MEMBACA KONSEP PEMBARUAN ISLAM FAZLUR RAHMAN TENTANG IMAN, ETIKA, TRADISI, DAN AL-QUR’AN DALAM TEKS NURCHOLISH MADJID Lukman Hakim Joko Arizal Abstract This paper presents Fazlur Rahman’s ideas on Islamic reform and how it implications to Modernity on the Nurcholish Madjid’s texts. To read the text the writer apply systematic and critical and historical approaches. Both of approaches are usefull to describe of Rahman’s Ideas on Islamic reform and modernity which life on the Nurcholish Madjid’s text. According to Rahman to reform Islam he offers four concepts they are: faith (iman), ethics, tradition, and al-Qur’an. Faith is the fundamental concept where every muslim must believe to God and not to the other. Ethics is the muslim attitude that must be applied to the whole of life. On the other hand, ethics is the transformation of the faith value . Tradition is refer to the intellectual muslims community where they keep their spirit on ijtihad . Al-Qur’an is the revelation for muslim and it function as guidence to act. It means Al-Qur’an becomes paradigm for muslims. Finally, this paper conclude that what Madjid states on his text on the reform (especially on Islam and Modernity) is the form of the Rahman’s duplication ideas. Keywords: Islam, Modenity, Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid’s Text. Pendahuluan Pembaruan (tajdid) Islam dalam konteks abad XX telah berhasil menghadirkan konsep besar yaitu Keislaman dan Kemodernan. Konsep pembaruan (tajdid) tersebut tidak lepas dari situasi masyarakat muslim yang sebagian besar pada saat itu sedang menghadapi cengkraman kolonialisme Eropa. Situasi tersebut menghadirkan semangat perlawanan atas kolonialisme di kalangan masyarakat muslim. Cita-cita untuk dapat lepas dan merdeka secara politik dari kaum kolonial menjadi gerakan di dunia masyarakat terjajah. Puncaknya pasca Perang Dunia II yang berakhir menjelang pertengahan abad XX masyarakat muslim yang terjajah secara perlahan dapat melepaskan diri dari penjajahan. Walau kemerdekaan secara politis telah berhasil dicapai, ternyata masyarakat dunia kembali dikejutkan oleh Perang Dingin yang berbentuk pada suatu pertarungan ideologi. Selain menghadapi pertarungan ideologi bangsa-bangsa yang baru merdeka dan negara-negara yang baru dibentuk ternyata juga dihadapkan pada persoalan mendasar seperti persoalan keterbelakangan di bidang Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan dan lainlain. Situasi dan keadaan serupa juga terjadi di Indonesia. Tepatnya pasca peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto yang terjadi pada tahun 1966. Indonesia di bawah pemerintahan Soeharto segera menerapkan konsep ideologi pembangunan untuk mempercepat perubahan hidup masyarakat. Rezim Soeharto yang secara politik ditopang oleh kelompok militer dan kelompok birokrat memegang kendali pemerintahan secara penuh. Di sisi lain, golongan Islam yang secara politik memiliki basis massa cukup besar
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No.1 April 2012
dan memiliki sumber daya manusia yang layak untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan (pemerintahan) justru tersingkirkan (Munawar-Rachman, 2008: 16). Selain itu, kecurigaan rezim Soeharto terhadap kekuatan Islam politik juga demikian besar hingga akhirnya rezim Soeharto melakukan deideologisasi atas organisasi massa dan partai politik di Indonesia. Penerapan sistem asas tunggal terhadap seluruh organisasi massa dan partai politik tersebut ternyata tidak sekedar untuk menerapkan hegemoni atau mengontrol seluruh kekuatan sosial politik yang ada, melainkan juga telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi tiranik bagi penguasa. Menghadapi rezim yang otoriter dan menyadari keterpinggiran dalam partisipasi politik para aktivis muda muslim mulai berpikir keras untuk menemukan cara agar umat muslim Indonesia yang secara kuantitas berjumlah sangat besar dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Selain menghadapi persoalan keterpinggiran dalam partisipasi politik, umat muslim Indonesia juga menghadapi persoalan lain yaitu modernisasi. Menurut Dawam Rahardjo, persoalan modernisasi ini ditanggapi dalam tiga rerangka. Pertama, modernisasi dilihat sebagai suatu proses penyebaran nilai-nilai yang sejalan dengan ekspansi kekuatan ekonomi dan politik Barat. Kedua, modernisasi dilihat sebagai keharusan sejarah yang akan melanda seluruh dunia, dan karena itu perlu ditanggapi, lepas dari perasaan suka atau tidak suka. Ketiga, modernisasi dilihat dan dinilai secara kritis (Rahardjo, 1991: 9-10). Pada situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang demikian gagasan besar Nurcholish Madjid menggulirkan gagasan pembaruan menemukan konteksnya. Pada konteks yang lebih luas, konsep gagasan pembaruan Islam sesungguhnya telah mulai bergulir pada akhir abad XIX. Pada saat itu, Jamal al-Din al-Afghani (18381897) dan Muhammad Abduh (1849-1905) dapat ditempatkan sebagai pelopor sekaligus tokoh besarnya. Gagasan pembaruan yang digulirkan oleh Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh tersebut terus berlanjut hingga ke masa generasi Fazlur Rahman (1919-1988). Adapun di Indonesia, gerakan modernisasi Islam yang salah satunya telah terlembaga adalah persyarikatan Muhammadiyah. Sebagaimana telah menjadi kekhasan dari para kaum pembaru mulai dari gerakan Muhammad Abduh hingga gerakan persyarikatan Muhammadiyah bila dicermati secara seksama agenda pembaruan yang digagas masih memiliki alur garis yang sama. Kata kunci untuk menyebut gagasan konsep pembaruan itu adalah: Pertama, pada bidang Keagamaan digagas gerakan pemurnian agama. Kedua, pada bidang Kehidupan Sosial menggagas pendidikan dan politik (Noer, 1996: 50-104; Naharong, 2010: 98-99). Bila ditempatkan dalam hamparan peta pembaruan, gagasan pembaruan Nurcholish Madjid tidaklah berangkat dari ruang hampa melainkan menindaklanjuti atas proses pembaruan yang telah ada sebelumnya dan mencermati apa yang kini sedang berproses. Bila bidang garapan pembaruan Islam (secara khusus di Indonesia) sebelumnya ada pada bidang Pemurnian Agama, Pendidikan, dan Politik, maka Nurcholish Madjid melengkapinya dengan konsep keindonesiaan. Bila masing-masing konsep tersebut dirinci, maka konsep pembaruan Nurcholish Madjid dapat dibaca sebagai berikut. Pertama, konsep sosial secara umum terimplemantasi pada bagaimana mewujudkan cita-cita keadilan. Kedua, konsep politik menjelaskan bagaimana cara masyarakat Islam Indonesia membedakan antara sikap dan tindakan sosial-keagamaan dengan perilaku dan tindakan politik, di mana hal ini tertuang dalam konsep sekularisasi dengan jargonnya yang terkenal “Islam Yes – Partai Islam No”. Ketiga, dalam konsep 278
Lukman Hakim dan Joko Arizal Membaca Konsep Pembaruan Islam Fazlur Rahman tentang Iman, Etika, Tradisi, dan Al-Quran dalam Teks Nurcholish Madjid
kehidupan beragama, Nurcholish Madjid menawarkan konsep bagaimana membentuk sikap dan pandangan masyarakat Islam Indonesia yang inklusif-pluralis. Seluruh konsep yang Nurcholish tawarkan seluruhnya dibingkai dalam konsep besar yang bernama konsep “Keindonesiaan”. Maksud tulisan ini adalah ingin menggali secara lebih dalam teks Nurcholish Madjid untuk mengetahui gagasan Fazlur Rahman tentang pembaruan islam. Dengan mengetahui aspek-aspek tersebut di dalam teks Nurcholish Madjid maka teks itu setidaknya dapat menampakkan panorama kekayaan lapisan pemikiran Nurcholish Madjid yang dapat menyerap gagasan-gagasan besar dari para intelektual dunia baik dari kalangan muslim maupun non-muslim. Konsep Keislaman dan Kemodernan merupakan salah satu konsep kunci dalam ide pembaruan. Dengan mengangkat persoalan keislaman dan kemodernan, maka, tulisan ini bermaksud melacak akar-akar pembaruan islam yang terkandung di dalam teks Nurcholish Madjid. Metode Pembacaan Teks Metode pembacaan teks yang digunakan untuk membaca teks Nurcholish Madjid pada tulisan ini adalah mencoba memakai dua tahapan metode pembacaan yang terdiri atas metode pembacaan sistematis dan metode pembacaan historis-kritis (Budi Hardiman, 2002: 6-9). Metode pembacaan sistematis berfungsi untuk menggali dan memetakan tema-tema ataupun gagasan yang muncul dari dalam teks. Tema-tema ataupun gagasan yang sudah muncul dari dalam teks Nurcholish Madjid selanjutnya dikembangkan berdasarkan tema teks itu. Setelah tahap pembacaan sistematis usai, pembacaan teks Nurcholish Madjid dilanjutkan ke tingkat metode pembacaan historiskritis. Pembacaan teks historis-kritis ini bertujuan untuk melihat keterkaitan dan keterpengaruhan teks Nurcholish Madjid dengan teks lain (dalam hal ini teks Fazlur Rahman). Proses pengumpulan teks dilakukan atas dua tahap. Pertama, mengumpulkan teks pokok; teks pokok yang dimaksud adalah karya-karya utama Nurcholish Madjid yang terkait langsung dengan tema pembaruan islam dalam hal ini topik mengenai keislaman dan kemodernan telah tersedia baik yang ditulis oleh Fazlur Rahman maupun Nurcholish Madjid. Dari pemilihan tema tersebut penulis dapat menghimpun tiga karya utama Nurcholish Madjid yang secara khusus membahas persoalan keislaman dan kemodernan. Ketiga karya tersebut adalah: Tradisi Islam Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia (1997), Islam Doktrin dan Peradaban, dan Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan (1987). Kedua, selain menghimpun teks pokok, selanjutnya dihimpun pula teks pendukung yang terdiri dari tulisan orang tentang Nurcholish Madjid. Literatur pendukung ini sangat banyak membantu penulis di dalam melacak pokok-pokok pikiran Nurcholish Madjid tentang pembaruan Islam yang ditulis oleh para pengkaji Nurcholish Madjid. Adapun salah satu manfaat dari membaca teks pendukung ini adalah agar penulis dapat memposisikan tulisan ini dengan tulisan-tulisan para penulis terdahulu. Dengan demikian, harapan untuk menghindari pengulangan maupun duplikasi kiranya dapat terwujud. Tentang karya orang tentang Nurcholish Madjid yang dapat dihimpun adalah: Nurcholish Madjid Kontroversi Kematian dan Pemikirannya (2005), Menembus Batas Tradisi (2006), Seorang Mujadid dalam Empat Jilid (2007), Membaca Nurcholish 279
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No.1 April 2012
Madjid (2008), All You Need is Love Nurcholish Madjid di Mata Anak Muda (2008). AlQur’an dan Al-Sunnah dalam Pandangan Fazlur Rahman (2010). Tulisan tentang Pemikiran Nurcholish Madjid Tulisan yang membahas tentang pemikiran Nurcholish Madjid tersedia cukup banyak baik dalam bentuk kumpulan tulisan, artikel, skripsi, tesis, maupun disertasi. Karya-karya tersebut ada yang telah terpublikasi maupun ada yang belum atau tidak terpublikasi. Walau tulisan yang ada terbilang sangat banyak justru disinilah letak kesulitan penulis di dalam menghimpun atau memperoleh tulisan-tulisan itu. Sebagian besar tulisan orang yang menulis tentang Nurcholish Madjid hingga tulisan ini disusun masih belum terdata secara lengkap. Saat tulisan ini disusun terdapat beberapa tulisan tentang Nurcholish Madjid yang telah terpublikasi dalam bentuk buku. Di antara buku yang ada adalah buku yang ditulis oleh Adian Husaini yang berjudul Nurcholish Madjid Kontroversi Kematian dan Pemikirannya. Buku tersebut tidak menunjukkan kejelasan kritik terhadap gagasangagasan Nurcholish Madjid melainkan hanya memamerkan “caci-maki” dan ketidaksukaan penulisnya terhadap diri pribadi Nurcholish Madjid maupun diri pribadi orang-orang yang sependapat dengan gagasan-gagasan Nurcholish Madjid. Buku selanjutnya adalah Menembus Batas Tradisi, buku ini merupakan kumpulan tulisan yang terbagi kedalam tiga tema besar. Bagian pertama mengulas tentang pandangan keislaman Nurcholish Madjid. Pada bagian ini keempat tulisan yang ada mengupas gagasan Islam yang inklusif-pluralis. Bagian kedua mengulas tentang pandangan keindonesiaan Nurcholish Madjid. Pada bagian ini berisi lima tulisan yang berbeda namun garis besar temanya masih seputar tentang inklusivitas, dan ditambah dengan tema budaya dan kontekstualisasi Islam di Indonesia. Bagian ketiga mengulas pendangan kemodernan Nurcholish Madjid. Pada bagian ini terdapat lima tulisan yang masing-masing mengangkat tema tentang pluralisme, hak asasi manusia (HAM), dan toleransi. Walaupun isi buku itu telah mentematisasikan gagasan besar Nurcholish Madjid dan membaginya secara terkelompok, namun para penulis yang menyumbangkan tulisannya pada kumpulan buku itu secara keseluruhan masih meneruskan dan mempertajam kembali gagasan-gagasan Nurcholish Madjid tentang persoalan yang spesifik yaitu tentang inklusivisme-pluralisme dalam pandangan keagamaan. Tulisan selanjutnya yang dapat dihimpun adalah tulisan resensi yang berjudul Seorang Mujadid dalam Empat Jilid, tulisan ini menyebutkan bahwa neosufisme dan neomodernisme menjadi pokok pemikiran Nurcholish Madjid dalam ensiklopedi itu. Pengertian dari neosufisme yang dimaksud adalah merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup di mana pun dan kapan pun (rabbani) yang mewujud dalam etika sebagai pusat keislaman. Adapun pengertian dari neomodernisme adalah perkembangan modernisme Islam yang mengawinkan kesarjanaan Islam klasik dengan metode-metode analitis modern (Barat) (Utriza, 2007: 65). Sebagai sekedar tulisan resensi, tulisan ini hanya menyajikan ulasan singkat dan memberikan arahan dalam bentuk pokok-pokok garis besar pikiran Nurcholish Madjid tentang keislaman dan kemodernan. Tulisan lain yang cukup lengkap mengkaji pikiran-pikiran Nurcholish Madjid adalah buku yang berjudul Membaca Nurcholish Madjid. Buku yang ditulis oleh Budhy Munawar Rahman ini menguraikan secara rinci aspek pikiran, argumen filosofis keimanan, dan tentang keislaman. Buku ini sangat membantu untuk mengetahui 280
Lukman Hakim dan Joko Arizal Membaca Konsep Pembaruan Islam Fazlur Rahman tentang Iman, Etika, Tradisi, dan Al-Quran dalam Teks Nurcholish Madjid
sistematika pemikiran keagamaan Nurcholish Madjid secara menyeluruh. Selain itu, buku ini merupakan pengantar untuk Ensiklopedi Nurcholish Madjid. Walau buku ini memuat pokok-pokok pemikiran Nurcholish Madjid secara lengkap namun penulis buku ini belum menyinggung keterpengaruhan Nurcholish Madjid atas Fazlur Rahman. Tulisan selanjutnya adalah buku kumpulan tulisan tentang Nurcholish Madjid di mata anak muda. Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang dihimpun oleh Ihsan AliFauzi dan Ade Armando yang berisi tentang kesan dan kenangan anak-anak muda terhadap almarhum Nurcholish Madjid. Anak-anak muda yang menuliskan kesan atau kenangan tersebut sebagian besar larut dalam “kenangan indah” dan belum menampilkan tulisan dari aspek keterpengaruhan Nurcholish Madjid dari tokoh lain. Terakhir, tulisan lain yang cukup mendekati dengan tema tulisan ini adalah makalah yang ditulis oleh Muhammad Wahyuni Nafis tentang Al-Qur’an dan Sunnah dalam Pandangan Fazlur Rahman (2010). Tulisan ini berangkat dari pembacaan Nafis atas artikel Nurcholish Madjid yang membahas Fazlur Rahman dan berangkat tulisan ini Nafis selanjutnya menitik beratkan kajiannya pada paradigma dan metodologi Fazlur Rahman di dalam mengkaji Al-Quran, Al-Sunnah, dan Hadits. Metode gerak ganda (double movement) menjadi perhatian Nafis untuk melihat lebih jauh metode tersebut diaplikasikan oleh Rahman untuk menafsirkan Al-Quran dan bagaimana pula pendekatan itu dapat diterapkan untuk studi Al-Sunnah dan Hadits. Pembahasan Nafis secara deskriptif ini dapat memberikan kepada kita suatu gambaran umum tentang Rahman dan bagi orang yang baru mengenal Fazlur Rahman tulisan ini sangat baik sebagai pengantar dan sangat membantu. Adapun hal yang belum disinggung oleh Nafis di dalam tulisannya itu adalah Nafis belum pernah menyebutkan aspek-aspek keterpengaruhan Nurcholish Madjid atas Fazlur Rahman itu secara spesifik. Walau diawal tulisannya Nafis menyebutkan adanya banyak kesamaan antara Fazlur Rahman dengan Nurcholish Madjid baik dari sisi kepribadian maupun intelektualitasnya namun Nafis belum memberikan rincian secara utuh. Unsur Rahmanian Nurcholish Madjid tentang Keislaman Keimanan Konsep keimanan merupakan konsep paling fundamental dalam gagasan Nurcholish Madjid. Konsep tersebut diuraikan secara jelas dan lengkap dalam Islam Doktrin dan Peradaban di mana Nurcholish mengatakan bahwa pengertian konsep iman tidak terbatas pada sikap percaya terhadap adanya Tuhan semata melainkan juga harus memercayai-Nya dalam kualitas-Nya sebagai dzat yang tunggal (Madjid, 2008: 94). Prinsip iman itu harus diimplementasikan secara total dalam kehidupan seorang muslim. Implementasi itu harus meliputi tauhid (mengesakan Allah S.W.T.) (Madjid, 2008: 7189) dan manusia harus menghilangkan syirik (mengangkat sesuatu selain Tuhan secara bathil) (Madjid, 2008: 95-97). Nurcholish Madjid juga menggambarkan tentang situasi masyarakat Arab pra Islam yang sudah percaya pada Tuhan namun mereka tidak dapat disebut beriman dan bertauhid. Sebaliknya mereka disebut kaum yang mempersekutuan Tuhan (al-musyrikun) atau berpaham politeis (syirk) yaitu kepercayaan yang berpusat pada Tuhan, namun masih membuka peluang bagi adanya kepercayaan kepada wujud-wujud lain yang 281
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No.1 April 2012
dianggap bersifat keilahian (tuhan-tuhan), walau lebih rendah dari Tuhan sendiri (Madjid, 2008: 74,78). Memahami situasi keberimanan masyarakat Arab pra Islam yang sedemikian rupa, kehadiran Nabi Muhammad S.A.W. memiliki misi yang mulia yaitu ingin membebaskan manusia dari berbagai kepercayaan palsu untuk selanjutnya berpegang pada kepercayaan yang benar (Madjid, 2008: 77). Kepercayaan yang benar inilah yang disebut dengan ajaran tauhid sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Nabi Ibrahim A.S. Konsep iman ini selanjutnya oleh Nurcholish Madjid dipertalikan dengan konsep ilmu dan konsep amal. Relasi ketiga konsep tersebut oleh Nurcholish ditempatkan secara simultan di mana masing-masing konsep tidak dapat dipisahkan maupun didikotomikan. Iman sebagai dasar kepercayaan menuntut pelaksanaan (Q.S. AlShaff/61: 3) walau kemampuan individu muslim itu dalam melaksanakan ajaran Tuhan itu terbatas. Meski terbatas, setiap individu muslim tidak boleh asal-asalan dalam menjalankan nilai-nilai keimanan. Manusia perlu ilmu agar tidak keliru di dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dengan terhindarnya manusia dari kekeliruan melaksanakan ajaran tauhid ini maka akan menyempurnakan amal. Etika Berbicara tentang etika, Nurcholish Madjid berpendapat bahwa agama Islam merupakan agama etika atau akhlak, dan para penganutnya yang sejati adalah orangorang yang etis atau berakhlak, yaitu orang-orang yang memiliki budi pekerti yang luhur (Madjid, 2008: 372). Perilaku etis orang Islam ini harus ditunjukkan melalui perbuatan baik kepada sesama manusia dan makhluk hidup lainnya. Perilaku etis yang demikian ini sejalan dengan misi dan tujuan para Rasul Tuhan yang ingin mewujudkan masyarakat berkeTuhanan, bermartabat, dan adil. Di dalam setiap pendapatnya secara khusus di dalam memandang persoalan etika Nurcholish Madjid masih mendasari pandangannya dengan landasan konsep keimanan yang telah dirumuskan. Oleh sebab itu, bila dicermati lebih teliti etika yang ditawarkan oleh Nurcholish Madjid merupakan konsep etika kenabian. Konsep etika profetis tersebut bila diringkas terangkum dalam konsep berikut. Pertama, konsep hanif (cenderung pada kebenaran). Kedua, konsep kesadaran hukum. Ketiga, konsep tanggungjawab. Pengertian konsep hanif adalah kesadaran akan kehadiran Tuhan yang mendorong manusia untuk menjalani hidup di bawah ridho Tuhan. Dengan kesadarannya itu, manusia akan senantiasa berada dalam fithrah (dorongan alamiah) untuk senantiasa berbuat baik. Dengan menempatkan konsep hanif ini menunjukkan bahwa Nurcholish Madjid meletakkan nilai-nilai iman sebagai prinsip dasar. Pengertian dari konsep kesadaran hukum adalah konsep ini merupakan tindak lanjut dari ketaatan manusia pada Tuhan dan RasulNya. Ketaatan pada hukum ini merupakan ketaatan manusia atas konsensus (kesepakatan bersama) yang dipegang oleh pihak otoritas (ulil amr) yang memiliki kewenangan secara sah untuk mengatur dan mengurus segala persoalan secara adil. Dalam istilah sekarang manusia harus tunduk dan patuh pada negara hukum. Konsep terakhir adalah konsep tanggungjawab. Konsep ini memiliki pengertian bahwa manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi (Khalifatullah fi al ardl) akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan kekhalifahannya. Pengertian kekhalifahan di sini salah satu pengertiannya ditekankan 282
Lukman Hakim dan Joko Arizal Membaca Konsep Pembaruan Islam Fazlur Rahman tentang Iman, Etika, Tradisi, dan Al-Quran dalam Teks Nurcholish Madjid
pada perbuatan semua manusia akan diminta mempertanggungjawabkan amal perbuatannya kepada Tuhan. Selain bertanggungjawab kepada Tuhan manusia juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada sesama manusia dan terakhir manusia juga mempertanggugjawabkan perbuatannya pada dirinya sendiri. Bila dicermati, pertanggungjawaban yang dipikul oleh manusia tidak terbatas pada pertanggungjawaban di dunia semata melainkan juga membawa pertanggungjawaban itu sampai akhirat (Madjid, 2008: 301). Unsur Rahmanian Nurcholish Madjid tentang Kemodernan Tradisi Mengikuti jejak Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid di dalam menjelaskan persoalan tradisi mengacu pada komunitas epistemik di era kejayaan intelektual klasik. Tradisi intelektual Islam telah mengalami diskontinuitas sejak pasca abad XIII. Terjadinya diskontinuitas tradisi intelektual itu disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Penyebab dari faktor internal di antaranya terjadi karena perseteruan antar kelompok yang tidak senang dengan pemikiran-pemikiran Islam yang dianggap bertentangan dan menyimpang dari ajaran Islam; sedangkan penyebab faktor eksternal diantaranya adalah adanya serangan dari pihak luar yang mengasumsikan keberadaan Islam sebagai rival dan ancaman. Adapun puncak kejumudan masyarakat Islam terjadi dalam rentang waktu antara abad XV sampai abad XIX. Tanda-tanda kebangkitan tradisi intelektual Islam mulai terlihat kembali menjelang akhir abad XIX. Pada masa itu beberapa intelektual Islam mulai berupaya untuk melakukan revitalisasi spirit tradisi intelektual yang telah lama terhenti. Untuk mengembalikan hidupnya tradisi intelektual Islam itu, diperlukan kecakapan untuk menangkap pesan-pesan sejarah masa lalu. Hal ini tentu akan bermanfaat untuk memperkaya wawasan agar kita lebih cakap dan tajam di dalam menangkap pesan-pesan kekinian dan keakanan (Madjid,2010:40). Tradisi intelektual Islam klasik memberikan pengaruh yang besar bagi peradaban manusia. Kemajuan ini diperoleh berkat kerja keras para intelektual itu dalam memahami dan menangkap pesan-pesan Tuhan serta gigih di dalam melakukan ikhtiar pengembangan pengetahuan. Apa yang telah dikerjakan oleh para ilmuan Islam klasik tersebut merupakan bentuk nyata dari ijtihad. Ijtihad merupakan bentuk cara berpikir kreatif, dinamis, dan terbuka (Madjid,1997: 34). Dari semangat ijtihad ini lahirlah pelbagai macam disiplin ilmu pengetahuan dalam bidang Studi Islam, seperti Ilmu Kalam, Fiqh, Ushul-Fiqh (Yurisprudensi Islam), Filsafat, Tasawuf, ilmu-ilmu alam, dan lain-lain. Seluruh capaian yang ada pada masa lampau itu dapat diraih dengan menggelorakan etos ijtihad. Etos ijtihad merupakan agenda yang senantiasa digelorakan oleh para penggerak pembaruan di mana Ibnu Taimiyah salah seorang tokoh yang gigih di dalam memperjuangkan etos ijtihad itu. Nama-nama besar lain di bidang Pembaruan Islam seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al Afghani, Rasyid Ridho merupakan generasi baru yang belajar untuk membangkitkan kembali semangat ijtihad itu. Nurcholish Madjid selanjutnya berpendapat bahwa bila ingin membangun suatu tradisi maka ia tidak dapat langsung bisa terwujud seketika melainkan tumbuh dan berkembang dalam kurun waktu 283
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No.1 April 2012
yang panjang (Madjid, 1997:45). Apa yang dinyatakan oleh Nurcholish Madjid tersebut mengingatkan kita bahwa perlu konsistensi dan sikap pantang menyerah untuk membentuk suatu tradisi. Nurcholish Madjid selanjutnya juga menegaskan bahwa tradisi intelektual itu akan terwujud bila memiliki kesinambungan dengan pemikiran atau tradisi masa lampau (Madjid, 1997: 46). Pendapat Nurcholish Madjid ini merupakan penegasan kembali bahwa suatu tradisi ilmiah seharusnya dibangun tanpa memutus rantai tradisi yang sudah ada namun tradisi yang telah ada itu harus senantiasa dikembangkan dan disesuaikan dengan zamannya. Al-Qur’an Menurut Nurcholish Madjid, al-Qur’an adalah pesan Tuhan yang disampaikan kepada manusia. Pesan utama yang terkandung di dalam kitab suci itu adalah pesan taqwa kepada Tuhan. Pengertian Taqwa di sini adalah bukan sekedar takut kepada Tuhan dan melaksanakan perintahNya semata namun juga kesadaran akan keberTuhanan (Madjid, 2008: 490). Dengan kesadaran ini, tentu akan dapat mengubah cara pandang seseorang dalam menjalankan kehidupan. Dengan demikian, tindakan manusia diharapkan akan bermartabat dan berperikemanusiaan dan diridhoi oleh Tuhan. Selain mengandung pesan taqwa, Nurcholish Madjid juga merumuskan konsep Al-Qur’an ke dalam dua hal yaitu: landasan etos kerja dan keadilan. Menurut Nurcholish Madjid pengertian etos kerja dalam Al-Quran adalah semangat kesadaran untuk memahami makna dan tujuan hidup. Oleh sebab itu, arti pekerjaan memiliki arti yang sangat penting sebab pekerjaan bagi manusia bukan sekedar untuk memenuhi atau mempertahankan hidup melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi (Madjid, 2010: 220-221). Secara lebih lanjut Nurcholish Madjid mengemukakan bahwa Islam merupakan agama amal atau kerja yang pengertiannya adalah manusia senantiasa harus berusaha dan mendekatkan diri untuk memperoleh ridho Tuhan melalui kerja atau amal sholeh (Madjid, 2010: 221). Semua amal dan usaha itu akan diminta pertanggungjawaban sesuai dengan usaha masing-masing (Q.s. Al-Najm: 38). Oleh karena itu, setiap orang Islam tidak dibenarkan bersikap fatalis (pasrah tanpa melakukan usaha). Nasib seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, bukan oleh garis nasib (Q.s. Al Ra’d: 11). Di sini diperlukan pemahaman yang baik atas pesan yang dikandung oleh Al-Quran sehingga setiap orang Islam dapat terhindar dari sikap fatalis. Pandangan Nurcholish Madjid tentang Al Quran sebagai landasan menegakkan keadilan. Tentang keadilan ini Nurcholish Madjid mengemukakan bahwa keadilan dipahami oleh mayoritas sebagai sikap tengah yang berkeseimbangan persamaan, dan kejujuran. Keadilan merupakan sunnatullah dan hakikat dasar kemanusiaan yang menjadi kemestian untuk ditegakkan. Sebagai sunnatullah, menegakkan keadilan merupakan kepastian hukum objektif, di mana penegakannya tidak tergantung pada kemauan atau kepentingan pribadi melainkan untuk dan menjadi tanggungjawab semua manusia. Oleh sebab itu, pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan akan mengakibatkan malapetaka bagi yang melanggarnya (Madjid, 2010: 183). Oleh karena itu, Tuhan telah menjamin, bila keadilan ditegakkan, maka akan memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat tersebut (Q.s. Al-Maidah: 8).
284
Lukman Hakim dan Joko Arizal Membaca Konsep Pembaruan Islam Fazlur Rahman tentang Iman, Etika, Tradisi, dan Al-Quran dalam Teks Nurcholish Madjid
Analisis Rahmanian dalam Teks Nurcholish Madjid Mengacu pada uraian di atas gagasan Rahmanian dalam teks Nurcholish Madjid dapat ditematisasikan ke dalam dua tema besar. Pertama, tentang keislaman, dalam tema keislaman ini unsur Rahmanian yang terdapat dalam teks Nurcholish Madjid meliputi konsep iman dan etika. Kedua, tentang kemodernan, unsur Rahmanian yang terdapat di dalam teks Nurcholish Madjid meliputi konsep tradisi dan Al-Qur’an. Konsep iman merupakan hal yang paling fundamental bagi orang islam. Melalui konsep iman ini setiap individu muslim wajib untuk selalu menegakkan tauhid di mana esensi dari konsep tauhid ini adalah Tuhan di-Esa-kan. Atas dasar prinsip tauhid ini selanjutnya diatur hubungan antara Tuhan dan manusia itu dijalin. Hubungan yang terjalin secara fundamental tersebut meliputi bahwa Tuhan sebagai Maha Pencipta dan manusia sebagai makhluk (ciptaan) yang mengemban tugas dan kewajiban atas penciptaNya. Tugas manusia dimuka bumi yang paling utama adalah mengemban tugas khalifah (wakil Tuhan). Sebagai khalifah manusia memiliki kewajiban untuk senantiasa setia kepada penciptaNya dan salah satu kewajiban itu adalah bertauhid. Tauhid merupakan prinsip dasar yang tidak terbatas sebagai landasan kepercayaan melainkan juga menjadi landasan berperilaku. Prinsip etis berdasarkan tauhid ini selanjutnya dikenal dengan istilah taqwa. Konsep taqwa tersebut memiliki pengertian “kesalehan” atau “rasa takut kepada Tuhan” atau “kesadaran bertuhan”. Taqwa merupakan lentera yang menerangi karakter dan jiwa manusia sekaligus menjadi bekal maupaun pedoman hidup manusia (Moosa,2001: 24). Bila tema keislaman secara rinci membahas konsep iman dan etika, di dalam konsep kemodernan ini terdapat dua tema yang juga secara rinci menjelaskan aspek tradisi dan Al-Qur’an. Unsur Rahmanian tentang tradisi yang terdapat dalam teks Nurcholish Madjid pengertiannya adalah “tradisi intelektual”. Nurcholish Madjid di dalam karyanya senantiasa menggali warisan khasanah keilmuan islam klasik sebagai titik berpijak dan berusaha menunjukkan keberlanjutannya hingga atau untuk masa sekarang. Demikian halnya dengan pandangan Fazlur Rahman yang secara rinci menjelaskan tentang kreativitas dan etos belajar yang tinggi dari para sarjana muslim klasik yang berhasil meletakkan pondasi keilmuan (khususnya untuk ilmu-ilmu keislaman) dan selain itu sarjana muslim klasik juga berhasil membangun komunitas akademik dan dengan gemilang dapat membangun peradaban. Kata kunci yang senantiasa diulang untuk menghidupkan tradisi itu adalah ijtihad. Konsep ijtihad itu kini harus dijadikan etos oleh sarjana muslim di masa kini. Dengan menempatkan ijtihad sebagai etos akademik diharapkan nilai-nilai dan ajaran Islam senantiasa terbarukan, segar, dan relevan dengan zaman. Adapun konsep tentang Qur’an aspek Rahmanian yang terdapat dalam teks Nurcholish Madjid dijadikan arahan bagi orang Islam untuk menjalani kehidupan. Oleh sebab itu, pengertian etos kerja di sini merupakan transformasi dari pengertian ‘amal yang memiliki makna perbuatan yang baik. Dengan melakukan perbuatan yang baik manusia diharapkan dapat memahami makna dan tujuan hidup.
285
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 9 No.1 April 2012
Kesimpulan Sebagai penutup penulis ingin menyampaikan beberapa hal terkait dengan konsep keislaman dan kemodernan yang telah dihadirkan oleh para pembaru Islam. Pertama, gagasan pembaruan Islam (tajdid) sangat terkait dengan situasi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat Islam. Kesadaran untuk melakukan gerakan pembaruan ini mulai terlihat tatkala masyarakat muslim yang selama ini terjajah oleh masyarakat Barat mulai memperoleh kedaulatan secara politik. Kedua, di dalam teks Nurcholish Madjid, konsep modernisasi di dalam Islam harus berangkat dari tradisi intelektual Islam klasik. Hal ini karena para intelektual Islam klasik tersebut telah berhasil menghadirkan kemodernan pada masanya dan berhasil membangun peradaban. Ketiga, tematisasi atas gagasan keislaman di dalam teks Nurcholish Madjid dalam konteks pembaruan di dasarkan atas keimanan dan etika. Dan tematisasi atas tema kemodernan terumus dalam konsep tradisi dan Qur’an. Secara keseluruhan gagasan keislaman dan kemodernan yang terdapat di dalam teks Nurcholish Madjid merupakan duplikasi atas gagasan Fazlur Rahman. ***** Daftar Pustaka Ali-Fauzi, Ihsan dan Ade Armando. 2008. Nurcholish Madjid di Mata Anak Muda. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina. Budi Hardiman, Fransisco. 2002. Membaca “Teks Negatif” Hannah Arendt Sebuah Pengantar. Jurnal Filsafat Driyarkara: 6-9. Halim, Abdul (ed.). 2006. Menembus Batas Tradisi. Jakarta: Universitas Paramadina dan Kompas. Husaini, Adian. 2005. Nurcholish Madjid Kontroversi Kematian dan Pemikirannya. Jakarta: Khairul Bayan Press. Madjid, Nurcholish. 2008. Pintu-pintu Menuju Tuhan. Jakarta: Dian Rakyat. Madjid, Nurcholish. 2010. Islam Agama kemanusiaan. Jakarta: Dian rakyat. Madjid, Nurcholish. 2008. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Dian Rakyat. Madjid, Nurcholish. 1998. Islam, Keindonesiaan dan Kemodernan. Bandung: Mizan. Madjid, Nurcholish. 1997. Tradisi Islam; Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Paramadina. Moosa, Ibrahim. 2001. Fazlur Rahman Kebangkitan dan Pembaharuan Di Dalam Islam. Bandung : Pustaka Munawar-Rachman, Budhy. 2008. Membaca Nurcholish Madjid. Jakarta: LSAF. Nafis, Muhammad Wahyuni. 2010. Al-Qur’an dan Sunnah dalam Pandangan Fazlur Rahman. Makalah. Tidak Diterbitkan. Naharong, Abdul Muis. 2010. Political Passivity for the Sake of Educational Reform. Jurnal Universitas Paramadina. 286
Lukman Hakim dan Joko Arizal Membaca Konsep Pembaruan Islam Fazlur Rahman tentang Iman, Etika, Tradisi, dan Al-Quran dalam Teks Nurcholish Madjid
Noer, Deliar. 1996. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES. Rahman, Fazlur. 1982. Islam and Modernity; Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: The University of Chicago Press. Rahardjo, M. Dawam, 1991. Basis Sosial Pemikiran Islam di Indonesia Sejak Orde Baru. Jakarta: Jurnal Prisma LP3ES, Maret 1991. Utriza, Ayang. 2007. Seorang Mujadid dalam Empat Jilid, Tempo, Edisi 26, Pebruari – Maret.
287