Meiriyan | Manajemen Hipertensi Essential pada Seorang Wanita Lanjut Usia Hidup Sendiri
Manajemen Hipertensi Essential pada Seorang Wanita Lanjut Usia Hidup Sendiri
Meiriyan Susanto Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Penyebab kematian paling tinggi pada orang dewasa disebabkan oleh penyakit tidak menular, dan 38,5% nya adalah penyakit kardiovaskular. Penuaan meningkatkan resiko terkena penyakit kardiovaskular. Seorang wanita lanjut usia 73 tahun datang ke puskesmas untuk memeriksakan tekanan darahnya, ia sudah mengalami tekanan darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik TD 169/97 mmHg. Pasien tinggal sendiri dirumahnya. Pasien terkadang merasa kesepian dimalam hari karena hanya tinggal sendiri dirumah. Pasien diberikan terapi Captopril 25 mg, 2 kali sehari dan dianjurkan control setiap minggu. Konseling tentang cara mencegah darah tinggi diberikan pada pasien, menganjurkan mengikuti kegiatan kerohanian dilingkungan rumah, mengikuti kegiatan posyandu lansia dan akhirnya kekhawatiran pasien sudah berkurang serta rasa kesepian pasien juga berkurang sehingga, tekanan darahnya pun terkontrol. Penegakkan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kata kunci: wanita lanjut usia, hipertensi, hipertensi essential (primer), kesepian
Hypertension Essential Management on A Loneliness Elderly Woman Abstract The highest cause of death in adult is non-infection disease, and 38,5 % is cardiovascular disease. Aging increases cardiovascular disease risks. An old woman 73 years old came to health center to check her blood pressure, she have ever had hypertensive heart disease. She had have hypertension since 1 year ago. From physical examination, blood pressure 169/97 mmHg. She just lived alone. Sometimes, she felt lonely in the night because she just lived alone. She was given Captopril 25 mg, two times per day and suggested to come 1 week later to check her blood pressure. Counseling about how to prevent high blood pressure was given to her, suggested to join in spritual activities around her home, suggested to join health center that speciality for old men and finally her fear and her lonely feeling decreased so, her blood pressure is controlled. The diagnosis is based on history and physical examination. Keywords: Elderly woman, Hypertension, Hypertensive Essential, loneliness Korespondensi: Meiriyan Susanto, S.Ked, alamat Jl. Abdul Muis VII, Rajabasa, Bandar Lampung, no. hp 08212666768, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Pada tahun 2010 usia harapan hidup di Indonesia mengalami kenaikan menjadi 67,4 tahun. Dimana kondisi ini sejalan dengan meningkatnya insidensi penyakit degenaratif di Indonesia, salah satu contoh adalah hipertensi yang masih memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi.1 Saat ini, hipertensi adalah salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Indonesia melaporkan bahwa hipertensi essensial masuk kedalam 10 peringkat terbesar penyakit rawat jalan untuk kelompok usia 45-64 tahun dan ≥ 65 tahun yang paling tinggi pada tahun 2010.2 Tercatat di tahun 2011, terdapat 54.600.000 angka kematian di seluruh dunia, dimana penyebab 66 % diantaranya adalah penyakit tidak menular (PTM), 38,5 % orang
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|96
dewasa meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. Pada kondisi lanjut, hipertensi akan menimbulkan berbagai gejala dengan menyerang suatu target organ seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), dan otot jantung (left ventricle hypertrophy).3 Hipertensi yang merupakan salah satu PTM masih menjadi masalah kesehatan sangat serius saat ini sehingga sering disebut sebagai the silent killer. Hipertensi secara definisi merupakan suatu keadaan tekanan darah sistolik meningkat lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Gejala sering tidak dirasakan oleh pasien, namun sebenarnya tekanan darah akan terus-menerus tinggi dalam jangka waktu bertahap hingga nanti menimbulkan berbagai komplikasi.3, 4
Meiriyan | Manajemen Hipertensi Essential pada Seorang Wanita Lanjut Usia Hidup Sendiri
Bagi pasien yang berusia 60 tahun atau lebih, pengobatan dimulai dengan cara menurunkan tekanan darah sistolik hingga mencapai angka 150 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik hingga mencapai angka 90 mmHg atau lebih dan mengobati sampai mencapai target terapi.5, 6 Hipertensi dapat terjadi karena adanya peran dari berbagai faktor resiko yang mana meliputi faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) maupun yang dapat dikendalikan (minor). Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) antara lain seperti keturunan, jenis kelamin, ras, dan umur. Sedangkan faktor resiko yang dapat dikendalikan (minor) antara lain seperti olahraga, makanan (konsumsi garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan, dan penggunaan pil kontrasepsi. Dimana berdasarkan faktor resiko diatas, disimpulkan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang tidak terlepas dari gaya hidup sebagai faktor pencetus munculnya hipertensi, atau bahkan memperparah kejadian dari hipertensi sendiri.4 George Enggel mengungkapkan dalam pelayanan medis pendekatan terhadap pasien tidak hanya difokuskan pada aspek biologis (penyakit) pasien tetapi juga perlu dipertimbangkan dari segi aspek psikososial. Oleh karena itu interaksi social pasien dan keluarga dengan bantuan lingkungan komunitasnya sangat membantu dalam menyelesaikan masalah klinis dan juga masalah psikososial pasien.7 Stres telah diketahui berkaitan dengan penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi sehingga manajemen stres dianjurkan sebagai salah satu intervensinya. Semua yang dilakukan oleh pasien di atas, baik kekhawatiran ataupun sering marah-marah dapat membuat tekanan darahnya sulit dikontrol. Mengingat banyaknya faktor resiko yang berperan dibutuhkan dukungan keluarga dalam penatalaksanaan penyakit hipertensi.7, 8 Kesulitan dalam penyelesaian medis, dipengaruhi oleh pola gaya hidup yang kurang baik dalam kehidupan seseorang merupakan salah satu faktor internal, dan hubungan yang kurang baik dengan anggota keluarga lainnya merupakan faktor eksternal. Pelayanan dokter keluarga yang berprinsip pada penyelesaian masalah secara holistik komprehensif, kontinu, integratif, dan koordinatif, dapat
menjadi acuan dalam penyelesaian masalah medis dan psikososial pasien. Kasus Pasien Ny. MH, seorang pengrajin sapu lidi berusia 73 tahun datang untuk berobat. Pasien datang dengan keluhan seperti sakit kepala hilang timbul sejak tiga hari yang lalu. Keluhan sudah dirasakan kira-kira dua bulan yang lalu dan semakin memberat. Keluhan ini disertai rasa berat di tengkuk dan leher. Sakit kepala terutama datang bila pasien merasa banyak pikiran. Keluhan ini tidak disertai dengan pandangan kabur, lemah pada tungkai, nyeri dada, demam, ataupun mual muntah. Pasien mengetahui bahwa ia terkena hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, ketika pasien merasa sakit kepala hebat dan rasa nyeri seperti kesemutan yang menjalar dari kepala hingga ke leher sehingga pasien memeriksakan dirinya ke puskesmas. Kemudian setelah diperiksa tekanan darahnya dan didapat 167/94 mmHg dan paramedis puskesmas memberitahukan kepada pasien bahwa ia menderita darah tinggi. Kemudian pasien diberi obat Captopril yang diminum sehari 2 tablet dan obat sakit kepala yang diminum sehari 3 tablet. Namun, kunjungan setelahnya pasien ke puskesmas seminggu kemudian pasien hanya datang berobat untuk keluhan gatal di tubuhnya dimana TD pasien 135/93 mmHg sehingga paramedis tidak memberikan obat anti hipertensi dan semenjak itu konsumsi obat hipertensi pasien tidak rutin. Pasien tinggal sendiri di rumahnya, dimana suami pasien tidak tinggal bersama dengan pasien karena konflik keluarga dan anak pasien bekerja di kota sehingga, pola makan pasien tidak ada yang mengatur, pasien sering memakan makanan yang asin serta penyedap rasa dalam masakan yang dibuat. Pasien juga mengaku jarang melakukan olahraga. Pasien memiliki keturunan darah tinggi dari ibu pasien. Pada pemeriksaan fisik keadaaan umum tampak sakit ringan, suhu 36,7 oC, tekanan darah 169/97 mmHg, frekuensi nadi 86 x/menit, frekuensi nafas 24 x/menit, berat badan 63 kg, tinggi badan 160 cm. Status generalis mata, telinga, hidung, kesan dalam batas normal. Pada leher, JVP tidak meningkat, kesan dalam batas normal. Pada paru gerak dada dan fremitus taktil simetris, J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|97
Meiriyan | Manajemen Hipertensi Essential pada Seorang Wanita Lanjut Usia Hidup Sendiri
tidak didapatkan rhonki dan wheezing, kesan dalam batas normal. Pada jantung batas kiri jantung tepat pada linea axillaris anterior, batas bawah jantung pada ICS 5. Pada abdomen datar dan supel, tidak didapatkan organomegali ataupun ascites, kesan dalam batas normal. Pada ekstremitas tidak didapatkan edema, kesan dalam batas normal. Muskuloskeletal dan status neurologis kesan dalam batas normal. Pembahasan Banyak konsekuensi timbul seiring dengan pertambahan usia, lansia dimana mengalami kemunduran secara fisik dan mental. Berkurangnya elastisitas pembuluh darah arteri pada lansia dimana dinding arteri akan semakin kaku menyebabkan tahanan pada arteri akan semakin besar dan meningkatkan tekanan darah.9 Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 1 tahun yang lalu namun, dari anamnesis diketahui bahwa pasien tidak rutin meminum obat antihipertensi. Pada keadaan tidak terkontrol, hipertensi akan menimbulkan berbagai gejala dengan menyerang suatu target organ seperti serangan jantung, stroke, dan gangguan ginjal, serta kebutaan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa hipertensi tidak terkontrol memungkinkan terjadinya stroke 7 kali lebih besar, 6 kali lebih besar terjadi congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terjadinya serangan jantung.4, 9 Beberapa faktor resiko dapat menjadi pencetus terjadinya hipertensi baik yang tidak dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan maupun yang dapat dimodifikasi seperti stress, obesitas, perokok, dan faktor aktivitas fisik seperti olahraga. Pada pasien, diketahui dari faktor keturunan, ibu pasien juga menderita penyakit hipertensi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa resiko terkena hipertensi jauh lebih besar dengan orang tua atau salah satu menderita hipertensi.6
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|98
Jenis kelamin juga berpengaruh pada hipertensi karena pada faktanya bahwa lakilaki secara umum memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal ini berkaitan dengan pengaruh hormonal yang mempengaruhi dari sistem kerja renin angiotensin. Namun, setelah masa menopause, kejadian hipertensi perempuan akan meningkat yang menunjukkan adanya pengaruh hormon. Begitu pula dari segi faktor umur, yang telah memasuki usia lanjut mendukung terjadinya hipertensi karena kembali pada pernaytaan awal bahwa resiko hipertensi akan bertambah dengan semakin bertambahnya umur.6 Hipertensi adalah salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular penting yang dapat dicegah. Gaya hidup menjadi kunci utama yang dapat di modifikasi dalam pencegahan dan penanganan hipertensi. Penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi sering dikaitkan dengan stres pada pasien sehingga salah satu intervensi dalam penanganan hipertensi perlu dilakukan manajemen terhadap stres pasien. Semua yang dilakukan oleh pasien di atas, baik kekhawatiran ataupun sering marah-marah dapat membuat tekanan darahnya sulit dikontrol.4, 3 Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien adalah 169/97, dimana menurut JNC VII termasuk dalam hipertensi grade II. Berdasarkan JNC VIII, terapi farmakologi pada pasien berusia ≥ 60 tahun, dimulai ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dan terapi hingga target tekanan darah sistolik tujuan < 150 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg (rekomendasi kuat - level A). Jika pemberian terapi menyebabkan tekanan darah sistolik yang lebih rendah (misalnya < 140 mmHg) dan terapi ditoleransi dengan baik tanpa efek samping pada kesehatan dan kualitas hidup, maka tidak perlu penyesuaian dosis.5, 10
Meiriyan | Manajemen Hipertensi Essential pada Seorang Wanita Lanjut Usia Hidup Sendiri
Gambar 1. Algoritma Manajemen Hipertensi 2014.
Beberapa regimen dari obat antihipertensi pada orang lanjut usia yang dapat digunakan antara lain golongan diuretik, CCB, ACEI atau ARB baik penggunaan dengan atau tanpa kombinasi. Berdasarkan JNC VII, penggunaan golongan diuretik direkomendasikan pada sebagian kasus hipertensi termasuk pada lansia terutama dari golongan diuretik jenis thiazide. Namun, salah satu studi systematic review mengatakan bahwa obat anti hipertensi golongan diuretik dapat meningkatkan glukosa, kolesterol, dan asam urat. Selain itu, thiazide juga dikenal sering menyebabkan ketidakseimbangan ion kalium sehingga menyebabkan hipokalemia, seperti diketahui bahwa ini dapat menyebabkan aritmia yang fatal pada lansia.5, 11, 12 Keterbatasan regimen obat anti hipertensi di daerah menyebabkan
16
terbatasnya dalam pemilihan obat pada penanganan hipertensi. Amlodipine dan Captopril yang masing-masing merupakan golongan dari CCB dan ACEI adalah dua regimen yang paling sering dan mudah untuk didapatkan. CCB memiliki efektivitas yang sama seperti diuretik, lebih efektif dibandingkan beta-blocker namun lebih rendah dibandingkan ACEI dalam menurunkan resiko komplikasi kardiovaskular. Sedangkan, ACEI dikenal efektif dalam menurunkan resiko komplikasi kardiovaskular dan aman terhadap ginjal pasien serta aman pada pasien hipertensi dengan diabetes.5, 12 Berdasarkan JNC VIII, pada pasien ≥ 60 tahun, pada ras non-black pemilihan regimen pengobatan antara lain, golongan diuretik tipe Thiazide CCB, ACEI atau ARB baik penggunaan dengan atau tanpa kombinasi. Sehingga, pada
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|99
Meiriyan | Manajemen Hipertensi Essential pada Seorang Wanita Lanjut Usia Hidup Sendiri
kasus ini, pasien diberikan tatalaksana dengan regimen ACEI yaitu, Captopril. 5,12 Pengelolaan hipertensi melalui modifikasi gaya hidup salah satunya kebiasaan makanan juga dapat membantu dalam menangani dan pencegahan hipertensi. Penelitian menyebutkan bahwa pengurangan dari konsumsi garam pada makanan dapat membantu mencegah dan menangani masalah hipertensi pada pasien.13,14 Lansia, ditambah lagi dengan faktor bahwa seorang lansia menderita penyakit kronis seperti hipertensi, jauh lebih rentan terkena depresi karena telah memasuki fase hidup terakhirnya. Sebuah kuisioner berjumlah 15 item yang dikenal sebagai Geriatric depression scale, dapat digunakan untuk mengetahui apakah seorang lansia menderita depresi atau tidak. Dari pemeriksaan GDS terhadap Ny. MH, didapatkan bahwa pasien mengalami depresi ringan. Dan pada kuesioner UCLA Loneliness Scale yang berjumlah 20 item yang digunakan untuk mengetahui tingkat rasa kesepian pasien didapatkan pasien merasakan kesepian dengan tingkat jarang. Melalui anamnesis lebih lanut disimpulkan bahwa pasien hanya terkadang stres akibat merasa sepi ketika malam hari karena tinggal sendiri.7, 15, 16 Ketakutan akan kesepian adalah gejala yang paling sering muncul pada lansia. Hal ini dipengaruhi oleh derajat kualitas dari dukungan dan interaksi sosial yang ada di lingkungan lansia tersebut. Individu yang mengalami hubungan sosial yang terbatas dengan lingkungan sekitarnya lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang mengalami hubungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini menunjukkan dalam mengantisipasi masalah kesepian tersebut hubungan sosial pada setiap individu perlu diperhatikan.17, 18, 19 Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi tentang pengetahuan mengenai cara-cara modifikasi gaya hidup terhadap Ny. MH untuk membantu menurunkan tekanan darah. Edukasi yang diberikan berupa cara mengontrol tekanan darah, makanan yang perlu dihindari untuk mengontrol hipertensi, dan pentingnya pemeriksaan tekanan darah dan mengendalikannya dengan obat melalui media bantu. Dijelaskan juga komplikasi yang mungkin terjadi apabila pasien tidak J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|100
memodifikasi gaya hidup, yaitu dislipidemia, stroke, dan gagal jantung seperti hal nya yang dialami oleh tetangga pasien. Serta, mengajak pasien untuk aktif dalam kegiatan aktivitas kerohanian di sekitarnya dan ikut dalam komunitas pelayanan kesehatan seperti posyandu lansia berdasarkan dari konsep The Mandala of Health dimana ada 3 komponen penting pada manusia secara utuh yaitu body, mind, dan spritual sehingga diharapkan dapat mengurangi stress akibat rasa kesepian yang dialami oleh pasien.8,20,21 Simpulan Pasien ini didiagnosis hipertensi essensial dengan gangguan depresi ringan episodik berulang berdasarkan adanya manifestasi klinis berupa nyeri kepala yang berulang dengan riwayat keluarga dengan hipertensi positif, pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 169/97 mmHg. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan GDS (Geriatric Depression Scale) dan UCLA Loneliness Scale yang juga menunjukkan hasil bahwa pasien berada pada tingkat depresi ringan. Kesulitan pada pasien ini adalah kehidupan yang sendiri dapat mempersulit untuk didapatkannya target terapi yang maksimal sehingga, pengelolahan dari segi psiko-sosial pasien menjadi salah satu cara dalam mencapai target terapi. Pada pasien diberikan pengobatan anti-hipertensi golongan ACE-Inhibitor berupa Captopril dengan dosis 2x25 mg dan penjelasan edukasi mengenai sosial pasien terkait pentingnya hubungan sosial pada setiap individu untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut. Daftar Pustaka 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Masalah Hipertensi di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012. 2. Kementerian Sosial dan Budaya. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah Kesejahteraannya. Jakarta: Kementerian Sosial dan Budaya; 2007. 3. Maru S. Hipertensi. Jakarta: EGC; 2008. 4. Andil B. Penyakit Jantung Hipertensif. Jakarta: UI Publishing; 2003. 5. Paul AJ, Suzanne O, Barry LC, William CC, Cherryl DH, Joel H, dkk. EvidenceBased Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report
Meiriyan | Manajemen Hipertensi Essential pada Seorang Wanita Lanjut Usia Hidup Sendiri
6. 7.
8.
9.
10.
11.
12.
from the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee JAMA Published. 2014. Susalit. Hipertensi Pada Lansia. Bandung: PT Citra Aditya; 2008. Baron RA, Bryne D. Psikologi sosial. Jilid ke-2. Edisi ke-10. Jakarta: PT. Erlangga; 2005. Kulkarni S, O'Farrell I, Erasi M, Kochar MS. Stress and hypertension. WMJ. 2008; 97(11):34-8. Lambert M. Guidelines on Prevention of Recurrent Stroke. US: AHA Guidelines [internet]. 2011. [disitasi pada 10 Mei 2015] Tersedia dari: http://stroke.ahajournals.org/cgi/conte nt/full/42/1/227. National Institute of Health. JNC 7 Express: The 7th Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication; 2003. Alberto F. Rubio-Guerra and Montserrat B. Duran-Salgado. Recommendations for the Treatment of Hypertension in Elderly People. Bentham Science Publishers. 2015; 12(6):146-51. Vijan, Sandeep. Diabetes: Treating hypertension. Systematic review. BMJ Pub. 2011; 2-34.
13.
14.
15.
16.
17. 18.
19.
20.
21.
Halim. Diet Sehat Untuk Penderita Hipertensi. Jakarta: PT. Rhineka Cipta; 2003. Milan A, Mulatero P, Rabbia F, Veglio F. Salt intake and hypertension therapy. J Nephrol. 2002; 15(1):1-6. Edwin NN. Mengenali Depresi pada Usia Lanjut Penggunaan Geriatric Depression Scale (GDS) untuk Menunjang Diagnosis. 2014; 41(6):217. Heru BAM. Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Penerbit Gunadarma; 2006. Biagito M, Hen. Kesepian pada lansia. Jepang: Shinyoron; 2008. Hayati S. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kesepian Pada Lansia. Medan: J USU; 2009. Sanjaya A dan Rusdi I. Hubungan Interaksi Sosial dengan Kesepian pada Lansia. J USU; 2012. Santrock JW. Perkembangan Masa Hidup Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2003. Treacy P, Butler M, Byrne A, Drennan J, Fealy G, dkk. National Council on Ageing and Older People Loneliness and Social Isolation among Older Irish People. National Council on Ageing and Older People. Ireland: NCAOP; 2008.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 2|Desember 2015|101