Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI MODEL-ELICITING ACTIVITIES Yanto Permana Widyaiswara Madya Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri email:
[email protected] ABSTRACT This study is an experimental pretest-posttest control group design conducted to investigate the role of model-eliciting activities approach, school cluster, and prior mathematics ability on student’s mathematical communication and mathematical disposition. The study involved 219 tenth grade students from three senior high school of high, medium, and low cluster in Cimahi. The instrumen were a mathematical communication test, and a mathematical disposition scale. The data were analyzed by using two paths Annova, Scheffe test, and t-test. The study found that model-eliciting activities approach, school cluster, and prior mathematical ability have influence toward attaining and gaining mathematical communication and disposition. The higher school cluster and student’s prior mathematical ability, the higher student’s mathematical communication and disposition. However, model-eliciting activities (MEAs) approach give the best role compare to the role of conventional teaching, school cluster, and students’ prior mathematics ability on attaining and gaining student’s mathematical communication and disposition. Students of low and medium school cluster taught by using model-eliciting activities approach attained higher on mathematical communication than that of students of high school level taught by conventional approach. There is high association between mathematical communication and mathematical disposition. Key Words: model-eliciting activities approach, mathematical communication, mathematical disposition.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan komunikasi dan disposisi matematis merupakan kemampuan yang esensial untuk dikembangkan pada siswa sekolah menengah. Pentingnya pemilikan kemampuan matematis dan disposisi matematis di atas termuat dalam tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) untuk Sekolah Menengah Atas antara lain: siswa memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan atau idea matematika dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media lain, serta memiliki sikap positip (diposisi) terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan, misalnya rasa ingin tahu, perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. KTSP 2006 menganjurkan agar pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), kemudian secara bertahap siswa dibimbing memahami konsep matematika secara komprehensif. Pada 2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
1
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
dasarnya pencapaian pemahaman tersebut tidak sekedar untuk memenuhi tujuan pembelajaran matematika saja namun diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran tersebut. Efek iringan yang dimaksud antara lain adalah siswa lebih: (1) memahami keterkaitan antar topik matematika; (2) menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain; (3) mamahami peranan matematika dalam kehidupan manusia; (4) mampu berfikir logis, kritis dan sistematis; (5) kreatif dan inovatif dalam mencari solusi ; dan (6) peduli pada lingkungan sekitarnya. Berdasarkan karakteristiknya, matematika merupakan ilmu yang bernilai guna, yang tercermin dalam peran matematika sebagai sebagai bahasa simbolik serta alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat, cermat, tepat, dan tidak memiliki makna ganda (Wahyudin, 2003). Pernyataan tersebut menggambarkan komunikasi matematis memegang peranan penting sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematika sendiri dan sebagai ilmu terapan bagi ilmu lainnya. Melalui komunikasi matematis siswa saling bertukar ide dan mengklarifikasi pemahamannya. Proses komunikasi tersebut membantu siswa membangun makna dan memperoleh suatu generalisasi. Dalam upaya mengeksplor dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, guru perlu menghadapkan siswa pada berbagai masalah kontekstual serta memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan gagasannya dan mengkonsolidasi pemikirannya untuk memecahkan permasalahan yang ada. Kondisi cara dan hasil belajar matematika siswa yang kurang memuaskan antara lain dikemukakan oleh beberapa penulis (Abdi, 2004, Cockcroft, 1981, Mettes, 1979, Rif’at, 2001, Ruseffendi, 1991, Sumarmo, 1993, 1994, Slettenhaar, 2000, Wahyudin, 1999). Misalnya, siswa belajar matematika hanya mencontoh dan mencatat penyelesaian soal dari guru (Mettes, 1979), dan hanya diberi tahu guru dan tidak mengeksplor sendiri (Ruseffendi, 1991), pembelajaran matematika kurang melibatkan siswa belajar aktif, kurang menekankan pada pemahaman siswa dan siswa hanya menerima penjelasan guru (Slettenhaar 2000, Sumarmo, 1993, 1994, Wahyudin, 1999). Menurut Rif’at (2001) kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung rote learning atau belajar menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Kesulitan siswa dalam belajar matematika diperkirakan karena pendekatan pembelajaran yang kurang menarik dan membosankan bagi siswa, dan kurang mengaitkan dengan pengetahuan awal siswa, dan kurang memberi kesempatan siswa melakukan reinvention (Abdi 2004, Cockcroft, 1981, Jenning dan Dunne, 1998) dan siswa kurang menguasai konsep-konsep dasar matematika (Wahyudin, 1999). Selain dari temuan yang belum memuaskan di atas, terdapat beberapa studi yang mengimplementasikan pembelajaran inovatif memberikan temuan yang positif. Beberapa studi tersebut di antaranya adalah kemampuan komunikasi matematik dan pandangan siswa yang memperoleh Survey, Question, Review, Write (Sudrajat, 2001), lebih baik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional. Temuan lainnya di antaranya adalah: kemampuan komunikasi dan penalaran matematik siswa yang mendapat pendekatan berbasis masalah dalam kelompok kecil lebih baik dari kemampuan siswa kelas konvensional (Afgani, 2004), dan kemampuan Komunikasi dan Disposisi matematik siswa melalui strategi Think Talk and Write (Ansyari, 2004), melalui strategi transactional reading (Sukmadewi, 2004), dan melalui pendekatan Methaporical Thinking (Hendriana 2009) lebih baik dari kemampuan siswa pada kelas konvensional. Berhubungan dengan pembelajaran matematika, Lesh dan Doerr (2003) mengajukan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan menghubungkan ide matematika dan fenomena nyata yang kemudian dinamakannya 2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
2
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
model-eliciting activities. Model ini merupakan jembatan antara model dan interpretasi, dan memberi peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat menghubungkan konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang sudah dikenalnya. Uraian di atas, melukiskan bahwa model-eliciting activities merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksploitasi pengetahuannya dalam belajar matematika. Dengan menggunakan model-eliciting activities belajar siswa menjadi bermakna karena ia dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa mengubah pandangannya bahwa matematika sebagai pelajaran yang sulit dan siswa sebenarnya mampu mempelajari matematika. Uraian, temuan-temuan sejumlah studi dan analisis di atas memberikan dugaan bahwa pendekatan model-eliciting activities seperti pendekatan inovatif lainnya yang menekankan pada siswa belajar aktif akan memberikan hasil belajar siswa yang lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Rasional tersebut mendorong peneliti untuk melaksanakan suatu eksperimen yang mengimplementasikan pendekatan model-eliciting activities untuk mengembangkan kemampuan Komunikasi dan Disposisi matematis siswa SMA. Memperhatikan sifat matematika yang sistimatik sehingga untuk mempelajari suatu konsep matematika memerlukan penguasaan materi dan proses matematika sebelumnya, maka diperkirakan kemampuan awal matematika siswa dan kluster sekolah yang juga menggambarkan kemampuan matematika siswa sebelum pembelajaran akan memberikan peranan terhadap pencapaian kemampuan Komunikasi dan Disposisi matematiks siswa SMA 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pencapaian dan perolehan (gain) komunikasi matematis dan diposisi matematis, siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan model-eliciting activities lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran konvensional ditinjau dari siswa secara keseluruhan, tingkat kemampuan awal matematika siswa dan kluster sekolah? 2 Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematis dengan disposisi matematis siswa? 1.3 Hipotesis Penelitian Sejalan dengan masalah penelitian yang diuraikan di atas, hipotesis penelitiannya adalah: 1. Kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis, siswa yang menggunakan pendekatan model-eliciting activities masing-masing lebih baik dari kemampuan matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 2. Terdapat asosiasi antara kemampuan komunikasi matematis siswa dengan disposisi matematisnya.
2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
3
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
2. METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Desain penelitiannya sebagai berikut : AO X O AO O Keterangan: A : Pemilihan sampel secara acak terhadap kelas O : Tes kemampuan komunikasi matematis siswa X : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan model-eliciting activities Subyek penelitian ini adalah sebanyak 219 siswa kelas X dari tiga SMA Negeri masing-masing dari kluster rendah, menengah, dan tinggi di Cimahi. Penentuan sampel penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut. Dari tiap kluster SMA (tinggi, menengah, dan rendah) yang ditetapkan Dinas pendidikan Kota Cimahi, masing-masing diambil satu SMA secara acak, dan dari tiap SMA terpilih dipilih dua kelas X secara acak dari kelas X yang ada, dan terakhir pada dua kelas yang terpilih ditetapkan secara acak juga satu kelas kelas eksperimen dan lainnya sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian terdiri dari tes komunikasi matematis dan satu skala disposisi matematis yang khusus disusun untuk penelitian ini. Penyusunan instrumen dan kelayakannya berpedoman pada Arikunto (2005). Bahan ajar untuk pendekatan modeleliciting activities disusun berdasarkan karakteristik pendekatan pembelajaran tersebut. Analisis data menggunakan anova dua jalur, uji Scheffe dan uji-t dengan menggunakan bantuan program microsoft excel 2007, MINITAB-15, dan SPSS versi 16. Berikut ini disajikan sampel butir tes komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini. Alia mengamati sebuah perlombaan perahu layar dari tepi sebuah mercusuar setinggi 80 m. Dia sedang mengamati dua perahu layar milik Dodi dan Coki yang segaris dengan kaki menara pada sudut depresi 30o dan 60o. Tepat di tempat Alia berada, berdiri tegak sebuah tiang bendera yang titik ujungnya terlihat oleh Dodi dengan sudut elevasi tertentu. a. Gunakan diagram untuk menggambarkan posisi Dodi dan Coki pada saat itu, kemudian tentukan jaraknya! b. Cukupkah informasi di atas untuk menghitung panjang dari tiang bendera tersebut? Jika ya, hitunglah panjangnya! Jika tidak, tambahkan informasi baru kemudian hitunglah panjangnya! 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Deskripsi pencapaian dan perolehan (gain) kemampuan komunikasi matematis berdasarkan pembelajaran, kluster sekolah dan kemampuan awal matematika siswa (KAM) tersaji pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, diperoleh temuan sebagai berikut. a) Secara keseluruhan pencapaian komunikasi matematis siswa kelas model-eliciting activities (MEAs) tergolong cukup baik (19,21 dari 30) dan lebih baik dari komunikasi matematis siswa kelas konvensional (15,41 dari 30) yang tergolong sedang. Demikian pula gain komunikasi matematis siswa kelas MEAs (0,51) lebih tinggi dari gain komunikasi matematis siswa kelas konvensional (0,34). Hasil serupa ditemukan pula pencapaian dan gain komunikasi matematik siswa pada tiap 2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
4
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
kluster sekolah dan tiap level KAM siswa kelas MEAs lebih tinggi dari pencapaian dan gain siswa kelas konvensional. b) Pada kedua kelas (MEAs dan konvensional) makin tinggi kluster sekolah dan makin tinggi KAM siswa ditemukan makin tinggi pula pencapaian dan gain komunikasi matematis siswa. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa kluster sekolah dan KAM siswa berperan terhadap pencapaian dan gain komunikasi matematis siswa. c) Namun, siswa dari kluster sekolah rendah dan menengah yang belajar dengan MEAs masing-masing mencapai komunikasi matematis yang lebih baik dari komunikasi siswa dari kluster sekolah tinggi yang belajar dengan pendekatan konvensional. Temuan tersebut menunjukkan bahwa peran pendekatan MEAs lebih unggul dari peran kluster sekolah dalam pencapaian komunikasi matematis siswa. Dari hasil analisis data diketahui bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model-eliciting activities lebih baik daripada yang menggunakan cara konvensional, walaupun kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan MEAs dan yang memperoleh pembelajaran Konv berada dalam kualifikasi. Siswa yang belajar dengan pendekatan MEAs mengkomunikasikan konsep matematiknya dengan menggunakan representasi model matematika yang akurat berdasarkan budaya atau kulturnya sehari-hari sehingga konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih konkrit dan mudah dipahami karena disajikan dalam konteks yang sudah dikenal siswa. Hasil ini sejalan dengan pendapat Prijosaksono (2007) yang mengatakan bahwa komunikasi matematis akan berjalan efektif jika memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut : Kejelasan (clarity) Ketepatan (accuracy) Konteks(contex) Alur (flow) Budaya (culture) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kluster sekolah dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berarti secara bersamaan faktor pendekatan pembelajaran dan kluster sekolah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Tabel 1. Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah, dan KAM Kluster Sekolah
KAM Baik Sedang
Tinggi Kurang Sub Total
Tes Awal 13,73 (0,47) 8,07 (1,98) 3,60 (0,55) 9,40 (3,95)
MEAs Tes Akhir 25,45 (2,30) 18,86 (1,88) 14,40 (1,34) 20,53 (4,55)
2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
n
0,72
11
0,49
14
0,41
5
0,54
30
Tes Awal 13,20 (0,92) 9,00 (2,52) 2,25 (0,50) 9,48 (3,92)
Konv Tes Akhir 23,10 (2,08) 15,29 (2,85) 9,00 (0,82) 17,00 (5,32)
n
0,59
10
0,30
17
0,24
4
0,37
31
5
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
Kluster Sekolah
KAM Baik Sedang
Menengah Kurang Sub Total Baik Sedang Rendah Kurang Sub Total Baik Sedang Total Kurang Total
Tes Awal 11,67 (1,12) 8,16 (1,86) 3,27 (0,79) 7,59 (3,40) 11,00 (0,00) 8,88 (0,72) 4,58 (2,22) 6,89 (2,90) 12,57 (1,38) 8,37 (1,63) 4,03 (1,79) 7,85 (3,52)
MEAs Tes Akhir 26,11 (1,96) 19,95 (2,41) 12,18 (1,78) 19,18 (5,50) 27,00 (0,00) 21,63 (2,00) 13,89 (3,14) 18,18 (5,22) 25,91 (2,02) 20,18 (2,37) 13,43 (2,67) 19,21 (5,19)
n
0,79
9
0,54
19
0,33
11
0,52
39
0,84
3
0,60
16
0,37
19
0,49
38
0,77
23
0,55
49
0,36
35
0,51
107
Tes Awal 13,14 (0,38) 9,32 (1,83) 3,57 (1,40) 7,98 (3,85) 13,00 (1,00) 9,07 (1,14) 4,42 (1,61) 6,63 (3,17) 13,15 (0,75) 9,14 (1,92) 3,93 (1,60) 7,90 (3,78)
Konv Tes Akhir 24,43 (1,13) 16,74 (2,83) 9,86 (1,56) 15,68 (5,58) 24,33 (0,58) 19,21 (2,42) 9,58 (2,52) 13,95 (5,90) 23,75 (1,71) 16,94 (3,09) 9,62 (2,11) 15,41 (5,71)
n
0,67
7
0,36
19
0,24
14
0,35
40
0,67
3
0,48
14
0,20
24
0,31
41
0,63
20
0,37
50
0,22
42
0,34
112
SMI: 30
Selain itu ditemukan pula bahwa tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan klasifikasi kemampuan matematika secara umum dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berarti secara bersamaan faktor pendekatan pembelajaran dan KAM tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pada kluster sekolah menengah dan rendah pendekatan pembelajaran lebih berperan daripada kluster sekolah dalam pencapaian kemampuan komunikasi matematis. Selain itu terlihat pula bahwa faktor KAM lebih berperan daripada pendekatan pembelajaran dalam pencapaian kemampuan komunikasi matematis. Sehingga dari dua tabel tersebut kita memperoleh kesimpulan bahwa di antara faktor pendekatan pembalajaran, kluster sekolah dan KAM maka faktor KAM memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan faktor yang lainnya dalam pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil inipun sejalan dengan psikologi gestalt (Purwanto, 1996) yang mengatakan bahwa dalam belajar pribadi atau organisme memegang peranan paling sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara reaktif mekanistis belaka tetapi dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan 3.2. Analisis Disposisi Matematis Siswa Deskripsi disposisi matematis siswa berdasarkan pembelajaran, kluster sekolah dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa tersaji pada Tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel 2 diperoleh temuan sebagai berikut: 2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
6
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
a) Secara keseluruhan disposisi matematis siswa kelas model-eliciting activities (MEAs) tergolong cukup baik (147,21 dari 200) dan lebih baik dari disposisi matematis siswa kelas konvensional (132,38 dari 200) yang tergolong sedang. Untuk menguji apakah adanya perbedaan rerata tersebut maka dilakukan uji beda rerata. Hasil perhitungan dengan uji t tersaji pada Tabel 8. Hasil serupa ditemukan pula diposisi matematis siswa pada tiap kluster sekolah dan tiap level KAM siswa kelas MEAs lebih tinggi dari pencapaian siswa kelas konvensional. b) Pada kelas MEAs makin tinggi kluster sekolah dan makin tinggi KAM siswa ditemukan makin tinggi pula disposisi matematis siswa. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa pada pembelajaran MEAs, kluster sekolah dan KAM siswa berperan terhadap disposisi matematis siswa. Tabel 2. Deskripsi Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran, Kluster Sekolah, dan KAM
Pendekatan Pembelajaran Kluster Sekolah
MEAs
KAM Rerata
n
Rerata
s
n
Rerata
173,18 11,48
11
153,90
8,14
10
164,00 13,90
21
150,29
4,01
14
131,53
6,52
17
140,00 10,94
31
Kurang 133,40
5,59
5
119,75
0,96
4
127,33
8,23
9
Sub Total
155,87 16,51
30
137,23 13,94
31
146,39 17,81
61
Baik
174,56 10,75
9
159,14 13,23
7
167,81 13,93
16
151,42
6,05
19
134,84
8,01
19
143,13 10,94
38
Menengah Kurang 120,55
6,99
11
110,64 11,50
14
115,00 10,82
25
Sub Total
148,05 21,11
39
130,63 19,96
40
139,23 22,21
79
Baik
186,00
3,61
3
171,67 15,53
3
178,83 12,78
6
Sedang
154,31
8,90
16
145,07
6,75
14
150,00
9,13
30
Kurang 119,74 16,46
19
116,75 13,48
24
118,07 14,76
43
Baik Sedang Tinggi
Sedang
Rendah
Total
s
TOTAL
Konv
s
n
Sub Total
139,53 25,21
38
130,44 21,12
41
134,81 23,48
79
Baik
175,39 11,01
23
158,40 12,28
20
167,49 14,33
43
152,04
6,75
49
136,58
8,95
50
144,23 11,08
99
Kurang 121,94 13,57
35
115,00 12,43
42
118,16 13,34
77
147,21 22,33 107 132,38 19,04 112 139,63 21,96
219
Sedang
Total SMI: 200
Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan model-eliciting activities lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan cara konvensional. 2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
7
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
Hasil ini sejalan dengan pandangan konstruksivisme yang mengatakan bahwa pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika seseorang mengalami tempaan kognitif. Melalui pendekatan MEAs belajar dapat dipahami sebagai proses kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri seseorang ketika yang bersangkutan memperoleh pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi. Selain itu dalam pendekatan ini konsep baru yang akan dipelajari siswa dihubungkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa melalui aktivitas pemodelan matemtika, sehingga terjadi belajar bermakna. Dalam pendekatan ini pula siswa diberi kebebasan untuk bereksplorasi dengan berbagai cara untuk mengungkapkan pemahamannya terhadap suatu konsep dan diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk berani mengemukakan pendapatnya. Karena siswa terus dilatih bereksplorasi dan berani mengemukakan pendapat serta dia merasa belajarnya bermakna maka siswa akan mempunyai kecenderungan untuk betindak positif dalam belajar matematika. Tabel 3. Uji Perbedaan Rerata Skor Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran
Tes Disposisi (SMI: 200)
MEAs
thit
Rerata
S
n
147,2
22,3
107
p
Ho
5,28 0,000 Tolak Konv 132,40 19,0 112 H0 : Tidak ada perbedaan signifikan antara kelas dengan pembelajaran model-eliciting activities dan kelas konvensional
3.3. Asosiasi antara Komunikasi Matematis dan Disposisi Matematis Siswa Dari hasil perhitungan diperoleh χ2hit = 155,992 dengan α= 0,05 dan dk = (3-1)(31) didapat χ2tab = 9,49, sehingga dapat disimpulkan terdapat asosiasi antara level kualifikasi komunikasi dan disposisi matematis siswa. Selanjutnya derajat asosiasi dihitung melalui koefisien kontingensi C. Dari hasil perhitungan diperoleh C= 0,64 dan Cmaks = 0,816, sehingga diperoleh C=0,79Cmaks yang termasuk ke dalam kriteria tinggi. Tabel 4. Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis
Disposisi Komunikasi
Jumlah Baik
Sedang
Kurang
Baik
29
6
0
35
Sedang
7
78
0
85
Kurang
0
80
19
99
Jumlah
36
164
19
219
2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
8
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
Dari hasil analisis data di atas diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara kualitas kemampuan komunikasi dengan disposisi matematis siswa. Kaitannya termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) Siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya baik, disposisi matematisnya baik pula; (2) Siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya sedang, disposisi matematisnya sedang pula; (3) Siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya kurang, disposisi matematisnya kurang pula. 4. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Ditinjau dari siswa secara keseluruhan maupun menurut kluster sekolah dan tingkat kemampuan awal matematika, pencapaian dan perolehan (gain) kemampuan komunikasi matematis untuk siswa yang pembelajarannya menggunakan modeleliciting activities tergolong cukup baik dan lebih baik daripada kemampuan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional yang tergolong sedang. Demikian pula disposisi matematis siswa kelas MEAs lebih baik dari disposisi matematis siswa kelas konvensional dan keduanya tergolong cukup baik. Kemampuan matematis dan disposisi siswa kelas MEAs tergolong cukup baik. b. Terdapat asosiasi yang tinggi antara kemampuan komunikasi dengan disposisi matematis.
REFERENSI Abdi, A. (2004). Senyum Guru matematika dan Upaya Bangkitkan Gairah Siswa. [Online].Tersedia:http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan/artikel.ph p?article_id=6722 [28 maret 2005] Afgani, J. D. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa SLTP melalui Pendekatan Open-ended. Disertasi pada Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan Ansyari. B. (2004), Menumbuhkembangkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-talk-write. Disertasi pada Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Cockcroft, W. (1981). Mathematics counts: Report into the teaching of mathematics in schools under the chairmanship of W.H. Cockcroft. London, UK: HMSO. Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan. Jennings, S. & Dunne, R. (1998) Discussion Papers. Tersedia: http://www.ex.ac.uk/telematics/T3/maths/mathfram.htm KTSP (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:Depdiknas. Lesh, R., & Doerr, H. (2003). Foundations of a models and modeling perspective on mathematics teaching, learning, and problem solving. In R. Lesh & H. Doerr (Eds.), Beyond Constructivism: Models and Modeling Perspectives on 2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
9
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa
Mathematics Problem Solving, Learning and Teaching (pp. 3–34). Mahwah, NJ: Erlbaum. Mettes, C.T.W. (1979). Teaching and Learning Problem Solving in Science A General Strategy. International Journal of Science Education, 57(3),882-885. Rif’at, M. (2001). Pengaruh Pola-Pola Pembelajaran Visual Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Masalah-Masalah Matematika. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Slettenhaar (2000). Adapting Realistic Mathematics Education in the Indonesian Context. Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia (Prosiding Konperensi Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000) Sudrajat, (2001). Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk Peningkatan Kemampuan Komunikasi dalam Matematika SMU. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan Sukmadewi, T.S. (2004). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SMU melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi transactional Reading. Bandung: Tesis pada PPS UPI. Tidak diterbitkan. Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan kegiatan Belajar terhadap kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung : tidak diterbitkan Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah matematik pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Wahyudin (1999). Kemampuan Guru Matematika, calon guru matematika, dan siswa dalam mata pelajaran matematika. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan Wahyudin (2003). Ensiklopedi Matematika dan Peradaban Manusia. Jakarta: Tarity Samudra Berlian. Prijosaksono (2007). Komunikasi yang Efektif. [online]. Tersedia : http://bocahalas.lingkungan.org/?p=20 – 18k(4 Desember 2008) Purwanto, N. (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya.
2014 PPPPTK Bidang Mesin dan Teknik Industri
10