Media dan Komunikasi Politik: Telaah Jurnalis Politik dan Spin Doctor dalam Program Acara Indonesia Lawyer Club TV One
kepentingannya sendiri. Ketiga, menjelang pemilu 2014, akan banyak bermunculan spin doctor dengan propaganda opini publik yang hyper construct. Hal ini tentu bermuara pada menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia. Kata Kunci: Jurnalisme Politik, Spin Doctor, Media
Didik Haryadi Santoso, MA Staf Pengajar FIKOM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
[email protected]
Pendahuluan Ditengah
ABSTRAK Relasi yang silang sengkarut antara politisi, jurnalis politik dan spin doctor berakibat tercampur aduknya masingmasing peran. Sebagian jurnalis politik tidak lagi berada ditengah-tengah politisi dan rakyat untuk menjadi wacthdog melainkan menjadi “politisi baru” sekaligus berperan sebagai spin doctor. Bagaimana sepak terjang “politisi baru” dan spin doctor tersebut? Tulisan ini berfokus pada program Indonesia Lawyer Club di TV One dengan tokoh sentral Karni Ilyas.
silang
sengkarut
dunia
hukum
dan
perpolitikan Indonesia, ILC (Indonesia Lawyer Club) lahir dan hadir sebagai program diskusi hukum dan politik. Forum diskusi itu tidak hanya dihadiri oleh advokat dan politisi melainkan juga dihadiri oleh pengelola-pengelola negara baik hadir secara fisik maupun hadir secara digital teleconference. Dengan kata lain, ILC merupakan sebuah program dialog yang dikemas secara interaktif dan apik untuk memberikan
Simpulan dari tulisan ini yaitu, pertama, jurnalisme politik pada program ILC tidak melahirkan mediasi politik apapun melainkan menjadikan dirinya sebagai “politisi media” dengan berbagai opini publik yang dirancang oleh masingmasing aktor. Kedua, jurnalis politik pada program ILC dan aktor hukum serta politik merintis opini publik dengan memilih isu & menyeleksi fakta sesuai dengan opini yang akan dibangun. Hal ini persis dengan cara kerja spin doctor yang berupaya mempertahankan atau meniadakan isu berdasarkan
pembelajaran hukum bagi para pemirsanya.1 Jauh sebelum berubah menjadi forum diskusi interaktif, ILC merupakan perkumpulan
para
advokat
sebagai
wadah
berdiskusi
mengenai isu-isu kontroversial dan dikupas secara lebih 1
www.tvonenews.tv diakses pada tanggal 25 Januari 2014.
mendalam. Forum tersebut bernama JLC (Jakarta Lawyer
Pada posisi itu realitas sosial di persidangan ditarik kedalam
Club).
realitas media. Advokat tidak lagi menjadi advokat, jurnalis Diskusi JLC (Jakarta Lawyer Club) yang semula
pun tidak lagi berperan sebagai jurnalis. Semuanya melebur
ditayangkan di SCTV, dipindah tayangkan ke TV One atas
menjadi “politisi baru” dalam riuh rendah dunia hukum dan
permintaan Bakrie Grup. Karni Ilyas pun diminta menjadi
perpolitikan yang terjadi.
Direktur Pemberitaan sekaligus Pemred tv One. Tak lama
Tidak hanya itu, tidak jarang aktor-aktor yang terlibat
kemudian program JLC berganti nama menjadi Indonesia
dalam ILC secara tidak langsung berperan menjadi spin
Lawyers Club (ILC). Perubahan nama ini terkait dengan
doctor
upaya peningkatan status para advokat yang bersifat lokal
mengolah fakta dan memutarbalikkan wacana. Dengan
menjadi berstatus nasional. Hal ini juga dikarenakan program
kemampuan retorika yang tinggi disertai silat lidah yang
ILC tidak hanya berdaya jangkau lokal melainkan juga
canggih, persepsi audien digiring membentuk opini-opini yang
berdaya jangkau nasional.
bermuara pada bangunan opini publik. Masing-masing aktor
yang
mampu
memilah
dan
memilih
sekaligus
Tidak ada masalah dengan lahir dan hadirnya ILC
memfokuskan opininya pada ruang yang seolah-olah publik
sebagai program dialog interaktif dan menjadi jembatan
meskipun secara substantif bukan publik melainkan hanya
penghubung antar advokat, politisi dan jurnalis. Masalah
menjadi ruang-ruang pertarungan antar elit kekuasaan yang
kemudian muncul ketika aktor-aktor yang terlibat didalamnya
berjubah
tidak sekedar mengolah opini baru namun mencari legitimasi
kemudian adalah bagaimana sepak terjang “politisi baru” dan
dan dukungan dari publik atas persoalan politik. Tidak hanya
spin doctor dalam program Indonesia Lawyer Club tersebut?
itu, penyerangan antar aktor diskusi berupa kecaman dan
Pertanyaan tersebut menjadi benang merah dalam tulisan ini.
advokat,
politisi
dan
jurnalis.
Pertanyaannya
hujatan juga kerap terjadi. Dengan kata lain, kalah di arena
Pada bagian awal, akan dipaparkan tentang latar
persidangan lalu mencari dukungan dari program tayangan.
belakang masalah beserta benang merah tulisan. Pada
bagian kedua, dijabarkan tentang kajian pustaka atau kajian
ruang sosial merupakan produk sosial yang diproduksi secara
teoritik mengenai media dan remediasi ruang yang juga
sosial oleh pengguna ruang tersebut.2 Ruang sosial bentukan
menyinggung
Jurgen
media menjadi semacam arena atau sarana pertukaran
Habermas. Selanjutnya pada bagian ketiga merupakan isi
informasi dan pertukaran wacana. Tarik ulur ruang itu
yang terdiri dari ILC antara Remediasi Ruang dan Politisasi
diperantarai oleh media. Media memediasi ulang kedua
Ruang. Kemudian pembahasan selanjutnya difokuskan pada
realitas dan kedua ruang. Mengenai remediasi ini, Jay David
pertarungan ruang & pertarungan opini dalam ILC. Terakhir,
Bolter & Richard Grusin berpendapat bahwa proses remediasi
kesimpulan dan penutup.
akan lebih agresif lewat perantara digital.3 Sebagaimana yang
tentang
ruang
publik
perspektif
Media dan Remediasi Ruang
dipaparkan oleh Henri Lafebvre, bahwa ruang yang diciptakan melalui produksi sosial seringkali dijadikan sebagai alat
Media lahir dan hadir menghapus penghalang yang ada pada media tradisional. Media khususnya media televisi
kontrol, dominasi dan kekuasaan.4 Kekacauan itu diperparah silang sengkarut kepemilikan media.
membawa berbagai macam ruang satu kedalam ruang lainnya. Termasuk menggiring ruang politik kedalam ruang pribadi, atau sebaliknya membawa ruang elit kedalam ruang publik. Dalam beberapa kasus, tidak sedikit ruang sosial yang
Melalui media, ruang-ruang sosial masuk kedalam ruang digital dengan berbagai macam realitas media yang tergiring kedalamnya. Media menjadi institusi sosial yang memproduksi ruang-ruang sosial. Ruang sosial yang bersifat
tercipta di pengadilan tergiring kedalam bentuk ruang media, dengan kata lain realitas sosial ditarik kedalam realitas media. Ruang yang terbentuk dalam media lahir dan hadir menjadi semacam ruang sosial. Menurut Henri Lafebvre dalam tulisannya yang berjudul “The Production of Space”,
2
Henri Lafebvre, The Production of Space, Basil: Blackwell, 1992, hal 26 3 Jay David Bolter & Richard Grusin. Remediation; Understanding Media, USA: MIT Press, 2000, hal 46. 4 Henri Lafebvre, The Production of Space, Basil: Blackwell, 1992, hal 26
lokal dapat dengan mudah bergeser menjadi ruang sosial
Hukum-hukum pasar masuk kedalam ruang-ruang
yang menjadi lebih “publik”. Habermas menyebutnya dengan
sosial baik di wilayah politik, hukum maupun pada wilayah
polarisasi ruang sosial. Ruang sosial itu menjadi semacam
kebudayaan. Ruang-ruang sosial hasil garapan media itu
panggung sosial.
memiliki kecenderungan menjadi ruang-ruang konsumsi, baik
Media
memiliki
andil
menciptakan
panggung-
konsumsi informasi maupun konsumsi wacana bagi publik.
panggung sosial. Panggung-panggung sosial yang tadinya
Singkat kata, media dan ragam kepentingannya secara
miskin perhatian, oleh media mendadak berubah menjadi
langsung atau tidak langsung mampu melubangi ruang-ruang
terkenal hanya dengan perantara digital disertai dengan
sosial bahkan ruang-ruang privat menjadi ruang yang seolah-
perubahan format dialog biasa menjadi diskusi yang interaktif.
olah publik. Habermas mengistilahkannya dengan privat semu
Namun demikian, tidak jarang diskusi publik menjadi forum-
dan pseudo public.
forum politis dengan daya dukung pendapat dari publik mengenai topik-topik tertentu. Mengenai hal ini, Jurgen Habermas memaparkan bahwa beberapa stasiun-stasiun media, penerbit dan asosiasi-asosiasi tertentu telah mampu merubah panggung diskusi menjadi sesuatu yang dapat dikonsumsi
sekaligus
menjadi
sebuah
bisnis
yang
menjanjikan.5
ILC: antara Remediasi Ruang dan Politisasi Ruang Melalui Indonesia Lawyer Club, publik mendapatkan ruang lain untuk mengakses informasi dan wacana tentang hukum dan politik. Wacana tentang hukum dan politik, disatu sisi dibawa dari ruang peradilan kedalam ruang politik berbasis media. Disisi yang lain, media televisi membawa ruang elit politik itu kedalam ruang-ruang pribadi milik audien. Melalui media, kontur ruang elit hukum dan politik Indonesia Lawyer Club ditata ulang dari diskusi serius dan
5
Jurgen Habermas, The Structural Transformation Of Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society, terj. Yudi Santoso, Yogyakarta: Kreasi Wacana, hal. 230
kaku para advokat menjadi diskusi yang membawa nilai
pertunjukan dan dapat dikonsumsi oleh khayalak. Tata ulang
ditarik kedalam ruang elit berbasis media untuk kemudian
pola
publik
dipindahkan ke dalam ruang publik, meskipun secara
mempersepsikan drama kehidupan dunia politik dengan
substansial ruang itu hanya seolah-olah publik, pseudo public.
persepsi multidimensi yang dimiliki masing-masing individu.
Relasi tiga ruang itu kemudian membentuk imajinasi wacana
Pemindahan ruang pengadilan kedalam ruang sosial lalu
yang berbeda-beda.
diskusi
dalam
ILC
memungkinkan
dilanjutkan kedalam ruang media. Hal ini menjadikan realitas
Jika meminjam kacamata Benedict Andersen, dalam
didalam program ILC tidak lagi sekedar menjadi realitas sosial
Indonesia Lawyer Club, wacana luaran mengenai hukum dan
akan tetapi bergerak menjadi realitas media.
politik merupakan sebuah wacana luaran yang imajinatif
“ini pola diskusi yang kesannya memindahkan arena pengadilan untuk membuat justifikasi ulang. Menurut saya, itu hanya bagian dari ketidakpercayaan pengacara ketika membela didalam, maka perlu dukungan diluar secara opini publik. Yang diupayakan bagaimana publik membela dan mendukung, sehingga pembelaan menjadi maksimal. Sementara publik tidak mendapatkan honor apapun dari dukungan itu”.6
terbayang. Kata terbayang merujuk pada substansi makna
Pendapat
imajinatif ketika konsep komunitas alami itu dipengaruhi oleh
diatas
membantu
pemetaan
tentang
bahwa sesuatu dapat dibayangkan atau diimajinasikan meskipun dalam kenyataanya antara objek satu tidak pernah saling kenal dan saling bertemu. Anderson mencontohkan imagined political community, dimana komunitas yang empirik dapat
bertransformasi “sebuah
menjadi
bayangan
beberapa ruang yang termediasi oleh media. Diantaranya
konsep
yaitu ruang persidangan sebagai ruang sosial, media sebagai
kebersamaan mereka”.7
komunitas atau
politik
imajinasi
yang
tentang
ruang elit dan audien sebagai publik. Ruang persidangan 6
Gede Pasek Suardika dalam program ILC yang ditayangkan pada 12 Maret 2014 dengan tema “Anas Siap digantung di Monas”. Diakses dari www.youtube.com pada tanggal 27 Januari 2014.
7
Benedict Andersen, Imagined Communities Komunitas Komunitas Terbayang, Insist Press: Yogyakarta, 2001, hal xxxi.
Remediasi ruang seperti yang telah dipaparkan diatas, dalam beberapa contoh program ILC tidak berhenti pada kategori re-mediasi ruang akan tetapi juga masuk kedalam kategori hype tepatnya hypermediasi ruang. Hal ini berangkat dari dua hal, pertama, pembahasan yang dipaparkan di ILC tidak jarang melebihi pembahasan di area persidangan. Disatu sisi hal ini baik karena dapat memberikan fakta-fakta Gambar 2. Suasana Diskusi Hukum & Politik di ILC Komunitas dengan imajinasi wacana hukum dan politik itu bertemu dalam bentuk fisik dan tentu dalam bentuk digital mengingat penikmat dan pengkonsumsi wacana ILC tidak hanya berhenti pada media televisi melainkan juga pada dunia virtual. Hal itu menjadikan tipe komunikasi dalam Indonesia Lawyer Club menjadi dua macam yaitu, pertama tipe komunikasi face to face di dunia empirik nyata dan kedua, tipe komunikasi yang termediasi secara digital. Remediasi dalam bentuk digital inilah yang merintis kesadaran para advokat, politisi dan audien yang secara bersama-sama membayangkan tentang kebersamaan mereka meskipun hanya didalam ruang-ruang wacana
baru dan informasi serta wacana baru yang tidak diungkapkan di meja persidangan. Namun disisi yang lain, perintisan opini publik tersebut selain dapat menjadi salah satu bentuk perlawanan
terhadap
ruang
persidangan
juga
dapat
digunakan memutar balikkan wacana sekaligus menggalang simpati dan dukungan dari audien atau publik. Kalah secara hukum akan tetapi diusahakan menang melalui dukungan publik. Kedua, pembahasan diskusi wacana tentang hukum dan politik dalam ILC tidak jarang berbelok masuk kedalam materi-materi yang trivial. Artinya, diskusi bergeser menjadi pembahasan tentang hal-hal yang remeh temeh dan jauh dari substansi
akar
permasalahan
yang
sedang
dibahas.
Penyerangan dan pembunuhan karakter terhadap lawan politik juga kerap terjadi. Sebagai contoh, perdebatan antara
Ruhut Sitompul dan Hotman Paris Hutapea yang menyeret
Mengenai beberapa kasus pelecehan dan hujatan,
aib dan persoalan pribadi atau pelecehan pengacara
Indonesia Lawyers Club mendapat teguran tertulis dari Komisi
Nazaruddin
Penyiaran Indonesia (KPI) tertanggal 4 September 2012,
terhadap
Anas
Urbaningrum
dengan
menggunakan istilah “abu jahal”.
lantaran dinilai sarat hujatan dan kecaman. Pada posisi ini ILC menjadi panggung diskusi kritis, akan tetapi juga menjadi panggung pertunjukan wacana sekaligus menjadi pertarungan silat Lidah. Pada muaranya, remediasi ruang hukum dan politik dalam program ILC tidak melahirkan mediasi hukum & politik apapun melainkan menjadikan dirinya sebagai “politisi media” dengan berbagai rancangan opini publik yang dirintis dan dirancang oleh masing-masing aktor hukum dan politik yang terlibat didalamnya.
Pertarungan Ruang & Opini dalam ILC Kompleksitas hukum dan politik di Indonesia menjadi bahan yang menarik untuk didiskusikan. Indonesia Lawyer Gambar 3. Salah Satu Scene ILC Edisi “Anas Siap digantung di Monas”.8
Club menangkap kompleksitas hukum dan politik itu selain menjadi
program
diskusi
yang
menawarkan
ruang
“pertarungan” opini. Dalam pada itu, pertarungan ruang dan 8
pertarungan opini dijembatani oleh tokoh-tokoh pembentuk www.youtube.com. Diakses pada tanggal 27 Januari 2014.
opini dari berbagai kalangan baik advokat, politisi maupun
diskusi. Namun secara perlahan tereduksi oleh instrumen elit
masyarakat. Meskipun pada prakteknya ruang bicara dan
dengan
berpendapat
jika
kepentingan politik, ideologis dan pasar. Tentu kepentingan
dibandingkan dengan ruang untuk para elit hukum dan elit
pasar dalam hal ini tidak hanya berdimensi finansial akan
politik. Masyarakat sebagai audien lebih sering menjadi
tetapi terminologi pasar yang lebih mendekati ruang gerak ILC
pengkonsumsi wacana ketimbang menjadi bagian dari aktor
yaitu pasar dalam dunia hukum dan politik.
untuk
masyarakat
sangat
minim
dalam diskusi.
berbagai
ragam
kepentingannya,
termasuk
Publik dalam panggung diskusi ILC hanya menjadi
Tokoh-tokoh pembentuk opini publik dalam Indonesia
pelengkap dan hanya sebagai pengkonsumsi informasi dan
Lawyer Club selain dari aktor media TV One juga melibatkan
pengkonsumsi wacana. Ruang-ruang diskusi wacana hukum
tokoh-tokoh jago debat yang berperan layaknya spin doctor.
dan politik diciptakan seolah-olah publik meskipun sejatinya
Sebagian besar berasal dari tim lawyer dan anggota partai-
hanya merupakan ciptaan dan hasil rekonstruksi para elit
partai politik. Relasi antara aktor media, lawyer, dan politisi
yang terlibat didalamnya. Ruang diskusi publik tidak lagi
membawa ketiganya kedalam bentuk hubungan saling
menjadi untuk publik, melainkan menjadi arena pertarungan
ketergantungan yang baru. Artinya, pelaku media, lawyer dan
antar elit namun atas nama publik. Pertarungan antar elit
politisi mendapatkan hubungan simbiosis mutualisme yang
tersebut, pada akhirnya hanya menjadi pertarungan yang
saling bergantung dan saling menguntungkan satu sama
semu. Semu karena publik hanya menjadi penonton pasif
lainnya.
yang turut melegitimasi opini publik yang telah dibangun oleh
Akan
tetapi
dalam
hubungan
yang
saling
menguntungkan itu, antara instrumen elit dan instrumen kultural bercampur aduk dalam riuh rendah pertarungan
para elit-elit yang bertarung. Mengenai hal ini, Jurgen Habermas mengistilahkannya
hukum dan politik. Instrumen kultural berbentuk individu-
dengan
istilah
pseudo
public.
Lebih
jauh
individu masyarakat lahir dan hadir secara natural dalam
memaparkan bahwa, peristiwa pseudo public
Habermas yang disisipi
oleh berbagai ragam kepentingan termasuk politik seperti
Kesimpulan & Penutup
yang terjadi dalam ruang diskusi ILC bukanlah hal yang baru. Habermas mencontohkan ruang publik dunia sastra yang ternyata juga telah memiliki karakteristik “politis”, yang membuat dunia sastra tercerabut dari ruang reproduksi sosial.9
Tidak mudah memang mendiskusikan ruang dalam media
televisi.
Terlebih
tercampurnya
ruang
antara
kepentingan media dan kepentingan politik. Bahkan tidak jarang
kepentingan
politik
dibalut
oleh
keterampilan
permainan media. Hal ini buah dari silang sengkarutnya Sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh Jurgen
Habermas, bahwa diskusi politik sebagian besar terbatas pada kalangan tertentu, yang bagaimanapun lebih banyak menciptakan iklim yang homogen bagi pembentukan opini.10 Apa yang terjadi pada program ILC merupakan pertarungan ruang
para
elit
sekaligus
pertarungan
opini
untuk
mendapatkan simpati publik dengan memilih isu & menyeleksi fakta sesuai dengan opini yang akan dibangun. Hal ini persis dengan
cara
mempertahankan
kerja atau
spin
doctor
meniadakan
kepentingannya sendiri.
yang isu
berupaya berdasarkan
kepemilikan media khususnya media televisi. ILC berada di dalam riuh rendah itu. Dimana ruang diskusi hukum dan politik ditata ulang dari diskusi serius dan kaku para advokat menjadi diskusi
yang
membawa
nilai
pertunjukan
dan
dapat
dikonsumsi oleh khayalak. Dalam pada itu, ILC tidak hanya memindahkan dan memediasi ruang pengadilan kedalam ruang sosial. Akan tetapi juga membawa ruang sosial masuk ke dalam ruang media yang secara substansial merupakan ruang elit. Realitas pun tidak lagi menjadi murni realitas sosial melainkan tergiring kedalam realitas media.
Percampuran multidimensi itu
diwarnai dengan lahir dan hadirnya tokoh-tokoh pembentuk opini publik termasuk aktor media, advokat, politisi serta spin 9
Jurgen Habermas, Opcit, hal.225 Ibid., hal.298
10
doctor dari tim lawyer dan partai politik. Relasi antara aktor
media, lawyer, dan politisi membawa ketiganya kedalam
DAFTAR PUSTAKA
bentuk hubungan saling ketergantungan sekaligus saling menguntungkan. Berangkat dari pemaparan diatas, setidaknya tulisan ini memiliki tiga simpulan sementara diantaranya yaitu, pertama, jurnalisme politik pada program ILC tidak melahirkan mediasi politik apapun melainkan menjadikan dirinya sebagai “politisi media” dengan berbagai opini publik yang dirancang oleh masing-masing aktor yang terlibat didalamnya. Kedua,
Anderson Benedict,(2001), Imagined Communities Komunitas Komunitas Terbayang. Insist Press, Yogyakarta. Baudrillard Jean,(2004), Masyarakat Konsumsi. Penerj. Wahyunto, Yogyakarta, Kreasi Wacana. Bolter Jay David & Grusin Richard,(2000), Remediation;Understanding Media, USA: MIT Press.
jurnalis politik pada program ILC merintis opini publik dengan memilih isu & menyeleksi fakta sesuai dengan opini yang akan dibangun. Hal ini persis dengan cara kerja spin doctor yang berupaya mempertahankan atau meniadakan isu berdasarkan kepentingannya
sendiri.
Ketiga,
menjelang
pemilu 2014, akan banyak bermunculan spin doctor dengan propaganda opini publik yang hyper construct. Hal ini tentu bermuara pada menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia.
Calabrese Andrew,(2004), Toward a Political Economy of Culture Capitalism and Communication in the Twenty-First Century. United Kingdom, Rawman & Littlefield Publisher. Gigi Durham Meenakshi & M.Kellner Douglas, (2006). Media & Cultural Studies. UK, Blackwell Publishing. Habermas Jurgen, The Structural Transformation Of Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society. terj. Yudi Santoso, Yogyakarta, Kreasi Wacana
Lafebvre Henri,( 1992), The Production of Space. Basil: Blackwell. Littlejohn Stephen W, Foss Karen A,(2009), Encyclopedia of Communication Theory. London, Sage Publication. Website: www.tvonenews.tv diakses pada tanggal 25 Januari 2014. www.youtube.com. Diakses pada tanggal 27 Januari 2014.