MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK MENYIAPKAN GURU SD MENGAJAR IPA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH A. A. Ketut Budiastra (
[email protected]) Universitas Terbuka Abstract Preparing elementary school teachers to teach science by inquiry in distance education can not be separated from the use of media and information technology. In this study modules were used as a main learning sources and video recorded modeling as educational media, which was developed using research and development (R & D) cycles. This study involved 43 elementary school teachers who are students of S1 PGSD program in Serang Regional Office of Universitas Terbuka. The strategy used on tutorial is strategy called TDPSPM. This study analyzed student’s perception on some aspects of the use of video recorded modeling such as models in the video, visual aspects, voice, and systematization of the content. More over this study also showed respondent opinion about the affectiveness of video recorded modeling in improving respondent’s knowledge as well as respondent’s ability to teach science in elementary school. Data in this study were collected by questionnaire and interview. The study showed that the use of video recorded modeling can improve teacher’s knowledge on the topic studied and improve teacher’s ability to teach science by inquiry in elementary school. Key words: inquiry, TDPSPM strategy, video recorded modeling
Program S1 Penyetaraan Guru Sekolah Dasar (PGSD) merupakan kelanjutan dari program D-II PGSD yang dimaksudkan untuk membantu para guru lulusan D-II PGSD (Guru Kelas) guna mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri menjadi guru SD yang profesional (Pedoman Pengelolaan PGSD UT, 2005). Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007, dan Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007, disebutkan bahwa pendidik pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) atau bentuk lain yang sederajat harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1). Dalam kenyataannya masih ada guru SD yang berijasah D-I atau D-II bahkan ada yang masih tamatan SLTA (Ditjen PMPTK, 2007). Pelaksanaan peningkatan kemampuan dan kualitas guru SD ditempuh melalui dua jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan prajabatan (pre-service program) dan jalur pendidikan dalam jabatan (in-service program). Program S1 PGSD Universitas Terbuka (UT) merupakan salah satu jalur pendidikan dalam jabatan. UT sampai saat ini menyelenggarakan pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ) yang menawarkan program-program pendidikan melalui modus tunggal melalui sistem belajar jarak jauh (SBJJ), Suparman dan Zuhairi (2004). Dalam SBJJ, interaksi antara mahasiswa dengan dosen ditandai dengan keterpisahan jarak secara fisik. Pembelajaran dilaksanakan dengan mediasi bahan ajar, baik bahan ajar cetak maupun non cetak. Karakteristik pembelajaran seperti ini menuntut mahasiswa untuk memiliki kemandirian yang tinggi dalam belajar. Jumlah pertemuan tatap muka antara dosen/tutor pada Program S1 PGSD UT tidak seintensif pertemuan tatap muka yang dilakukan oleh dosen pada Program S1 PGSD prajabatan.
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 11-23
Untuk mengantisifasi keterbatasan waktu pertemuan tatap muka tersebut maka dalam penelitian ini demonstrasi tentang cara memadukan materi IPA dengan cara mengajarkannya di SD yang di dalam Program S1 PGSD prajabatan dilaksanakan langsung oleh dosen, digantikan dengan menggunakan tayangan video yang mendukung Buku Materi Pokok (BMP) atau video BMP. Video BMP merupakan salah satu media instruksional yang dapat digunakan dalam SBJJ. Media instruksional jenisnya sangat beragam mulai dari media yang paling sederhana sampai media yang paling canggih. Dalam penelitian ini, video BMP digunakan sebagai media untuk mendemonstrasikan proses pembelajaran IPA di SD. Pengembangan video BMP ini merujuk pada pengembangan media instruksional Reiser dan Dempsey (2002) yang mengikuti beberapa elemen kunci yaitu analisis (analyze), desain (design), pengembangan (develop), implementasi (implement), dan evaluasi (evaluate) dapat dilihat pada Gambar 1.
Analyze
Implement
Evaluate
Design
Develop
Gambar 1. Elemen inti dalam desain instruksional (ADDIE) Tayangan video BMP yang berisi gambaran seorang guru yang memodelkan pembelajaran IPA di SD, dengan memadukan antara materi IPA dengan cara mengajarkannya di SD, digunakan untuk menggantikan sajian tutor. Video BMP sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat dilihat dan didengar secara berulang, memberi stimulus secara simultan terhadap berbagai indera (melihat dan mendengar), serta membantu kejelasan informasi dan memori. Tanpa adanya pengulangan atau tanpa adanya aktivitas instruksional yang lain bagi individu untuk menghubungkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, informasi yang baru diterima akan hilang dalam 15 sampai 30 detik (Siantz & Pugh, 1998). Di samping itu, adanya pengulangan memungkinkan individu untuk menyimpan informasi yang baru dalam memori jangka panjang. Di samping penggunaan video BMP, model pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu mulai dengan tayangan program video, diskusi, penyusunan rencana pembelajaran (RP), simulasi mengajar teman sejawat, pengayaan, dan diakhiri dengan mengajar riil di SD. Model ini diberi nama TDPSPM, yang merupakan singkatan dari keenam tahap tersebut. Penyusunan RP dan simulasi dalam bentuk peer teaching, mengacu pada hasil penelitian Hinduan, et al. (2001) dan Prasetyo (2004). Selanjutnya, para mahasiswa diberi kesempatan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dalam bentuk mengajar di kelas
12
Budiastra, Media Pembelajaran dalam PTJJ
riil yang merupakan perluasan dari hasil dua penelitian tadi dan juga mengacu pada saran beberapa konsultan pada program prajabatan PGSD (Hinduan & Setia, 1997). Berdasarkan latar belakang tersebut maka diajukan lima masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan media di PTJJ dalam konteks menyiapkan mahasiswa S1 PGSD UT untuk mengajarkan IPA di SD, yaitu: 1) bagaimanakah proses pengembangan video BMP untuk program S1 PGSD? 2) bagaimanakah profil video BMP yang telah dikembangkan? 3) bagaimanakah pendapat mahasiswa terhadap video BMP? 4) bagaimanakah pendapat mahasiswa terhadap video BMP yang digunakan dalam tutorial? dan 5) bagaimanakah pengaruh penggunaan video BMP terhadap peningkatan kemampuan guru untuk mengajarkan IPA di SD? Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mendeskripsikan proses pengembangan video BMP untuk mahasiswa program S1 PGSD, 2) mendeskripsikan profil video BMP untuk mahasiswa program S1 PGSD, 3) menganalisis pendapat mahasiswa terhadap video BMP, 4) menganalisis pendapat mahasiswa terhadap manfaat video BMP dalam tutorial, dan 5) dampak penggunaan video BMP terhadap peningkatan kemampuan mahasiswa untuk merencanakan dan mengajarkan IPA di SD. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada desain Gall., Gall., dan Borg, (2003) dan Gall dan Borg, (1979). Disain tersebut meliputi empat tahap, yaitu: 1) studi pendahuluan, 2) perancangan model pembelajaran, 3) pengembangan model pembelajaran, dan 4) validasi model pembelajaran. Sasaran perancangan model pembelajaran adalah dua kelompok belajar (Pokjar) mahasiswa S1 PGSD yang mengikuti tutorial bidang studi IPA di Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Serang Banten. Setiap pokjar memiliki anggota 30 mahasiswa sehingga untuk dua pokjar jumlah mahasiswa yang terlibat adalah 60. Namun demikian, jumlah mahasiswa yang mengikuti semua tahapan kegiatan sampai tuntas dan bersedia mengisi angket tentang video BMP adalah 43 mahasiswa. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Proses Pengembangan Video BMP untuk Program S1 PGSD a. Studi Pendahuluan Studi pendahuluan merupakan kegiatan awal penelitian yang terdiri dari studi dokumentasi/kepustakaan dan survei lapangan. Aspek yang dipelajari dari studi dokumentasi dan hasilnya adalah sebagai berikut. Pengintegrasian materi IPA dan metodologinya di Program PGSD prajabatan menunjukkan bahwa model pengintegrasian ini efektif untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk membuat RP dan mengajarkan IPA di SD. Analisis kompetensi guru S1 PGSD memperlihatkan bahwa para guru harus dibekali kemampuan untuk mengintegrasikan konten IPA dengan metodologinya di SD. Analisis kurikulum bidang studi IPA S1 PGSD UT memperlihatkan bahwa perlu dikembangkan model pembelajaran IPA yang mengintegrasikan konten IPA dengan cara mengajarkannya di SD. Analisis kurikulum bidang studi IPA di SD menghasilkan tiga buah topik untuk dikembangkan menjadi modul yaitu topik air, udara, dan listrik. Aspek yang dipelajari dalam survei lapangan meliputi enam hal berikut. Pertama, analisis model tutorial bidang studi IPA di Program S1 PGSD UT termasuk materi yang diajarkan menghasilkan kesimpulan bahwa antara konten IPA, metodologinya, serta kegiatan praktikum atau kegiatan laboratorium dilaksanakan dalam matakuliah yang terpisah yang seharusnya diberikan dalam satu matakuliah terintegrasi. Kedua, interaksi yang terjadi dalam tutorial yang berkenaan dengan cara mengajarkan IPA di SD jarang terjadi dan tidak didiskusikan secara mendalam. Ketiga, selama ini fasilitas yang umumnya tersedia di tempat tutorial adalah gedung sekolah, papan tulis, meja, dan bangku. Keempat, guru-guru memerlukan contoh cara
13
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 11-23
memadukan materi IPA dengan cara mengajarkannya di SD. Kelima, para guru cenderung mengajarkan IPA dengan cara ceramah tanpa menggunakan alat peraga atau alat bantu pembelajaran lainnya. Keenam, para guru mengharapkan agar mereka dibekali dengan contohcontoh serta latihan yang memadai tentang cara memadukan materi IPA dengan cara mengajarkannya di SD untuk memudahkan mereka dalam mengajar IPA. b. Perancangan Model Pembelajaran Kegiatan perancangan desain model pembelajaran didasarkan atas hasil studi pendahuluan. Sasaran perancangan model pembelajaran adalah mahasiswa S1 PGSD yang mengikuti tutorial bidang studi IPA di salah satu pokjar di UPBJJ-UT Serang, Banten. Komponenkomponen program yang dikembangkan meliputi: 1) rancangan pembelajaran, 2) tiga buah modul (Topik Air, Topik Udara, dan Topik Listrik), 3) video BMP (Topik Air & Topik Listrik), 4) alat penilaian kemampuan guru merancang RP (APKG I) dan alat penilaian kemampuan guru melaksanakan pembelajaran (APKG II), 5) tes hasil belajar; dan 6) alat evaluasi video BMP. Perancangan video BMP didasarkan atas topik-topik yang dikembangkan dalam modul dan keterwakilan pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran. Dari tiga buah modul yang dikembangkan kemudian dipilih 2 modul untuk dikembangkan video BMP-nya dengan mempertimbangkan keterwakilan keempat pendekatan yang diperkenalkan dalam modul tersebut seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Setelah topik/subtopik dan pendekatan dalam pembelajaran ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan Garis-garis Besar Pengembangan Media (GBPM) dan penulisan draft naskah video BMP. Tabel 1. Topik dan Subtopik Video BMP dan Pendekatan dalam Pembelajaran Topik & Sub Topik Video BMP Bersiklus (LCs) Modul Air Manfaat Air - Manfaat air bagi makhluk hidup - Air untuk pengangkutan, pembangkit tenaga listrik, kegiatan olahraga dan rekreasi Siklus Air - Air dalam kehidupan kita - Air pada permukaan bumi Modul Listrik Listrik Statis - Muatan listrik - Beberapa percobaan tentang listrik statis Listrik Dinamis - Arus Listrik (close circuit) - Rangkaian seri dan paralel - Konduktor dan isolator
Pendekatan Sains Tematik/ Teknologi Terpadu Masyarakat (STM)
Keterampilan Proses Sains (KPS)
√
√
√ √
Untuk menilai kemampuan merancang pembelajaran dan kemampuan melaksanakan pembelajaran digunakan APKG I dan APKG II yang diadopsi dari alat penilaian merancang dan melaksanakan pembelajaran yang telah dikembangkan oleh UT pada tahun 2002. APKG I dan APKG II yang ada di UT pertama kali dikembangkan oleh Satuan Tugas (Satgas) APKG pada tahun 1997, kemudian direvisi tahun 2002, dan dilakukan revisi terakhir tahun 2007. Dalam
14
Budiastra, Media Pembelajaran dalam PTJJ
penelitian ini alat penilaian diadopsi dari APKG I dan APKG II tahun 2002 karena pada saat penelitian dilakukan (2006 sampai dengan 2007), revisi APKG I dan II versi 2007 belum tuntas diselesaikan. Revisi terhadap APKG I dan APKG II didasarkan pada masukan dari pengguna yaitu dosen/tutor, peserta pelatihan penggunaan APKG di LPTK, realitas di lapangan, dan adanya perubahan dalam dunia pendidikan (perubahan kurikulum, dan sebagainya). Secara umum APKG I dan APKG II yang digunakan di UT memiliki rentangan skor dari 0 s.d. 5 per komponen yang diobservasi. Untuk keperluan penelitian ini, APKG I dan APKG II yang digunakan memiliki rentangan nilai antara 0 s.d. 4 agar lebih mudah melakukan skoring. c. Pengembangan Model Pembelajaran Sebelum diproduksi, draft naskah video BMP direvisi/divalidasi oleh ahli konten, ahli desain instruksional, dan ahli media untuk selanjutnya diproduksi menjadi video BMP. Produksi dilakukan di studio UT oleh satu tim yang memiliki pengalaman memproduksi video untuk keperluan pendidikan. Penilaian terhadap draft model pembelajaran juga dimintakan kepada lima orang dosen FKIP-UT yang memiliki latar belakang pendidikan dan keilmuan tentang pembelajaran IPA di SD. Setelah semua proses tadi dilalui, langkah selanjutnya adalah melakukan ujicoba model pembelajaran. Ujicoba model pembelajaran dilakukan kepada satu pokjar yang jumlahnya 30 orang mahasiswa. Namun yang mengikuti semua tahapan kegiatan penelitian sebanyak 19 mahasiswa. Ujicoba yang dilakukan meliputi ujicoba instrumen dan ujicoba draft model pembelajaran. Dengan segala keterbatasan yang ada meliputi dana, waktu, dan minimnya pertemuan tatap muka, modul dan video BMP diberikan kepada mahasiswa satu minggu sebelum tutorial dilaksanakan sehingga mahasiswa memiliki kesempatan untuk membaca modul dan menyimak tayangan video BMP di rumah atau di tempat mereka mengajar. Selama kegiatan ujicoba model, dilaksanakan evaluasi proses dan evaluasi produk yang meliputi analisis kemajuan-kemajuan yang dicapai selama ujicoba model dan hambatan-hambatan yang ditemui pada saat ujicoba model. Hasil ujicoba model ini menghasilkan produk yang selanjutnya digunakan untuk menyempurnakan model dengan cara melakukan uji validasi. d. Validasi Model Pembelajaran Uji validasi dikenakan kepada satu pokjar lainnya dengan melibatkan 30 mahasiswa sedangkan yang mengikuti semua tahapan kegiatan penelitian sebanyak 24 mahasiswa. Uji validasi dilakukan dengan menggunakan one group pretest-posttest design (Tuckman, 1978).
O
X
O
Keterangan: O : Observasi mengajar X : Perlakuan (treatment) Tiga buah modul dan dua buah program video BMP yang digunakan oleh mahasiswa untuk kegiatan belajar mandiri dan pada saat tutorial, terlebih dahulu dikirimkan ke alamat mahasiswa yang akan dijadikan subjek penelitian. Intervensi ini dilaksanakan untuk mendukung konsep kemandirian, pemanfaatan media, dan keterpisahan jarak antara mahasiswa/tutee dan tutor dalam PTJJ. Intervensi berikutnya diberikan dalam bentuk model pembelajaran dengan menggunakan strategi TDPSPM. Modul dan program video BMP, meskipun telah dipelajari secara mandiri di rumah, juga digunakan pada saat tutorial dilaksanakan.
15
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 11-23
Model pembelajaran yang memadukan materi dan metodologinya dengan menggunakan strategi TDPSPM dilaksanakan dalam tiga pertemuan yaitu pertemuan awal, pertemuan inti, dan pertemuan akhir. Pada pertemuan awal dilakukan tiga kegiatan sebagai berikut. Pertama, memberikan pretest berupa satu set soal untuk melihat kemampuan awal mahasiswa terhadap materi yang akan dipelajari. Kedua, menilai kemampuan mahasiswa untuk merancang pembelajaran dalam bentuk dokumen RP dengan menggunakan format APKG I dan menilai kemampuan melaksanakan pembelajaran di kelas dengan menggunakan format APKG II yang telah dimodifikasi. Kemampuan untuk membuat RP dan melaksanakan pembelajaran dicatat sebagai dokumen kemampuan awal mengajar mahasiswa. Ketiga, menugaskan mahasiswa untuk merancang RP yang akan diimplementasikan di tempat tutorial dalam bentuk peer teaching. Pertemuan inti dilaksanakan dalam lima kali tatap muka, masing-masing dalam waktu 2 x 60 menit dan aktivitas masing-masing tatap muka tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Aktivitas pada Pertemuan Inti Tatap Muka Ke Aktivitas 1 Kegiatan didahului dengan merespon pertanyaan mahasiswa berkenaan dengan modul dan video BMP yang diberikan kepada mereka. Kegiatan berikutnya meliputi: a. penayangan video BMP yang berisikan seorang guru yang memodelkan pembelajaran IPA di SD dengan topik air, b. diskusi kelompok, c. mereview RP yang telah dibuat, dan d. simulasi peer teaching sekitar 3-5 orang mahasiswa dengan teman sejawat (sekitar 10 – 15 menit per mahasiswa). 2 Kegiatan mandiri yang meliputi: a. melanjutkan kegiatan simulasi peer teaching sekitar 7-10 orang mahasiswa, b. pengayaan, dan c. menugaskan mahasiswa yang telah melaksanakan simulasi peer teaching untuk mengajar riil di SD. 3 Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: a. penayangan video BMP yang berisikan seorang guru yang memodelkan pembelajaran IPA di SD dengan topik listrik, b. melaksanakan diskusi kelompok, c. mereview RP yang telah dibuat, d. simulasi peer teaching sekitar 3-5 orang mahasiswa dengan teman sejawat (sekitar 10 – 15 menit per mahasiswa), dan e. pemberian pengayaan. 4 Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: a. melanjutkan kegiatan simulasi peer teaching sekitar 7-10 orang mahasiswa, b. pengayaan, dan c. menugaskan mahasiswa yang telah melaksanakan simulasi peer teaching untuk mengajar riil di SD. 5 Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: a. menugaskan 3-5 mahasiswa untuk memaparkan secara singkat tentang efektifitas model pembelajaran yang telah dilakukan di SD, b. memberikan pengayaan dan tindak lanjut berupa penugasan kepada mahasiswa untuk mengajar di SD.
16
Budiastra, Media Pembelajaran dalam PTJJ
Pembelajaran Riil di SD meliputi kegiatan sebagai berikut. Pertemuan pertama, guru mengadakan pretest kepada siswa SD sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan kepada mereka dan dilanjutkan dengan proses pembelajaran. Setelah proses pembelajaran berakhir kemudian diberikan posttest dengan menggunakan tes yang sama. Wawancara dengan guru dan siswa dilakukan pada akhir proses pembelajaran di SD oleh peneliti. Wawancara mencakup pertanyaan yang berkenaan dengan aspek sikap guru dan siswa terhadap model pembelajaran yang telah dilaksanakan. Selain itu, guru yang mengajar juga ditanyai tentang ketertarikannya untuk menggunakan model pembelajaran tersebut lebih lanjut. Setelah keenam tahapan dalam model pembelajaran dilewati pertemuan dilanjutkan dengan pertemuan akhir. Kegiatan akhir diisi dengan empat kegiatan sebagai berikut. Pertama, pemberian posttest berupa satu set soal yang sama dengan pretest. Pemberian posttest bertujuan untuk melihat kemampuan akhir mahasiswa terhadap penguasaan materi setelah mengikuti kegiatan tutorial. Kedua, menilai kemampuan mahasiswa untuk merancang pembelajaran dalam bentuk dokumen RP dengan menggunakan format APKG I dan menilai kemampuan melaksanakan pembelajaran di kelas dengan menggunakan format APKG II. Ketiga, penyebaran angket kepada mahasiswa yang menjadi subyek penelitian, serta melaksanakan wawancara kepada mahasiswa tentang model pembelajaran yang dilaksanakan. Keempat, penyebaran angket dan melaksanakan wawancara untuk menjaring pendapat mahasiswa terhadap video BMP yang digunakan. 2. Profil Video BMP Sebagaimana terungkap dalam proses pengembangan, profil video BMP adalah sebagai berikut. a. Ada dua topik yang dikembangkan yaitu topik air dan topik listrik. Topik air terdiri dari dua subtopik yaitu subtopik manfaat air dan subtopik siklus air. Subtopik manfaat air dipadukan dengan pendekatan tematik/terpadu dan subtopik siklus air dipadukan dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM). Sementara itu, topik listrik terdiri dari dua subtopik yaitu subtopik listrik statis dan subtopik listrik dinamis. Subtopik listrik statis dipadukan dengan pendekatan keterampilan proses sains (KPS) dan subtopik listrik dinamis dipadukan dengan pendekatan bersiklus (LCs). b. Dalam video BMP ini, yang berperan sebagai model adalah guru kelas yang riil mengajar di SD. Untuk topik air yang menjadi model adalah guru kelas IV SD, sedangkan untuk topik listrik yang menjadi model adalah guru kelas VI SD dan telah mendapatkan persetujuan dari kepala sekolah tempat pengambilan gambar untuk video BMP dilakukan. c. Kedua video BMP tersebut berdurasi sekitar 25 menit, dapat ditonton di layar TV dengan menggunakan media CD player, komputer yang dilengkapi dengan media player, atau media lainnya yang sesuai. Video BMP ini dapat ditonton di rumah atau di sekolah tempat guru mengajar. d. Kedua video BMP ini berfungsi sebagai pelengkap modul dengan topik air dan topik listrik. 3. Pendapat responden terhadap video BMP yang dikembangkan Pendapat responden terhadap video BMP dalam artikel ini dibatasi pada video BMP dengan topik listrik, sedangkan untuk video topik air tidak dibahas karena pendapat mahasiswa hampir sama dengan yang diberikan terhadap video BMP dengan topik listrik. Ada empat aspek yang dianalisis yaitu penyaji, visual, suara, dan sistematika penyajian materi. Aspek penyaji meliputi kecepatan narasi, sistematika penuturan, kemampuan melibatkan pemirsa, keluwesan penyaji, dan kejelasan penyampaian materi. Aspek visual meliputi kejelasan contoh life picture, kejelasan grafis, warna, keterbacaan, penggunaan alat peraga, kesesuaian gambar dengan
17
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 11-23
narasi, kesesuaian gambar dengan konsep. Aspek suara meliputi penggunaan musik, penggunaan sound effect, dan tingkat noise. Sedangkan aspek sistematika penyajian materi meliputi ketepatan penggunaan alat peraga, relevansi konsep dengan contoh, konsistensi penggunaan istilah, konsistensi video BMP dengan materi modul, dan kejelasan materi modul dari segi bahasa dan isi. Pendapat responden terhadap keempat aspek tersebut dapat dilihat dalam penjelasan berikut. a. Pendapat responden terhadap penyaji/model dalam video BMP Lima komponen dikaji terhadap penyaji/model dalam video BMP yang meliputi kecepatan narasi, sistematika penuturan, kemampuan melibatkan pemirsa, keluwesan penyaji, dan kejelasan materi pelajaran dalam video BMP disajikan pada Gambar 2.
Jumlah Responden
35
31
30
28
30
Kurang baik
22
25
17 18
20
Baik
15
11
10 5
Cukup
6 1
9
8 5
9
1
0
8
6
5 0
Baik Sekali
0 Kejelasan penyampaian materi
Keluwesan penyaji
Kemampuan melibatkan pemirsa
Sistematika penuturan
Kecepatan narasi
0
Aspek yang Diamati
Gambar 2. Pendapat responden terhadap aspek penyaji/model Berdasarkan data pada Gambar 2 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa kelima aspek yang ditanyakan sudah dinilai baik bahkan ada yang menilai sangat baik. Aspek kejelasan penyampaian materi pelajaran dalam video BMP dinilai sudah baik (39,53%) dan sangat baik sekali (41,86%). Hal ini terjadi karena model dalam video BMP adalah guru yang riil mengajar di SD sehingga proses pembelajaran yang dilakukan oleh model mudah untuk ditiru oleh mahasiswa dan untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran di SD. Selain itu, sebelum pembuatan video BMP ini terlebih dahulu dilakukan pengamatan dan diskusi tentang materi yang akan disajikan dalam video BMP tersebut. Namun demikian, dari kelima aspek tadi sebagian kecil responden (2,33%) mengatakan bahwa aspek kecepatan narasi dan kemampuan untuk melibatkan pemirsa masih perlu ditingkatkan kualitasnya. b. Pendapat responden terhadap aspek visual dalam video BMP Tujuh komponen dikaji terhadap aspek visual dalam video BMP yang meliputi kejelasan contoh life picture, kejelasan grafis, tampilan warna, keterbacaan, penggunaan alat peraga, kesesuaian gambar dengan narasi, dan kesesuaian gambar dengan konsep yang dipelajari. Pendapat responden terhadap ketujuh aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
18
28
30 25
25
23
21
20
15
10
13
10
21
1819
20 12
10
15
13
10
9
9 6
5
7
7
Kurang baik Cukup Baik Baik Sekali
5 Kesesuaian gambar konsep
Kesesuaian gambar narasi
Penggunaan alat peraga
Keterbacaan
Kejelasan grafis
Tampilan warna
0 Kejelasan contoh life picture
Jumlah Responden
Budiastra, Media Pembelajaran dalam PTJJ
Aspek yang Dikaji
Gambar 3. Pendapat responden terhadap aspek visual Berdasarkan data pada Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa ketujuh aspek yang ditanyakan sudah dinilai baik bahkan ada yang dinilai sangat baik. Aspek penggunaan alat peraga dalam video BMP dinilai sudah baik (41,86%) dan sangat baik sekali (44,19%). Aspek lainnya yang juga mendapat nilai baik dan sangat baik di atas 80% adalah kesesuaian gambar dengan narasi (83,72%) dan kesesuaian gambar dengan konsep yang dipelajari (83,72%). Hal ini terjadi karena pengambilan gambar dalam video BMP tersebut melibatkan sutradara dan kru dari studio UT yang telah berpengalaman dalam teknik produksi video untuk keperluan pendidikan sehingga menghasilkan video BMP yang cukup baik untuk aspek visual. c. Pendapat responden terhadap aspek suara dalam video BMP Tiga komponen dikaji terhadap aspek suara dalam video BMP yang meliputi penggunaan musik, penggunaan sound effect; dan tingkat noise. Pendapat responden terhadap ketiga aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. 28 24
25
Cukup
13
15 10
Kurang baik
18 18
20
Baik
9 6
7
6
5 Tingkat noise
Penggunaan sound effect
0 Penggunaan musik
Jumlah Responden
30
Aspek yang Dikaji
Gambar 4. Pendapat responden terhadap aspek suara
19
Baik Sekali
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 11-23
Berdasarkan data pada Gambar 4 dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa ketiga aspek yang ditanyakan sudah dinilai cukup dan baik bahkan ada yang menilai sangat baik. Aspek penggunaan musik dalam video BMP dinilai sudah baik (65,12%) dan sangat baik sekali (13,95%). Sedangkan aspek tingkat noise dinilai baik (41,86%) dan sangat baik (16,28%). Dari informasi tersebut, terlihat bahwa penggunaan musik sudah sesuai dan mendukung video BMP yang dikembangkan dan dari aspek kejelasan suara dalam video BMP dinilai sudah cukup memadai. Hal ini terjadi karena pembuatan video BMP tersebut melibatkan sutradara dan kru dari studio UT yang telah berpengalaman dalam aspek suara. Di samping itu, di studio UT telah tersedia fasilitas untuk pengaturan tinggi rendah suara sehingga menghasilkan video BMP yang cukup baik untuk aspek suara. d. Pendapat responden terhadap sistematika penyajian materi dalam video BMP Enam komponen dikaji terhadap aspek sistematika penyajian materi dalam video BMP yang meliputi ketepatan penggunaan alat peraga, relevansi konsep dengan contoh, konsistensi penggunaan istilah/lambang, konsistensi video BMP dengan materi modul, kejelasan materi modul dari segi bahasa dan isi, dan kejelasan materi dengan video BMP. Pendapat responden terhadap ke enam aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Jumlah Responden
35 24
25 20
28 25
22
Kurang baik Cukup
16 12
15
11
11 10
12
11 7
10 5
29
27
30
3
4
3
Baik Baik Sekali
3 Kejelasan materi dengan program video BMP
Kejelasan dari segi bahasa dan isi
Konsistensi dengan materi modul
Konsistensi istilah/lambang
Relevansi konsep dengan contoh
Ketepatan alat peraga
0
Aspek yang Dikaji
Gambar 5. Pendapat responden terhadap sistematika penyajian materi Berdasarkan data dalam Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa keenam aspek yang ditanyakan sudah dinilai baik bahkan ada yang dinilai sangat baik. Aspek ketepatan penggunanan alat peraga, konsistensi penggunaan istilah/lambang, dan kejelasan materi dengan video BMP dinilai baik dan sangat baik oleh sebagian besar responden (93%). Hal ini terjadi karena dalam pengembangan naskah video BMP melibatkan beberapa orang ahli yang meliputi ahli materi IPA (content specialist), ahli media (media specialist), dan ahli desain instructional (instructional design specialist). Pelibatan ahli yang sesuai bidangnya memungkinkan dikembangkan video BMP dengan menampilkan model yang dapat memadukan antara konten IPA, kegiatan laboratorium, dan cara mengajarkannya dengan tepat.
20
Budiastra, Media Pembelajaran dalam PTJJ
4. Pendapat mahasiswa terhadap manfaat penggunaan video BMP dalam tutorial Hasil angket manfaat penggunaan video BMP dalam tutorial dapat dilihat dalam Gambar 6. Jumlah mahasiswa yang mengisi angket sebanyak 43 mahasiswa dan mereka diperkenankan untuk memilih lebih dari satu jawaban. Manfaat Video BMP dalam Tutorial
2.33%
32.56%
76.74%
Meningkatkan penguasaan konsep IPA Meningkatkan cara mengajar IPA di SD Kurang bermanfaat
Gambar 6. Pendapat mahasiswa terhadap manfaat video BMP dalam tutorial Dari hasil angket yang dapat dilihat dalam Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa berpendapat bahwa penggunaan video BMP dalam tutorial bermanfaat untuk meningkatkan penguasaan mereka tentang cara mengajarkan IPA di SD. Sedangkan mahasiswa yang mengatakan bahwa video BMP sangat bermanfaat untuk meningkatkan penguasaan terhadap konsep IPA yang dipelajari di SD tidak sebanyak mahasiswa yang mengatakan bahwa video BMP sangat bermanfaat untuk meningkatkan penguasaan mereka tentang cara mengajarkan IPA di SD. Hal ini dapat dijelaskan karena para mahasiswa lebih mudah meniru contoh perilaku yang dituangkan dalam video BMP. Namun demikian, ada satu mahasiswa yang mengatakan bahwa video BMP kurang bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi maupun cara mengajarkan IPA di SD. Dari hasil penelusuran terhadap jawaban mahasiswa, diperoleh informasi bahwa jawaban yang diberikan didasarkan pada fakta bahwa selama ini mahasiswa tersebut belum pernah mengajarkan IPA seperti yang ditayangkan dalam video BMP dan meralat jawaban yang telah diberikan dalam angket. 5. Dampak model pembelajaran terhadap kemampuan guru untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran IPA di SD Dampak model pembelajaran terhadap kemampuan merancang dan mengajar guru di SD dilakukan dengan cara membandingkan hasil skor pretest dan posttest kemampuan untuk membuat RP yang diukur dengan menggunakan format APKG I dan kemampuan untuk menerapkan RP dalam pembelajaran di kelas yang diukur dengan menggunakan format APKG II. Format APKG I dan APKG II yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi sehingga lebih sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA di SD yang berorientasi pada inkuiri dalam pembelajaran dengan rentangan skor antara 0 sampai dengan 4. Tujuh komponen dinilai dalam perencanaan pembelajaran atau APKG 1, yaitu: 1) sasaran (mencantumkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator, serta mencantumkan efek iringan dan sikap ilmiah), 2) bahan ajar (kesesuaiannya dengan silabus, standar kompetensi, dan tingkat perkembangan siswa), 3) strategi pembelajaran (sesuai dengan kondisi, urutan & prasyarat, isu-isu di lingkungan, alokasi waktu, dan dapat mengaktifkan siswa), 4) merancang kegiatan laboratorium/hands-on (menentukan masalah/gejala, memilih alat/bahan, menentukan langkah kegiatan, membimbing sampai kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil), 5) media (sesuai dengan materi pelajaran, tujuan pembelajaran, dan prinsip pembuatan media, 6) evaluasi (sesuai dengan tujuan/indikator, merencanakan evaluasi kinerja, menyiapkan kunci
21
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 9, Nomor 1, Maret 2008, 11-23
jawaban), dan 7) tampilan fisik dokumen (kebersihan dan kerapihan, serta penggunaan bahasa tulis). Kemampuan yang dinilai dalam melaksanakan pembelajaran meliputi tujuh komponen, yaitu: 1) apersepsi yang dilakukan guru untuk mengawali pembelajaran, 2) arahan guru kepada siswa untuk melakukan kegiatan laboratorium (hands-on activities), 3) aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas, 4) pendekatan yang digunakan guru dalam pembelajaran sains, 5) kemampuan guru dalam pembelajaran, 6) penilaian yang dilakukan guru terhadap capaian siswa secara individu atau kelas, dan 7) kegiatan guru dalam menutup pelajaran. Ringkasan skor mahasiswa dan uji beda rataan skor pretest dan posttest komponen-komponen APKG I dan APKG II kelompok Ujicoba (n=19), disajikan dalam Budiastra, Hinduan, dan Rustaman, (2007). Di Program PGSD prajabatan, dosen berperan dalam memberikan contoh cara mengajarkan IPA di SD (Hinduan, 2001 dan Prasetyo, 2004). Sedangkan di Program PGSD dalam jabatan, video BMP yang berisikan contoh guru mengajarkan IPA di SD efektif untuk meningkatkan penguasaan para mahasiswa Program S1 PGSD terhadap cara mengajarkan IPA di SD seperti yang telah dibuktikan dalam Penelitian ini. Video BMP berfungsi sebagai pengganti peran dosen di Program PGSD prajabatan pada saat mereka memberikan contoh cara memadukan materi dan metodologinya kepada mahasiswa. Model pengintegrasian konsep-konsep IPA dan cara mengajarkannya di SD yang dikemas dalam bentuk modul dan video BMP telah berorientasi pada model-model yang seharusnya untuk pembelajaran IPA di SD. Model pembelajaran yang diterapkan dalam tutorial pada Penelitian ini mampu meningkatkan penguasaan mahasiswa terhadap konsep-konsep IPA dan cara mengajarkannya di SD, hal ini sesuai dengan pendapat McDermot, Shaffer, dan Constantinou, (2000) yang mengatakan bahwa guru akan mengajar seperti apa yang dicontohkan kepada mereka. Mempelajari modul dan menonton video BMP di rumah dalam bentuk belajar mandiri tidak serta merta menjadikan para guru mengerti cara mengajarkan IPA di SD. Tayangan video BMP yang diberikan pada saat tutorial yang disertai diskusi memperjelas penguasaan para guru tentang cara mengajarkan IPA di SD. Simulasi dalam bentuk peer teaching yang dilaksanakan di tempat tutorial dan pelaksanaan mengajar riil di SD lebih memperkuat pemahaman para guru tentang cara mengajarkan IPA di SD. Refleksi hasil mengajar yang dilakukan pada pertemuan berikutnya lebih memantapkan pemahaman mereka tentang cara mengajarkan IPA di SD. Mempraktekkan secara langsung RP yang telah disimulasikan dalam tutorial memberikan pengalaman berharga bagi para guru. Hal ini terungkap dari pendapat sembilan orang guru pada saat dilakukan wawancara mendalam (in depth interview) yang menyatakan bahwa kegiatan simulasi mengajar di tempat tutorial tidaklah cukup karena suasana pembelajaran di SD sangat kompleks. Pada saat mengajarkan sains di SD, mereka juga harus menangani siswa-siswa yang memiliki karakteristik yang berbeda, misalnya ada sebagian siswa yang aktif, ada sebagian siswa yang pendiam, dan ada sebagian siswa yang susah diatur. Pada saat mengajarkan sains di SD, para guru harus dapat mengintegrasikan konten sains dengan cara mengajarkannya, disamping itu mereka juga harus dapat menerapkan beberapa komponen keterampilan dasar mengajar. PENUTUP Di Program S1 PGSD dalam jabatan, video BMP yang berisikan contoh guru mengajarkan IPA di SD efektif untuk meningkatkan pemahaman guru tentang cara mengajarkan IPA dan juga berfungsi sebagai contoh cara mengajarkan IPA di SD yang dalam Program PGSD prajabatan langsung didemonstrasikan oleh dosen. Dalam Penelitian ini jumlah video BMP yang
22
Budiastra, Media Pembelajaran dalam PTJJ
dikembangkan sangat terbatas, oleh karena itu perlu dikembangkan program video BMP untuk topik-topik yang lainnya, sehingga para guru memiliki lebih banyak contoh cara mengajarkan topik-topik IPA di SD. Di samping itu, kualitas penyajian dalam video BMP juga perlu ditingkatkan sehingga lebih menggambarkan suasana riil pembelajaran di SD. Dari hasil Penelitian ini juga terungkap bahwa menonton tayangan video BMP saja tanpa ada aktivitas lainnya dalam proses pembelajaran tidak serta merta menjadikan guru mengerti cara mengajarkan IPA di SD. Pelibatan guru dalam berbagai aktivitas seperti penerapan strategi TDPSPM dalam tutorial perlu diujicobakan dalam skala yang lebih besar dan perlu dikembangkan beberapa contoh model pembelajaran untuk topik yang sama dalam bentuk video BMP. Selain itu, video BMP juga berguna untuk memfasilitasi mahasiswa dalam belajar mandiri (self study). REFERENSI Budiastra, A. A. K., Hinduan, A., & Rustaman, N. Y. (2007). Penerapan model tutorial dalam pendidikan guru jarak jauh dan dampaknya pada kemampuan guru mengajar IPA di sekolah dasar. Jurnal Pendidikan, 8 (1) 20-31, Maret 2007. Jakarta: Pusat Keilmuan LPPM – Universitas Terbuka. Ditjen PMPTK. (2007). Sebaran kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan yang belum berkualifikasi S1/D4. Disampaikan dalam Lokakarya Pengkajian Paket Pelatihan DBE 2. Cisarua, 13 -14 Agustus 2008. Gall, M. D. & Borg, W. R. (1979). Educatioal research, an introduction. (3th ed.). USA: Pearson Education, Inc. Gall, M. D., Gall, J. P., & Borg, W. R. (2003). Education research, an introduction. (7th ed.). USA: Pearson Education, Inc. Hinduan, A. A. & Setia, D. (1997). Asignment report primary school science education PPS IKIP Bandung. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kejuruan, Program Pascasarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Tidak dipublikasikan. Hinduan, A.A., Liliasari., Rustaman, N., Hidayat, E. M., Setia Adi, D. & Rasyidin, W. (2001). The development of teaching and learning science at primary school and primary school teacher education. Final Report URGE Project. Loan IBRD No. 3754-IND Graduate Program Indonesian University of Education. Tidak dipublikasikan. McDermott, L. C., Shaffer, P. S., & Constantinou, C. P. (2000). Preparing teachers to teach physics and physical science by inquiry. Physics Education Journal, 35 (6), 411-416. Prasetyo, Z. K. (2004). Model perkuliahan untuk meningkatkan kemampuan mengajar IPA mahasiswa calon guru sekolah dasar. Disertasi. Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana. Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak dipublikasikan. Reiser, R. A. & Dempsey, J. V. (2002). Trends and issues in instructional design and technology. New Jersey, USA: Pearson Education, Inc. Siantz, J. E., & Pugh, R. (1998). Using interactive video for interaction. Office of Education Technology Services. Indiana: Indiana University. Suparman, A. & Zuhairi, A. (2004). Pendidikan jarak jauh teori dan praktek. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Tuckman, B., W. (1978). Conducting educational research. (2nd ed.). New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc. UT. (2005). Pedoman pengelolaan program PGSD. (4th ed). Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan Nasional.
23