I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Bahan pangan seperti produk buah-buahan dan produk hortikultura memiliki
sifat yang khas, yaitu tetap mengalami perubahan setelah proses pemanenan sehingga mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses perubahan karakeristik tersebut, buah-buahan dan produk hortikultura tersebut mengalami proses respirasi yang berakibat pada penguraian kandungan nutrisi dan juga dapat menyebabkan kerusakan pada produk tersebut (Desroiser, 1984). Untuk mengatasi masalah ini sudah banyak hal yang dilakukan, salah satu yang paling banyak dilakukan adalah mengembangkan pengemas yang digunakan untuk mengemas produk pangan tersebut. Pengemasan telah berkembang sejak lama, bahkan sebelum manusia membuat pengemasan. Alam sendiri telah menyajikan kemasan, misalnya jagung terbungkus selubung,
buah-buahan
terbungkus
kulitnya.
Menurut
Herudiyanto
(2008),
pengemasan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab-penyebab kerusakan baik fisik, kimia, biologis, maupun mekanis, sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik dan menarik. Bahan pengemas yang banyak digunakan sekarang ini sebagian besar dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, khususnya apabila dibuat dari bahan yang tidak dapat didaur ulang atau sulit mengalami biodegradasi, seperti plastik. Untuk meminimalkan pencemaran lingkungan, dapat digunakan pengemas alternatif yang tidak
menimbulkan
masalah
bagi
1
lingkungan,
yaitu
edible
film.
Menurut Syarief et. al. (1988), ada lima syarat kemasan, yaitu: penampilan, perlindungan, fungsi, biaya, harga dan penanganan limbah kemasan pangan. Adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan edible film adalah sesuatu yang menjanjikan. Keuntungan edible film adalah dapat melindungi produk pangan, penampilan asli produk dapat dipertahankan dan dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan. Keuntungan suatu edible film antara lain dapat menghambat difusi oksigen dan uap air ke dalam bahan yang dilapisi, menghambat pembusukan oleh mikroba dan keamanannya untuk dikonsumsi. Pati merupakan salah satu bahan baku alternatif yang aman untuk pengemasan yang dapat dimakan (edible) dan mudah untuk diserap tubuh sehingga kemasan edible berbasiskan pati layak untuk dikembangkan. Edible film yang dibuat dari bahan pati dikenal dengan edible film hidrokoloid. Edible film yang dibuat dari hidrokoloid memiliki beberapa kelebihan, di antaranya baik untuk melindungi produk terhadap oksigen dan karbondioksida, serta memiliki sifat mekanis yang baik (Donhowe dan Fenemma, 1994). Industri pangan mulai tertarik dengan penggunaan edible coating dan film untuk pengembangan produk dan pengawetan makanan karena edible film memiliki karakteristik dengan kisaran yang luas sehingga dapat digunakan dalam memodifikasi karakteristik permukaan makanan. Edible coating dan film secara tradisional digunakan terutama untuk tujuan perlindungan dan estetik. Contoh yang paling umum adalah wax coating untuk buah, coating cokelat untuk produk konfeksionari dan film lipid untuk melindungi produk daging (Reyes, 1998).
3
Bahan edible film telah banyak dikembangkan dari berbagai jenis pati dan yang paling umum digunakan, terutama di Indonesia adalah pati singkong atau tapioka dan pati sagu. Beberapa penelitian lain yang menggunakan sumber pati alternatif antara lain pati hanjeli dan pati jagung. Penggunaan pati hanjeli pada pembuatan edible film akan menghasilkan film dengan karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan karakteristik edible film berbasis tapioka ataupun pati sagu (Wahyu, 2011). Menurut Vina et. al. (2006), edible film dari pati jagung akan meningkatkan aspek kualitas selama penyimpanan brussels sprout yang dibekukan. Karakteristik utama pati yang baik dalam pembentukan edible film adalah kandungan amilosanya. Pati dengan kadar amilosa tinggi akan menghasilkan karakteristik mekanik edible film yang baik dengan pasta yang bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Winaeno, 1984). Selain itu, stabilitas amilosa pada suhu rendah juga lebih tinggi. Umbi ganyong (Canna edulis Kerr) merupakan jenis umbi-umbian yang belum dibudidayakan secara luas meskipun mempunyai manfaat yang cukup besar. Belum banyak produk olahan baik pangan maupun non pangan yang memanfaatkan umbi ganyong. Kebanyakan ganyong hanya dimanfaatkan sebagai sayuran atau makanan selingan dengan cara direbus atau dibakar. Ganyong memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, yaitu 22,6% dengan kandungan amilosanya mencapai 34-37%. Kandungan amilosa pada pati ganyong bahkan lebih banyak dibandingkan dengan kandungan amilosa pada tapioka yang umum digunakan sebagai bahan baku edible film, yaitu hanya sekitar 17%. Berdasarkan hal tersebut maka pati ganyong dapat dijadikan sebagai bahan baku
edible film yang lebih baik daripada pati singkong. Selain itu, berdasarkan ketersedian bahan baku, ganyong cukup dapat diandalkan karena ganyong mudah tumbuh di segala jenis tanah dan iklim. Pada pembentukan edible film, diperlukan penambahan plasticizer untuk pembentukan lapisan kontinyu yang elastis dengan mengurangi gaya intermolekul antar partikel penyusun pati yang menyebabkan terbentuknya tekstur edible film yang mudah patah (getas). Beberapa plasticizer yang paling umum digunakan adalah gliserol dan sorbitol. Menurut Krochta, Elisabeth dan Myrna (1994), sorbitol lebih efektif daripada gliserol dalam pembentukan film terutama dalam menghasilkan kekuatan mekanik yang lebih baik, seperti kekuatan tarik, elongasi dan modulus elastisitas, serta menghasilkan film dengan permeabilitas O2 yang lebih rendah dibandingkan dengan gliserol. Untuk itu, jenis plasticizer yang dipilih untuk pembuatan edible film berbahan baku pati ganyong ini adalah sorbitol. Penambahan plasticizer perlu diperhatikan, karena penambahan yang terlalu sedikit akan mengakibatan film yang terbentuk menjadi rapuh, mudah hancur dan bersifat getas. Penambahan plasticizer yang berlebihan akan menyebabkan film yang dihasilkan menjadi lengket, sulit kering dan menurunkan kuat tarik (tensile strength). Pada jumlah penambahan sorbitol yang tepat, pembuatan edible film pati ganyong akan menghasilkan karakteristik edible film yang baik
5
1.2.
Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
Sampai sejauh mana hubungan antara penambahan plasticizer sorbitol dengan karakteristik edible film berbasis pati ganyong.
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan
sorbitol terhadap karakteristik edible film berbasis pati ganyong. Tujuannya adalah untuk menentukan hubungan penambahan sorbitol terhadap berbagai karakteristik edible film berbasis pati ganyong.
1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk
metode pengemasan yang lebih ramah lingkungan dengan bahan baku pati ganyong yang mudah diperoleh di berbagai tempat dan memberikan informasi mengenai pengaruh penambahan konsentrasi sorbitol dalam pembentukan edible film berbasis pati ganyong.