MEMBENTUK MENTAL MELALUI KETELADANAN BERBAHASA Dwi Atmawati Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Abstrak Perubahan akhlak yang mengarah pada kemerosotan moral semakin meningkat. Hal tersebut dapat diketahui, antara lain melalui perilaku ataupun penggunaan bahasa. Fenomena kebahasaan yang terdapat dalam masyarakat, antara lain tulisan pada bak truk, kaos, tempat usaha, dan penamaan makanan cukup beragam, baik yang diungkapkan dengan santun, vulgar, maupun sindiran. Penelitian ini berusaha memaparkan penggunaan bahasa tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tulisan pada bak truk mengandung makna, antara lain: protes sosial, keluhan, kelakar. Tulisan pada kaos mengandung makna, antara lain: ajakan berbuat kebaikan, kelakar, sindiran. Penamaan tempat usaha atau makanan cenderung merebak pada penggunaan bahasa yang kurang santun. Untuk itu, hendaknya pemerintah, pendidik, peserta didik, dan masyarakat berperan membentuk mental semua peserta didik dan masyarakat melalui keteladanan berbahasa. Kata-kata kunci: bahasa, kurang santun, mental, pendidik, peserta didik.
Abstract The change of character which has tendency in declining the morality has been increased. This fact can be seen among the attitude or the use of language. The language phenomenon in society, such as in the body of truck, shirt, trading centre, and naming of the food show some varieties, not only in polite way but also in vulgar and satire way. This research was tried to explore the use of those languages. The result shows that the writing in the body of truck has meaning, such as: social protest, grievance, joke. The writing of shirt has meaning, such as: the stimulus to do the good things, joke, satire. The naming of trading centre or food indicates the use of language in impolite way. For that reason, the government, educators, students, and society have role in developing the mentality all of the students and societies through the good example in using the language. Key words: language, impolite, mentality, educators, students.
PENDAHULUAN Di beberapa belahan dunia gelombang kemerosotan moral makin meningkat. Gaya hidup hedonis, seks bebas dan pengunaan narkoba merupakan hal biasa di sebagian masyarakat. Perkembangan teknologi ikut memicu lajunya gaya hidup tersebut. Perubahan akhlak pun dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, pendidikan formal, dan nonformal. Hal tersebut dapat diketahui melalui perilaku ataupun penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor tersebut berpengaruh terhadap pembentukan sistem budaya, baik yang tak terlihat (covert culture), seperti norma, nilai, dan adat-istiadat, maupun yang terlihat (overt culture), seperti gaya berbahasa dan perilaku keseharian (Laksono, 1998:111). Bahasa tidak hanya diajarkan agar manusia dapat mempertahankan kehidupannya, tetapi juga agar manusia memiliki jati diri sesuai dengan budaya masyarakatnya. Dalam suatu PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
15
masyarakat yang anggotanya membentuk kelompok-kelompok, perilaku kebahasaan setiap individu akan menunjukkan kesamaan dalam kelompoknya. Ada hubungan langsung dan timbal balik antara struktur sosial tertentu dan cara masyarakat dalam berbahasa. Hubungan ini berlangsung terus-menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya yang mengarah pada pembentukan perilaku linguistik tertentu dan pada akhirnya akan membentuk struktur sosial tersendiri. Akibatnya ada sebuah siklus pembentukan pola linguistik tertentu oleh pola sosial tertentu atau sebaliknya (Wardhaugh, 1986: 315—317). Bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku, bahasa, agama, adat-istiadat, dan ras. Adanya kebhinekaan tersebut menyebabkan bangsa Indonesia memiliki potensi untuk terpecah-pecah. Oleh karena itu, keutuhan bangsa perlu dijaga, antara lain dengan berbahasa secara santun. Brown dan Levinson (1987) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa dapat ditafsirkan sebagai upaya menghindari konflik antarpenutur. Kesantunan berbahasa seseorang akan memperlihatkan kesadaran martabat orang tersebut dalam berbahasa, baik lisan maupun tulis. Kesantunan berbahasa merupakan hal penting yang perlu diperhatikan ketika seseorang melakukan tindak tutur, baik pendidik, peserta didik maupun masyarakat umum. Tuturan ataupun perilaku seseorang merupakan cermin akhlaknya. Akan tetapi, kenyataannya sebagian masyarakat masih belum sepenuhnya memperhatikan norma-norma kesantunan berbahasa. Bahkan, norma-norma kesantunan berbahasa sengaja ditabrak untuk menimbulkan situasi yang berbeda. Menurut Saville-Troike (1982), pengetahuan kebudayaan perlu dimiliki untuk menjaga keharmonisan berkomunikasi sehingga tidak timbul salah paham, tidak ada perasaan tersinggung. Komunikasi dapat menjadi miskomunikasi bila penutur tidak menguasai latar belakang kebudayaan petutur (dalam Gunarwan, 2003:7). Setiap pendidik perlu memiliki kompetensi komunikatif untuk dapat menanamkan kesantunan sejak dini. Saville-Troike (1982) mengemukakan bahwa kompetensi komunikatif adalah kemampuan mengaplikasikan kaidah-kaidah gramatikal untuk menghasilkan kalimatkalimat yang gramatikal dan kemampuan menggunakannya secara tepat, yakni kepada siapa, kapan, di mana kalimat-kalimat tersebut layak diucapkan. Kompetensi komunikatif sekurangkurangnya mencakup kompetensi linguistik, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, kompetensi strategis. Kompetensi linguistik adalah penguasaan aturan-aturan kebahasaan, baik dalam menggunakan bahasa lisan maupun tulis. Kompetensi sosiolinguistik mengacu pada aturan-aturan sosiokultural dan penggunaan aturan kebahasaan yang mencakup pengungkapan dan penafsiran ujaran secara lazim dalam berbagai konteks sosiolinguistik. Kompetensi tindakan adalah kemampuan untuk menyampaikan dan memahami maksud komunikasi. Kompetensi wacana adalah kemampuan memadukan bentuk-bentuk gramatikal dan makna agar tercipta teks lisan ataupun tulis yang utuh dalam berbagai genre. Apabila kompetensi komunikatif tersebut telah dimiliki oleh pendidik dan dipahami oleh peserta didik, serta diterapkan dalam tindak tutur, konflik yang mungkin timbul karena kesalahpahaman ataupun ketersinggungan akan dapat dihindari.
16
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
PEMBAHASAN Dewasa ini relatif sering dijumpai penggunaan bahasa yang menyiratkan makna kekerasan dan vulgar, baik lisan maupun tulis. Bahasa yang mengandung makna kekerasan dan vulgar tersebut dapat ditemukan, antara lain pada ruang publik. Padahal, ketika tulisan tersebut ada di ruang publik, semua komponen masyarakat dari berbagai usia dapat melihatnya dengan mudah. Hal tersebut tentu dapat berpengaruh pada penerimaan yang negatif. Bagi pelajar, misalnya, hal itu dapat menyebabkan terbentuknya pola pikir yang kurang baik. Ketika dia tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lebih dewasa, pola pikir tersebut dapat terbawa hingga berbaur dalam masyarakat. Perhatikan beberapa fenomena kebahasaan yang ada dalam masyarakat sekarang ini. (1) Tulisan pada bak truk Tujuan menulis pada bak truk cukup beragam, misalnya menyindir atau memprotes kondisi sosial politik, menyampaikan pesan moral, dan kelakar. Berikut ini contoh tulisan yang terdapat pada bak truk. Jangan mengaku cantik kalau belum berani memacari suami orang. Tulisan itu dapat ditafsirkan sebagai tantangan bagi sebagian perempuan. Hal tersebut tentu tidak mendidik masyarakat pada arah yang positif. Cintamu tak seberat muatanku. Tulisan itu selain bermakna keluhan, juga bermakna kelakar. (2) Tulisan pada kaos Tulisan pada kaos ada yang berupa ajakan pada hal-hal positif, peringatan, sindiran. Perhatikan beberapa contoh tulisan pada kaos berikut ini. Meneladani akhlak generasi terbaik. Stop maksiat. Hari libur semangat kreatif pantang kendur. Menghijaukan lingkungan menyelamatkan Gunung Kidul. Perawan hampir punah. Di balik orang yang sukses di sana ada mantan yang menyesal (Sumber: http://idesainesia.com/tips-mendesain-kaos-distro-bergaya-tipografi-retro). (3) Tempat usaha Bengkel perut Nama ―Bengkel Perut‖ sebagai tempat usaha dipilih untuk menarik perhatian. Padahal, ―Bengkel Perut‖ sama dengan warung. Pemilik tempat usaha mungkin beranggapan bahwa dengan memberikan nama lain daripada yang lain pada tempat usaha tersebut dapat menarik perhatian. Sambel janda ngamuk Selain menjadi nama makanan yang berasal dari Bandung, nama "Sambel Janda Ngamuk" dijadikan bagian dari nama tempat usaha ―Ayam Goreng dan Bakar Sambel Janda Ngamuk‖. (www.radencahyobrabowo.kompasiana). Nama tersebut mengandung makna yang kurang enak didengar. Status janda oleh sebagian masyarakat terkadang dilecehkan. Selanjutnya, kata janda digabungkan dengan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
17
kata ngamuk. Orang yang membaca mungkin penasaran. Akan tetapi, sebagian mungkin menanggapi kurang suka karena menganggap kurang etis. (4) Nama makanan Beberapa tahun terakhir ini merebak nama-nama makanan yang terdengar kurang santun dan mudah ditemukan di tempat-tempat strategis. Berikut ini beberapa contoh nama makanan tersebut. Sambal iblis Sambal setan super pedas Sambal jontor (jontor gendeng) Ayam rambut setan Es kolor ijo Rawon setan Oseng-oseng mercon Kerupuk melarat (goreng dengan menggunakan pasir) Tahu gimbal Dengan menyadari beberapa fenomena tersebut, perlu kiranya semua komponen masyarakat memperhatikan pembentukan mental yang baik sejak dini ataupun melakukan perbaikan mental. Untuk itu, perlu dibentuk atau dikembangkan sikap mental, antara lain: taqwa, jujur, hormat kepada orang lain, santun, percaya diri, tegas, disiplin, toleransi, dan terbuka. Pembentukan mental tersebut dapat dilakukan dengan cara: mengenalkan atau memberikan contoh adab-adab yang baik, seperti memberi salam, bertutur kata santun, bersikap lembut, tidak mudah marah, suka menolong. Muara semua itu bertujuan untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu membentuk peserta didik menjadi insan yang bertaqwa pada Allah, berakhlak baik, berkepribadian matang, berilmu, memiliki jiwa nasionalisme, berwawasan luas. Keberhasilan pendidikan tersebut dapat diraih melalui kerja sama antara pemerintah, pendidik, orang tua, peserta didik, dan masyarakat. PENUTUP Pembentukan atau perbaikan mental perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Pembentukan atau perbaikan mental dapat dilakukan, misalnya dengan memberikan keteladanan berbahasa yang santun. Hal tersebut dapat dilakukan, baik di rumah, lingkungan pendidikan, maupun ruang publik. Dengan pembentukan atau perbaikan mental melalui penggunaan bahasa yang santun diharapkan dapat terbentuk akhlak mulia. Dengan demikian, penggunaan bahasa yang tidak santun, vulgar ataupun yang mengandung kekerasan dapat diminimalkan. PUSTAKA ACUAN Brown, Penelope, & Stephen Levinson. 1987. Politeness: Some Universal in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.
18
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
Gunarwan, Asim. 2003. ―Ketirisan Diglosia di dalam Beberapa Situasi Kebahasaan di Indonesia.‖ Makalah Seminar Hari Bahasa-Ibu Internasional, 19 Februari 2003. Jakarta: Pusat Bahasa. http://idesainesia.com/tips-mendesain-kaos-distro-bergaya-tipografi-retro Laksono, H.R. Agung. 2000. ―Sumpah Pemuda dan Jati diri Generasi Muda.‖ Dalam Hasan Alwi, Dendy Sugono, dan Abdul Rozak Zaidan. Penyunting. Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi: Pemantapan Peran Bahasa sebagai Sarana Pembangunan Bangsa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional. Saville-Troike. 1982. The Ethnography of Communication: An Introduction. Baltimore: University Park Press. Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell. www.radencahyobrabowo.kompasiana
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖
19
PEMBELAJARAN BAHASA: BERTANYA DAN BERKREASI Bambang Kaswanti Purwo
20
PROSIDING SEMINAR NASIONAL ‖Revolusi Mental Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra‖