Mempertimbangkan Tingkat Maqasid asy‐Syari’ah Dalam Penentuan Anggaran Belanja Pemerintah Maftukhatusolikhah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
[email protected] Abstract:
Consideration on rate of maqasid asy‐syariah in the determination of central government budgeting becomes a vital point to be in line with Islamic economics perspectives. Based on the evaluation of budgeting policy by central government, this research finds out that there is lack of rate maqasid consideration on realization of the central government budgeting. This research suggests on forthcoming budgeting policy the central government should taken in to account the rate of maqasid asy‐syariah in his budgeting realization Key Words: Maqasid asy‐Syariah, Budgeting, Fiscal Policy Pendahuluan Anggaran (baik APBN maupun APBD) merupakan instrumen penting bagi pemerintah untuk melaksanakan programnya yang sedikit banyak dipengaruhi oleh bagaimana anggaran tersebut dikelola. Anggaran pemerintah adalah refleksi keputusan politik antara eksekutif dan legislatif yang mencerminkan apa yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya. Keputusan politik ini mempunyai dampak yang luas atas taraf hidup masyarakat, terutama dalam upaya penyediaan layanan dasar yang lebih baik bagi warganya. Bagaimana anggaran tersebut dikelola –mulai dari perencanaan sampai pertanggungjawaban– diasumsikan akan mempengaruhi sejauh mana anggaran dapat efektif meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyediakan layanan dasar yang baik (Fitra, 2009). Temuan Seknas FITRA (Forum Independen untuk Transparansi Anggaran) pada tahun 2007 dan 2008 menunjukkan bahwa anggaran pemerintah daerah masih belum mencerminkan kebijakan yang mensejahterakan rakyat. Hasil analisis di tahun 2007 di 30 daerah menunjukkan bahwa belanja langsung pendidikan dan kesehatan, setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK), rata‐rata masih sangat kecil. Di sektor pendidikan, alokasi belanja langsung pemerintah daerah hanya sekitar 8,3% dari total belanja APBD. Sementara di sektor kesehatan, rata‐rata hanya dialokasikan sebesar 4,6% dari total belanja APBD. Pada tahun 2008 rata‐rata belanja langsung pendidikan dari 29 daerah, hanya dialokasikan 15,3% dari total belanja pendidikan, sementara belanja tidak langsung pendidikan I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 35
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
teralokasi lebih besar yakni sebesar 76%. Di sektor kesehatan, rata‐rata belanja langsung dialokasikan sebesar 39,5% dan belanja tidak langsung sebesar 44,9% dari total belanja kesehatan (Fitra 2009). Sebuah temuan FITRA lainnya yang dirilis pada tanggal 6 Juli 2011 menyebutkan bahwa 124 dari 497 kabupaten dan kota di Indonesia terancam bangkrut akibat sistem alokasi anggaran belanja daerah yang tidak seimbang dalam APBD. Lebih lanjut, menurut lembaga anti korupsi ini, ada 16 daerah/kabupaten yang sudah berada diambang kebangkrutan. Penyebabnya: sekitar 60‐80% APBD‐nya dipergunakan untuk membelanjai pegawai, sedangkan belanja modalnya hanya berkisar 1‐15%. Sebagai konsekuensinya, anggaran untuk layanan publik, pembangunan daerah, dan pemberdayaan ekonomi rakyat sangat minim. Selain itu, dalam banyak fakta di lapangan, anggaran untuk layanan publik dan pembangunan itu pun masih sering “disunat” (Fitra 2011). Melihat data‐data di atas, dapat dikatakan bahwa model penganggaran seperti ini adalah pemborosan dan masih sangat jauh dari perwujudan kesejahteraan rakyat. Sebagai rahmatan lil alamin banyak kajian yang menyatakan bahwa dalam menjawab persoalan manusia ‐termasuk persoalan perekonomian‐, Islam dapat menawarkan sistem yang lebih baik, dan memberikan harapan yang menjanjikan. Dalam hal ini, sistem ekonomi islam harus bisa merealisasikan maqasid asy‐syari’ah, sehingga tercipta masyarakat yang memiliki kehidupan yang baik, kemiskinan bisa dientaskan, dan kesejahteraan bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud mengkaji penentuan anggaran belanja pemerintah dengan mempertimbangkan tingkat maqasid asy‐syari’ah. Untuk melihat kemungkinan realisasinya, penelitian ini juga akan melakukan evaluasi terhadap realisasi anggaran belanja pemerintah pusat berdasarkan tingkat maqasid. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan yang jelas tentang Penentuan anggaran belanja pemerintah/Negara dan tingkat pencapaian realisasi APBN 2008‐2013 berdasarkan Maqasid Syariah. . Landasan Teori dan Literature Review Acuan Penelitian Tentang Maqasid asy‐Syari’ah dalam Kajian Ekonomi Islam Penelitian tentang maqasid asy‐syari’ah pada umumnya terkait kajian hukum Islam, dengan pendapat Imam al‐Gazzali dan imam asy‐Syatibi sebagai rujukan utamanya. Imam al‐Gazzali mendefinisikan maslahah sebagai “mengambil manfaat dan menolak madarat dalam rangka menjaga tujuan‐tujuan syara` (maqasid al‐Syari’ah)” (Abu Hamid al‐Gazzali, t.t.). Menurut Imam al‐ Gazzali perwujudan maslahah secara umum adalah tujuan hukum Islam (maqasid al‐Syari’ah) yang merupakan proposisi‐proposisi umum (general proposition) dan norma‐norma moral etik yang disimpulkan dari berbagai sumber material syari’ah. Tujuan hukum ini dibedakan menjadi tiga tingkatan daruri (primer), haji (sekunder), dan tahsini (tersier) (Syamsul Anwar, 2000). Dalam hal ini maslahah diklasifikasikan dari segi kuat‐lemahnya serta pengaruhnya menjadi tiga macam, yaitu;1) Maslahah Daruriyah, yaitu maslahah I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 36
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
yang berkaitan dengan eksistensi kehidupan manusia baik aspek duniawi maupun diniyah. Jika maslahah jenis ini tidak terpenuhi, maka akan mengancam eksistensi kehidupan manusia, menimbulkan mafsadat baik di dunia maupun di akhirat. Yang termasuk ke dalam maslahah daruriyah adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta yang dikenal dengan ad‐daruriyah al‐khamsah. Syari`ah dalam menjaga maslahah daruriyah melalui dua cara yaitu dengan mewujudkan dan menjaga kelestariannya. 2) Maslahah Hajiyah, yaitu maslahah yang berhubungan dengan upaya memudahkan kehidupan manusia dan menghilangkan kesulitan. Tidak terwujudnya maslahah hajiyah tidak mengancam eksistensi kehidupan manusia tetapi menimbulkan masyaqah. 3) Maslahah Tahsiniyah atau Kamaliyah, yaitu maslahah yang terkait dengan muru’ah dan bertujuan sebgai kesempurnaan hidup manusia. Tidak terpenuhinya Maslahah Tahsiniyah atau Kamaliyah tidak akan mengancam eksistensi kehidupan manusia juga tidak akan menimbulkan kesulitan (Wahbah az‐Zuhaili, 1986). Seiring berkembangnya wacana ilmu ekonomi Islam, banyak kajian ekonomi islam yang menggunakan perspektif maqasid asy‐syari’ah. Mayoritas kajian terkait keuangan islam dan perbankan syari’ah. Misalnya Monzer Kahf, “ Maqasid al Shari’ah in the Prohibition of Riba and their Implications for Modern Islamic Finance”, yang dipresentasikan pada IIUM International Conference on Maqasid al Shari’ah, August 8‐10, 2006. Artikel lainnya ditulis oleh Habib Ahmed “ Maqosid al‐Shariah and Islamic Financial Products: A Framework For Assessment (2012), dan “Challenges of Realizing Maqasid al‐Shariah (Objectives of Shariah) in Islamic Capital Market: Special Focus on Equity‐Based Sukuk” oleh Asyraf Wajdi Dusuki (2009). Tema lain kajian maqasid asy‐syari’ah dalam ekonomi islam, antara lain “Application of The Principles of Maqasid Shari‘ah in Administration of The Islamic Countries” oleh Amir Husin Mohd Nor (2012) dan “Maqasid al‐Shari`ah, Maslahah, and Corporate Social Responsibility” oleh Asyraf Wajdi Dusuki dan Nurdianawati Irwani Abdullah (2011). Kedua paper tersebut menunjukan pentingnya aplikasi prinsip‐prinsip maqasid asy‐Syari’ah dalam pengambilan keputusan pimpinan/ manajer, baik dalam administrasi politik, maupun perusahaan ketika menunaikan program‐program CSR/ pertanggung jawaban sosialnya. Terdapat dua buku yang sangat relevan dengan penelitian ini. Pertama Umar Chapra, Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid al‐Shari‘ah, (2008). Dalam buku tersebut Chapra menterjemahkan beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan perspektif maqasid asy‐syari’ah, meliputi antara lain: kehormatan; pendidikan moral dan duniawi; pekerjaan dan kesempatan kerja; distribusi pemerataan pendapatan dan kekayaan; keluarga dan solidaritas sosial; keuangan; kebebasan; pemenuhan dari semua kewajiban ekonomi dan sosial‐ politik; tata kelola yang baik; lingkungan sehat; pendidikan tinggi yang berkualitas dengan harga terjangkau; perbaikan dalam teknologi dan manajemen; pengembangan intelektual dan moral; keadilan; fasilitas perpustakaan dan penelitian, pernikahan dan integritas keluarga, serta kedamaian mental dan kebahagiaan. I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 37
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Kedua, buku yang ditulis Edyson Saifullah (2008) Masyarakat Sejahtera Dalam Perspektif Islam. Saifullah menggambarkan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi menurut maqasid asy‐syari’ah, sebagaimana terlihat dalam bagan di bawah ini: Gambar 1 Kebutuhan Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqasid Syariah KEBUTUHAN DASAR MASYARAKAT SEJAHTERA Pendidikan pokok‐pokok agama: Iman, ibadah Rohani 1. Agama Ekonomi: Makanan, 3. Jiwa 4. Akal pakaian, perumahan Jasmani 5. keturunan Kesehatan jasamani dan pendidikan bagi akal Alat 7. Harta Sumber : Saifullah. 2008:66 Acuan Penelitian Tentang APBD Kebutuhan akan suatu pola atau bentuk desentralisasi pemerintahan tampaknya kini merupakan sesuatu yang universal, karena organisasi negara merupakan sebuah entitas yang sangat kompleks (Syaukani, HR dkk., 2002). Pemerintahan negara mengelola berbagai dimensi kehidupan, baik dalam dimensi sosial, kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik, kemananan, pertahanan dan lain‐lain. Di samping itu, pemerintah negara juga mempunyai fungsi distributif, regulatif juga ekstraktif, guna memobilisasi sumber daya keuangan dalam rangka membiayai aktifitas penyelenggaraan negara. Kesemuanya itu dilakukan dalam kompleksitas yang juga mencakup dimensi demografik dan geografik. Oleh karena itu, tidaklah mungkin hal itu dapat dilakukan dengan cara yang sentralistik (B. C. Smith, 1985). Dengan demikian, pembagian tugas serta pemberian kewenangan merupakan suatu hal yang sama sekali tidak mungkin dapat dihindari dalam sebuah negara modern. (B. C. Smith, 1985). Pemberian kewenangan (devolution of authority) kepada unit‐unit atau satuan pemerintahan yang lebih rendah dan lebih kecil merupakan suatu kebutuhan yang mutlak dan tidak dapat dihindarkan. Mengingat begitu tinggi tingkat fragmentasi sosial dalam suatu negara, maka ada hal‐hal tertentu yang harus diselenggarakan secara lokal di mana Pemerintah Daerah akan lebih mudah menyelenggarakannya ketimbang dilakukan secara nasional dan sentralistik(Syaukani, HR dkk., 2002). Menurut B.C. Smith (1985), daya tarik pemerintahan desentralistik bukan saja karena ia berlawanan dengan konsep pemerintahan sentralistik, tetapi juga I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 38
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
karena pemerintahan desentralistik mempunyai sisi‐sisi positif bila dilihat secara sosial, politis, dan ekonomis. Secara sosial‐politik, desentralisasi menguatkan akuntabilitas publik dan keberpihakan terhadap pelayanan masyarakat, mendekatkan pemerintah terhadap rakyat, menjadikan pelayanan lebih baik dan fokus serta mendorong kebebasan, persamaan dan kesejahteraan. Secara ekonomis, desentralisasi berpengaruh positif terhadap efisiensi dan pemotongan sekat‐sekat birokratis yang “high‐cost” dan tidak efisien. Oleh karena itu, tuntutan desentralisasi berbanding lurus dengan ukuran negara (Riant Nugoho D, 2000). Dalam praktik penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan akan lebih efektif dengan meletakkan ukuran negara, dalam bentuk dua ukuran: jumlah penduduk dan luas negara. Bahkan dua variabel tersebut membangun ukuran kembar bagi desentralisasi. Semakin besar jumlah penduduk dan semakin luas negara akan semakin membutuhkan desentralisasi. Otonomi adalah derivasi dari desentralisasi. Daerah‐daerah otonom adalah daerah yang mandiri. Tingkat kemandirian diturunkan dari tingkat desentralisasi yang diselenggarakan. Semakin tinggi derajat desentralisasi, semakin tinggi tingkat otonomi daerah (Riant Nugoho D, 2000). Otonomi daerah sendiri dapat diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Sementara “daerah” dalam arti local state government adalah pemerintah di daerah yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang, sehingga ia lebih dekat dengan otonomi daerah. Konsep desentralisasi, dengan demikian mempunyai “cetakan” pemahaman yang sama dengan otonomi daerah (Sarundajang, 1999). Tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan mendekatkan pelayanan publik di daerah. Perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan konsekuensi dari desentralisasi penyerahan urusan pusat dan daerah. Prinsip money follow function yang bermakna pendanaan harus mengikuti pembagian urusan dan tanggung jawab dari masing‐masing tingkat Pemerintahan. Pasca satu dasawarsa diberlakukan, paket UU otonomi daerah telah mengalami dua kali revisi. Namun masih menjadi pertanyaan besar, apakah kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah terkini, sudah dilakukan secara proporsional, adil, demokratis dan sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah?. (Fitra, 2012). Anggaran merupakan salah satu instrumen ekonomi pemerintah untuk menjalankan kebijakan dan rencananya. Hakikat desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakatnya dan untuk mendorong pengembangan ekonomi sesuai dengan kondisi yang berbeda‐beda di daerah. Anggaran merupakan instrumen yang dapat “menerjemahkan” kebijakan dan rencana pemerintah dalam program dan kegiatan. Sejauhmana pemerintah suatu daerah mendorong pengembangan ekonomi dan layanan publik yang lebih baik, lebih berpihak kepada masyarakat miskin (pro‐poor) dan gender responsif – atau sebaliknya – dapat terefleksi dari anggarannya (Fitra, 2012). Penelitian terkait APBD yang sangat penting untuk dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah beberapa penelitian FITRA yang telah dipublikasikan. I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 39
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Beberapa di antaranya adalah: Analisis Anggaran Daerah: Studi Terhadap APBD Tahun 2008‐2011, 20 Kabupaten/Kota di 4 Provinsi, (2012). “Pandangan Fitra Atas RAPBN 2011:“Meretas APBN untuk Sebesar‐besarnya Kemakmuran Rakyat” (2011). RAPBN Alternatif T.A. 2013, Menuju Anggaran Konstitusional (2012). “Tahun Pembajakan Anggaran Oleh Elit, Mengabaikan Kesejahteraan Rakyat, Catatan Akhir Tahun FITRA: Refleksi atas Penganggaran 2011. Kupas Tuntas Hubungan Keuangan Pusat Daerah (2012). Pada dasarnya, FITRA menekankan perlunya pengelolaan anggaran yang dilaksanakan dengan menerapkan prinsip‐prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) agar kebijakan dan pelaksanaan anggaran yang dihasilkan mengakomodasi kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders). Kekuasaan yang diemban pemerintah merupakan mandat yang bersumber dari suara rakyat. Pemerintah dipercaya sebagai pelaksana roda organisasi politik negara guna menyejahterakan seluruh rakyat ‐ sang pemberi mandat. Dengan demikian, warga negara adalah pemegang kekuasaan dan kewenangan yang sesungguhnya. Pemerintah tidak boleh semena‐mena dalam membuat sebuah kebijakan publik. Prinsip good governance penting dilakukan karena warga masyarakat dan pemerintah sebagai pemangku kepentingan kerap kali memiliki perbedaan persepsi dan kepentingan dalam perencanaan anggaran yang mengakibatkan kerugian di salah satu pihak. Penulis juga perlu mengemukakan satu buah penelitian yang ditulis oleh Dina Ayu Nurmalita “Evaluasi Sistem Distribusi APBD Sumsel Tahun Anggaran 2010 Berdasarkan Tingkat Maqasid Syariah”, yang merupakan skripsi pada program studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah Palembang (2011). Penelitian ini berbeda dengan skripsi tersebut dalam hal kedalamannya, serta APBD yang dijadikan objek penelitian adalah APBD kabupaten dan kota, bukan APBN, dan periode tahun anggaran yang dikaji adalah masing‐masing 3 tahun anggaran untuk 4 lokasi yang dipilih. Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian campuran antara penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian pustaka dilakukan untuk mengkaji bagaimana perspektif maqasid asy‐syari’ah dalam penentuan anggaran belanja pemerintah. Penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu obyek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus (Nawawi, 1992). Dalam hal ini peneliti akan melacak data di lapangan untuk mengetahui bagaimana tingkat pencapaian dan realisasi APBN 2008‐2013 berdasarkan Maqasid Syariah. Data dan Sumber Data Data penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer digunakan untuk menggali konsep maqasid syari’ah yang bersumber dari kitab‐ kitab ulama klasik yang membahas hal tersebut, disamping juga buku‐buku kontemporer sebagai sumber data sekunder. Untuk mengevaluasi Sistem distribusi dan tingkat pencapaian dan realisasi APBN 2008‐2013 berdasarkan I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 40
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Maqasid Syariah, digunakan data sekunder berupa dokumen‐dokumen, khususnya data APBN dan APBN‐P yang telah disahkan DPR, serta buku‐buku ataupun hasil penelitian yang membahas hal ini, khususnya yang dirilis oleh FITRA. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan suatu penilaian yang lebih obyektif dan ilmiah terhadap keunggulan konsep ekonomi menurut sistem Islam, yang mengacu pada maslahah kuliyyah, sebagai dasar mengidentifikasi kebijakan‐kebijakan publik yang dapat menjawab dan menanggulangi berbagai permasalahan di balik pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini, seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial‐ekonomi. Dengan menelaah APBN dalam perspektif maqasid asy‐syari’ah diharapkan mampu menemukan perspektif baru yang lebih luas dan mendorong pengembangan pemikiran ekonomi Islam, dalam hal ini dapat menemukan model APBN yang dapat diaplikasikan dalam praksis, menuju peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, khususnya di Indonesia masa kini. Analisis Data Penelitian Dalam melakukan analisis, penelitian ini akan menggunakan tiga kerangka metodologi penelitian ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Muhammad Anas az‐Zarqa, berikut analisisnya. Az‐Zarqa menjelaskan bahwa ekonomi Islam terdiri dari tiga kerangka metodologi, yaitu: pertama adalah presumption and ideas, atau yang disebut ide dan prinsip dasar ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari al‐Qur’an, al‐Sunnah, dan fiqh al‐Maqasid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi Islam itu sendiri. Kedua adalah nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi ekonomi yang terjadi. Ketiga yang disebut dengan positive part of economic science. Bagian ini menjelaskan tentang realitas ekonomi, dan bagaimana konsep ekonomi Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan riil (az‐Zarqa, 1992). Dengan demikian, sebagai langkah awal, penelitian ini akan meneliti mengenai presumption and ideas, atau ide dan prinsip dasar ekonomi islam terkait tingkat maqasid asy‐syari’ah. Agar dapat diturunkan menjadi pendekatan yang ilmiah dalam membangun kerangka berpikir tentang anggaran belanja pemerintah dalam perspektif ekonomi Islam, maka perlu perumusan yang jelas tentang pendekatan nilai islami terhadap penentuan anggaran belanja pemerintah khususnya ataupun keuangan publik secara umum. Pada bagian akhir akan dilihat bagaimana kondisi yang telah terealisasi secara nyata terkait APBD, dan mengkajinya dalam perspektif maqasid asy‐syari’ah yang telah di bahas di atas. Berikut adalah alur operasionalisasi konsep maqasid asy‐syari’ah dalam anggaran belanja pemerintah: I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 41
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Gambar 2. Alur Operasionalisasi Konsep Penelitian
Tujuan Penelitian
Kerangka Metodologi
Definisi Operasional
Menjelaskan: 1. Kedudukan maqasid asy-syari’ah dalam perspektif ekonomi Islam. 2. Penentuan anggaran belanja pemerintah/negara dalam perspektif maqasid asy-syari’ah. 3. Realisasi distribusi APBN 2008-2013.
presumption and ideas
ide dan prinsip dasar ekonomi islam terkait maqasid asysyari’ah
Operasionali sasi konsep
nature of value judgement
Pendekatan nilai terkait anggaran belanja pemerintah dalam sistem ekonomi Islam perspektif maqasid asy-
positive part of economic
Konsepkonsep ekonomi Islam tentang anggaran pemerintah yang bisa diturunkan dalam
Evaluasi terhadap Sistem distribusi APBN 2008-2013 dalam perspektif maqasid asy-syari’ah, dengan melihat kesesuaiannya dengan nilai-nilai maupun konsepkonsep yang diturunkan dari ajaran islam
Hasil Penelitian dan Pembahasan Tingkat Pencapaian Realisasi APBN 2008‐2013 Berdasarkan Maqasid Syariah 1. Hubungan Semantik APBN dengan Maqasid asy‐Syari’ah Secara hierarkis lima kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dan terlindungi adalah: (a) Perlindungan terhadap Agama (Hifdzu ad‐Din; (b) Perlindungan terhadap Jiwa (Hifdzu an‐nafs); (c) Perlindungan terhadap Akal (Hifdzu al‐Aql); (d) Perlindungan terhadap Keturunan (Hifdzu an‐Nasl); (e) Perlindungan terhadap Harta (Hifdzu al‐Mal). Setelah mengetahui alat ukur yang digunakan yaitu tingkatan maqasid syariah yang terbingkai dalam ad‐dharuriyah al‐khams.Maka metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini yaitu dengan menggunakan I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 42
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
analisis domain.Dalam hal ini, lima kebutuhan pokok (ad‐dharuriyah al‐ khams) menjadi daftar domain yang digunakan untuk menganalisis distribusi APBN periode 2008‐2013. Karena pola hubungan semantik yang dipilih penulis berdasarkan fungsi maka klasifikasi APBN terlihat dari tabel berikut ini: Tabel 1 APBN berdasarkan fungsi dalam Maqasid Syariah No Maqasid Syariah APBN berdasarkan fungsi Agama 1 Agama ketertiban dan ketentraman Pertahanan 2
Jiwa
perumahan dan fasilitas umum perlindungan social Kesehatan
3
Akal
4
Keturunan
5
Harta
Pendidikan pariwisata dan budaya lingkungan hidup Ekonomi
Alasan yang melatarbelakangi pertahanan, ketertiban dan ketentraman termasuk dalam kategori agama, karena sesuai dengan apa yang telah dirincikan oleh ‘Afra mengenai hak pokok dalam pemeliharaan agama terdapat poin Lembaga keamanan: jasa aparat keamanan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pelaksanaan da’wah; peralatan pokok dan senjata untuk menjaga keamanan wilayah negara; jasa intelijen yang mencermati segala kemungkinan bahaya dari pihak musuh; perlengkapan dan pelatihan bersifat material dan spiritual. Dalam pemeliharaan jiwa, sandang, pangan dan papan menjadi hak dasar yang harus terpenuhi, kesehatan yang terjaga juga dapat menjamin terbentuknya jiwa‐jiwa yang tangguh.Selanjutnya pelayanan umum sangat penting untuk keberlangsungan hidup, misalnya telekomunikasi dan sarana transportasi. ‘Afra telah menyebutkan bahwa Sembilan bidang pokok yang harus dipenuhi dalam pemeliharaan jiwa yaitu: makanan, perangkat perlengkapan untuk pemeliharaan mulut, gigi dan lain‐lain, pakaian, perumahan, pemeliharaan kesehatan, transportasi dan komunikasi (pelayanan umum), keamanan individu dan hal milik, pertahanan masyarakat sipil, lapangan pekerjaan dan perlindungan sosial. I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 43
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Pemeliharaan akal, tentu sangatlah erat kaitannya dengan pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan menciptakan generasi‐generasi yang cerdas. Penerangan dan kebudayaan dan lembaga penelitian juga turut andil dalam pemeliharaan akal. Harta menempati urutan terakhir dari pemeliharaan lima kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Harta juga hanya dijadikan sebagai alat pemenuhan kebutuhan, sehingga tidak juga dapat dikesampingan dalam perekonomian. Fungsi pelayanan umum, karena mencakup seluruh bidang baik yang ditangani kementerian/lembaga maupun non kementerian/lembaga, maka tidak akan menjadi objek analisis. 2. Realisasi APBN 2008‐2013 Belanja Negara Pemerintah Pusat tahun 2008‐2014 dapat dilihat dari tabel di dan grafik di bawah ini:
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 2 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, 2008 ‐ 2013 (triliun rupiah) Fungsi LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APB 2008 2009 2010 2011 2012 N 2013 PELAYANAN UMUM 5 417 47 508,9 6 47 7 34,6 ,8 1,6 ,7 20,1 PERTAHANAN 9,2 1 3,1 17,1 51,1 61,2 81,8 KETERTIBAN DAN 7,0 7,8 13,8 21,7 29,1 36,5 KEAMANAN EKONOMI 50,5 58,8 52,2 87,2 105,6 122,9 LINGKUNGAN HIDUP 5,3 10,7 6,5 8,6 8,8 12,4 PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 12,4 14,6 20,1 22,9 26,4 30,7 KESEHATAN 14,0 15,7 18,8 14,1 15,2 17,5 PARIWISATA DAN 1,3 1,4 1,4 3,6 2,5 2,5 BUDAYA AGAMA 0,7 0,8 0,9 1,4 3,4 4,1 PENDIDIKAN 55,3 84,9 90,8 97,9 105,2 118,5 PERLINDUNGAN SOSIAL 3,0 3,1 3,3 3,9 5,1 7,4 FUNGSI TIDAK ADA ‐‐ (0,0) 0,9 62,3 0,3 0,0 Total 693, 628, 697, 883, 1.01 1.15 4 8 4 7 0,6 4,4
(Data sekunder: Sumber Nota Keuangan dan RAPBN 2014)
Sedangkan menurut organisasi dapat dilihat dari grafik di bawah ini: I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 44
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Gambar 3 Perkembangan Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi Tahun 2008‐2013 (triliun rupiah) 250
250
200
200
150
150 K/L Perekonomian K/L Kesra
100
100
50
50
0
0 2008
2009
2010
2011
2012
K/L Polhukam
2013
(Data sekunder diolah, sumber: Kementerian Keuangan, 2014) Data di atas menunjukkan bahwa Belanja Pemerintah melalui Kementerian/Lembaga Perekonomian selalu lebih besar dari belanja pemerintahmelalui Kementerian/Lembaga Politik Hukum dan Hak asasi manusia maupun melalui Kementerian/Lembaga kesejahteraan Rakyat. Untuk lebih jelasnya, pada bagian selanjutnya tabel di atas akan dielaborasi penjelasannya per‐tahun anggaran disertai dengan analisis kesesuaiannya dengan maqasid asy‐syari’ah. 3. Tingkat Pencapaian Realisasi APBN 2008‐2013 berdasarkan Maqasid Syariah APBN Tahun 2008 Realisasi Belanja Pemerintah pada APBN tahun 2008 dapat dilihat dari tabel di bawah ini: I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 45
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Tabel 3 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, 2008 ‐ 2013 (triliun rupiah) No MENURUT FUNGSI LKPP 1 PELAYANAN UMUM 5 34,6 2 PERTAHANAN 9,2 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 7,0 4 EKONOMI 50,5 5 LINGKUNGAN HIDUP 5,3 6 PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 12,4 7 KESEHATAN 14,0 8 PARIWISATA DAN BUDAYA 1,3 9 AGAMA 0,7 10 PENDIDIKAN 55,3 11 PERLINDUNGAN SOSIAL 3,0 12 FUNGSI TIDAK ADA ‐‐ Total 693,4 (Data sekunder: Sumber Nota Keuangan dan RAPBN 2014) Gambar 4
triliun Rp
Belanja Pemenrintah Menurut Fungsi APBN 2008 (triliun rupiah)
600 500 400 300 200 100 0
Fungsi tidak ada
pelayanan umum
tahun
(Data Sekunder diolah, Sumber: Kementerian Keuangan, 2014)
Tabel di bawah ini, menggambarkan tingkatan kesesuaian sistem distribusi APBN berdasarkan maqasid syariah. I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 46
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Tabel 4 Distribusi APBN 2008 berdasarkan Maqasid Syariah APBN terealisasi Maqasid APBN berdasarkan (dalam No Syariah fungsi Trilyun) Jumlah Agama 0,7 1 Agama 7,7 ketertiban dan ketentraman 7,0 Pertahanan 9,2 perumahan dan fasilitas umum 12,4 2 Jiwa 38,0 perlindungan social 3,0 Kesehatan 14,0 Pendidikan 55,3 3 Akal 56,6 pariwisata dan budaya 1,3 4 Keturunan lingkungan hidup 5,3 5,3 5 Harta Ekonomi 50,5 50,5 Urutan kebutuhan dharuriyah dari tujuan Maqasid Syariah yang terbentuk dari hasil analisis sistem distribusi APBN tahun anggaran 2008 adalah: Tabel 5 Tingkatan Maqasid SyariahAPBNTahun Anggaran 2008 Jumlah No Maqasid Syariah (dalam Trilyun) 1 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) 56,6 2 Pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal) 50,5 3 Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) 38,0 4 Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) 7,7 5 Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) 5,3 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.56,6 trilyun menjadi prioritas utama dalam distribusi APBN 2008, hal ini terkait dengan program pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat melalui program sekolah gratis. Hal ini membawa pengaruh positif terhadap pembangunan jika program tersebut tepat sasaran dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Seharusnya dengan ditempatkannya akal pada posisi pertama, benar‐benar mampu membuat masyarakat cerdas. Selanjutnya perhatian pemerintah setelah pemeliharaan akal adalah pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal)dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.50,5 trilyun. Hal ini kurang sesuai dengan urutan maqasid syariah yang menempatkan pemeliharaan jiwa pada urutan kedua.Dalam Maqasid Syariah harta berada pada urutan terakhir sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 47
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
lainnya.Karena dalam hal ini harta menempati urutan kedua, maka seharusnya perekonomian Indonesia harus lebih maju dibandingkan dengan kondisi saat ini. Pada urutan ketiga, ditempati oleh Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.38 Trilyun. Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.7,7 Trilyun justeru berada pada urutan keempat. Agama yang seharusnya berada pada urutan pertama, ternyata tidak menjadi perhatian pemerintah.Padahal, Kenyamanan dan ketentraman hidup masyarakat dapat tercapai dengan memelihara kehidupan dan kerukunan antar umat beragama. Pada tingkatan yang terakhir, digunakan untuk memelihara keturunan (hifdzu an‐nasl) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.5,3 Trilyun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi APBN Sumatera selatan tahun anggaran 2008 belum sesuai dengan tingkatan Maqasid Syariah karena urutan yang dicapai bukan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, melainkan pemeliharaan akal, harta, jiwa, agama dan keturunan. APBN Tahun 2009 Realisasi Belanja Pemerintah pada APBN tahun 2009 dapat dilihat dari 5 di bawah ini. Gambar 5 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi Tahun 2009 (triliun rupiah) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
(Data sekunder diolah, Sumber: Kementerian Keuangan, 2014) I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 48
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Tabel di bawah ini, menggambarkan tingkatan kesesuaian sistem distribusi APBN 2009 berdasarkan maqasid syariah. Tabel 6 Distribusi APBN 2009 berdasarkan Maqasid Syariah APBN terealisasi Maqasid APBN berdasarkan (dalam No Syariah fungsi Trilyun) Jumlah Agama 0,8 1 Agama 8,6 ketertiban dan ketentraman 7,8 Pertahanan 13,1 perumahan dan fasilitas umum 14,6 2 Jiwa 46,5 perlindungan social 3,1 Kesehatan 15,7 Pendidikan 84,9 3 Akal 86,3 pariwisata dan budaya 1,4 4 Keturunan lingkungan hidup 10,7 10,7 5 Harta Ekonomi 58,8 58,8 Urutan kebutuhan dharuriyah dari tujuan Maqasid Syariah yang terbentuk dari hasil analisis sistem distribusi APBN tahun anggaran 2009 adalah: Tabel 7 Tingkatan Maqasid SyariahAPBNTahun Anggaran 2009 Jumlah No Maqasid Syariah (dalam Trilyun) 1 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) 86,3 2 Pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal) 58,8 3 Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) 46,5 4 Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) 10,7 5 Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) 8,6 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.86,3 trilyun menjadi prioritas utama dalam distribusi APBN 2009. Selanjutnya perhatian pemerintah setelah pemeliharaan akal adalah pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal)dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.58,8 trilyun.Pada urutan ketiga, ditempati oleh Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.46,5 Trilyun. Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) menempati urutan keempat dengan anggaran 10,7. Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.8,6 Trilyun justeru berada pada urutan terakhir.Agama I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 49
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
yang seharusnya berada pada urutan pertama, ternyata tidak menjadi perhatian pemerintah.Padahal, Kenyamanan dan ketentraman hidup masyarakat dapat tercapai dengan memelihara kehidupan dan kerukunan antar umat beragama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi APBN tahun anggaran 2009ternyata lebih tidak sesuai dengan tingkatan Maqasid Syariah karena urutan yang dicapai bukan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, melainkan pemeliharaan akal, harta, jiwa, keturunan dan agama. APBN Tahun 2010 Realisasi Belanja Pemerintah pada APBN tahun 2010 dapat dilihat gambar di bawah ini. Gambar 6 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi Tahun 2010 (triliun rupiah) 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
tahun 2010
(Data sekunder diolah, sumber: Kementerian Keuangan, 2014)
Tabel di bawah ini, menggambarkan tingkatan kesesuaian sistem distribusi APBN 2010 berdasarkan maqasid syariah. Tabel 8 Distribusi APBN 2010 berdasarkan Maqasid Syariah Maqasid APBN berdasarkan APBN terealisasi No Syariah fungsi (dalam Trilyun) Jumlah Agama 0,9 1 Agama 14,7 ketertiban dan ketentraman 13,8 I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 50
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
2
3 4 5
Pertahanan perumahan dan fasilitas umum Jiwa perlindungan social Kesehatan Pendidikan Akal pariwisata dan budaya Keturunan lingkungan hidup Harta Ekonomi
17,1 20,1 3,3 18,8 90,8 1,4 6,5 52,2
59,3
92,2 5,5 52,2
Urutan kebutuhan dharuriyah dari tujuan Maqasid Syariah yang terbentuk dari hasil analisis sistem distribusi APBN tahun anggaran 2010 adalah: Tabel 9 Tingkatan Maqasid SyariahAPBNTahun Anggaran 2010 Maqasid Syariah Jumlah (dalam No Trilyun) Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) 92,2 1 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) 59,3 2 Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) 52,2 3 PemeliharaanHarta (hifdzu al‐mal) 4 14,7 Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) 5 5,5 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.92,2 trilyun tetap menjadi prioritas utama dalam distribusi APBN 2010. Selanjutnya perhatian pemerintah setelah pemeliharaan akal adalah Pada urutan ketiga, ditempati oleh Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.59,3 Trilyun, dilanjutkan dengan pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal)dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.52,2 trilyun. Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.14,7 Trilyun justeru berada pada urutan keempat. Pada tingkatan yang terakhir, digunakan untuk memelihara keturunan (hifdzu an‐nasl) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.6,5 Trilyun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi APBN tahun anggaran 2010 ternyata masih kurang sesuai dengan tingkatan Maqasid Syariah karena urutan yang dicapai bukan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, melainkan pemeliharaan akal, harta, jiwa, keturunan dan agama.
I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 51
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
APBN Tahun 2011 Realisasi Belanja Pemerintah pada APBN tahun 2011 dapat dilihat dari tabel IV: 13 dan Gambar IV.5 di bawah ini.
Gambar 7 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi Tahun 2011 (triliun rupiah) 600 500 400 300 200 100
tahun 2011
0
(Data sekunder diolah, sumber: Kementerian Keuangan, 2014)
Tabel di bawah ini, menggambarkan tingkatan kesesuaian sistem distribusi APBN 2011 berdasarkan maqasid syariah. Tabel 10 Distribusi APBN 2011 berdasarkan Maqasid Syariah APBN Maqasid APBN berdasarkan terealisasi No Syariah fungsi (dalam Trilyun) Jumlah Agama 1,4 1 Agama 23,1 ketertiban dan ketentraman 21,7 Pertahanan 51,1 perumahan dan fasilitas umum 22,9 2 Jiwa 92,0 perlindungan social 3,9 Kesehatan 14,1 Pendidikan 97,9 3 Akal 101,5 pariwisata dan budaya 3,6 4 Keturunan lingkungan hidup 8,6 8,6 5 Harta Ekonomi 87,2 87,2 I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 52
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Urutan kebutuhan dharuriyah dari tujuan Maqasid Syariah yang terbentuk dari hasil analisis sistem distribusi APBN tahun anggaran 2011 adalah: Tabel 11 Tingkatan Maqasid SyariahAPBNTahun Anggaran 2011 Maqasid Syariah Jumlah (dalam No Trilyun) 1 Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) 101,5
2
Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql)
3
Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐ din) PemeliharaanHarta (hifdzu al‐mal)
4 5
92,0 87,2 23,1
Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl)
8,6 Dari dua tabel di atas, dapat dikatakan bahwa distribusi APBN tahun anggaran 2011 ternyata masih juga tidak sesuai dengan tingkatan Maqasid Syariah karena urutan yang dicapai bukan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, melainkan pemeliharaan akal, harta, jiwa, keturunan dan agama. Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.101,5 trilyun menjadi prioritas utama dalam distribusi APBN 2011.Selanjutnya perhatian pemerintah setelah pemeliharaan akal adalah Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs)dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.92 trilyun. Hal ini kurang sudah sesuai dengan urutan maqasid syariah yang menempatkan pemeliharaan jiwa pada urutan kedua.Dalam Maqasid Syariah harta berada pada urutan terakhir sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang lainnya. Pada urutan ketiga Pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal)Pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal), dengan total anggaran Rp. 87,2 trilyun. Dilanjutkan dengan pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.23,1 Trilyun, dan pada tingkatan yang terakhir, digunakan untuk memelihara keturunan (hifdzu an‐nasl) dengan total anggaran terealisasi sebesar Rp.8,6 Trilyun. APBN Tahun 2012 Realisasi Belanja Pemerintah pada APBN tahun 2008 dapat dilihat gambar grafik di bawah ini:
I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 53
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Gambar 8 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi Tahun 2012 (triliun rupiah) 700 600 500 400 300 200 100
tahun 2012
0
(Data sekunder diolah, sumber: Kementerian Keuangan, 2014)
Tabel di bawah ini, menggambarkan tingkatan kesesuaian sistem distribusi APBN 2012 berdasarkan maqasid syariah. Tabel 12 Distribusi APBN 2012 berdasarkan Maqasid Syariah No 1
2
3 4 5
Maqasid Syariah
APBN berdasarkan fungsi Agama Agama ketertiban dan ketentraman Pertahanan perumahan dan fasilitas umum Jiwa perlindungan social Kesehatan Pendidikan Akal pariwisata dan budaya Keturunan lingkungan hidup Harta Ekonomi
APBN terealisasi (dalam Trilyun) Jumlah 3,4 32,5 29,1 61,2 26,4 5,1 15,2 105,2 2,5 8,8 105,6
108,9
107,7 8,8 105,6
I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 54
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Urutan kebutuhan dharuriyah dari tujuan Maqasid Syariah yang terbentuk dari hasil analisis sistem distribusi APBN tahun anggaran 2012 adalah: Tabel 13 Tingkatan Maqasid Syariah APBN Tahun Anggaran 2012 Maqasid Syariah Jumlah No (dalam Trilyun) Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) 108,9 1 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) 107,7 2 Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) 105,6 3 PemeliharaanHarta (hifdzu al‐mal) 4 32,5 Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐ 5 nasl) 8,8 Dari dua tabel di atas, dapat dikatakan bahwa distribusi APBN tahun anggaran 2012, sebagaimana tahun‐tahun sebelumnya masih juga tidak sesuai dengan tingkatan Maqasid Syariah karena urutan yang dicapai bukan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, melainkan pemeliharaan akal, harta, jiwa, keturunan dan agama. Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) menempati urutan pertama dengan total anggaran Rp. 108,9 trilyun; dilanjutkan dengan pemeliharaan akal (hifdzu al‐aql) 107,7 Trilyun, PemeliharaanHarta (hifdzu al‐mal) dengan total anggaran 105,6; Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din)dengan total anggaran 32,5; dan Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) dengan total anggaran 8,8 trilyun. APBN Tahun 2013 Realisasi Belanja Pemerintah pada APBN tahun 2013 dapat dilihat dari gambar di bawah ini: I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 55
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Gambar 9 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi Tahun 2013 (triliun rupiah) 800 700 600 500 400 300 200 tahun 2013
100 0
(Data sekunder diolah, sumber: Kementerian Keuangan, 2014)
Tabel di bawah ini, menggambarkan tingkatan kesesuaian sistem distribusi APBN 2013 berdasarkan maqasid syariah. Tabel 14 Distribusi APBN 2013 berdasarkan Maqasid Syariah No
Maqasid Syariah
APBN berdasarkan fungsi Agama
1
2
Agama
Jiwa
Akal
Jumlah 40,6
ketertiban dan ketentraman
36,5
Pertahanan
81,8
perumahan dan fasilitas umum
30,7
perlindungan social
3
APBN terealisasi (dalam Trilyun) 4,1
137,4
7,4
Kesehatan
17,5
Pendidikan
118,5
121
I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 56
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
pariwisata dan budaya 4 5
Keturunan lingkungan hidup Harta
Ekonomi
2,5 12,4
12,4
122,9
122,9
Urutan kebutuhan dharuriyah dari tujuan Maqasid Syariah yang terbentuk dari hasil analisis sistem distribusi APBN tahun anggaran 2013 adalah: Tabel 15 Tingkatan Maqasid Syariah APBN Tahun Anggaran 2013 Maqasid Syariah Jumlah No (dalam Trilyun) Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) 137,4 1 Pemeliharaan Akal (hifdzu al‐aql) 122,9 2 Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din) 121 3 Pemeliharaan Harta (hifdzu al‐mal) 4 40,6 Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) 5 12,4 Dari dua di atas, dapat dikatakan bahwa distribusi APBN tahun anggaran 2013, sebagaimana tahun‐tahun sebelumnya masih juga tidak sesuai dengan tingkatan Maqasid Syariah karena urutan yang dicapai bukan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, melainkan pemeliharaan jiwa, harta, akal, keturunan dan agama. Melainkan Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) menempati urutan pertama dengan total anggaran Rp. 137,4 trilyun; dilanjutkan dengan PemeliharaanHarta (hifdzu al‐mal) dengan total anggaran 122,9; Pemeliharaan akal (hifdzu al‐aql) 121 Trilyun; Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐din)dengan total anggaran 40,6; dan Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) dengan total anggaran 12,4 trilyun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum APBN tahun 2008‐2013 belum mencerminkan urutan tingkat maqasid asy‐syari’ah. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Maqasid asy‐syari’ah dalam perspektif ekonomi Islam dipahami dengan pembangunan kesejahteraan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Kesejahteraan tersebut harus terlihat dalam indikator a) pertumbuhan ekonomi; b) keadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan; c) kesehatan dan keserasian lingkungan sosial dengan norma‐norma dan nilai‐nilai Islam Penentuan anggaran belanja pemerintah/negara dalam perspektif maqasid asy‐syari’ah hendaknya disesuaikan dengan lima hierarki kebutuhan I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 57
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
pokok yang harus dipenuhi dan terlindungi diantaranya: Perlindungan terhadap Agama (Hifdzu ad‐Din), Perlindungan terhadap Jiwa (Hifdzu an‐ nafs),Perlindungan terhadap Akal (Hifdzu al‐Aql), Perlindungan terhadap Keturunan (Hifdzu an‐Nasl), Perlindungan terhadap Harta (Hifdzu al‐Mal). Dengan menggunakan analisis domain dan melihat realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dari tahun 2008‐2013 berdasarkan hirarki dapat dikatakan belum menggambarkan tingkat maqasid asy‐syari’ahyang ada, atau masih berada pada tingkat yang moderat. Hal itu dapat dilihat dari pooling hirarki maqasid asy‐syari’ahyang ada, yakni: Pemeliharaan Jiwa (hifdzu an‐nafs) menempati urutan pertama dengan total anggaran Rp. 137,4 trilyun; dilanjutkan dengan PemeliharaanHarta (hifdzu al‐mal) dengan total anggaran 122,9; Pemeliharaan akal (hifdzu al‐aql) 121 Trilyun; Pemeliharaan Agama (hifdzu ad‐ din) dengan total anggaran 40,6; dan Pemeliharaan keturunan (hifdzu an‐nasl) dengan total anggaran 12,4 trilyun. Saran Dari hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dalam realisasi anggaran belanjan pemerintah pusat belum menggambarkan tingkat maqasid yang ada. Oleh karena itu, pada penyusunan anggaran belanja pemerintah pusat yang akan datang, agar dapat memperhatikan tingkan maqasid asy‐syari’ah, beserta hirarki yang terdapat dalam tingkatan maqasid tersebut. I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 58
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Daftar Pustaka Abod, Ghazali Sheikh, Omer Syed Agil and Ghazali, Aidit, ed., 1992. An Introduction to Islamic Finance, Kuala Lumpur, Quill Publishers Bank Indonesia, 2006. Pasar Keuangan Syari’ah: Struktur, Instrumen, dan Akad. Direktorat Perbankan Syari’ah. Al‐Ghazali, Abu Hamid. al‐Mustasfa min ‘Ilm al‐Usul, Mesir: Maktabah al‐Nasr wa Auladuh, t.t. Ahmad, Kurshid (Ed.). 1980. Studies in Islamic Economics, Leicester: The Islamic Foundation ‐‐‐‐‐‐‐,1992. Economic Growth and Human Resource Development in an Islamic Perspective, Herndon: IIIT,. Ahmed, Habib. 2012. “ Maqosid al‐Shariah and Islamic Financial Products: A Framework For Assessment. Durham Research Online, Agustus Anwar, Syamsul. 2000. “Epistemologi Hukum Islam Dalam al‐Mustasfa min ‘Ilm al‐Usul Karya al‐Gazzali” (450‐505 H/ 1058‐1111 M), Disertasi pada IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Asyraf Wajdi. “Challenges of Realizing Maqasid al‐Shariah (Objectives of Shariah) in Islamic Capital Market: Special Focus on Equity‐Based Sukuk” Keynote Address at the 3rd USM‐ISDEV International Islamic Management Conference on Islamic Capital Market, Organised by Centre for Islamic Management Studies University Sains Malaysia; 28th & 29th October, 2009. USM, Penang. Bakti, Asafri Jaya. 1986. Konsep Maqasid asy‐Syari’ah Menurut asy‐Syatibi, Jakarta: UI‐Press Bedoui, M. Houssem eddine “Shari‘a‐Based Ethical Performance Measurement Framework”, Pantheon, Sorbone Universite Paris, January 2012 Chapra, M. Umer, 1993. Islam and Economic Development, Islamabad: IIT Islamabad Chapra, Umar. 2008. Islamic Vision of Development in the Light of Maqasid al‐ Shari‘ah, Jeddah: IRTI/IDB and Washington: International Institute of Islamic Thought I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 59
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Dusuki, dan Nurdianawati Irwani Abdullah. “Maqasid al‐Shari`ah, Maslahah, and Corporate Social Responsibility”, The American Journal of Islamic Social Sciences 24:1 2011. FITRA, Kinerja Pengelolaan Anggaran Daerah 2009, Study di 41 Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta. Fitra, The Asia Foundation, DFID. 2010. ______, Analisis Anggaran Daerah: Studi terhadap Anggaran Tahun 2007‐2010 di 42 Kabupaten/Kota dan 5 Provinsi di Indonesia, Jakarta: Fitra, The Asia Foundation, DFID, 2010. ______, “Pandangan Fitra Atas RAPBN 2011:“Meretas APBN untuk Sebesar‐ besarnya Kemakmuran Rakyat”. Jakarta: 2011. ______, “Tahun Pembajakan Anggaran Oleh Elit, Mengabaikan Kesejahteraan Rakyat, Catatan Akhir Tahun FITRA: Refleksi atas Penganggaran 2011. Jakarta: 2011. ______, 2012. Kupas Tuntas Hubungan Keuangan Pusat Daerah. Jakarta: Tifa & Fitra. ______, Analisis Anggaran Daerah: Studi Terhadap APBD Tahun 2008‐2011, 20 Kabupaten/Kota di 4 Provinsi, Jakarta, FITRA, Kinerja, AUSAID, dan The Asia Foundation. 2012. ______, Laporan Kinerja Pengelolaan Anggaran Daerah 2011 Temuan‐temuan Hasil Studi Pengelolaan Anggaran Di 20 Kabupaten/Kota Partisipan Program KINERJA, Jakarta, FITRA, AUSAID, dan The Asia Foundation, 2012. ______, RAPBN Alternatif T.A. 2013, Menuju Anggaran Konstitusional, ebook. 2013. Al‐Gazzali, Abu Hamid. Al‐Mustasfa fi ‘Ilm al‐Usul, Beirut: Dar Kutub al‐`Ilmiyyah, t.t. Kahf, Monzer. “Maqasid al Shari’ah in the Prohibition of Riba and their Implications for Modern Islamic Finance”, yang dipresentasikan pada IIUM International Conference on Maqasid al Shari’ah, August 8‐10, 2006. Al‐Maliki, Abdurrahman. Politik Ekonomi Islam. Bogor: Al‐Azhar Press. 2009. Mohammad, Mustafa Omar dan Syahidawati Shahwan, “The Objective of Islamic Economic and Islamic Banking in Light of Maqasid Al‐Shariah: A Critical Review”, Middle‐East Journal of Scientific Research 13 (Research in Contemporary Islamic Finance and Wealth Management), 2013. Mohd Nor, Amir Husin “Application of The Principles of Maqasid Shari‘ah in Administration of The Islamic Countries” Advances in Natural and Applied Sciences, 6(6): 847‐851, 2012 I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 60
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Neuman, W. Laurance. Sosial Research Methods: Qualitative and Quantitative approaches.USA: Viacom Company. 1997 Nugoho, Riant, D. Otonomi Daerah Desentralisasi Tanpa Revolusi : Kajian dan Kritik atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2000 Pusat Kajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008. Rondinelli, Dennis and Shabbir G. Cheema, “Implementing Decentralization Policies An Introduction”, dalam Dennis Rondinelli and Shabbir G. Cheema (ed)., Decentralization in Development, Policy Implementation in Developing Countries. Beverly Hills : Sage Publications, 1983 Saifullah, Edyson. Konsep Al‐Dharuriyat Al‐Khams Dalam Mewujudkan Masyarakat Sejahtera. 2009 Saifullah, Edyson. Masyarakat Sejahtera Dalam Perspektif Islam. Bandung: Institute for Religious and Institutional Studies (IRIS Foundation). 2008 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta : Sinar Harapan, 1999 Siddiqi, Muhammad Nejatullah. 2009. Maqasid‐e Shari`at (Objectives of the Shariah) Markazi Maktabah‐e‐Islami, New Delhi. Smith, B. C. Decentralization : The Territorial Dimension of the State, 1st Pub. London : George Allen and Unwin, 1985 Stewart, John Paul. Local Government : The Conditions of Local Choice. London : George Allen and Unwin, 1929 Syaukani. HR., Affan Gaffar dan Ryaas Rasyid., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar dan PUSKAP, 2002 Al‐Syatibi, Abu Ishaq. Al‐Muwafaqat fi Usul as‐Syari`ah, Beirut: Dar al‐Kutub al‐ `Ilmiyyah, t.t Al‐Zaid, Mustafa. Al‐Maslahah fi Tasri’ al‐islami wa Najm ad‐Din at‐Tufi, cet.1 Ttp.: Dar al‐Fikr al‐Arabi, 1954 Al‐Zarqa, Anas. “Qawaid al‐Mubadalat fi al‐Fiqh al‐Islami” Review of Islamic Economics. Vol. 1 no. 2. Leicester: International Association for Islamic Enonomics, 1991 I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 61
Mempertimbangkan Tingkat Maqasid…Maftukhatusolikhah
Al‐Zarqa, Muhammad Anas, “Methodology of Islamic Economic”, dalam Ausaf Ahmad dan Kazim Raja Awan (ed.), Lectures On Islamic Economics, Jeddah: Islamic Development Bank, 1992.
I‐Finance Vol. 1 . No. 1. Juli 2015 62