MEMBANGUN CITRA LEMBAGA PERGURUAN TINGGI YANG BERBASIS VOKASI (Dilengkapi dengan Hasil Penelitian Menggunakan SEM)
UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
ii
MEMBANGUN CITRA LEMBAGA PERGURUAN TINGGI YANG BERBASIS VOKASI (Dilengkapi dengan Hasil Penelitian Menggunakan SEM)
Dr. Ir. Adriza, M.Si. (Presiden Direktur LP3I )
iii
Jl. Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581 Telp/Faks: (0274) 4533427 Hotline: 0838-2316-8088 Website: www.deepublish.co.id e-mail:
[email protected] Katalog Dalam Terbitan (KDT) ADRIZA Membangun Citra Lembaga Perguruan Tinggi yang Berbasis Vokasi/ oleh Adriza.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, April 2015. xii, 192 hlm.; Uk:15.5x23 cm ISBN 978-Nomor ISBN 1. Perguruan Tinggi
Desain cover Penata letak
I. Judul 378
: Herlambang Rahmadhani : Ika Fatria Iriyanti PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA) Anggota IKAPI (076/DIY/2012) Copyright © 2015 by Deepublish Publisher All Right Reserved Isi diluar tanggung jawab percetakan Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
iv
MOTTO
Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan, dan bahwa usahanya akan kelihatan nantinya. (Q.S. An Najm ayat 39-40) Pahlawan bukanlah orang yang berani meletakkan pedangnya ke pundak lawan, tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya dikala ia marah. - Nabi Muhammad SAW Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah. - Thomas Alva Edison Kesuksesan akan didapatkan secara optimal, saat kita menjalani proses dengen penuh kebahagiaan - N.L.Krisna -
v
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas serta Sholawat dan Salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga selesainya penulisan BUKU yang berjudul: “MEMBANGUN CITRA LEMBAGA PERGURUAN TINGGI YANG BERBASIS VOKASI”. Penulisan buku ini merupakan suatu dorongan dari rekanrekan Penulis, serta diri Penulis sendiri untuk memberikan sedikit sumbangsih dalam memperkaya khazanah pendidikan pada khususnya dan memberikan kontribusi bagi pembangunan Indonesia ke arah yang lebih baik pada Pemerintahan yang baru 2014, melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berbasis vokasi. Perguruan tinggi swasta (PTS) vokasi telah berupaya untuk meningkatkan kualitasnya dengan mengikuti kaidah-kaidah akreditasi nasional melalui BAN-PT, hal ini dilakukan mengingat persaingan antara Perguruan Tinggi sangat ketat, sehingga perguruan tinggi swasta (PTS) dan perguruan tinggi negeri (PTN) sudah dapat disetarakan melalui penilaian akreditasi tersebut. Adanya penyetaraan antara PTS dan PTN melalui akreditasi, ternyata tidak secara langsung menyetarakan posisi keduanya dibenak masyarakat. Posisi PTS masih berada dibawah PTN, di mana masyarakat masih lebih memprioritaskan diri untuk dapat masuk ke insitusi perguruan tinggi negeri, meskipun institusi PTS dan PTN tersebut berada pada tingkat akreditasi yang sama. Seiring dengan perkembangan industri di Indonesia yang terus meningkat tentu sangat membutuhkan tenaga-tenaga terampil untuk mengisi kebutuhan industri dalam berbagai bidang, namun institusi perguruan tinggi jenis vokasi sebagai institusi yang menghasilkan tenaga-tenaga terampil tersebut, kurang popular di masyarakat, sehingga masyarakat lebih memilih jenis pendidikan akademik dan vii
atau profesi dibandingkan jenis pendidikan vokasi. Keputusan seorang mahasiswa untuk memilih perguruan tinggi disinyalir disebabkan oleh citra institusi perguruan tinggi yang menjadi alternative pilihannya. Citra institusi perguruan tinggi tertentu, cenderung dipengaruhi oleh nilai yang dirasakan oleh mahasiswa, namun berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 100 mahasiswa ternyata nilai yang dirasakan responden mengenai institusi perguruan tinggi yang dipilihnya tidak sepenuhnya dipersepsikan dalam katagori yang baik. Citra institusi juga dapat dipengaruhi oleh keberadaan kelompok referensi, mengacu pada survei pendahuluan yang sama, ternyata tidak sepenuhnya citra institusi perguruan tinggi yang ada di benak responden, mereka dapatkan dari seseorang dan atau sekolompok orang sebagai kelompok referensi. Dengan demikian, menjadi hal yang penting untuk melakukan pengkajian mengenai citra institusi perguruan tinggi berbasis vokasi. Penulis haturkan terima kasih pada semua fihak yang sudah berkenan untuk mendorong penulis untuk menyelesaikan buku ini. Namun walaupun begitu, masih banyak kekuarangan pada buku ini, sehingga penulis harapkan adanya masukan dan kritikan yang membangun, agar penulisan pada buku edisi selanjutnya menjadi lebih baik.
Jakarta, 01 April 2015.
Dr. Ir. Adriza, M.Si.
viii
DAFTAR ISI
MOTTO.......................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................... vii DAFTAR ISI................................................................... ix BAB 1
PENDAHULUAN ............................................. 1
BAB 2
KELOMPOK REFERENSI ................................ 29
2.1.
Pengukuran Kelompok Referensi.................................31
2.2.
Kelompok Referensi Normatif .....................................33
2.3.
Kelompok Referensi Komparatif .................................38
2.5.
Kelompok Referensi Mahasiswa Vokasi di Jawa Barat (dari Hasil penelitian Adriza, 2013) ....................43 2.5.1. Kelompok Referensi Normatif .........................43 2.5.2. Kelompok Referensi Komparatif ......................48
BAB 3
NILAI YANG DIRASAKAN PELANGGAN ........ 51
3.1.
Definisi Nilai yang Dirasakan Pelanggan .....................51
3.2.
Pengukuran Nilai yang Dirasakan Pelanggan ...............59 3.2.1. Nilai Fungsional ..............................................63 3.2.2. Nilai Relasional ...............................................67
3.3.
Nilai yang Dirasakan Mahasiswa Perguruan Tinggi Vokasi di Jawa Barat (Hasil Penelitian Adriza, 2013). .............................................................71 3.3.1. Nilai Fungsional ..............................................71 3.3.2. Nilai Relasional ...............................................76
BAB 4 4.1.
CITRA .......................................................... 81 Citra Perusahaan ........................................................83 ix
4.2.
Citra Lembaga ........................................................... 85
4.3.
Pengukuran Citra Lembaga ........................................ 88
4.4.
Citra Lembaga Perguruan Tinggi Berbasis Vokasi (dari Hasil Penelitian Adriza, 2013) ............................ 91 4.4.1. Lingkungan Pembelajaran ............................... 91 4.4.2. Praktikulariti .................................................. 95 4.4.3. Konservatif ..................................................... 97
BAB 5
KEPUTUSAN PEMBELIAN ............................. 101
5.1.
Definisi Keputusan Pembelian (Purchase Decision) .......101
5.2.
Tindakan Setelah Pembelian ......................................104
5.3.
Peranan-peranan dalam Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ...........................................104
5.4.
Pengukuran Keputusan Pembelian (Purchase Decision) ....................................................................105
5.5.
Keputusan Mahasiswa untuk Memilih Perguruan Tinggi Vokasi (Hasil Penelitian Adriza, 2013) ............110 5.5.1. Attention .......................................................110 5.5.2. Interest ..........................................................115 5.5.3. Desire ...........................................................118 5.5.4. Action ...........................................................121
BAB 6
HUBUNGAN ANTAR VARIABEL .................... 123
6.1.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Nilai yang Dirasakan (X2) .................................................123
6.2.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Citra Lembaga (Y) .............................................................123
6.3.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Keputusan Mahasiswa dalam memilih Pergurun Tinggi (Z) .................................................................124
x
6.4.
Hubungan Nilai yang Dirasakan (X2) dan Citra Lembaga (Y)............................................................. 124
6.5.
Hubungan Nilai yang Dirasakan (X2) dan Keputusan Mahasiswa dalam memilih Perguruan Tinggi (Z) ................................................................. 125
6.6.
Hubungan Citra Lembaga (Y) dan Keputusan Mahasiswa dalam memilih Perguruan Tinggi (Z) ....... 126
6.7.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Nilai yang Dirasakan (X2) dan Keptusan Mahasiswa (Z) dengan Citra Lembaga (Y) sebagai Variabel Intervening ............................................................... 126
6.8.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) .......................... 128
BAB 7.
MEMBANGUN CITRA INSTITUSI PERGURUAN TINGGI VOKASI (Hasil Penelitian Adriza, 2013) ................................... 133
7.1.
Hubungan Antara Kelompok Referensi dengan Nilai yang Dirasakan Mahasiswa .............................. 133
7.2.
Pengaruh Secara Parsial ............................................ 136
7.3.
Pengaruh Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan Terhadap Citra Perguruan Tinggi Swasta Vokasi Secara Simultan ................................. 144
7.4.
Pengaruh Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan Terhadap Keputusan Mahasiswa Memilih Perguruan Tinggi Swasta Vokasi Melalui Citra Lembaga Secara Simultan .................... 146
BAB 8
MODEL CITRA INSTITUSI PERGURUAN TINGGI VOKASI ........................................... 151
8.1.
Pengembangan Model............................................... 155
8.2.
Rumusan Tujuan ...................................................... 156
8.3.
Pemetaan Strategi ..................................................... 161 xi
8.4.
Operasionalisasi Strategi dan Rencana Tindakan ........177
8.5.
Rencana Evaluasi dan Pengendalian ..........................179
BAB 9
PENUTUP .................................................... 181
9.1.
Kesimpulan ..............................................................181
9.2.
Saran ........................................................................185
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................... 189
xii
BAB 1 PENDAHULUAN Era globalisasi mengisyaratkan seolah tidak ada lagi batasan antar negara, keadaan ini membuat para pelaku bisnis lebih leluasa untuk memasarkan produk atau mendatangkan sumber daya yang mereka butuhkan dari Negara mana pun. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mempersempit jarak melalui perkembangan ilmu pengetahuan serta penyelenggaraan pendidikan, telah mempersempit letak geografis dan semakin memudahkan para pelaku bisnis untuk melakukan usahanya. (Mansell, 2011: 9). Iklim persaingan bisnis semakin ketat, dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Saat ini para pelaku bisnis di suatu Negara tidak hanya bersaing dengan para pelaku bisnis lain di negaranya, akan tetapi mereka pun harus bersaing dengan pelaku bisnis dari luar negeri. Tujuan utama perusahaan pada umumnya adalah untuk memperoleh laba sebanyak mungkin, dan laba yang diperoleh perusahaan disadari atau tidak sebenarnya adalah sebagai akibat dari penciptaan nilai pelanggan yang unggul, di mana perusahaan bisa memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik dari pada pesaingnya (Hasnelly, 2011: 49). Menurut Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam sambutan tertulisnya saat Kongres Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Selandia Baru di Wellington, Selandia Baru, Sabtu 26 Maret 2011, saat ini jumlah mahasiswa Indonesia baru mencapai 4,8 juta orang. Hal tersebut jika dihitung terhadap populasi penduduk berusia 19-24 tahun, maka angka partisipasi kasarnya baru 18,4%. Adapun 1
bila dihitung terhadappopulasi usia 19-30 tahun, angka partisipasi kasarnya (APK) baru 23%. Jumlah ini masih tertinggal dibandingkan negara-negara maju. Lebih lanjut, Mendikbud mengatakan bahwa Indonesia mentargetkan APK 30% pada tahun 2014 yang artinya diharapkan pada tahun tersebut 30 persen dari penduduk berusia 19-23 tahun bisa menikmati bangku perguruan tinggi. Lebih lanjut Mendiknas mengatakan dengan APK 30 persen itu kualitas bangsa akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih baik dari angka sekarang yang mencapai 6 persen. Indonesia saat ini menjalankan tigasistem pendidikan di jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi, yaitu a) Pendidikan akademik adalah pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian serta pengembangannya yang meliputi jenjang pendidikan sarjana (S1), jenjang pendidikan magister (S2) dan jenjang pendidikan doktoral (S3), b) Pendidikan vokasi adalah pendidikan yang diarahkan terutama pada kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin atau memecahkan masalah yang sudah akrab sifat-sifat maupun kontekstualnya. Yang meliputi jenjang pendidikan diploma tiga (D3) dan jenjang pendidikan diploma empat (D4), dan c) Pendidikan profesi adalah pendidikan yang diarahkan untuk membekali peserta didik dengan seperangkat keahlian, keterampilan dan etika profesi dalam bidang tertentu. Institusi Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tinggi Indonesia dapat dibedakan atas lima penyelengaran yaitu akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 2010 sebuah perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi, 2
profesi dan atau akademik, dimana setiap jenis penyelenggaraannya mempunyai tujuan yang berbeda. Pendidikan vokasi pada umumnya diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dengan nama Akademi dan atau Politeknik, untuk pendidikan profesi diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas, sedangkan untuk pendidikan akademik lebih banyak diselenggarakan oleh Universitas. Perlu adanya pengkomunikasian tentang arah dan tujuan penyelenggaraan pendidikan oleh Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas, agar masyarakat menjadi jelas dan dapat mewujudkan harapan-harapannya akan penyelenggaraan pendidikan tinggi. Akademi merupakan institusi perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi dalam satu bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.Politeknik adalah institusi perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu. Khusus Akademi dan Politeknik merupakan institusi perguruan tinggi dengan jenjang pendidikan diploma. Sekolah Tinggi merupakan institusi perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi dan akademik dalam satu lingkup disiplin ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu, sehingga Sekolah Tinggi dapat menyelenggarakan jenjang pendidikan diploma maupun sarjana, bahkan dengan syarat tertentu yang harus dipenuhinya, Sekolah Tinggi dapat menyelenggarakan jenjang pendidikan Pascasarjana. Institut dan Universitas adalah institusi perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi jenjang pendidikan sarjana. Institut menawarkan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam kelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu. Sementara itu, Universitas merupakan institusi pendidikan tinggi yang menyelenggarakan sistem pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam berbagai kelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni. 3
Pendidikan tinggi di Indonesia, walaupun masih mengusung visi sosial, namun saat ini dengan kemandirian, perguruan tinggi juga harus mampu membiayai dirinya sendiri, sehingga persaingan untuk mendapatkan mahasiswa menjadi sangat ketat. Berdasarkan data yang diperoleh dari www.dikti.go.id terdapat lebih dari 3000 institusi perguruan tinggi yang terdaftar di Indonesia. Sebanyak 92 institusi perguruan tinggi dengan status perguruan tinggi negeri dan 3070 institusi perguruan tinggi dengan status perguruan tinggi swasta. Khusus untuk perguruan tinggi negeri, pemerintah melalui Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melakukan pengawasan langsung terhadap 92 institusi pendidikan negeri tersebut. Sedangkan untuk perguruan tinggi swasta, koordinasi dengan perguruan tinggi swasta dilakukan Ditjen Dikti melalui Kopertis (Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta). Kopertis itu sendiri adalah unit pelaksana teknis Ditjen Dikti yang berada di 12 wilayah, yaitu: 1. Kopertis Wilayah I di Medan yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darusalam 2. Kopertis Wilayah II di Palembang yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung 3. Kopertis Wilayah III di Jakarta yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi DKI Jakarta 4. Kopertis Wilayah IV Bandung yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Jawa Barat dan Banten 5. Kopertis Wilayah V di Yogyakarta yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi D.I. Jogjakarta 6. Kopertis Wilayah VI di Semarang yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Jawa Tengah
4
7.
Kopertis Wilayah VII di Surabaya yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Jawa Timur dan Madura 8. Kopertis Wilayah VIII di Denpasar yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Bali, NTB, dan NTT 9. Kopertis Wilayah IX di Makassar yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat 10. Kopertis Wilayah X di Padang yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kepulauan Riau 11. Kopertis Wilayah XI di Banjarmasin yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Kalimatan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat 12. Kopertis Wilayah XII di Ambon yang mengkoordinasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat Jauhnya tingkat perbandingan antara jumlah perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta, tentu saja telah memberikan gambaran yang jelas mengenai sebaran jumlah mahasiswa di Indonesia yang lebih banyak berstatus sebagai mahasiswa perguruan tinggi swasta. Meski demikian, status tersebut tidak secara langsung menunjukkan kualitas dari para mahasiswa yang dimaksud. Persaingan institusi perguruan tinggi untuk mendapatkan mahasiswa, Nampak jelas terlihat di antara institusi perguruan tinggi swasta. Berbagai macam keunggulan penyelenggaraan sistem dan program pendidikan, ditawarkan kepada masyarakat dengan maksud agar masyarakat telah memiliki kesadaran untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, akan memilih institusi pendidikan tinggi termaksud. 5
Tabel 1.1. Jumlah Sebaran PTS Per Wilayah Kopertis Kopertis Kopwil 1
Jumlah Perguruan tinggi 358
Kopwil 2
206
Kopwil 3
342
Kopwil 4
475
Kopwil 5
120
Kopwil 6
245
Kopwil 7
327
Kopwil 8
139
Kopwil 9
348
Kopwil 10
249
Kopwil 11 Kopwil 12 Jumlah
168 93 3070
Sumber: www.dikti.go.id 93
Kopwil 12
168
Kopwil 11
249
Kopwil 10
348
Kopwil 9 139
Kopwil 8
327
Kopwil 7 245
Kopwil 6 120
Kopwil 5
475
Kopwil 4 342
Kopwil 3 206
Kopwil 2
358
Kopwil 1 0
100
200
300
400
500
Grafik 1.1. Jumlah Sebaran PTS Per Wilayah Kopertis di Indonesia
6
Dari data pada tabel 1.1 dan grafik 1.1 tentang sebaran jumlah perguruan tinggi swasta yang ada di Indonesia, Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, memiliki jumlah perguruan tinggi swasta terbanyak, yaitu sebanyak 475 perguruan tinggi swasta. Jumlah tersebut bisa saja menunjukkan bahwa kesadaran dan minat masyarakat Provinsi Jawa Barat dan Banten sangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Meskipun memang hal tersebut tidak mutlak adanya, karena bisa saja mahasiswa yang mengikuti program pendidikan pada perguruan tinggi yang tersebar di Provinsi Jawa Barat dan Banten tersebut bukan hanya masyarakat Jawa Barat dan Banten, melainkan juga dari provinsiprovinsi lain di Indonesia atau bahkan dari luar negeri. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat dan Banten memiliki daya tarik pendidikan yang tinggi, meskipun hal tersebut perlu untuk dikaji lebih lanjut. Sejalan dengan data di atas, Dirjen DIKTI (17 Mei 2011) menunjukkan data sepuluh propinsi tertinggi yang memiliki calon peserta seleksi Jalur Undangan SNMPTN 2011 yang tercantum pada tabel 1.2, berdasarkan data pada tabel 1.2 dan grafik 1.2 tersebut dapat pula diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan pendaftar calon mahasiswa terbanyak di Indonesia apabila disatukan dengan Banten (19,65%). Tabel 1.2. Calon Peserta Seleksi Jalur Undangan SNMPTN 2011Per Provinsi Jumlah No. Provinsi (%) 1 Jawa Timur 19.14 2 Jawa Barat 16.54 3 Jawa Tengah 14.1 4 DKI Jakarta 7.53 5 Sumatera Utara 6.07 6 Sumatera Barat 3.99
7
No.
Jumlah (%)
Provinsi
7 8 9
Sumatera Selatan Jogjakarta Banten
3.32 3.12 3.11
10
Sulawesi Selatan
2.83
Sumber: Sumber: www.dikti.go.id Banten, 3.11, 4% Jogjakarta, Sumatera 3.12, 4% Selatan, 3.32, 4% Sumatera Barat, 3.99, 5% Sumatera Utara, 6.07, 8%
Sulawesi Selatan, 2.83, 3%
Jawa Timur, 19.14, 24%
Jawa Barat, 16.54, 21%
DKI Jakarta, 7.53, 9%
Jawa Tengah, 14.1, 18%
Grafik 1.2. Calon Peserta Seleksi Jalur Undangan SNMPTN 2011 Per Provinsi
Sebagai salah satu kasus, perguruan tinggi yang terdaftar di koordinasi perguruan tinggi swasta (Kopertis) wilayah IV (Jawa Barat dan Banten) berjumlah 475 perguruan tinggi. Pemetaan berdasarkan jenisnya, dapat diketahui bahwa di kopertis wilayah IV, sebanyak 53 Universitas, 6 Institusi, 244 Sekolah Tinggi, 141 Akademi dan 31 Politeknik.
8
Tabel 1.3. Pemetaan Bentuk Perguruan Tinggi di Koperti Wilayah IV Provinsi Jawa Barat dan Banten No. Bentuk Perguruan Tinggi Jumlah 1 Universitas 53 2
Institute
6
3
Sekolah Tinggi
244
4
Akademi
141
5
Politeknik
31
Jumlah Sumber: direktori.kopertis4.or.id
Akademi, 141, 30%
Politeknik, 31, 7%
475
Universitas , 53, 11% Institute; 6; 1% Sekolah Tinggi, 244, 51%
Grafik 1.3. Pemetaan Bentuk Perguruan Tinggi di Koperti Wilayah IV Provinsi Jawa Barat dan Banten
Berdasarkan tabel 1.3 dan grafik 1.3 tersebut dapat dibayangkan ketatnya persaingan yang terjadi di antara perguruan tinggi di Kopertis Wilayah IV untuk setiap jenis penyelenggaraan jasa pendidikan yang ditawarkannya. Adapun sebaran program vokasi di 9
lingkungan Kopertis Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, dapat dilihat pada tabel 1.4. Tabel 1.4. Sebaran Pendidikan Vokasi di Kopertis Wilayah IV PTS Pendidikan Pendidikan Pendidikan Akademik Vokasi Profesi Universitas 53 36 8 Institut 6 3 Sekolah Tinggi 244 134 14 Akademi 141 Politeknik 31 Jumlah 303 345 22 Sumber : Kopertis Wilayah IV, 2013
Pendidikan Profesi, 22, 3%
Pendidikan Akademik, 303, 45%
Pendidikan Vokasi, 345, 52% Grafik 1.4. Sebaran Pendidikan Vokasi di Kopertis Wilayah IV
Berdasarkan tabel 1.4 dan grafik 1.4 di atas, ternyata Perguruan Tinggi Swasta yang menyelenggarakan pendidikan vokasi ada 345 PTS lebih banyak dari pada pendidikan lainnya, hal ini menunjukkan 10
bahwa pendidikan vokasi yang lulusannya diarahkan untuk mendapatkan pekerjaan lebih dominan. Menurut beberapa lembaga analis ekonomi dunia, 20 tahun ke depan, Indonesia diperkirakan menjadi negara 10 besar ekonomi dunia. Perkiraan ini pun membuat pemerintah dan masyarakat luas menyadari kebutuhan terhadap lulusan vokasional yang semakin meningkat. Pratikno (Rektor UGM) menyatakan bahwa posisi Indonesia hingga 2050 diperkirakan akan terus meningkat dan mampu bersanding dengan negara ekonomi besar, seperti Amerika Serikat, China, India, dan Brasil. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia diprediksi menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia. Sehingga pengembangan industri di Indonesia diperkirakan meningkat tajam dan sangat membutuhkan tenaga-tenaga terampil untuk mengisi kebutuhan industri dalam berbagai bidang. Pertumbuhan ekonomi dan perluasan industri tidak membutuhkan sertifikat dan gelar, namun yang lebih utama adalah kebutuhan keterampilan berbasis pemahaman keilmuan yang dibutuhkan dunia industri, baik manufaktur maupun non-manufaktur, (okezone, 30 Agustus 2012). Sejak 2009, pemerintah mentargetkan rasio SMK dibanding SMA 2:1. Artinya, jumlah ideal SMK dua kali lipat dari jumlah SMA. Upaya mendorong pengembangan pendidikan di SMK ini membawa konsekuensi pada pengembangan pendidikan vokasional atau ilmu terapan di tingkat pendidikan tinggi. Hal tersebut telah memberikan landasan hukum yang kuat terhadap pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Sejalan dengan pernyataan Praktikno, Rektor ITB Akhmaloka berpendapat bahwa dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi dengan dunia kerja belum terbangun „link and match’, salah satu indikatornya terlihat dari masih tingginya jumlah angkatan kerja terdidik yang tidak terserap di pasar kerja, (Akhmaloka, 2012). Karena itu diperlukan suatu program studi yang berbasis vokasi. Salah satu problem pendidikan di Indonesia selama ini adalah relevansi 11
pendidikan dengan dunia kerja. Arah pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan akademis ketimbang vokasional atau kejuruan yang menghasilkan tenaga kerja terampil. Di negara maju, seperti Australia, Taiwan, Korea dan Jepang, pendidikan vokasional jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan akademik. Banyak kritik dialamatkan kepada dunia pendidikan tinggi terkait ketidak-siapan lulusannya untuk memasuki dunia pekerjaan. Hal ini sebenarnya sangat wajar mengingat lulusan akademis memang tidak dipersiapkan untuk memasuki lapangan pekerjaan profesional. Mereka dididik untuk menjadi pemikir atau akademisi, sehingga bagian yang dikuasai tentunya sesuai dengan pendidikan akademis yang ditempuh. Jika terdapat banyak lulusan pendidikan tinggi yang tidak bisa mengakses lapangan pekerjaan, maka ada dua alasan yang menyebabkannya, yaitu: ketidaksiapan ilmu dan keahlian yang dimiliki dan ketiadaan perangkat dorongan untuk berprestasi (Voice of Indonesia, 2014). Masalah pendidikan vokasional menjadi sangat penting keberadaannya mengingat pada tahun 2015 akan berlaku pasar tunggal ASEAN. Mengantisipasi semakin ketatnya persaingan tenaga kerja pasca berlakunya Pasar Tunggal Asean tahun 2015 tersebut, Indonesia membutuhkan lembaga pendidikan vokasional yang program studi atau konsentrasi kurikulumnya mengacu kepada kebutuhan sektor industri. Program pendidikan vokasi yang menghasilkan sumber daya siap pakai akan menjadi senjata ampuh untuk menghadapi berlakunya Pasar Tunggal ASEAN pada tahun 2015. Di kancah internasional, program vokasi menjadi andalan berbagai bangsa untuk membangun keberhasilan sistem kerja berbasis ketrampilan. Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyadari hal ini dengan membangun sekolah menengah vokasi sejak tahun 2009. Diharapkan pada tahun 2015 rasio jumlah Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Menengah Atas adalah 2:1. Kebijakan tersebut didukung dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 12
tentang pendidikan tinggi yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Pendidikan vokasi tidak berhenti hingga Sekolah Menengah Kejuruan. Program vokasi dibuka hingga magister (S-2) dan doktor terapan (S-3). Sebelumnya jenjang pendidikan vokasi di Indonesia hanya sebatas community college (sekolah atau lembaga pendidikan kejuruan) dan politeknik saja. Aturan yang baru bisa memberikan kesempatan bagi anak didik Sekolah Menengah Kejuruan untuk mendapat gelar akademik yang lebih tinggi. Pemerintah memang telah menggalakkan program pendidikan vokasi hingga perguruan tinggi. Namun tugas berikutnya yang tidak boleh dilupakan adalah menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan vokasi. Masyarakat selama ini belum begitu menyadari peluang yang disediakan oleh program pendidikan vokasi di perguruan tinggi seperti program diploma. Hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya lulusan sekolah menengah kejuruan yang memilih untuk melanjutkan studi ke jenjang sarjana non-vokasi. Terdapat ketimpangan antara jumlah lulusan diploma dengan lulusan bertitel sarjana. Seharusnya, program pendidikan didasarkan pada peta ketenagakerjaan yang akurat, sebagai landasan penting bagi dunia pendidikan untuk merencanakan peta produksi sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Pola pengelolaan jumlah lulusan perguruan tinggi mulai dari Diploma, S1, S2, hingga S3 idealnya berbentuk piramida, yaitu jumlah lulusan diploma seharusnya lebih banyak dibandingkan jumlah sarjana hingga doktor. Target angka patisipasi kasar akan pendidikan tinggi sebesar 30 persen pada tahun 2014, memang diikuti dengan kecenderungan lulusan sekolah menengah untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Pembahasan lebih lanjut adalah pemilihan perguruan tinggi yang dibutuhkan, diinginkan dan diharapkan oleh para lulusan sekolah menengah tersebut. Seperti halnya produk-produk yang 13
diperdagangkan, produk jasa penyelenggaraan pendidikan pun harus dapat merangsang perhatian calon mahasiswa sampai calon mahasiswa tersebut benar-benar memilih dan akhirnya bergabung dengan institusi perguruan tinggi tertentu sebagai tempat mereka melanjutkan pendidikannya. Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa SMK sekarang mulai berkembang, serta memiliki rasio 1:2 dengan SMU lainnya, sebagaimana yang telah diuraikan diatas, seharusnya siswa-siswa lulusan SMK tersebut memutuskan untuk memilih Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi, namun pada kenyataannya, mereka masih relatif memilih ke pendidikan akademik dan banyak juga yang memilih bekerja. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.5 dan grafik 1.5 dibawah ini. Tabel 1.5. Jumlah Pendaftar Menurut Jenis Pendidikan di Jawa Barat dan Banten Periode 2009/ 2010 No. Provinsi Pendidikan Pendidikan Akademisi Vokasi 1 Jawa Barat 314.818 54.546 2 Banten 22.043 3.414 Jumlah 336.861 57.960 Sumber : DIKTI, 2011
Grafik 1.5. Jumlah Pendaftar Menurut Jenis Pendidikan di Jawa Barat dan Banten Periode 2009/2010
14
Berdasarkan tabel 1.5 dan grafik 1.5 di atas, terlihat bahwa Mahasiswa pendaftardi Jawa Barat pada pendidikan vokasi masih jauh dibawah pendidikan akademik, hal ini memperlihatkan bahwa baik lulusan SMK maupun SMU yang lainnya, masih relatif memutuskan untuk memilih pendidikan akademik jenjang S1 dari pada pendidikan vokasi jenjang D1, D2, D3, atau D4. Padahal berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) terbaru sebagai perubahan atas PP Np. 19 tahun 2005. PP tersebut adalah PP No. 32 Tahun 2013 yang mengatur mengenai 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang tidak membedakan antara PT vokasi dengan akademisi, yaitu Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan. Kemudian DIKTI menambahkan 2 standar, yaitu Standar Penelitian dan Standar Pengabdian pada Masyarakat, karena menyangkut Tridharma Perguruan Tinggi, sehingga menjadi 10 SNP. Pernyataan di atas, dapat diperkuat dengan hasil survei awal, bahwa pada umumnya calon mahasiswa mempertimbangkan untuk meneruskan pada perguruan tinggi yang lebih memberikan kepastian kerja pada mereka, sebagaimana yang terlihat berdasarkan survei awal pada tabel 1.6. Tabel 1.6. Keputusan Mahasiswa untuk Memilih Perguruan Tinggi No. Pertanyaan Pada Umumnya Jawaban Responden 1. Kecenderungan untuk lebih Cenderung Untuk meneruskan memilih Perguruan Tinggi (PT) ke Perguruan Tinggi sebagai sarana pembelajaran Anda 2. Kecenderungan untuk lebih Lebih Memilih PT yang memilih Politeknik yang dianggap memberikan kepastian menawarkan kepastian pekerjaan kerja Kecenderungan untuk lebih 3. memilih PT di Jawa Barat Cenderung memilih PT di Jawa
15
No.
Pertanyaan
Kecenderungan untuk memilih PT yang memiliki brand image yang baik (membanggakan) Frekuensi mengajak teman yang 5. akan Anda rekomendasikan untuk kuliah di PT yang Anda pilih saat ini Sumber : Hasil Survei Awal, 2012 4.
Pada Umumnya Jawaban Responden Barat Lebih memilih PT yang memiliki brand image yang baik (membanggakan) Cukup Sering
Berdasarkan tabel 1.6 di atas, terlihat bahwa (1) terdapat kecenderungan siswa SMU untuk meneruskan ke Perguruan Tnggi, artinya masih banyak lulusan SMU yang tidak meneruskan ke perguruan tinggi, sehingga jumlah lulusan yang meneruskan ke perguruan tinggi menjadi diperebutkan oleh sejumlah PTS. (2) Para lulusan SMU pada umumnya lebih memilih perguruan tinggi yang dianggap memberikan kepastian kerja, (3) Pada umumnya lulusan SMU cenderung memilih PT dari Jawa Barat, artinya peluang untuk PT Jawa Barat dalam mendapatkan mahasiswa seharusnya besar, tetapi pada kenyataannya tidak sedikit PT yang kurang mendapatkan mahasiswa. (4) Pada umumnya lulusan SMU lebih memilih PT yang memiliki citra merek yang bagus (membanggakan), (5) pada umumnya cukup sering memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk masuk ke PT yang mereka akan masuki. Keputusan Mahasiswa untuk Memilih Perguruan Tinggi, didefinisikan oleh Yee and Kay (2011:264) dengan pernyataan berikut, Decision making process is the act that involves an analysis resulting in the selection of a course of action among several alternatives, proses pengambilan keputusan merupakan aktivitas yang melibatkan hasil penganalisisan dalam memilih satu tindakan diantara beberapa alternative yang ada. Keputusan pembelian akan terkait dengan penyampaian pesan dari pemberi kepada penerima pesan yang dimaksud, dengan tujuan penerima pesan dapat membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan para pemberi pesan. Dari serangkaian proses komunikasi di 16
antara pemberi dan penerima pesan, Kotler (2002:274) memberikan pernyataan sebagai berikut, “Ideally, the message should gain attention, hold interest, arouse desire and elicit action. In practice, few messages talk the consumer all the way from awareness through purchase, but the AIDA framework suggests the desirable qualities of any communication”. Idealnya, pesan harus mendapatkan perhatian, menarik minat, membangkitkan gairah dan menimbulkan tindakan. Dalam prakteknya, beberapa pesan disampaikan kepada konsumen dengan berbagai macam cara, dan kerangka AIDA memberikan kualitas yang diinginkan dari setiap tujuan komunikasi. Berdasarkan survei awal (2012) yang telah dilakukan terhadap 100 responden, terlihat bahwa 33 orang mahasiswa hanya cukup memperhatikan peran dan fungsi program studi bagi untuk masa depannya, sehingga masih sangat banyak mahasiswa yang tidak peduli dengan sejauh mana peran dan fungsi program studi yang dipilihnya tersebut dapat menunjang kehidupan masa depannya. Sebanyak 28 orang dari hasil survei terhadap 100 orang mahasiswa, ternyata mereka tidak memperhatikan bentang kuliah yang diselenggarakan oleh program studi yang telah dipilihnya, dengan demikian dapat tergambar bahwa masih banyak mahasiswa yang tidak memiliki acuan dalam memilih program studi dari institusi perguruan tinggi sebagai tempat mereka melanjutan pendidikannya. Sebanyak 28 orang dari mahasiswa berdasarkan hasil survei diatas, memiliki cukup ketertarikan terhadap program studi yang ditawarkan oleh institusi perguruan tinggi, namun demikian survei tersebut tidak dapat menunjukkan faktor-faktor yang membuat mereka tertarik pada program studi yang dipilihnya, terlebih hasil survei tersebut menunjukkan tidak adanya perhatian yang tinggi dari mahasiswa terhadap program studi dan bentang kuliah yang diselenggarakan program studi terpilih. Selanjutnya, sebanyak 25 orang mahasiswa menyatakan mereka hanya cukup membutuhkan program studi yang ditawarkan oleh institusi, dengan kata lain mereka
17
tidak sepenuhnya membutuhkan program studi yang sesungguhnya telah mereka pilih. Kekurangtertarikan dan kekurangbutuhan mahasiswa terhadap program studi yang ditawarkan oleh institusi, menyebabkan mereka tidak mencari informasi secara maksimal tentang program studi yang telah dipilihnya, hal tersebut ditunjukkan oleh 30 orang mahasiswa dari hasil survei yang tidak mencari informasi atas keberadaan program studi. Mengacu pada survei yang telah dilakukan, ternyata 26 orang mahasiswa berkeinginan untuk mengikuti program studi yang ditawarkan oleh institusi, meski tidak dapat dijelaskan apa yang mendasari mahasiswa tersebut berkeinginan untuk memilih dan mengikuti program studi termaksud. Berdasarkan hasil survei (2012), ternyata tidak secara pasti bahwa keputusan untuk memilih produk yang ditawarkan perusahaan akan melalui tahapan AIDA (attention, interst, desire, action), karena mahasiswa menunjukkan ketertarikan yang cukup tapi tidak secara penuh memperhatikan, selanjutnya mahasiswa menunjukkan pilihan namun tidak didasarkan pada keinginan yang kuat. Ogbuji, Anyanwu, and Onah (2011:156) menyatakan bahwa konsumen akan memilih suatu produk yang telah memiliki citra (image) yang baik di mata konsumen. Helena Alves and Ma´rio Raposo, (2010:75) menyatakan bahwa citra institusi adalah pandangan persepsi organisasi, dipengaruhi oleh unsur-unsur organisasi yang berwujud dan yang tidak berwujud, komunikasi, nilai-nilai pribadi dan sosial. Pemilihan institusi perguruan tinggi sangat mungkin didasarkan pada citra intitusi yang telah terbentuk di mata masyarakat, semakin baik citra insititusi maka akan semakin tinggi peluang institusi tersebut untuk dipilih oleh masyarakat sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, meskipun memang kebenaran tersebut masih perlu dikaji dan dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan uraian diatas, disinyalir keputusan 18
mahasiswa untuk tidak memilih pendidikan vokasi disebabkan oleh citra institusi PTS penyelenggara pendidikan vokasi itu sendiri relatif kurang dikenal baik oleh calon mahasiswa. Hal ini dapat dilihat berdasatkan survei awal (2012) terhadap 100 responden, citra perguruan tinggi yang telah dipilih oleh mahasiswa tidak sepenuhnya positif. Mahasiswa terkesan tidak terlalu memperhatikan atau mementingkan citra institusi perguruan tinggi yang dipilihnya. Dari 100 orang mahasiswa, sebagian besar hanya merasa bahwa orangorang dilingkungan tempat belajarnya cukup ramah, sebanyak 38 orang mahasiswa tidak merasakan adanya dukungan dari orang-orang dalam institusi perguruan tinggi yang dipilihnya. Namun demikian sebagian besar atau 28 orang berpendapat bahwa institusi perguruan tinggi yang dipilihnya telah menyelenggarakan pendidikan yang terfokus, sayangnya fokus pendidikan tersebut dianggap oleh responden tidak memiliki keterkaitan yang kuat dengan kebutuhan dunia kerja. Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden pada survei di atas, menyatakan bahwa mereka memilih institusi perguruan tinggi karena adanya prestasi dan gengsi tertentu yang secara berkelanjutan dipertahankan oleh institusi perguruan tinggi yang telah dipilihnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.7 dan grafik 1.7. Terkait dengan citra institusi, Brown and Mizzarol (2009:86) berpendapat bahwa citra institusi dapat diukur dengan keberadaan lingkungan pembelajaran, praktek pembelajaran yang terfokus serta prestasi dan gengsi yang mentradisi pada satu institusi tertentu.
No. 1 2 3
Tabel 1.7. Citra PTS penyelenggara PendidikanVokasi Pernyataan SS S CS TS STS Civitas akademika perguruan tinggi memiliki keramahan 22 23 36 15 4 Civitas akademika perguruan tinggi mendukung proses pembelajaran 8 16 22 38 16 Institusi menyelenggarakan 24 16 11 28 21
19
JML 100 100 100
No.
Pernyataan SS S CS TS STS JML pembelajaran yang terfokus Terdapat keterkaitan yang kuat dari penyelenggaraan pendidikan oleh Institusi 4 dengan kebutuhan dunia kerja 9 24 22 7 100 38 Institusi memiliki prestasi yang 5 berkelanjutan 25 23 17 23 12 100 Institusi memiliki prestise atau gengsi yang tetap dipertahankan 6 27 25 16 20 12 100 Sumber: survei pendahuluan terhadap 100 orang mahasiswa, Oktober 2012
Institusi memiliki prestise atau… Institusi memiliki prestasi yang… Terdapat keterkaitan yang… STS
Institusi menyelenggarakan… TS
Civitas akademika perguruan… CS
Civitas akademika perguruan… 0
S
10
20
30
40
SS
Gambar 1.7. Citra PTS penyelenggara PendidikanVokasi
Berdasarkan tabel 1.8 di bawah ini, terlihat bahwa calon mahasiswa pada umumnya (1) lebih memilih PT yang paling dikenal. (2) lebih memilih PT yang memiliki reputasi yang baik. (3) cenderung memilih PT yang sesuai dengan minat/cita-cita, namun reputasi PT yang lebih diutamakan. (4) Lebih memilih PT yang membanggakan. Hal ini memperlihatkan bahwa citra merek PT sangat dilihat oleh para 20
calon mahasiswa, padahal pada kenyataannya pada umumnya PTS kurang memiliki citra mereka yang baik, sehingga sekitar 30% dari 374 perguruan tinggi swasta (PTS) di Jawa Barat terancam bangkrut akibat terus menurunnya jumlah calon mahasiswa selama periode 2008-2011 (Kopertis12.or.id, 12 Juni 2011). Tabel 1.8. Pandangan Mahasiswa pada Citra Merek Perguruan Tinggi No.
Pertanyaan
1.
Apakah Anda memilih Perguruan Tinggi yang Anda paling kenal/ ketahui Anda memilih perguruan tinggi, karena reputasi PT tersebut Anda memilih perguruan tinggi, karena memiliki program studi yang sesuai dengan cita-cita Anda (misalnya Anda ingin menjadi seorang pengacara, maka memilih PT yang memiliki Program Studi Hukum, dll) Anda memilih perguruan tinggi yang membuat Anda bangga/ berharga dimata teman-teman atau keluarga Anda
2. 3.
4.
Umumnya Jawaban Responden Lebih memilih PT yang paling dikenal Lebih memilih PT yang memiliki reputasi yang baik Cenderung memilih PT sesuai dengan minat/cita-cita
Lebih memilih PT yang membanggakan
Sumber : Hasil Survei Awal, 2011.
Sadeh, Mousavi, and Sadeh (2011: 2032) menyatakan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan mempengaruhi citra merek suatu produk tertentu. Dari pernyataan di atas, citra merek PTS yang kurang baik cenderung disebabkan karena nilai yang dirasakan oleh mahasiswa pada PTS relatif rendah. Citra akan terkait erat dengan nilai yang dirasakan oleh pelanggan (maksudnya pelanggan menganggap apa yang akan dirasakan dari layanan perusahaan), sebagaimana disampaikan oleh 21
Mousavi dan Sadeh (2011:2032) yang menyatakan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan mempengaruhi citra. Nilai yang dirasakan pelanggan, didefinisikan oleh Alves (2010:3) dengan menyatakan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan merupakan evaluasi secara keseluruhan yang dilakukan oleh konsumen untuk suatu produk yang didasarkan pada persepsi nilai yang diterima konsumen. Jadi menurut Alves, nilai yang dirasakan pelanggan itu adalah nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan. Selanjutnya, pendapat Khan and Kadir (2011:7063) menyatakan bahwa dimensi dari nilai yang dirasakan ada dua, yaitu nilai fungsional (perceived functional value) dan nilai relasional (perceived relational value).“That multi dimensional measure of perceived value must be functional and relational aspects”. Nilai yang didasarkan harus diukur secara multi dimensi yaitu aspek fungsional dan relasional Nilai fungsional akan terkait dengan perbandingan manfaat produk yang ditawarkan dengan biaya perolehan produk tersebut, sementara nilai relasional akan terkait dengan manfaat jalinan kerja sama antara pelanggan dengan produsen atau supplier yang menawarkan produk tersebut. Berdasarkan uraian di atas, citra institusi perguruan tinggi yang kurang dikenal baik oleh mahasiswa, cenderung disebabkan oleh nilai yang dirasakan oleh mahasiswa rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.9 dan grafik 1.9. Tabel 1.9. Nilai yang Dirasakan Mahasiswa Pada Institusi Perguruan Tinggi Terpilih No. Pernyataan SS S CS TS STS JML Institusi tertarik untuk 1 menyelesaikan masalah yang 18 21 32 21 8 100 dihadapi mahasisiwa Kebutuhan mahasiswa telah 2 9 15 20 38 18 100 dipenuhi oleh institusi Institusi memberikan saran yang 3 24 21 25 19 11 100 tepat bagi mahasiswa 4
Biaya yang dibebankan telah sesuai
22
12
16
22
30
20
100
No.
Pernyataan SS S CS TS STS JML dengan pelayanan yang diberikan institusi Mahasiswa memiliki kepercayaan 5 20 25 17 23 15 100 penuh terhadap institusi Institusi telah menjalankan 6 18 20 19 26 17 100 komitmennya terhadap mahasiswa Terdapat komunikasi yang baik di 7 23 21 27 17 12 100 antara mahasiswa dan institusi Sumber: survei pendahuluan terhadap 100 orang mahasiswa, Oktober 2012
Terdapat komunikasi yang baik… Institusi telah menjalankan… Mahasiswa memiliki… STS
Biaya yang dibebankan telah…
TS
Institusi memberikan saran…
CS S
Kebutuhan mahasiswa telah…
SS
Institusi tertarik untuk… 0
10
20
30
40
Grafik 1.9. Nilai yang Dirasakan Mahasiswa Pada Institusi Perguruan Tinggi Terpilih
Mengacu pada tabel 1.9 dan grafik 1.9, ternyata 100 responden tentang nilai yang dirasakan pada institusi perguruan tinggi, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden atau sebanyak 32 orang berpendapat bahwa institusi perguruan tinggi yang dipilihnya hanya cukup tertarik untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka 23
hadapi, dengan kata lain responden masih menyangsikan bahwa institusi yang dipilihnya memiliki ketertarikan untuk menyelesaikan masalah para responden. Sebanyak 38 orang merasa bahwa kebutuhan mereka belum atau bahkan mungkin tidak dipenuhi oleh insititusi perguruan tinggi yang dipilihnya. Mengenai pemberian saran yang tepat dari institusi kepada para responden, sebagian besar mereka yaitu sebanyak 25 orang merasa cukup diberikan saran yang tepat, sementara terkait dengan kesesuaian antara beban biaya dengan pelayanan yang diberikan oleh institusi, dirasakan oleh oleh 30 responden tidak ada kesesuaiannya. Di sisi lain, ternyata responden tetap menaruh kepercayaan penuh terhadap institusi untuk dapat memberikan pembelajaran kepada para responden sesuai dengan harapan mereka, meskipun sebagian besar dari mereka juga menyatakan bahwa institusi tidak menjalankan komitmennya terhadap mahasiswa. Komunikasi yang terjalin cukup baik diantara mahasiswa dan institusi, rupanya telah mengurangi atau bahkan menghilangkan penilaian negatif pada beberapa aspek yang dirasakan oleh mahasiswa sebagai responden survei. Moisidis (2011:489) menyatakan bahwa citra dapat meningkat dengan adanya referensi dari orang lain untuk membeli produk tertentu, termasuk dalam memilih institusi perguruan tinggi. Sebagai makhluk sosial, sedikit banyak seorang manusia akan bergantung pada orang lainnya, keberadaan seseorang atau sekelompok orang juga akan berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan orang lain. Seseorang atau sekelompok orang yang dinamakan kelompok referensi tersebut, pada umumnya akan memberikan informasi baik positif atau pun negatif mengenai satu produk atau organisasi tertentu, dengan kata lain bahwa kelompok referensi dapat lebih menguatkan atau pun menurunkan citra produk, perusahaan atau pun institusi tertentu. Frounzan Far, Meimar, and Tagipour (2012:184) yang menjelaskan kelompok referensi dengan pernyataan bahwa kelompok 24
referensi merupakan suatu kelompok yang digunakan seseorang sebagai tolok ukur atau kerangka acuan referensi dalam mengorganisasikan persepsi-persepsi yang dimilikinya. Dengan kata lain kelompok referensi merupakan orang-orang yang sikap, perilaku, keyakinan, pendapat, preferensi, dan nilai-nilainya digunakan oleh individu lain sebagai dasar penilaian bagi mereka. Berdasarkan pernyataan di atas, citra institusi perguruan tinggi yang relatif kurang dikenal baik oleh mahasiswa cenderung disebabkan oleh kelompok referensi yang kurang mereferensikan perguruan tinggi tersebut pada calon mahasiswa, sebagaimana yang terlihat pada tabel 1.10 dan grafik 1.10. Tabel 1.10. Kelompok Referensi dalam Pemilihan Institusi Perguruan Tinggi No. Pernyataan SS S CS TS STS JML 1 Patuh pada norma sosial 25 20 42 13 0 100 Keinginan mengikuti perilaku 2 19 11 37 13 20 100 kelompok Keinginan mengikuti saran 3 39 21 27 13 0 100 keluarga Mendapatkan informasi 4 keunggulan institusi dari orang 45 20 16 14 5 100 lain Pemilikan kedekatan emosional 5 40 27 20 11 2 100 dengan pemberi saran Sumber: survei pendahuluan terhadap 100 orang mahasiswa, Oktober 2012
25
Pemilikan kedekatan emosional dengan pemberi saran Mendapatkan informasi keunggulan institusi dari orang…
STS
Keinginan mengikuti saran keluarga
TS
Keinginan mengikuti perilaku kelompok
CS S
Patuh pada norma social
SS
0
10
20
30
40
50
Grafik 1.10. Kelompok Referensi dalam Pemilihan Institusi Perguruan Tinggi
Data hasil survei tentang Kelompok Referensi dalam Pemilihan Institusi Perguruan Tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar responden cukup mendapatkan dorongan dari rekan seusianya dalam memilih perguruan tinggi tempat mereka belajar saat ini, yaitu sebanyak 42 orang sedangkan 25 orang berikutnya mengaku sangat didorong oleh rekan seusianya. Sebanyak 37 orang didorong oleh rekan satu kelas sosial, meskipun sebanyak 20 orang berikutnya sangat tidak tidak didorong oleh rekan satu kelas sosial dalam memilih perguruan tinggi.Sebanyak 39 orang sangat didorong dan 27 orang cukup didorong secara tegas oleh orang tuanya dalam memilih perguruan tinggi.Terkait dengan kebebasan yang diberikan orang tua dalam memilih perguruan tinggi, sebanyak 45 orang mengaku sangat dibebaskan dan 20 orang cukup dibebaskan. Terakhir mengenai kedekatan emosional yang ada diantara responden dengan tokoh masyarakat pemberi saran, sebanyak 40 orang merasa sangat dekat dan 27 orang merasa dekat.
26
Mengacu pada hasil survei kepada 100 orang mahasisiwa sebagai responden tersebut di atas, ternyata tidak sepenuhnya bahwa citra institusi perguruan tinggi yang ada pada benak responden, mereka dapatkan dari seseorang dan atau sekelompok orang sebagai kelompok referensi, baik secara normative yaitu yang berasal dari orang tua atau pun teman sebaya, maupun secara komparatif, yang berasal dari tokoh masyarakat atau pun orang tua di luar keluarga, dengan anggapan bahwa tokoh tersebut memiliki informasi mengenai institusi perguruan tinggi tertentu. Tabel 1.11. Pertimbangan dalam memilih PTS Vokasi No.
Faktor yang dipertimbangkan
1. 2.
Referensi dari fihak lain Kualitas PTS vokasi itu sendiri (reputasi, akreditasi, fasilitas, kualitas dan kuantitas dosen) 3. Minat / cita-cita mahasiswa 4. Lokasi kampus 5. Biaya kuliah 6Lain-lain Sumber : Survei Awal, 2011
Pada Umumnya Jawaban Responden 5% 27% 18% 14% 31% 5%
Grafik 1.11. Pertimbangan dalam memilih PTS Vokasi
27
Berdasarkan tabel 1.11 dan grafik 1.11 di atas, pada umumnya calon mahasiswa kurang memperhatikan referensi yang mereka dapatkan dari keluarga atau tokoh lainnya. Namun mereka cukup mempertimbangkan biaya kuliah dan reputasi dari PTS vokasi itu sendiri. Menyoroti hal tersebut di atas, khusus mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi maka sangat diperlukan pemahaman mengenai keberadaan perguruan tinggi dan pelayanan jasa yang ditawarkannya, agar terjadi kesesuaian antara tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh suatu lembaga tertentu dengan harapan masyarakat atas penyenggaraan pendidikan tinggi tersebut. Pemaparan tersebut di atas, telah mengindikasikan adanya kesenjangan dari teori-teori yang telah dikemukakan oleh para ahli dengan fenomena atau kenyataan yang terjadi sebenarnya di lapangan. Pemilihan institusi perguruan tinggi disinyalir tidak sepenuhnya melalui tahapan attention, interest, desire dan action. Citra institusi ternyata tidak secara nyata beperan penuh dalam pemilihan institusi perguruan tinggi. Di samping itu nilai yang dirasakan pelanggan tidak sepenuhnya memberikan dampak pada baik atau pun buruknya citra institusi perguruan tinggi tertentu.Terakhir, dari pemaparan di atas citra institusi perguruan tinggi ternyata tidak sepenuhnya diberitakan atau pun diperoleh oleh seseorang dari keberadaan kelompok referensi. Hal-hal tersebut di atas telah mendorong adanya penelitian lebih lanjut guna mengkaji dan menelaah keberadaan kelompok referensi dan nilia yang dirasakan pelanggan dalam mempengaruhi citra insititusi dan dampaknya terhadap keputusan pemilihan institusi perguruan tinggi tertentu.
28
BAB 2 KELOMPOK REFERENSI Kelompok referensi didefinisikan oleh Pentina, Prybutok, and Zhang (2008:115) dengan mengutip pendapat dari Lesage and Park (1975,p.41) yangmenyatakan bahwa, Reference groups are broadly defined as “actual or imaginary institutions, individuals, or groups conceived of having significant relevance upon an individual’s evaluations, aspirations, or behavior. Kelompok referensi secara luas didefinisikan sebagai "lembaga aktual atau imajiner, individu, atau kelompok yang dipahami memiliki relevansi secara signifikan dengan evaluasi, aspirasi, atau perilaku individu. Menurut Sumarwan (2003, p.250) menyatakan kelompok referensi (preference group) adalah seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi seseorang. Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2000), kelompok referensi sebagai kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Pada awalnya kelompok acuan dibatasi secara sempit dan hanya mencakup kelompok-kelompok dengan siapa individu berinteraksi secara langsung (keluarga dan teman-teman akrab). Tetapi konsep ini secara berangsur-angsur telah diperluas mencakup pengaruh perorangan atau kelompok secara langsung maupun tidak langsung. Kelompok acuan tidak langsung terdiri dari orang-orang atau kelompok yang masing-masing tidak mempunyai kontak langsung, seperti para bintang film, pahlawan olahraga, pemimpin politik, tokoh TV, ataupun orang yang berpakaian baik dan kelihatan menarik di sudut jalan (Schiffman, Leon G. and Kanuk, Leslie Lazar, 2000). 29
Pendapat lain mengenai kelompok referensi, dikemukakan oleh FrounzanFar, Meimar, and Tagipour (2012:184) yang menjelaskan kelompok referensi dengan pernyataan berikut, That group whose presumed perspective is used by an actor asthe frame of reference in the organization of his perceptual field. In other words, it is People whose attitudes, behavior, beliefs, opinions, preferences, and values are used by an individual as the basis for his or her judgment. Kelompok referensi merupakan suatu kelompok yang digunakan seseorang sebagai tolok ukur atau kerangka acuan referensi dalam mengorganisasikan persepsi-persepsi yang dimilikinya. Dengan kata lain kelompok referensi merupakan orangorang yang sikap, perilaku, keyakinan, pendapat, preferensi, dan nilainilainya digunakan oleh individu lain sebagai dasar penilaian bagi mereka. Frouzan Far at all. (2012:187) menerangkan bahwa, reference group theory is implied because common experiences are shared by a group of people, and it if from these experiences that individuals evaluate what for them is appropriate behavior, norms, and perceived values. Teori kelompok referensi secara tersirat membagikan pengalaman umum yang dimiliki oleh sekelompok orang, jika dari pengalaman tersebut seorang individu telah mengevaluasi perilaku, norma dan nilai-nilai yang dirasakan tepat bagi mereka. Anwar and Gulzar (2011:48) menerangkan hal berikut, According to jordaan and prinsloo, 2001 one satisfied customer brings in three other customers. Menurut Jordaan dan prinsloo, 2001 satu pelanggan yang puas membawa tiga pelanggan lainnya. Oh (1999) menunjukkan bahwa persepsi kualitas, nilai, kepuasan pelanggan, niat pembelian kembali, dan perkataan dukungan dari mulut ke mulut berkorelasi positif satu sama lain. Hasil penelitian tentang pengaruh kelompok referensi dapat tersirat pada dasarnya di bidang periklanan dan personal selling. Makna dan nilai dari sebuah merek tidak berasal hanya dari kemampuan perusahaan untuk mengekspresikan kepribadian pemiliknya, namun memainkan peran penting dalam membantu 30
pengguna untuk membuat identitas diri. Sebuah sumber penting penafsiran suatu merek adalah kelompok referensi. Sebuah merek dapat memenuhi kebutuhan untuk ekspresi diri sebaik dapat menjadi sarana integrasi sosial. Ini mungkin muncul sebagai simbol penyempurnaan pribadi, dapat memberikan rasa percaya diri, dan membuat perbedaan dari orang-orang lain yang memungkinkan (Tarkanyi Eszter: 2008) Reza and Valeecha (2013: 197) perilaku konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan bagian dari kepribadian konsumen seperti sistem nilai, motivasi, persepsi dan pembelajaran, sementara faktor eksternal termasuk lingkungan, norma-norma sosial, teman, Keluarga, dan model-model peran lain. Dengan demikian hasil penelitiannya memperlihatkan dominasi kelompok referensi dalam perilaku konsumen, karena kelompok referensi adalah suatu kelompok yang aktif dalam mereferensikan produk atau layanan yang menurut mereka baik kepada fihak lain. Dalam penelitian ini kelompok referensi didefinisikan sebagai orang atau sekelompok orang teretentu yang dapat memberikan dorongan dan pengaruh kepada pelanggan untuk membeli suatu produk tertentu yang direkomendasikannya, secara spesifik orang atau sekelompok orang yang dapat memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa dalam memilih dan menentukan perguruan tinggi sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikannya. 2.1.
Pengukuran Kelompok Referensi
FrouzanFar, Meimar, and Tagipour (2012:188) mengajukan atribut kelompok referensi sebagai berikut: a. Sosially, individuals are influenced by groups they believe are important; Secara sosial, individu dipengaruhi oleh kelompokkelompok yang mereka anggap penting;
31
b.
c.
d.
e.
Individuals use certain groups as a guide as to how they should behave (normative reference groups); Individu menggunakan kelompokkelompok tertentu sebagai panduan tentang bagaimana mereka harus bersikap (normatif kelompok referensi); Individuals use groups as a basis for comparing themselves to other individuals or other groups (komparatif reference groups); Individu menggunakan kelompok sebagai dasar untuk membandingkan diri mereka pribadi dengan individu lain atau kelompok lain (kelompok referensi komparatif); Individuals can and do use more than one group as a reference guide (multiple reference groups); Individu dapat dan memang menggunakan lebih dari satu kelompok sebagai panduan referensi (beberapa kelompok referensi) Certain groups that individuals use as a point of reference possess the power to influence the attitudes and behavior of individuals who may or may not be members of the group. Kelompok-kelompok tertentu digunakan oleh seorang individu sebagai titik acuan yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu tersebut yang mungkin iya atau mungkin tidak menjadi anggota kelompok.
Mengacu pada keterangan di atas, dalam kehidupan seorang individu secara sosial, tidak terlepas dari peran seseorang atau sekelompok orang lainnya dalam menentukan sikap dan perilaku mereka. Setidaknya, seorang individu akan membandingan diri mereka dengan orang atau kelompok lain sebagai acuan dalam mengambilkan tindakan tertentu, di mana kelompok acuan tersebut dianggap memiliki dan atau menganut nilai-nilai tertentu yang bahkan mampu mempengaruhi sikap dan perilaku individu tersebut. Berdasar pada teori kelompok referensi (Reference Group Theory) menurut FrouzanFar Et.all diatas, maka dapat diketahui bahwa sebetulnya kelompok referensi memiliki beberapa bentuk atau dimensi yang terdiri dari kelompok referensi normatif, kelompok referensi 32
komparatif dan ada bentuk lain yaitu kelompok keanggotaan. Kelompok Referensi Normatif, yaitu suatu kelompok yang menempatkan individu-individu mengambil standar normatif dan standar moral, sedangkan Kelompok Referensi Komparatif, yaitu kelompok yang memberikan kepada individu-individu suatu kerangka berpikir untuk menilai posisi sosialnya dalam hubungannya dengan posisi sosial orang lain. Sementara Kelompok Keanggotaan, yaitu menunjuk pada suatu kelompok yang menempatkan bahwa individu itu sebagai anggotanya. Sejalan dengan FrouzanFar Et.all, mengenai dimensi atau bagian-bagian dari kelompok referensi secara lebih dalam lagi, Dawson dan Chatman (2001:7) juga mengemukakan bahwa kelompok referensi pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu kelompok rerefensi normatif dan kelompok referensi komparatif. Penelitian ini kelompok referensi didefinisikan sebagai orang atau sekelompok orang tertentu yang dapat memberikan dorongan dan pengaruh kepada orang lainnya untuk membeli suatu produk tertentu yang direkomendasikannya, baik secara normative atau pun komparatif. Secara spesifik kelompok referensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang atau sekelompok orang yang dapat memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa dalam memilih dan menentukan perguruan tinggi sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikannya. 2.2.
Kelompok Referensi Normatif
Dawson dan Chatman (2001:7) mengemukakan kelompok rerefensi normatif adalah sebagai berikut: A normative reference group is described as a group in which individuals are motivated to gain or maintain acceptance. To promote this acceptance, individuals hold their attitudes in conformity with what they perceive to be the consensus of opinion (norms) among the group members. In normative reference group theory, the group sets and enforces standards for individuals. Such standards are often
33
referred to as group norms; thus we have the "normative function" of reference groups. Sebuah kelompok referensi normatif digambarkan sebagai kelompok di mana individu yang termotivasi untuk mendapatkan atau mempertahankan penerimaan dirinya dalam kelompok yang dimaksud. Untuk mendapatkan dan mempromosikan penerimaan tersebut, individu berusaha untuk memiliki dan menerapkan sikap mereka sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai konsensus opini (norma) yang berlaku di antara anggota kelompok. Dalam teori normatif kelompok acuan, kelompok menetapkan dan melaksanakan standar untuk individu. Standar tersebut sering disebut sebagai normanorma kelompok, sehingga kita memiliki "fungsi normatif" kelompok referensi. Pendapat lain dikemukakan oleh Indah Purnama Sari (2012:3) yang menyatakan bahwa pengaruh normative adalah pengaruh dari kelompok acuan terhadap seseorang melalui norma yang harus dipatuhi. Seorang konsumen cenderung akan mengikuti apa yang dikatakan atau disarankan oleh kelompok acuan jika ada tekanan kuat untuk mengikuti norma yang ada. Sengguruh Nilowardono (2011:14) Pengaruh Normatif adalah pengaruh dari kelompok acuan terhadap seseorang melalui normanorma sosial yang harus dipatuhi dan diikuti. Seorang bawahan ada kewajiban atau norma minta ijin kepada atasannya, jika ia ingin melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang anak berusaha belajar bagaimana bermain gitar, karena adanya keinginan untuk bisa bergabung dengan teman-temannya yang pandai bermain gitar. Si anak berusaha bisa melakukan apa yang dilakukan kelompok acuannya agar bisa diterima oleh kelompok acuannya. Kelompok referensi yang berpengaruh terhadap nilai dan perilaku secara umum dan luas disebut kelompok referensi normatif. Kelompok referensi yang dimiliki oleh seseorang, terdiri dari seluruh kelompok yang memiliki pengaruh secara langsung atau pun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku orang tersebut. Kelompok 34
yang memiliki pengaruh secara langsung terhadap seseorang, dinamakan kelompok keanggotaan (Dawson dan Chatman, 2001:7). Hal ini diperkuat oleh pendapat Pentina, Prybutok, and Zhang (2008:123) bahwa komponen dari referensi group adalah informational dan normatif. Referensi dari teman bisa membantu seseorang dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, di mana dalam hal ini adalah memilih perguruan tinggi, seperti yang dijelaskan oleh Kathryn W. Sack (2001:194) yang menjelaskan bahwa, „Perempuan dalam dunia pendidikan tinggi mencari persahabatan dengan perempuan lainnya untuk bekerjasama, mengatasi masalah, pembimbingan dan dukungan dalam kontek lingkungan pendidikan tinggi. Kelompok persahabatan menawarkan dukungan dan penegasan identitas seorang wanita professional secara akademik melalui kelompok-kelompok yang menjadikannya lebih dari pada jumlah dari bagian-bagian kelompok dan memberikan kesempatan unik untuk menjalin ikatan dengan wanita lain atas dasar kesamaan pengalaman sebagai seorang wanita”. Dapat dipahami bahwa seseorang memerlukan orang lainnya guna menegaskan keberadaan identitas dirinya dalam satu lingkungan tertentu, meskipun memang penjelasan di atas lebih fokus pada pembahasan persahabatan di kalangan perempuan. Penjelasan Kathryn di atas, mengisyaratkan pentingnya keberadaan teman sebaya terlebih lagi dalam satu ikatan persahabatan, khususnya dalam usaha mengatasi permasalahan yang dihadapi seorang individu, dimana sahabat seringkali memberikan berbagai bentuk dukungan kepada individu tersebut untuk besikap dan bertindak, yang umumnya dukungan tersebut didasarkan pada kesamaan pengalaman bahkan kesamaan perasaan. Berbagai bentuk dukungan dan masukan atau saran dari para sahabat seringkali memberikan pengaruh yang besar pada pengambilan sikap dan perilaku seseorang yang dalam hal ini adalah memilih perguruan tinggi. 35
Selanjutnya, Kathryn (2001:189) menjelaskan analisa Adams dan Blieszner (1994) yang menganalisis persahabatan dengan menggunakan dua sudut pandang yaitu sosiologi dan yaitu psikologi. Model penganalisisan tersebut menginteraksikan antara karakteristik individu dengan pola persahabatan itu sendiri, hal tersebut diterangkan dengan pernyataan berikut,“Dalam model ini karakteristik individu (seperti usia, jenis kelamin, ras dan kelas sosial) diinteraksikan dengan pola persahabatan (jaringan, struktur dan proses). Usia adalah denominator umum untuk tugas-tugas tertentu atau peluang dari program hidup dan tahap perkembangan psikologis. Sebagai contoh, seorang wanita 30 mungkin siap untuk berpikir tentang pengasuhan anak (tahap perjalanan hidup) dan membangun keintiman. Peluang dan hambatan struktur sosial yang ada adalah bahwa mereka melibatkan kelas, harapan, dan tuntutan peran, serta ketersediaan mitra persahabatan”. Sahabat sebagai orang atau sekelompok orang yang sering kali memberikan masukan dan dukungan kepada individu untuk bersikap dan bertindak, dapat dianalisis dari berbagai sudut pandang yang diantaranya adalah karakteritik pribadi dan sosiologi. Karakteristik pribadi terdiri dari usia, jenis kelamin, ras dan kelas sosial, perbedaan setiap bagian kepribadian tersebut tentu akan berdampak pada pola pikir, persepsi pembelajaran dan sikap seseorang, sehingga dukungan dan masukan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai kelompok acuan kepada seorang individu tertentu akan berbeda pula. Bednar dan Fisher (2003:609) memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Young dan Ferguson (1979) yang menemukan bahwa seorang remaja senantiasa menggunakan tiga kelompok referensi utama, orang tua, orang tua di luar keluarga dan rekan sebaya. Ada pun hal tersebut dijelaskan dengan pernyataan berikut, “Young dan Ferguson menemukan bahwa remaja menggunakan tiga kelompok referensi utama -orang tua, orang tua di luar keluaga, rekan sebaya dan bahwa kelompok referensi dipilih berdasarkan otoritas, informasi keunggulan, keakraban dengan lingkungan (berbagi pengetahuan tentang 36
kenyataan sosial) dan keintiman (kedekatan remaja). Rekan sebaya biasanya digunakan untuk mengambil keputusan terkait dengan pengakuan sosial dan memilih pertemanan; orang tua di luar keluarga digunakan untuk menentukan infomasi; orang tua dimanfaatkan untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan isu-isu moral”. Penelitian Young dan Ferguson (1979) memberikan gambaran bahwa seorang individu memerlukan peran teman sebaya, orang tua dan orang tua di luar keluarga. Hal tersebut seringkali akan sangat membantu individu dalam bersikap dan bertindak sesuai keadaan yang mereka hadapi. Memilih perguruan tinggi sedikit banyak akan berdampak pada pengakuan keberadaan seseorang dalam kehidupan sosialnya, karena walau bagaimana pun menjadi seorang mahasiswa memiliki kedudukan yang cukup tinggi di mata masyarakat khsusnya teman sebaya. Menjadi seorang mahasiswa seringkali juga dikaitkan dengan isu moral khususnya berkenaan dengan nilai-nilai moral yang dibangun dalam keluarga, sehigga peran orang tua akan sangat berpengaruh dalam memberikan referensi bagi seorang calon mahasiswa. Sementara keberadaan orang tua di luar keluargan akan meberikan banyak informasi yang beragam dengan berbagai sudut pandang yang mungkin akan berbeda-beda, hal tersebut akan memberikan referensi yang luas bagi seseorang dalam memilih perguruan tinggi. Selanjutnya terkait dengan keberadaan orang tua sebagai salah satu kelompok referensi utama yang digunakan oleh remaja, Baumrind (1979) yang dikutip kembali oleh Bednar and fisher (2003:610) menerangkan bahwa terdapat empat gaya orang tua dalam memberikan referensi, antara lain authoritative, permissive, neglecting dan rejecting. “Baumrind menentukan bahwa terdapat empat gaya pengasuhan utama berdasarkan dimensi tuntutan dan tanggapan, dan bahwa pola asuh berpengaruh pada pembuatan keputusan remaja. orang tua yang otoritatif berharap untuk perilaku yang baik dan mereka memonitor perilaku, tegas tapi tidak mengganggu atau membatasi, cenderung disiplin dalam mendukung dari pada 37
menghukum. Orangtua permisif adalah orang tua yang tanggap tapi tidak menuntut, lunak, tidak memerlukan perilaku dewasa, memungkinkan banyak muculnya aturan sendiri, dan menghindari perdebatan, tetapi mereka memberikan cinta. Neglecting–Rejecting adalah orang tua yang tidak menuntut ataupun tanggap dan dapat dicirikan dengan adanya pembiaran, para orang tua tidak memberikan struktur atau memonitor perilaku”. Gaya pengasuhan anak yang telah dijelaskan oleh Baumrind, akan mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang anak, di mana kebiasan pola asuh dan pengajaran yang dilakukan orang tua mungkin akan berdampak pada pengembangan sikap dan perilaku anak-anak. Keberadaan orang tua sebagai kelompok referensi utama bagi seorang anak, akan bergantung pada gaya mereka dalam memberikan tuntunan kepada anak-anaknya. Dengan demikian dimensi kelompok normative yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rekan sebaya dan orang tua. Indikator dari rekan sebaya antara lain usia, ras, jenis kelamin dan kelas sosial, sedangkan indikator dari orang tua didasarkan pada gaya pemberian referensi yang diantaranya adalah authoritative, permissive, neglecting dan rejecting. 2.3.
Kelompok Referensi Komparatif
Dawson dan Chatman (2001:7) mengemukakan definisi dari kelompok rerefensi komparatif dengan pernyataan bahwa istilah kelompok referensi komparatif digunakan untuk menggambarkan sebuah kelompok individu sebagai standar atau titik acuan dalam membuat evaluasi atau perbandingan sendiri dengan individu atau kelompok lain. Dalam teori kelompok referensi komparatif, evaluasi individu oleh anggota kelompok referensi sebagian besar tidak relevan. Dalam kaitannya dengan perbandingan kelompok referensi, kelompok hanyalah standar atau pemeriksaan yang digunakan oleh individu atau orang lain untuk membuat penilaian. 38
Kelompok referensi komparatif merupakan kelompok yang mempengaruhi sikap atau perilaku secara spesifik atau sempit, kelompok referensi komparatif merupakan kelompok yang memberikan suatu kerangka berpikir kepada individu-individu untuk menilai posisi sosialnya dalam hubungannya dengan posisi sosial orang lain. Lebih lanjut lagi, Dawson dan Chatman (2001:7) menyebut bahwa referensi komparatif merupakan referensi yang didapatkan dari para tokoh masyarakat. Sama halnya seperti penentuan indikator pada dimensi kelompok referensi normative, indikator kelompok referensi komparatif juga didasarkan pada penjelasan Bednar dan Fisher (2003:609) yang memaparkan hasil penelitian Young dan Ferguson, dimana salah satu kelompok referensi utama yang digunakan oleh remaja adalah orang tua di luar keluarga, dalam hal ini mereka dikatagorikan sebagai tokoh masyarakat. Adapun pengukuran pada referensi dari tokoh masyarakat tersebut akan didasarkan pada otoritas remaja pengambil keputusan (pemilih perguruan tinggi), informasi keunggulan (tentang perguruan tinggi yang diminati), kedekatan dengan remaja pengambil keputusan (pemilih perguruan tinggi). Mengacu pada keterangan di atas, maka keberadaan orang tua sebagai tokoh masyarakat dapat dijadikan sebagi salah satu kelompok acuan bagi seseorang dalam memilih perguruan tinggi, akan bergantung pada otoritas remaja pemilih perguruan tinggi yang bersangkutan, kemudian seberapa luas dan seberapa dalam penguasaan informasi yang dimiliki oleh tokoh masyarakat yang dapat diserap oleh remaja pemilih perguruan tinggi, serta seberapa dekat tokoh masyarakat tersebut dengan remaja pemilih perguruan tinggi tersebut. Penelitian disertasi ini menggunakan dimensi dari kelompok referensi komparatif yaitu tokoh masyarakat sebagai orang tua di luar keluargayang akandiukur dengan menggunakan indikator otoritas remaja (sebagai pemilih perguruan tinggi), informasi keunggulan
39
(perguruan tinggi) dan kedekatan (tokoh masyarakat dengan remaja pemilih perguruan tinggi). 2.4.
Kelompok Referensi Multiple Kelompok referensi multiple didefinisikan oleh FrouzanFar, Meimar, and Tagipour (2012: 188) dengan menyatakan bahwa, Multiple reference group is individuals can and do use more than one group as a reference guide and certain groups that individuals use as a point of reference possess the power to influence the attitudes and behavior of individuals who may or may not be members of the group. Kelompok referensi multiple adalah individu yang dapat dan melakukan menggunakan lebih dari satu kelompok sebagai panduan referensi dan kelompok-kelompok tertentu yang dijadikan sebagai tolok ukur atau standar acuan, karena memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu yang mungkin iya atau mungkin tidak menjadi anggota kelompok. Orang tua calon mahasiswa tersebut pun akan mencari referensi dari beberapa kelompok yang paling mengetahui mengenai perguruan tinggi-perguruan tinggi yang ada, dengan maksud agar mereka tidak salah pilih. Sebut saja misalnya pertimbangan mengenai klasifikasi tingkat akreditasi yang disandang oleh peruguruan tinggi. Akreditasi menjadi hal ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan yang mungkin saja anak mereka tidak atau belum memikirkannya, di mana secara legal normative perguruan tinggi yang belum menyandang status terakreditasi, maka perguruan tinggi tersebut tidak dapat mengeluarkan ijazah (Antara News. Kamis, 2 Juni 2011). Menjadi satu kerugian bagi siapa saja yang mengikuti perkuliahan pada satu perguruan tinggi tertentu tanpa mempertimbangkan status akreditasnya, karena secara hukum sudah dijelaskan bahwa mahasiswa-mahasiswa tersebut saat lulus kelak tidak berhak atas ijasah kelulusan secara sah, jika perguruan tinggi tempat mereka belajar ternyata tidak terakreditasi. 40
Mengacu pada pemaparan tersebut di atas, maka penelitian ini menggunakan kelompok referensi multiple, yaitu penggunaan beberapa kelompok referensi dalam penentuan pilihan perguruan tinggi, antara lain kelompok referensi normative dan kelompok referensi komparatif. Secara normative, referensi dapat diperolah baik dari kelompok teman sebaya atau pun dari keluarga. Referensi dari teman sebaya akan diukur berdasarkan karakteristik individu (usia, gender dan kelas sosial) serta pola pertemanan (proses, struktur, kepadatan dan tahap pembentukan jaringan). Referensi secara komparatif dapat diperoleh dari sekelompok tokoh masyarakat atau orang tua di luar keluarga yang diangap telah berhasil atau telah meraih sukses dalam kehidupannya, setelah mereka lulus dari perguruan tinggi tertentu, yang kemudian direferensikan kepada lulusan sekolah menengah atas yang sedang memilih perguruan tinggi Acevedo, Gabriel A (2009:388) menyebutkan lima indikator pengukuran kelompok referensi yang berpengaruh pada perilaku seorang individu, dengan pernyataan berikut, The degree to which a group or collectivity serves as reference group for an individual is positive and additive function of (1) the degree of similarity between the status attributes of individual or the other members: (2) the degree to which an individual’s value and beliefs agree with those of other members; (3) the degree of clarity in a group’s value and beliefs; (4) the degree to which an individual is in sustained interaction with other group members; (5) the degree to which an individual defines group leaders as significant others. Tingkat dimana sebuah kelompok atau kolektivitas berfungsi sebagai kelompok referensi bagi seorang individu adalah positif dan aditif (1) tingkat kesamaan atribut antara status individu atau anggota lain: (2) sejauh mana nilai individu dan keyakinan sejalan dengan orang-orang dari anggota lain, (3) tingkat kejelasan nilai kelompok dan keyakinan; (4) sejauh mana seorang individu dalam interaksi dengan anggota kelompok lainnya secara
41
berkelanjutan, (5) sejauh mana seorang individu mendefinisikan pemimpin kelompok yang lain secara signifikan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Acevedo, Gabriel A (2009:388) guna mengukur pengaruh kelompok referensi terhadap perilaku seorang individu, lebih mengarah pada penentuan seorang individu dalam bertindak didasarkan pada keberadaan kelompok lain. Penelitian ini ditujukan untuk tidak sekedar mengetahui keberadaan kelompok sebagai pembanding, namun lebih dari pada itu mengenai keberadaan kelompok dan cara-cara atau pola perilaku mereka yang secara aktif dapat mempengarui sikap dan perilaku seorang individu. Pengertian kelompok referensi dari Pentina, Prybutok, and Zhang (2008:115) dengan mengutip pendapat dari Lesage and Park (1975,p.41) yang menyatakan bahwa, Reference groups are broadly defined as “actual or imaginary institutions, individuals, or groups conceived of having significant relevance upon an individual’s evaluations, aspirations, or behavior. Kelompok referensi secara luas didefinisikan sebagai "lembaga aktual atau imajiner, individu, atau kelompok yang dipahami memiliki relevansi secara signifikan dengan evaluasi, aspirasi, atau perilaku individu. Konsep definisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan dari seseorang atau sekelompok orang dengan orang lainnya, keterkaitan yang dimaksud, mencakup berbagai aspek dalam kehidupan mulai dari cara berpikir, bersikap dan berperilaku. Adanya keadaan saling mempengaruhi satu sama lain baik secara langsung atau pun tidak langsung telah menunjukkan adanya kelompok referensi yang menjadi acuan dalam kehidupan seseorang atau sekelompok orang lainnya. Pendapat lain yang dikemukan oleh FrounzanFar, Meimar, and Tagipour (2012:184) menjelaskan kelompok referensi dengan pernyataan berikut,The concept of "reference group" has been used in several ways, but its utility can bemaximized when it signifies, that group whose presumed perspective is used by an actor asthe frame of reference in the organization of his perceptual field. 42
Konsep "kelompok referensi" telah digunakan dalam beberapa cara, tetapi pemanfaatannya dapat dimaksimalkan ketika itu menandakan, bahwa kelompok yang diduga perspektifnya digunakan oleh seorang aktor sebagai kerangka acuan dalam penyelenggaraan bidang persepsinya. Mengacu pendapat FrouzanFar, Meimar, and Tagipour (2012:188) bahwa Individuals can and do use more than one group as a reference guide (multiple reference groups); Individu dapat dan memang menggunakan lebih dari satu kelompok sebagai panduan referensi (beberapa kelompok referensi) oleh karena itu dalam buku ini penulis menggunakan kelompok referensi normative dan kelompok referensi komparatif. Secara normative, referensi dapat diperoleh baik dari kelompok teman sebaya atau pun dari keluarga. Referensi dari teman sebaya akan diukur berdasarkan karakteristik individu (usia, gender dan kelas sosial) serta pola pertemanan (proses, struktur, kepadatan dan tahap pembentukan jaringan). Referensi secara komparatif dapat diperoleh dari sekelompok tokoh masyarakat atau orang tua di luar keluarga yang diangap telah berhasil atau telah meraih sukses dalam kehidupannya, setelah mereka lulus dari perguruan tinggi tertentu, yang kemudian direferensikan kepada lulusan sekolah menengah atas yang sedang memilih perguruan tinggi 2.5.
Kelompok Referensi Mahasiswa Vokasi di Jawa Barat (dari Hasil penelitian Adriza, 2013)
2.5.1. Kelompok Referensi Normatif Pada penelitian Adriza (2014) mengenai kelompok referensi mahasiswa vokasi di Jawa Barat mencakup kelompok referensi normatif yang terdiri dari Persamaan usia (KR1), Persamaan ras (KR2), Persamaan jenis kelamin (KR3), Persamaan kelas sosial (KR4),
43
Authoritative (KR5), Permissive (KR6), Neglecting-rejecting (KR7). Hasil olahan data menggunakan SPSS-17. Tabel 2.1. Rekan Seusia yang Memberikan Dorongan dalam Memilih Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 31 5.20 Cukup Setuju 62 10.30 Setuju 308 51.30 Sangat Setuju 196 32.70 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 2.1 diatas, ternyata sebagian besar mahasiswa perguruan tinggi vokasi yang dijadikan responden menyatakan bahwa rekan seusia memang memberikan dorongan kepada mereka dalam memilih perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar, bahkan 32,7% menyatakan sangat setuju bahwa teman seusia mereka yang mengajak mereka untuk memilih perguruan tinggi vokasi tempat mereka belajar saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa teman seusia sangat dipertimbangkan masukannya oleh mahasiswa pada saat mereka akan memilih perguruan tinggi tempat mereka belajar. Tabel 2.2. Rekan Sesama Ras yang Memberikan Dorongan dalam Memilih Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Total Skor Sumber : Hasil olahan data, 2013
Frekuensi 8 49 79 331 133 600
44
Persen 1.30 8.20 13.20 55.20 22.20 100
Tabel 2.2 memperlihatkan sebagian besar responden setuju bahwa rekan sesama ras memberikan dorongan kepada mereka dalam memilih perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Bahkan tidak sedikit resonden yang sangat setuju 22.2% bahwa rekan sesama ras memberikan dorongan pada mereka untuk memilih perguruan tinggi vokasi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa rekan sesama ras juga sangat dipertimbangkan oleh mereka untuk memilih perguruan tinggi yang mereka pilih saat ini. Misalnya terdapat beberapa mahasiswa dari daerah atau provinsi lain yang kuliah pada perguruan tinggi vokasi di Bandung menyatakan bahwa mereka memilih perguruan tinggi vokasi di Bandung tersebut atas rekomendasi temannya yang satu daerah untuk memilih perguruan tinggi yang sama, artinya pada umumnya mahasiswa yang sekolah di luar daerah cenderung mencari teman dari daerah yang sama untuk kenyamanan mereka dalam berkomunikasi pada saat proses pembelajaran di perguruan tinggi yang bersangkutan, bahkan tidak sedikit yang membentuk komunitas daerah tertentu. Tabel 2.3. Rekan Sesame Jenis Kelamin yang Memberikan Dorongan dalam Memilih Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 30 5.00 Cukup Setuju 113 18.80 Setuju 323 53.80 Sangat Setuju 131 21.80 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 2.3 di atas, terlihat sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa rekan sesama jenis kelamin memberikan dorongan kepada mereka untuk memilih perguruan tnggi vokasi, bahkan tidak sedikit (21,8%) yang menyatakan sangat setuju, walaupun masih banyak (18,8%) yang menyatakan cukup setuju 45
bahwa rekan sesama jenis kelamin menjadi dorongan bagi mereka untuk memilih perguruan tinggi vokasi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teman sesama jenis kelamin masih dipertimbangkan oleh mereka untuk memilih perguruan tinggi tempat mereka belajar saat ini. Tabel 2.2. Rekan Satu Kelas Sosial yang Samayang Memberikan Dorongan dalam Memilih Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Total Skor Sumber : Hasil olahan data, 2013
Frekuensi 4 38 132 302 124 600
Persen 0.70 6.30 22.00 50.30 20.70 100
Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden, ternyata setuju bahwa rekan satu kelas sosial yang sama memberikan dorongan kepada mereka dalam memilih perguruan tinggi vokasi, namun tidak sedikit yang menyatakan cukup setuju, walaupun jumlahnya relatif hampir sama dengan yang menyatakan sangat setuju. Hal ini memperlihatkan bahwa mahasiswa perguruan tinggi vokasi ternyata mempertimbangan rekomendasi dari rekan satu kelas sosial dengan mereka. Tabel 2.5. Orang Tua yang Memberikan Dorongan Secara Tegas dalam Memilih Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 41 6.80 Tidak Setuju 84 12.00 Cukup Setuju 102 17.00 Setuju 214 35.70 Sangat Setuju 159 26.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
46
Berdasarkan tabel 2.5 di atas, terlihat sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden setuju bahwa orang tua mereka memberikan dorongan secara tegas kepada mereka dalam memilih perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang menyatakan sangat setuju bahwa orang tua mereka yang merekomendasikan atau mengarahkan mereka untuk mendaftar di Perguran Tinggi Vokasi tertentu. Hal ini memperlihatkan bahwa mahasiswa kurang mempertimbangkan arahan yang tegas orang tua mereka dalam memilih Perguruan Tinggi tertentu. Tabel 2.6. Orang Tua yang Memberikan Dorongan Secara Halus dalam Memilih Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 14 2.30 Cukup Setuju 115 19.20 Setuju 338 56.30 Sangat Setuju 130 21.70 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 2.6 di atas memperlihatkan bahwa sebagian besar mahasiswa setuju orang tua mereka memberikan dorongan secara halus kepada mereka dalam memilih Perguruan Tinggi Vokasi tertentu yang akan menjadi tempat mereka belajar. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang menyatakan sangat setuju. Hal ini juga memperlihatkan bahwa mahasiswa sangat mempertimbangkan anjuran orang tuannya secara halus untuk memilih Perguruan Tinggi tertentu, di samping juga mempertimbangkan arahan tegas orang tua mereka, sebagai mana yang terlihat pada tabel 2.5 di atas.
47
Tabel 2.7. Orang Tua yang Memberikan Dorongan dengan Cara Membebaskan untuk Memilih Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 6 1.00 Tidak Setuju 23 3.80 Cukup Setuju 95 15.80 Setuju 320 53.30 Sangat Setuju 156 26.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Gaya pengasuhan anak yang telah dijelaskan oleh Baumrind, akan mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang anak, di mana kebiasan pola asuh dan pengajaran yang dilakukan orang tua mungkin akan berdampak pada pengembangan sikap dan perilaku anak-anak. Keberadaan orang tua sebagai kelompok referensi utama bagi seorang anak, akan bergantung pada gaya mereka dalam memberikan tuntunan kepada anak-anaknya. Sebagian besar mahasiswa ternyata setuju dengan orang tua mereka yang memberikan dorongan dengan cara membebaskan mereka untuk memilih Perguruan Tinggi Vokasi tertentu, bahkan terdapat 26% mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan sangat setuju bahwa orang tua mereka membebaskan mereka untuk memilih Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa sangat mempertimbangkan pendapat orang tua mereka untuk membebaskan mereka dalam memilih Perguruan Tinggi. 2.5.2. Kelompok Referensi Komparatif Pada penelitian ini dibahas mengenai kelompok referensi komparatif yang terdiri dari Kepemilikan otoritas pengambil keputusan (KR8), Perolehan informasi yang unggul (KR9), dan Kedekatan tokoh dengan pengambil keputusan (KR10).
48
Tabel 2.8. Tokoh Masyarakat yang MerekomendasikanPerguruan Tinggi Meskipun Saya Memiliki Otoritas Penuh Dalam Mengambil Keputusan Untuk Memilih Perguruan Tinggi(n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 34 5.70 Tidak Setuju 72 12.00 Cukup Setuju 199 33.20 Setuju 215 35.80 Sangat Setuju 80 13.30 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 2.8 di atas, terlihat bahwa terdapat kecenderungan mahasiswa setuju tokoh masyarakat memberikan rekomendasi meskipun mereka memiliki otoritas penuh mengambil keputusan untuk memilih Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa kurang mempertimbangkan rekomendasi tokoh masyarakat, walaupun mereka memiliki otoritas penuh untuk memilih Perguruan Tinggi, hal ini terlihat 33,20% menyatakan cukup cetuju dan hanya 13,30% yang menyatakan sangat setuju. Mengacu pada keterangan di atas, maka keberadaan orang tua sebagai tokoh masyarakat dapat dijadikan sebagi salah satu kelompok acuan bagi seseorang dalam memilih perguruan tinggi, akan bergantung pada otoritas remaja pemilih perguruan tinggi yang bersangkutan. Tabel 2.9. Tokoh Masyarakat Merekomendasikan Berupa Informasi Tentang Keunggulan Perguruan Tinggi(n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 9 1.50 Tidak Setuju 40 6.70 Cukup Setuju 164 27.30 Setuju 246 41.00 Sangat Setuju 141 23.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
49
41.0% mahasiswa yang dijadikan responden, sebagaimana yang telihat pada tabel 2.9 di atas, setuju bahwa tokoh masyarakat memberikan rekomendasi berupa informasi tentang keunggulan Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Bahkan terdapat 23,5% mahasiswa sangat setuju, walaupun terdapat 27,3% mahasiswa cukup setuju. Hal ini memperlihatkan bahwa mahasiswa masih mempertimbangkan tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi dengan menjelaskan keunggulan yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi yang direkomendasikan tersebut. Tabel 2.10 Memiliki Kedekatan dengan Tokoh Masyarakat yang Merekomendasikan Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 14 2.30 Tidak Setuju 62 10.30 Cukup Setuju 164 27.30 Setuju 262 43.70 Sangat Setuju 98 16.30 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 2.10 di atas, terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden lebih cenderung pada setuju dalam mempersepsikan bahwa mereka memiliki kedekatan dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa mempertimbangkan kedekatan dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan mereka untuk memilih Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa dorongan secara halus dari orangtua yang sangat dipertimbangkan oleh calon mahasiswa untuk memilih perguruan tinggi, kemudian persamaan jenis kelamin dan rekan seusia, sedangkan dorongan secara tegas dari orangtua (authoritative) kurang dipertimbangkan oleh calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi. 50
BAB 3 NILAI YANG DIRASAKAN PELANGGAN 3.1.
Definisi Nilai yang Dirasakan Pelanggan
Mosavi and Ghaedi (2011: 250) menyatakan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan merupakan nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan, sebagaimana yang dinyatakannya bahwa “perceived value has gained recent attention as a stable construct to predict buying behavior. Additionally, customers’ value perceptionshave been found to increase their willingness to buy and decreas their searc intentions for alternatives”. Demikian juga Faryabi, Kaviani, and Yasrebdoost (2012 : 77) menyatakan bahwa nilai yang dirasakan sama dengan nilai yang dipersepsikan pelanggan, yaitu “perceived value is something perceived by consumers rather than objectively determined, and Perceptions of value typically involve a tradeoff between what the consumer receives and what he or she gives up to acquire and use a product or service). Pada jasa pendidikan tinggi, Fernandez, Bonillo, Diaz, and Torres (2010: 27) memberikan pendapat yang sama, bahwa nilai yang dirasakan adalah nilai yang dipersepsi oleh pelanggan, dimana “defined value as the consumer’s overall assessment of the utility of a product based on perceptions of what is received and what is given. Demikian juga Alves (2010: 33) pada jasa pendidikan tinggi, menyatakan bahwa “perceived value is the overall evaluation that the consumer makes of a product based on perceptions of that given in exchange for that which is received”. Alves juga berpendapat yang sama dengan
51
pendapat sebelumnya di atas, bahwa nilai yang dirasakan adalah nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan. Nilai yang dirasakan (perceived value) merupakan akibat atau keuntungankeuntungan yang diterima pelanggan dalam kaitannya dengan total biaya (termasuk didalamnya adalah harga yang dibayarkan ditambah biaya-biaya lain terkait dengan pembelian). Dengan kata lain, Hesham et al (2000) menyatakan value adalah perbedaan antara manfaat-manfaat yang diterima dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Penelitian membuktikan bahwa pelanggan akan lebih puas apabila menerima “value for money (mendapat lebih manfaat dibanding biaya yang dikeluarkan)” dibandingkan pelanggan yang tidak menerimanya. Nilai yang dirasakan (perceived value) juga digunakan oleh konsumen untuk menimbang berbagai aspek layanan berbanding relatif dengan biaya yang ditawarkan beberapa penyedia jasa dalam persaingan mereka.Sehingga, perceived value dapat dipandang sebagai suatu ukuran relatif dari biaya-biaya dan aspek keuangan dari layanan suatu perusahaan dalam perbandingannya dengan pesaing-pesaing yang ada. Dalam hal ini, perceived value akan didefinisikan sebagai keseluruhan penilaian konsumen mengenai apa yang diterima berbanding relatif dengan apa yang telah diberikan. Broadly mendefinisikan, nilai yang dirasakan adalah hasil atau manfaat pelanggan menerima di dalam hubungan bagi biaya total (yang termasuk harga yang dibayar ditambah biaya lain yang terkait dengan pembelian). Secara sederhana, nilai adalah perbedaan antara benefit dan biaya yang dikeluarkan.Akan tetapi, apa yang dinyatakan nilai muncul menjadi sangat personal, dan mungkin bervariasi dari satu pelanggan ke pelanggan lain. Bukti penelitian memberikan saran bahwa pelanggan yang mempersepsikan apa yang mereka terima “nilai untuk uang” adalah lebih puas daripada pelanggan yang tidak mempersepsikan apa yang mereka terima “nilai untuk uang”. Juga nilai yang dipersepsikan mungkin digunakan oleh pelanggan untuk “menyatukan” berbagai aspek pelayanan relatif pada penawaran 52
kompetitif. Itulah mengapa, nilai yang dirasakan dapat ditunjukkan sebagai pengukuran relatif biaya dan aspek moneter yang lain dari pelayanan di dalam perbandingan kompetisi. Untuk penyelidikan ini, nilai yang dirasakan akan didefinisikan sebagai keseluruhan penilaian pelanggan akan apa yang dirasakan secara relatif pada apa yang diberikan. Alves (2010:3) menyatakan bahwa nilai adalah evaluasi secara keseluruhan yang dilakukan oleh konsumen untuk suatu produk yang didasarkan pada persepsi nilai yang diterima konsumen. Meng, Liang, and Yang (2011:20) menjelaskan nilai yang dirasakan adalah perasaan subjektif konsumen untuk membandingkan biaya yang mereka keluarkan dengan manfaat yang mereka dapatkan. Mohammad (2011:116) menyatakan bahwa nilai yang dirasakan dapat didefinisikan sebagai suatu penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh pelanggan dengan membandingkan antara manfaat produk, pelayanan, atau relasional yang diterima pelanggan dengan pengorbanan atau biaya yang mereka keluarkan. Khoddami, Moradi, and Ahmadi (2011:33) menyatakan bahwa keseluruhan nilai yang dirasakan konsumen secara masal dapat dijelaskan sebagai kesediaan konsumen untuk membayar dengan harga premium yang disesuaikan dengan produk standar. Petrick, James F. (2002:120) menerangkan empat perbedaan arti dari nilai yang dirasakan konsumen melalu pernyataan berikut, nilai yang dirasakan telah didefinisikan sebagai penilaian konsumen secara keseluruhan dari kegunaan suatu produk berdasarkan persepsi tentang apa yang diterima dan apa yang diberikan, dalam definisi ini ada empat makna beragam mengenai nilai, (1) nilai adalah harga yang rendah, (2) nilai adalah apa pun yang dimaui dari suatu produk, (3) nilai kualitas yang diterima konsumen untuk harga yang dibayarkannya, (4) nilai adlah apa yang konsumen dapatkan dari apa yang mereka berikan. Persepsi kualitas mengarah ke nilai yang dirasakan, dan nilai yang dirasakan mengarah ke niat pembelian.
53
Sementara Heinonen (2004:206) mengambil pendapat Monroe, (1990) yang menyatakan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan terbentuk dari perbandingan antara manfaat dan pengorbanan. Pernyataan di atas selanjutnya diperkuat juga oleh Chu (2009:100) yang menyatakan bahwa nilai pelanggan adalah faktor yang sangat penting dalam menciptakan loyalitas pelanggan. Pendapat lain dikemukakan oleh Khan and Kadir (2011:7056) pendekatan pertama menyatakan bahwa konsumen memperoleh nilai sesuai dengan perbedaan antara 'utilitas' atau manfaat yang diberikan oleh atribut suatu produk dan 'disutility' ketidakbermanfaatan diwakili oleh harga yang dibayarkan (Tellis dan Gaeth, 1990). Pendekatan ini didukung oleh Sinha dan DeSarbo (1998) dengan menekankan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan ini dianggap sebagai trade-off atau pertukaran antara harga dan kualitas. Maksud dari hal tersebut adalah bahwa konsumen melihat manfaat produk yang diterima serta membandingkannya dengan biaya yang dikeluarkan, selanjutnya Alves juga menambahkan bahwa nilai pelanggan merupakan preferensi yang dirasakan pelanggan serta evaluasi pada atribut produk, kinerja setiap atribut tersebut, serta pada situasi yang membuat konsumen dapat mencapai tujuannya. Borut Milfelner. (2009:606) menyebutkan bahwa, “Menurut tradisi teoritis dan penelitian dalam literatur pemasaran, nilai yang dirasakan didefinisikan sebagai trade-off antara manfaat dan pengorbanan dirasakan oleh pelanggan dalam satu tawaran pemasok (Ulaga dan Chacour, 2001; Woodall, 2003).Citra dan kualitas yang dirasakan adalah pendahulu dari nilai yang dirasakan dan kepuasan adalah salah satu konsekuensinya”. Seseorang akan dapat merasakan nilai yang tawarkan oleh pemasok pada saat terjadi pertukaran antara manfaat yang ditawarkan pemasok yang dalam hal ini adalah kualitas produk dan layanan perguruan tinggi dengan korbanan berupa uang atau dana pendidikan yang diberikan. Citra lembaga yang telah terbentuk dan kualitas yang dirasakan akan menentukan tingkat kepuasan konsumen atau dalam 54
hal ini adalah mahasiswa. Namun, penelitian ini mengkaitkan nilai yang dirasakan dengan keputusan pemilihan perguruan tinggi, sehingga sebetulnya calon mahasiswa belum merasakan kualitas produk dan layanan lembaga selain gambaran citra lembaga dan persepsi tentang kualitas yang dimaksud. Anwar and Gulzar (2011:47) mengambil pendapat dari Zeithmal yang menerangkan bahwa nilai pelanggan adalah the customer’s overall assessment of the utility of a product based on perceptions of what is received and what is given. Penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap manfaat suatu produk didasarkan pada persepsi dari apa yang diterima dengan apa yang diberikan. Mengacu pada pendapat Anwar dan Gulzar di atas, maka keberadan nilai lembaga perguruan tinggi di mata calon mahasiswa hanya didasarkan pada anggapan-anggapan yang terlintas di dalam pikirannya tanpa merasakan kualitas dari lembaga termaksud, dibandingkan dengan segala hal yang akan dikorbankannya untuk dapat menikamati atau merasakan manfaat yang ditawarkan lembaga perguran tinggi yang dimaksud. Rajaguru and Matanda (2011:17) menyatakan bahwa atribut fungsional adalah bukti fisik yang mempengaruhi motivasi pembelian dan pengambilan keputusan oleh konsumen. George Evans (2002:135) menerangkan bahwa, pendekatan nilai yang dirasakan pelanggan mencoba untuk mengidentifikasi bagaimana orang mengevaluasi penawaran yang bersaing dengan asumsi bahwa ketika mereka membuat keputusan pembelian mereka, mereka melakukannya dengan nilai sebagai pendorong utama. Kuo-Ming Chu at all. (2009:99) menyebutkan bahwa, penelitian Heskett et al. (1994) dan Eisingerich & Bell (2007) mengevaluasi hubungan antara nilai pelanggan dan loyalitas. Satu model, yang disebut "menempatkan rantai layanan-profit untuk bekerja" merangkum konsep yang memberikan nilai pelanggan pada gilirannya akan mempengaruhi kepuasan pelanggan, dan kepuasan pelanggan pada gilirannya akan mempengaruhi loyalitas pelanggan, 55
yang kemudian akan mempengaruhi keuntungan dan pertumbuhan perusahaan. Brown and Mazarol (2008:86) mengungkapkan, penggunaan ukuran NILAI dianggap tepat karena nilai yang berbeda terhadap kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen memberikan pengaruh kuat pada niat pembelian daripada kualitas pelayanan. Penelitian ini menggunakan definisi nilai yang dirasakan pelanggan menurut para ahli yang diantaranya adalah Heinonen (2004:206) dengan mengambil pendapat Monroe, (1990) yang menyatakan nilai yang dirasakan pelanggan terbentuk dari perbandingan antara manfaat dan pengorbanan. Selanjutnya, Mohammad (2011:116) mengungkapkan bahwa, nilai yang dirasakan dapat didefinisikan sebagai suatu penilian atau evaluasi yang dilakukan oleh pelanggan dengan membandingkan antara manfaat produk, pelayanan, atau relasional yang diterima pelanggan dengan pengorbanan atau biaya yang mereka keluarkan). Pendapat lain dikemukakan oleh Khan and Kadir (2011:7056), “Pendekatan pertama menyatakan bahwa konsumen memperoleh nilai sesuai dengan perbedaan antara 'utilitas' atau manfaat yang diberikan oleh atribut suatu produk dan 'disutility' ketidakbermanfaatan diwakili oleh harga yang dibayarkan (Tellis dan Gaeth, 1990).Pendekatan ini didukung oleh Sinha dan DeSarbo (1998) dengan menekankan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan ini dianggap sebagai trade-off atau pertukaran antara harga dan kualitas”. Penelitian ini tidak menggunakan pendapat para ahli seperti yang dikemukan oleh Chu (2009:100) yang menyatakan bahwa nilai pelanggan adalah faktor yang sangat penting dalam menciptakan loyalitas pelanggan. Pendapat tersebut tidak digunakan karana fokus penelitian ini tidak ditujukan untuk mengkaji kreasi nilai pelanggan (sudut pandang lembaga dalam rangka menciptakan loyalitas konsumen) melainkan pada nilai yang dirasakan konsumen. Pendapat Alves (2010:3) yang mengatakan bahwa nilai pelanggan merupakan preferensi yang dirasakan pelanggan serta 56
evaluasi pada atribut produk, kinerja setiap atribut tersebut, serta pada situasi yang membuat konsumen dapat mencapai tujuannya. Penelitian ini tidak melibatkan situasi dan kondisi yang melingkupi calon mahasiswa secara khusus, melainkan pada perbandingan manfaat dan korbanan yang dirasakan oleh mahasiswa. Hal yang sama juga ditetapkan pada pendapat Meng, Liang, and Yang (2011:20), dengan pernyataanya yang mengatakan bahwa, nilai yang dirasakan adalah perasaan subjektif konsumen untuk membandingkan biaya yang mereka keluarkan dengan manfaat yang mereka dapatkan. Pendapat tersebut tidak digunakan dalam penelitian ini karena dalam penerapannya Meng at all. melibatkan kebijakan promosi yang dilakukan oleh perusahaan yang tentu saja sudut pandang calon mahasiswa menganggapnya sebagai janji-janji lembaga yang belum tentu dibuktikan di luar dari manfaat inti yang dibandingkan dengan korbanan para calon mahasiswa. Selain itu Meng et all. juga melibatkan pengalaman calon mahasiswa, sementara penelitian ini lebih ditujukan pada mahasiswa-mahasiswa yang baru pertama kali memilih perguruan tinggi bukan mahasiswa yang telah berpengalaman dalam memilih perguruan tinggi.Terakhir adalah bahwa maksud dari nilai yang dirasakan pelanggan dalam penelitian ini adalah perasan subjektif dan pribadi dari seorang mahasiswa, bukan yang didasarkan pada adanya dorongan orang atau sekelompok orang lainnya. Khoddami et all. (2011:33) menyatakan bahwa keseluruhan nilai yang dirasakan konsumen secara massal dapat dijelaskan sebagai kesediaan konsumen untuk membayar dengan harga premium yang disesuaikan dengan produk standar. Pendapat tersebut juga tidak digunakan dalam penelitian ini karena nilai yang dirasakan pelanggan dalam penelitian ini tidak ditujukan untuk menciptakan satu kondisi dimana konsumen mau dan mampu membayarkan sejumlah korbanan tertentu dalam jumlah yang paling maksimum untuk satu produk standar, melainkan untuk mengkaji sejauh mana manfaat yang dirasakan mahasiswa dibandingkan dengan korbanan yang 57
dikeluarkannya. Diacic, Arslanagic, Maglailic, Markovic, and Raspor (2013: 141) dalam suatu penelitiannya menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan dan nilai yang dirasakan pelanggan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Demikian juga nilai yang dirasakan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang dirasakan. Oleh karena itu, nilai yang dirasakan pelanggan akan timbul apabila pelanggan merasakan kualitas pelayanan yang akan diberikan oleh penyedia layanan. Ghalandari (2013: 305) hasil dari analisis berdasarkan (SEM) menunjukkan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan apabila kualitas pelayanan yang dirasakan baik; demikian juga nilai yang dirasakan pelanggan memberikan pengaruh yang posiif terhadap komunikasi dari mulut ke mulut. Nilai yang dirasakan pelanggan adalah suatu nilai yang dapat membuat mereka merekomendasikan pada fihak lain, walaupun kenyataannya belum dialami. Liang (2013: 163) menurut penelitian, tekanan waktu memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap semua dimensi nilai yang dirasakan konsumen; Sementara itu, antara dimensi nilai yang dirasakan, hanya nilai emosional memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian pelanggan. Dengan demikian, nilai yang dirasakan pelanggan merupakan perasaan pelanggan atas suatu nilai apabila mereka sudah memilih untuk membeli suatu produk atau layanan. Yen (2013: 13) temuan mengungkapkan bahwa nilai yang dirasakan, termasuk nilai informasi, nilai sosial, dan nilai hedonic, memiliki dampak positif berpengaruh terhadap minat konsumen, tetapi efek mediasi kepuasan pelanggan hanya signifikan untuk nilai sosial dan nilai hedonic, termasuk nilai informasi. Dengan demikian, Nilai yang dirasakan konsumen terdiri dari tiga dimensi, yaitu nilai informasi, nilai sosial, dan nilai hedonic. Choi and Kim (2013: 110) temuan penelitian menunjukkan 58
bahwa nilai yang dirasakan memiliki efek positif terhadap minat beli dan kepuasan pelanggan di masa depan. Studi ini menunjukkan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan didapatkan oleh pelanggan sebelum mereka memilih produk atau layanan. Penelitian disertasi ini menggunakan konsep definisi customer perceive value sebagai berikut, nilai yang dirasakan pelanggan merupakan perasaan pribadi seorang pelanggan atas manfaat yang mereka terima dibandingkan dengan korbanan yang dikeluarkannya. Dimensi nilai yang dirasakan pelanggan dalam penelitian disertasi ini didasarkan pada teori yang dikemukan oleh Nasreen Khan (2010:21), Ndubisi (2005:50) dan Khan and Kadir (2011:70577063).Dari teori-teori yang dinyatakan oleh para ahli tersebut, maka dimensi nilai yang dirasakan pelanggan dalam penelitian ini terdiri dari nilai fungsional dan nilai relasional yang dirasakan pelanggan. 3.2.
Pengukuran Nilai yang Dirasakan Pelanggan
Khan and Kadir (2011:7063) menyatakan bahwa dimensi dari nilai yang dirasakan ada dua, yaitu nilai fungsional (perceived functional value) dan nilai relasional (perceived relational value). “That multi dimensional measure of perceived value must be functional and relational aspects”.Nilai yang dirasakan harus diukur secara multi dimensi yaitu aspek fungsional dan relasional. Khoddami at.all (2011:34) menggunakan tiga dimensi nilai yang dirasakan, yaitu tiga sumber penaikan harga terkait dengan produk massal yang disesuaikan teridentifikasi sebagai berikut: nilai manfaat, nilai perbedaan antar pribadi dan nilai ekspresi diri. Donna Gill, Brett Byslma and Robyn Ouschan (2007:260) membahas pendapat para ahli lain yang menerangkan nilai yang dirasakan pelanggan diukur dengan multi dimensi, hal tersebut dipaparkan sebagai berikut, “telah ada upaya untuk membangun ukuran multi-dimensi dari nilai yang dirasakan pelanggan membangun. Multidimensi pertama yang dirasakan nilai ukuran, yang dikenal sebagai 59
PERVAL, dikembangkan oleh Sweeney dan Soutar (2001). Skala ini, berdasarkan kerangka konseptual yang dikembangkan oleh Sheth et al. (1991), menetapkan empat dimensi nilai yang relevan dengan potensi pembelian barang tahan lama dalam pengaturan ritel: kualitas, harga, nilai emosional dan nilai sosial. Sifat multi-dimensi dari nilai yang dirasakan pelanggan diuji, dengan hasil menunjukkan bahwa dimensi nilai beberapa menjelaskan tiga hasil perilaku yang berkaitan dengan pilihan konsumen lebih baik daripada "keseluruhan nilai untuk uang", menyoroti kebutuhan untuk nilai operasional yang dirasakan dalam istilah multi-dimensi (Sweeney dan Soutar, 2001). Petrick (2002) baru-baru ini menghasilkan ukuran multi-dimensi dari nilai yang dirasakan dalam konteks pelayanan. Serv-PERVAL skala nilai opeasioanal yang dirasakan sebagai lima dimensi terdiri dari kualitas, harga moneter, reputasi non-moneter, harga dan respon emosional.” Para ahli di atas berpendapat bahwa untuk mengukur nilia yang dirasakan pelanggan, perlu melakuan penelaahan terhadap beberapa dimensi atau multidimensi yang mengkaitkan dimensi kualitas dalam hal ini adalah kualitas produk dan layanan pendidikan, harga atau dana pendidikan yang harus dibayarkan oleh mahasiswa, nilai sosial dan nilai emosional yang akan dirasakan oleh mahasiswa. Mohammad (2011:34) sesuai dengan pendapat Zeithaml‟s (1988) menggunakan dimensi nilai yang dirasakan antara lain adalah kualitas, harga dalam bentuk keuangan, harga di luar keuangan, reputasi dan tanggapan emosional. Mengacu pada konsep Zeithaml‟s (1988) tentang operasionaliasi nilai yang dirasakan dibangun oleh lima dimensi antara lain, kualitas, harga dalam bentuk keuangan, harga di luar keuangan, reputasi dan tanggapan emosional. Meng, Liang, and Yang (2011:25) merumuskan penggunaan pengukuran indikator nilai yang dirasakan pelanggan pada penelitiannya, antara lain yaitu: a. I will purchase cruise tour because of how it is promoted. Saya akan membeli tur pesiar karena bagaimana dipromosikan. b. I would select cruise tour because cruise service is better than normal passenger ship. Saya akan memilih tur pesiar karena layanan 60
c.
d.
e. f.
jelajah lebih baik dari kapal penumpang normal. I would opt for cruise tour because cruise’s overall facilities are different to normal passenger ship. Aku akan memilih untuk pesiar tur karena fasilitas keseluruhan pesiar yang berbeda dengan kapal penumpang biasa. I would pay for this tour because cruise ship is a novel travel experience. Saya akan membayar untuk tur ini karena kapal pesiar adalah pengalaman perjalanan baru. I would pay for this cruise tour product on blind impulse. Saya akan membayar untuk produk ini tur jelajah pada dorongan buta I paid trip expenses and am satisfied by the experience. Aku membayar biaya perjalanan dan saya puas dengan pengalaman.
Mengacu pada definsi-definisi nilai yang dirasakan pelanggan, seperti yang disampaikan oleh Anwar and Gulzar (2011:47) yang mengambil pendapat dari Zeithmal menerangkan bahwa penilaian pelanggan secara keseluruhan ditujukan terhadap perbandingan manfaat suatu produk didasarkan pada persepsi dari apa yang diterima dengan apa yang diberikan;Khan and Kadir (2011:7056) yang menyatakan bahwa konsumen memperoleh nilai sesuai dengan perbedaan antara manfaat produk dengan harga (Tellis dan Gaeth, 1990); Sinha dan DeSarbo (1998) dengan menekankan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan ini dianggap sebagai pertukaran antara harga dan kualitas; Heinonen (2004:206) mengambil pendapat Monroe, (1990) yang menyatakan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan terbentuk dari perbandingan antara manfaat dan pengorbanan, maka dalam mengukur nilai yang dirasakan pelanggan perlu ada perbandingan mengenai besar kecilnya manfaat atau fungsi yang dirasakan oleh pelanggan. Dengan kata lain ada kesesuaian pendapat para ahli di atas dengan pendapat Khan and Kadir (2011:7063) yang menyatakan bahwa dimensi dari nilai yang dirasakan dapat ditinjau dari dua aspek 61
yaitu nilai fungsional yang dirasakan (perceived functional value) dan nilai relasional yang dirasakan (perceived relational value). Nilai fungsional akan terkait dengan perbandingan manfaat produk yang ditawarkan dengan biaya perolehan produk tersebut, sementara nilai relasional akan terkait dengan manfaat jalinan kerja sama antara pelanggan dengan produsen atau supplier yang menawarkan produk tersebut. Penelitian Nasreen Khan (2010:21) menggunakan pendapatpendapat para ahli yang menyatakan bahwa, “jasa merupakan sesuatu yang kompleks dimana keberadaan hubungan harus dimasukkan dalam pembahasan mengenai persepsi nilai (Gronroos, 1996) karena hubunganlah yang menentukan nilai dari layanan (Kandampully dan Duddy, 1999). Namun, sebagian besar penelitian berfokus pada nilai dari produk fisik dan mengabaikan nilai hubungan (Dwyer dan Tanner, 1999).Memang, hubungan antara pembeli dan penjual adalah fenomena dinamis dan perlu untuk memahami sifat dinamis dari penciptaan nilai dalam hubungan tersebut (Eggert, Ulaga dan Schultz, 2006). Namun demikian, pengukuran pada nilai hubungan ini masih dalam masa pengembangan (Gummesson et al 1997). Dengan demikian dua perspektif dimensi nilai itu direkomendasikan untuk penelitian masa depan: satu fokus pada nilai produk/jasa dan kesepakatan yang lainnya dengan nilai hubungan (Lindgreen dan Wynstra, 2005). Berdasarkan ulasan kritis dan rekomendasi, penulis (Nasreen Khan) mengusulkan nilai yang dirasakan diukur secara multidimensi yaitu nilai fungsional dan relasional”. Sesuai dengan pendapat-pendapat tersebut, maka dalam penelitian disertasi ini, variabel nilai yang dirasakan pelanggan akan dijelaskan dengan dimensi nilai fungsional yang dirasakan pelanggan dan nilai relasional yang dirasakan pelanggan. Hal tersebut dikarenakan sektor perguruan tinggi merupakan sektor jasa yang dalam pengoprasiannya pasti akan sangat terkait dengan fungsi keberadaan lembaga perguruan tinggi bagi mahasiswa serta hubungan mahasiswa dengan seluruh stake holder lainnya. 62
3.2.1. Nilai Fungsional Roig, Garcia, Tena, and Monzonis (2006:270) menyatakan bahwa, “nilai fungsional ditentukan oleh penilaian rasional dan ekonomi individu.Kualitas produk dan kualitas layanan membentuk bagian dari dimensi ini. Dimensi afektif dibagi menjadi dimensi emosional (berkaitan dengan perasaan atau emosi internal) dan dimensi sosial (berkaitan dengan dampak sosial dari pembelian)”. Khan and Kadir (2011:7057) menyatakan bahwa functional value is proposed to compose of responsiveness. Nilai fungsional ditujukan untuk menyusun respon-respon atau tanggapan-tanggapan. Khan and Kadir (2011:7063) membagi nilai fungsional menjadi dua bagian, yaitu kualitas pelayanan fungsional dan nilai pelayanan fungsional. Kualitas pelayanan fungsional terdiri dari enam indikator, yaitu: a. Pegawai tertarik untuk menyelesaikan permasalahan pelanggan b. Pegawai melaksanakan aktivitas/ kegiatan sesuai dengan waktu yang dijanjikan c. Perusahaan memberikan pelayanan terbaik dari waktu pertama kali. d. Perusahaan melayani dengan hati. e. Perusahaan mengetahui kebutuhan pelanggan secara spesifik. f. Perusahaan memberikan saran kepada pelanggan mengenai produk/ layanan yang tepat. Sedangkan nilai pelayanan fungsional terdiri dari enam indikator juga, yaitu: a. Biaya yang dikeluarkan pelanggan sesuai dengan pelayanan yang ditawarkan. b. Biaya yang dikeluarkan pelanggan untuk produk/ pelayanan perusahaannya sama dengan biaya pelanggan pada perusahaan sejenis c. Biaya yang dikeluarkan pelanggan dapat disesuaikan dengan produk/ layanan yang ditawarkan. d. Perusahaan fleksibel dalam merespon permintaan pelanggan. 63
e. f.
Perusahaan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan produk dan pelayanan sesuai dengan selera pelanggan. Perusahaan dapat merubah cara melayani pelanggan menjadi lebih mudah.
Berdasarkan indikator-indikator dari nilai yang dirasakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan fungsional itu merupakan manfaat pelayanan, sedangkan nilai pelayanan fungsional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan. Sehingga nilai fungsional adalah evaluasi yang dilakukan pelanggan dengan membandingkan kualitas pelayanan fungsional dengan nilai pelayanan fungsional. Rajaguru and Matanda (2011:17) menyatakan bahwa atribut fungsional adalah bukti fisik yang mempengaruhi motivasi pembelian dan pengambilan keputusan oleh konsumen. Pada bidang pendidikan hal tersebut akan teridiri dari variasi pembelajaran, kenyamanan dalam belajar, dan petugas/dosen yang bersahabat. Rintamaki and Mitronen (2011:6) menyatakan bahwa proposisi nilai pelanggan didasarkan pada nilai ekonomis (fokus pada harga), nilai fungsional (fokus pada solusi), nilai emosional (fokus pada pengalaman pelanggan), nilai simbolis (fokus pada arti), atau kombinasi dari semuanya. Nilai fungsional berdasarkan pernyataan Rintamaki at.all di atas fokus pada solusi, sehingga nilai fungsi yang dirasakan pelanggan seharusnya dapat menjadi solusi bagi pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang menyangkut kualitas pelayanan fungsional dan nilai pelayanan fungsional. Pendapat Khan and Kadir (2011:7062) mengenai indikator dimensi nilai fungsional digunakan dalam penelitian disertasi ini guna menjelaskan variabel nilai yang dirasakan pelanggan, yang antara lain adalah ketertarikan pegawai untuk menyelesaikan permasalahan pelanggan, ketepatan waktu pelaksanaan tugas oleh pegawai, perusahaan sejak awal telah memberikan pelayanan terbaik, 64
perusahaan melayani dengan hati, perusahaan mengetahui kebutuhan pelanggan secara spesifik, perusahaan memberikan saran kepada pelanggan mengenai produk/layanan yang tepat. Hal tersebut didasarkan pada kualitas pelayanan fungsional di dunia pendidikan akan sangat terkait dengan ketertarikan pegawai (baik staf adminstrasi atau pun staf pengajar) untuk menyelesaikan permasalahan pelanggan khususnya mengenai perolehan ilmu pendidikan dan gelar. Aktivitas yang dilakukan oleh pegawai perguruan tinggi disesuaikan dengan waktu yang dijanjikan (terjadwal baik dalam kegiatan belajar mangajar ataupun kegiatan akademik lainnya). Perusahaan memberikan pelayanan terbaik dari waktu pertama kali, dalam hal ini lembaga perguruan tinggi dituntut untuk dapat melayani sejak calon mahasiswa informasi tentang perguruan tinggi sampai dengan pelayanan terhadap alumi perguruan tinggi tersebut. Perusahaan melayani dengan hati, secara umum melayani manusia harus menggunakan perasaan tentang hal yang baik dan yang buruk sebagai seorang manusia, begitu pun pada pelayanan perguruan tinggi yang berkaitan dengan proses pencapaian cita-cita mahasiswa sebagai pelanggannya. Perusahaan mengetahui kebutuhan pelanggan secara spesifik, lembaga perguruan tinggi tentu berusaha untuk menyesuaikan produk-produk layanan yang ditawarkannya dengan kebutuhan para pelanggannya secara spesifik, misalnya dalam penentuan program studi yang ditawarkan kepada para pelanggan. Perusahaan memberikan saran kepada pelanggan mengenai produk/ layanan yang tepat, dalam hal ini lembaga perguruan tinggi diharapkan untuk dapat memberikan saran kepada calon pelanggan mereka dalam memilih program studi yang tepat sesuai dengan minat dan bakat para calon pelanggan tersebut. Indikator dimensi nilai fungsional lainnya menurut pendapat Khan and Kadir (2011:7062) yang digunakan dalam penelitian disertasi ini adalah nilai pelayanan fungsional (berkenaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan), yang antara lain menyangkut kesesuaian biaya dengan pelayanan, penetapan biaya relative sama 65
dengan biaya yang ditetapkan oleh perusahaan sejenis, perusahaan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan produk dan pelayanan dengan selera pelanggan serta perusahaan dapat merubah cara melayani pelanggan. Hal tersebut dikarenakan perguruan tinggi umumnya menetapkan biaya yang berbeda-beda sesuai dengan program studi yang ditawarkan, bahkah berdasarkan urutan gelombang pendaftaran para calon mahasiswanya. Biaya yang ditetapkan oleh satu lembaga perguruan tinggi tertentu cenderung sama dengan lembaga perguruan tinggi lainnya yang sejenis dan satu tingkataan atau segemen pasar yang sama. Perguruan tinggi sebagai lembaga yang bertujuan melakukan penelitian, pengajaran dan pengabdian pada masyarakat, tentu dipandang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan produk (program studi) dan pelayananya dengan selera pelanggan (calon mahasiswa) yang sedang berusaha untuk mengejar cita-citanya. Perguruan tinggi sebagai salah satu pusat penelitian, salah satunya bertujuan untuk dapat menemukan dan menerapkan sistem dan proses pelayanan pelanggan yang lebih mudah bagi kedua belah pihak, baik mahasiswa sebagai pelanggan dan juga perguruan tinggi sebagai penyedia layanan. Namun demikian tidak semua indikator nilai pelayanan fungsional Khan and Kadir, karena poin-poin mengenai biaya yang dikeluarkan pelanggan dapat disesuaikan dengan produk/layanan yang ditawarkan, serta tingkat fleksibilitas perusahaan dalam merespon permintaan pelanggan, tidak dapat digunakan untuk menjelaskan nilai pelayanan fungsional dalam dunia perguruan tinggi. Perguruan tinggi umumnya menetapkan biaya berdasarkan penyelenggaraan pendidikan oleh progam studi tertentu, dan mahasiswa sebagai pelanggan tidak bisa menambah atau pun mengurangi layanan yang diingikannya secara pribadi. Perguruan tinggi pun, tidak bisa sefleksibel perusahaan pada umumnya dalam merespon permintaan pelanggan, karena perguruan tinggi tidak sepenuhnya ditujukan untuk memenuhi harapan pelanggannya, 66
melainkan harus memenuhi peraturan dan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui direktorat pendidikan tinggi. Penelitian ini menggunakan pengukuran customer perceived value pada dimensi nilai fungsional yang dirasakan pelanggan yaitu evaluasi yang dilakukan pelanggan dengan membandingkan kualitas pelayanan fungsional dengan nilai pelayanan fungsional, melalui indikator ketertarikan lembaga dalam menyelesaikan masalah mahasiswa, kesesuaian kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan, pemenuhan spesifikasi kebutuhan mahasiswa, ketepatan saran yang diberikan, kesesuaian biaya dengan pelayanan yang ditawarkan, kesamaan biaya dengan lembaga lain yang sejenis, serta flexibilitas pelayanan terhadap mahasiswa. 3.2.2. Nilai Relasional Chen (2011:11487) mendefinisikan nilai relasional dengan menyatakan bahwa, nilai relasional telah didefinisikan sebagai trade-off antara manfaat (apa yang Anda dapatkan) dan pengorbanan (apa yang Anda berikan) dalam pertukaran pasar. Walter, Mueller, and Helfert (2011:4) menyatakan bahwa kita dapat mendefinisikan nilai hubungan pelanggan sebagai trade-off antara manfaat ganda dan pengorbanan dirasakan oleh pelanggan, mengenai semua aspek dari hubungan bisnis dengan pemasok. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa Walter et all juga memiliki pendapat sama dengan pendapat Chen (2011:11487), bahwa nilai relasional adalah suatu evaluasi yang dilakukan oleh pelanggan dengan membandingkan antara keseluruhan manfaat yang diterima pelanggan dengan korbanan yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk mendapatkan produk atau layanannya. Sementara itu, Khan and Kadir (2011:7057) menjelaskan nilai relasional dengan pernyataan, nilai relasional ini mengacu pada bagaimana seorang pelanggan menilai manfaat dan efektivitas hubungan kerja mereka dengan salah satu pemasok secara relative, dari pada alternatif pemasok-pemasok lainnya. 67
Khan and Kadir (2011:7062) selanjutnya menyatakan bahwa dimensi dari nilai relasional adalah kepercayaan relasional (relational trust) dan komitmen relasional (relational commitment). Kepercayaan relasional terdiri dari 6 indikator sebagai berikut: 1. Perusahaan berbagi masalah yang timbul dalam perjalanan dari hubungan pelanggan dengan perusahaan. 2. Perusahaan memiliki komitmen yang kuat untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan. 3. Perusahaan menginginkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan masa kontrak 4. Perusahaan menjaga pelanggan agar tetap mendapatkan produk baru yang menarik bagi pelanggan 5. Perusahaan menyediakan petugas pelayanan dan konsultasi bagi pelanggan 6. Perusahaan memberikan informasi yang benar dan transfaran. Komitmen relasional juga terdiri dari 6 indikator, yaitu: 1. Perusahaan meyakinkan kepada pelanggan bahwa tidak akan ada masalah selama melakukan kerjasama. 2. Petugas pelayanan memiliki kemampuan untuk mendiskusikannya dengan pelanggan apabila permasalahan timbul ketika bekerjasama. 3. Pelanggan percaya pada jawaban perusahaan, ketika perusahaan memberikan penjelasan yang kurang disukai pelanggan. 4. Perusahaan memberikan informasi yang akurat. 5. Perusahaan menjaga janjinya yang telah diberikan pada pelanggan. 6. Perusahaan membuat pelanggan percaya pada setiap proses pelayanannya. Keterangan dari Khan and Kadir di atas, mengisyaratkan bahwa nilai relasional dapat dirasakan jika relasional dibangun dengan adanya saling percaya dan komitmen. Dalam hal ini mahasiswa dan lembaga perguruan tinggi sama-sama percaya dan berkomitmen untuk saling berbagi dalam penyelesaian masalah, saling memenuhi isi kontrak, serta saling memberikan informasi yang jelas dan transparan. 68
Terbangunnya hubungan yang saling percaya dan berkomitmen, diharapkan dapat memberikan tingginya nilai relasional yang dirasakan mahasiswa sebagai pelanggan lembaga perguruan tinggi. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa penelitian disertasi ini menggunakan pendapat Khan and Kadir (2011:7062) yang menyatakan bahwa nilai yang dirasakan pelanggan dapat diukur dengan nilai fungsional yang dirasakan serta nilai relasional yang dirasakan, diperkuat oleh pendapat Ndubisi (2005:50) dengan pernyataan bahwa terdapat sejumlah teori terkait dengan kunci utama yang menjelaskan pemasaran hubungan yang tentu saja mengandung nilai-nilai relasional. Pendapat tersebut diungkapkan dalam pernyataan berikut, “Literatur hubungan pemasaran telah memunculkan sejumlah teori mengenai kunci utama dari hubungan pemasaran misalnya, kompetensi (Anderson & Weitz 1989), kepercayaan (Moorman et al 1993;. Morgan dan Hunt 1994, Wong & Sohal 2002, Ndubisi 2004), komitmen (Morgan dan Hunt 1994, Wong & Sohal 2002, Ndubisi 2004), ekuitas (Gundlach & Murphy 1993), empati (Ndubisi, 2004), penanganan konflik (Dwyer et al 1987;.. Ndubisi et al 2004), dan komunikasi atau berbagi rahasia (Crosby et al 1990;.Morgan dan Hunt, 1994; Ndubisi et al. 2004). Mengacu pada pendapat tersebut di atas, dapat diketahui bahwa seorang calon mahasiswa sesungguhnya bisa mempertimbangkan beberapa aspek dalam nilai yang mereka rasakan secara relasional, yang diantaranya adalah kompetensi, kepercayaan, komitmen, ekuitas, empati, penanganan konflik dan komunikasi. Wilson (2011:84) menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh Hoy et al. (2006) menunjukkan bahwa kepercayaan merupakan faktor penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang sehat. Kepercayaan merupakan elemen penting dalam mengembangkan lingkungan sekolah yang sehat, penuh arti dan tujuan (Hoy et al, 2006;Tarter et al, 1989). Selain itu, hasil dalam studi kepercayaan dan iklim sekolah mendukung premis bahwa perilaku dan
69
interaksi kolegial dari administrator adalah hal yang terpenting untuk lingkungan belajar yang sehat dan terbuka (Hoy et al., 2006). Kepercayaan berdasarkan penemuan Hoy et al., (2006); Tarter et al., (1989)dalam Gaye R. Wilson (2011:84), digunakan sebagai indikator relational value, karena mahasiswa perlu untuk meyakinkan diri mereka akan kemampuan perguruan tinggi (baik staf administrasi atau pun staf pengajarnya) dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan mereka dalam meraih cita-cita hidupnya. Komitmen digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini karena keberadaannya sangat diperlukan untuk keberlangsungan hubungan yang saling menguntungkan antara mahasiswa dengan lembaga pendidikan tinggi sejak pencariaan informasi pendaftaran sampai dengan pelayanan terhadap lulusan pendidikan tinggi tersebut. Raymond Wong (2012:16) menyebutkan bahwa perlu ada hubungan yang berkomitmen antara mahasiswa dengan lembaga pendidikan tinggi, hal tersebut disampaikan dengan pernyataan, siswa adalah pengguna langsung pendidikan, dan siswa juga menganggap diri mereka sebagai pelanggan pendidikan (Finney dan Finney, 2010). Hal ini berguna untuk menyelidiki faktor penentu kunci dari komitmen hubungan karena komitmen dapat membantu pengalokasian sumber daya yang lebih baik pada pendidikan tinggi yang dibiayai sendiri. Penanganan konflik dijadikan indikator dalam disertasi ini karena konfik pasti ada, yang didorong oleh banyaknya perbedaan pendapat berdasarkan pengalaman dan keilmuan individu-individu di perguruan tinggi. Klingel and maffie (2011:12) menyebutkan bahwa, “universitas adalah tempat kerja di mana konflik merupakan bagian penting dari struktur kehidupan organisasi. Memang, berdebat dan pertentangan ide-ide merupakan mata uang dalam pendidikan tinggi. "Masyarakat kampus" diasumsikan sebagai tempat di mana pertentangan sudut pandang dapat hidup berdampingan serta diharapkan dan didorong oleh ketidaksepakatan. Namun, konflik interpersonal kadang-kadang
70
tidak produktif dan sering kali merusak jalannya perguruan tinggi sebagai tempat kerja”. Komunikasi digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini karena saat ini dunia pendidikan khususnya pendidikan tinggi telah menunjukkan persaingan yang tinggi dalam usaha mendapatkan mahasiswa sebagai pelanggannya, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Strasser mengenai persaingan pemasaran pendidikan tinggi dan pentingnya komunikasi. Strasser (2007:4) menerangkan bahwa lingkungan pemasaran pendidikan tinggi telah memasuki era persaingan tinggi yang memerlukan komunikasi sebagai kerangka kerja pemasaran yang konsisten. Nilai relasional yang dirasakan pelanggan dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai nilai perbandingan antara manfaat yang diterima oleh pelanggan dengan pengorbanan yang keluarkan oleh pelanggan tersebut secara relative, jika kemudian dibandingkan dengan nilai yang bisa mereka dapatkan dari hubungan kerja sama dengan pihak-pihak lain sebagai alternative, yang pengukurannya meliputi kepercayaan, komitmen, penanganan konflik dan komunikasi. 3.3.
Nilai yang Dirasakan Mahasiswa Perguruan Tinggi Vokasi di Jawa Barat (Hasil Penelitian Adriza, 2013).
3.3.1. Nilai Fungsional Pada penelitian ini, dibahas mengenai unsur dari nilai fungsional yang dirasakan mahasiswa meliputi Ketertarikan lembaga dalam menyelesaikan masalah mahasiswa (ND1), Kesesuaian kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan (ND2), Pemenuhan spesifikasi kebutuhan mahasiswa (ND3), Ketepatan saran yang diberikan (ND4), Kesesuaian biaya dengan pelayanan yang ditawarkan (ND5), Kesamaan biaya dengan lembaga lain yang sejenis (ND6), Flexibilitas pelayanan mahasiswa (ND7).
71
Tabel 3.1. Lembaga Perguruan Tinggi Memiliki Ketertarikan dalam Menyelesaikan Masalah Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 5 0.80 Tidak Setuju 28 3.70 Cukup Setuju 143 23.80 Setuju 322 53.70 Sangat Setuju 102 17.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 3.1 di atas, terlihat bahwa mahasiswa cenderung setuju bahwa lembaga Perguruan Tinggi memiliki ketertarikan dalam menyelesaikan masalah mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa merasakan bahwa perguruan tinggi vokasi yang mahasiswa pilih memiliki suatu komitmen untuk menyelesaikan masalah mereka. Tabel 3.2.Lembaga Perguruan Tinggi Memiliki Kesesuaian Kegiatan dengan Jadwal Yang Dijanjikan (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 10 1.70 Tidak Setuju 20 3.30 Cukup Setuju 157 26.20 Setuju 286 47.70 Sangat Setuju 127 21.20 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 3.2 memperlihatkan sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden kurang setuju bahwa lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar memiliki kesesusaian kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa merasakan adanya kurang sesuai antara kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan pada Perguruan Tinggi yang mereka akan pilih, padahal kesesuaian kegiatan jadwal tersebut menjadi suatu dasar nilai 72
yang dipersepsi oleh mahasiswa untuk memilih Perguruan Tinggi tersebut. Tabel 3.3. Lembaga Perguruan Tinggi Telah Memenuhi Spesifikasi Kebutuhan Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 5 0.80 Tidak Setuju 19 3.20 Cukup Setuju 171 28.50 Setuju 328 53.70 Sangat Setuju 77 12.80 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden setuju bahwa lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar telah memenuhi spesifikasi kebutuhan mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi yang akan dipilih oleh mahasiswa untuk menjadi tempat mereka belajar, sudah mampu membangun persepsi mahasiswa, bahwa Perguruan Tinggi tersebut telah memenuhi spesifikasi kebutuhan mahasiswa, merupakan nilai yang ditawarkan oleh Perguruan Tinggi tersebut. Maksud dari hal tersebut adalah bahwa konsumen melihat manfaat produk yang diterima serta membandingkannya dengan biaya yang dikeluarkan, selanjutnya Alves juga menambahkan bahwa nilai pelanggan merupakan preferensi yang dirasakan pelanggan serta evaluasi pada atribut produk, kinerja setiap atribut tersebut, serta pada situasi yang membuat konsumen dapat mencapai tujuannya. Karena itu spesifikasi kebutuhan mahasiswa yang dipersepsikan oleh mahasiswa memperlihatkan kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh Perguruan Tinggi tersebut.
73
Tabel 3.4 Lembaga Perguruan Tinggi Akan Memberikan Saran-Saran yang Tepat Kepada Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 9 1.50 Tidak Setuju 12 2.00 Cukup Setuju 175 29.20 Setuju 317 52.80 Sangat Setuju 87 13.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Lebih dari setengahnya mahasiswa yang dijadikan responden setuju bahwa lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar akan memberikan saran-saran yang tepat kepada mahasiswa, walaupun tidak sedikit yang menyatakan cukup setuju, sebagaimana yang terlihat pada tabel 3.3. Hal ini menunjukkan Perguruan Tinggi kurang mampu membangun persepsi mahasiswa, bahwa PT dipersepsi dapat memberikan saran-saran yang tepat kepada mahasiswa. Tabel 3.5 Lembaga Perguruan Tinggi akan Menetapkan Biaya yang Sesuai Dengan Pelayanan yang Ditawarkannya (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 4 0.70 Tidak Setuju 21 3.50 Cukup Setuju 131 21.80 Setuju 386 63.30 Sangat Setuju 58 9.70 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 3.5 di atas, terlihat sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden setuju bahwa lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar akan menetapkan biaya yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi mampu membangun persepsi 74
calon mahasiswa yang beranggapan mereka dapat menetapkan biaya yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkan, unsur inilah yang dijadikan dasar oleh Perguruan Tinggi untuk meningkatkan nilai yang dipersepsi oleh mahasiswa agar mereka memilih Perguruan Tinggi tersebut. Berdasarkan semua pernyataan di atas, bahwa nilai yang dipersepsi oleh mahasiswa akan menjadi tinggi apabila manfaat yang diberikan Perguruan Tinggi melebihi biaya yang dikeluarkan oleh mahasiswa. Karena itu menetapkan biaya yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkan merupakan sesuatu unsur yang menjadi dasar untuk menarik mahasiswa agar memilih Perguruan Tinggi tersebut. Tabel 3.6. Lembaga Perguruan akan Menetapkan Biaya yang Kurang Lebih Sama dengan Lembaga Lain yang Sejenis (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 4 0.70 Tidak Setuju 39 6.50 Cukup Setuju 191 31.80 Setuju 323 53.80 Sangat Setuju 43 7.20 Total Skor
600
100
Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 3.6 di atas, terlihat sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden ternyata setuju, bahwa mereka merasakan atau mepersepsikan lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar akan menetapkan biaya yang kurang lebih sama dengan lembaga lain yang sejenis, walalupun tidak sedikit yang cukup setuju dengan pernyataan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi mampu membangun opini pada masyarakat, bahwa biaya kuliah yang mereka tetapkan atau tawarkan tidak berbeda dengan perguruan tinggi lainnya, namun mungkin mereka punya 75
keunggulan dari hal lainnya, sehingga penetapan biaya yang sama dengan PT lain tersebut merupakan suatu penetapan biaya yang bisa meningkatkan nilai pelayanan mereka. Berdasarkan hasil penelitian di atas, terlihat bahwa walaupun biaya yang ditetapkan sama dengan PT lain, namun mungkin saja PT yang bersangkutan memiliki manfaat lebih dari unsur yang lain, misalya kualitas pembelajaran, reputasi non-moneter, atau respon emosial. Tabel 3.7. Lembaga Perguruan Tinggi Akan Memberikan Pelayanan yang Flexible Kepada Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 8 1.30 Tidak Setuju 19 3.20 Cukup Setuju 172 28.70 Setuju 292 48.70 Sangat Setuju 109 18.20 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Lebih dari setengahnya mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahwa lembaga Perguruan Tinggi menurut anggapan mereka akan memberikan pelayanan yang flexible kepada mereka, walaupun lebih dari seperempatnya mahasiswa menyatakan cukup setuju pada pernyataan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi kurang mampu membangun persepsi pada mahasiswa/calon mahasiswa, bahwa PT akan memberikan pelayanan yang flexible pada mahasiswa, kalau mereka bersedia memilih PT tersebut. 3.3.2. Nilai Relasional Pada penelitian ini, dibahas mengenai unsur dari nilai relasioanl yang dirasakan mahasiswa meliputi Kepercayaan (ND8), Komitmen (ND9), Kebaikan penanganan konflik (ND10), dan 76
Kelancaran komunikasi (ND11). Tabel 3.8. Memiliki Kepercayaan Terhadap Kualitas Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 5 0.80 Tidak Setuju 11 1.80 Cukup Setuju 126 21.00 Setuju 287 47.80 Sangat Setuju 171 28.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 3.8 di atas, ternyata 47.8% mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju bahwa mereka memeiliki kepercayaan pada kualitas lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar, bahkan 28,5% menyatakan sangat setuju pada pernyataan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi sangat mampu membangun opini pada mahasiswa/calon mahasiswa, sehingga mereka bisa merasa percaya bahwa PT memiliki kualitas, serta kualitas inilah yang dijadikan alasan oleh mahasiswa/ calon mahasiswa untuk memilih Perguruan Tinggi. Tabel 3.9. Memiliki Komitmen yang Kuat Dengan Lembaga Perguruan Tinggi dalam Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 13 2.20 Cukup Setuju 109 18.20 Setuju 319 53.20 Sangat Setuju 156 26.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 3.9 memperlihatkan sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju bahwa mereka merasa 77
memiliki komitmen yang kuat dengan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, bahkan tidak sedikit yang menyatakan sangat setuju bahwa mereka merasa memiliki komitmen yang kuat pada PT tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen yang kuat dari mahasiswa/calon mahasiswa dijadikan PT agar calon mahasiswa dapat merekomendasikan calon mahasiswa lainnya walaupun mereka belum masuk PT yang bersangkutan, namun hanya isu atau opini saja bahwa apabila masuk PT yang bersangkutan, komitmen mahasiswa pada PT tersebut akan terbangun. Tabel 3.10. Lembaga Perguruan Tinggi akan Mampu Menangani Konflik yang Terjadi Dengan Baik (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 10 1.70 Tidak Setuju 15 2.50 Cukup Setuju 143 23.80 Setuju 288 48.00 Sangat Setuju 144 23.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Mahasiswa yang dijadikan responden relatif masih sebagian besar setuju, walalupun hanya 48%, sedangkan mahasiswa yang setuju dan sangat setuju jumlahnya berimbang, mereka merasakan atau berpersepsi bahwa lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar kurang mampu menangani komplik yang terjadi dengan baik. Hal ini menujukkan bahwa PT mampu menanamkan kepercayaan pada mahasswa/calon mahasiswa mengenai penyelesaian konflik yang baik, pada saat mahasiswa/calon mahasiswa memilih PT yang bersangkutan, serta kemampuan menyelesaikan konflik yang baik tersebut dijadikan oleh PT sebagai salah satu kunci untu memancing para calon mahasiswa agar berkeinginan untuk memilih PT tersebut.
78
Berdasarkan tabel 3.11 di bawah ini, ternyata sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju bahwa komunikasi antara mereka dengan instansi PT tersebut akan berjalan dengan baik dan lancar menjadi keyakinan mereka apabila mereka sudah memulai belajar di PT tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa PT kurang mampu menciptakan anggapan mahasiswa/calon mahasiswa bahwa komunikasi akan berjalan dengan baik antara mahasiswa dengan PT yang bersangkutan, apabila para calon mahasiswa bersedia untuk memilih PT tersebut. Tabel 3.11. Komunikasi dengan Lembaga Perguruan Tinggi Akan Barjalan Dengan Baik dan Lancar (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 23 3.80 Tidak Setuju 31 5.20 Cukup Setuju 128 21.30 Setuju 277 46.20 Sangat Setuju 141 23.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Dimensi nilai yang dirasakan antara lain adalah kualitas, harga dalam bentuk keuangan, harga di luar keuangan, reputasi dan tanggapan emosional. Operasionalisasi nilai yang dirasakan dibangun oleh lima dimensi antara lain, kualitas, harga dalam bentuk keuangan, harga di luar keuangan, reputasi dan tanggapan emosional.
79
80
BAB 4 CITRA Definisi citra diterangkan oleh Alves and Raposo (2010:75) dengan menjelaskan pendapat Kotler and Fox (1995) yang menyatakan bahwa citra merupakan jumlah dari keyakinan, ide, dan impresi yang dimiliki seseorang dalam mempersepsikan suatu objek. Pernyataan mengenai definisi citra diterangkan oleh Alves and Raposo di atas juga diperkuat oleh Belanger, Mout, and Wilson (2002:218) menyatakan bahwa image is defined as the sum of beliefs, attitudes, stereotypes, ideas, relevant behaviors or impressions that a person holds with respect to an object, person, or organization. Citra didefinisikan sebagai jumlah keyakinan, sikap, stereotip, ide-ide, perilaku yang relevan dari seseorang yang melihat suatu objek, orang, atau organisasi. Mengacu pada kedua definisi mengenai citra di atas, dapat diketahui bahwa seseorang dalam memandang, menafsirkan atau memahami satu objek tertentu dapat berbeda-beda tergantung dari keyakinan atau kekuatan hati, gagasan atau rancangan yang tercipta di dalam pikirannya serta kesan-kesan yang muncul sebagai hasil penginderaan pada satu objek. Dalam hal pemilihan perguruan tinggi oleh calon mahasiswa, citra lembaga perguruan tinggi akan sangat bergantung dari akumulasi keyakinan akan benefit dari lembaga, rancangan yang tercipta dalam pikiran calon mahasiswa serta kesan yang mucul dibenak calon mahasiswa tersebut. Citra dapat diidentifikasikan menjadi empat peran citra menurut Gronroos (1990) dalam Gi-Du Kang and Jeffrey James (2004:266) yaitu, ”citra menggambarkan harapan bersamaan dengan 81
dilakukannya aktivitas pemasaran seperti promosi, personal selling, iklan dan media komunikasi lainnya. Citra yang positif memudahkan bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan produk atau jasanya secara efektif dan membuat konsumen mudah mengerti melalui komunikasi dari mulut ke mulut. Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Jika citra baik maka citra menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil pada kualitas teknis atau fungsional. Misalnya ada kesalahan kecil yang terjadi pada suatu fungsi suatu produk dan tidak berakibat fatal bagi pengguna biasanya citra masih mampu menjadi pelindung dari kesalahan tersebut. Namun bila kesalahan kecil tersebut berulang maka citra tidak akan mampu melindungi kualitas fungsional lagi. Citra yang negatif akan menimbulkan kekecewaan dan perasaan tidak puas dengan pelayanan yang buruk. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen. Konsumen membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk kualitas pelayanan teknis dan fungsional. Kualitas pelayanan yang dirasakan menghasilkan perubahan citra sehingga bila kualitas layanan yang dirasakan melebihi yang diharapkan maka citra perusahaan tersebut akan menguat. Citra memiliki pengaruh penting pada manajemen atau memiliki dampak internal bagi perusahaan. Citra yang kurang nyata atau jelas mungkin akan mempengaruhi sikap karyawan terhadap perusahaan tempat dirinya bekerja. Citra yang negatif akan berpengaruh negatif pada kinerja karyawan dan hubungan dengan kualitas layanan terhadap konsumen. Sedangkan citra yang positif dengan pelayanan yang baik dampaknya akan menguatkan sikap positif terhadap perusahaan”. Mengacu pada penjelasan Gonroos di atas, lembaga pendidikan harus mampu membangun citra lembaga sebaik mungkin guna mempertahankan persepsi dan sikap yang diberikan siswa terhadap lembaga, meskipun dalam memberikan pelayanan, lembaga melakukan kesalahan atau kekeliruan. Sebagai lembaga perguruan tinggi, mutlak tidak bisa dihindari untuk terus mengembangkan usaha perbaikan citra lembaga secara berkelanjutan. Semakin positif citra 82
lembaga umumnya akan berdampak pada semakin positifnya sikap karyawan dalam melakukan pekerjaannya, khususnya dalam melayani mahasiswa sebagai pelanggan lembaga perguruan tinggi, begitupun sebaliknya. 4.1.
Citra Perusahaan
Maruf (2013: 8) hasil penelitian empiris mengungkapkan bahwa corporate sosial responsibility memiliki dampak positif terhadap corporate image meskipun bukan faktor yang paling penting. Tidak mengherankan karakteristik demografik menentukan sikap konsumen terhadap corporate image.Hasil penelitian di atas mengungkapkan bahwa citra perusahaan adalah kondisi persepsi konsumen terhadap segala sesuatu yang melekat pada perusahaan dan sikap kosumen pada perusahaan. Gray (1986) seperti yang dikutip oleh Long-Yi Lin and ChingYuh Lu (2010:18) menyatakan, “citra perusahaan adalah kombinasi dari persepsi konsumen dan sikap terhadap badan usaha. Robertson dan Gatignon (1986) lebih lanjut menyatakan bahwa, citra perusahaan membantu memfasilitasi pengetahuan konsumen pada produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tertentu dan mengurangi ketidakpastian sementara membuat keputusan pembelian.Konsumen diarahkan untuk membeli komoditas dari sebuah perusahaan dengan citra perusahaan yang baik untuk mengurangi risiko”. Definisi citra perusahaan menurut Gray yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa nama baik prusahaan akan sangat bergantung pada penafsiran dan pemahaman induvidu terhadap perusahaan mengenai arti keberadaan perusahaan tersebut bagi individu yang bersangkutan ditambah dengan sikap atau penilaian baik atau buruk yang diiringi dengan kecenderungan perilaku individu terhadap perusahaan. Joanna Minkiewicz and Jody Evans (2009:191) mendefinisikan citra perusahaan dengan pernyataan berikut, “citra perusahaan, 83
sebagai komponen atau bagian penting dari merek perusahaan, memiliki fokus pada lingkungan eksternal di luar perusahaan yang tertuju pada bagaimana para pemangku kepentingan di luar perusahaan memandang keberadaaan organisasi perusahaan‟. Pendapat Joanna et all. menitikberatkan citra pada lingkungan ekternal perusahaan, di mana citra perusahaan akan muncul tergantung pada merek perusahaan serta kekuatan dari merek tersebut. Citra akan menunjukkan baik atau buruknya keberadaan peran dan fungsi serta manfaat perusahaan bagi seluruh pihak yang bekepentingan atau terkait dengan perusahaan, khususnya pelanggan. PR Smith (2008:333) menerangkan Corporate Image dengan pernyataan berikut, “citra perusahaan adalah persepsi yang mencakup keseluruhan dari impresi visual logo sampai ke pengamatan dan pengalaman dari produk, jasa dan perilaku perusahaan secara umum. Dengan kata lain bahwa citra perusahaan adalah apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut”. Pendapat PR Smith mengenai citra perusahaan memberikan pengertian yang cukup luas namun fokus tertuju pada perilaku perusahaan yang nampak atau dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya pelanggan, mulai dari gambaran logo perusahaan, sampai pada pengamatan dan penggunaan produk baik barang atau pun jasa yang ditawarkan perusahaan. Jefkins (2004:20) menjelaskan citra perusahaan dengan pernyataan berikut, Citra perusahaan adalah citra yang dimiliki perusahaan atau lembaga secara keseluruhan. Citra ini terbentuk oleh riwayat keberhasilan, stabilitas di bidang keuangan, kualitas produk, keberhasilan ekspor, hubungan industry yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja, kesediaan turut memikul tanggung jawab sosial, dan komitmen mengadakan riset. Definisi citra perusahaan yang diterangkan Jefkins bukan hanya menyangkut prestasi dan reputasi yang diusahakan oleh perusahaan, melainkan juga termasuk kebijakan dan komitmen perusahan untuk terus melakukan perbaikan yang berkelanjutan. 84
Dimensi citra perusahaan menurut Aaker (1996:16) yang diperkuat oleh Kotler dan Keller (2009:261) dijelaskan melalui fungsi dari ekuitas merek, dimana ekuitas merek tersebut akan semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya dimensi-dimensi dari citra perusahaan itu sendiri; dimensi-dimensi citra perusahaan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kesadaran akan citra perusahaan (company recognition) 2. Kesan kualitas (afinity) 3. Pengenalan pada citra perusahaan (company reputation) 4. Kesetiaan pada perusahaan (company loyalty) 5. Asosiasi-asosiasi merek (domain) 6. Asset lainnya seperti hak paten, stempel dagang, saluran distribusi, dan lain-lain. Definisi citra perusahaan yang dikemukakan oleh PR Smith (2008:333), telah menunjukkan beberapa dimensi citra perusahaan itu sendiri, yang diantaranya adalah, visual logo, kualitas produk dan kualitas jasa. Sama halnya dengan Long-Yi Lin and Ching-Yuh Lu (2010:18) yang telah mendefinisikan citra perusahaan berikut dengan penyiratan dimensi-dimensi dari citra perusahaan yang dimaksud, antara lain adalah, persepsi konsumen, sikap konsumen, pengetahuan produk dan jasa serta risiko dalam pengambilan keputusan. 4.2.
Citra Lembaga
Sementara itu, Nguyen and LeBlanc (2001:303) menjelaskan pendapat Barich and Kotler (1991) yang menyatakan bahwa “citra lembaga digambarkan secara keseluruhan sebagai kesan yang dibuat di dalam pikiran masyarakat tentang suatu organisasi”. Terkait dengan pengertian citra insitusi yang diungkapkan oleh Nguyen and LeBlanc, serta keberadaan lembaga perguruan tinggi yang saat ini hampir secara penuh berada dalam praktek profit business, maka lembaga perguruan tinggi seharusnya dapat memberikan kesan 85
yang sangat positif dibenak konsumen atau dalam hal ini adalah calon mahasiswa, diantaranya dengan tetap berpegang pada tridharma perguruan tinggi. Ngu yen dan Leblanc (2001:305) menyatakan bahwa, “dari perspektif pemasaran, terdapat pengaruh citra kelembagaan dan reputasi pada perilaku pelanggan, terlepas dari kurangnya bukti empiris. Banyak penulis menegaskan bahwa citra dan reputasi lembaga yang baik membantu meningkatkan penjualan organisasi, pangsa pasar”. Pendapat dan keterangan Ngu yen dan Leblanc mengenai citra dan reputasi lembaga dalam hal ini adalah lembaga perguruan tinggi akan mampu untuk meningkatkan perolehan mahasiswa jika perguruan tinggi dapat menjaga dan meningkatkan reputasinya. Kotler and Fox (1995) dalam Helena Alfes (2010:74) menerangkan, ”citra dan reputasi lembaga sering kali lebih penting dari pada kualitas karena itu citra yang benar-benar dirasakan dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh calon siswa”. Pendapat tersebut menerangkan bahwa citra dan reputasi lembaga akan berdampak pada penetapan atau keputasan calon mahasiswa dalam memilih lembaga perguruan tinggi, sedangkan kualitas baru akan dirasakan atau dinikmati setelah calon mahasiswa menjadi mahasiswa, sehingga pendapat di atas yang menyatakan citra serta reputasi lebih penting dari pada kualitas dapat diterima dalam konteks keputusan pemilihan lembaga perguruan tinggi. Helena Alfes (2010:74) mengungkapkan, ”dalam studi mereka mengenai citra universitas, Yavas dan Shemwell (1996), Landrum et al. (1998) dan Parameswaran dan Glowacka (1995) menemukan bahwa lembaga pendidikan tinggi perlu mempertahankan atau mengembangkan citra yang berbeda untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam pasar yang semakin kompetitif. Para penulis ini, mengungkapkan citra adalah salah satu pengaruh utama pada kesediaan siswa untuk mengajukan permohonan pendaftaran”.
86
Berdasarkan pada keterangan di atas, persaingan untuk mendapatkan mahasiswa telah mengkondisikan lembaga perguruan tinggi dalam persaingan yang sangat ketat, sehingga diperlukan pencitraan lembaga yang sangat positif dan berbeda dari lembagalembaga perguruan tinggi lainnya. Perbedaan akan memberikan kesan yang unik dan memungkinkan munculnya keunggulan kompetitif, sehingga siswa mau memutuskan untuk memilih lembaga perguruan tinggi tersebut. Penelitian ini tidak menggunakan pendapat dari Long-Yi Lin and Ching-Yuh Lu (2010:18) yang mengatakan citra perusahaan adalah kombinasi dari persepsi konsumen dan sikap terhadap badan usaha.Lebih lanjut diyatakan bahwa, citra perusahaan membantu memfasilitasi pengetahuan konsumen pada produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tertentu dan mengurangi ketidakpastian sementara membuat keputusan pembelian.Konsumen diarahkan untuk membeli komoditas dari sebuah perusahaan dengan citra perusahaan yang baik untuk mengurangi risiko. Pendapat lain yang tidak digunakan adalah pendapat Joanna Minkiewicz and Jody Evans (2009:191) yang menyebutkan citra perusahaan, sebagai komponen atau bagian penting dari merek perusahaan, memiliki fokus pada lingkungan eksternal di luar perusahaan yang tertuju pada bagaimana para pemangku kepentingan di luar perusahaan memandang keberadaaan organisasi perusahaan. Terakhir, pendapat yang tidak digunakan adalah pendapat dari PR Smith (2008:333) yang mengatakan citra perusahaan adalah persepsi yang mencakup keseluruhan dari impresi visual logo sampai ke pengamatan dan pengalaman dari produk, jasa dan perilaku perusahaan secara umum. Dengan kata lain bahwa citra perusahaan adalah apa yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Hal tersebut dikarenakan bahwa pendapat para alhi tersebut di atas lebih mendefinisikan citra pada konteks perusahaan secara umum, sedangkan peneltian disertasi ini difokuskan pada citra lembaga perguruan tinggi, bukan pada citra perusahaan secara umum memiliki 87
karakteristik berbeda, dimana lembaga perguruan tinggi meskipun dalam kondisi yang sama-sama bersaing, namun tetap masih mengusung visi sosial kemasyarakatan. Penelitian ini menggunakan definisi citra lembaga yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang diantaranya adalah Belanger, Mout, and Wilson (2002:219) dengan pernyataan citra lembaga adalah konsep yang secara menyeluruh diukur dengan menggabungkan banyak sudut pandang orang. Mereka juga berpendapat bahwa citra harus diukur melalui beberapa faktor sekaligus, dalam rangka untuk memperoleh informasi lengkap dan penuh makna. Pendapat lain dikemukakan oleh Nguyen and LeBlanc (2001:303) yang mengatakan citra Lembaga digambarkan secara keseluruhan sebagai kesan yang dibuat di dalam pikiran masyarakat tentang suatu organisasi. Mengacu pada pendapat para ahli tersebut, maka dalam penelitian disertasi ini, citra lembaga didefinisikan sebagai gambaran atau pandangan dan kesan yang dibuat dalam pikiran banyak orang secara utuh dan menyeluruh tentang keberadaan satu lembaga, sehingga dapat memberikan informasi yang penuh makna mengenai lembaga tersebut dan secara nyata berpengaruh pada kesediaan masyarakat untuk memilih lembaga tersebut. 4.3.
Pengukuran Citra Lembaga
Citra dapat diidentifikasikan menjadi empat peran citra menurut Gronroos (1990) dalam Gi-Du Kang and Jeffrey James (2004:266) yaitu, ”citra menggambarkan harapan bersamaan dengan dilakukannya aktivitas pemasaran seperti promosi, personal selling, iklan dan media komunikasi lainnya. Citra yang positif memudahkan bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan produk atau jasanya secara efektif dan membuat konsumen mudah mengerti melalui komunikasi dari mulut ke mulut. Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Jika citra baik maka citra menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil pada kualitas 88
teknis atau fungsional. Misalnya ada kesalahan kecil yang terjadi pada suatu fungsi suatu produk dan tidak berakibat fatal bagi pengguna biasanya citra masih mampu menjadi pelindung dari kesalahan tersebut. Namun bila kesalahan kecil tersebut berulang maka citra tidak akan mampu melindungi kualitas fungsional lagi. Citra yang negatif akan menimbulkan kekecewaan dan perasaan tidak puas dengan pelayanan yang buruk. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen. Konsumen membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk kualitas pelayanan teknis dan fungsional. Kualitas pelayanan yang dirasakan menghasilkan perubahan citra sehingga bila kualitas layanan yang dirasakan melebihi yang diharapkan maka citra perusahaan tersebut akan menguat. Citra memiliki pengaruh penting pada manajemen atau memiliki dampak internal bagi perusahaan. Citra yang kurang nyata atau jelas mungkin akan mempengaruhi sikap karyawan terhadap perusahaan tempat dirinya bekerja. Citra yang negatif akan berpengaruh negatif pada kinerja karyawan dan hubungan dengan kualitas layanan terhadap konsumen. Sedangkan citra yang positif dengan pelayanan yang baik dampaknya akan menguatkan sikap positif terhadap perusahaan”. Mengacu pada penjelasan Gonroos di atas, lembaga pendidikan harus mampu membangun citra lembaga sebaik mungkin guna mempertahankan persepsi dan sikap yang diberikan siswa terhadap lembaga, meskipun dalam meberikan pelayanan, lembaga melakukan kesalahan atau kekeliruan. Sebagai lembaga perguruan tinggi, mutlak tidak bisa dihindari untuk terus mengembangkan usaha perbaikan citra lembaga secara berkelanjutan. Semakin positif citra lembaga umumnya akan berdampak pada semakin positifnya sikap karyawan dalam melakukan pekerjaannya, khususnya dalam melayani mahasiswa sebagai pelanggan lembaga perguruan tinggi, begitupun sebaliknya. Robert M. Brown and Timothy William Mazzarol (2008:86) menerangkan dimensi citra lembaga dengan pernyataan berikut, “item yang digunakan untuk mengembangkan dimensi IMAGE diambil dari 89
sebuah studi penelitian yang tidak dipublikasikan (Turner 1999). Mereka dikategorikan ke dalam tiga komponen, yang diberi nama'' Studi Lingkungan (sepuluh item),'' Kepraktisan (tiga item) dan Conservativeness'' (tiga item). Yang pertama hal-hal seperti diukur apakah lembaga itu dipandang sebagai ramah, mendukung, inovatif, siswa lebih terfokus dan menawarkan berbagai kursus yang baik.Kedua diukur bagaimana praktis terfokus kursus yang, apakah masuknya adalah fleksibel (misalnya, pendaftaran pertengahan tahun), dan bagaimana pekerjaan 'berorientasi program studi itu.Dimensi ketiga Conservativeness' adalah ukuran apakah lembaga itu lama didirikan, atau dianggap sebagai tradisional atau bergengsi. Namun, kekuatan data subset variabel ini terkatagorisasi agak berbeda, meskipun komponen tersebut dianggap tepat sebagai titik awal untuk melanjutkan ke tahap analisis berikutnya”. Maksud dari keterangan di atas adalah bahwa lembaga pendidikan tinggi sebagai sebuah lembaga perlu diukur sejauh mana pandangan masyarakat terhadap lembaga mereka. Masyarakat akan mengukur keramahan pelayaan, dukungan terhadap proses kreatif dan inovatif para siswa, fleksibilitas pendaftaran serta pengalaman lembaga dalam melayani kebutuhan masyarakat akan pendidikan tinggi. Dimensi citra lembaga yang digunakan dalam penelitian disertasi ini, antara lain adalah lingkungan pembelajaran, praktikulariti dan konservatif. Dimensi lingkungan didefinisikan sebagai pandangan mahasiswa atas situasi dan kondisi dari keberadaan lembaga perguruan tinggi, yang akan diukur dengan indikator-indikator antara lain, keramahan perangkat lembaga, dukungan perangkat istitusi, keinovatifan, kefokusan siswa dan ketersediaan program pendidikan yang baik. Dimensi praktikulariti yang digunakan dalam penelitian ini, didefinisikan sebagai kesan yang ada dalam pikiran mahasiswa terhadap pelaksanaan program pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga perguruan tinggi, di mana dimensi praktikulariti ini akan diukur dengan kefokusan program studi, flexibilitas pendaftaran dan kekuatan orientiasi program studi dengan dunia kerja. Dimensi ketiga 90
yaitu konservatif, dalam penelitian disertasi ini didefinisikan sebagai gambaran yang utuh dan menyeluruh dari para mahasiswa mengenai keberadaan lembaga perguruan tinggi, dimana hal tersebut dapat diukur dengan menggunakan indikator-indikator antara lain, pengalaman lembaga perguruan tinggi, kekuatan tradisi lembaga dan pencapaian prestise lembaga. 4.4.
Citra Lembaga Perguruan Tinggi Berbasis Vokasi (dari Hasil Penelitian Adriza, 2013)
4.4.1. Lingkungan Pembelajaran Pembahasan pada penelitian ini dititikberatkan pada unsurunsur dari lingkungan pembelajaran, yaitu Keramahan perangkat lembaga perguruan tinggi (CI1), Dukungan perangkat lembaga perguruan tinggi (CI2), Keinovatifan perangkat lembaga perguruan tinggi (CI3), Kefokusan belajar mahasiswa (CI4), Ketersediaan program pendidikan yang baik (CI5), sebagaimana pada table 4.1 di bawah. Tabel 4.1. Perangkat Lembaga Perguruan Tinggi Saat Ini Memiliki Tingkat Keramahan yang Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Cukup Setuju Setuju Sangat Setuju Total Skor Sumber : Hasil olahan data, 2013
Frekuensi 28 40 128 284 120 600
Persen 4.70 6.70 21.30 47.30 20.00 100
Sebagian besar mahasiswa yanng dijadikan responden setuju bahwa perangkat lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar saat ini memiliki tingkat keramahan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PT kurang mampu memberikan opini 91
yang positif pada calon mahasiswa, bahwa mahasiswa/calon mahasiswa dijanjikan pelayanan administrasi yang memiliki tingkat keramahan yang tinggi, baik administrasi akademik, maupun keuangan apabila mereka masuk pada PT tersebut. Tabel 4.2. Perangkat Lembaga Perguruan Tinggi akan Memberikan Dukungan Dalam Proses Belajar Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 11 1.80 Cukup Setuju 104 17.30 Setuju 351 58.50 Sangat Setuju 131 21.80 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 4.2 di atas, memperlihatkan bahwa lebih dari setengahnya mahasiswa yang dijadikan responden memandang lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar akan memberikan dukungan pada mereka dalam proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga PT berhasil meyakinkan pada mahasiswa/calon mahasiswa bahwa apabila mereka mendaftar di PT yang bersangkutan, serta mengikuti kuliah, maka akan diberikan dukungan dalam proses belajar mahasiswa. Dukungan PT pada mahasiswa dalam proses belajar itulah yang dijadikan salah satu kunci oleh PT agar menarik di depan mahasiswa/calon mahasiswa. Mengacu pada pendapat di atas, dapat diketahui bahwa seseorang dalam memandang, menafsirkan atau memahami satu objek tertentu dapat berbeda-beda tergantung dari keyakinan atau kekuatan hati, gagasan atau rancangan yang tercipta di dalam pikirannya serta kesan-kesan yang muncul sebagai hasil penginderaan pada satu objek. Dalam hal pemilihan perguruan tinggi oleh calon mahasiswa, citra lembaga perguruan tinggi akan sangat bergantung dari akumulasi keyakinan akan benefit dari lembaga, rancangan yang tercipta dalam 92
pikiran calon mahasiswa serta kesan yang mucul dibenak calon mahasiswa tersebut. Tabel 4.3. Perangkat Lembaga Perguruan Tinggi akan Mampu Untuk Berinovasi dalam Melayani Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 5 0.80 Tidak Setuju 3 0.50 Cukup Setuju 111 18.50 Setuju 342 57.00 Sangat Setuju 139 23.20 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden memandang bahwa perangkat lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka mereka belajar akan mampu untuk berinovasi dalam melayani mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga PT kurang mampu mengupayakan sesuatu agar masyarakat dalam hal ini termasuk calon mahasiswa memandang PT sebagai instusi yang mampu untuk berinovasi dalam melayani mahasiswa, serta kemampuan berinovasi dalam melayani mahasiswa menjadi daya tarik bagi masyarakat termasuk calon mahasiswa untuk memilih PT yang bersangkutan. Tabel 4.4. Lembaga Perguruan Tinggi akan Mampu Untuk Menciptakan Kefokusan Bagi Kegiatan Belajar Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 2 0.30 Tidak Setuju 8 1.30 Cukup Setuju 139 23.20 Setuju 293 48.80 Sangat Setuju 158 26.30 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
93
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, ternyata PT yang dipilih oleh sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden, dipersepsi oleh mahasiswa/calon mahasiswa sebagai PT yang mampu menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mengajar. Hal ini dilihat banyaknya mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahwa mereka memandang lembaga PT yang akan menjadi tempat mereka belajar akan mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa. Tabel 4.5. Lembaga Perguruan Tinggi akan Menyediakan Program Pendidikan yang Baik (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 1 0.20 Tidak Setuju 12 2.00 Cukup Setuju 144 24.00 Setuju 252 42.00 Sangat Setuju 191 31.80 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 4.5 memperlihatkan sebagian besar mahasiswa yang dijadikan rensponden menayatakan bahwa mereka memandang lembaga PT yang akan menjadi tempat mereka belajar akan menyediakan program pendidikan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga PT yang dipilih oleh mahasiswa/calon mahasiswa yaitu lembaga PT yang dipersepsi mampu menyediakan program pendidikan yang baik. Lembaga pendidikan harus mampu membangun citra lembaga sebaik mungkin guna mempertahankan persepsi dan sikap yang diberikan siswa terhadap lembaga, meskipun dalam memberikan pelayanan, lembaga melakukan kesalahan atau kekeliruan. Sebagai lembaga perguruan tinggi, mutlak tidak bisa dihindari untuk terus mengembangkan usaha perbaikan citra lembaga secara berkelanjutan. Semakin positif citra lembaga umumnya akan berdampak pada 94
semakin positifnya sikap karyawan dalam melakukan pekerjaannya, khususnya dalam melayani mahasiswa sebagai pelanggan lembaga perguruan tinggi, begitupun sebaliknya. 4.4.2. Praktikulariti Pembahasan pada penelitian ini dititikberatkan pada unsurunsur dari praktikulariti, yaitu Kefokusan program studi (CI6), Fleksibilitas pendaftaran (CI7), Kekuatan orientasi program studi pada dunia kerja (CI8). Berdasarkan tabel 4.6 di bawah ini, ternyata sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahkan tidak sedikit yang menyatakan sangat setuju bahwa program studi yang ada dalam lembaga Perguruan Tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar memiliki kefokusan dalam kajian keilmuannya. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga PT yang dipilih oleh mahasiswa/calon mahasiswa adalah PT yang dipersepsi memiliki kefokusan dalam kajian keilmuannya pada Program Studi. Tabel 4.6. Program Studi yang Ada Dalam Lembaga Perguruan Tinggi Memiliki Kefokusan Dalam Kajian Keilmuannya (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 19 3.20 Cukup Setuju 119 19.80 Setuju 307 51.20 Sangat Setuju 152 25.30 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
95
Tabel 4.7. Lembaga Perguruan Tinggi Memiliki Fleksibilitas Dalam Membuka dan Melayani Pendaftaran Mahasiswa (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 4 0.70 Tidak Setuju 18 3.00 Cukup Setuju 140 23.30 Setuju 288 48.00 Sangat Setuju 150 25.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden sebagaimana yang terlihat pada tabel 4.7 di atas, menyatakan setuju bahwa mereka memiliki kesan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar memiliki fleksibilitas dalam membuka dan melayani pendaftaran mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa PT yang dilihat oleh masyarakat termasuk calon mahasiwa sebagai dasar untuk dipilih adalah lembaga PT yang dapat dipersepsi oleh mahasiswa/calon mahasiswa bahwa PT tersebut kurang memiliki fleksibilitas dalam membuka dan melayani pendaftaran mahasiswa. Tabel 4.8. Program Studi Yang Ada Dalam Lembaga Perguruan Tinggi akan Memiliki Orientasi yang Kuat Pada Dunia Kerja (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 12 2.00 Cukup Setuju 149 24.80 Setuju 303 50.50 Sangat Setuju 133 22.20 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, ternyata sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden memiliki kesan dan bahwa Program Studi yang ada dalam lembaga PT yang akan menjadi tempat 96
mereka belajar akan memiliki orientasi yang kuat pada dunia kerja. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga PT mampu membangun citranya di mata mahasiswa/calon mahasiswa pada orientasi dunia kerja, sehingga PT tersebut dianggap sebagai PT yang mampu menghantarkan mahasiswanya ke dunia kerja. 4.4.3. Konservatif Pembahasan pada penelitian ini dititikberatkan pada unsurunsur dari konservatif, yaitu Pengalaman lembaga perguruan tinggi (CI9), Kekuatan tradisi lembaga perguruan tinggi (CI10), dan Pencapaian prestise lembaga perguruan tinggi (CI11) Tabel 4.9. Lembaga Perguruan Tinggi akan Memiliki Pengalaman yang Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 6 1.00 Tidak Setuju 4 0.70 Cukup Setuju 136 22.70 Setuju 335 55.80 Sangat Setuju 119 19.80 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, ternyata sebagian besar mahasiswa yang dijadikan respoden menyatakan setuju bahwa mereka memiliki gambaran lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar, akan memiliki pengalaman yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PT kurang mampu memperlihatkan pada masyarakat, baik melalui iklan atau aktivitas mahasiswa aktif seolaholah memiliki pengalaman yang tinggi dari proses belajar, sehingga calon mahasiswa menjadi tertarik untuk memilih PT tersebut.
97
Tabel 4.10 Lembaga Perguruan Tinggi Memiliki Tradisi Lembaga Yang Kuat (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 2 0.30 Tidak Setuju 10 1.70 Cukup Setuju 169 28.20 Setuju 343 57.20 Sangat Setuju 76 12.70 Total Skor 600 100
Sumber : Hasil olahan data, 2013 Berdasarkan tabel 4.10 di atas, ternyata sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju bahwa mereka memiliki gambaran bahwa lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar memiliki tradisi lembaga yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa PT sudah mampu menanamkan tradisi lembaga yang kuat pada seluruh civitas akademikanya, sehingga terlihat oleh masyarakat dan dipersepsi bahwa PT tersebut memiliki tradisi lembaga yang kuat. Tabel 4.11. Lembaga Perguruan Tinggi akan Mencapai Satu Prestise yang Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 5 0.80 Tidak Setuju 6 1.00 Cukup Setuju 87 14.50 Setuju 330 55.00 Sangat Setuju 172 28.70 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 4.11 memperlihatkan sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju bahwa mereka memiliki gambaran bahwa lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar akan mencapai suatu prestise yang tinggi. Hal ini 98
menunjukkan bahwa lembaga PT kurang mampu membuat suatu aktivitas yang apabila calon mahasiswa mendaftar akan merasa bangga terdaftar sebagai PT tersebut, sehingga mahasiswa mereka merasakan memiliki prestise yang tinggi sebagai mahasiswa di PT tersebut. Berdasarkan hasil analisis di atas, mahasiswa lebih menitikberatkan pada program pendidikan yang baik, kemudian perguruan tinggi mempunyai tradisi lembaga yang kuat dan kefokusan belajar mahasiswa. Namun kurang menitik beratkan tingkat keramahan perangkat lembaga. Artinya mahasiswa/calon mahasiswa mencari pergurruan tinggi vokasi yang menyediakan program pendidikan yang baik. Lembaga pendidikan harus mampu membangun citra lembaga sebaik mungkin guna mempertahankan persepsi dan sikap yang diberikan siswa terhadap lembaga, meskipun dalam memberikan pelayanan, lembaga melakukan kesalahan atau kekeliruan. Sebagai lembaga perguruan tinggi, mutlak tidak bisa dihindari untuk terus mengembangkan usaha perbaikan citra lembaga secara berkelanjutan. Semakin positif citra lembaga umumnya akan berdampak pada semakin positifnya sikap karyawan dalam melakukan pekerjaannya, khususnya dalam melayani mahasiswa sebagai pelanggan lembaga perguruan tinggi, begitupun sebaliknya. Citra menggambarkan harapan bersamaan dengan dilakukannya aktivitas pemasaran seperti promosi, personal selling, iklan dan media komunikasi lainnya. Citra yang positif memudahkan bagi lembaga untuk mengkomunikasikan produk atau jasanya secara efektif dan membuat mahasiswa mudah mengerti melalui komunikasi dari mulut ke mulut. Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan lembaga. Jika citra baik maka citra menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil pada kualitas teknis atau fungsional. Misalnya ada kesalahan kecil yang terjadi pada suatu fungsi suatu produk dan tidak berakibat fatal bagi pengguna biasanya citra masih mampu menjadi pelindung dari kesalahan tersebut. Namun bila kesalahan kecil tersebut berulang maka citra tidak akan mampu 99
melindungi kualitas fungsional lagi. Citra yang negatif akan menimbulkan kekecewaan dan perasaan tidak puas dengan pelayanan yang buruk. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen. Konsumen membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk kualitas pelayanan teknis dan fungsional. Kualitas pelayanan yang dirasakan menghasilkan perubahan citra sehingga bila kualitas layanan yang dirasakan melebihi yang diharapkan maka citra perusahaan tersebut akan menguat. Citra memiliki pengaruh penting pada manajemen atau memiliki dampak internal bagi lembaga. Citra yang kurang nyata atau jelas mungkin akan mempengaruhi sikap karyawan terhadap lembaga tempat dirinya bekerja. Citra yang negatif akan berpengaruh negatif pada kinerja karyawan dan hubungan dengan kualitas layanan terhadap mahasiswa. Sedangkan citra yang positif dengan pelayanan yang baik dampaknya akan menguatkan sikap positif terhadap lembaga.
100
BAB 5 KEPUTUSAN PEMBELIAN 5.1.
Definisi Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Gajjar (2013: 2) menemukan dalam studinya bahwa perilaku pelanggan didasarkan pada perilaku membeli konsumen, dengan memainkan tiga peran yang berbeda dari pelanggan. Penelitian telah menunjukkan bahwa perilaku konsumen sulit untuk diprediksi, bahkan bagi para ahli di bidangnya. Pemasaran hubungan adalah sebuah aset yang berpengaruh terhadap analisis perilaku pelanggan seperti minat beli, yaitu yang terdiri dari awarnest, interest, desire, dan action.Dalam hal ini keputusan mahasiswa untuk memilih perguruan tinggi merupakan suatu asset bagi Perguruan Tinggi untuk mengetahui perilaku mahasiswa yang menitikberatkan pada minat untuk memasuki perguruan tinggi tersebut. Bandara (2014 :3) mengungkapkan bahwa terdapat empat gaya pengambillan keputusan pelanggan, yaitu kesadaran, orientasi rekreasi, impulsif, dan harga. Kesadaran pelanggan dipengaruhi langsung oleh brand image. Jeddi, Atefi, Jalali, Pouresia, and Haghi (2013: 3) mengungkapkan bahwa sangat sulit untuk memprediksi perilaku konsumen. Para pemasar selalu mencoba untuk memprediksi perilaku konsumen dan kegiatan mereka, agar konsisten dengan perilaku yang diharapkan dari mereka. Tapi, seperti disebutkan, karena kurangnya informasi mengenai proses yang terjadi di kotak hitam ini sangat sulit untuk memprediksi perilaku konsumen. Jadi marketer harus menjadi akrab dengan konsep dasar perilaku konsumen dan model perilaku untuk dapat memahami bagian dari perilaku konsumen. 101
Smadi and Al-jawazneh (2011: 104), pengambilan keputusan konsumen didefinisikan sebagai pola perilaku konsumen yang menentukan dan mengikuti proses pengambilan keputusan untuk memuaskan konsumen melalui produk, ide atau jasa. Keputusan yang dilakukan konsumen dalam membeli produk baik berupa barang atau pun jasa tertentu, umumnya dilakukan untuk mencari jalan keluar terbaik bagi permasalahan yang dihadapinya. Berbagai pemikiran, sikap dan tindakan atau perilaku diterapkan oleh konsumen dalam berbagai macam pola guna meraih kepuasannya itu. Jalalkamali dan Nikbin (2010:235) menjelaskan definisi dari keputusan pembelian dengan mengutip pendapat para ahli sebagai berikut, “Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan keputusan pemilihan sebagai pilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Ketika seseorang memiliki pilihan antara melakukan pembelian dan tidak membuat pembelian, pilihan antara merek X dan merek Y, atau pilihan menghabiskan waktu melakukan A atau B dari orang yang berada pada posisi untuk membuat keputusan, dalam melaksanakan niat pembelian”. Keputusan pembelian tidak hanya mencakup pola perilaku konsumen dalam meraih kepuasannya, namun keputusan pembelian juga akan sangat terkait dengan banyak pilihan yang harus ditentukan oleh konsumen tersebut, misalnya saja tentang membeli atau tidak membeli, memilih merek atau memilih untuk melakukan tindakantindakan tertentu yang dianggap perlu oleh konsumen. Silayoi dan Speece (2004:610) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan konsumen dapat didefinisikan sebagai orientasi mental yang mencirikan pendekatan konsumen untuk membuat pilihan. Definsi tersebut menandakan bahwa dalam membuat keputusan pilihan, seorang konsumen dalam hal ini calon mahasiswa akan memiliki pendekatan-pendekatan tertentu secara pribadi dan tersendiri sebelum memutuskan memilih lembaga perguruan tinggi.
102
Zanoli dan Naspetti (2002:645) menyatakan bahwa keputusan pembelian konsumen dianggap seperti proses pemecahan masalah. Pernyataan Zanoli dan Naspetti tersebut mengindikasikan bahwa konsumen yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa, sebelum mengambil keputusan mengenai perguruan tinggi yang dipilihnya, terlebih dahulu mereka akan merasakan masalah yang dihadapi yang tentu saja perlu dipecahkan sebagai jalan keluar atas masalahnya tersebut. Dengan demikian jelas bahwa proses pengambilan keputusan pembelian bisa disamakan dengan proses pemecahan masalah, dan produk baik barang atau pun jasa tertentu merupakan solusi atas kebutuhan dan keinginan konsumen. Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan keputusan pemilihan sebagai pilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Ketika seseorang memiliki pilihan antara melakukan pembelian dan tidak membuat pembelian, pilihan antara merek X dan merek Y, atau pilihan menghabiskan waktu melakukan A atau B dari orang yang berada pada posisi untuk membuat keputusan, dalam melaksanakan niat pembelian. Menurut Setiadi (2003) ada dua faktor yang dapat mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal: (1). Intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen dan (2). Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain tersebut akan semakin dekat hubungan orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan menyelesaikan tujuan pembeliannnya. Faktor kedua adalah faktor keadaan yang tidak terduga.Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor
103
keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan pembelian. 5.2.
Tindakan Setelah Pembelian
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen berikutnya. Jika konsumen merasa puas maka ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang merasa puas cenderung akan mengatakan hal-hal yang baik mengenai suatu produk terhadap orang lain. Sebaliknya apabila konsumen merasa tidak puas, maka konsumen akanmemungkinkan melakukan salah satu dari dua tindakan ini yaitu membuang produk atau mengembalikan produk tersebut atau mereka mungkin berusaha untuk rnengurangi ketidakpuasan dengan mencari informasi yang mungkinmemperkuat nilai produk tersebut. Sedangkan Loudan dan Delabitta (2004) mengungkapkan apabila konsumen mengalami ketidakpuasan ada beberapa kemungkinan hasil yangnegatif akan muncul yaitu: a) Konsumen akan menunjukkan ketidakpuasannya dengan ucapan atau komunikasi yang tidak baik. b) Konsumen mungkin tidak akan membeli lagi produk tersebut. c) Atau konsumen akan mengeluh. 5.3.
Peranan-peranan dalam Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Dalam keputusan membeli barang konsumen seringkali ada lebih dari duapihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau pembeliannya. Umumnya adalima macam peranan yang dapat dilakukan seseorang. Ada kalanya kelima peran ini dipegang oleh satu orang. Namun, seringkali pula peranan tersebut dilakukan oleh beberapa orang. Pemahaman mengenai masing-masng peranan ini 104
sangat berguna dalam rangka memuaskan kebutuhan kebutuhan konsumen dan keinginan konsumen. Kelima peran tersebut meliputi, pemrakarsa (initiator), pemberi pengaruh (influencer), pengambilan keputusan (decider), pembeli (buyer), pemakai (user) (Kotler, 2005). Keputusan pembelian tidak hanya mencakup pola perilaku konsumen dalam meraih kepuasannya, namun keputusan pembelian juga akan sangat terkait dengan banyak pilihan yang harus ditentukan oleh konsumen tersebut, misalnya saja tentang membeli atau tidak membeli, memilih merek atau memilih untuk melakukan tindakantindakan tertentu yang dianggap perlu oleh konsumen. Penelitian disertasi ini menggunakan konsep keputusan pembelian sebagai proses pemecahan masalah yang dihadapi oleh siswa dalam memilih perguruan tinggi yang dihadapkan pada banyak alternative pilihan guna memuaskan kebutuhan dan keinginannya. 5.4.
Pengukuran Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Lacey at al. (2009:99) menyebutkan bahwa keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu pengaruh penting tersebut adalah tingkat ketidakpastian dan kecemasan yang dirasakan konsumen mengenai keputusan pembelian, atau apa yang baru-baru ini telah diidentifikasi sebagai risiko yang dirasakan. Sifat kompleks dan keberagaman anggur sebagai suatu produk, telah menciptakan tingginya tingkat risiko yang dirasakan dalam benak konsumen hingga menyebabkan konsumen menggunakan strategi pengurangan risiko (RRS) sebagai mekanisme mengatasi risiko. Mengacu pada keterangan Lacey at al. di atas, siswa sebagai pemilih lembaga perguruan tinggi dihadapkan pada tingginya tingkat risiko yang harus diambilnya terkait dengan ketidakpastian dan kecemasan yang dirasakan akibat begitu banyak ragam pilihan lembaga perguruan tinggi.
105
Dimensi keputusan pembelian dapat diambil dari tahapantahapan pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen, dimana tahapan-tahapan tersebut diterangkan oleh banyak ahli dengan modelmodel yang berbeda. Yee and Kay (2011:264) menyatakanproses pengambilan keputusan adalah tindakan yang melibatkan analisis yang dihasilkan dalam pemilihan suatu tindakan di antara beberapa alternatif. Terdapat lima tahapan yang dilalui oleh seorang konsumen sebelum pada akhirnya mereka memutuskan untuk membeli suatu produk; Problem recognition, Information search, Evaluation of alternative, Purchase decision, Post purchase behavior. Kotler dan Keller (2009:181), mendefinisikan problem recognition sebagai berikut, pengenalan Masalah, tahap awal dari proses pengambilan keputusan pembelian, di mana dalam tahap ini konsumen memiliki kesadaran untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Sementara information search, dijelaskan Kotler dan Keller (2009:181-182) dengan pernyataan berikut, pencarian Informasi, pada tahap ini konsumen melakukan pencarian berbagai informasi yang berkaitan dengan produk. Seseorang akan secara aktif melakukan pencarian informasi; membaca bahan baku produk, menghubungi teman, mencari info lewat internet, mengunjungi toko-toko untuk memperlajari produk. Lebih lanjut lagi, Kotler dan Keller (2009:183) menerangkan mengenai evaluation of alternative dengan pernyataan, evaluasi Alternatif, suatu konsep dasar yang dapat membantu kita untuk dapat memahami proses evaluasi yang dilakukan konsumen. Pertama, konsumen akan mencoba untuk memuaskan kebutuhannya. Kedua, konsumen akan mencari keuntungan benar-benar akan didapatkan dari suatu produk. Ketiga, konsumen akan melihat beberapa atribut yang menempel pada suatu produk yang dapat diterima untuk memuaskan kebutuhan tersebut.
106
Kotler dan Keller (2009:186-187), kemudian membahas purchase decision, keputusan pembelian dalam melakukan aksi pembelian, seorang konsumen mungkin akan mempertimbangkan lima bagian keputusan; merek, tempat membeli, jumlah yang akan dibeli, waktu pembelian, cara pembayaran. Mengenai tahap terakhir dalam proses keputusan pembelian, Kotler dan Keller (2009:188) menyatakan, setelah melakukan pembelian, seorang konsumen mungkin akan mengalami banyak pengalaman yang bertentangan dengan catatan atas feature produk atau mereka mendengar hal-hal positif mengenai merek lain, dan akan menyebarkan informasi tersebut yang mempengaruhi keputusan pembelian orang lain. Bearden, Netemeyer and Teel (1989) dalam pentina at all. (2008:119) memaparkan, konsumen memiliki kerentanan terhadap pengaruh antar pribadi yang didefinisikan sebagai "kebutuhan untuk mengidentifikasi atau meningkatkan satu" citra orang lain yang signifikan melalui akuisisi dan penggunaan produk dan merek, kesediaan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang lain mengenai keputusan pembelian, dan/atau kecenderungan untuk belajar tentang produk dan jasa dengan mengamati orang lain dan/atau mencari informasi dari orang lain. Selain model tahapan proses pengambilan keputusan yang sudah diterangkan di atas, Kotler (2003) juga menyampaikan lima sub pengambilan keputusan pembelian yang dapat dijadikan dimensi bagi variabel kepuusan pembelian, seperti yang dikutip oleh Jalalkamali dan Nikbin (2010:235) sebagai betikut, konsumen bisa membuat hingga lima sub-keputusan pembelian: keputusan merek, vendor keputusan, keputusan kuantitas, keputusan waktu, dan pembayaranmetode keputusan. Sementara itu, Schiffman and Kanuk (2004) yang juga dikutip olehJalalkamali dan Nikbin (2010:235) telah meringkas berbagai jenis konsumsi sebagai dasar dalam keputusan pembelian melalui pernyataan, berbagai hal yang terkait dengan keputusan konsumsi dan 107
pembelian sebagai dasar keputusan pembelian atau konsumsi adalah: keputusan atau pembelian merek; keputusan saluran pembelian, dan keputusan pembayaran pembelian. Keputusan pembelian akan terkait dengan penyampaian pesan dari pemberi kepada penerima pesan yang dimaksud, dengan tujuan penerima pesan dapat membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan para pemberi pesan. Dari serangkaian proses komunikasi di antara pemberi dan penerima pesan, Kotler & Keller (2002:274) memberikan pernyataan sebagai berikut,“Ideally, the message should gain attention, hold interest, arouse desire and elicit action. In practice, few messages talk the consumer all the way from awareness through purchase, but the AIDA framework suggests the desirable qualities of any communication”idealnya, pesan harus mendapatkan perhatian, menarik minat, membangkitkan gairah dan menimbulkan tindakan. Dalam prakteknya, beberapa pesan disampaikan kepada konsumen dengan berbagai macam cara, dan kerangka AIDA memberikan kualitas yang diinginkan dari setiap tujuan komunikasi. Haase (2009) menyebutkan bahwa formula AIDA terdiri dari Attention, Interest, Desire, Action adalah model yang dapat menjelaskan proses di mana periklanan atau promosi digunakan dalam rangka melakukan penjualan kepada pelanggan sasaran dengan berhasil. AIDA ini menerangkan bahwa dalam membangun program komunikasi yang efektif, aspek terpenting adalah memahami proses terjadinya respon dari konsumen, misalnya saat konsumen melakukan pembelian pada suatu produk dan atau jasa tertentu, maka diperlukan pemahaman mengenai usaha promosi yang dapat mempengaruhi respon konsumen tersebut. Berdasar pada penjelasan di atas, perguruan tinggi sama seperti lembaga bisnis lainnya yang berusaha untuk menjadi pilihan para calon konsumennya. Lembaga perguruan tinggi dituntut untuk melalukan komunikasi pemasaran yang efektif, di mana setiap tahapan komunikasinya harus dapat memunculkan tanggapan atau repon positif dari para siswa sebagai audience sasarannya. Lembaga 108
perguruan tinggi harus mampu mengkomunikasi benefit tertentu yang menjadi perhatian para siswa sebagai calon pelanggannya, untuk kemudian memunculakan ketertarikan, keinginan memiliki dan pada akhirnya komunikasi pemasaran harus bisa menunjukkan cara bagaimana audience sasaran bisa mendapatkan pelayanan perguruan tinggi sebagai jalan keluar masalah para siswa sebagai audience sasarannya. Dimensi keputusan pembelian yang digunakan dalam penelitian disertasi ini, menggunakan model AIDA yang dipandang sesuai dengan penelitian yang mengkaji tentang keputusan mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi.Adapun AIDA yang dimaksud dalam penelitian disertasi ini adalah sebagai berikut, Attention sebagai perhatian yang ditunjukkan oleh siswa sebagai audience kepada lembaga perguruan tinggi melalui program komunikasi pemasarannya. Dimensi kedua adalah interst yaitu suatu keadaan audience sasaran yang memiliki ketertarik pada produk pelayanan lembaga perguruan tinggi. Ketiga adalah desire yaitu tingkat keinginan audience sasaran dalam mencari informasi mengenai lembaga perguruan tinggi dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keingginannya. Dimensi terakhir adalah action atau perilaku pemilihan lembaga perguruan tinggi sebagai solusi akan kebutuhan dan audience sasaran. Dimensi keputusan pembelian yang digunakan dalam penelitian disertasi ini, menggunakan model AIDA yang dipandang sesuai dengan penelitian yang mengkaji tentang keputusan mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi.Adapun AIDA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, Attention sebagai bagian dari proses pemecahan masalah dengan memberikan perhatian terhadap program komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi. Attention akan diukur dengan tingkat perhatian mahasiswa terhadap iklan, promosi penjualan, kegiatan hubungan masyarakat, pemasaran langsung, penjualan pribadi dan penyelenggaraan acara-acara khusus yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi. 109
Dimensi kedua adalah interest yaitu bagian dari proses pemecahan masalah dengan menunjukkan ketertarikan pada program pendidikan yang ditawarkan oleh lembaga perguruan tinggi. Interest dalam penelitian disertasi ini akan diukur dengan penelusuran terhadap tingkat ketertarikan mahasiswa terhadap program studi yang ada di lembaga perguruan tinggi, konsentrasi atau kekhususan yang ada di dalam program studi serta bentang mata kuliah yang dipelajari. Dimensi ketiga adalah desire yaitu bagian dari proses pemecahan masalah dengan menunjukkan keinginan dalam wujud mencari informasi mengenai lembaga perguruan tinggi. Dimensi desire dalam penelitian disertasi ini akan diukur dengan tingkat keinginan mahasiswa dalam mencari informasi mengenai lingkungan pembelajaran, kefokusan program studi, kekuatan orientasi program studi dengan dunia kerja serta pencapaian prestasi lembaga perguruan tinggi. Dimensi terakhir adalah action, sebagai proses akhir dari pemecahan masalah dengan memilih lembaga perguruan tinggi sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan. Action dalam penelitian disertasi ini akan diukur dengan tingkat kebutuhan dan keinginan mahasiswa dalam memilih lembaga perguruan tinggi sebagai tempat mereka belajar saat ini. 5.5.
Keputusan Mahasiswa untuk Memilih Perguruan Tinggi Vokasi (Hasil Penelitian Adriza, 2013)
5.5.1. Attention Pembahasan pada penelitian ini menitikberatkan pada unsurunsur dari attention untuk memilih perguruan tinggi, yaitu Memperhatikan iklan yang ditayangkan oleh lembaga perguruan tinggi (KM1), Memperhatikan promosi penjualan yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi (KM2), Memperhatikan kegiatan hubungan masyarakat lembaga perguruan tinggi (KM3), Memperhatikan pemasaran langsung yang dilakukan oleh instansi perguruan tinggi 110
(KM4), Memperhatikan penjualan pribadi yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi (KM5), Memperhatikan acara-acara khusus yang diselenggarakan oleh lembaga perguruan tinggi (KM6) Tabel 5.1. Iklan yang Ditayangkan Oleh Lembaga Perguruan Tinggi Sebagai Bagian dari Proses Pemilihan Insititusi Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 6 1.00 Tidak Setuju 14 2.30 Cukup Setuju 122 20.30 Setuju 284 47.30 Sangat Setuju 174 29.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 5.2 sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahkan tidak sedikit yang menyatakan sangat setuju bahwa mereka memperhatikan iklan yang ditayangkan oleh lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa iklan yang ditayangkan PT kurang memberikan daya tarik bagi mahasiswa/calon mahasiswa untuk memilih Perguruan Tinggi tersebut, serta iklan itu sendiri dapat dijadikan suatu sarana PT untuk mengkomunikasikan keunggulannya pada masyarakat. Dengan demikian jelas bahwa proses pengambilan keputusan pembelian bisa disamakan dengan proses pemecahan masalah, dan produk baik barang atau pun jasa tertentu merupakan solusi atas kebutuhan dan keinginan konsumen.
111
Tabel 5.3. Promosi Penjualan yang Dilakukan Oleh Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian dari Proses Pemilihan Insititusi Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 26 4.30 Cukup Setuju 114 19.00 Setuju 301 50.20 Sangat Setuju 156 26.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 5.3 di atas memperlihatkan pendapat sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahwa mereka memperhatikan promosi penjualan yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas promosi penjualan yang dilakukan oleh PT menjadi salah satu daya dorong calon mahasiswa untuk memilih PT tertentu, misalnya potongan biaya kuliah untuk 100 orang pendaftar pertama, beasiswa yang diberikan untuk mahasiswa berprestasi namun kurang mampu, member get member dengan menggunakan koordinator siswa, dan lain sebagainya. Tabel 5.4. Kegiatan Hubungan Masyarakat Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian dari Proses Pemilihan Insititusi Perguruan (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 2 0.30 Tidak Setuju 14 2.30 Cukup Setuju 90 15.00 Setuju 317 52.80 Sangat Setuju 177 29.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
112
Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahkan tidak sedikit yang menyatakan sangat setuju bahwa mereka memperhatikan kegiatan hubungan masyarakat lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas hubungan masyarakat PT juga menjadi salah satu yang dapat diandalkan untuk menarik calon mahasiswa agar memilih PT tersebut. Misalnya melaksanakan perlombaan-perlombaan yang pesertanya siswa-siswa SMU, membangun kemitraan dengan SMK dalam praktek-praktek kerja, dan lain sebagainya. Tabel 5.5. Pemasaran Langsung Yang Dilakukan Oleh Instansi Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian Dari Proses Pemilihan Insititusi Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 6 1.00 Tidak Setuju 19 3.20 Cukup Setuju 105 17.50 Setuju 294 49.00 Sangat Setuju 176 29.30 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 5.5 memperlihatkan pendapat sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahwa mereka memperhatikan pemasaran langsung yang dilakukan oleh instansi perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan institusi perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa peran pemasaran langsung yang dilakukan PT kurang besar dalam mendorong calon mahasiswa untuk memilih PT tertentu, misalnya dengan memberikan surat undangan secara langsung ke rumah calon mahasiswa atau ke sekolah menengah para calon siswa. 113
Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden ternyata lebih dari setengahnya menyatakan setuju, bahkan seperempatnya menyatakan sangat setuju bahwa mereka memperhatikan penjualan pribadi yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa personal selling merupakan suatu sarana komunikasi pada calon mahasiswa yang kurang efektif, misalnya aktivitas roadshow yang dilakukan PT keliling pada beberapa SMU dan sederajat untuk mempresentasikan keungguan yang dimiliki oleh PT. Tabel 5.6. Penjualan Pribadi yang Dilakukan Oleh Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian Dari Proses Pemilihan Insititusi Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 6 1.00 Tidak Setuju 32 5.30 Cukup Setuju 110 18.30 Setuju 311 51.80 Sangat Setuju 141 23.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Pada dimensi interest inilah instansi PT melaukan penjualan pribadi melalui presentasi-presentasi pada beberapa sekolah menengah umum agar para calon mahasiswa tertarik untuk memilih PT yang bersangkutan.
114
Tabel 5.7. Acara-Acara Khusus yang Diselenggarakan Oleh Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian Dari Proses Pemilihan Insititusi Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 7 1.20 Tidak Setuju 18 3.00 Cukup Setuju 79 13.20 Setuju 349 58.20 Sangat Setuju 147 24.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 5.7 di atas, ternyata sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahwa mereka memperhatikan acara-acara khusus yang diselenggarakan oleh lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa acara-acara khsuus yang diselenggarakan oleh PT merupakan aktivitas yang kurang menjadi daya tarik bagi calon mahasiswa, misalnya acara seminar nasional yang pesertanya para siswa SMU atau para guru SMU, acara perlombaan kompuer misalnya, dan lain sebagainya. 5.5.2. Interest Pembahasan pada penelitian ini menitikberatkan pada unsurunsur dari interest untuk memilih perguruan tinggi, yaitu Ketertarikan terhadap program studi yang ada di lembaga perguruan tinggi (KM7), Ketertarikan terhadap konsentrasi atau kekhususan yang ada di dalam program studi (KM8), Ketertarikan terhadap bentang mata kuliah yang akan dipelajari (KM9).
115
Tabel 5.8. Ketertarikan Terhadap Program Studi yang Ada di Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian dari Proses Pemilihan Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 2 0.30 Tidak Setuju 10 1.70 Cukup Setuju 51 8.50 Setuju 379 63.20 Sangat Setuju 158 26.30 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Tabel 5.8 memperlihatkan pendapat umumnya mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju bahwa mereka memiliki ketertarikan terhadap program studi yang ada di lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa citra PT yang sudah ditanamkan pada benak masyarakat dalam hal ini calon mahasiswa sudah dipersepsi positif oleh calon mahasiswa, sehingga calon mahasiswa tertarik untuk memilih PT yang dapat memfasilitasi cita-cita mereka. Tabel 5.9 memperlihatkan pendapat sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden yang menyatakan setuju, bahwa mereka memiliki ketertarikan terhadap konsentrasi atau kekhususan yang ada di dalam program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa kekhususan atau konsentrasi yang dimiliki oleg Program Studi menjadi sangat penting, karena kekhususan Prodi itu menjadi suatu trademark bagi PT tertentu yang menonjolkan core competence yang mereka miliki, misalnya salah satu PT vokasi di Jawa Barat memiliki kekhususan dibidang kewirausahaan, sehingga target mereka adalah menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki kesiapan mental dan ilmu untuk menjalankan usaha mandiri.
116
Tabel 5.9. Ketertarikan Terhadap Konsentrasi Atau Kekhususan yang Ada di Dalam Program Studi, Sebagai Bagian dari Proses Pemilihan Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 6 1.00 Cukup Setuju 55 9.20 Setuju 364 60.70 Sangat Setuju 172 28.70 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013 Tabel 5.10. Ketertarikan terhadap Bentang Mata Kuliah yang Akan Dipelajari, Sebagai Bagian dari Proses Pemilihan Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 2 0.3 Tidak Setuju 4 0.7 Cukup Setuju 64 10.7 339 56.5 Setuju Sangat Setuju 191 31.8 600 100 Total Skor Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 5.10 di atas, terlihat bahwa sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahwa mereka memiliki ketertarikan terhadap bentang mata kuliah yang akan dipelajari, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa bentang mata kuliah yang dipelajari sangat penting dilakukan oleh Program Studi pada PT tertentu, karena calon mahasiswa sebagaimana hasil analisis di atas tertarik dengan aktivitas tersebut.
117
5.5.3. Desire Pembahasan pada penelitian ini menitikberatkan pada unsurunsur dari desire untuk memilih perguruan tinggi, yaitu Keinginan untuk mencari informasi mengenai lingkungan pembelajaran di lembaga perguruan tinggi (KM10), Keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi (KM11), Keinginan untuk mencari informasi mengenai kekuatan orientasi program studi dengan dunia kerja (KM12), Keinginan untuk mencari informasi mengenai pencapaian prestasi lembaga perguruan tinggi (KM13) Tabel 5.11. Keinginan Untuk Mencari Informasi Mengenai Lingkungan Pembelajaran di Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian dari Proses Pemilihan Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 3 0.50 Tidak Setuju 4 0.70 Cukup Setuju 66 11.00 Setuju 320 53.30 Sangat Setuju 207 34.50 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 5.11 di atas tergambarkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan memiliki keinginan untuk mencari informasi mengenai lingkungan pembelajaran di lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat antusiasme calon mahasiswa dalam mencari tahu apa dan bagaimana PT yang akan mereka pilih, karena itu lingkungan pembelajaran menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan oleh PT dalam menjaring calon mahasiswanya.
118
Tabel 5.12. Keinginan Untuk Mencari Informasi Mengenai Kefokusan Program Studi, Sebagai Bagian Dari Proses Pemilihan Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 1 0.20 Tidak Setuju 6 1.00 Cukup Setuju 72 12.00 Setuju 322 53.70 Sangat Setuju 199 33.20 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahkan banyak juga yang menyatakan sangat setuju, bahwa mereka memiliki keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa para calon mahasiswa ternyata memperhatikan kefokusan program studi, karena bukan hanya calon mahasiswa saja yang menilai kefokusan program studi, tetapi orangorang yang ada disekitar calon mahasiswa juga yang selalu merekomendasikan kepada mereka untuk memilih PT. Tabel 5.13. Keinginan Untuk Mencari Informasi Mengenai Kekuatan Orientasi Program Studi Dengan Dunia Kerja Sebagai Bagian Dari Proses Pemilihan Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 2 0.30 Tidak Setuju 6 1.00 Cukup Setuju 57 9.50 Setuju 321 53.50 Sangat Setuju 214 35.70 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
119
Tabel 5.13 menggambarkan sebagian besar mahasiswa menyatakan setuju dan bahkan banyak juga yang menyatakan sangat setuju, bahwa mereka memiliki keinginan untuk mencari informasi mengenai kekuatan orientasi program studi dengan dunia kerja sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi program studi dengan dunia kerja merupakan suatu kunci agar menjadi daya tarik bagi calon mahasiswa. Karena itu orientasi program studi dengan dunia kerja menjadi perhatian bagi Perguruan Tinggi. Pada Perguruan Tinggi vokasi yang dijadikan fokus utama adalah bagaimana lulusannya dapat langsung bisa dipakai di dunia kerja. Tabel 5.14. Keinginan Untuk Mencari Informasi Mengenai Pencapaian Prestasi Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Bagian Dari Proses Pemilihan Lembaga Perguruan Tinggi (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 6 1.00 Tidak Setuju 14 2.30 Cukup Setuju 78 13.00 Setuju 302 50.30 Sangat Setuju 200 33.30 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Berdasarkan tabel 5.14 di atas, terlihat sebagian besar mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju bahwa mereka memiliki keinginan untuk mencari informasi mengenai pencapaian prestasi lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian prestasi perguruan tinggi juga merupakan suatu kunci yang dapat menjadi daya tarik bagi calon mahasiswa untuk memilih Perguruan Tinggi tersebut.
120
5.5.4. Action Pembahasan pada penelitian ini menitikberatkan pada unsurunsur dari action untuk memilih perguruan tinggi, yaitu Memilih lembaga perguruan tinggi sebagai pemuas kebutuhan (KM14), dan Memilih lembaga perguruan tinggi sebagai pemuas keinginan (KM15). Tabel 5.15. Memilih Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Proses Akhir Dari Pemuasan Kebutuhan Saya Akan Pendidikan (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 5 0.80 Tidak Setuju 19 3.20 Cukup Setuju 76 12.70 Setuju 326 54.30 Sangat Setuju 174 29.00 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
Lebih dari setengahnya mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju, bahwa mereka memutuskan untuk memilih lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat saya belajar, sebagai proses akhir dari pemuasan kebutuhan mereka akan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa akhirnya keputusan mahasiswa untuk memilih Perguruan Tinggi tergantung calon mahasiswa itu sendiri, karena itu baik kelompok referensi maupun Perguruan Tinggi itu sendiri hanya bias mestimulinya supaya calon mahasiswa cenderung memilih PT tersebut. Tabel 5.16. Memilih Lembaga Perguruan Tinggi, Sebagai Proses Akhir dari Pemuasan Keinginan Saya Akan Pendidikan (n=600), 2013 Keterangan Frekuensi Persen Sangat Tidak Setuju 10 1.70 Tidak Setuju 27 4.50 Cukup Setuju 66 11.00 Setuju 330 55.00 Sangat Setuju 167 27.80 Total Skor 600 100 Sumber : Hasil olahan data, 2013
121
Berdasarkan tabel 5.16 pada umumnya mahasiswa yang dijadikan responden menyatakan setuju memutuskan untuk memilih lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat mereka belajar, sebagai proses akhir dari pemuasan keinginan mereka akan pendidikan Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa Perguruan Tinggi dapat menjadi pemuas keinginan mahasiswa. Misalnya pada saat setelah memilih Perguruan Tinggi, mahasiswa dapat melakukan aktivitas-aktivitas positif yang memberikan kepuasan kepada mereka untuk mencapai cita-citanya. Berdasarkan hasil analisis di atas, mahasiswa lebih menitik beratkan pada kefokusan program studi tempat belajar, kemudian hubungan masyarakat lembaga dan ketertarikan terhadap program studi. Namun kurang menitik beratkan pada proses akhir dari pemuasan keinginan saya akan pendidikan pada lembaga perguruan tinggi vokasi tersebut. Dalam keputusan mahasiswa untuk masuk perguruan tinggi seringkali ada lebih dari duapihak yang terlibat dalam proses pemilihan tersebut. Umumnya adalima macam peranan yang dapat dilakukan seseorang. Ada kalanya kelima peranini dipegang oleh satu orang. Namun, seringkali pula peranan tersebut dilakukan oleh beberapa orang. Pemahaman mengenai masing-masng peranan ini sangat berguna dalam rangka memuaskan kebutuhan kebutuhan mahasiswa dan keinginan mahasiswa. Kelima peran tersebut meliputi, pemrakarsa (initiator), pemberi pengaruh (influencer), pengambilan keputusan (decider), pembeli (buyer), pemakai (user). Keputusan memilih perguruan tinggi tidak hanya mencakup pola perilaku mahasiswa dalam meraih kepuasannya, namun keputusan memilih PT juga akan sangat terkait dengan banyak pilihan yang harus ditentukan oleh mahasiswa tersebut, misalnya saja tentang memilih PT atau tidak memilih, memilih merek atau memilih untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang dianggap perlu oleh mahasiswa.
122
BAB 6 HUBUNGAN ANTAR VARIABEL 6.1.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Nilai yang Dirasakan (X2)
Frouzan Far at all. (2012:187) menerangkan bahwa, teori kelompok referensi secara tersirat membagikan pengalaman umum yang dimiliki oleh sekelompok orang, jika dari pengalaman tersebut seorang individu telah mengevaluasi perilaku, norma dan nilai-nilai yang dirasakan tepat bagi mereka. Anwar and Gulzar (2011:48) menerangkan hal berikut, ketika semua faktor kualitas kepuasan seperti layanan, makanan, hiburan dll. menimbulkan kepuasan dari konsumen atau pelanggan (Spreng, MacKenzie, dan Olshavsky, 1996).Hal ini dikonseptualisasikan sebagai hasil dari konstruksi ganda (Yi, 1990). Penulis yang berbeda mendalilkan bahwa konsumen yang merasa puas akanmenjadi pelanggan setia atau membeli layanan berulang kali atau menjadi endorser dari layanan dengan mengakatakan hal positif dari mulut ke mulut (taman 2004). Menurut Jordaan dan prinsloo, 2001 satu pelanggan yang puas membawa tiga pelanggan lainnya. Oh (1999) menunjukkan bahwa persepsi kualitas, nilai, kepuasan pelanggan, niat pembelian kembali, dan perkataan dukungan dari mulut ke mulut berkorelasi positif satu sama lain. 6.2.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Citra Lembaga (Y)
Helena Alfes (2010:76) mengungkapkan, beberapa studi telah menemukan bahwa citra dan reputasi lembaga universitas sangat 123
mempengaruhi retensi dan loyalitas (Nguyen dan Leblanc, 2001; Bloemer dan de Ruyter, 1998; Helgesen dan Nesset, 2007). Menurut Eskildsen et al. (1999), variabel ini benar-benar merupakan salah satu yang memiliki pengaruh paling besar terhadap loyalitas siswa di pendidikan tinggi. Namun demikian, loyalitas adalah sebuah konsep yang telah kurang diterapkan dalam pendidikan tinggi.Webb dan Jagun (1997), konsep ini mengukur kesediaan siswa untuk merekomendasikan lembaga kepada siswa lain, keinginan untuk menceritakan hal-hal positif tentang lembaga dan keinginan untuk kembali lagi nanti untuk melanjutkan studinya. 6.3.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Mahasiswa dalam memilih Pergurun Tinggi (Z)
Keputusan
Bearden, Netemeyer and Teel (1989) dalam Pentina at all. (2008:119) memaparkan, konsumen memiliki kerentanan terhadap pengaruh antarpribadi yang didefinisikan sebagai "kebutuhan untuk mengidentifikasi atau meningkatkan satu" citra orang lain yang signifikan melalui akuisisi dan penggunaan produk dan merek, kesediaan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang lain mengenai keputusan pembelian, dan/atau kecenderungan untuk belajar tentang produk dan jasa dengan mengamati orang lain dan/ atau mencari informasi dari orang lain. Manski (1993) dalam Almados at all. (2010:622) mengatakan, pilihan produk konsumen bisa menjadi konsekuensi dari pilihan kelompok acuannya (efek sosial endogen) atau karakteristik kelompoknya (efek kontekstual). Selain itu, anggota dari kelompok referensi dapat berperilaku dengan cara yang serupa karena faktor pengamatan umum (efek berkorelasi). 6.4.
Hubungan Nilai yang Dirasakan (X2) dan Citra Lembaga (Y)
Alfes (2010:77) mengungkapkan, model yang diusulkan oleh Clow et al. (1997) mengusulkan bahwa citra perusahaan yang dibentuk 124
oleh hal-hal nyata seperti harga, iklan dan dari cerita dari mulut ke mulut dan bahwa citra ini mempengaruhi kepuasan secara langsung dan tidak langsung melalui persepsi kualitas. 6.5.
Hubungan Nilai yang Dirasakan (X2) dan Keputusan Mahasiswa dalam memilih Perguruan Tinggi (Z)
Nilai yang dirasakan merupakan variabel anteseden dari keputusan mahasiswa, hal ini dapat dilihat berdasarkan beberapa keterangan berikut. Rajaguru and Matanda (2011:17) menyatakan bahwa atribut fungsional adalah bukti fisik yang mempengaruhi motivasi pembelian dan pengambilan keputusan oleh konsumen. George Evans (2002:135) menerangkan bahwa pendekatan nilai yang dirasakan pelanggan mencoba untuk mengidentifikasi bagaimana orang mengevaluasi penawaran yang bersaing dengan asumsi bahwa ketika mereka membuat keputusan pembelian mereka, mereka melakukannya dengan nilai sebagai pendorong utama. Kuo-Ming Chu at all. (2009:99) menyebutkan bahwa, penelitian Heskett et al. (1994) dan Eisingerich & Bell (2007) mengevaluasi hubungan antara nilai pelanggan dan loyalitas. Satu model, yang disebut "menempatkan rantai layanan-profit untuk bekerja" merangkum konsep yang memberikan nilai pelanggan pada gilirannya akan mempengaruhi kepuasan pelanggan, dan kepuasan pelanggan pada gilirannya akan mempengaruhi loyalitas pelanggan, yang kemudian akan mempengaruhi keuntungan dan pertumbuhan perusahaan. Brown and Mazarol (2008:86) mengungkapkan, penggunaan ukuran NILAI dianggap tepat karena nilai yang berbeda terhadap kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen memberikan pengaruh kuat pada niat pembelian daripada kualitas pelayanan.
125
6.6.
Hubungan Citra Lembaga (Y) dan Keputusan Mahasiswa dalam memilih Perguruan Tinggi (Z)
Ngu yen dan Leblanc (2001:305) menyatakan bahwa dari perspektif pemasaran, terdapat pengaruh citra kelembagaan dan reputasi pada perilaku pelanggan, terlepas dari kurangnya bukti empiris. Banyak penulis menegaskan bahwa citra dan reputasi lembaga yang baik membantu meningkatkan penjualan organisasi, pangsa pasar. Kotler and Fox (1995) dalam Helena Alfes (2010:74) menerangkan, citra dan reputasi lembaga sering kali lebih penting daripada kualitas karena itu citra yang benar-benar dirasakan dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh calon siswa. Alfes (2010:74) mengungkapkan, dalam studi mereka mengenai citra universitas, Yavas dan Shemwell (1996), Landrum et al. (1998) dan Parameswaran dan Glowacka (1995) menemukan bahwa lembaga pendidikan tinggi perlu mempertahankan atau mengembangkan citra yang berbeda untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam pasar yang semakin kompetitif. Para penulis ini, mengungkapkan citra adalah salah satu pengaruh utama pada kesediaan siswa untuk mengajukan permohonan pendaftaran. 6.7.
Hubungan Kelompok Referensi (X1) dan Nilai yang Dirasakan (X2) dan Keptusan Mahasiswa (Z) dengan Citra Lembaga (Y) sebagai Variabel Intervening
Citra lembaga merupakan variabel intervening dari pengaruh kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa berdasarkan penjelasan berikut. Helena Alfes (2010:76) mengungkapkan, beberapa studi telah menemukan bahwa citra dan reputasi lembaga universitas sangat mempengaruhi retensi dan loyalitas (Nguyen dan Leblanc, 2001; Bloemer dan de Ruyter, 1998; Helgesen dan Nesset, 2007). Menurut Eskildsen et al. (1999), variabel ini benar-benar merupakan salah satu yang memiliki pengaruh paling 126
besar terhadap loyalitas siswa di pendidikan tinggi. Namun demikian, loyalitas adalah sebuah konsep yang telah kurang diterapkan dalam pendidikan tinggi.Webb dan Jagun (1997), konsep ini mengukur kesediaan siswa untuk merekomendasikan lembaga kepada siswa lain, keinginan untuk menceritakan hal-hal positif tentang lembaga dan keinginan untuk kembali lagi nanti untuk melanjutkan studinya. Alfes (2010:77) mengungkapkan, model yang diusulkan oleh Clow et al. (1997) mengusulkan bahwa citra perusahaan yang dibentuk oleh hal-hal nyata seperti harga, iklan dan dari cerita dari mulut ke mulut dan bahwa citra ini mempengaruhi kepuasan secara langsung dan tidak langsung melalui persepsi kualitas. Ngu yen dan Leblanc (2001:305) menyatakan bahwa dari perspektif pemasaran, terdapat pengaruh citra kelembagaan dan reputasi pada perilaku pelanggan, terlepas dari kurangnya bukti empiris. Banyak penulis menegaskan bahwa citra dan reputasi lembaga yang baik membantu meningkatkan penjualan organisasi dan pangsa pasar. Kotler and Fox (1995) dalam Helena Alfes (2010:74) menerangkan, citra dan reputasi lembaga sering kali lebih penting daripada kualitas karena itu citra yang benar-benar dirasakan dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat oleh calon siswa. Alfes (2010:74) mengungkapkan, dalam studi mereka mengenai citra universitas, Yavas dan Shemwell (1996), Landrum et al. (1998) dan Parameswaran dan Glowacka (1995) menemukan bahwa lembaga pendidikan tinggi perlu mempertahankan atau mengembangkan citra yang berbeda untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam pasar yang semakin kompetitif. Para penulis ini, mengungkapkan citra adalah salah satu pengaruh utama pada kesediaan siswa untuk mengajukan permohonan pendaftaran.
127
6.8.
Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 Ayat 1), dan Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 Ayat 2). Untuk mewujudkan cita-cita luhur tesebut, pemerintah menetapkan 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia yang menjadi pedoman bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut ini penjelasan 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia: 1. Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. 2. Standar Isi Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Standar isi tersebut memuat
128
kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. 3. Standar Proses Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial. 5. Standar Sarana dan Prasarana Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang 129
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 6. Standar Pengelolaan Pendidikan Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah. 7. Standar Pembiayaan Pendidikan Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. 8. Standar Penilaian Pendidikan Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
130
Namun DIKTI, khusus untuk pendidikan tinggi, maka ditambah 2 standar, yatiu Standar Penelitian dan Standar Pengabdian pada Masyarakat, sehingga SNP untuk pendidikan tinggi menjadi 10 standar. Adapun hubungan antara standar pendidikan nasional dengan indikator-indikator yang menjadi konstruk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Standar Isi a. Dukungan Pembelajaran (CI2) b. Tradisi Indtitusi (CI10 c. Ketertarikan Program Studi (KM7) d. Ketertarikan Konsentrasi (KM8) e. Ketertarikan Mata Kuliah (KM9) 2. Standar Proses a. Solusi Mahasiswa(ND1) b. Jadwal (ND2) c. Penanganan Konflik (ND10) 3. Standar Kompetensi a. Saran bagi mahasiswa (ND4) b. Pelayanan (ND7) c. Kualitas PT (ND8) d. Inovasi layanan (CI3) e. Kefokusan kegiatan belajar (CI4) f. Kefokusan kajian ilmu (CI6) 4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan a. Komitmen (ND9) b. Komunikasi (ND11) c. Keramahan (CI1) d. Pengalaman (CI9) e. Prestise yang Tinggi (CI11) 5. Standar Sarana dan Prasarana a. Spesifikasi kebutuhan mahasiswa (ND3) b. Sarana informasi lingkungan pembelajaran di PT (KM10) 131
c. d.
6.
7.
8.
Sarana informasi kefokusan program studi (KM11) Sarana informasi orientasi program studi dengan dunia kerja (KM12) e. Sarana informasi pencapaian prestasi PT(KM13) Standar Pengelolaan a. Program pendidikan (CI5) b. Pendaftaran (CI7) c. Iklan (KM1) d. Promosi penjualan (KM2) e. Hubungan masyarakat (KM3) f. Pemasaran Langsung (KM4) g. Penjualan Pribadi (KM5) h. Acara Khusus (KM6) Standar Pembiayaan a. Biaya yang disesuaikan dengan pelayanan (ND5) b. Biaya disesuaikan dengan lembaga lain (ND6) Standar Penilaian Pendidikan a. Proses akhir sebagai pemuas kebutuhan (KM14) b. Proses akhir sebagai pemuas keinginan (KM15)
132
BAB 7. MEMBANGUN CITRA INSTITUSI PERGURUAN TINGGI VOKASI (Hasil Penelitian Adriza, 2013) 7.1.
Hubungan Antara Kelompok Referensi dengan Nilai yang Dirasakan Mahasiswa
Frouzan Far at all. (2012:187) menerangkan bahwa, teori kelompok referensi secara tersirat membagikan pengalaman umum yang dimiliki oleh sekelompok orang, jika dari pengalaman tersebut seorang individu telah mengevaluasi perilaku, norma dan nilai-nilai yang dirasakan tepat bagi mereka. Anwar and Gulzar (2011:48) menerangkan hal berikut, ketika semua faktor kualitas kepuasan seperti layanan, makanan, hiburan dll. menimbulkan kepuasan dari konsumen atau pelanggan (Spreng, MacKenzie, dan Olshavsky, 1996). Hal ini dikonseptualisasikan sebagai hasil dari konstruksi ganda (Yi, 1990). Penulis yang berbeda mendalilkan bahwa konsumen yang merasa puas akan menjadi pelanggan setia atau membeli layanan berulang kali atau menjadi endorser dari layanan dengan mengatakan hal positif dari mulut ke mulut (Taman, 2004). Menurut Jordaan dan Prinsloo, 2001 satu pelanggan yang puas membawa tiga pelanggan lainnya. Oh (1999) menunjukkan bahwa persepsi kualitas, nilai, kepuasan pelanggan, niat pembelian kembali dan perkataan dukungan dari mulut ke mulut berkorelasi positif satu sama lain. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program Lisrel untuk model persamaan struktural, sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah: 133
KR =
0.36*ND, Errorvar.= 0.87, R² = 0.13 ………………….(7.1) (0.074) 4.85 Di mana : KR = Kelompok Referensi ND = Nilai yang Dirasakan Sedangkan arah (+) memperlihatkan hubungan searah, misalnya 0,36*ND, artinya KR memiliki hubungan secara positif dengan ND, yaitu semakin mendukung KR, maka ND akan semakin meningkat. Sedangkan arah (-) merupakan arah yang berlawanan. Model strandized seperti gambar dibawah ini: 1.001.00
KR
0.360.29
1.00X2
NDX1
Gambar 7.1. Hubungan Kelompok Referensi dengan Nilai yang Dirasakan terhadap Citra Lembaga(standardized)
134
Dan model nilai t untuk menguji hipotesis 2 seperti gambar dibawah ini 0.00
KR
4.85KR10
0.00KR3
ND0.18
Gambar 7.2. Hubungan Kelompok Referensi dengan Nilai yang Dirasakan (Nilai t)
Pada persamaan 7.1 dan gambar 7.1 di atas, terlihat bahwa hubungan kelompok referensi dengan nilai yang dirasakan sebesar 0,36, dimana t value= 4.85 < t sig= 2, dengan demikian variabel terdapat hubungan yang signifikan kelompok referensi dengan nilai yang dirasakan. sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa pemilih perguruan tinggi swasta vokasi. Adapun hubungan antara kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa pemilih perguruan tinggi swasta vokasi adalah positif dan signifikan. Ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi, dapat meningkatkan nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi akan meningkat. 135
7.2.
Pengaruh Secara Parsial
Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program Lisrel untuk model persamaan struktural, sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah : CI = 0.14*KR, Errorvar.= 0.98, R² = 0.02 …………………….(7.2) (0.088) 1.60 Di mana : KR = Kelompok Referensi CI = Citra Lembaga Sedangkan arah (+) memperlihatkan hubungan searah, misalnya 0,14*KR, artinya KR berpengaruh secara positif terhadap CI, yaitu semakin medukung KR, maka CI akan semakin mengarah pada baik. Sedangkan arah (-) merupakan arah yang berlawanan, dengan model standardized seperti seperti dibawah ini R2 = 0,02 R
0.14
I
0,98 Gambar 7.3. Pengaruh Kelompok Referensi terhadap Citra Lembaga (Standardized)
136
Berdasarkan persamaan structural 7.2 dan Gambar 7.3, dengan koefisien standardized 0,14, terlihat besarnya pengaruh variabel kelompok referensi terhadap citra lembaga adalah sebesar (0,14 x 0,14 x 100)= 2%, dengan nilai t hitung= 1,60 lebih besar daripada t tabelnya 1,96, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok referensi berpengaruh tidak signifikan terhadap citra lembaga sebesar 2% dan sisanya 98% dipengaruhi oleh faktor lain. Dan dapat dikatakan Hipotesis 3a ditolak, yaitu ”Tidak terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi”. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi. Ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi tidak dapat memperbaiki citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mengajar. Hipotesis 3.b.: Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi Pada bagian ini akan dilakukan pengujian hipotesis ketiga (b) tentang pengaruh antara variabel eksogen nilai yang dirasakan terhadap variabel endogen citra lembaga. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program Lisrel untuk model persamaan struktural, sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah:
137
CI = 0.70*ND, Errorvar.= 0.51, R² = 0.49……………………….(7.3) (0.158) 4.43 Di mana : ND = Nilai yang Dirasakan CI = Citra Lembaga Sedangkan arah (+) memperlihatkan hubungan searah, misalnya 0,70*ND, artinya ND berpengaruh secara positif terhadap CI, yaitu semakin tinggi ND, maka CI akan semakin mengarah pada baik. Sedangkan arah (-) merupakan arah yang berlawanan, dengan model standardized seperti seperti dibawah ini: R2 = 0,49 ND
0.70
CI
0,51 Gambar 7.4. Pengaruh Nilai yang Dirasakan terhadap Citra Lembaga (Standardized)
Berdasarkan persamaan structural 7.3 dan Gambar 7.4, dengan koefisien standardized 0,70, terlihat besarnya pengaruh variabel nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga adalah sebesar (0,70 x 0,70 x 100)= 49%, dengan nilai t hitung = 4,43 lebih besar daripada t tabelnya 1,96, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai yang dirasakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap citra lembaga sebesar 49% dan sisanya 51% dipengaruhi oleh faktor lain. Dan dapat dikatakan 138
bahwa Hipotesis 3b diterima, yaitu ”Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi”. Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi. Nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi dapat memperbaiki citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa. Hipotesis 3.c.: Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi Pada bagian ini akan dilakukan pengujian hipotesis ketiga (c) tentang pengaruh antara variabel eksogen kelompok referensi terhadap variabel endogen keputusan mahasiswa. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program Lisrel untuk model persamaan struktural, sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah: KM = 0.65*KR, Errorvar.= 0.58, R² = 0.42……………………(7.4) (0.152) 4.28 Di mana : KR = Kelompok Referensi KM = Keputusan Mahasiswa Sedangkan arah (+) memperlihatkan hubungan searah, misalnya 0,65*KR, artinya KR berpengaruh secara positif terhadap KM, yaitu semakin mendorong KR, maka KM akan semakin memutuskan untuk memilih. Sedangkan arah (-) merupakan arah yang berlawanan, dengan model standardized seperti seperti dibawah ini: 139
R2 = 0,42 KR
0.65
KM
0,58 Gambar 7.5. Pengaruh Kelompok Referensi terhadap Keputusan Mahasiswa (Standardized)
Berdasarkan persamaan structural 7.4 dan Gambar 7.5, dengan koefisien standardized 0,65, terlihat besarnya pengaruh variabel kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa adalah sebesar (0,65 x 0,65 x 100)= 42%, dengan nilai t hitung= 4,28 lebih besar daripada t tabelnya 1,96, sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok referensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan mahasiswa sebesar 42% dan sisanya 58% dipengaruhi oleh faktor lain. Dan dapat dikatakan Hipotesis 3c diterima, yaitu ”terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi”. Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi.ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi dapat mendorong keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan 140
program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. Hipotesis 3.d.: Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi Pada bagian ini akan dilakukan pengujian hipotesis ketiga (d) tentang pengaruh antara variabel eksogen nilai yang dirasakan terhadap variabel endogen keputusan mahasiswa. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program Lisrel untuk model persamaan struktural, sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah: KM = 0.30*ND, Errorvar.= 0.91, R² = 0.09……………………..(7.5) (0.095) 3.16 Di mana : ND = Nilai yang Dirasakan KM = Keputusan Mahasiswa Sedangkan arah (+) memperlihatkan hubungan searah, misalnya 0,30*ND, artinya ND berpengaruh secara positif terhadap KM, yaitu semakin tinggi ND, maka KM akan semakin memutuskan untuk memilih. Sedangkan arah (-) merupakan arah yang berlawanan, dengan model standardized seperti seperti dibawah ini:
141
R2 = 0,09 NDK
0.30
KMC
0,91 Gambar 7.6. Pengaruh Nilai yang Dirasakan terhadap Keputusan Mahasiswa (Standardized)
Berdasarkan persamaan structural 7.5 dan Gambar 7.6, dengan koefisien standardized 0,30, terlihat besarnya pengaruh variabel nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa adalah sebesar (0,30 x 0,30 x 100)= 9%, dengan nilai t hitung= 3,16 lebih besar daripada t tabelnya 1,96, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai yang dirasakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan mahasiswa, walaupun kontribusinya relatif kecil sebesar 9% dan sisanya 58% dipengaruhi oleh faktor lain. Dan dapat dikatakan Hipotesis 3d diterima, yaitu ”Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi”. Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi. nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi dapat mendorong keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi.
142
Hipotesis 3.e.: Terdapat pengaruh yang signifikan citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi Pada bagian ini akan dilakukan pengujian hipotesis ketiga (e) tentang pengaruh antara variabel endogen citra lembaga terhadap variabel endogen keputusan mahasiswa. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program Lisrel untuk model persamaan struktural, sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah: KM = 0.56*CI , Errorvar.= 0.69, R² = 0.31 ………………………..(7.6) (0.21) (0.096) 2.63 (6.35) Di mana : CI = Citra Lembaga KM = Keputusan Mahasiswa Sedangkan arah (+) memperlihatkan hubungan searah, misalnya 0,56*CI, artinya CI berpengaruh secara positif terhadap KM, yaitu semakin baik CI, maka KM akan semakin memutuskan untuk memilih. Sedangkan arah (-) merupakan arah yang berlawanan, dengan model standardized seperti seperti dibawah ini: R2 = 0,31 CI
0.56
KM
0,69 Gambar 7.7 Pengaruh Citra Lembaga terhadap Keputusan Mahasiswa (Standardized)
143
Berdasarkan persamaan structural 7.6 dan Gambar 7.7, dengan koefisien standardized 0,56, terlihat besarnya pengaruh variabel citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa adalah sebesar (0,56 x 0,56 x 100)= 31%, dengan nilai t hitung= 2,63 lebih besar daripada t tabelnya 1,96, sehingga dapat dikatakan bahwa citra lembaga berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan mahasiswa sebesar 31% dan sisanya 69% dipengaruhi oleh faktor lain. Dan dapat dikatakan Hipotesis 3e diterima, yaitu ”terdapat pengaruh yang signifikan citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi”. Terdapat pengaruh yang signifikan citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi. Citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa dapat mendorong keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. 7.3.
Pengaruh Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan Terhadap Citra Perguruan Tinggi Swasta Vokasi Secara Simultan
Uji Hipotesis 4 : Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga secara simultan. Pada bagian ini akan dilakukan pengujian hipotesis keempat tentang pengaruh antara variabel eksogen kelompok referensi (KR) dan variabel eksogen nilai yang dirasakan mahasiswa (ND) terhadap citra lembaga (CI). Dengan Model strandized seperti gambar dibawah ini:
144
1.00 KR
0.36 0.58 0.70 1.00
ND
Gambar 7.8. Pegaruh Langsung Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan terhadap Citra Lembaga (standardized)
CI = 0.14*KR + 0.70*ND, Errorvar.= 0.58, R² = 0.42 …………..(7.7) (0.088) (0.158) (0.11) 1.60 4.43 5.27 Di mana : KR = Kelompok Referensi ND = Nilai yang Dirasakan CI = Citra Lembaga Berdasarkan persamaan 7.7 dan gambar 7.8 di atas, terlihat bahwa besarnya pengaruh kelompok referensi terhadap citra lembaga adalah 0.14 dengan t hitung 1,60 < 2 (tidak signifikan), sedangkan besarnya pengaruh nilai yang dirasakan terhadap Citra Lembaga adalah sebesar 0,70 dengan nilai t hitung sebesar 4,43 > 2 (signifikan), hal ini memperlihatkan bahwa nilai yang dirasakan dominan mempengaruhi citra lembaga daripada kelompok referensi. Artinya citra lembaga perguruan tinggi vokasi akan dipersepsi dengan baik oleh 145
mahasiswa/calon mahasiswa apabila nilai yang dirasakan oleh mereka dipersepsi tinggi. Adapun pengaruh simultan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga adalah 0,42 atau 42% dengan F hitung = 5,27 > 2 (Signifikan) hal ini dapat dilihat pada persamaan 4.7 di atas. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi citra lembaga selain kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa adalah sebesar 58%. Karena itu dapat disimpulkan bahwa hipotesis 4 diterima, yaitu “terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga secara simultan”. 7.4.
Pengaruh Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan Terhadap Keputusan Mahasiswa Memilih Perguruan Tinggi Swasta Vokasi Melalui Citra Lembaga Secara Simultan
Uji Hipotesis 5 :
Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi melalui citra lembaga secara simultan.
Pada bagian ini akan dilakukan pengujian hipotesis kelima tentang pengaruh antara variabel eksogen kelompok referensi (KR) dan variabel eksogen nilai yang dirasakan mahasiswa (ND) terhadap keputusan mahasiswa (KM) melalui citra lembaga (CI), dengan Model strandized seperti gambar dibawah ini:
146
1)
Pengaruh Langsung KR dan ND terhadap KM secara Simultan 1.00
KR 0.65
0.3 KM
0.35
0.30 1.00
ND
Gambar 7.9.Pengaruh Langsung Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan terhadap Keputusan Mahasiswa (standardized)
KM = 0.65*KR + 0.30*ND, Errorvar.= 0.35, R² = 0.65………..(7.8) (0.152) (0.095) (0.12) 4.28 3.16 2.92 Di mana : KR = Kelompok Referensi ND = Nilai yang Dirasakan KM = Keputusan Mahasiswa Berdasarkan persamaan 7.8 dan gambar 7.9 di atas, terlihat bahwa besarnya pengaruh kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa adalah 0.65 dengan t hitung 4,28 > 2 (signifikan), sedangkan besarnya pengaruh nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa adalah sebesar 0,30 dengan nilai t hitung sebesar 3,16 > 2 (signifikan), hal ini memperlihatkan bahwa kelompok referensi dominan mempengaruhi keputusan mahasiswa daripada nilai yang dirasakan. Artinya mahasiwa dapat memutuskan untuk memilih perguruan tinggi vokasi tertentu apabila terdapat kelompok referensi yang merekomendasikan mereka untuk memilih perguruan tinggi 147
vokasi tersebut. Adapun pengaruh langsung simulan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa adalah 0,65 atau 65% dengan F hitung = 2.92 > 2 (Signifikan) hal ini dapat dilihat pada persamaan 4.8 di atas. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi keputusan mahasiswa selain kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa adalah sebesar 35%. 2)
Pengaruh Tidak Langsung KR dan ND terhadap KM melalui CI Secara Simultan 1.0 0
KR 0.1 4
0.3 6
CI 0.7 0
0.5 6
0.5 8 KM
0.4 6
ND 1.0 0 Chi-Square=107.25, df=38, P-value=0.00000, RMSEA=0.055
Gambar 7.10.Pengaruh Tidak Langsung Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan terhadap Keputusan Mahasiswa melalui Citra Lembaga secara Simultan (standardized)
Hasil yang diperoleh dengan menggunakan program Lisrel untuk model persamaan struktural, sesuai dengan hipotesis yang diajukan adalah: KM = 0.14*KR + 0.70*ND + 0.56*CI, Errorvar.= 0.46, R² = 0.54…….(7.9)
(0.088) (0.158) 1.60 4.43
(0.21) 2.63
148
(0.12) 3.50
Di mana : KR = Kelompok Referensi ND = Nilai yang Dirasakan CI = Citra Lembaga KM = Keputusan Mahasiswa Berdasarkan persamaan 7.9 dan gambar 7.10 di atas, terlihat bahwa besarnya pengaruh kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa adalah 0.65 dengan t hitung 4,28 > 2 (signifikan), sedangkan besarnya pengaruh nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa adalah sebesar 0,30 dengan nilai t hitung sebesar 3,16 > 2 (signifikan), hal ini memperlihatkan bahwa kelompok referensi dominan mempengaruhi keputusan mahasiswa daripada nilai yang dirasakan. Artinya mahasiwa dapat memutuskan untuk memilih perguruan tinggi vokasi tertentu apabila terdapat kelompok referensi yang merekomendasikan mereka untuk memilih perguruan tinggi vokasi tersebut. Adapun pengaruh langsung simultan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa adalah 0,652 + (0,65 x 0,36 x 0,30 x 2) + 0,302 = 0.4225 +0,1404 + 0.09 = 0,6529 atau 65,3% dengan F hitung = 2,92 > 2 (Signifikan) hal tersebut terlihat pada persamaan 4.8. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi keputusan mahasiswa selain kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa adalah sebesar 35%. Adapun pengaruh tidak langsung kelompok referensi dan nilai yang dirasakan secara simultan terhadap keputusan mahasiswa melalui citra lembaga adalah sebesar 0,54 dengan F hitung sebesar 3,83 > 2 (signifikan), sedangkan pengaruh faktor lain sebesar 46% hal ini dapat dilihat pada persamaan 4.9. Karena itu dapat disimpulkan bahwa hipotesis 5 diterima, yaitu “terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi melalui citra lembaga secara simultan”.
149
150
BAB 8 MODEL CITRA INSTITUSI PERGURUAN TINGGI VOKASI
KELOMPOK REFERENSI 0,65 0,14 0,36
CITRA LEMBAGA
KEPUTUSAN MAHASISWA 0,56
0,70 NILAI YANG DIRASAKAN MAHASISWA
0,30
Gambar 8.1. Keputusan Mahasiswa dalam Memilih Perguruan Tinggi Sebagai Dampak Citra Institusi Atas Kelompok Referensi dan Nilai yang Dirasakan
Hasil Kajian Teoritik Berdasarkan gambar 8.1 di atas, ternyata citra lembaga perguruan tinggi vokasi akan dipersepsi positif apabila mahasiswa mempersepsikan nilai yang dirasakan oleh mereka. Namun mahasiswa akan memutuskan untuk memilih perguruan tinggi vokasi apabila terdapat kelompok referensi yang mendorong mereka. Sedangkan 151
apabila dilihat secara tidak langsung, maka keputusan mahasiswa untuk memilih perguruan tinggi vokasi lebih dominan ditentukan oleh nilai yang dirasakan mahasiswa melalui citra lembaga. Nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi dapat membangun citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa, serta berimplikasi pada keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. Dengan ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi, serta didukung dengan ditingkatkannya nilai yang dirasakan mahasiswa mengenai ketertarikan dalam menyelesaikan masalah mahasiswa, kesesuaian kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan, memenuhi spesifikasi kebutuhan mahasiswa, memberikan saran-saran yang tepat kepada mahasiswa, menetapkan biaya yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkannya, menetapkan biaya yang kurang lebih sama dengan lembaga lain yang sejenis, memberikan pelayanan yang flexible kepada mahasiswa, serta komunikasi yang baik dan lancar dapat meningkatkan citra lembagaterutama dipersepsi memiliki tingkat keramahan yang tinggi, memiliki fleksibilitas dalam membukaan dan melayani pendaftaran mahasiswa, memiliki kesan bahwa program studi yang ada dalam lembaga perguruan tinggi memiliki orientasi yang kuat pada dunia kerja, memiliki gambaran bahwa lembaga 152
perguruan tinggi memiliki pengalaman yang tinggi, dan memiliki gambaran bahwa lembaga perguruan tinggi memiliki tradisi lembaga yang kuat, sehingga akhirnya dapat mendorong mahasiswa/calon mahasiswamemutuskan untuk memilih perguruan tinggi vokasi dengan memperhatikan iklan yang ditayangkan, memperhatikan promosi penjualan, memperhatikan pemasaran langsung, penjualan pribadi, memperhatikan acara-acara khusus, memutuskan untuk memilih lembaga perguruan tinggi pemuasan kebutuhan calon mahasiswa akan pendidikan, dan memutuskan untuk memilih lembaga perguruan tinggi, sebagai proses akhir dari pemuasan keinginan saya akan pendidikan. Hasil Kajian Empirik Pada gambar 4.21 di atas, tidak ada hubungan antara X1 dengan X2 yang diuji, sehingga tidak ada panah dari X1 ke X2. Kelompok referensi berpengaruh terhadap citra lembaga sebesar 0,14, artinya pengaruhnya relatif kecil, namun masih signifikan. Sedangkan pengaruh nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga sebesar 0,70, artinya pengaruhnya relatif besar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang dirasakan dominan mempengaruhi citra lembaga daripada kelompok referensi, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan citra lembaga, maka meningkatkan nilai yang dirasakan lebih diprioritaskan daripada meningkatkan dukungan kelompok referensi. Demikian juga pengaruh citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa sebesar 0,56, artinya memiliki pengaruh yang cukup besar, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan keputusan mahasiswa untuk membeli/memilih PT vokasi, maka citra lembaga vokasi itu sendiri harus ditingkatkan. Temuan hasil penelitian di atas adalah, mahasiswa akan memutuskan untuk memilih perguruan tinggi vokasi apabila citra lembaga perguruan tinggi vokasi tersebut dipersepsi baik/positif. Citra lembaga akan dipersepsi baik/positif apabila nilai yang dirasakan oleh mahasiswa baik pula yang ditunjang oleh dukungan kelompok 153
referensi. Pengaruh tidak langsung yang dominan adalah pengaruh nilai yang dirasakan mahasiswa terhadap keputusan mahasiswa melalui citra lembaga. Karena itu nilai yang dirasakan mahasiswa menjadi sangat penting untuk meningkatkan citra lembaga yang berimplikasi pada keputusan mahasiswa untuk memilih perguruan tinggi vokasi. Adapun pengaruh kelompok referensi secara parsial terhadap citra lembaga adalah tidak signifikan, sebagaimana yang dikemukakan pada tabel 4.55, hal ini mengandung pengertian bahwa sebaik apapun lembaga perguruan tinggi memanfaatkan kelompok referensi yang besar dorongannya pada calon mahasiswa, maka kurang memberikan perubahan yang berarti bagi peningkatan persepsi positif masyarakat pada citra lembaga yang bersangkutan, sehingga citra lembaga tidak mengalami perubahan yang berarti. Misalnya pada tabel 4.11 terlihat bahwa “Orang tua memberikan dorongan secara halus kepada calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi (KR6) memiliki skor tertinggi”, artinya lembaga perguruan tinggi vokasi harus memperhatikan orang tua calon mahasiswa yang memberikan dorongan secara halus kepada mereka yang mempengaruhi umumnya calon mahasiswa memilih PTS vokasi, misalnya bekerjasama dengan SMA atau SMK untuk mengumpulkan para orang tua siswa yang sudah lulus UN, namun belum memilih PTS manapun, mengundang para orang tua mahasiswa yang mungkin adik-adik mahasiswa yang bersangkutan adalah siswa SMA atau SMK kelas 3, dan upaya lainnya agar orang tua mau merekomendasikan secara halus pada calon mahasiswa untuk memilih PTS vokasi. Namun walaupun upaya di atas dilakukan oleh PTS vokasi, tetap tidak akan merubah citra lembaga secara berarti, terutama meningkatkan pandangan positif masyarakat (orang tua dan calon mahasiswa) bahwa lembaga perguruan tinggi akan menyediakan program pendidikan yang baik (CI5), sebagaimana yang terlihat pada tabel 4.35 di atas sebagai skor tertinggi. Karena referensi orang tua calon mahasiswa untuk memilih PTS vokasi tersebut dengan penuh harapan bahwa anak-anak mereka 154
pokoknya bisa mendapatkan pekerjaan yang cukup layak setelah lulus di PTS vokasi, bagaimanapun program pendidikan di PTS vokasi itu dilakukan, karena yang ada dibenak para orang tua dan para calon siswa adalah jaminan pekerjaan setelah lulus, bukan citra PTS dalam penyelenggaraan pendidikan yang baik. 8.1.
Pengembangan Model
Pembahasan pemecahan masalah dalam diperlihatkan dalam diagram alir seperti gambar 8.2.
Rumusan Masalah
Rumusan Tujuan
Strategy Mapping(Peme taan Strategi) Keluar : Kesimpulan
Operasionalisa si Strategy (Penyusunan dan Penggunaan Kriteria) Keluar : Saran
penelitian
ini
Rencana Tindakan :Implementa si Saran
Rencana Evaluasi dan Pengendalian Pengendalian : Indikator dan Alat Verifikasi
Gambar 8.2. Diagram Alir Pembahasan Pemecahan Masalah
Berdasarkan gambar 8.2. pembahasan pemecahan masalah dalam penelitian ini dimulai dengan merumuskan tujuan sebagai kelanjutan dari rumusan masalah yang telah dikemukakan pada Bab I. Selanjutnya dengan mengacu pada rumusan tujuan dibuat strategi 155
(strategy mapping) untuk mengindentifikasi variabel solusi sehingga keluar saran yang masih bersifat umum. 8.2.
Rumusan Tujuan
Rumusan tujuan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut : 1. Merancang tujuan untuk memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentanggambaran kelompok referensi, nilai yang dirasakan, citra lembaga dan keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi. 2. Merancang tujuan untuk memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang hubungan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa pemilih perguruan tinggi swasta vokasi. 3. Merancang tujuan untuk memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentangpengaruh secara parsial, khususnya: a. Pengaruh kelompok referensi terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi b. Pengaruh nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi c. Pengaruh kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi d. Pengaruh nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi e. Pengaruh citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi 4.
5.
Merancang tujuan untuk memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga secara simultan. Merancang tujuan untuk memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi melalui citra lembaga secara simultan. 156
Berdasarkan rumusan tujuan tersebut, maka tujuan yang sebaiknya dilakukan oleh perguruan tinggi swasta vokasi berdasarkan keempat tujuan tersebut adalah sbb: Tabel 8.1. Rumusan Tujuan dan Tujuan yang Seharusnya Dicapai Rumusan Tujuan Tujuan 1. Memberikan solusi Memberikan Solusi alternatif atas hasil alternatif atas hasil penelitian tentang gambaran sebagai penelitian berikut : tentanggambaran Kelompok referensi seharusnya kelompok referensi, nilai diperhatikan oleh PT vokasi, karena dapat yang dirasakan, citra mendorong mahasiswa untuk memilih lembaga dan keputusan PT, terutama rekan seusia, rekan sesama mahasiswa memilih ras, rekan sesama jenis kelamin, orang tua perguruan tinggi swasta dengan memberikan dorongan secara vokasi. halus dan tegas kepada anaknya untuk memilih perguruan tinggi tertentu. Nilai yang dirasakan mahasiswa seharusnya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, terutama dititikberatkan pada kepercayaan terhadap kualitas institusi perguruan tinggi, komitmen yang kuat, kemampuan perguruan tinggi menangani konflik, serta kelancaran komunikasi antara mahasiswa dengan pengelola perguruan tinggi. Citra institusi Perguruan Tinggi seharusnya mampu dipersepsi baik oleh mahasiswa, terutama mengenai proses belajar mengajar, inovasi dalam melayani mahasiswa, kefokusan dalam kegiatan belajar mahasiswa, menyediakan program pendidikan yang tepat, dan memiliki prestise yang tinggi. Keputusan mahasiswa seharusnya diperhatikan oleh PT vokasi, agar mahasiswa memutuskan untuk memilih Perguruan Tinggi Vokasi, terutama dilihat dari program studinya, konsentasi atau kekhususan prodinya, tentang mata
157
Rumusan Tujuan
Tujuan kuliah yang akan dipelajari, lingkungan pembelajaran, kefokusan program studi, kekuatan orientasi prodi, dan pencapaian prestasi institusi PT.
2. Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang hubungan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa pemilih perguruan tinggi swasta vokasi.
Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang hubungan ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi, dengan nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi akan meningkat.
3. Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentangpengaruh secara parsial, khususnya:
Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang dorongan pada mahasiswa untuk memilih PT vokasi melalui citra lembaga, kelompok referensi, maupun nilai yang dirasakan.
a. Pengaruh kelompok referensi terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi
Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang
158
Rumusan Tujuan
b. Pengaruh nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi
c. Pengaruh kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi
Tujuan memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi terhadap citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi terhadap citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa. Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi terhadap keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi
159
Rumusan Tujuan
d. Pengaruh nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi
e. Pengaruh citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi
4. Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi melalui citra lembaga secara simultan.
Tujuan mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi terhadap keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa terhadap keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. Memberikan solusi alternatif atas hasil penelitian tentang pengaruh kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan
160
Rumusan Tujuan
8.3.
Tujuan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi dan nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi terhadap keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi melalui citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa
Pemetaan Strategi
Mengacu pada rancangan pemecahan masalah, maka dalam penelitian ini, pembahasan pemecahan masalah adalah: Pemetaan strategi pada penelitian ini melibatkan Standar Nasional Pendidikan (SNP), karena Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terbaru sebagai perubahan atas PP No. 19 Tahun 2005. PP tersebut adalah PP No. 32 Tahun 2013.
161
Tabel 8.2.Kekuatan dan Kelemahan Industri PendidikanVokasi Standar Nasional Kekuatan Kelemahan Pendidikan Lembaga PT memberikan Standar Isi dukungan dalam proses f. Dukungan belajar Pembelajaran (CI2) g. Tradisi Indtitusi PT memiliki tradisi lembaga (CI10 yang kuat pada seluruh civitas akademikanya h. Ketertarikan PT dipersepsi positif oleh Program Studi calon mahasiswa, (KM7) i. Ketertarikan Kekhususan atau Konsentrasi konsentrasi yang dimiliki (KM8) oleh Program Studi menjadi suatu trademark bagi PT tertentu yang menonjolkan core competence yang mereka miliki j. Ketertarikan Bentang mata kuliah yang Mata Kuliah dipelajari menarik bagi (KM9) mahasiswa Perguruan tinggi vokasi Standar Proses memiliki suatu komitmen d. Solusi untuk menyelesaikan Mahasiswa(ND1 masalah mereka. ) e. Jadwal (ND2) Adanya kurang kesesuaian antara kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan f. Penanganan PT kurang mampu Konflik (ND10) penyelesaian konflik yang baik Perguruan Tinggi Standar kurang mampu Kompetensi memberikan sarang. Saran bagi saran yang tepat mahasiswa kepada mahasiswa. (ND4)
162
Standar Nasional Pendidikan h. Pelayanan (ND7)
i. Kualitas PT (ND8)
Kekuatan
Perguruan Tinggi kurang mampu memberikan pelayanan yang flexible pada mahasiswa Perguruan Tinggi memiliki kualitas yang baik dalam proses belajar mengajar Lembaga PT kurang mampu berinovasi dalam melayani mahasiswa
j. Inovasi layanan (CI3) k. Kefokusan kegiatan belajar (CI4) l. Kefokusan kajian ilmu (CI6) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan f. Komitmen (ND9)
Kelemahan
Lembaga PT mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa. Lembaga PT memiliki kefokusan dalam kajian keilmuannya pada Program Studi. PT mampu membangun komitmen yang kuat dari mahasiswa untuk merekomendasikan temannya untuk masuk / mendaftar pada PT bersangkutan.
g. Komunikasi (ND11)
PT kurang mampu melakukan komunikasi dengan baik antara mahasiswa dengan PT yang bersangkutan PT kurang memiliki keramahan yang tinggi, baik administrasi
h. Keramahan (CI1)
163
Standar Nasional Pendidikan
Kekuatan
akademik, maupun keuangan PT kurang memiliki pengalaman yang tinggi dari proses belajar Lembaga PT kurang mampu mencapai prestise yang tinggi
i. Pengalaman (CI9) j. Prestise yang Tinggi (CI11) Standar Sarana dan Prasarana f. Spesifikasi kebutuhan mahasiswa (ND3) g. Sarana informasi lingkungan pembelajaran di PT (KM10)
h. Sarana informasi kefokusan program studi (KM11) i. Sarana informasi orientasi program studi dengan dunia kerja (KM12) j. Sarana informasi pencapaian prestasi PT(KM13) Standar Pengelolaan i. Program pendidikan (CI5)
Kelemahan
Perguruan Tinggi memenuhi spesifikasi kebutuhan mahasiswa, Perguruan tinggi kurang memiliki sarana informasi yang lengkap mengenai pencapaian prestasi Lembaga PT PT memiliki sarana informasi mengenai lingkungan pembelajaran PT memiliki sarana informasi mengenai kefokusan program studi PT memiliki sarana informasi mengenai dunia kerja Lembaga PT mampu menyediakan program pendidikan yang baik.
164
Standar Nasional Pendidikan j. Pendaftaran (CI7)
Kekuatan
PT tersebut kurang memiliki fleksibilitas dalam membuka dan melayani pendaftaran mahasiswa. Iklan yang ditayangkan PT kurang memberikan daya tarik bagi mahasiswa/ calon mahasiswa untuk memilih Perguruan Tinggi tersebut
k. Iklan (KM1)
l. Promosi penjualan (KM2)
m. Hubungan masyarakat (KM3)
Kelemahan
Aktivitas promosi penjualan yang dilakukan oleh PT menjadi salah satu daya dorong calon mahasiswa untuk memilih PT tertentu Aktivitas hubungan masyarakat PT juga menjadi salah satu yang dapat diandalkan untuk menarik calon mahasiswa agar memilih PT tersebut
n. Pemasaran Langsung (KM4)
Peran pemasaran langsung yang dilakukan PT kurang besar dalam mendorong calon mahasiswa untuk memilih PT tertentu. Personal selling kurang efektif Acara-acara khsuus yang diselenggarakan oleh PT kurang menjadi daya tarik bagi calon
o. Penjualan Pribadi (KM5) p. Acara Khusus (KM6)
165
Standar Nasional Pendidikan
Kekuatan
Kelemahan mahasiswa
Standar Pembiayaan c. Biaya yang disesuaikan dengan pelayanan (ND5) d. Biaya disesuaikan dengan lembaga lain (ND6) Standar Penilaian Pendidikan c. Proses akhir sebagai pemuas kebutuhan (KM14) d. Proses akhir sebagai pemuas keinginan (KM15)
Perguruan Tinggi mampu menetapkan biaya yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkan.
Perguruan Tinggi mampu menetapkan biaya yang tidak berbeda dengan perguruan tinggi lainnya. Perguruan tinggi vokasi mampu memberikan bukti, bahwa hasil belajar mereka mampu diterima oleh dunia kerja Perguruan tinggi belum mampu sepenuhnya bahwa hasil belajar dapat siap pakai untuk dunia kerja
Tabel 8.3. Peluang dan Ancaman Industri PendidikanVokasi Faktor Ekternal Regulasi/ Politik
Peluang Dilandasi keinginan pemerintah Indonesia agar generasi Indonesia siap menghadapi globalisasi dengan mempertahankan moral bangsa, dimana untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kemandirian PT dan kemampuan PT untuk otonom, maka
166
Ancaman Sementara bagi beberapa pihak lain, terutama dari kalangan ahli pendidikan, UU BHP sejak awal ditentang dengan keras karena diyakini adanya nuansa neo liberalisasi yang bisa menghilangkan kewajiban pemerintah
Faktor Ekternal
Ekonomi
Peluang dirasa perlu untuk menyusun UU sisdiknas yang bisa mengakomodir tujuan tersebut. Maka lahirlah kemudian UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Eksistensi UU BHP merupakan bagian dari amanat UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, hal ini dikemukakan pada Pasal 53 UU Sisdiknas yang memerintahkan agar penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. Sehubungan dengan itu, Pasal 53 ayat (4) UU Sisdiknas memerintahkan agar ketentuan tentang badan hukum pendidikan ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Anggaran pendidikan 20% selama menggunakan pertimbangan rasional.
167
Ancaman sebagai penanggungjawab upaya mencerdaskan bangsa dengan menyediakan fasilitas pendidikan berkualitas dan murah. Dikuatirkan privatisasi akan membuat lembaga pendidikan dikelola sebagai perusahaan yang akan berusaha mencari keuntungan sebesar mungkin dan berdampak pada terhambatnya akses pendidikan berkualitas oleh masyarakat berekonomi lemah.
Dalam mengoptimalkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi maka faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kelanjutan pendidikan. Harus diakui bahwa banyak anak yang mengalami putus sekolah karena disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga yang
Faktor Ekternal Sosial Budaya
Teknologi
Demografi Usia (KR1)
Demografi Ras (KR2)
Demografi Jenis Kelamin (KR3)
Kelas Sosial (KR4)
Peluang Pendidikan merupakan suatu bantuan yang di dalamnya terdapat pengabdian masyarakat sehingga masyarakat itu semakin berkembang dan maju dengan adanya suatu pendidikan. Peningkatan pembelajaran, peningkatan pengetahuan, tidak ada jarak. Teman seusia sangat dipertimbangkan masukannya oleh mahasiswa pada saat mereka Rekan sesama ras dipertimbangkan oleh mereka untuk memilih perguruan tinggi yang mereka pilih saat ini. Teman sesama jenis kelamin dipertimbangkan oleh mereka untuk memilih perguruan tinggi tempat mereka belajar saat ini Rekan satu kelas sosial dipertimbangkan oleh mahasiswa
Ancaman tidak mencukupi.
Malas, curang, kurangnya fokus, keterampilan menulis menurun.
Mahasiswa kurang mempertimbangkan arahan yang tegas orang tua mereka dalam memilih Perguruan Tinggi tertentu.
Keluarga mendorong secara tegas (KR5)
168
Faktor Ekternal Keluarga mendorong secara halus (KR6)
Keluarga memberi kebebasan (KR7)
Peluang Mahasiswa sangat mempertimbangkan anjuran orang tuannya secara halus untuk memilih Perguruan Tinggi tertentu Mahasiswa sangat mempertimbangkan pendapat orang tua mereka untuk membebaskan mereka dalam memilih Perguruan Tinggi
Mahasiswa kurang mempertimbangkan rekomendasi tokoh masyarakat, walaupun mereka memiliki otoritas penuh untuk memilih Perguruan Tinggi
Tokoh Masyarakat memberi rekomendasi Perguruan tinggi (KR8)
Tokoh Masyarakat memberi rekomendasi Perguruan tinggi unggul (KR9)
Mahasiswa masih mempertimbangkan tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi dengan menjelaskan keunggulan yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi yang direkomendasikan tersebut Mahasiswa masih mempertimbangkan memilih perguruan tinggi rekomendasi tokoh masyarakat walau memiliki kedekatan
Kedekatan dengan Tokoh Masyarakat yang memberi rekomendasi (KR10) Daya Beli Masyarakat (ND5)
Ancaman
Biaya yang ditetapkan PT vokasi terjangkau
169
Faktor Ekternal Pesaing (ND6)
Mitra Kerja (CI8)
Peluang oleh masyarakat PT vokasi dapat menetapkan biaya lebih menarik daripada PT lainnya. Mitra kerja, dalam hal ini dunia kerja membuka lebar-lebar untuk bekerjasama dengan PT vokasi untuk penyaluran tenaga kerja siap pakai.
Ancaman
Berdasarkan hasil analisis kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman di atas, maka dapat dibuat mapping strategy sebagai berikut : Strategi mapping pengelola pendidikan vokasi yaitu dengan menggunakan kompetitive strategy dari Porter, yaitu cost leadership, differentiation, dan fokus, karena melibatkan nilai yang dirasakan mahasiwa, sebagai berikut, apabila manfaat tetap, biaya diturunkan, maka pengelola menggunakan strategi cost leadership. Apabila manfaat dinaikan, tetapi biaya tetap, maka pengelola menggunakan strategi differentiation.Apabila manfaat dinaikan dua kalim biaya dinaikkan satu kali, maka strategi yang digunakan pengelola adalah strategi fokus. Tabel 8.4. Strategy Mapping Pengelola PendidikanVokasi Swot Analysis Cost Differentiation Fokus Industri Vokasi Leadership Dukungan Standar Isi pembelajaran a. Dukungan memberikan Pembelajaran manfaat yang (CI2) tinggi pada b. Tradisi mahasiswa, Lembaga dengan biaya yang (CI10)
170
Swot Analysis Industri Vokasi c. Ketertarikan Program Studi (KM7) d. Ketertarikan Konsentrasi (KM8) e. Ketertarikan Mata Kuliah (KM9)
Cost Leadership
Differentiation
Fokus
tepat. Demikian juga tradisi lembaga dengan membudayakan pembelajaran yang baik, programstudi yang memiliki daya tarik, konsentrasi yang menarik (artinya terpakai di dunia kerja), serta mata kuliah yang aplikatif sesuai dengan tuntutan kerja tanpa membebani baya lagi pada mahasiswa. PT juga akan memebrikan manfaat yang lebih pada mahasiswa kalau mampu memberikan Solusi, jadwal yang tepat, dan konflik yang tertangani dengan baik, tanpa membebani biaya pada mahasiswa.
Standar Proses a. Solusi Mahasiswa (ND1) b. Jadwal (ND2) c. Penanganan Konflik (ND10)
PT dapat memebrikan
Standar Kompetensi
171
Swot Analysis Industri Vokasi a. Saran bagi mahasiswa (ND4) b. Pelayanan (ND7) c. Kualitas PT (ND8) d. Inovasi layanan (CI3) e. Kefokusan kegiatan belajar (CI4) f. Kefokusan kajian ilmu (CI6)
Cost Leadership
Differentiation
Fokus saran pada mahasiwa untuk mengambil konsentarsi tertentu secara fokus, pelayanan yang prima, kualitas PT vokasi pada keahlian tertentu, inovasi layanan yang belum dimiliki PT lain, fokus kegiatan belajar yang terarah pada keahlian tertentu, serta kajian ilmu yang mendalam pada keahlian tertentu dapat memberikan bekal bagi mahasiswa untuk masuk pada dunia kerja.
172
Swot Analysis Industri Vokasi Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan a. Komitmen (ND9) b. Komunikasi (ND11) c. Keramahan (CI1) d. Pengalaman (CI9) e. Prestise yang Tinggi (CI11
Cost Leadership
Differentiation
Fokus
Komitmen PT dalam menghasilkan lulusan yang siap kerja, komunikasi yang baik antara pendidikan dan dunia kerja, keramahan pada mahasiswa, pengalaman lulusan yang siap kerja dan prestise yang tinggi dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa tanpa membebani biaya mereka. Spesifikasi kebutuhan mahasiswa untuk keahlian khusus disediakan oleh PT, demikain juga sarana informasi yang memadai, hal ini merupakan
Standar Sarana dan Prasarana a. Spesifikasi kebutuhan mahasiswa (ND3) b. Sarana informasi (KM10-KM13)
173
Swot Analysis Industri Vokasi
Cost Leadership
Differentiation
Fokus suatu kekhususan yang dimiliki PT vokasi.
Program pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan lulusan siap kerja, pendaftaran yang lebih mudah secara online, iklan yang mudah difahami, promosi penjualan yang jelas, hubungan masyarakat yang baik, pemasaran langsung melalui surat menyurat elektronik, serta event-event khusus yang memberikan manfaat yang tinggi bagi mahasiswa, tanpa membebani biaya mahasiswa.
Standar Pengelolaan a. Program pendidikan (CI5) b. Pendaftaran (CI7) c. Iklan (KM1) d. Promosi penjualan (KM2) e. Hubungan masyarakat (KM3) f. Pemasaran Langsung (KM4) g. Penjualan Pribadi (KM5) h. Acara Khusus (KM6)
Standar Pembiayaan a. Biaya yang disesuaikan dengan pelayanan
Biaya yang dibebankan pada mahasiswa relative dapat terasa lebih
174
Swot Analysis Industri Vokasi (ND5) b. Biaya disesuaikan dengan lembaga lain (ND6)
Cost Leadership rendah melalui cicilan, atau kesempatan kerja sebelum lulus, sehingga mendapatkan penghasilan ketika masih kuliah yang mengurangi bebean biaya belajar mereka
Differentiation
Fokus
Proses akhir pembelajaran vokasi adalah lulusan siap kerja, sehingga test yang dilakukan langsung di lapangan pekerjaan, sesuai dengan keahliankeahlian khusus.
Standar Penilaian Pendidikan a. Proses akhir (KM14-KM15)
PT vokasi dapat melakukan family gathering dengan memberikan penjelasanpenjelasan pada orang tua siswa
Keluarga (KR5KR7)
175
Swot Analysis Industri Vokasi
Cost Leadership
Differentiation
Fokus
mengenai manfaat yang akan diperoleh siswa, serta biaya yang relative normal. Tokoh masyarakat dijadikan duta vokasi pada keahlian khusus, yang merupakan keahlian dari para tokoh masyarakat tersebut.
Tokoh Masyarakat (KR8KR10)
Daya Beli Masyarakat (ND5) Pesaing (ND6)
Biaya kuliah relative rendah dengan cara mencicil Persaingan harga yang relatf tajam, sehingga dengan menurunkan harga sedikit dari para pesaing. Membangun kemitraan dengan para pemberi pekerjaan,
Mitra Kerja (CI8)
176
Swot Analysis Industri Vokasi
Cost Leadership
Differentiation
Fokus sesuai keahlian yang dipelajari di PT vokasi tersebut.
8.4.
Operasionalisasi Strategi dan Rencana Tindakan
Kriteria tindakan dapat dioperasionalkan sebagai berikut : 1) Prioritas satu merupakan rencana tindakan jangka pendek 2) Prioritas dua merupakan rencana tindakan jangka menengah 3) Priorotas tiga merupakan rencana tindakan jangka panjang. Rencana implementasi, disusun, sebagai berikut : Tabel 8.5. Rencana Implementasi Mendorong Keputusan Mahasiswa untuk Memilih PT Vokasi No. Faktor Stratejik Kunci Jangka Waktu JPD PM JPJ 1 Tokoh masyarakat memberikan rekomendasi V meskipun memiliki otoritas penuh dalam mengambil keputusan untuk memilih perguruan tinggi 2 Lembaga perguruan tinggimenetapkan biaya V yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkannya 3 Lembaga perguruan tinggi menetapkan biaya V yang kurang lebih sama dengan lembaga lain yang sejenis 4 Lembaga perguruan tinggimemiliki tradisi V lembaga yang kuat 5 Memperhatikan iklan yang ditayangkan oleh V lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi 6 Memperhatikan promosi penjualan yang V dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi
177
No.
Faktor Stratejik Kunci
7
Memperhatikan penjualan pribadi yang dilakukan oleh lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi Memperhatikan acara-acara khusus yang diselenggarakan oleh lembaga perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan. Memutuskan untuk memilih lembaga perguruan tinggi yang akan menjadi tempat saya belajar, sebagai proses akhir dari pemuasan keinginan akan pendidikan Memiliki kedekatan dengan tokoh masayarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi Lembaga perguruan tinggi telah memenuhi spesifikasi kebutuhan mahasiswa. Lembaga perguruan tinggiakan memberikan saran-saran yang tepat kepada mahasiswa. Lembaga perguruan tinggidipersepsi memiliki tingkat keramahan yang tinggi Memperhatikan pemasaran langsung yang dilakukan oleh instansi perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan Orang tua memberikan dorongan secara tegas dalam memilih perguruan tinggi. Tokoh masyarakat memberikan rekomendasi berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi Lembaga perguruan tinggi memiliki ketertarikan dalam menyelesaikan masalah mahasiswa Lembaga perguruan tinggi memiliki kesesuaian kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan Lembaga perguruan tinggi akan memberikan pelayanan yang flexible kepada mahasiswa Lembaga perguruan tinggiakan menjadi tempat saya belajar akan barjalan dengan baik dan lancar Lembaga perguruan tinggi dipersepsi memiliki fleksibilitas dalam membukaan dan melayani pendaftaran mahasiswa
8 9
10 11 12 13 15 16 17 18 19 20 21 22
178
Jangka Waktu JPD PM JPJ V V V
V V V V V V V V V V V V
No.
Faktor Stratejik Kunci
23
Lembaga perguruan tinggi dipersepsi memiliki orientasi yang kuat pada dunia kerja 24 Lembaga perguruan tinggi dipersepsi memiliki pengalaman yang tinggi 25 Memutuskan untuk memilih lembaga perguruan, sebagai proses akhir dari pemuasan kebutuhan akan pendidikan Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Jangka Waktu JPD PM JPJ V V V
Keterangan : JPD : Jangka Pendek (Prioritas 1 JM : Jangka Menengah (Prioritas 2) JPJ : Jangka Panjang (Prioritas 3) 8.5.
Rencana Evaluasi dan Pengendalian
Tabel 4.57.Rencana Evaluasi dan Pengendalian Variabel Penelitian Hasil Implementasi Rumusan Tujuan Kelompok Kelompok referensi Memilih kelompok Referensi cenderung kurang referensi yang mendukung calon mendukung mahasiswa mahasiswa untuk untuk melakukan merekomendasikan kegiatan promosi memilih PT Vokasi Nilai yang Kinerja yang dirasakan Meningkatkan nilai Dirasakan mahasiswa kurang bagi mahasiswa melalui Mahasiswa diitikberatkan pada kerjasama dengan keunggulan PT vokasi itu lembaga-lembaga/ sendiri, yaitu kepastian perusahaan yang suiap mendapatkan pekerjaan menerima pegawai setelah lulus kuliah yang kompeten dibidangnya. Citra Lembaga Citra lembaga PT Vokasi Membangun citra dipersepsi sebagai lembaga PT vokasi perguruan tinggi yang sebagai pencetak diperuntukan bagi calonpengusaha bukan saja calon pegawai saja pekerja
179
180
BAB 9 PENUTUP 9.1. 1.
Kesimpulan Gambaran kelompok referensi perguruan tinggi swasta vokasi berada pada skor di atas rata-rata. Kelompok referensi mendorong mahasiswa untuk memilih PT, terutama rekan seusia, rekan sesama ras, rekan sesama jenis kelamin, orang tua dengan memberikan dorongan secara halus dan tegas kepada anaknya untuk memilih perguruan tinggi tertentu. Gambaran nilai yang dirasakan mahasiswa perguruan tinggi swasta vokasi berada pada skor di atas rata-rata. Nilai yang dirasakan mahasiswa sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, terutama dititikberatkan pada kepercayaan terhadap kualitas institusi perguruan tinggi, komitmen yang kuat, kemampuan perguruan tinggi menangani konflik, serta kelancaran komunikasi antara mahasiswa dengan pengelola perguruan tinggi. Gambaran citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi berada pada skor di atas rata-rata. Citra institusi Perguruan Tinggi dipersepsi baik oleh mahasiswa, terutama mengenai proses belajar mengajar, inovasi dalam melayani mahasiswa, kefokusan dalam kegiatan belajar mahasiswa, menyediakan program pendidkan yang tepat, dan memiliki prestise yang tinggi. Gambaran keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi berada pada skor di atas rata-rata. Keputusan
181
2
3
mahasiswa memutuskan untuk memilih Perguruan Tinggi Vokasi, terutama dilihat dari program studinya, konsentasi atau kekhususan prodinya, bentang mata kuliah yang akan dipelajari, lingkungan pembelajaran, kefokusan program studi, kekuatan orientasi prodi, dan pencapaian prestasi institusi PT. Terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok referensi dan nilai yang dirasakan mahasiswa pemilih perguruan tinggi swasta vokasi. ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi, dapat meningkatkan nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi akan meningkat. Secara parsial keputusan mahasiswa untuk memilih PT vokasi dipengaruhi oleh citra lembaga, kelompok referensi, maupun nilai yang dirasakan.. a) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi. Ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa 182
berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi tidak dapat memperbaiki citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mengajar. b) Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga perguruan tinggi swasta vokasi. Nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi dapat memperbaiki citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa. c) Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi.ditingkatkannya perhatian pada kelompok referensi, terutama mengenai dorongan orang tua yang secara tegas kepada calon mahasiwa dalam memilih perguruan tinggi vokasi, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa, tokoh masyarakat yang memberikan rekomendasi kepada calon mahasiswa berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi, dan kedekatan calon mahasiswa dengan tokoh masyarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi dapat mendorong keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya 183
adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. d) Terdapat pengaruh yang signifikan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi. nilai yang dirasakan mahasiswa yang dititikberatkan pada nilai relasional yang intinya adalah komitmen kuat pada lembaga perguruan tinggi dapat mendorong keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. e) Terdapat pengaruh yang signifikan citra lembaga terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi. Citra lembaga yang menitik beratkan pada lingkungan pembelajaran yang intinya adalah lembaga perguruan tinggi mampu untuk menciptakan kefokusan bagi kegiatan belajar mahasiswa dapat mendorong keputusan mahasiswa yang menitikberatkan pada desire (keinginan) yang intinya adalah keinginan untuk mencari informasi mengenai kefokusan program studi, sebagai bagian dari proses pemilihan lembaga perguruan tinggi. 4. Tterdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap citra lembaga secara simultan. Citra lembaga ditentukan oleh kelompok refrerensi dan nilai yang dirasakan, walalupun kelompok referensi pengaruhnya sangat kecil. Namun apabila dilihat secara parsial, maka nilai yang dirasakan dominan mempengaruhi citra lembaga daripada kelompok referensi. 184
5. Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi lembaga secara langsung dan simultan. Citra lembaga perguruan tinggi vokasi akan dipersepsi positif apabila mahasiswa mempersepsikan nilai yang dirasakan oleh mereka. Namun mahasiswa akan memutuskan untuk memilih perguruan tinggi vokasi apabila terdapat kelompok referensi yang mendorong mereka. 6. Terdapat pengaruh yang signifikan kelompok referensi dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan mahasiswa memilih perguruan tinggi swasta vokasi melalui citra lembaga secara simultan. Citra lembaga perguruan tinggi vokasi akan dipersepsi positif apabila mahasiswa mempersepsikan nilai yang dirasakan oleh mereka. Namun mahasiswa akan memutuskan untuk memilih perguruan tinggi vokasi apabila terdapat kelompok referensi yang mendorong mereka. Sedangkan apabila dilihat secara tidak langsung, maka keputusan mahasiswa untuk memilih perguruan tinggi vokasi lebih dominan ditentukan oleh nilai yang dirasakan mahasiswa melalui citra lembaga. 9.2. 1.
Saran Perguruan tinggi vokasi dapat memanfaatkan Kelompok referensi yang mampu mendorong mahasiswa untuk memilih PT, yaitu rekan seusia, rekan sesama ras, rekan sesama jenis kelamin, orang tua dengan memberikan dorongan secara halus dan tegas kepada anaknya untuk memilih perguruan tinggi tertentu. Adapun indikator kelompok referensi yang harus diperbaiki adalah : a) Orang tua memberikan dorongan secara tegas kepada dalam memilih perguruan tinggi b) Tokoh masyarakat memberikan rekomendasi meskipun mahasiswa/ calon mahasiswa memiliki otoritas penuh 185
dalam mengambil keputusan untuk memilih perguruan tinggi c) Tokoh masyarakat memberikan rekomendasi berupa informasi tentang keunggulan perguruan tinggi d) Kedekatan dengan tokoh masayarakat yang merekomendasikan perguruan tinggi Perguruan tinggi vokasi dapat memperbaiki layanannya, agar nilai yang dirasakan mahasiswa sesuai dengan biaya yang dikeluarkan, yaitu mengenai penyelesaian masalah mahasiswa, kesesuaian kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan, spesifikasi kebutuhan mahasiswa, memberikan saran-saran yang tepat kepada mahasiswa, menetapkan biaya yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkannya, menetapkan biaya yang kurang lebih sama dengan institusi lain yang sejenis, dan memberikan pelayanan yang flexible kepada mahasiswa, Adapun unsur-unsur dari nilai yang dirasakan yang harus diperbaiki adalah : a) Ketertarikan dalam menyelesaikan masalah mahasiswa b) Kesesuaian kegiatan dengan jadwal yang dijanjikan c) Spesifikasi kebutuhan mahasiswa d) Saran-saran yang tepat kepada mahasiswa e) Menetapkan biaya yang sesuai dengan pelayanan yang ditawarkannya f) Menetapkan biaya yang kurang lebih sama dengan institusi lain yang sejenis g) Memberikan pelayanan yang flexible kepada mahasiswa h) Komunikasi antara mahasiswa dan institusi perguruan tinggi Supaya citra institusi Perguruan Tinggi dipersepsi baik oleh mahasiswa, maka terdapat unsur-unsur yang harus diperbaiki, yatiu keramahan pengelola PT, fleksibilitas dalam membukaan dan melayani pendaftaran mahasiswa, memiliki orientasi yang kuat pada dunia kerja, memiliki pengalaman 186
yang tinggi, dan memiliki tradisi institusi yang kuat. Adapun unsur-unsur citra institusi yang harus diperhatikan adalah : a) Perangkat institusi perguruan tinggi memiliki tingkat keramahan b) Institusi perguruan tinggi memiliki fleksibilitas dalam membukaan dan melayani pendaftaran mahasiswa c) Program studi yang ada dalam institusi perguruan tinggi memiliki orientasi yang kuat pada dunia kerja d) Institusi perguruan tinggi memiliki pengalaman yang tinggi e) Institusi perguruan tinggi memiliki tradisi institusi yang kuat Supaya mahasiswa memutuskan untuk memilih Perguruan Tinggi Vokasi, maka harus diperbaiki unsur-unsur berikut, yaitu iklan yang ditayangkan, promosi penjualan, memperhatikan kegiatan hubungan dengan masyarakat, memperhatikan pemasaran langsung, penjualan pribadi, perhatian khusus, pemuas kebutuhan pendidikan, dan pemuas keinginan pendidikan. Adapun unsur-unsur dari keputusan mahasiswa yang harus diperhatikan adalah : a) Iklan yang ditayangkan oleh institusi perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi b) Promosi penjualan yang dilakukan oleh institusi perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi c) Pemasaran langsung yang dilakukan oleh instansi perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi d) Penjualan pribadi yang dilakukan oleh institusi perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi e) Acara-acara khusus yang diselenggarakan oleh institusi 187
2
3
perguruan tinggi, sebagai bagian dari proses pemilihan insititusi perguruan tinggi f) Calon mahasiswa memutuskan untuk memilih institusi perguruan tinggi, sebagai proses akhir dari pemuasan kebutuhan akan pendidikan g) Calon mahasiswa memutuskan untuk memilih institusi perguruan tinggi, sebagai proses akhir dari pemuasan keinginan akan pendidikan Nilai yang dirasakan mahasiswa sangat penting untuk diperhatikan oleh perguruan tinggi vokasi dalam rangka meningkatkan jumlah mahasiswa. Membangun citra institusi agar mahasiswa/ calon mahasiswa tetap memilih perguruan tinggi vokasi sebagai sarana pendidikan terakhir bagi mereka.
188
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Alamat Rumah
: Dr. Ir. Adriza, M.Si : VILA PALEM INDAH C-18, Jl. Pondok Kelapa Timur 1B, Pondok Kelapa, Duren Sawit Jakarta Timur. 13450 No Telp. : 021- 86906105 No. Handphone (HP) : 0811132108 E-mail Address :
[email protected] Tempat/Tgl. Lahir : Bukittinggi / 10 August 1963 Jenis Kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Status : Nikah Pengalaman Kerja/Mengajar Juli 2013 Sampai Sekarang, Presiden Direktur LP3I September 2005 – Juni 2013, Direktur Politeknik LP3I Bandung September 2005 Sampai Sekarang, Dosen Tetap, Politeknik LP3I Bandung, Jabatan Fungsional Akademik LEKTORsedang proses LEKTOR KEPALA, dan telah memiliki Sertifikasi Dosen 189
-
-
-
-
-
Mei 2009 – Sekarang, Sebagai Motivator, Trainer, Narator dalam Manajemen bisnis, SDM dan Pelayanan di berbagai perusahan dan instansi pemerintah maupun individu. Mei 2000 – 2005, sebagai Peneliti di LPPM – Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia Pebruari 1999 – Agustus 2005, Karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI), Jakarta, dengan posisi o Pebruari 2004 – Agustus 2005, Kabag Administrasi Akademik o Pebruari 2002–Pebruari 2004, Kasubag Administrasi Akademik o Pebruari 2000 – Pebruari 2002, Kasubag Data dan Statistik o Pebruari 1999-Pebruari 2000, sebagai Staf Administrasi Akademik, 1 Pebruari 1995 sampai Maret 1998, sebagai Finance and Budget Controller di PT. GMT Group, (Holding Company untuk Consultan, Contractor, Supplier Material), Jakarta. 21 Oktober 1991 sampai 31 Januari 1995, bekerja di PT. CALTEX PACIFIC INDONESIA/CPI (Oil company, PERTAMINA Production Sharing Contract) di Pekan Baru, Riau. Dengan posisi; * Mai 1994 sampai 31 Januari 1995, sebagai Senior Budget Analyst di Finance & Accounting Department. * Desember 1992 sampai April 1994, sebagai Budget Analyst di Finance & Accounting Department. * Oktober 1991 sampai Nopember 1992, sebagai Sistem programmer/Sistem Engineer di Information Sistem(Infosys) Division. April 1988 sampai March 1991, bekerja di International Irrigation Management Institute(IIMI), dengan posisi; * Januari 1990 sampai Maret 1991, sebagai Data Analyst/Research Associate di Headquarters office, Colombo, SRI LANKA. 190
*
April 1988 sampai Desember 1989, sebagai Coordinator Data Analyst Indonesian Field Operation di Bandung dan Jakarta.
Pengalaman Mengajar: September 2010 – Sampai Sekarang, Dosen Luar Biasa/Tamu, Program Pasca Sarjana S2 (Magister Manajemen),Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, untuk Mata Kuliah, Metode Penelitian, Manajemen Strategic dan Manajemen Pemasaran. Januari 2011 – Sampai Sekarang, Dosen Luar Biasa, Program Pasca Sarjana S2 (Magister Manajemen),Fakultas Ekonomi, Universitas Winaya Mukti (UNWIM) Bandung, untuk Mata Kuliah, Metode Penelitian, Metode Kuantitatif dan Statistik. Perilaku Konsumen, Manajemen Pemasaran September 2008 – Sampai Sekarang, Dosen Luar Biasa, Program Pasca Sarjana S2 (Magister Manajemen),Universitas Veteran Pembangun Nasional (UPN), Jakarta,untuk Mata Kuliah, Metode Penelitian, Pemasaran dan Manajemen Pemasaran. September 2007 – Sampai Sekarang, Dosen Luar Biasa, Program Sarjana S1, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Attahiriyah, Jakarta untuk Mata Kuliah, Metode Penelitian, Pemasaran dan Manajemen Pemasaran. September 2005 – Sampai Sekarang, Dosen Tetap Program Diploma III, Politeknik LP3I Bandung, untuk Mata Kuliah Statistik, Metode Penelitian, Pemasaran dan Manajemen Pemasaran. Perilaku Konsumen Pebruari 1999 – Sampai Sekarang, Dosen Luar biasa, Program Sarjana S1 dan Pasca Sarjana S2 (Magister Administrasi), Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI) Jakarta, untuk Mata Kuliah Matematika Bisnis, Statistik Bisnis, Metode Penelitian.
191
Riwayat Pendidikan: 22 Juli 2014 – Lulus PromosiDoktor Ilmu Manajemen Bisnis pada Program Pascasarjana (S3),Doktor Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran, Bandung Juni 2005, Lulus Program Pascasarjana (S2) Magister Ilmu Administrasi, di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia, Jakarta Desember 1987, Lulus Program Sarjana (S1), Jurusan Statistika, Universitas Padjadjaran, Bandung Juni 1982, Lulus Sekolah Menengah Atas, (SMA) Negeri 2, Madiun Juni 1979, Lulus Sekolah Menengah Pertama, (SMP) Negeri 2 Mojokerto Desember 1975, Lulus Sekolah Dasar, SDN Taluk, Kab. Agam, Bukittinggi.
192