yang harus dimiliki katekis tetapi tidak secara khusus membimbing katekis hingga spiritualitas yang dimaksud dimiliki secara utuh dalam diri katekis. Dengan tidak adanya pembinaan spiritualitas katekis yang berkelanjutan menjadikan banyak katekis tidak memiliki spiritualitas katekis yang mendalam. Katekis-katekis yang tidak memiliki spiritualitas katekis akan menjalankan
tugasnya dengan apa
adanya saja. Mereka tidak memiliki semangat seperti Yesus yang menjalankan tugas dengan penuh semangat dan memiliki spiritualitas-spiritualitas yang patut dicontoh. Yesus Kristus sebagai Guru dan Tuhan memberikan contoh-contoh tindakan yang didasarkan pada spiritualitas tertentu. Salah satunya Ia perlihatkan dalam kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20. Yesus menunjukkan bahwa Ia adalah pelayan Bapa. Yesus datang ke dunia memang untuk melayani kehendak Allah yakni menyelamatkan sebanyak-banyaknya manusia. Yesus tahu bahwa resiko besar akan Ia hadapi jika Ia tetap menyelesaikan tugas-Nya. Tetapi Yesus tetap pada pendirian yakni melayani kehendak Allah hingga selesai sekalipun kematian harus Ia terima. Yesus adalah pribadi yang rendah hati. Seorang Guru dan Tuhan melayani para murid-Nya dengan membasuh kaki mereka satu persatu (bdk. Yoh. 13:1-20). Ia mengambil peran seorang hamba dengan melepas jubah sebagai simbol kebesaran jaman itu dan mengikatkan kain lenan sebagai simbol seorang hamba. Yesus adalah pribadi yang penuh cinta. Dalam ayat 1 dikatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
bahwa “Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampa kepada kesudahannya.” Ketika Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya, itu adalah salah satu tindakan diri-Nya yang mencintai mereka. Cinta Yesus bukan hanya kepada murid-murid-Nya saja tetapi kepada semua orang. Ia memberi nasehat kepada para murid untuk saling membasuh seperti yang Yesus lakukan kepada mereka (bdk Yoh. 13:13-15). Dengan saling membasuh satu sama lain semangat cinta Yesus akan terus menyebar ke seluruh dunia sehingga dunia ini dipenuhi cinta yang akan mampu menyelamatkan manusia sebanyak-banyaknya. Katekis
adalah murid Yesus sekaligus yang dipercaya Gereja untuk
mewartakan Yesus Kristus di dalam dan luar Gereja. Di tengah kondisi kurangnya tenaga imam yang dapat menjangkau seluruh umat, katekis mengambil peran penting untuk membantu Gereja menyapa umat basis di wilayah-wilayah. Untuk itu, katekis perlu memiliki spiritualitas yang mampu memberi semangat dan menampakkan jati diri Kristus di dalam tugas pelayanannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
2.
Matrix Kegiatan
PEMBINAAN SPIRITUALITAS KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20
Tema Umum
: Menjadi katekis yang memiliki spiritualitas Melayani Kehendak Allah, Berani Berkorban, Rendah Hati dan Penuh Cinta berdasarkan Yoh. 13:1-20
Tujuan Umum
: Peserta menjadi katekis yang selalu melayani kehendak Allah, berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta dalam menjalankan tugasnya mewartakan Kabar Gembira di wilayah tempat ia tinggal
No
Waktu
Judul Pertemuan
Tujuan Pertemuan
Uraian Materi
1
15 menit
Pengenalan
2
90 menit
Arti dan tantangan spiritualitas katekis jaman ini
Agar peserta mamahami - Latar belakang maksud dan tujuan pembinaan pertemuan serta - Tujuan mengetahui pokok-pokok pembinaan pembahasan dalam - Proses kegiatan pembinaan pembinaan Agar peserta mengerti - Pengertian dan memahami spiritualitas pengertian spiritualitas katekis katekis dan mengetahui - Tantangan tantangan-tantangan dalam
Metode
Sarana
Ceramah
Hand out
Tanya jawab
Hand out
Ceramah Diskusi
Sumber Bahan
Prasetya, L, Menjadi katekis, siapa takut: Kanisius, 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
dalam menumbuhkan spiritualitas katekis jaman ini.
menumbuhkan spiritualitas katekis jaman ini
Lalu, Yosef, Katekese Umat: Kanisius, 2007
3
90 menit
Menggali Injil Yoh. 13:1-20
Agar peserta dapat menemukan spiritualitasspiritualitas yang ada dalam Yoh. 13:1-20
- Menggali Yoh. 13:1-20 - Menemukan spiritualitasspiritualitas dalam Yoh. 13:1-20
- Tanya Jawab - Diskusi kelompok
Hand out
4
90 menit
Spiritualitas 1: Penuh Cinta
Agar peserta mampu memiliki semangat penuh cinta dalam menjalankan tugasnya sebagai katekis
- Yesus yang penuh cinta dalam Yoh. 13:1-20 - Katekis yang penuh cinta berdasarkan
- Tanya jawab - Diskusi Kelompok
Hand out
Evangeli Gaudium, DOKPEN 2013 Brown, Raymond E., The Gospel According John (xiii-xxi): Doubleday & Company, Inc., 1970 Schnackenburg, Rudolf, The Gospel according to St John: Burns & Oates, 1975 Brown, Raymond E., The Gospel According John (xiii-xxi): Doubleday & Company, Inc.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
5
90 menit
Spiritualitas 2: Melayani Kehendak Allah
Agar peserta mampu memiliki semangat untuk melayani kehendak Allah yakni supaya semua orang terselamatkan
6
90 menit
Spiritualitas 3: Berani Berkorban
Agar peserta mampu memiliki semangat berani berkorban demi terlaksanya kehendak Allah
Yoh. 13:1-20 - Yesus melayani kehendak Allah dalam Yoh. 13:1-20 - Katekis melayani kehendak Allah berdasarkan Yoh. 13:1-20
- Yesus berani berkorban dalam Yoh. 13:1-20 - Katekis berani berkorban berdasarkan Yoh. 13:1-20
- Tanya jawab - Diskusi Kelompok -
Hand out
- Tanya jawab - Diskusi Kelompok
Hand out
1970 Brown, Raymond E., The Gospel According John (xiii-xxi): Doubleday & Company, Inc., 1970 Schnackenburg, Rudolf, The Gospel according to St John: Burns & Oates, 1975 Brown, Raymond E., The Gospel According John (xiii-xxi): Doubleday & Company, Inc., 1970 Schnackenburg, Rudolf, The Gospel according to St John: Burns &
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
7
90 menit
Spiritualitas 4: Rendah Hati
Agar peserta mampu memiliki semangat untuk rendah hati dalam melaksanakan tugas panggilannya sebagai katekis
- Yesus yang rendah hati dalam Yoh. 13:1-20 - Katekis yang rendah hati berdasarkan Yoh. 13:1-20
- Tanya jawab - Diskusi Kelompok
8
15 menit
Penutup Kegiatan
Menyimpulkan seluruh kegiatan dan mengevaluasi kegiatan
- Kesimpulan seluruh kegiatan - Evaluasi kegiatan
Ceramah
Pastor Paroki
Hand out
Pelaksana
Oates, 1975 Brown, Raymond E., The Gospel According John (xiii-xxi): Doubleday & Company, Inc., 1970 Schnackenburg, Rudolf, The Gospel according to St John: Burns & Oates, 1975
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
3.
Contoh Satuan Pelaksanaan Satuan Pelaksanaan II
a)
Tujuan Agar peserta dapat menemukan spiritualitas-spiritualitas yang ada dalam Yoh 13:1-20
b) Pemikiran Dasar Yesus adalah Guru dan Tuhan bagi umat Kristiani. Ia menjadi teladan bagi semua umat termasuk para katekis. Katekis memiliki tugas untuk mewartakan Yesus di dalam hidupnya. Untuk itu katekis perlu mengenal dan menjiwai pribadi Yesus di dalam kehidupannya. Salah satunya katekis harus memilii spiritualitas yang bersumber dari Yesus. Spiritualitas adalah semangat hidup dan perjuangan yang menjadi cara pandang atau pendekatan dalam pengelolaan hidup. Dengan adanya spiritualitas katekis memiliki semangat yang tidak pernah padam. Spiritualitas bagi orang kristiani adalah hembusan semangat dari Roh Kudus yang berasal dari Yesus. Maka sangat pentingbagi katekis untuk menghayati spiritualitas yang bersumber dari Yesus. Dengan mengenakan spirtualitas yang bersumber dari Yesus, katekis akan menampakkan pribadi Yesus di dalam pewartaannya. Injil Yohanes 13:1-20 menceritakan Yesus membasuh kaki para murid-Nya. Di dalamnya muncul sikap-sikap dan semangat Yesus dalam pelayanan dan nasehat-Nya. Katekis perlu menggali spiritualitas-spiritualitas dalam Injil Yoh 13:1-20 untuk menemukan spiritualitas-spiritualitas yang diteladankan Yesus yang kemudia dapat kita terapkan dalam hidup kita sebagai semangat dan kepribadia yang bersumber dari Yesus. c)
Materi Menggali Injil Yoh 13:1-20 dan menemukan spiritualitas-spiritualitas dari dalamnya.
d) Sumber Bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
1) Brown, Raymond E., The Gospel According John (xiii-xxi): Doubleday & Company, Inc., 1970 2) Schnackenburg, Rudolf, The Gospel according to St John: Burns & Oates, 1975 e)
Metode Ceramah dan siskusi kelompok
f)
Sarana Hand out
g) Proses Pelaksanaan 1) Pengantar Bapak/Ibu setelah sebelumnya kita membahas mengenai pengertian spiritualitas dan tantangan menumbuhkan spiritualitas di jaman ini, sekarang kita akan menggali Injil Yoh. 13:1-20 yang sangat kaya makna untuk menemukan spiritualitas katekis bagi kita.
2) Diskusi Kelompok Bapak/Ibu, para ahli membagi Injil Yoh. 13:1-20 menjadi 5 bagian utama yakni; Pendahuluan (Yoh. 13:1-3), Pembasuhan Kaki (Yoh. 13:4-5), Dialog antara Petrus dan Yesus (Yoh. 13:6-11), Diskursus/Penjelasan Yesus (Yoh. 13:12-17) dan Peringatan Pengkhianatan Yesus (Yoh. 13:18-20). Supaya kita lebih mudah membahasnya, kita akan membagi menjadi 5 kelompok dengan pembahasan tiap kelompok membahas satu bagian dari Injil Yoh. 13:1-20. Kelompok 1 membahas tentang Pendahuluan yakni perikop Yoh. 13:1-3. Kelompok 2 membahas mengenai Pembasuhan Kaki yakni perikop Yoh. 13:4-5. Kelompok 3 membahas mengenai Dialog antara Yesus dan Petrus dari perikop Yoh. 13:6-11. Kelompok 4 membahas mengenai Diskursus/penjelasan Yesus dari prikop Yoh. 13:12-17. Kelompok 5 membahas mengenai Peringatan Pengkhianatan Yesus dari prikop Yoh. 13:18-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Supaya
mempermudah
pembahasan,
kita
akan
membatasi
pembahasan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: a. Manakah ayat yang paling menarik bagi anda sehubungan dengan spiritualitas katekis? b. Apakah peran Yesus dalam perikop tersebut? c. Manakah ayat yang menunjukkan spiritualitas dari Yesus? d. Spiritualitas macam apa yang muncul dalam perikop tersebut? Setelah nanti membahas di dalam kelompok, kita akan melakukan pleno hasil dari tiap kelompok untuk kemudian dirangkum bersama.
3) Pleno kelompok Sekarang kita akan memplenokan hasil diskusi kelompok yang sudah kita jalani tadi. Kita mulai urutan dari kelompok 1 sampai 5. (Hasil pleno sesuai dengan keadaan kelompok yang ada)
4) Rangkuman hasil pleno Nah Bapak/Ibu setelah semua kelompok mengemukakan hasil diskusi kelompoknya, kita akan merangkum semua hasil tiap kelompok menjadi satu bagian. (Hasil sesuai dengan keadaan pembinaan dan kelompok) Bapak/Ibu, dari rangkuman ini, kita berhasil mengemukakan beberapa macam spiritualitas yang muncul dari Yoh. 13:1-20 yakni melayani kehendak Allah, berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta. Pembahasan mengenai spiritualitas-spiritualitas tersebut akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
E. Penutup Untuk membina para calon katekis dan katekis, kita perlu memperhatikan prinsip-prinsip andragogi. Hal ini karena prinsip andragogi menekankan pendidikan bagi orang dewasa yang memperhatikan tahapan perkembangan orang dewasa seperti fisik, sosial dan psikologi. Di dalam menyusun program kegiatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
pembinaan, perlu merancang kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan peserta yang ertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan pengetahuan peserta. Dalam pelaksanaan juga perlu memperhatikan metode pembinaan seperti berpusat pada peserta yang menuntut peserta untuk aktif baik dalam siskusi kelompok, diskusi bersama maupun dalam tanya jawab dan pemberian informasi dari pembina. Pembina berperan sebagai fasilitator yang menjembatani antara materi dan peserta. Metode pembelajaran yang berpusat pada masalah, mendorong peserta untuk aktif, mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-hari, menumbuhkan kerja sama dan bersifat pemberian pengalaman dan juga ditunjang dengan teknik pembelajaran presentasi, partisipasi peserta, diskusi dan simulasi akan membuat pembinaan yang sesuai dengan usia dewasa para calon katekis dan katekis. Pembinaan spiritualitas katekis yang sistematis dan berkelanjutan akan sangat membantu
katekis
menumbuhkan
satu
spiritualitas
katekis.
Pembinaan
spiritualitas katekis akan membantu katekis menjadi sosok pembina iman yang memadai dan berkualitas untuk umat. Adanya program pembinaan yang terancang dengan baik juga akan membantu pembina untuk membina spiritualitas katekis secara bertahap dan berkesinambungan. Program pembinaan spiritualitas yang penulis rancang beserta contoh satuan pelaksanaannya merupakan gambaran bagaimana membuat program pembinaan katekis yang bertahap. Program tersebut mengedepankan informasi yang kemudian difokuskan pada pemahaman hingga sampai pada penghayatan spiritualitas katekis. Apabila program tersebut ingin diterapkan di suatu paroki, tentu harus ada penyesuaian-penyesuaian seperti waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
dan metode karena pembinaan yang baik juga harus kontekstual. Penulis berharap program ini dapat diterapkan karena spiritualitas yang didalami dalam program sangat baik bagi kehidupan para katekis dalam mengemban tugas pewartaannya sebagai katekis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulis akan menyampaikan kesimpulan dan saran berkaitan dengan usaha “Menggali Spiritualitas Pelayanan Katekis Yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20.” Bagian ini akan dibagi menjadi dua bagian utama yakni bagian kesimpulan yang berisi kesimpulan dari Bab I sampai Bab IV dan bagian saran yag berisi saran untuk para katekis dan orang-orang yang terlibat dalam pewartaan Injil Tuhan.
A. Kesimpulan Pada bagian ini penulis akan menyampaikan beberapa pokok pikiran dari uraian sebelumnya serta menegaskan kembali hal-hal yang penting sehubungan dengan usaha menggali spiritualitas pelayanan katekis yang bersumber dari Injil Yohanes 13:1-20 dan usaha menerapkan dalam kehidupan para katekis dalam sebuah program pembinaan.
1.
Menggali Spiritualitas Katekis yang bersumber dari Injil Yoh. 13:1-20 Spiritualitas katekis adalah semangat hidup yang dijiwai Yesus Kristus oleh
karena keterbukaan terhadap Roh Kudus yang membimbing, mendorong, memotivasi dan menggerakkan untuk mewartakan iman akan Yesus Kristus di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
dalam kehidupan nyata. Spiritualitas katekis merupakan semangat yang muncul dari dalam diri seorang katekis. Semangat tersebut tidak akan muncul jikalau katekis tidak mengerti atau memahami spiritualitas yang menjadi corak hidupnya. Spiritualitas katekis bercorak pada diri Yesus. Spiritualitas katekis harus berdasarkan pribadi Yesus karena dasar dari iman Kristiani adalah Yesus Kristus Putra Bapa yang diutus Allah Bapa ke dunia. Dengan demikian, katekis perlu mengenal dan dekat dengan Yesus jika ingin memiliki spiritualitas katekis yang original yang bersumber dari Yesus. Yesus adalah pribadi yang menginspirasi seluruh umat beriman Kristiani khususnya para katekis. Spiritualitas yang Yesus tunjukkan dalam perkataan dan perbuatan-Nya selama di dunia juga merupakan inspirasi spiritualitas katekis. Seperti dalam kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20, Yesus memberikan teladan dan nasehat yang tentu dapat kita pelajari. Bab II sudah membahas mengenai spiritualitas yang ada dalam kisah pembasuhan kaki dalam Injil Yohanes 13:1-20. Dalam pembasuhan kaki digambarkan Yesus adalah Putra yang melayani kehendak Allah. Kehendak Allah adalah keselamatan bagi semua manusia. Yesus melayani para murid-Nya dengan membasuh kaki mereka. Pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus merupakan tanda pembersihan dosa. Yesus ingin para murid memperoleh keselamatan dan juga ingin lebih banyak orang selamat, maka Yesus memerintahkan para murid untuk juga membasuh kaki sebagai pelayanan dan berkat keselamatan. Dalam melayani kehendak Allah, Yesus harus melakukan pengorbanan. Dalam pembasuhan kaki Yesus mengorbankan harga diri-Nya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
sebagai Guru dan Tuhan untuk membasuh kaki murid-murid-Nya. Pengorbanan apapun akan Yesus lakukan asalkan keselamatan dapat diperoleh semua manusia. Yesus adalah pribadi yang rendah hati. Dalam pembasuhan kaki dari Injil Yoh. 13:1-20 Yesus menunjukkan sikap rendah hati. Ia mengambil peran seorang hamba untuk membasuh kaki para murid-Nya. Dalam pembasuhan Yesus tidak melayani mereka dengan keterpaksaan tetapi dengan keramahan Ia melayani para murid. Semua pelayanan yang Yesus lakukan juga karena berdasarkan cinta-Nya kepada para murid-Nya. “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (Yoh. 13:1). Ia begitu mencintai para murid-Nya, sehingga melayani dengan membasuh kaki bukan sesuatu yang rendah, tetapi merupakan tindakan cinta yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya. Spiritualitas bagi katekis yang bersumber dari Yesus adalah keharusan bagi katekis. Yesus adalah teladan bagi katekis. Apa yang Yesus lakukan pada pembasuhan kaki sangat baik menjadi spiritualitas bagi katekis. katekis harus mencintai umatnya sama seperti Yesus yang mencintai murid-murid-Nya. Katekis harus melayani kehendak Tuhan seperti juga Yesus melayani kehendak Tuhan. Katekis menunjukkan jalan keselamatan kepada orang-orang yakni jalan yang telah ditunjukkan Yesus. Katekis harus mengarahkan hidupnya menjadi sarana bagi keselamatan banyak orang. Segala tindakan dan perkataan katekis juga harus menjadi sarana jalan keselamatan. Oleh sebab itu katekis harus hidup sesuai dengan ajaran-ajaran Yesus agar dapat menjadi jalan yang benar menuju keselamatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Katekis harus memiliki semangat untuk berani berkorban demi tercapainya kehendak Allah. Pengorbanan adalah hal yang tak terelakkan jika ingin melayani Tuhan. Yesus juga melakukan pengorbanan dengan menyerahkan harga diri dan kehormatan bahkan nyawanya untuk menebus dosa manusia demi keselamatan manusia. Katekis berani mengorbankan pikiran, tenaga, waktu, materi bahkan mental/psikis untuk menawarkan keselamatan kepada banyak orang. Katekis juga adalah pribadi yang rendah hati sama seperti Yesus yang rendah hati. Katekis tidak merasa besar kepala sekalipun ia utusan Allah untuk mewartakan Injil. Katekis melayani tidak dengan keangkuhan, tetapi dengan penuh kerelaan dan kerendahan hati. apabila ia dihina karena tugasnya, katekis tidak marah tetapi menyapa mereka yang menghina dan menolak dengan ramah untuk diajak ke jalan yang benar. Maka, katekis yang memiliki spiritualitas melayani kehendak Allah, berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta yang bersumber dari Yesus akan memiliki semangat hidup yang membuat katekis terus tergerak, termotivasi, terbimbing dan terdorong untuk mewartakan iman akan Yesus Kristus di dalam kehidupan nyata.
2.
Menghayati Spiritualitas Katekis ysng bersumber dari Injil Yoh. 13:1-20 Bagi katekis menghayati spiritualitas katekis merupakan bukan sesuatu yang
instan. Menghayati spiritualitas katekis adalah proses mempelajari spiritualitas dengan pikiran dan hati yang menghasilkan semangat dari Roh yang nampak dalam tindakan nyata sehari-hari. Katekis perlu memiliki spiritualitas katekis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
sebagai bekal menjalai tugas pewartaannya. Maka paroki atau keuskupan harus memberikan pembinaan untuk menumbuhkan spiritualitas katekis. Katekis harus memahami pentingnya menumbuhkan spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus sebagai identitas pribadi para katekis. Program-program dari paroki atau keuskupan tidak banyak berarti bila katekis sendiri tidak menyadari pentingnya memiliki spiritualitas katekis. Katekis perlu berkorban untuk melatih dirinya menumbuhkan spiritualitas katekis dalam dirinya. Ada banyak katekis di daerah-daerah yang tidak memahami spiritualitas-spiritualitas katekis yang ada. Paroki dan keuskupan harus aktif memberikan pemahaman mengenai spiritualitas katekis kepada katekis-katekis di lingkungan umat basis. Program pembinaan untuk menumbuhkan spiritualitas katekis adalah salah satu program untuk mengenalkan, memahami dan menghayati spiritualitas katekis. Program yang penulis susun dalam Bab IV merupakan salah satu usaha untuk memberikan bekal spiritualitas katekis khususnya spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus dalam kisah pembasuhan kaki dari Yoh. 13:1-20. Program tersebut harus ditunjang dengan kemauan dari katekis untuk menghayati spiritualitas. Maka, dalam menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus dalam kisah pembasuhan kaki dari Yoh. 13:1-20 katekis harus memiliki keinginan pribadi untuk memiliki spiritualitas yang ditunjang dengan program pembinaan menumbuhkan spiritualitas katekis, sehingga spiritualitas katekis benar-benar dapat menjadi bagian dari diri para katekis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
B. Saran Pada bagian ini penulis akan mengajukan beberapa saran sebagai upaya menggali dan menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus dalam Injil Yohanes 13:1-20. 1.
Bagi Keuskupan dan Paroki Keuskupan dan paroki perlu mengangkat minimal satu katekis profesional.
Katekis profesional akan fokus memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan katekese termasuk katekis sebagai penyelenggara katekese. Dengan adanya katekis profesional membuat keuskupan dan paroki tidak kehilangan fokus untuk menghadirkan katekese yang membantu memperkembangkan iman umat. Program-program katekese yang tematis seperti Bulan Kitab Suci Nasional, Masa Adven dan Masa Prapaskah perlu menjadi perhatian keuskupan karena saat-saat tersebut menjadi saat penting menjadi titik tolak perkembangan iman. Katekis profesional juga diharapkan memperhatikan katekis-katekis di lingkungan basis. Katekis profesional dapat membuat program-program untuk membantu katekiskatekis di lingkungan basis mengembangkan kualitas pribadi para katekis. Paroki dan keuskupan dapat membuat program-program pembinaan bagi katekis agar katekis semakin memiliki keyakinan dalam menjalankan tugas perutusannya dan memiliki kualitas pribadi yang mumpuni untuk melaksankan tugas-tugasnya. Misalnya diadakan program pembinaan spiritualitas katekis yang berlangsung secara berkesinambungan, sehingga katekis benar-benar didampingi hingga sampai tahap pengahayatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
2.
Bagi katekis Para ketekis perlu menyadari pentingnya spiritualitas katekis bagi kehidupan
dan pelayanan mereka. Spiritualitas katekis akan menjadi citra diri apabila katekis mampu menghayati spiritualitas katekis hingga menjadi bagian dirinya. Spiritualitas katekis hendaknya bersumber dari pribadi Yesus. Yesus adalah sosok inti karena Ia adalah Guru dan Tuhan serta pribadi yang diwartakan katekis. Bila katekis memiliki spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus, maka setiap tindakan dan perkataannya akan menampakkkan pribadi Yesus di dalamnya. Spiritualitas dari Yoh. 13:1-20 adalah salah satu spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus. Dari Yoh 13:1-20 katekis akan belajar untuk menjadi katekis yang memiliki semangat melayani kehendak Allah, berani berkorban, rendah hati dan penuh cinta dalam melaksanakan tugas perutusannya di dunia. Maka, katekis diharapkan menghayati mau menghayati spiritualitas katekis yang bersumber dari Yesus dalam Yoh 13:1-20.
3.
Bagi Prodi Pendidikan Agama Katolik Prodi Pendidikan Agama Katolik telah memiliki mata kuliah untuk
memberikan pengkaderan kepada katekis dan pemandu katekese yang diberikan pada Semester VII. Mata kuliah ini baik karena Prodi Pendidikan Agama Katolik sebagai institusi yang fokus terhadap katekese dan Pendidikan Agama Katolik memiliki kesempatan langsung untuk membantu para katekis dan pemandu katekese secara langsung. Menurut penulis waktu untuk memberikan pengkaderan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
kepada katekis dan pemandu katekese terlalu singkat. Prodi disarankan untuk memberikan waktu lebih lama dalam memberikan kaderisasi kepada katekis dan pemandu katekese, sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan. Misalnya, mata kuliah kaderisasi ini dapat dilangsungkan dari Semester VI dengan program pendampingan yang lebih lama sehingga para praktikan dapat belajar lebih banyak juga para katekis dan pemandu katekese dapat didampingi hingga benarbenar dapat menjadi katekis dan pemandu katekese yang berkualitas baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
DAFTAR PUSTAKA Alkitab Deuterokanonika. (1976). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan Lembaga Biblika Indonesia. Brown, Raymond E. (1966). The Gospel According to John (i-xii). New York: Doubleday & Company, Inc. Brown, Raymond E. (1970). The Gospel According to John (xiii-xxi). New York: Doubleday & Company, Inc. Darmawijaya, St. (1988). Pesan Injil Yohanes. Yohyakarta: Kanisius. Haryanto, Y. (______). Injil Yohanes, Beberapa Catatan. Jaubert, Annie. (1980). Mengenal Injil Yohanes. Yogyakarta: Kanisius. Komisi Kateketik KWI. (1997). Pedoman Untuk Katekis. Yogyakarta: Kanisius. Komisi Kateketik KWI. (2005). Identitas Katekis di tengah Arus Perubahan Jaman. Jakarta: KomKat KWI. KWI. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius; Jakarta: Obor. KWI. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Jakarta: KWI KWI. (2008). Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor. Paus Fransiskus. (2014). Evangelii Gaudium. Jakarta: Dokpen KWI Lalu, Yosef. (2007). Katekese Umat. Jakarta: KomKat KWI; Yogyakarta: Kanisius. Malik, Halim dalam http://www.kompasiana.com/unik/teori-belajar-andragogidan-penerapannya_55008878a33311ef6f511659. diakses pada 16 November 2015 pukul 11.30 O’Day, Gail R. (1995). The Gospel Of John. Nashville: Abingdon Press. Paus Benediktus XVI. (2012). Youcat Indonesia,Katekismus Populer. Yogyakarta. Kanisius. Paus Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. Bogor: SMT Mardi Yuana. Prasetya, L. (2007). Menjadi Katekis, Siapa Takut?. Yogyakarta: Kanisius. Priyono, B. Herry. (2012). Pewartaan di Zaman Global (editor oleh B.A. Rukiyanto, SJ). Yogyakarta: Kanisius. St. Eko Riyadi. (2011) Yohanes “Firman Menjadi Manusia”. Yogyakarta: Kanisius Rukiyanto, B. A. (2012). Pewartaan di Zaman Global Yogyakarta: Kanisius. V. Indra Sanjaya. (2011). Belajar dari Yesus “Sang Katekis”. Yogyakarta: Kanisius. Schnackenburg, Rudolf. (1975). The Gospel According to St. John. Freiburg Im Breisgau: Verlag Herder. Staf Dosen IPPAK. (2010). Panduan Program Studi IPPAK. Yogyakarta: IPPAKUSD. Wono Wulung, F.X. Heryatno. (2012). Secercah Lentera Kehidupan. Yogyakarta: Kanisius. Wono Wulung, F.X. Heryatno. (2014). Diktat Mata Kuliah Pengantar PAK Sekolah. Yogyakarta.