1
Mekanisme Good Corporate Governance, Earnings Management dan Right Issue Lodovicus Lasdi Unika Widya Mandala Surabaya Abstract. This research examines the influence of corporate governance mechanism to earnings management around the timing of right issue, and investigating whether there are any differences between discretionary accruals tend to be high before and after right issue. Corporate governance mechanisms include institutional ownership, managerial ownership, presence of independent director and size of director. The sample of this research consists of companies conducting the right issue between the year of 2002-2005, with 2 years observation period before and after right issue. Therefore, the period included in this research is 2000-2007. Hypothesis testing is conducted using regression, while pair t-test is used to investigate the differences of discretionary accruals before and after the right issue. The results of this study show that managerial ownership and presence of independent director had significant influence to earnings management. In addition, the result of the study shows that there are differences between discretionary accruals before the right issue and that of after the right issue, i.e. the discretionary accruals before the right issue tends to be higher than that of after. Keywords: corporate governance mechanisms, earnings management, and right issue
PENDAHULUAN Perusahaan membutuhkan modal untuk keperluan operasional rutin. Hal itu dapat dipenuhi dengan menerbitkan saham dan menjual kepada publik melalui penjualan saham kepada masyarakat (public offerings) dengan initial public offerings (IPO) atau penawaran kedua, ketiga, dan seterusnya atau seasoned equity offerings (SEO) atau cara lain dengan menjual saham kepada pemegang saham lama (right issue). Untuk menarik minat investor, manajer dapat mengelola laba perusahaan agar terlihat bagus dengan menggunakan teknik akrual. Hal ini dapat terjadi karena adanya asimetri informasi. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) (Richardson, 1998). Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan tentang penentuan kontrak yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan (Jensen dan Meckling, 1976 dan Eisenhardt, 1989). Akan tetapi, adanya kontrak yang efisien belum cukup untuk mengatasi masalah keagenan. Konsep corporate governance timbul karena adanya keterbatasan dari teori keagenan dalam mengatasi masalah keagenan dan dapat dipandang sebagai kelanjutan dari teori keagenan (Ariyoto, 2000). Corporate governance merupakan cara-cara untuk memberikan keyakinan pada para pemasok dana perusahaan akan diperolehnya return atas investasi mereka (Shleifer dan Vishny, 1997). Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004). Perilaku manajemen laba oleh manajer tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) kepentingan manajer (agent) dan pemilik (principal). Mekanisme corporate governance untuk meminimumkan tindakan manajemen laba dilakukan dengan beberapa cara.
2 Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional. Moh’d et al. (1998) dalam Pratana dan Mas’ud (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang. Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors). Dechow et al. (1996) dan Beasly (1996) menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian Fung, Leung, dan Zhu (2008) di Cina tentang manajemen laba dan right issue, dan Ujhiyanto dan Pramuka (2007) yang hanya melihat dampak mekanisme corporate governance dan manajemen laba. Lebih jauh, penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba, terutama pada saat perusahaan melakukan penawaran saham terbatas pada pemegang saham lama (right issue). Hal ini didasari pada fenomena terjadinya penurunan kinerja setelah perusahaan melakukan right issue (Putra, 2006). Penelitian ini ingin membuktikan apakah pada saat right issue juga terdapat perbedaan earnings management, yang dalam hal ini diproksi dengan diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah melakukan right issue.
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1. Right Issue Istilah right issue di Indonesia dikenal pula dengan istilah HMETD atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu. Right issue merupakan pengeluaran saham baru dalam rangka penambahan modal perusahaan, namun terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham saat ini (existing share holders) dengan kata lain pemegang saham memiliki preemtive right atau hak memesan efek terlebih dahulu, atas sahamsaham baru tersebut. Tentu saja untuk mendapatkan saham tersebut pemegang saham harus melaksanakan right tersebut pada tingkat harga yang telah ditentukan, karena sifatnya hak dan bukan merupakan kewajiban maka jika pemegang saham tidak ingin melaksanakan haknya sehingga ia dapat menjual haknya tersebut. Dengan demikian terjadilah perdagangan atas right. Right issue diperdagangkan seperti halnya saham namun perdagangan right issue ada masa berlakunya. Alasan tiap-tiap perusahaan untuk melakukan right issue sangat beragam, misalnya pembangunan pabrik baru, penambahan modal kerja, diversifikasi produk, pembayaran utang, dan lainnya. Setelah melakukan right issue investor tentu sangat berharap kinerja yang dimiliki oleh perusahaan menjadi lebih baik karena dengan adanya right issue berarti dana dari pihak luar masuk ke perusahaan. Harapan dari pihak-pihak yang berkepentingan tersebut belum tentu menjadi kenyataan. Apabila kinerja perusahaan tidak membaik setelah melakukan right issue, tentu saja akan mengurangi kepercayaan terhadap perusahaan tersebut, bahkan secara luas bias menghilangkan kepercayaan terhadap pasar modal sehingga investor lebih tertarik untuk melakukan investasi pada sektor perbankan, yakni deposito. Hal ini akan sangat merugikan keberlangsungan pasar modal karena pasar modal akan ditinggalkan oleh para investor.
2. Manajemen Laba Healy dan Wahlen (1999) mendefinisikan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgment-nya dalam pelaporan keuangan dan dalam transaksi
3 merubah laporan keuangan untuk menyesatkan beberapa stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan atau, untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Terdapat beberapa aspek bahasan yang terkandung dalam definisi tersebut. Pertama, terdapat beberapa cara yang mana manajer dapat menggunakan judgment-nya untuk mempengaruhi laporan keuangan. Sebagai contoh, judgment diperlukan untuk mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi yang terefleksikan dalam laporan keuangan, seperti masa manfaat dan nilai sisa dari aset jangka panjang, kerugian dari bad debts dan lainnya. Manajer juga harus memilih diantara metode akuntansi untuk pelaporan transaksi ekonomi yang sama, seperti metode penyusutan dipercepat atau garis lurus atau metode persediaan FIFO, LIFO, atau rata-rata tertimbang. Selain itu, manajer juga harus membuat judgement dalam pengelolaan modal kerja (seperti tingkat persediaan, waktu pengiriman atau pembelian persediaan dan kebijakan piutang) yang mempengaruhi alokasi biaya dan laba bersih. Manajer juga harus memilih untuk membuat atau menunda discretionary expenditures, seperti research and development (R&D), iklan, atau pemeliharaan. Akhirnya, manajer harus memutuskan bagaimana melakukan strukturisasi transaksi perusahaan. Sebagai contoh, kontrak sewa guna usaha dapat distruktur sehingga kewajiban sewa guna usaha adalah on balance sheet atau off balance sheet. Hal yang kedua dari definisi tersebut menunjukkan bahwa tujuan manajemen laba adalah untuk menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini dapat terjadi jika manajer tidak yakin bahwa stakeholder dapat membatalkan manajemen laba dan manajer mempunyai akses ke informasi yang tidak tersedia bagi stakeholder. Manajer dapat juga menggunakan judgement untuk membuat laporan keuangan lebih informatif bagi pemakai. Hal ini dapat terjadi jika, sebagai contoh pilihan atau estimasi metode akuntansi tertentu dirasakan mahal dan karena itu merupakan sinyal yang kredibel dari kinerja keuangan perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan menggunakan judgment akuntansi tertentu untuk melaporkan laba yang lebih rendah sebagai sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek masa depan yang kuat. Akhirnya, manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dengan mempertimbangkan biaya dan manfaatnya. Biaya merupakan kesalahan alokasi yang potensial dari sumber daya yang muncul dari manajemen laba. Manfaat merupakan perbaikan potensial dalam komunikasi informasi privat yang kredibel dari manajemen untuk stakeholder eksternal. 3. Mekanisme Corporate Governance Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. Shleifer and Vishny (1997) menyatakan corporate governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Mekanisme corporate governance memberikan manajemen dan pengambil keputusan kendali dan membuatnya lebih mudah untuk mencapai maksimasi nilai perussahaan (Cuervo, 2002). Dennis dan McConnel (2003) menyatakan bahwa mekanisme internal dalam
4 corporate governance, khususnya yang terkait dengan dewan direksi dan struktur kepemilikan modal dalam perusahaan; mengambil alih sistem perlindungan pasar dan hukum. 4. Manajemen Laba di Seputar Right Issue Penelitian-penelitian tentang pengaruh right issue terhadap kinerja memberikan bukti adanya penurunan kinerja operasi setelah perusahaan melakukan right issue (Hansen dan Crutchley 1990; McLaughlin, Safieddine, dan Vasudevan 1996; Teoh, Welch dan Wong 1997; Ranggan 1997; Loughran dan Ritter 1997). Di Indonesia, Harto (2001) melakukan penelitian tentang perubahan kinerja dengan dilakukannya right issue menunjukkan bahwa kinerja operasi, profitabilitas, dan saham perusahaan mengalami penurunan pasca right issue. Fenomena penurunan kinerja setelah right issue ini ditenggarai terjadi adanya tindakan manajemen untuk memanipulasi laba seperti yang terjadi pada peristiwa penawaran saham perdana (IPO) dan penawaran saham musiman (SEO). Rangan (1998) dan Teoh et al. (1998) menyatakan bahwa terjadi penurunan kinerja di seputar SEO. Hal ini terjadi karena meningkatnya transaksi discretionary accruals yang berasal dari manajemen laba. Wibisono (2003) menyatakan bahwa manajer bersikap oportunis sehingga mengakibatkan penurunan kinerja perusahaan pasca SEO. Sementara itu Assih et al. (2005) menemukan bahwa ROA perusahaan pasca-IPO akan menurun pada perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang IPO. Demikian pula Kusumawardhani dan Siregar (2009) memberikan bukti adanya hubungan negatif antara manajemen laba yang dilakukan sebelum IPO dengan proksi kinerja perusahaan dalam penelitian ini, yakni rata-rata pertumbuhan EVA perusahaan. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa perusahaan cenderung meningkatkan kinerja pada saat sebelum corporate action dengan cara memanipulasi laba dalam bentuk peningkatan laba (income increasing), tetapi kondisi ini menyebabkan penurunan jangka panjang pada periode setelah corporate action. Hal ini juga berlaku sama pada perusahaan yang melakukan right issue. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis berikut: H1: Discretionary accruals sebelum right issue cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan discretionary accruals setelah right issue 5. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan yang Melakukan Right Issue a. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Hasil penelitian Brickley, Lease, dan Smith (1988) menunjukkan bahwa investor institusi melakukan pengawasan yang lebih baik dibandingkan dengan investor lainnya. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Gideon, 2005). Cornet et al., (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Dalam penelitian ini diajukan hipotesis dengan rumusan sebagai berikut:
5 H2a: Proporsi kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba melalui akrual diskresioner. b. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Manajemen Laba Secara teoretis ketika proporsi kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Lebih lanjut, teori akuntansi menguraikan bahwa manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Gideon, 2005). Kepemilikan oleh manajemen dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen and Meckling, 1976). Hasil tersebut diperkuat oleh hasil studi Warfield, Wild, and Wild (1995) serta Pratana dan Mas’ud (2003) yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan berhubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi dalam laba. Selanjutnya, rumusan hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H2b : Proporsi kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba c. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba Komisaris independen sering disebut sebagai komisaris ekstern atau di negara lain sering disebut outside directors. Keberadaan komisaris independen di Indonesia telah diatur oleh Bursa Efek Indonesia tanggal 1 Juli 2000. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Hasil penelitian Dechow, Patricia, Sloan dan Sweeney (1996), Klein (2002), Peasnell, Pope dan Young (2001), Chtourou et al. (2001), Pratana dan Mas’ud (2003), dan Xie, Wallace dan Peter (2003) memberikan simpulan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba. Sehingga, jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan berhubungan dengan makin rendahnya penggunaan discretionary accruals (Cornett et al., 2006). Dalam penelitian ini rumusan hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H2c : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
6 d. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba Jensen (1993) merupakan yang pertama menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari mekanisme corporate governance. Jensen juga menyatakan bahwa dewan komisaris yang ukurannya besar kurang efektif daripada dewan komisaris yang ukurannya kecil. Penelitian yang dilakukan Yermack (1996), Beaslley (1996) dan Jensen (1993) juga menyimpulkan bahwa dewan komisaris yang berukuran kecil akan lebih efektif dalam melakukan tindakan pengawasan dibandingkan dewan komisaris berukuran besar. Ukuran dewan komisaris yang besar dianggap kurang efektif dalam menjalankan fungsinya karena sulit dalam komunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan. Oleh karena itu hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H2d : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba METODE PENELITIAN 1. Sumber Data, Populasi dan Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder dari pusat data Jakarta Stock Exchange: Public Companies Financial Statement di Program Magister Sains dan Doktor Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, basis data BEI yang tersedia di Pusat Pengembangan Akuntansi UGM, dan di www.idx.co.id. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yang merupakan metode sampel dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Terdaftar di BEI dan melakukan right issue periode 2002-2007. 2. Mempublikasikan laporan keuangan auditan secara konsisten dan lengkap dari tahun 2000-2007. 3. Perusahaan memiliki data kepemilikan saham institusional dan manajerial. 4. Perioda laporan keuangan perusahaan berakhir setiap 31 Desember. 5. Penggunaan mata uang baik dalam Rupiah atau mata uang lainnya harus konsisten. 2. Variabel dan Pengukurannya a. Earnings management sebagai variabel dependen diproksi dengan discretionary accruals dan dihitung dengan The Modified Jones Model. Alasan pemilihan model Jones yang dimodifikasi ini karena model ini dianggap sebagai model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dibandingkan dengan model lain serta memberikan hasil yang paling kuat (Dechow et. al., 1995). Langkah-langkah dalam menghitung discretionary accruals sebagai berikut: TA (total accrual) = Net income – Cash flow from operation………….(1) Tat/At-1=α1 (1/At-1) + α2 (∆REVt/At-1) + α3 (PPEt/At-1) + ε……….(2) Keterangan: At-1 = Total aset pada periode t-1 ∆REVt = Perubahan pendapatan dalam periode t PPEt = Property, Plan, and Equipment α1, α2, α3 = koefisien regresi
7
NDA = α1 (1/At-1) + α2 (∆REVt-∆RECt)/At-1) + α3 (PPEt/At-1)…….(3) Keterangan: ∆RECt = Perubahan piutang bersih dalam periode t Selanjutnya dapat dihitung nilai discretionary accruals sebagai berikut: DACit = TAt /At-1-NDA………………………………………………..(4) Keterangan: DACit = Discretionary accruals pada periode t NDA = Non discretionary accruals b. Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institusi. Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar. c. Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang beredar. d. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan. e. Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah anggota dewan komisaris perusahaan. Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan manajemen, dan memberikan nasehat kepada manajemen jika dipandang perlu oleh dewan komisaris (KNKG, 2004). Ukuran dewan komisaris diukur dengan menggunakan indikator jumlah anggota dewan komisaris suatu perusahaan. 3. Model Penelitian Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, minimun, maksimum dan standar deviasi dari variabel-variabel yang diteliti. Selain itu, dilakukan uji asumsi klasik (normality, multicollinearity, dan heterokedastisitas). Untuk menguji hipotesis pertama, yaitu untuk membuktikan apakah discretionary accruls sebelum right issue cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan setelah right issue digunakan uji t berpasangan (paired t-test). Pengujian hipotesis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba (H2, H3, H4 dan H5) digunakan alat analisis regresi berganda. Model persamaan regresi tersebut sebagai berikut : βo + β1MILINS+ β2MILMAN+ β3KOMIN+ β4UKKOM+ e……………..……………………………………………………………(6) Keterangan : DA = Discretionary Accruals MILINS = Kepemilikan institusional MILMAN = Kepemilikan manjerial KOMIN = Proporsi dewan komisaris independen UKKOM = Ukuran dewan komisaris βo = Konstanta DA
=
8 β1 – β4 e
= Koefisien regresi = error
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Statistik Deskriptif Pengambilan sampel dilakukan dengan metode penggabungan data (pooling data). Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 23 perusahaan dengan periode amatan 5 tahun sehingga terdapat 115 observasi (tabel 1a). Dari tabel 1b statistik deskriptif ditunjukkan bahwa nilai diskresioner akrual rata-rata negatif. Dengan demikian, disimpulkan bahwa perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini rata-rata melakukan aktivitas manajemen laba dalam bentuk penurunan laba (income decreasing). 2. Uji Asumsi Klasik Karena penelitian ini menggunakan alat analisis regresi, maka dibutuhkan beberapa uji asumsi klasik. Pengujian asumsi regresi linier dilakukan sebagai berikut: 1. Uji heteroskedastisitas menggunakan Glejser test. Uji Glejser ini dilakukan dengan mencari residual-residual prediksian dari regresi OLS. Residual-residual prediksian tersebut kemudian diabsolutkan dan diregresi terhadap variabelvariabel independen masing-masing model. Hasil menunjukkan tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai absolut. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. 2. Uji multikolinieritas menggunakan variance inflation factor (VIF). Ukuran untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah nilai VIF. Hasil analisis terhadap model regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuk semua variabel independen di bawah nilai 10, artinya tidak terjadi multikolinieritas pada kedua model regresi. 3. Uji autokorelasi dilakukan dengan menghitung nilai Durbin-Watson d statistic. Korelasi serial dalam residual tidak terjadi jika nilai d berada di antara nilai batas dU dan 4–dU. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model penelitian bebas autokorelasi. 3. Pengujian Hipotesis a. Pengujian Manajemen Laba di Seputar Right Issue Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan pair sample T-Test untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum right issue dan sesudah right issue, yaitu adanya kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan dengan setelah right issue. Pengujian dengan pair sample t-test ini dilakukan dengan membandingkan diskresioner akrual sebelum dan sesudah right issue sebelum dan pada saat right issue dan pada saat right issue dengan sesudah right issue. Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual antara sebelum right issue dengan sesudah right issue dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dihasilkan nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi jauh di bawah 5% (0,000 < 0,05),maka hasil pengujian menunjukkan nilai yang sangat signifikan. Dengan demikian,hipotesis 1 dapat didukung. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah right issue, yaitu adanya
9 kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan dengan setelah right issue. Sebagai perbandingan dilakukan pengujian diskresioner akrual sebelum dan pada saat right issue serta pengujian diskresioner akrual pada saat right issue dan setelah right issue. Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual sebelum right issue dan pada saat right issue dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dihasilkan nilai sig. (2-tailed) 0,0000 berada jauh di bawah 0,05 (0,0000 < 0,05) sehingga hasil pengujian menunjukkan nilai yang sangat signifikan. Tabel 4 menunjukkan hasil pengujian diskresioner akrual pada saat dan sesudah right issue dihasilkan nilai sig (2tailed) sebesar 0,516. Karena nilai 0,516 berada jauh di atas 0,05 (0,516 > 0,05), maka hasil penelitian menunjukkan nilai yang tidak signifikan. Dari hasil pengujian dengan pair t-test tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dengan sesudah right issue. Hal ini dikarenakan beberapa perusahaan cenderung ingin menutupi kinerja yang buruk pada saat sebelum penawaran dengan cara mengatur laba melalui transaksi akrual, yaitu cenderung meningkatkan laba sehingga akan terlihat terjadi peningkatan kinerja sebelum penawaran. Dengan demikian, ada kecenderungan sebelum right issue discretionary accruals lebih tinggi dibandingkan dengan setelah right issue. Hal itu terjadi karena berkaitan dengan keinginan menunjukkan kinerja perusahaan yang tinggi. Kemudian discretionary accruals akan menurun sesudah penawaran. Kondisi ini menyebabkan penurunan kinerja sesudah penawaran. Pengaturan laba biasanya terjadi hanya pada saat sebelum penawaran. Hal itu dibuktikan dengan hasil pengujian pair t-test pada saat right issue dengan setelah right issue pada tabel 4, yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan diskresioner akrual pada saat right issue dengan setelah right issue. Itu berarti bahwa beberapa perusahaan cenderung mengutamakan pengaturan labanya hanya pada saat sebelum penawaran, yaitu cenderung menunjukkan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum penawaran dibandingkan dengan setelah penawaran. Hasil pengujian dengan pair t-test di atas menunjukkan discretionary accruals cenderung berbeda sebelum dan sesudah serta pada saat right issue. Akan tetapi, kemudian tidak terdapat perbedaan discretionary accruals pada saat penawaran (right issue) dengan setelah penawaran (right issue). b. Pengujian Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Manajemen Laba Pada Perusahaan yang Melakukan Right Issue
Terhadap
Tabel 5 menyajikan estimasi-estimasi parameter OLS bersama tingkat signifikansinya untuk model regresi. Dalam pengujian secara simultan menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 pada model regresi adalah 0,198. Hal ini mengindikasikan bahwa 19,80% variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris. Sisanya sebesar 80,20% dijelaskan oleh faktor lain diluar model regresi, tetapi dengan F-statistik sebesar 2,787 (p=0,048; p<0,05) menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas (MILINS, MILMAN, KOMIN, dan UKKOM) secara simultan berpengaruh terhadap variabel terikat (manajemen laba). Dalam pengujian secara parsial, dua variabel yaitu variabel kepemilikan manajerial (MILMAN) dan proporsi dewan komisaris independen (KOMIN) ditemukan berpengaruh secara signifikan (p≤0,05). Akan tetapi, hanya variabel kepemilikan manajerial yang mempunyai tanda yang sesuai dengan tanda prediksian. Variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai tanda yang tdiak sesuai
10 dengan prediksi. Dua variabel lainnya, yaitu variabel kepemilikan institusional MILINS) dan jumlah dewan komisaris (UKKOM), ditemukan tidak berpengaruh signifikan. Variabel kepemilikan institusional tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan t = -0,612 dan p = 0,546 (p<0,05). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa kepemilikan instutusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba tidak didukung. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976) ,Warfield et al., (1995), Dhaliwal et al., (1982), Morck et al., (1988) dan Pranata dan Mas’ud (2003) yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan. Akan tetapi, hasil penelitian ini sejalan dengan pandangan atau konsep yang mengatakan bahwa institusional adalah pemilik yang lebih memfokuskan pada current earnings (Porter, 1992 dalam Pranata dan Mas’ud 2003). Akibatnya manajer terpaksa untuk melakukan tindakan yang dapat meningkatkan laba jangka pendek, misalnya dengan melakukan manipulasi laba. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cornett et al., (2006) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk memenuhi target laba dari para investor, sehingga mereka akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan manipulasi laba Variabel kepemilikan manajerial menunjukkan pengaruh yang signifikan t = 2,081 dan p = 0,048 (p<0,05) dengan tanda koefisien yang sesuai dengan tanda prediksian. Sehingga hipotesis kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976), Warfield et al., (1995), Dhaliwal et al., (1982), Morck et al., (1988), Pranata dan Mas’ud (2003) dan Cornett et al., (2006) yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan. Hasil ini menujukan bahwa kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham Variabel proporsi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap variabel discretionary accruals t = 2,232 dan p = 0,035 (p<0,05) tetapi dengan tanda koefisien yang tidak sesuai dengan tanda prediksian. Hasil ini tidak mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba ditolak. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan Dechow et al.,(1996), Klein (2002), Chtourou et al., (2001), Xie et al., (2003) dan Cornett et al., (2006) yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penempatan atau penambahan anggota dewan komisaris independen dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal, sementara pemegang saham mayoritas (pengendali/founders) masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan tidak meningkat bahkan turun (Gideon, 2005). Siregar dan Utama (2005) juga menyatakan bahwa pengangkatan dewan komisaris independen oleh perusahaan mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di dalam perusahaan. Kondisi ini juga ditegaskan dari hasil survai Asian Development Bank dalam Gidoen (2005) yang menyatakan bahwa kuatnya kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan saham mayoritas menjadikan dewan komisaris tidak independen. Fungsi pengawasan yang seharusnya menjadi tanggungjawab anggota dewan menjadi tidak efektif. Variabel jumlah dewan komisaris tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan t = 1,391dan p = 0,177 (p<0,05) terhadap variabel discretionary accruals. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh
11 positif terhadap manajemen laba ditolak. Hasil penelitian ini tidak mendukung dengan penelitian yang dilakukan Dechow et al.,(1996), Klein (2002), Chtourou et al., (2001), Xie et al., (2003), Pranata dan Mas’ud (2003) dan Cornett et al., (2006). Hal ini dapat dijelaskan bahwa besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi efektivitas meknisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam suatu organisasi (Jennings 2004a; 2004b; 2005a; Oliver, 2004) serta peran dewan komisaris dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen (Jennings 2005b) 4. Penutup a. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji serta mendapatkan bukti secara empiris indikasi manajemen laba di seputar right issue.. Pengujian dilakukan dengan menguji apakah terdapat perbedaan earnings management, yang dalam hal ini iproksi dengan diskresioner akrual antara sebelum right issue dengan setelah right issue, yaitu kecenderungan discretionary accruals yang lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan setelah right issue. Selain itu, penelitian ini juga menguji pengaruh mekanisme corporate governance terhadap tindakan manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen dari perusahaan-perusahaan yang melakukan right issue. Sebagai perbandingan juga diuji perbedaan diskresioner akrual sebelum right issue dengan pada saat right issue dan pada saat right issue dengan sesudah right issue. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan adanya perbedaan diskresioner akrual antara sebelum dan sesudah right issue yang disebabkan manajemen termotivasi untuk menunjukkan kinerja yang bagus dengan melakukan aktivitas manajemen laba. Kondisi ini berbeda pada saat dan setelah right issue, yang menunjukkan hasil tidak terdapat perbedaan diskresioner akrual pada saat dan setelah right issue. Pengujian hipotesis kedua menunjukkan hasil sebagai berikut: 1) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba; 2) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen. laba; 3) Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba; 4) Jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba; dan 5) Pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama teruji dengan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. 5.2 Keterbatasan dan Saran Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya adalah: 1) Dilihat dari nilai adjusted R² yang relatif kecil, maka untuk penelitian selanjutnya perlu meneliti variabel lain, misalnya komite audit yang merupakan suatu komite yang membantu fungsi pengawasan dewan komisaris. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian. Kedua, penelitian ini hanya menggunakan periode pengamatan manajemen laba yang relatif pendek, yakni dua tahun sebelum terjadinya right issue dan jumlah sampel hanya sebanyak 23 perusahaan. Penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode penelitian dan menambah jumlah sampel. 5.3 Implikasi Penelitian dan Saran Untuk Penelitian Berikutnya
12 Penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi bagi pihak regulator dalam hal gambaran tentang implementasi good corporate governance pada perusahaan publik di Indonesia beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan juga bisa menjadi masukan bagi pihak regulator untuk meregulasi implementasi good corporate governance pada perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan efektifitas dari mekanisme corporate governance. Bagi para analis, investor, maupun kreditor, hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan dalam pembuatan keputusan investasi dan kredit. Dengan melakukan analisis yang berkaitan dengan konsentrasi kepemilikan perusahaan, ukuran perusahaan dan jenis industri perusahaan, diharapkan para analis, investor dan kreditor bisa lebih hati-hati dalam membuat keputusan investasi maupun kredit.
DAFTAR PUSTAKA Ariyoto, K. 2000. Good Corporate Governance dan Konsep Penegakannya di BUMN dan Lingkungan Usahanya. USAHAWAN No. 10 tahun XXIX Oktober. hal: 3-17. Assih, P., A.W. Hastuti, dan Parawiyati. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Nilai dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2 (2): 125144. Beasley, M. S. 1996. An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review. 71 (4): 443-465. Brickley, J. A., R. C. Lease, dan C. W. Smith. 1988. Ownership Structure and Voting on Antitakeover Amendments. Journal of Financial Economics 20: 267-291. Chtourou, S. M., J. Bedard, dan L. Courteau. 2001. Corporate Governance and Earnings Management. Working Paper. Universite Laval, Quebec City, Canada. Cornett M. M, J. M. Saunders, dan H. Tehranian. 2006. Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance. SSRN. Working Paper. Cuervo, Alvaro. 2002. Corporate Governance Mechanisms: a plea for less code of good governance and more market control. Corporate Governance : An International Review10(2): 84-93. Dechow, P. M., R. G. Sloan and A.P. Sweeney. 1995. Detecting earnings management, The Accounting Review 70 (2): 193-225. Dechow, P. M., R. G. Sloan dan A.P. Sweeney. 1996. Causes And Consequences Of Earnings Manipulaton: An Analysis Of Firms Subject To Enforcement Actions By The SEC. Contemporary Accounting Research 13: 1-36. Deni, D., Khomsiyah dan Rika, G. R. 2004. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII. Dennis, D. K. dan J. J. McConnel . 2003. International Corporate Governance, Journal of of Financial and Quantitative Analysis 38(1): 1-36.
13 Dhaliwal, S. D. 1980. The Effect of the Firm’s Capital Structure on the Choice of Accounting Methods. The Accounting Review. Vol. 55 (1): 78-84. Eisenhardt, K. M. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. Academy of Management Review 14: 57-74. Fama. E.F., dan M.C. Jensen. 1983. Separation of Ownership and Control. Journal Of Law and Economics, 26: 301-325. Fung, H.G., W.K. Leung, dan J. Zhu. 2008. Right Issues in The Chinese Stock Market: Evidence of Earnings Management. Journal of International Financial Management and Accounting 19 (2): 133-158. Gideon, S. B. B. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Hansen, R. S., dan C. Crutchley. 1990. Corporate Earnings and Financing: An Empirical Analysis. Journal of Business 63: 347-371. Harto, P. 2001. Analisis Kinerja Perusahaan yang Melakukan Right Issue di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. Healy, P., dan J. Wahlen. 1998. A review of the earnings management literature and its implications for standard setting. Working Paper. Iqbal, Abdullah, Susanne Espenlaub, dan Norman Strong. 2000. “An Analysis of the Motivation for Earnings Management Around U.K. Rights Issues”. Working Paper. Jennings, M. M. 2004a. Privilege, Financial Fraud, and Noisy Lawyers. Corporate Finance Review, 8 (4): 43-47. Jennings, M. M. 2004b. Parmalat: Ethical Collapse Goes Global. Corporate Finance Review, 8 (5): 43-46. Jennings, M. M. 2005a. The Ethical Lessons of Marsh and McLennan. Corporate Finance Review, 9 (4): 43-48. Jennings, M. M. 2005b. Conspicuous Governance Failures: Why Sarbanes-Oxley Is not an Ethics Warranty. Corporate Finance Review, 9(5): 41-47. Jensen, M. C., dan W. H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency and Ownership Structure. Journal of Financial Economic. Vol. 3 (4): 305-360. Jensen, M.C. 1993. The Modern Industrial revolution, Exit, and the Failure of Internal Control System. Journal of Finance, 48: 831-880.
14 Klein, A. 2002. Audit Committee, Board Of Director Characteristics and Earnings Management. Journal of Accounting and Economics, 33 (3): 375-400. Komite Nasional Kebijakan Governance. 2004. Pedoman Tentang Komisaris Independen. http://www.governance-indonesia.or.id/main.htm. Kusumawardhani, N. A. S., dan S. V. Siregar. 2009. Fenomena Manajemen Laba Menjelang IPO dan Kaitannya dengan Nilai Perusahaan Perdana serta Kinerja Perusahaan Pasca—IPO: Studi Empiris Pada Perusahaan yang IPO di Indonesia Tahun 2000-2003. Simposium Nasional Akuntansi 12. Universitas Sriwijaya: Palembang. Loughran, T., dan J. R. Ritter. 1997. The Operating performance of Firm Conducting Seasoned Equity Offering”. Journal of Finance. Vol LII. No.5. Desember 1997. McLaughlin, A. S., dan K. V. Gopala. 1996. The Operating of Seasoned Equity Issuers: Free Cash Flow and Post Issues Performance. Financial Management. Vol. 25, No. 4, p.41-53. Morck, R., A. Shleifer dan R.W. Vishny. 1988. Management Ownership and Market Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics, 20: 293315. Peasnell, K.V, P.F. Pope. dan S.Young. 2001. Board Monitoring and Earnings Management: Do Outside Directors Influence Abnormal Accruals. Accounting and Business Research, 30: 41-63. Pranata, M. P., dan M. Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI. Universitas Airlangga: Surabaya. Putra, I. N. W. A. 2006. Pengaruh Right Issue Terhadap Kinerja Perusahaan di Bursa Efek Jakarta 1996-1999. Buletin Studi Ekonomi 11 (1): 62-71. Rangan, Srinivasan. 1998. “Earnings Management and the Performance of Seasoned Equity Offerings”. Journal of Financial Economics. No. 50, pp. 101-112. Richardson, Vernon J. (1998). Information Asymmetry an Earnings Management: Some Evidence. Working Paper. Shleifer, A. dan R.W. Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance, 52 (2): 737-783. Siregar S. V., dan S. Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management) Simposium Nasional Akuntansi VIII. Teoh, S. H., dan T.J. Wong. 1998. Earnings Management and the Underperformance of Seasoned Equity Offering. Journal of Financial Economics. Vol 50, pp. 6399.
15 Teoh, S. H., I. Welch, dan T. J. Wong. 1997. Earnings Management and the Underperformance of Seasoned Equity Offerings. Journal of Financial Economics. Forthcoming. Ujhiyanto, M. A., dan B. A. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan (Studi pada Perusahaan Go Public Sektor Manufaktur). Simposium Nasional Akuntansi X. Universitas Hasanudin: Makasar. Warfield, T. D., J.J. Wild, dan K.L. Wild. 1995. Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earnings. Journal of Accounting and Economics 20: 61-91. Wibisono, H., dan Sulistyanto. 2003. Seasoned Equity Offerings: Antara Agency Theory, Windows of Opportunity, dan Penurunan Kinerja. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI 131-140. Universitas Airlangga: Surabaya. Xie, B., W. N. Davidson, dan P. J. Dadalt. 2003. Earning Management and Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit Committee. Journal of Corporate Finance, 9: 295-316. Yermack, D. 1996. Higher Market Valuation of Companies With A Small Board of Directors. Journal of Financial Economics 40: 185-211. .
16 LAMPIRAN Tabel 1a Sampel Perusahaan yang Mengumumkan Right Issue No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kode RMBA MEGA NISP BNNI SDPC TIRT BBIA SMMA TRST ADES UNTR BHIT BMTR RICY PLAS MREI BNBR ARTA MLPL ELTY ENRG BABP IIKP
Nama Perusahaan Bentoel Internasional Investama Tbk Bank Mega Tbk Bank NISP Bank Internasional Indonesia Tbk Millenium Pharmacon Intl. Tbk Tirta Mahakam Plywood I Bank Buana ( R. II) Sinarmas Multiartha RI. II Trias Sentosa (RI. II) Ades Alfindo Puterasetia I United Tractors II Bhakti Investama III Bimantara Citra (RI. I) Ricky Putera Globalindo II Palm Asia Corp. Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk Bakrie & Brothers Artha Securities Multipolar Copopration Bakrieland Development Energi Mega Persada Bank Bumiputera Indonesia Inti Kapuas Arowana
Tanggal Pengumuman 02/01/2002 24/05/2002 17/06/2002 19/06/2002 19/06/2002 17/02/2003 24/04/2003 24/06/2003 11/11/2003 10/05/2004 14/05/2004 07/06/2004 09/06/2004 25/06/2004 29/03/2005 04/04/2005 02/05/2005 28/06/2005 02/11/2005 30/11/2005 27/12/2005 28/12/2005 28/12/2005
Tabel 1b Statistik Deskriptif Data Sampel Penelitian Nama Variabel
Jumlah Sampel
Minimum
Maksimum
Mean
Deviasi Sandar
MILINS
115
0.0920
1.3011
0.7107
0.2076
MILMAN
115
0,0001
0,1152
0,0332
0,0377
KOMIN
115
0,2500
0,5000
0,3729
0,0753
UKKOM
115
2,0000
10,6667
3,7333
1,6479
DA
115
-268.9122
1.0181
-1.631650
20.6234
17
Tabel 2 Hasil Pengujian DA Sebelum dan Sesudah Right issue Variabel
t-hitung
Prob. (2-tailed)
Keterangan
DA
5,186
0,000**
Terdapat perbedaan DA
** Signifikan pada level α=5%
Tabel 3 Hasil Pengujian DA Sebelum dan Pada Saat Right issue Variabel
t-hitung
Prob. (2-tailed)
Keterangan
DA
4,325
0,000**
Terdapat perbedaan DA
** Signifikan pada level α=5%
Tabel 4 Hasil Pengujian DA Sebelum dan Sesudah Right issue Variabel
t-hitung
Prob. (2-tailed)
Keterangan
DA
0,657
0,516**
Tidak Terdapat perbedaan DA
Tabel 5 Hasil Analisis Regresi Model: DA = βo+ β1MILINS+ β2MILMAN+ β3KOMIN+ β4UKKOM+ e Variabel
Prediksi Tanda
Intersep
-
Koefisien
Std. Error
t-statistik
p-value
-0,544
0,146
-3,730
0,001
MILINS
Negatif
-0,067
0,109
-0,612
0,546
MILMAN
Negatif
-1,375
0,661
-2,081
0,048
KOMIN
Negatif
0,704
0,315
2,232
0,035
UKKOM
Positif
0,020
0,014
1,391
0,177
F-statistik = 2,787
p-value = 0,000
Adjusted R2 = 0,198
(1)