Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
MENGANTISIPASI KEGAGALAN ISLAMISASI SAINS DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM Mukani1
Abstrak Masyarakat modern berhasil mengembangkan sains dan teknologi canggih untuk mengatasi masalah kehidupan. Namun, hal itu juga tidak mampu menumbuhkan
akhlaq al-karimah. Tulisan ini mencarikan solusi untuk mengatasi tragedi masyarakat modern yang dimaksud dengan memfokuskan kajian kepada upaya mengintegrasikan sains dengan agama, melalui konsep Islamisasi sains, yang lahir karena adanya konsep dikotomis antara agama dan sains yang dikembangkan Barat dan budaya masyarakat modern. Pengembangan sains dalam Islam tidak hanya meyakini kebenaran panca indera, logik dan etik insani, tetapi juga mengakui dan meyakini kebenaran transendental (Ilahiyyah). Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi Islam dalam memandang sains adalah integral dengan etika dan moral. Islam tidak menerima sekulerisasi ilmu dari nilai atau sains dari kebajikan (wisdom). Cara yang digunakan untuk mengoperasionalkan konsep-konsep normatif menjadi obyektif dan empiris adalah sintetic dan pendekatan analitic. Sedangkan model Islamisasi saisn yang bisa dikembangkan dalam menatap era globalisasi adalah model Purifikasi, model Modernisasi Islam dan model Neo-Modernis. Islamisasi sains ini hanya mungkin terlaksana dengan baik jika tersedia sarana atau wadah bersifat permanen dalam bentuk lembaga pendidikan Islam, khususnya pada jenjang perguruan tinggi. Kata kunci : Islamisasi sains, modern, Barat, Islam
1
Penulis adalah alumni Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya (2005), Dosen
STIT Urwatul Wutsqo Bulurejo Jombang dan STAI Darussalam Krempyang Nganjuk.
21
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
Pendahuluan
Kehidupan
Tantangan berat yang dihadapi
membawa
manusia modern, termasuk masyarakat
banyak
muslim,
hidupnya.
adalah
adanya
pengaruh
modern
kebahagiaan kepada
juga
yang
manusia
dalam
Kesulitan-kesulitan
bahaya-bahaya
kehidupan. Kondisi ini tidak pernah
menghambat perhubungan, sekarang
dibayangkan
moyang
tidak menjadi soal lagi. Kemajuan
sebelumnya. Tidak terkecuali dalam
industri telah dapat menghasilkan alat-
dunia
alat
ilmu
pengetahuan.
Banyak
yang
yang
dan
budaya Barat dalam semua sendi nenek
alamiah
lebih
memudahkan
dulu
hidup,
sekarang ditemui para ilmuwan yang
memberikan kesenangan dalam hidup,
berusaha
untuk
sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani
dan
tidak sukar lagi untuk dipenuhi. Akan
sekuat
“membaratkan” bangsanya
tenaga masyarakat
sendiri.
berpredikat
Ilmuwan
muslim
pun
yang
tetapi,
suatu
tidak
menyedihkan
kenyataan adalah
yang bahwa
ketinggalan mengikuti jejak ini. Dalam
kebahagiaan itu ternyata semakin jauh,
pemakaian
ilmiah,
hidup semakin sulit dan kesukaran-
sebagai studi kasus, peristilahan dari
kesukaran material berganti dengan
Barat
untuk
kesukaran mental. Beban jiwa semakin
Islam,
berat, kegelisahan, ketegangan dan
sebaliknya istilah yang sebenarnya
tekanan perasaan lebih sering terasa
khas
dan
konsep-konsep dicocok-cocokkan
melambangkan Islam
ajaran “dipaksa”
untuk
lebih
menekan
sehingga
menyesuaikan diri dengan pemahaman
mengurangi kebahagiaan.3 Kondisi ini
dan istilah dalam dunia Barat. Sebagai
mengakibatkan adanya kecenderungan
konsekuensi logis, masyarakat Islam
untuk menyisihkan seluruh nilai dan
sendiri secara keseluruhan semakin
norma yang berdasarkan agama dalam
jauh dari “bahasa” agamanya sendiri.2
memandang
kenyataan
kehidupan.
Manusia modern yang mewarisi sikap positivistik
Imam Bawani, Segi-segi Pendidikan
2
ini
cenderung
menolak
Islam (Surabaya : Al-Ikhlas, 1987), 218-221. Bandingkan
dengan
Hasan
Basri,
Kapita
3
Abuddin
Nata,
Kapita
Selekta
Selekta Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka
Pendidikan Islam (Bandung : Angkasa, 2003),
Setia, 2012), 182-183.
125-126.
22
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
keterkaitan antara substansi jasmani
dan tujuan hidup manusia, termasuk
dan substansi rohani manusia. Mereka,
apa yang baik dan yang buruk bagi
dalam batas tertentu, juga menolak
manusia modern itu sendiri. Patokan-
keberadaan
Manusia
patokan tentang moralitas, makna dan
batas,
tujuan hidup manusia itu ternyata
modern
hari
kiamat.
terasing
tanpa
berakar pada agama.5
kehilangan orientasi hidup, sebagai konsekuensinya lahir trauma kejiwaan
Pada sisi lain, ilmu pengetahuan
dan ketidakstabilan hidup.4
dan kecanggihan teknologi tersebut
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan
ilmu
ternyata
juga
tidak
mampu
pengetahuan
menumbuhkan moralitas yang mulia
dan teknologi canggih untuk mengatasi
(akhlaq al-karimah). Dunia modern
berbagai
saat ini, termasuk di Indonesia, ditandai
masalah
kehidupannya. dan
dengan berbagai kemerosotan akhlaq
pengembangan ilmu pengetahuan ini
yang benar-benar berada pada taraf
pada
berhadapan
mengkhawatirkan. Kejujuran, keadilan,
dengan pertanyaan pokok tentang jalan
kebenaran, tolong menolong dan kasih
yang
sayang
Kecanggihan masa harus
teknologi sekarang ditempuh
selanjutnya.
sudah
tertutup
oleh
Berbagai pertanyaan itu sebenarnya
penyelewengan, penindasan, penipuan,
berkisar
masalah
saling menjegal, saling menjatuhkan
dalam
dan saling merugikan. Di sana sini
teknologi,
sudah biasa terjadi adu domba, fitnah,
terutama jalannya ilmu dan teknologi
menjilat, mengambil hak orang lain
yang
sesuka hati dan perbuatan-perbuatan
pada
ketidakmampuan mengendalikan
ilmu
sudah
dikendalikan
manusia dan
tidak manusia.
dapat
lagi
Pertanyaan-
biadab lainnya.6
pertanyaan itu, sampai kapan pun,
Gejala-gejala kemerosotan moral
tidak akan mampu dijawab dengan baik
tersebut dewasa ini tidak saja menimpa
tanpa
patokan-
kalangan dewasa, melainkan juga telah
patokan mengenai moralitas, makna
menimpa kalangan pelajar tunas-tunas
menoleh
kepada
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam
5
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), 308-
6
4
Ibid, 310. Abuddin
Nata,
Pendidikan Islam, 126.
309.
23
Kapita
Selekta
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
bangsa.
Orang
mereka
yang
bidang
agama
tua,
pendidik
berkecimpung dan
dan
Islamisasi Sains
dalam
sosial
Istilah Islamisasi sains (ilmu)
banyak
muncul
sebagai
sebuah
respon
mengeluhkan perilaku sebagian pelajar
terhadap krisis manusia modern yang
yang berperilaku nakal, keras kepala,
disebabkan karena pendidikan Barat
mabuk-mabukan,
pesta
bertumpu pada suatu world view yang
narkoba, bergaya hidup hippies di
bersifat materialistis dan relativistis,
Eropa,
Amerika
menganggap bahwa pendidikan bukan
Tragedi
tersebut
tawuran, dan
sebagainya. oleh
untuk membuat manusia semakin bijak,
kini
yaitu mengenali dan mengakui posisi
mempengaruhi cara berpikir manusia
masing-masing dalam tertib realitas,
modern.
tetapi memandang realitas sebagai
beberapa
disebabkan
faktor Menurut
yang Zakiah
Daradjat,
faktor-faktor tersebut adalah kebutuhan
sesuatu
yang
bermakna
hidup yang semakin meningkat, rasa
material bagi manusia. Oleh karena itu,
individualis dan egoistis, persaingan
hubungan
dalam hidup, keadaan yang tidak stabil
realitas
dan terlepasnya sains dari agama.7
harmonis.
manusia bersifat Ini
secara
dengan
tertib
eksploitatif,
bukan
adalah
salah
satu
Sejalan dengan permasalahan di
penyebab penting kemunculan krisis
atas, tulisan ini akan mencarikan solusi
masyarakat modern. Islamisasi ilmu
untuk mengatasi tragedi masyarakat
mencoba
modern
tersebut.
yang
dimaksud
dengan
memfokuskan kajian kepada upaya mengintegrasikan
ilmu
mencari
akar-akar
krisis
Kelahiran gagasan Islamisasi ilmu
pengetahuan
juga
disebabkan
adanya
konsep
dengan agama, melalui konsep yang
dikotomis antara agama dan ilmu
terkenal dengan istilah Islamisasi ilmu.
pengetahuan yang dikembangkan Barat dan
budaya
masyarakat
modern.
Masyarakat Barat lebih memandang sifat, metode, struktur sains dan agama 7
Zakiah
Daradjat,
Peranan
jauh berbeda. Agama diasumsikan atau
Agama
melihat suatu permasalahan dari segi
dalam Kesehatan Mental (Jakarta : Gunung
normatif,
Agung, 1979), 10.
24
sedangkan
sains
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
meneropongnya Agama
dari
melihat
solusinya
segi
obyektif.
problematika
melalui
petunjuk
kegiatan
ini
kemudian
diterbitkan
menjadi sebuah buku berjudul Crisis in
dan
Muslim Education.9
Tuhan,
sedangkan sains melalui eksperimen
Syed Muhammad Naquib al-Attas
dan rasio manusia. Karena ajaran
menyatakan bahwa tantangan terbesar
agama diyakini sebagai petunjuk dari
yang secara diam-diam dihadapi oleh
Tuhan,
dinilai
umat Islam pada jaman ini adalah
mutlak, sedangkan kebenaran sains
tantangan pengetahuan, bukan dalam
bersifat masih relatif. Agama banyak
bentuk kebodohan, tetapi berbentuk
berbicara yang gaib, sedangkan sains
pengetahuan yang dipahamkan dan
hanya membahas mengenai hal yang
disebarkan ke seluruh dunia oleh
empiris.8
peradaban Barat. Menurut Ismail Raji
maka
Gagasan
kebenarannya
ini
al-Faruqi bahwa sistem pendidikan
dalam dunia
Islam telah dicetak di dalam sebuah
pendidikan Islam sejak tiga dasawarsa
karikatur Barat, sehingga dipandang
yang lalu, tepatnya pada saat digelar
sebagai penderitaan yang dialami umat
World Conference on Muslim Education
(inti malaise).
pertama kali
Islamisasi muncul
ilmu
di Mekkah tanggal 31 Maret sampai
Muhammad Abduh di Mesir dan
dengan 8 April 1977. Kegiatan yang
Ahmad Khan di India, sebagai dua
diprakarsai dan dilaksanakan oleh King
reformasi
Abdulaziz
ini
negaranya masing-masing, sebenarnya
membahas 150 makalah dari para ahli
sudah sejak awal telah menyadari
pendidikan dunia Islam dari 40 negara.
terhadap
Konferensi
peradaban
University
ini
Jeddah
merumuskan
rekomendasi untuk pembenahan dan penyempurnaan
sistem
pendidikan
tantangan Barat
Islam
dan itu.
di
bahaya Meskipun
demikian, keduanya telah keliru dalam
pendidikan
Islam yang diselenggarakan oleh umat
9
Baca Sajjad Husain dan Ali Ashraf,
Islam di seluruh dunia. Hasil dari
Crisis ini Muslim Education (Jeddah : King
pembahasan dan rekomendasi dari
Abdulaziz
8
University,
1979).
Baca
juga
saduran buku ini pada Mukani, Pergulatan
Poedjawiatna, Tahu dan Pengetahuan
Ideologis Pendidikan Islam (Malang : Madani,
(Jakarta : Bina Aksara, 1983), 62-73.
2011).
25
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
memilih pendekatan untuk menghadapi
unsur Islam yang esensial dan konsep-
tantangan
konsep kunci, sehingga menghasilkan
tersebut.
Keduanya
berusaha
mendudukkan
sistem
suatu
pendidikan
Islam
sistem
pengetahuan inti itu.11 Akhir-akhir ini
pendidikan
Barat
jalan
telah muncul pendidikan lain, yaitu
mencangkokkan kedua sistem yang
dengan jalan merumuskan landasan
mengandung landasan yang berbeda,
filsafat
sehingga justeru menciptakan dikotomi-
melangkah pada Islamisasi ilmu.
dengan melalui
komposisi
ilmu
yang
yang
merangkum
Islami
sebelum
dikotomi, baik dalam sistem pendidikan
Pada
Islam maupun sistem pengetahuan.10
pengembangan
Model seperti ini nampaknya masih
Islamisasi sains. Tulisan berikut ini
berlaku dan merata di kalangan umat
mencoba untuk mengkaji kandungan
Islam hingga saat ini.
pengertian istilah dimaksud dengan
Bagi al-Faruqi, pendekatan yang digunakan
adalah
dengan
harapan
jalan
konteks ilmu
dikenal
dapat
pemahaman
bahasa, istilah
memperoleh
secara
memadai.
menuangkan kembali seluruh khazanah
Sebelumnya, hampir satu dekade yang
pengetahuan Barat dalam kerangka
lalu,
Islam yang dalam praktiknya “tidak
mengintrodusir sebuah konsep yang
lebih” dari usaha penulisan kembali
diistilahkan dengan Islam For Scientific
buku-buku teks dalam berbagai disiplin
Purposes (ISP). Feisal mendefinisikan
ilmu dengan wawasan ajaran Islam.
bahwa
Sedangkan
merupakan hasil
dengan
bagi
jalan
al-Attas
adalah
Jusuf
Amir
metode
Feisal
pernah
dan
teknik
ISP
dari
asumsi
dan
pertama-tama
tubuh
pendekatan baru yang memandang
Barat
harus
agama (Islam) sebagai sebuah sistem
dibersihkan dulu dari unsur-unsur yang
nilai dan norma yang memiliki kekuatan
asing bagi ajaran Islam, kemudian
kreatif, atau setidaknya mempunyai
merumuskan dan memadukan unsur-
pengaruh terhadap kerja sistem budaya
pengetahuan
itu
dan peradaban tertentu dalam bingkai Tentang
10
dikotomi-dikotomi
pengabdian
sistem
pendidikan maupun sistem pengetahuan, baca Mukani, Pergulatan Ideologis Pendidikan Islam,
11
kepada
Tuhan
dalam
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan
Islam (Jakarta : RajaGrafindo, 2006), 37-39.
45-108.
26
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
pengertian yang luas, secara individu
mereka
maupun sosial. ISP tersebut pada
tanggung
gilirannya
menurunkan
pengetahuan atau ilmu dan teknologi
beberapa
tujuan,
konsekuensi
yaitu
(1)
untuk
yang
kepada jawab
Tuhan
sebagai
individual,
memungkinkan
(2)
optimalisasi
memahami kebenaran Islam melalui
kemampuan individu sebagai pribadi
alat berupa ilmu pengetahuan, (2)
yang kompeten atau fi ahsan al-takwin,
untuk
ilmu
(3)
dari
teknologi yang membantu penemuan,
memformulasikan
pengetahuan inferensi
sebagai
rasional
produk
dan
pengalaman
pengetahuan
pengembangan,
atau dan
ilmu
dan
pemeliharaan
yang relevan atau bersandar kepada
lingkungan alam dan sosial sebagai
nilai-nilai dan sistem norma Islami, (3)
sebuah ilmu terapan baru.13
untuk
mengarahkan
pandangan
Berbeda dengan Feisal di atas,
terhadap rumusan ilmu pengetahuan
Perves Hoodbhoy, seorang fisikawan
empirik sebagai kebenaran hipotetik
terkenal dari Universitas Quad-i-azam
atau
memulai
Pakistan, justeru mengemukakan kritik
perumusan dan pembuktian konsep-
sehubungan dengan pemaknaan istilah
konsep ilmiah yang berlandaskan pada
sains Islami. Menurut Hoodbhoy, sains
nilai dan sistem norma Islami.12
Islami yang belakangan muncul pada
relatif,
(4)
untuk
Feisal kemudian juga mencoba mengkatagorisasikan dirujuk
oleh
hal-hal
istilah
hakikatnya tidak lebih sebagai sebentuk
yang
reaksi
atas
perkembangan
sains
ilmu-ilmu
modern di Barat. Berbeda dari sains
pengetahuan Islami ke dalam tiga
Islami yang dikembangkan oleh ulama’
kelompok, yaitu (1) pengetahuan atau
Islam pada masa keemasan dahulu,
ilmu dan teknologi yang memungkinkan
sains Islami baru hanya mencoba
individu untuk menunaikan peribadatan
menegaskan kembali apa yang telah diketahui
12
Jusuf
A.
Feisal,
“Islam,
a
dan
bukan
menyelidiki
sesuatu yang belum diketahui. Tidak
Man of
ada prinsip-prinsip baru keilmuan yang
Knowledge, Science and Technology,” (Paper,
hendak dicari atau melangkah untuk
Resources
for
Inovative
Devolopment
the 6 Internasional Seminar on Miracles of alth
Qur’an and al-Sunnah on secience and Technology, Bandung, 1994), 6.
13
27
Ibid, 7.
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
merancang percobaan dan pengujian.
menjadi cambuk yang menyadarkan
Menurutnya, seandainya Ibnu Sina,
para ulama dan ilmuwan muslim bahwa
Umar Khayyam, Ibnu al-Haitam dan
dalam konteks pengembangan ilmu
lainnya masih hidup, mereka pasti akan
sudah seharusnya tidak hanya berkutat
sangat
mencari
malu
melihat
apa
yang
dalil-dalil
yang
mencoba
sekarang ini disebut sebagai sains
menjustifikasi hasil-hasil temuan sains
Islami.14
modern, yang notabene buah keringat
Lebih
lanjut
Hoodbhoy
para
ilmuan dari
non-muslim, bukti-bukti
sebagai
mengatakan bahwa sains Islami baru
bagian
yang ada saat ini tumbuh dipelopori
Islam. Karena sikap demikian memang
oleh para ulama ortodoks dengan
kental
berkolaborasi bersama para penguasa
kreatif dan seperti tamparan Hoodbhoy
yang mengatasnamakan Islam. Sains
: reaksioner. Maka dari itu, ke depan,
Islami baru menjadi tempat berlindung
upaya
dari tantangan untuk melakukan sains
pengetahuan dalam perspekif Islam,
yang rumit dan sulit. Jadi, sains baru
atau
hampir tidak ada hubungannya dengan
proyek
kebangkitan kembali agama (Islam).
semestinya
untuk
Sains itu tidak lebih permainan istilah
eksplorasi
pesan-pesan
secara tidak jujur oleh sekolompok
maupun hadits melalui praktek-praktek
orang terdidik dari kelas menengah
penelitian ilmiah yang progresif dan
yang berharap keuntungan dan promosi
substansional.
bernuansa
kebenaran
apologetik,
pengembangan yang
akrab
Islamisasi
tidak
ilmu
dikenal
sebagai
ilmu,
sudah
melangkah
pada
al-Qur’an
diri dari perkenan para penguasa yang ada.15
Metodologi Pesan konstruktif dari analisis
Pengembangan
Sains
Islami
Hoodbhoy di atas tampaknya patut
Pengembangan
ilmu
pengetahuan dalam Islam tidak hanya Perves Hoodbhoy, Ikhtiar Menegakkan
meyakini kebenaran panca indera, logik
Rasionalitas : Antara Sains dan Ortodoksi
dan etik insani, tetapi juga mengakui
14
Islam, terj. Sari Meutia (Bandung : Mizan,
dan meyakini kebenaran transendental
1996), 249-250. 15
(Ilahiyyah).
Ibid, 251.
28
Oleh
karena
itu,
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
perkembangan ilmu pengetahun dan
meniru
teknologi dalam Islam tidak bersifat
menolak
value-free, tetapi value-bond, dalam
Jadi,
arti tetap berada dalam frame of work
manusia
yang merupakan realisasi dari misi
seluruh
kekhalifahan manusia dan pengabdian
sebelumnya. Artinya, manusia tidak
kepada Tuhan.16 Atas dasar itu, ilmu
membangun peradaban dari sebuah
tidak hanya mengajarkan yang ada
vacum,
(existence), yang dalam hal ini dapat
sebelumnya,
neutral,
disebut
membabi-buta
secara
perlu
mentah-mentah.17
terus
mewarisi
disadari
bahwa
tradisi
sejarah
peradaban
tidak
dan
kelompok
ada
sama
sebagaimana
sekali tulisan
juga
Kuntowijoyo bahwa semua peradaban
mengajarkan yang akan ada (will
dan semua agama mengalami proses
exist),
mempergunakan
meminjam serta memberi pengaruh
hakikat alam semesta dan hukum-
dalam interaksi mereka satu sama lain
hukumnya atau temuan-temuan ilmu
sepanjang sejarah. Karenanya, hampir
pengetahuan
tidak
bagaimana
tetapi
secara
serta
mengarahkannya
ke
bagaimana arah
tertentu.
mungkin
manusia
bersikap
eksklusif, sebab hal itu adalah sikap
Dalam konteks ini, ada dua pilihan,
yang
yaitu pilihan Ilahiyyah atau pilihan
Bagaimanapun Islam adalah sebuah
manusiawi.
paradigma
yang
merupakan
mata
Di sini tampaknya perlu untuk tidak
bersikap
dikotomis
pengaruh-pengaruh
Barat
ahistoris
dan
tidak
realistis.
terbuka. rantai
Islam
peradaban
dunia.18
terhadap dalam
Islamisasi
sains
sebenarnya
ditunjukkan
sejarah
Islamisasi ilmu, meskipun harus terus
sudah
berupaya mendekati cita-cita Islam
pengembangan ilmu pengetahuan pada
yang otentik. Garaudy menyarankan
periode
klasik
dalam
khazanah
umat Islam untuk bersikap selektif, kritis dan kreatif dalam memandang
17
Roger Garaudy, “The Balance Sheet of
sains modern agar tidak terjebak ke
Western Philosophy in this Century,” dalam
dalam dua kesalahan besar, yaitu
Toward Islamization of Disciplines (Virginia :
16
IIIT, 1995), 3897-406.
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan
18
Islam, 49-50.
Kuntowijoyo,
Paradigma
(Bandung : Mizan, 1998), 290.
29
Islam
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
intelektual Islam. Kata ulama, sebagai
yang tidak hanya meyakini keberadaan
studi kasus, tidak hanya dimaknai
Tuhan dalam hati, mengucapkannya
sebagai orang yang ‘alim dalam bidang
dengan lisan dan mengamalkannya
ilmu keagamaan, tetapi juga merujuk
lewat tingkah laku, namun teologi yang
kepada
memiliki
menyangkut aktivitas mental berupa
pengetahuan yang bersifat integrated,
kesadaran manusia yang paling dalam
yaitu bahwa ilmu pengetahuan umum
perihal
yang dikembangkan tidak terlepas dari
Tuhan, lingkungan dan sesamanya.
ilmu agama atau tidak terlepas dari
Dalam bahasa berbeda, tauhid yang
nilai-nilai Islam. Sebagai contoh, Ibnu
dimaksud di sini adalah teologi yang
Sina misalnya, selain ahli filsafat,
memunculkan
musik, psikologi dan kedokteran, juga
suatu matra yang paling dalam diri
ahli ilmu keislaman seperti tasawuf,
manusia yang memformat pandangan
yang termanifestasi dalam kitab al-
dunianya, kemudian menurunkan pola
Irsyad wal Tanbihat. Demikian pula
sikap
dengan
ahli
dengan world view itu, karena itu
matematika dan kedokteran, juga ahli
teologi pada ujungnya akan memiliki
dalam hukum Islam, yang ini bisa
implikasi
dilihat dari kitabnya berjudul Bidayatul
sekaligus antropologis.20
orang
Ibnu
Mujtahid.
yang
Rusyd,
selain
dan
manusia
kesadaran,
tindakan
yang
dengan
sebagai
yang
sangat
selaras
sosiologis,
demikian,
Berdasarkan pandangan teologi
pengembangan sains Islam saat itu
yang demikian itu, maka alam raya,
tidak mengenal dikotomi antara ilmu
manusia,
agama dengan ilmu umum.19
merupakan satu kesatuan yang saling
Konsep
Dengan
hubungan
Islam
dan
Tuhan
tentang
berhubungan dan terikat dengan hukum
pengembangan ilmu yang demikian itu
alam atau natural law, yang dalam
didasarkan kepada beberapa prinsip.
pandangan
Pertama adalah fakta bahwa ilmu
sunnatullah. Dengan prinsip teologi
dalam
seperti
Islam
ajaran
masyarakat
dikembangkan
dalam
kerangka tauhid, yaitu sebuah teologi 19
Abuddin
Nata,
Kapita
Islam
ini,
maka
disebut seluruh
dengan ilmu
Syamsul Arifin dkk, Spiritualitas Islam
20
Selekta
dan Peradaban Masa Depan (Yogyakarta : SI
Pendidikan Islam, 130-131.
Press, 1996), 21.
30
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
pengetahuan, baik ilmu yang dasar
sekarang. Dengan cara demikian, ilmu
kajiannya alam (science) maupun ilmu
pengetahuan tidak akan digunakan
yang
untuk
dasar
masyarakat hakikatnya
kajiannya dan
adalah
manusia,
tujuan-tujuan
wahyu,
pada
membahayakan
ayat-ayat
Allah.
manusia
Bentuk dan macam ilmu itu berbeda-
serta
Ketiga
prinsip tauhid ini, maka seseorang akan
pengembangan
sampai
harus
Tuhan
dengan
menggunakan ilmu-ilmu tersebut. mendorong
manusia
merugikan
lainnya
yang
adalah
reorientasi
ilmu
dimulai
pengetahuan
dengan
suatu
pemahaman yang segar dan kritis atas
Kedua adalah ajaran dalam Islam yang
dan
bertentangan dengan kehendak Tuhan.
beda, tetapi hakikatnya satu. Dengan kepada
yang
epistemologi Islam klasik dan suatu
untuk
rumusan kontemporer tentang konsep
mengembangkan pengetahuan dalam
ilmu.
rangka
beribadah
dalam rangka struktur fisik luarnya dan
kepada-Nya. Hal ini penting ditegaskan
infrastruktur dari gagasan epistemologi
karena
untuk
Islam yang abadi harus dipulihkan
mempelajari fenomena alam dan sosial
dalam keseluruhannya. Dalam kaitan
yang
ini, maka pengembangan ilmu dalam
bertakwa dorongan tampak
dan
al-Qur’an
kurang
diperhatikan,
Perubahan
harus
sebagai akibat dari perhatian dakwah
bentuk
Islam yang semula lebih tertuju untuk
menghilangkan
memperoleh keselamatan di akhirat.
yang abadi, yaitu sebagai alat untuk
Hal ini harus diimbangi dengan perintah
menyaksikan kebesaran Tuhan.
Keempat
mengabdi kepada Tuhan dalam arti yang
lebih
mengembangkan Motivasi
luas, ilmu
pengembangan
termasuk
bahwa
pengetahuan. ilmu
lahiriyah,
ditafsirkan
ilmu
tidak
makna
adalah
boleh
spiritualnya
kewajiban
pengetahuan
harus
dikembangkan oleh orang-orang Islam
yang
yang memiliki keseimbangan antara
sejak dahulu dipraktikkan oleh para
kecerdasan akal dengan kecerdasan
ilmuwan muslim seperti Al-Farabi, Ibnu
moral
Sina, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dan
kesungguhan untuk beribadah kepada
lainnya hendaknya dijadikan pegangan
Tuhan dalam arti yang seluas-luasnya.
dalam pengembangan ilmu di masa
Hal ini sesuai dengan yang terjadi
31
yang
diiringi
dengan
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
dalam sejarah di abad klasik, para
Dengan
menerapkan
kelima
ilmuwan yang mengembangkan ilmu
prinsip tersebut di atas, pendidikan
pengetahuan
Islam
adalah
pribadi-pribadi
diharapkan
mampu
yang selalu taat kepada Tuhan dan
keunggulan
memiliki
Islamisasi
ilmu
untuk
mengatasi
Mereka menulis berbagai kaya ilmiah
berbagai
problematika
kehidupan
sebagai bentuk ibadah kepada Allah,
masyarakat
sedangkan
pengembangan
kesucian
masalah
jiwa
dan
membahas ilmu
raga.
berbagai
pengetahuan
dinilai
dalam
memiliki
kerangka
modern, ilmu
besar
yaitu
(1)
tersebut
akan
dinamis sesuai dengan tuntutan jaman,
sebagai tasbih. Mereka menjaga diri
(2)
dari perbuatan dosa dan hal-hal lain
memperoleh momentum kejayaan dan
yang dilarang oleh Allah.
kesejahteraan yang seimbang, antara
Kelima
adalah
masyarakat
modern
akan
pengembangan
kesejahteraan yang bersifat material
ilmu dalam Islam harus dilaksanakan
dengan kesejahteraan spiritual, (3)
secara integral antara ilmu agama
karena ilmu yang dimiliki masyarakat
dengan
meskipun
modern
namun
ilmu
untuk
mengabdi
kepada
kemanusiaan,
maka
hakikatnya sama, yaitu sama-sama
masyarakat
modern
sebagai tanda kekuasaan Allah. Tidak
menjadi suatu kekuatan yang antara
ada lagi perasaan yang merasa lebih
satu
unggul antara satu dan lainnya. Ilmu-
membantu melalui ilmu pengetahuan
ilmu
dengan
yang dimiliki, (4) Islamisasi ilmu akan
dan
melahirkan berbagai konsep pendidikan
ketahanan batin, sedangkan ilmu-ilmu
yang integrated antara ilmu agama
umum berkaitan dengan pembinaan
dengan
ilmu
umum,
fisik intelektual dan keterampilan. Satu
menghilangkan
dikotomi
sama lain ilmu tersebut berasal dari
keduanya.
bentuknya
agama
pembinaan
umum,
berbeda-beda,
terkait mental,
erat moral
Allah dan harus diabdikan kepada
Abuddin
dengan
Secara
Allah.21 21
diarahkan
Kuntowijoyo Nata,
Kapita
yang
lebih
akan
tumbuh
lainnya
saling
sekaligus di
antara
terkonstruk,
menawarkan
sebuah
metodologi pengembangan sains Islam
Selekta
yang
Pendidikan Islam, 131-135.
32
disebutnya
metode
sintetik-
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
analitik. Menurutnya, kandungan al-
obyektif, bukan subyektif. Itu berarti al-
Qur’an pada dasanya dapat dibagi
Qur’an harus dirumuskan dalam bentuk
menjadi dua bagian, yaitu konsep-
konstruk-kostruk
konsep dan kisah-kisah sejarah atau
konstruk-konstruk al-Qur’an tersebut
tentang doktrin Islam dan lebih jauh
pada akhirnya merupakan kegiatan
tentang
Qur’ani
pandangan
hidup
teoritis.
theory
Elaborasi
building.
Dari
sini
(weltanschauung) Islam. Kisah-kisah
muncul paradigma al-Qur’an, yang
mengajak manusia merenung untuk
dapat
memperoleh wisdom (hikmah) tentang
konstruksi
hakikat
memungkinkan
dan
makna
kehidupan.
diartikan
sebagai
suatu
pengetahuan manusia
yang
memahami
Kandungan ini memperkenalkan arche-
realitas
type tentang kondisi-kondisi universal
memahaminnya.
agar dapat ditarik pelajaran moral,
memberi gambaran aksiologis, juga
bukan data historisnya yang penting di
akan
sini, tetapi pesan moralnya, bukan bukti
epistimologis.
obyektif-empirisnya,
ta’wil
tetapi
sebagaimana Di
al-Qur’an samping
menyediakan Yang
ini
wawasan
penting
pula
untuk
subyektif-normatifnya. Cara inilah yang
disampaikan di sini adalah bahwa
disebut
proposisi-proposisi
dengan
memahami
secara
al-Qur’an
sintetik, yaitu merenungkan pesan-
merupakan “unsur konstitutif” sebagai
pesan moral al-Qur’an dalam rangka
bahan
mensintesakan
berpengaruh
penghayatan
dan
pembangunan
pengalaman subyektif manusia dengan
tersebut.
ajaran-ajaran normatif, etik dan moral
Islam,
individual.
rasionalisme
Pendekatan lain yang digunakan untuk
mengoperasionalkan
hanya
yang
dalam
Jadi,
paradigma
dalam
wahyu
itu
dan
bersumbear
sangat
epistimologi
penting.
Jika
empirisme dari
Barat
akal
atau
konsep-
observasi saja, dengan doktrinnya “apa
konsep normatif menjadi obyektif dan
yang tidak logis adalah tidak real” dan
empiris adalah pendekatan analitik.
apa yang tidak real adalah tidak logis,
Ayat-ayat
sebagai
maka ini menjadi terlalu sederhana
pernyataan normatif harus dianalisis
dalam persepektif epistimologi Islam.
untuk diterjemahkan kepada level yang
Oleh
al-Qur’an
33
karena
itu,
dengan
wahyu,
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
pengetahuan
menjadi
apriori.
Di
warisan tersebut mengandung bias
samping terdapat pengakuan terhadap
karena
struktur transendental sebagai referensi
historisnya.22
untuk
menafsirkan
realitas,
juga
keterbatasan
situasi
Oleh karena itu, tawaran 5 (lima)
terdapat pengakuan terhadap adanya
program
re-interpretasi
ide murni yang bersumber dari luar diri
Kuntowijoyo
menjadi
manusia,
dilaksanakan secara baik-baik, yaitu
konstruk
tentang
struktur
nilai-nilai yang berdiri sendiri
dan
untuk
(1) mengembangkan penafsiran sosial
bersifat transendental. Meskipun
urgent
dari
struktural lebih dari pada penafsiran
al-Qur’an
dapat
individual
terhadap
ketentuan-
dianggap sebagai dokumen historis
ketentuan tertentu dalam al-Qur’an,
karena hampir tiap-tiap pernyataanya
(2) mengubah cara pandang subyektif
mengacu
peristiwa-peristiwa
ke
konteks
sejarah
mengubah Islam yang normatif menjadi
diturunkan, tetapi pesan utama al-
teoritis, (4) mengubah pemahaman
Qur’an
bersifat
yang ahistoris menjadi historis, (5)
transedental, melampaui jaman. Untuk
merumuskan formulasi-formulasi wahyu
itu perlu ada metodologi yang mampu
yang bersifat general menjadi spesifik
mengangkat
dan empiris.
aktual
kepada sesuai
sesungguhnya
teks
konteksya.
al-Qur’an
Hal
mengembalikan
ini
makna
dari untuk
teks
cara
berpikir
obyektif,
(3)
Berangkat dari keprihatinan atas
yang
gagasan
“Islamisasi
ilmu”
yang
sering merupakan respon terhadap
cenderung bersifat reaktif, Kuntowijoyo
realitas historis-kepada pesan universal
menawarkan suatu penyikapan baru
dan
juga
perihal hubungan antara Islam dengan
penafsiran-penafsiran
ilmu. Menurutnya, dalam hal ilmu,
makna
transedentalnya,
membebaskan dari
bias-bias
tertentu
akibat
gerakan
intelektual
Islam
harus
keterbatasan situasi historis, mengingat
melangkah lebih jauh, yaitu bergerak
jelas bahwa warisan intelektual Islam
dari
sangat membantu umat Islam dalam
keilmuan ini memiliki tiga sendi, yaitu
memperkaya
perspektif,
meskipun
text
menuju
context.
Usaha
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, 327-
22
sampai sekarang masih disadari bahwa
332.
34
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
“pengilmuan Islam” sebagai proses
yang berdasar dan dijiwai oleh ibadah.
keilmuan yang bergerak dari text al-
Dengan sendirinya, konsep hidup yang
Qur’an menuju context sosial dan
menafikan atau memisahkan dirinya
ekologis manusia, “paradigma Islam”
dari
adalah
seorang mukmin.
hasil
paradigma
keilmuan
tentang
tentang
ilmu-ilmu
baru
ibadah Pada
bukan
konsep
konteks
kemudian
integralistik sebagai hasil penyatuan
menjadi
agama dan wahyu, “Islam sebagai
urgensi basis filosofi ilmiah profetik bagi
ilmu” yang merupakan proses sekaligus
pengembangan
sebagai hasil. Atas gagasan yang
keberagamaan. Pertama adalah bahwa
dilontarkan
konsep
ini,
Kuntowijoyo
pun
mengajak para intelektual Islam untuk mengganti
istilah
Islamisasi
relevan
ini
hidup
untuk ilmu
hidup
memahami
dan
seorang
konsep mukmin
merupakan perpaduan antara makna
ilmu
‘abdun dan khalifah fil ardhi. Kohesitas
menjadi pengilmuan Islam.23
kesadaran manusia atas hakikat diri
Ketika membaca firman Allah
sebagai makhluk yang dikuasai hukum
dalam QS. al-Dzariyat : 56, yang
dan takaran (taqdir dan qadar) ‘azali
segera
terpahami
bahwa
yang membingkai semua proses yang
totalitas
hidup
seharusnya
berjalan di alam semesta ini (QS. al-
senantiasa
adalah ini
berada
dalam
rangka
Qamar
:
49),
peribadatan, amal ritual atau ‘ibadah
makhluk
mahdhah
kebebasannya
semata.24
semestinya
meluas
Makna dan
ibadah memang
yang
sekaligus
sebagai
berkuasa
dengan
dalam
memilih
dan
berbuat untuk memakmurkan dunia ini
seluas totalitas kehidupan manusia itu
dengan
kreativitasnya
nalar
dan
sendiri, sehingga konsep hidup seorang
intuisinya (QS. Huud : 61), maka
mukmin tidak lain adalah konsep hidup
konsep hidup seorang mukmin adalah ikatan yang tidak terputus antara dunia
23
dan akhirat, antara yang sakral dan
Ibid, 283-285. Bandingkan dengan
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu (Yogyakarta :
profan, antara yang sementara dan
Tiara Wacana, 2006).
abadi, antara yang ide dan realita.
24
dan
Artinya : dan Aku tidak menciptakan jin
manusia
melainkan
supaya
Kondisi
mereka
ini
terjadi
karena
dilatarbelakangi pemahaman terhadap
mengabdi kepada-Ku. (QS. al-Dzariyat : 56).
35
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
konsep taqdir. Taqdir menurut bahasa
pemisahan,
adalah ukuran, takaran, ketentuan dan
lainnya, hakikatnya adalah kematian
aturan.
Syaltout,
bagi seorang mukmin dan itu bukan
pengertian takdir yang sering disebut di
fitrah manusia. Fitrah manusia adalah
dalam al-Qur’an berarti bahwa Allah
hidup,
menciptakan segala sesuatu dengan
menjemput seorang mukmin, baginya
aturan yang pasti dan takaran yang
bukanlah akhir dari segalanya. Itu
tertentu, bukan karena suatu kebetulan.
hanya sekedar sebuah tahapan, anak
Aturan
tangga yang harus
Menurut
tersebut
Mahmud
termasuk
sebab
pengabaian
bukan
satu
kematian,
jika
dilalui
dari
ajal
menuju
(muqaddimah) dan akibat (natijah),
proses kehidupan berikutnya. Jadi, ajal
yang tidak akan berubah dan selisih.
tidak ubahnya laksana detik-detik yang
Menurut bahasa, taqdir adalah sebagai
berlalu, yang telah dilalui dari ketika
ilmu atau teori Allah yang azali, yang
masih benih hingga dewasa. Ini semua
meliputi kukuran dan aturan yang
akhirnya
bukan ketepatan pelaksanaan segala
karakteristik perspektif Islam dalam
sesuatu. Maka tidak sesuatu pun, baik
memandang tujuan, fungsi dan peran
di langit ataupun bumu, kecil ataupun
ilmu, mengingat kualitas kompetensi
besar, kecuali akan terjadi sesuai
intelektual atau keilmuan seseorang
dengan ilmu Allah yang telah terdahulu
bukan satu kompartemen terpisah dari
ada.25
kompetensi Berdasarkan pemahaman ini,
atau
berhenti
menyatu
pada
ajal
logis
religiusitas
pada
atau
keagamaan dan kompetensi humanitas
maka hidup seorang mukmin tidak hanya
berimplikasi
yang
kemasyarakatan, sebagai
suatu
melainkan integrasi
menjemput. Mimpi dan idenya tidak liar
organik antara iman, ilmu dan amal.
berlayar sebatas cakrawala dunia ini.
Integrasi
Perjalanan
bersambung
membantu kualitas lahirnya manusia
hingga keabadian, tanpa batas, selaras
idola yang cerdas, berbudi pekertiluhur,
dengan
altruistis dan sekaligus ilmuwan.26
hidupnya
fitrahnya
yang
membenci
kematian. Oleh karena itu, pemutusan, 25
Abdurrahim
Nur,
Percaya
26
Kepada
yang
ketiga
ini
akan
AM. Saefuddin dkk, Desekulerisasi
Pemikiran : Landasan Islamisasi (Bandung :
Takdir (Surabaya : Bina Ilmu, 1987), 35-38.
Mizan, 1993), 63.
36
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
Kedua adalah visi paradigmatik
perjalanan
waktu
hidupnya.27
sebagaimana tersebut di atas juga
Sesungguhnya
melahirkan perspektif khas mengenai
kecaman Allah atas kehidupan dunia
dimensi
telah
sebagaimana terlansir dalam beberapa
berlalu memang tidak dapat kembali.
ayat al-Qur’an, seperti QS. al-Hadid :
Namun bagi seorang mukmin, konsep
20, tidak ditujukan kepada subtansi
totalitas hidupnya menyebutkan bahwa
pergerakan waktu, siang dan malam
masa lalu di kehidupan dunia ini tidak
hingga kiamat nanti, melainkan lebih
sirna tanpa makna, justeru waktu
ditujukan
adalah simpanan, bekal yang teramat
yang terjadi dalam rentang waktu
menentukan
bagi
hidup
hidupnya yang mengabaikan aspek
selanjutnya
dalam
Tiap
akibat dan pertanggung jawaban yang
detik
waktu.
yang
Waktu
yang
perjalanan keabadian.
berlalu,
sebenarya
itu
melekat
kepada
dalam
pensifatan
perilaku
tiap-tiap
dan
manusia
pilihan
adalah akhirat. Ibaratnya dunia ini
tindakannya. Dengan kata lain, waktu
adalah ladang bagi manusia untuk
merupakan modal manusia yang tidak
menanam
patut untuk disia-siakan.
benih,
memelihara
pertumbuhannya dan hasilnya akan
Melalui
kesadaran
dan
dipetik di keabadian kelak. Oleh karena
keyakinan ini, pilihan seorang mukmin
itu, konsep hidup seorang mukmin
kemudian terorientasikan pada berbuat
meniscayakan
demi sesuatu yang bernilai, bermanfaat
perhatian
dan
penghargaan yanng demikian tinggi
dan
terhadap nilai waktu. Waktu baginya
kemungkaran, yang perintah bukan
adalah
justeru
akan
larangan, yang halal dan bukan yang
pertanggungjawaban
atas
haram. Segala hal yang dihadapi, itu
itu,
diniatkan ibadah, dikreasi dalam rangka
seorang mukmin bukan manusia yang
ibadah, dikelola dan dikembangkan
bingung terhadap hidupnya, namun
dalam bingkai tujuan ibadah, sehingga
sebenarnya
menjadi tepat jika seorang mukmin
penggunaannya.
Allah
bukan
yang
dimintai
amanah
kebijakan,
Oleh
sudah
karena
memiliki
tujuan
pasti, sadar terhadap konsekuensi yang
27
mungkin dihadapi dalam tiap-tiap sikap
Ahmad Farid, Tazkiyah al-Nufus wa
Tarbiyatuha Kama Yuqarriruhu ‘Ulama’ al-Salaf
maupun tindakan yang diambil dalam
(Beirut : Darul Qalam, t.t.), 125-126.
37
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
sesungguhnya
sosial, ilmu humaniora dan teknologi.29
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku
Berdasarkan pemahaman ini, maka
hanyalah untuk Allah Tuhan semesta
belajar
alam (QS. al-An’am : 162). Menurut
menjadi
M. Amien Rais, ayat ini sebagai
keagungan dan keluasan ilmu Allah.
kemudian
berkata
:
disiplin
declaration of life orang muslim yang berlaku
sepanjang
Seseorang
yang
bagian
apapun dari
akan
menguak
Pernyataan tersebut di atas
hayatnya.
sudah
ilmu
mengimplikasikan
memiliki
kemutlakan
kesadaran
ilmu
Allah
dan
komitmen utuh dan penuh semacam
keterbatasan
itu, akan melihat dunia ini menjadi satu
Ilmu sesungguhnya bersumber dari
panggung
jelas,
Allah al-‘Alim semata. Mehdi Golshani
bening, mudah, tidak ruwet dan tidak
memandang kesadaran manusia atas
pathing penthalit.28
keterbatasan pengetahuannya sebagai
kehidupan
yang
Ketiga adalah filosofi ilmiah-
salah
satu
pengetahuan
atas
prinsip
manusia.
dasar
bagi
profetik tersebut pada gilirannya akan
pengembangan penelitian ilmiah yang
mendesak sebuah kesadaran untuk
berprespektif Islami. Prinsip lainnya
melakukan
yaitu keesaan Allah atau al-tauhid dan
re-interpretasi
dikotomi
antara ilmu agama dan non-agama.
kesadaran
Wahyu Allah sebagai pokok ajaran
dunia (the external world) di luar
agama sudah seharusnya dimaknai
eksistensi diri manusia.30 Spirit ibadah
tidak sebatas al-Qur’an dan hadits
ini kemudian juga dapat termanifestasi
sebagai ayat qauliyyah, tetapi juga
dalam banyak bentuk praksis keilmuan
mencakup
pengertian
29
realitas
Kiri : Landasan Gerakan Membela Kaum
agama yang kemudian tidak hanya
Mustadh’afin (Yogyakarta : Kreasi Wacana,
berupa kodifikasi fikih saja, namun juga kealaman,
Baca QS. al-A’raf : 185 dan QS. Al-
Hasyr : 2. Lihat Abdul Munir Mulkhan, Teologi
atas wahyu Allah berupa ilmu-ilmu
ilmu-ilmu
eksistensi
sunnatullah
sebagai ayat kauniyyah, dengan tafsir
meliputi
atas
2002), 247.
ilmu
30
Baca QS. al-Kahfi : 109. Baca Mehdi
Golshani, “Philosophy of Science from the 28
M. Amien Rais, Tauhid Sosial :
Qur’anic
Perspective,“
dalam
Toward
Formula Menggempur Kesenjangan (Bandung :
Islamization of Disciplines (Virginia : IIIT,
Mizan, 1998), 39.
1995), 73-89.
38
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
dan keberagamaan yang tidak harus
atau
berlabel
“agama,”
istilah
disikapi dengan saling baku hantam,
ulama’
dari
akan
meluas
apalagi saling berbunuhan di atas
hanya
merujuk
prinsip-prinsip ilmiah.31 Watak inilah
kepada mereka yang secara tradisional
yang akan menumbuhkan sikap tidak
dikenal
takut
cakupannya
sehingga
sini tidak
mampu
(bahasa)
mambaca “gundul”
untuk
tidak
akan
bertemu-muka,
atau
mendengarkan dan berdialog dengan
memahami kitab-kitab kuning saja,
siapapun serta tidak gentar untuk
namun juga meliputi siapapun yang
menyaksikan dunia yang terkuak di
memiliki
hadapannya.
dalam
Arab
tulisan
dialog-intelektual,
kompetensi suatu
dan
bidang
keahlian
ilmu
atau
dengan
konsep
sejatinya
adalah
bersifat
terbuka,
yang
menolak
tunduk menjadi tawanan dari mitos-
keterampilan tertentu. Konstatasi
Sikap
mitos yang hanya akan menjebaknya ini
kompatibel
beragama watak
dalam
fanatisme
dan
karenanya
yang
mengalienasi dari realitas kebenaran
dasarnya
sesungguhnya. Sikap ini merupakan
dialogis
dan
cerminan dari kerendahan hati atau
mencerahkan. Konseptualisasi agama
tawadhu’ seorang manusia yang sadar
sebagai dogma yang diterima, kerap
atas keterbatasan diri sebagai makhluk,
menjadikannya sulit untuk dimodifikasi
bahwa finalitas absolut tidak ada lain
dengan ide-ide yang terus berubah.
adalah
Dogmatisme
rentan
senantiasa hanya akan ‘ada’ (being)
memicu fanatisme yang berpotensi
dalam proses ‘menjadi’ (becoming)
melahirkan
agama.
dari tahap ke tahap perkembangan
Sementara sisi lain, sains dibangun
kedewasaan (maturation). Ini sesuai
sebagai konsep pencarian pengetahuan
dengan firman Allah dalam QS. al-
yang ditemukan melalui regularitas-
A’laq : 6-7.
semacam
ini
kekerasan
Allah,
sedangkan
manusia
regularitas kerja alam yang menyarikan adaya
hukum-hukum
dalam
kehidupan
fundamental ini.
Apapun
31
Paul
Davies,
Tuhan, Doktrin dan
Rasionalitas : Dalam Debat Sains Modern, terj.
perbedaan yang ada, dengan karakter
Hamzah (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru,
keterbukaan terhadap pendekatan baru
2002), 9.
39
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
Keempat
adalah
skema
historis yang manapun, cita-cita untuk
pemahaman ini terjiwai oleh spirit
humanisasi, emansipasi, liberasi dan
profetik wahyu sebagai karakteristik
transendensi
agama samawi (revealed religion),
memotivasikan gerakan transformasi
yaitu bahwa kehadiran agama bagi
Islam. Dalam bahasa Ali Syari’ati,
manusia
Islam seharusnya berkomitmen kepada
lebih
merupakan
suatu
akan
petunjuk, bimbingan dan acuan yang
kemanusiaan.
seharusnya dimaknai pada konteks
kritik
kesejarahan
persoalan
yang
Islam bukan sekedar gudang informasi
memiliki
tanggung
teknis
kumpulan
membangkitkan kesadaran, komitmen,
pengetahuan kultural ilmu-ilmu agama
gerakan dan mencerahan bagi hidup
yang tercerabut dari akar sosialnya,
dan kemanusiaan. Ketika ilmu diisolasi
melainkan
adalah
dari realitas masyarakat, pada detik
suatau gerakan kemanusiaan yang
yang sama, sesungguhnya ilmu telah
bersifat historis dan intelektual. Islam
dikorbankan untuk menghamba pada
memiliki
kekuatan status quo para penguasa
yang
dan
hidup.32
ilmiah
Islam
atau
Artinya,
sejatinya
dinamika
dalam
mendesakkan
adanya
sosial
terus-menerus,
secara
yang
transformasi
dan
Islam
selalu
harus
sekaligus
menjadi
solusi
bagi
Ilmu
harus
ada.
jawab
untuk
yang lancang.33
yang
Paparan ini dengan sendirinya
berakar pada misi idiologisnya, yaitu
menujukkan bahwa konsepsi
cita-cita tegaknya amar ma’ruf nahi
dalam memandang ilmu adalah integral
munkar di masyarakat dalam kerangka
dengan etika dan moral. Islam tidak
keimanan kepada Tuhan. Amar ma’ruf
menerima sekulerisasi ilmu dari nilai
berarti humanisasi dan emansipasi,
atau
nahi munkar merupakan upaya untuk
(wisdom).
liberasi. Keimanan sebagai kerangka
obyektifitas ilmiah yang berdalih ”ilmu
adalah
untuk ilmu” dan sejenisnya adalah
transendensi.
masyarakat, sistem
dengan
apapun,
dan
Di struktur dalam
setiap
pengetahuan
dari
Pandangan
Islam
kebajikan mengenai
dan tahap
33
Lihat
Ali
Shari’ati,
Islam Mazhab
Pemikiran dan Aksi, terj. M.S. Nasrullah dan Afif Muhammad (Bandung : Mizan, 1995), 27-
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, 338.
32
35.
40
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
pernyataan yang jelas patut diluruskan.
sekarang ini, menurut Noeng Muhadjir,
Bangunan ilmu menurut Islam adalah
berperan
interaksi saling mengokohkan antara
aksentuasi pada pengukuran kuantitatif
aspek
dan
kepada penafsiran atau interpretasi dan
ontologi,
epistimologi
mengubah
telaah
dari
aksiologi.
Epistemologi
Islam
dari telaah fakta empirik sensual ke
mengandung
sebuah
yang
arah pencarian makna di baliknya atau
holistik
mengenai
dalam
konsep
konsep
pengetahuan.
ini
tidak
Di
dari telaah positivistik kepada telaah
meta-science.
terdapat
Jika
fenomenologi
perpisahan antara dengan nilai-nilai.
mencarinya dalam koherensi moral,
Pengetahuan dikaitkan dengan fungsi
post-positivisme rasionalistik mencari
sosialnya dan di pandang dari sebuah
makna
kesatuan
dengan
Sedangkan jika realisme metafisiknya
pengetahuannya. Tidak ada informasi-
Karl Pooper mencari makna yang
informasi khusus yang bebas nilai
obyektif
untuk tujuan-tujuan tertentu. Tidak ada
kasus-kasus,
perendahan
melangkah
antara
manusia
martabat
pengisolasian
dan
manusia, pengasingan
dalam
dataran
koherensi
universal
rasional.
melalui
validasi
Noeng
Muhadjir
jauh
melampaui
lebih rasional
dan
manusia.34 Keutuhan ilmu tersebut juga
intransenden
harus intekrasi ke dalam keseluruhan
makna
sistem Islam yang ditujukan untuk
transenden. Pada tataran transenden
tunduk kepada keagungan Allah dan
inilah hikmah dan rahmah tersebut
dikreasi untuk kemaslahatan manusia
dicari.35
dan semesta. Di sinilah makna Islam
dengan
moral
realisme
“menawarkan”
metafisik
yang
Berdasarkan uraian di atas,
terwujud sebagai hikmah dan rahmah,
penulis
sebagaimana tercantum dalam QS. al-
berbagai model Islamisasi ilmu yang
Anbiya’ : 107.
bisa dikembangkan dalam menatap era
Akselerasi filsafat
ilmu
sejak
adanya
perkembangan 1965
hingga 35
34
menggarisbawahi
Ziauddin Sardar, Sains, Teknologi dan
Baca Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu :
Positivisme,
Post-Positivisme
dan
Post-
Pembangunan di Dunia Islam, terj. Rahmani
Modernisme (Yogyakarta : Rake Sarasin,
Astuti (Bandung : Pustaka, 1989), 32.
2001), 269-271.
41
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
globalisasi.36 Pertama adalah model
sekarang,
Purifikasi. Model ini mengandung arti
kepicikan berpikir, ketertutupan dan
pembersihan
kebodohan dalam memahami ajaran
atau
penyucian
ilmu
pengetahuan agar sesuai, sejalan dan
Islam,
tidak
bertentangan
yang
disebabkan
sehingga
sistem
oleh
pendidikan
dengan
ajaran
Islam dan ilmu pengetahuan tertinggal
berasumsi
bahwa
terhadap kemajuan yang dicapai Barat.
dilihat dari dimensi normatif-teologis,
Model ini cenderung mengembangkan
doktrin
pesan Islam dalam konteks perubahan
Islam.
Purifikasi Islam
pada
dasarnya
mengajarkan kepada umatnya untuk
sosial
memasuki
pengetahuan
Islam
secara
totalitas
dan
perkembangan serta
ilmu
melakukan
(kaffah), sebagai lawan dari berislam
liberalisasi pandangan yang adaptif
yang parsial. Gagasan al-Faruqi dan
terhadap kemajuan jaman, tanpa harus
al-Attas sebagai contohnya. Hal ini
meninggalkan
dapat
pendekatan-
unsur negatif dari proses modernisasi,
pendekatan yang digunakan oleh kedua
sehingga lebih menampilkan kelenturan
tokoh tersebut dan juga dari empat
dan keterbukaan dalam menghadapi
rencana kerja Islamisasi ilmu, yaitu
dunia yang plural dan terus berubah.
dicermati
dari
penguasaan khazanah ilmu muslim klasik, masa
penguasaan kini,
khazanah
identifikasi
kekurangan
ilmu
itu
sikap
kritis
terhadap
Islamisasi ilmu yang ditawarkan
ilmu
model kedua ini adalah membangun
kekurangan-
semangat umat Islam untuk selalu
dalam
kaitan
maju, modern, progresif, terus menerus
dengan idealitas Islam dan rekonstruksi
mengusahakan
ilmu-ilmu itu sehingga menjadi suatu
bagi diri dan masyarakat agar terhindar
paduan yang selaras dengan wawasan
dari
dan idealitas Islam.
ketertinggalan
Kedua
adalah
perbaikan-perbaikan
keterbelakangan di
bidang
dan ilmu
model
pengetahuan dan teknologi. Dalam
Modernisasi Islam. Model ini berangkat
konteks ini, Islamisasi ilmu merupakan
dari
terhadap
upaya membangun semangat ilmuwan
keterbelakangan umat Islam di dunia
muslim untuk bersikap lentur, terbuka,
kepedulian
36
ilmiah, rasional, dinamis dan progresif
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan
dalam mengembangkan ilmu, tidak
Islam, 60-65.
42
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
segan-segan
untuk
melakukan
verifikasi dan kontekstualisasi, agar
transformasi, akomodasi atau bahkan
ditemukan
adopsi
dan
dengan konteks perkembangan dan
temuan-temuan ilmu dan teknologi,
kemajuan ilmu pada masa kini dan
serta sistem pendidikan modern yang
mendatang.
terhadap
pemikiran
berasal dari non-muslim, dalam rangka
relevan
Islamisasi
mengejar ketertinggalan dan mencapai
bertolak dari
kemajuan umat Islam itu sendiri.
sebagai
Ketiga Modernis.
adalah
model
Model
ini
atau
dalam
tidaknya
model
ini
landasan metodologis
berikut
(1)
persoalan-
Neo-
persoalan kontemporer umat harus
berupaya
dicari penjelasannya dari tradisi, dari
memahami ajaran-ajaran Islam yang
hasil ijtihad
terkandung dalam al-Qur’an dan hadits
hingga hadits, (2) jika belum ditemui
dengan
jawabannya,
mengikutsertakan
mempertimbangkan
dan
muslim
klasik
mencermati
kesulitan-kesulitan
kemudahan-kemudahan ditawarkan
oleh
dunia
ilmu
maka
selanjutnya
menelaah context sosio-historis dari
khazanah
intelektual
para ulama terdahulu
serta
ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan
dan
sasaran ijtihad ulama tersebut, (3)
yang
melalui telaah historis akan terungkap
dan
pesan
moral
al-Qur’an
yang
teknologi modern. Jargon yang sering
sebenarnya sebagai etika sosial al-
dikampanyekan model ini adalah al-
Qur’an, (4) dari etika sosial al-Qur’an
muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wa
itu kemudian diturunkan dalam konteks
akhidzu al-jadid al-ashlah. Jargon ini
umat sekarang atas persoalan yang
menggarisbawahi urgensi para ilmuwan
dihadapi umat tersebut, (5) fungsi al-
muslim
Qur’an
untuk
menundudukkan
di
sini
bersifat
evaluatif,
pemikiran, konsep, teori dan temuan-
legitimatif hingga memberi pendasaran
temuan ilmu pengetahuan dari para
dan arahan moral terhadap persoalan
ulama terdahulu ataupun dari ilmuwan
yang akan ditanggulangi.37
non-muslim,
sebagai
pengalaman
mereka
produk yang
dan
Islamisasi ilmu, dalam model
berada
ini, berarti mengkaji dan mengkritisi
dalam konteks ruang dan jamannya untuk
selanjutnya
perlu
37
dilakukan
Hasan
Basri,
Pendidikan Islam, 210-214.
43
Kapita
Selekta
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
ulang terhadap produk ijtihad dari para
intelektual.
ulama dan juga produk-produk ilmuwan
jenjang
non-muslim terdahulu di bidang ilmu,
memungkinkan
dengan cara melakukan verifikasi agar
pengembangan ilmu-ilmu Islam yang
ditemukan
beraneka macam tersebut dalam wujud
relevan
atau
tidaknya
Di
samping
perguruan
itu,
tinggi
pada juga
diselenggarakannya
pandangan, teori dan konsep mereka
kesatuan.
dengan nilai-nilai universal Islam dalam
dilaksanakan
konteks ruang dan jamannya. Jika
konsisten,
relevan, akan dipelihara. Jika kurang
hanya akan menjadi sebuah “proyek”
relevan,
yang gagal.*
maka
diperlukan
usaha
menggali dan mencari alternatif yang baru
dalam
context
ruang
dan
jamannya sesuai dengan pesan-pesan moral dan nilai-nilai universal Islam. Penutup Sebagai berencana,
sebuah Islamisasi
gagasan ilmu
hanya
mungkin terlaksana dengan baik jika tersedia sarana atau wadah bersifat permanen, yang tidak lain adalah sebuah
lembaga
pendidikan,
khususnya pada jenjang perguruan tinggi,
baik
dengan
istilah
institut
maupun universitas. Ini dapat dipahami karena perguruan tinggi memiliki tri dharma, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Di sana terdapat subyek pendidikan, baik kalangan dosen ataupun mahasiswa, yang seharusnya memiliki idealisme
44
Jika
hal
secara
gagasan
itu
tidak
serius
dan
Islamisasi
ilmu
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
DAFTAR PUSTAKA Arifin,
Syamsul
dkk.,
Spiritualitas
1996,
Islam
Peradaban
Feisal, Jusuf A., 1994, “Islam, a Man
Masa
dan
Resources
for
Inovative
Devolopment
of
Knowledge,
Science
Depan.
Technology,”
Paper, the 6th Internasional
Yogyakarta: SI Press.
Seminar on Miracles of alQur’an
Basri, Hasan., 2012, Kapita Selekta Pendidikan
and
Islam.
and
secience
Bandung:
al-Sunnah
and
on
Technology,
Bandung.
Pustaka Setia. Garaudy, Roger., 1995, “The Balance Bawani,
Imam.,
1987,
Segi-segi
Sheet of Western Philosophy in
Pendidikan Islam. Surabaya: Al-
this Century,” dalam Toward
Ikhlas.
Islamization
of
Disciplines.
Virginia: IIIT. Daradjat,
Zakiah.,
Agama
1979,
dalam
Peranan Kesehatan
Golshani, Mehdi., 1995, “Philosophy of
Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Science
Davies, Paul., 2002, Tuhan, Doktrin dan Rasionalitas: Dalam Debat
from
the
Qur’anic
Perspective,“
dalam
Toward
Islamization
of
Disciplines.
Virginia: IIIT.
Sains Modern, terj. Hamzah. Yogyakarta
:
Fajar
Pustaka
Hoodbhoy,
Baru. Farid, Ahmad. Tazkiyah al-Nufus wa Tarbiyatuha Kama Yuqarriruhu
Perves.,
1996,
Ikhtiar
Menegakkan
Rasionalitas
Antara Sains
dan
Islam,
Sari
terj.
:
Ortodoksi Meutia.
Bandung : Mizan.
‘Ulama’ al-Salaf. Beirut: Darul Qalam.
Husain, Sajjad dan Ali Ashraf., 1979, Crisis ini Muslim Education.
45
Jurnal Studi Islam Madinah, Volume 13 Nomor 1 Juni 2015
Jeddah:
King
Abdulaziz
Nur,
University.
Abdurrahim.,
1987,
Percaya
Kepada Takdir. Surabaya: Bina Ilmu.
Kuntowijoyo., 1998, Paradigma Islam. Bandung: Mizan.
Poedjawiatna.,
1983,
Pengetahuan. _______., 2006, Islam Sebagai Ilmu.
Tahu
dan
Jakarta:
Bina
Aksara.
Yogyakarta: Tiara Wacana. Rais, M. Amien., 1998, Tauhid Sosial : Muhadjir, Noeng., 2001, Filsafat Ilmu : Positivisme, dan
Formula
Post-Positivisme
Menggempur
Kesenjangan. Bandung : Mizan.
Post-Modernisme.
Yogyakarta : Rake Sarasin.
Saefuddin
AM.
dkk.,
Desekulerisasi Muhaimin. , 2006,
Nuansa Baru
1993, Pemikiran:
Landasan Islamisasi. Bandung:
Pendidikan Islam. Jakarta: Raja
Mizan.
Grafindo. Sardar, Mukani., 2011, Pergulatan Ideologis endidikan
Islam.
1989,
Sains,
Teknologi dan Pembangunan di
Malang:
Dunia
Madani.
Islam,
terj.
Rahmani
Astuti. Bandung: Pustaka.
Mulkhan, Abdul Munir., 2002, Teologi Kiri:
Ziauddin.,
Landasan
Shari’ati, Ali., 1995, Islam Mazhab
Gerakan
Pemikiran dan Aksi, terj. M.S.
Membela Kaum Mustadh’afin.
Nasrullah dan Afif Muhammad.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Bandung Mizan.
Nata, Abuddin., 2003, Kapita Selekta Pendidikan
Islam.
Tafsir,
Bandung:
Ahmad., Pendidikan
Angkasa.
2006, Islam.
RemajaRosdakarya
46
Filsafat Bandung: