MEMBANGUN KREATIVITAS DAN KUALITAS PEMBELAJARAN MELALUI MEDIA IPA: POTRET PELAKSANAAN PELATIHAN BAGI GURU SD H. Winarto Dosen Jurusan Fisika FMIPA UM Abstrak: Peningkatan mutu guru adalah sebuah kebutuhan. Salah satu komponen penting dalam pembelajaran IPA adalah tersedianya media pembelajaran. Dimana tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan proses pembelajaran IPA sedekat mungkin dengan inkuiri konstruktivis dan memenuhi azas PAKEMI. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya guru-guru bermutu yang akan dapat menjalankan tugas-tugasnya secara profesional. Salah satu materi pelatihan adalah Pengembangan Media Alternatif Pembelajaran IPA menggunakan bahan limbah, bahan sederhana atau yang murah. Tulisan ini meruakan sebuah studi awal tentang perlunya pelatihan pengembangan media pembelajaran alternatif. Data diperoleh dari angket yang diedarkan kepada peserta seusai mengikuti pelathan. Pelatihan ini telah mendapat perhatian dan antusiasme tinggi dari peserta. Dari hasil angket (dengan skala Lingkert 1-4) diperoleh skor rerata = 97,125. Dapat disimpulkan bahwa pelatihan ini telah terlaksana dengan dengan tuntas dan mendapat perhatian serius dari para peserta. Kedepan diharapkan kegiatan ini dapat menjadi model pengembangan guru di daerah terpencil, dengan dukungan yang lebih luas dari semua pihak terkait dan pemerhati pendidikan di Indonesia. Kata kunci: Media Pembelajaran, Alternatif, Bahan limbah.
Peningkatan mutu guru merupakan kebutuhan utama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Oleh karenanya pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah RI tentang Standar Nasional Pendidikan, yang merupakan acuan hukum di dalam mengawal laju peningkatan kualitas tersebut. Menurut PP No. 19 Tahun 2005, BAB VI Pasal 28, pendidik diwajibkan memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, ayat 3 dicantumkan tentang kompetensi tenaga pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: 1. Kompetensi pedagogik, 2. kompetensi kepribadian, 3. kompetensi profesional, dan 4. Kompetensi sosial. Yang dimaksud dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, eavaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Sedangkan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan dalam SNP. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/ wali peserta didik, serta masyarakat sekitar. Dalam meningkatkan kualitas guru sekolah dasar di daerah-daerah terpencil, Universitas Negeri Malang (UM) telah mengadakan kerjasama dengan PT.Pertamina (Persero), yang hingga saat ini sudah menjangkau sejumlah daerah di tujuh
8
Winarto, Membangun Kreativitas dan Peningkatan Kualitas Melalui Media IPA, 9
provinsi, meliputi: Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi NTB, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi NTT. Program yang dilaksa-nakan berlabel “Teacher Quality Improvement Program” (TEQIP) merupakan program peningkatan kualitas guru sekolah dasar melalui inservice training. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya guru-guru bermutu yang akan dapat menjalankan tugas-tugasnya secara profesional. Materi pelatihan TEQIP dirancang dengan menggunakan prinsip-prinsip: kontekstual, problem solving, induktif, kekinian, dan mudah dipahami. Dengan prinsip di atas, materi pelatihan diharapkan memiliki keterbacaan yang tinggi dan dapat menjadi acuan dalam memecahkan sejumlah persoalan di lapangan tempat para peserta TEQIP mengabdi dan menjalankan tugasnya. Media Alternatif dalam Pembelajaran IPA Salah satu target pengembangan kurikulum pendidikan secara nasional adalah siswa mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standar sekaligus mengintegrasikan kecakapan hidup (life skill), yaitu kecakapan yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi masalah hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan dan secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi untuk mengatasinya. Kecakapan-kecakapan hidup di atas dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, kecakapan mengenal potensi diri, meliputi kesadaran sebagai mahluk Tuhan, kesadaran akan eksistensi dan potensi diri. Kedua, kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah. Ketiga, kecakapan sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan, komunikasi tertulis, dan kecakapan bekerjasama. Keempat, kecakapan akademik meliputi kecakapan mengindentifikasi
variabel, menghubungkan variable, merumuskan hipotesis, dan kecakapan melakukan penelitian. Kelima, kecakapan vocasional (kecakapan kejuruan), kecakapan ini terkait dengan bidang pekerjaan tertentu (Depdiknas, 2005). Kondisi pembelajaran yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar, sebab dengan minat yang tinggi seseorang akan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil yang maksimal. Dalam proses pembelajaran di kelas, minat dan perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan cara mengembangkan orkestrasi pembelajaran secara terpadu yaitu dengan memilih metode yang tepat serta melibatkan media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran dapat melibatkan siswa secara aktif dan tidak membosankan. Pembelajaran yang efektif harus dimulai dengan memberikan/mengungkap pengalaman langsung atau pengalaman konkret menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Untuk itu diperlukan alat bantu/media pembelajaran yang tepat dan menarik guna membantu siswa dalam mengembangkan pengalaman konkretnya sesuai materi yang sedang dipelajari. Bermacam peralatan/media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan pada siswa melalui peragaan dan rekayasa untuk menghindarai verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau hanya menggunakan alat bantu visual semata. Edgar Dale mengadakan klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak (Sudiman, 1986). Klasifikasi tersebut berupa kerucut pengalaman (cone of experience) yang dianut secara luas dalam menentukan alat bantu apa yang paling sesuai untuk pengalaman belajar tertentu.
10, J-TEQIP, Tahun II, Nomor 1, November 2011
Gambar 1. Kerucut Pengalaman E. Dale
verbal simbol verbal
ABSTRAK
visual radio film televisi wisata demonstrasi partsipasi observasi
KONKRET pengalaman langsung
Dari gambar di atas dapat dibaca bahwa untuk memberikan pengalaman konkret pada siswa diperlukan pemilihan media yang tepat. Terutama sekali dalam pembelajaran IPA bagi siswa sekolah dasar dimana kemampuan interpretasi verbal mereka masih rendah. Untuk itu diperlukan media yang dapat mendemonstrasikan, memberikan kesempatan terbuka untuk partisipasi dan melakukan observasi, bahkan memberikan pengalaman langsung pada siswa. Program TEQIP dilaksanakan mengacu pada strategi yang paling efektif menjamin tercapainya target program, termasuk di dalamnya pengembangan media alternatif pembelajaran IPA, sebagai jawaban cepat dan cerdas dalam mengatasi
kekurangan media pembelajaran IPA di lapangan. Dengan media alternatif ini dimungkinkan pula untuk diproduksi oleh guru bersama-sama siswa memanfaatkan peralatan dan bahan sederhana yang ada di sekitar kita. Dengan demikian guru dan siswa mendapatkan kesempatan luas untuk menguasai proses IPA (sains) secara tuntas. METODE PENELITIAN Program TEQIP tahun 2011 dilaksanakan di dua provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur, mencakup empat kabupaten yaitu Kabupaten Ternate, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat. Masingmasing kabupaten diwakili 15 peserta,
Winarto, Membangun Kreativitas dan Peningkatan Kualitas Melalui Media IPA, 11
dengan demikian terdapat 60 orang guru peserta dan dibagi dalam tiga kelompok bidang studi yaitu: Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Bidang Studi Matematika, dan Bidang Studi Bahasa Indonesia. Secara garis besar kegiatan ini dirancang dalam tiga tahap yaitu: Tahap I :Mempersiapkan calon trainer dalam kegiatan TOT di kota Batu (Jatim). Tahap II :Melakukan praktek mengajar (uji coba) di daerahnya masingmasing (on going) dengan model pengembangan lesoon study didampingi dan dipantau oleh tim expert dari UM. Kedua tahap di atas dilakukan dua kali sehinga terlaksana TOT1, TOT2, On going 1, dan Ongoing2. Tahap III: Melakukan desiminasi, dimana para trainer yang sudah disiapkan di kota Batu kembali ke daerah daerahnya masing-masing dan merekrut 9 guru baru untuk dilatih. Dari kegiatan di atas diharapkan untuk tahun ini minimal terlatih 200 orang guru di daerah-daerah binaan yang diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam pengembangan bidang studi yang dilatihkan. Rencana jangka panjang tentunya cakupan bidang studi akan diperluas secara bertahap hingga mencapai seluruh bidang studi. Salah satu materi pelatihan untuk Bidang Studi IPA adalah Pengembangan Media Alternatif Pembelajaran IPA yang mendapat perhatian sangat besar dan antusiasme tinggi dari para peserta. Hal ini disebabkan oleh teknik pengembangannya yang sederhana, mempergunakan alat dan
bahan yang mudah didapat, ada di sekitar kita, bahkan dari bahan limah daur ulang. Seperti botol dan gelas plastik bekas kemasan minuman, tali rafia, potongan styrofoam bekas pelapis kemasan komputer, potongan bambu, kaleng, dan sebagainya. Sejumlah peralatan sederhana yang telah dilatihkan pada kesempatan TOT1 dan TOT2 adalah: Motor sederhana, Generator (Dinamo), Kompas jarum pentul, Roket kertas, Simulator pesawat terbang, Simulator paru-paru, Sonometer, Panel cermin, Panel rangkaian listrik, Bel listrik, Miniatur bumi, Kincir air, dan Pesawat Harlt. Penelitian ini dirancang dengan model expose facto, untuk mengetahui efektivitas dan ketercapaian tujuan pelatihan. Intrumen yang digunakan adalah angket dengan skala Linkert (1-4). Hasil angket untuk setiap pertanyaan diskor mempergunakan rumus: Skor = (Skala x Frekuensi) x 100 80 Skor Rerata = Jumlah Skor / Jumlah Pertanyaan Interpretasi Skor: 86 -- 100 : Sangat Baik 71 -- 85 : Baik 56 – 70 : Cukup 41 – 55 : Kurang 20 – 40 : Sangat Kurang (Djaali, 2008) HASIL DAN PEMBAHASAN Dari 20 guru responden peserta sesi ini memberikan tanggapan tentang teknik dan pelaksanaan pelatihan melalui angket yang disebarkan dirangkum dalam Tabel 1.
12, J-TEQIP, Tahun II, Nomor 1, November 2011
Tabel 1. Hasil Angket Pelaksanaan Pelatihan Pengembangan Media Alternatif IPA No.
FREKUENSI
PERTANYAAN 1
1. 2.
Bagaimana teknik penyampaian dalam pelatihan ini? Apakah materi pelatihan sesuai dengan kurikulum?
3.
Apakah bahan alat tersedia lengkap?
4.
Apakah media yang dilatihkan dapat dibuat dengan mudah dan cepat? Apakah alat dan bahan mudah di peroleh di ling-kungan sekitar dengan harga murah? Apakah dalam pelatihan ini mendapat pengalaman baru yang sangat berguna dalam mengembangkan pembelajaran IPA Apakah media IPA yang dibuat pada saat Ongoing1 dapat meningkatkan minat belajar siswa? Apakah Bapak/Ibu dapat mengikuti/memahami fungsi masing-masing media yang dilatihkan untuk pembelajaran? Apakah waktunya cukup untuk menyelesaikan ma-teri pelatihan? Apakah kelompok Bapak/Ibu menyelesaikan selu-ruh tugas dalam pelatihan ini?
5. 6. 7. 8. 9. 10.
SKOR RATA-RATA
Dari hasil angket (skor rerata = 97,125) dapat disimpulkan bahwa pelatihan ini telah terlaksana dengan sangat baik dan tuntas dan mendapat perhatian serius dari para peserta. Sejumlah kesan dan pesan menjadi masukan bagi pelaksanaan program TEQIP yang akan dating disampaikan peserta bersamaan dengan angket di atas, sebagai berikut: “Kami sangat senang dengan materi yang kami peroleh, begitu banyak hal baru yang kami dapatkan terutama tentang media pembelajaran. Kami berharap di TOT III nanti akan ada banyak hal baru lagi!”(peserta dari Kabupaten Halmahera Barat). “Kesan yang paling berharga dalam pelatihan TEQIP ini merupakan pengalaman yang paling berharga sebab selama kurang lebih 14 tahun saya mengajar saya belum pernah diajari oleh tutor atau instruktur sehebat Bapak. Untuk itu perlu ada penjelasan yang lebih banyak lagi
2
SKOR
3 2
4 18
97.5
2
18
97.5
20
100
1
19
98.75
3
17
96.25
20
100
4
16
95
6
14
92.5
5
15
93.75
20
100 97.125
ketika TOT III nanti” (peserta Kabupaten Ternate). “Luar biasa! lanjutkan pelatihan ini, sediakan waktu lebih banyak!” (peserta dari Kabupaten Manggarai). “Materi yang kami terima sangat baik sekali, kami berharap bermanfaat di daerah kami masing-masing. Sebagaimana dijanjikan bahwa pada saat desiminasi nanti seluruh bahan dan akan dikirim dari Malang secara lengkap, mohon hal itu dipenuhi agar memperlancar tugas kami di lapangan. Besar harapan kami agar Bapak yang datang ke Kabupaten kami. Terimakasih!” (peserta dari Kabupaten Halmahera Barat). “Kami sangat terkesan dengan pembuatan media yang Bapak ajarkan kepada kami, terima kasih. Pembelajaran di kelas kami menjadi lebih berarti/bermakna lagi, sebab banyak siswa yang sangat senang dengan pembelajaran yang menggunakan media alternatif ini. Untuk TOT III kalau boleh diisi dengan media IPA untuk
Winarto, Membangun Kreativitas dan Peningkatan Kualitas Melalui Media IPA, 13
kelas 1, 2, dan 3, dan mohon Bapak dapat mendampingi kami di daerah nanti pada saat desiminasi” (peserta dari Kabupaten Manggarai). Masih banyak pesan dan kesan senada yang menunjukkan antusiasme dan ketertarikan yang sangat tinggi dari peserta pelatihan TEQIP ini. SIMPULAN Dari uraian dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelaksanaan pelatihan lewat program TEQIP untuk sesi Pengembangan Media Alternatif Pembelajaran IPA Sekolah Dasar telah berjalan sukses dengan tingkat pencapaian 97,125 %. 2. Ide untuk mengembangkan media alternatif secara mandiri menggunakan bahan dan peralatan sederhana merupakan langkah cerdas dan kreatif untuk mengatasi kelangkaan media pembelajaran, khususnya media pembelajaran IPA di daerah. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: DEPDIKNAS. Latuheru, John. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta: DEPDIKBUD Dirjen Dikti.
3. Kesan dan pesan peserta menggambarkan ketertarikan dan antusiasme tinggi pada usaha pengembangan media alternatif ini. Saran-saran yang dapat diajukan dalam makalah ini sebagai berikut: 1. Setiap guru diharapkan senantiasa mengasah kepekaan dan kreativitasnya dalam menguasai proses sains sehingga dapat menciptakan/mengembangkan media yang tepat untuk mengajarka topik sains secara tuntas. 2. Dalam mengembangkan media, guru diharapkan melibatkan siswa secara langsung dalam produksi. Yaitu menjadikan produk media sederhana sebagai tugas rumah. Hal ini dapat mengisi waktu luang siswa di rumah yang terbuang percuma untuk bermain. 3. Dukungan semua pihak terkait dalam dunia pendidikan serta sponsor akan menjadikan program ini sebagai model pengembang sumberdaya kependidikan yang handal.
Sadiman, Arief, S, dkk. 2002. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syarif, Arry Maulana. 2005. Animasi Flash dengan SWiSHmax. Yogyakarta: Andi